1 DAMPAK FISIK KENAIKAN MUKA AIR LAUT TERHADAP WILAYAH PESISIR KOTA MEDAN KECAMATAN MEDAN BELAWAN Physical Impacts of Sea Level Rise on Coastal Areas of Medan Belawan Tri Woro Widyastuti1), Darma Bakti2), Zulham Apandy Harahap2) 1) Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Sumatera Utara (E-mail : [email protected]) 2) Staf Pengajar Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Abstract Tidal flood case is a problem that often happens in coastal areas. This happens because of the surface of the ground low or even the same compared to the surface of sea water. Besides that, this can also happens due to the increase of sea levels so that when there is a tide the sea water will come and flooded the coastal areas. The purpose of this research is to analyze the condition of tide in coastal areas of Medan city in Medan Belawan sub district and provide a map vulnerability to the increase of sea levels in Medan city. The number of increasing sea levels is obtained from the average of increase tidal per year. This number then will be associated with land use data, topography data, population data, and also direct interview with the local residents. After that, VCA method will be used based on PERKA BNPB N0. 2 the year 2012 to acquire the class vulnerability in each village and projected into the form of map with overlay method. The result of this research showed that the inundation area caused by the increase of sea levels always rising. Based from the VCA method and direct interview, resulted that most of vulnerability that happens in Medan Belawan sub district is belong to the high vulnerability. This result is also suitable with map vulnerability made by BNPB that stating North Sumatera is belonging in category of high vulnerability class. Therefore it needs further treatment to decrease the effect of the increasing sea levels. Keyword : Sea Level Rise, Rob, VCA method. PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang mempunyai kerentanan yang tinggi terhadap perubahan iklim. Hal ini berkaitan dengan kondisi Indonesia yang merupakan wilayah kepulauan dengan jumlah pulau yang sangat banyak. Perubahan iklim yang terjadi mengakibatkan dampak yang besar terhadap masyarakat pesisir di seluruh dunia khususnya di Indonesia. Fenomena naiknya muka air laut ini dikenal dengan sebutan Sea Level Rise (SLR). Fenomena ini menimbulkan ancaman terhadap kota-kota yang terletak di wilayah pesisir. Perubahan iklim dapat dianggap sebagai suatu situasi ketidakpastian yang dihadapi oleh masyarakat pesisir. Bagi masyarakat pesisir pengetahuan lokal mengenai caracara menghadapi perubahan musim telah menjadi keseharian mereka. 2 Kenaikan muka air laut sebagai akibat dari perubahan iklim global mulai dirasakan ekstrim sejak abad ke–20. Kondisi muka air laut tersebut dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu peningkatan temperatur air laut dan perubahan massa air laut. Secara geografis dan topografi Indonesia sebagai Negara kepulauan, maka dapat diketahui bahwa Indonesia memiliki kerentanan yang sangat tinggi terhadap berbagai dampak dari fenomena perubahan iklim, khususnya kenaikan muka air laut (Isfandiari dan Djoko, 2010). Fenomena kenaikan muka air laut dapat di presentasikan menggunakan Sea Level Rise (SLR) dipengaruhi secara dominan oleh pemuaian thermal sehingga volume air laut bertambah. Selain itu mencairnya es di kutub dan gletser juga memberikan kontribusi terhadap perubahan kenaikan muka air laut. Kenaikan muka air laut bisa menyebabkan berkurangnya atau mundurnya garis pantai, mempercepat terjadinya erosi pantai berpasir, banjir di wilayah pesisir, dan kerusakan infrastruktur yang berada di wilayah pesisir seperti dermaga, dan bangunan pantai lainnya (Liyani, dkk., 2012). Laporan Intergovermental Panel on Climate Change (IPCC) memperkirakan bahwa pada kurun waktu 100 tahun terhitung mulai dari tahun 2000 permukaan air laut akan meningkat setinggi 15 – 90 cm dengan kepastian peningkatan setinggi 48 cm (Sihombing, dkk., 2012). METODOLOGI Penelitian ini dilaksanakan di Pesisir Kota Medan pada Bulan Februari 2015 sampai dengan Mei 2015. Persiapan Data Tahap ini meliputi pengumpulan data dan pengecekan kelengkapan data yang telah dikumpulkan.Tujuan pengecekan data untuk mengetahui kekurangan- kekurangan pada data yang telah terkumpul, sehingga bisa dilakukan upayaupaya untuk melengkapi kekurangan yang ada. Pra Pengolahan (Pre- processing) Data Citra satelit a. Konversi Data Citra (Import File) Data citra satelit Landsat yang dipergunakan dalam penelitian ini, di download dengan format DEM dan diolah dengan perangkat lunak ArcGis 9.3. b. Pemotongan Citra (Cropping) Pemotongan citra dilakukan untuk membatasi citra sesuai dengan wilayah penelitian. Analisis Kenaikan Muka Air Laut Kenaikan muka air laut dapat dilihat dari data kondisi pasang surut yang dikumpulkan pada lima tahun terakhir yaitu pada tahun 2011 sampai dengan 2015. Teknik yang digunakan dalam menganalisis perubahan kenaikan muka air laut ini yaitu metode tumpang tindih (overlay). Peta kenaikan muka air laut yang diprediksi dan ditumpang tindih untuk mengetahui perubahan kenaikan muka air laut dan kenaikan luasan genangan yang terjadi pada perkiraan waktu lima puluh tahun mendatang. Pengkajian Resiko Bencana Pengkajian resiko bencana merupakan sebuah pendekatan untuk memperlihatkan potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat suatu potensi bencana. Potensi dampak negatif ini dilihat dari potensi jumlah jiwa yang terpapar hingga kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Pengkajian resiko bencana banjir ini mengacu pada PERKA BNPB No.2 tahun 2012 dengan pendekatan sebagai berikut : Resiko bencana = Ancaman x Kerentanan Kapasitas 3 1. Indeks Ancaman Bencana Indeks ancaman bencana disusun berdasarkan dua komponen utama, yaitu kemungkinan terjadi suatu ancaman dan besaran dampak yang pernah tercatat untuk bencana yang terjadi. Tabel indeks ancaman rob dapat dilihat pada Tabel 1. 2. Indeks Kerentanan Indikator yang digunakan dalam analisis kerentanan terutama adalah informasi keterpaparan. Sumber informasi yang digunakan untuk analisis kerentanan terutama berasal dari laporan BPS (Badan Pusat Statistik) Provinsi/Kabupaten Dalam Angka. Untuk menghitung indeks kerentanan digunakan rumus dari PERKA BNPB No. 2 tahun 2012, dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Indeks Ancaman Rob Kedalaman (m) Kelas Nilai < 0,76 Rendah 1 0,76 – 1,5 Sedang 2 >1,5 Tinggi 3 Bobot (%) Skor 0,33 100 0,66 1,00 Tabel 2. Klasifikasi KomponenKerentanan Rob No 1 2 3 4 Komponen Kerentanan demografi/ sosial Budaya Fisik Kelas Kerentanan Parameter Kerentanan Bobot (%) rendah sedang tinggi Kepadatan Penduduk 50 < 75 jiwa/ha 75 - 150 jiwa/ha > 150 jiwa/ha Persentase Penduduk Miskin 20 <10 % 10% - 20 % > 20% Persentase Ibu Hamil 10 <5% 5 % - 10 % > 10 % Persentase Usia Balita 10 <5% 5 % - 10 % > 10 % Persentase Penduduk Lansia 10 < 10 % 10 % - 20 % > 20 % Persentase Jaringan Listrik 20 < 30% 30 % - 60 % 60% Persentase Jaringan Jalan 20 < 30% 30 % - 60 % 60% Persentase Jaringan Komunikasi 20 < 30% 30 % - 60 % 60% persentase Kawasan Terbangun 20 < 30% 30 % - 60 % 60% Persentase Jumlah Bangunan 10 < 30% 30 % - 60 % 60% Jumlah Bangunan non Permanan 10 < 500 500 - 1000 > 1000 Luas Lahan Produktif 25 < 10 ha 10 ha -20 ha > 20 ha Luas Lahan Ekonomi 25 < 10 ha 11 ha - 20 Ha > 20 ha Jumlah sarana Ekonomi 25 < 5000 5000 -10000 > 10000 Jumlah Penduduk Bekerja 25 < 750 750 - 1500 >1500 Luas Hutan Bakau/ Mangrove 25 < 10 ha 10 ha -20 ha > 20 ha Luas Lahan Sawah 25 < 10 ha 10 ha -20 ha > 20 ha Luas Lahan Padang Rumput 25 < 10 ha 10 ha -20 ha > 20 ha Luas Lahan Rawa 25 < 10 ha 10 ha -20 ha > 20 ha Ekonomi Lingkungan Nilai setiap kelas kerentanan : Klasifikasi Total Kerentanan : Rendah :1 Rendah :0–3 Sedang :3 Sedang :1–3 Tinggi :5 Tinggi :3–5 Indeks kerentanan = (0,4 * skor kerentanan sosial) + (0,1* lingkungan) +(0,25* Fisik) + (0,25* Ekonomi 4 3. Indeks Kapasitas Indeks kapasitas diperoleh berdasarkan tingkat ketahanan daerah pada suatu waktu. Tingkat ketahanan daerah bernilai sama untuk seluruh kawasan pada suatu kabupaten/kota yang merupakan ruang ingkup kawasan terendah kajian kapasitas ini. 4. Penyusunan Kajian Resiko Bencana Kajian resiko bencana memberikan gambaran umum terkait tingkat resiko suatu bencana pada suatu daerah yang dikaitkan dengan beberapa indeks sebelumnya. Matriks kelas kerentanan bencana dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. pada masyarakat yang terkena dampak langsung maupun pada badan pemerintahan setempat. HASIL DAN PEMBAHASAN Kenaikan muka air laut dapat diketahui melalui perubahan ketinggian pasang surut yang terjadi sebelumnya. Nilai rata-rata ketinggian pasang surut air laut dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 dapat diketahui kenaikan muka air laut dengan menghitung rata-rata selisih ketinggian muka air laut pertahunnya. Grafik kenaikan muka air laut dapat dilihat pada Gambar 1. Tabel 3. Matriks besaran ancaman bencana sesuai dengan nilai kapasitas dan kerentanan. V/C Kerentan an Tinggi Kapasitas Sedang Rendah Rendah Sedang Tinggi Tabel 4.Matriks kerentanan bencana sesuai dengan nilai ancaman, kapasitas dan kerentanan H X V/C Rendah V/C Sedang Tinggi Rendah Ancaman Bencana Sedang Tinggi Keterangan : Kelas Rendah Kelas Sedang Kelas Tinggi Verifikasi Lapangan Untuk mengetahui status kerentanan resiko bencana banjir, beberapa parameter dilakukan dengan penyusunan kajian resiko bencana dan metode wawancara dilapangan. Metode wawancara dilakukan untuk memastikan apakah kejadian yang diprediksi sesuai dengan keadaan yang berada di lapangan. Wawancara dilakukan Gambar 1. Grafik Kenaikan Muka Air Laut tahun 2011 sampai dengan tahun 2015 Berdasarkan Gambar 1 terlihat bahwa terjadi kenaikan muka air laut yang terjadi setiap tahunnya. Kenaikan muka air laut yang terjadi pada pesisir Kota Medan Kecamatan Medan Belawan kurang lebih sebesar 1,042 cm/tahun. Pengkajian Resiko Bencana Banjir 1. Hasil Analisis Ancaman Rob Berdasarkan PERKA BNPB No.2 Tahun 2012 Indeks Ancaman Rob diklasifikasikan menurut kedalaman banjir dan genangan yang terjadi pada daerah yang diteliti. Indeks Ancaman Rob yang telah disajikan sebelumnya pada pada Tabel 1 bahwa pada hampir semua kelurahan pada Kecamatan Medan Belawan masuk dalam kategori sedang yaitu dengan kedalaman 0,76 – 1,5 meter kecuali pada kelurahan Belawan Bahagia 5 dan Belawan II yang memiliki kedalaman banjir < 0,76 m sehingga dikategorikan dalam kelas rendah. Kategori kelas ancaman rob Kecamatan Medan Belawan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kategori Kelas Ancaman Rob Kecamatan Medan Belawan Kelurahan Sicanang Belawan Bahagia Belawan Bahari Belawan I Belawan II Bagan Deli Kedalaman (m) 0,76 - 1,5 Kelas Skor Sedang 0,66 < 0,76 Rendah 0,76 - 1,5 Sedang 0,76 - 1,5 < 0,76 0,76 – 1,5 Sedang Rendah Sedang 0,33 4. 0,66 0,66 0,33 0,66 2. Indeks Kerentanan Untuk mencari nilai kerentanan perlu dikaji dari beberapa parameter. Berdasarkan PERKA BNPB No. 2 tahun 2012 terdapat 4 komponen yang perlu dikaji untuk mendapatkan indeks kerentanan. Klasifikasi kelaskerentanan berdasarkan nilai penilaian indeks kerentanan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Klasifikasi Kelas Kerentanan Berdasarkan Nilai Penilaian Indeks Kerentanan Kelurahan Sicanang Belawan Bahagia Belawan Bahari Belawan I Belawan II Bagan Deli indikator yang menyatakan tingkat ketahanan daerah pada suatu wilayah terhadap ancaman banjir. W ilayah pesisir Kota Medan khususnya Kecamatan Medan Belawan, terdapat tiga komponen yang mewakili daerah yang diteliti, yaitu memiliki aturan dan kelembagaan penanggulangan bencana, pendidikan kebencanaan, dan pengurangan faktor resiko dasar dan termasuk dalam kategori sedang. Indeks kapasitas Kecamatan Medan Belawan dikategorikan dalam kelas sedang dengan nilai antara 0,33 – 0,66. Total Indeks Kerentanan 3, 85 Kelas Kerentanan Tinggi 4,05 Tinggi 3,35 4,45 4,15 4,65 Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Klasifikasi bencana dengan matriks penentuan sesuai rumus VCA (Vulnerability Capacity Analysis) Hasil skoring yang sebelumnya telah dilakukan menggunakan indeks ancaman dan kapasitas kemudian di klasifikasikan dengan menggunakan matriks penentuan kelas rentan. Dimulai dengan menghubungkan nilai kerentanan dan kapasitas pada setiap kelurahan berdasarkan tabel yang tersaji pada Tabel 1 dan Tabel 2 sebelumnya. Sehingga didapatkan hasil berupa matriks kerentanan bencana rob pada Tabel 7. Tabel 7. Matriks Kerentanan Bencana Rob Skor Indeks (Kelas) Kelurahan Sicanang Belawan Bahagia Belawan Bahari Belawan I Belawan II Bagan Deli 3. Indeks Kapasitas Indeks kapasitas diperoleh dengan menggunakan metode wawancara kepada penduduk dan beberapa pelaku menanggulangan bencana di daerah yang diteliti. Berdasarkan PERKA BNPB No. 2 tahun 2012 terdapat beberapa komponen/ Nilai Ancaman (H) 0,66 (Sedang) 0,33 (Rendah) 0,66 (Sedang) 0,66 (Sedang) 0,33 (Rendah) 0,66 (Sedang) Kerentanan (V) 3,85 (Tinggi) 4,05 (Tinggi) 3,35 (Tinggi) 4,45 (Tinggi) 4,15 (Tinggi) 4,65 (Tinggi) Kapasitas (C) 0,5 (Sedang) 0,5 (Sedang) 0,5 (Sedang) 0,5 (Sedang) 0,5 (Sedang) 0,5 (Sedang) V/C H*V/C Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sedang Tinggi Tinggi 5. Peta Kerentanan Resiko Bencana Rob Kecamatan Medan Belawan Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa hampir seluruh kelurahan pada Kecamatan Medan Belawan memiliki nilai kerentanan 6 dengan kelas tinggi kecuali pada beberapa kelurahan seperti Belawan Bahagia dan Belawan II yang memiliki nilai kerentanan yang lebih rendah dari kelurahan yang lainnya sehingga dikategorikan dalam kelas sedang. Peta kerentanan resiko bencana banjir pesisir Kota Medan dapat dilihat pada Gambar 2. gambaran genangan yang terdapat di beberapa kelurahan pada Kecamatan Medan Belawan. Peta Kenaikan Muka Air Laut Wilayah Pesisir Kota Medan tahun 2015 hingga tahun 2065 mendatang dapat dilihat pada Gambar 3 dan Gambar 4. Gambar 3. Peta Genangan Wilayah Pesisir Kota Medan Tahun 2015 Gambar 2. Peta Kerentanan Resiko Bencana Banjir Rob Pesisir Kota Medan Peta Kenaikan Muka Air Laut Wilayah Pesisir Kota Medan Tahun 2015 sampai dengan Tahun 2065 Berdasarkan pengolahan data citra, dilakukan perhitungan perubahan kenaikan luasan genangan selama lima puluh tahun mendatang dengan menghitung kenaikan muka air laut yang terjadi selama lima tahun terakhir. Besar kenaikan muka air laut yang terjadi lima puluh tahun mendatang kemudian diolah menggunakan program Global Mapper. Garis pantai kemudian di export ke dalam ArcGIS dan ditumpang tindih (overlay) dengan peta dasar dan peta kontur. Perubahan muka air laut ini kemudian digabungkan dengan peta dasar untuk dihitung perubahan luasan genangan yang akan terjadi selama lima puluh tahun mendatang. Peta dasar yang telah diolah sebelumnya kemudian di overlay atau ditumpang tindih dengan peta topografi serta peta kependudukan yang di digitasi dengan batas wilayah kelurahan sehingga didapatkan peta akhir dengan Gambar 4. Peta Genangan Wilayah Pesisir Kota Medan Tahun 2065 Berdasarkan Gambar 3 dan Gambar 4 terlihat bahwa terjadi perubahan pada wilayah pesisir Kota Medan berupa genangan. Luasan genangan yang terjadi pada tahun 2015 sebesar 16.778 m2 dan pada Gambar 10 luasan genangan sebesar 36.113m2 sehingga perubahan luasan genangan yang terjadi sebesar 19.334 m2. 7 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik kesimpulan berupa : 1. Rob merupakan peristiwa yang selalu terjadi pada wilayah pesisir Kota Medan pada Kelurahan Belawan Bahari, Belawan I, Belawan II, Belawan Pulau Sicanang, Bagan Deli, dan Belawan Bahagia dengan ketinggian rata-rata 1 hingga 1,5 meter selama 2 hingga 4 jam pada wilayah pemukiman hingga jalan umum. Luasan genangan pada tahun 2015 sebesar 16.778 m2 dan diperkirakan pada tahun 2065 luasan genangan 36.113 m2 sehingga kenaikan yang terjadi sebesar 19.334 m2 . 2. Peta kerentanan resiko bencana banjir rob menggambarkan wilayah pesisir Kota Medan khususnya Kecamatan Medan Belawan tergolong dalam kelas tinggi dan Kelurahan Belawan Bahagia dan Belawan II masih tergolong sedang. Saran Untuk mendapatkan data yang lebih akurat perlu menambahkan atau mengkaji beberapa parameter lain yang menyebabkan kenaikan muka air laut seperti pola angin, ketinggian gelombang, penurunan tanah, jenis tanah dan lain-lain. DAFTAR PUSTAKA Chandra, R. K dan R. D. Sari. 2013. Mitigasi Bencana Banjir Rob di Jakarta Utara. Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. 2(1). Isfandiari, A dan D. S. A. Santoso 2010. Potensi Dampak Kerusakan Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Wilayah Pesisir Kabupaten Indramayu tahun 2030. Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan Institut Teknologi Bandung, Bandung. Liyani, K. Sambodho dan Suntoyo. 2012. Analisa Perubahan Garis Pantai Akibat Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban. Jurnal Kelautan 1(1): 1-5. Sihombing, W. H., Suntoyo dan K. Sambodho. 2012. Kajian Kenaikan Muka Air Laut di Kawasan Pesisir Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Fakultas Teknologi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya. 1: 23019271. Wahyudi, S. I. 2007. Tingkat Pengaruh Elevasi Pasang Laut Terhadap Banjir dan Rob di Kawasan Kaliwage Semarang. Jurnal Kelautan 1(1): 27 – 34.