Page |1 Policy Paper PPSN tentang ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM UNTUK PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RAKYAT An abstract Adaptation program is defined as an action to assist community and the ecosystem to cope with the impacts of climate change. It is a strategy to cope with the problem and to take advantage the impacts of climate change for social benefit. Through the Nairobi Work Program (NWP), the international community in the UNFCCC COP 2006 in Nairobi supports and promotes the understanding and the policy actions of the adaptation program. The aims of the adaptation program is to plan sustainable development taking into account the impacts of the climate change and anticipate climate change related disasters. It is recommended that the policy action of the adaptation program is geared towards social welfare, towards food and energy security as well the fulfillment of basic needs necessities. The policy actions proposed are: (1) National Seminar on “Adaption for Social Welfare” : Actions Plans for the Main Ecosystem and Sectors, “ (2) Studies on the Identification of Proper Strategy of Adaptation for Social Welfare: Existing Research Findings, Research for Main Ecosystem and Sectors Priorities and the Adaptation program based on the Comparative Studies of Different Climactic Areas (3). Implementation of the delivery for Technology Needs Assesment of the Adaption for Social Welfare, Page |2 Latar Belakang Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, merupakan salah satu negara yang paling rentan terhadap dampak negatif perubahan iklim. Secara umum, model perubahan iklim global memprediksi semua wilayah Indonesia akan mengalami kenaikan temperatur termasuk temperatur permukaan laut yang dapat meningkatkan dan mengubah pola serta intensitas curah hujan yang akan meningkatkan risiko banjir dan kekeringan pada musim kemarau. Hal ini memberikan dampak antara lain, kekeringan berkepanjangan, banjir, bertambahnya frekuensi peristiwa iklim ekstrim yang mempengaruhi kesehatan dan mata pencaharian masyarakat serta biodiversitas dan kestabilan ekonomi yang pada akhirnya dapat meningkatkan ancaman terhadap keberhasilan pencapaian pembangunan sosial ekonomi Indonesia. Perubahan iklim yang disebabkan pemanasan global menyebabkan beberapa hal diantaranya, peningkatan permukaan laut dan berkurangnya daratan, peningkatan suhu udara, dan peningkatan bencana kekeringan dan banjir. Peningkatan permukaan laut disebabkan melelehnya es di kutub, karena peningkatan suhu. Peningkatan permukaan air laut berarti juga pengurangan luas daratan. Peningkatan suhu udara, karena bocornya ozon sehingga terik matahari menembus bumi. Dengan demikian, perubahan iklim terkait erat dengan perubahan keadaan cuaca rata-rata atau perubahan distribusi peristiwa cuaca rata-rata, yang dikelompokkan sebagai perubahan iklim antropogenik atau lebih umumnya dikenal sebagai pemanasan global/pemanasan global antropogenik. Faktor penyebabnya antara lain perubahan aktivitas matahari dan aktivitas kehidupan manusia yang menimbulkan gas rumah kaca. Realitasnya selama lebih dari 50 tahun terakhir, konsentrasi gas rumah kaca yang meningkat memiliki pengaruh yang lebih besar daripada perubahan energi matahari. Sebelum revolusi industri, suhu bumi rata-rata 14 derajat Celcius. Namun sejak tahun 1900 cenderung naik menembus batas diatas, dan ditahun 2000 berada pada 0,4 derajat Celcius diatas rata-rata antara tahun 1961-1990. Implikasinya, pemanasan global berpengaruh terhadap sistem iklim bumi, suhu udara global meningkat karena adanya peningkatan gas rumah kaca di atmosfer, perubahan jumlah energi yang dihasilkan matahari dan aktivitas manusia. Pengaruh aktivitas manusia terhadap sistem iklim sangat jelas. Sejak pertengahan abad ke-20, antara 95% sampai dengan 100% aktivitas manusia telah menjadi penyebab Page |3 dominan terjadinya pemanasan global. Meningkatnya suhu permukaan bumi mengakibatkan perubahan iklim ekstrem di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar minyak, batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya, menyebabkan naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2) dan gas-gas lainnya di atmosfer, yang pada gilirannya menimbulkan efek gas rumah kaca (GRK). Total emisi CO2 di atmosfer bumi sangat menentukan besaran peningkatan pemanasan permukaan rata-rata global yang akan terus terjadi, bahkan setelah abad ke-21. Jika kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti sekarang, akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5 - 4,5 °C sekitar tahun 2030. Pada gambar dibawah, tampak bahwa interelasi antara GRK yang terjadi karena antropogenik dan/atau alami dengan pemanasan global, perubahan iklim serta berdampak terhadap beberapa sektor antara lain kesehatan, pertanian, hutan, SDA, laut/pantai/pesisir, dan biodiversity. Sumber GRK Secara Antropogenik dan Alami ANTROPOGENIK (Bahan Bakar Fosil, Deforestasi, Landuse, dll) ALAMI CO2 25 Juta Ton /tahun Non CO2 30 Juta Ton eq.CO2/tahun GRK (CO2) Efek rumah kaca Pemanasan Global Naiknya suhu Mencairnya es kutub (Naik muka air laut, Banjir, Kekeringan, Gelombang panas, Angin putting beliung, dll) Dampak Perub Iklim Kesehatan Pertanian Hutan SD Air Laut/ Pantai Biodiversitas • Kualitas udara • Penyakit • Hasil panen tanaman • Perubahan komposisi • Produktivitas dan kesehatan • Penyediaan air • Kualitas air • Erosi pantai • Tenggelamnya pulau2 • Hilangnya spesies • Mortalitas • Kebuutuhan iirigasi • Penyakit infeksi 12/16/2014 Summary AR5 2013 - IPCC • Jarak geografi (Geographical range) • Kompetisi • Perub. ekosistem 7 Page |4 Implikasi lanjutan dari GRK antara lain adalah perubahan dalam siklus hidrologi global sebagai dampak dari pemanasan permukaan bumi, dan akan terjadi dengan besaran yang berbeda pada setiap wilayah. Terjadi peningkatan variabilitas curah hujan, baik antara wilayah basah dan kering, maupun antara musim basah dan musim kering. Perubahan iklim diprediksi akan terus berlangsung sampai abad mendatang, meskipun pelepasan emisi CO2 dan gas rumah kaca ke atmosfer dihentikan. Adanya dampak perubahan iklim itulah yang menjadi latar belakang pentingnya adaptasi. Lebih dari itu, program adaptasi dari segi ekonomi menjadi penting karena dampak perubahan iklim dapat menurunkan tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat. Hal ini berarti kita berupaya meningkatkan ketahanan pangan dan energi masyarakat terutama secara ekonomi terhadap dampak perubahan iklim. Yang perlu diperhatikan adalah kehilangan potensial yang terkait dengan dampak perubahan iklim terhadap isu ekonomi pada waktu yang akan datang. Upaya yang terus dilakukan antara lain, bagaimana kerugian ekonomi tersebut dapat ditekan, bagaimana pendapatan masyarakat dapat dipertahankan atau ditingkatkan, bagaimana cara mengukurnya, investasi apa yang diperlukan, dan kebijakan ekonomi apa yg diharapkan dapat dilakukan. Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim memerlukan upaya adaptasi. Argumentasinya, perubahan iklim menimbulkan dampak pada seluruh bidang kehidupan, pertanian, kehutanan, kesehatan, dan infrastruktur dan terutama terhadap ekosistem atau sektor utama laut dan pantai. Ekosistem dan sektor utama ini sangat terkait dengan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, menjadi signifikan dilaksanakannya berbagai program adaptasi untuk ekosistem, agar mampu memelihara dan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dampak Perubahan Iklim Dari iklim menghasilkan suhu dan curah hujan yang memungkinkan tumbuhan, binatang, dan manusia dapat hidup. Tanpa suhu dan curah hujan yang tepat, tumbuhtumbuhan dan pohon tidak dapat berkembang, binatang tidak akan memiliki makanan yang cukup, dan manusia tidak dapat bertahan hidup. Cuaca mencakup suhu, curah hujan, badai di tempat dan hari tertentu atau selama masa yang sangat singkat, seperti dalam satu musim. Dampak perubahan iklim diklasifikasikan menjadi dampak untuk pesisir laut, pertanian, kehutanan, infrastruktur dan kesehatan. Rinciannya sebagai berikut : Page |5 1. Dampak terhadap Pesisir dan Laut. Secara alamiah potensi laut dan pantai di Indonesia antara lain, (1) Memiliki 17,480 pulau dan 95.181 km panjang garis pantai. (2) Produktivitas hayati tinggi dengan keanekaragaman hayati laut tropis terkaya di dunia. (3) Kontribusi ekonomi sektor kelautan dan perikanan pada GDP sebesar 24,5% dari total GDP nasional, hanya + 2,5% berasal dari komoditas perikanan. (4) 55% produksi perikanan berasal dari wilayah pesisir. (5) Wilayah pesisir Indonesia mengandung sekitar 2.500 spesies moluska, 2.000 spesies krustase, 6 spesie penyu, 30 spesies mamalia laut, dan lebih dari 2.000 spesies ikan. Luas terumbu karang mencapai 32.935 km2 (sekitar 16,5% dari luas terumbu dunia), dan terdiri atas 70 genus dan lebih dari 500 spesies karang. Namun demikian, kondisi itu, (1) Rentan terhadap perubahan lingkungan dan ancaman bencana, konflik pemanfaatan ruang, illegal fishing dan merusak produksi perikanan yang menurun sejak 1990, (2) Overfishing, tangkapan semakin kecil dan fishing ground semakin jauh. Berdasarkan hasil survei, perubahan iklim akan berdampak pada kenaikan permukaan air laut di Pantura antara 6-10 mm per tahun dan meningkatkan kerentanan di sektor kelautan karena kenaikan permukaan air laut, berupa hilangnya wilayah daratan dan perubahan garis pantai. Perairan laut Indonesia terdiri dari berbagai potensi sumber daya laut, diantaranya; transportasi, produksi minyak dan gas, perikanan, budidaya laut, dan pariwisata. Salah satu interaksi paling sederhana antara laut dan atmosfer adalah pemanasan permukaan laut yang menghasilkan gerakan massa udara ke atas yang menghasilkan sirkulasi udara. Dengan demikian, perubahan iklim akan berdampak pada sumberdaya pesisir dan laut, terutama karena (1) Kenaikan permukaan laut. (2) Perubahan suhu permukaan laut. (3) Perubahan keasaman air. (4) Peningkatan frekuensi dan intensitas kejadian ekstrim seperti badai tropis dan gelombang tinggi. Khusus bagi hutan mangrove sebagai salah satu aspek penting dari ekosistem pesisir dan pantai akan mengalami dampak perubahan permukaan air laut. Jika dalam keadaan normal laju perubahan muka air laut adalah 12 cm/100 th (Delft Hydraulics, 1993), maka dalam keadaan perubahan iklim dengan laju perubahan muka air laut 100 cm/100 th, akan terjadi pergeseran hutan mangrove ke hulu dan diperkirakan sekitar 57% kawasan hutan mangrove akan punah. Page |6 Kerentanan lainnya dari daerah pesisir terkait dengan perubahan iklim adalah, (1) lebih kurang 8,000 desa pesisir dengan populasi sekitar 16 juta jiwa akan mengalami kenaikan indeks kemiskinan mencapai 32% yang disebabkan oleh kehilangan pendapatan akibat sulit melaut, (2) keterbatasan sarana prasarana pendukung, tingkat pendidikan, jauh dari jangkauan layanan administrasi dan sosial terganggu oleh perubahan iklim sehingga kerentanannya lebih tinggi, (3) perubahan iklim akan semakin menurunkan kapasitas yang ada dalam menghadapi bencan. Risiko lanjutannya adalah, (1) penurunan dan kerusakan aset ekonomi dan infrastruktur, (2) Erosi dan kerusakan perikanan dan situs aqua-budidaya di wilayah pesisir, (3) kerusakan keanekaragaman hayati pesisir dan laut, (4) kerusakan terumbu karang dan habitat lainnya, (5) Peningkatan gangguan dan ancaman terhadap pulau yang rendah, termasuk pulau-pulau kecil terluar, dapat dijadikan sebagai titik pangkal oleh pihak tertentu untuk menganggu Indonesia. 2. Dampak terhadap Pertanian. Pertanian merupakan sektor penting dalam menyediakan bahan pangan dan menyerap tenaga kerja terbesar. Perubahan iklim memberikan dampak pada kenaikan suhu dan perubahan curah hujan dan membawa dampak negatif bagi sektor pertanian. Hasil sektor pertanian menurun dengan adanya perubahan iklim, perubahan pola tanam, gangguan banjir atau sebaliknya kekeringan menimbulkan kenaikan harga komoditas pertanian domestik maupun import yang terpengaruh perubahan iklim pula. Hampir semua sub-sektor pertanian, terutama hortikultura dan ternak, mempunyai risiko tinggi terancam dampak perubahan iklim. Di sisi lain, sektor pertanian dituntut untuk berperan dalam pengembangan bahan bakar nabati (BBN) atau bioenergi seperti biodiesel, bioetanol, dan biogas. Sumber utama biodiesel adalah kelapa sawit, kelapa, jarak pagar, dan kemiri. Untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian diperlukan arah dan strategi antisipasi dan penyiapan program aksi adaptasi dengan dukungan teknologi inovatif dan adaptif. Bahkan, sektor pertanian dalam menghadapi perubahan iklim memposisikan upaya adaptasi sebagai prioritas utama. Upaya adaptasi dipandang sebagai langkah penyelamatan agar ketahanan pangan dan sasaran pembangunan tercapai. Page |7 Upaya adaptasi dilakukan melalui pengembangan pertanian yang berdaya tahan (resilience) terhadap variabilitas dan perubahan iklim saat ini dan di masa yang akan datang. Upaya yang sistematis dan terintegrasi dengan strategi yang handal, serta komitmen dan tanggung jawab bersama dari berbagai pemangku kepentingan dan para pihak, sangat diperlukan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim. Untuk dapat diimplementasikan dengan mudah di lapangan, upaya antisipasi dampak perubahan iklim memerlukan sosialisasi dan pedoman yang jelas, termasuk strategi dan program aksi adaptasi. Pedoman ini menguraikan beberapa dampak perubahan iklim terhadap masing masing sub-sektor serta arah, strategi, dan program aksi adaptasi sector pertanian. Pada tataran teknis harus pandai (1) menemukan benih yang anti kekeringan untuk pertanian (finding anti dryness seed for agriculture), (2) menemukan pertanian yang masih bertahan walaupun airnya kurang, (3) memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai adaptasi perubahan iklim pada pertanian. Pengaruh perubahan iklim terhadap sektor pertanian bersifat multidimensional, mulai dari sumberdaya, infrastruktur pertanian, dan sistem produksi pertanian, hingga aspek ketahanan dan kemandirian pangan, serta kesejahteraan petani dan masyarakat pada umumnya. Pengaruh tersebut dibedakan atas dua indikator, yaitu kerentanan dan dampak. Secara harfiah, kerentanan (vulnerable) terhadap perubahan iklim adalah kondisi yang mengurangi kemampuan (manusia, tanaman, dan ternak) beradaptasi dan/atau menjalankan fungsi fisiologis/biologis, perkembangan/fenologi, pertumbuhan dan produksi serta reproduksi secara optimal (wajar) akibat cekaman perubahan iklim. Dampak perubahan iklim pada pertanian di daerah tropika akibat dari: Iklim ekstrem antara lain adalah perubahan pola air hujan: banjir, run-off, longsor, kekeringan, penyakit tanaman. Pada tataran ini diperlukan prediksi iklim dan pemodelan iklim. Model iklim adalah representasi numerik dari persamaanpersamaan dasar yang menggambarkan perilaku sistem iklim dan interaksi model cuaca menghitung kondisi atmosfer yang digambarkan oleh variabel-variabel atmosfer pada suatu saat di suatu wilayah, misalnya sebuah kota. Model cuaca sangat bergantung dari input kondisi awal, kondisi skala global, dan membutuhkan resolusi grid yang tinggi untuk menghitung kondisi cuaca secara akurat. Pengembangan sistem model iklim berdasarkan sintesa Kopel. Page |8 Pemodelan Iklim, bukan untuk memahami apakah iklim akan berubah, tetapi menuju arah mana dan apa penyebabnya. Keadaan iklim menentukan kecendrungan terjadinya erosi yang mencerminkan keadaan pola hujan. Selain pola hujan, jenis dan pertumbuhan vegetasi serta jenis tanah juga mempengaruhi erosi di daerah tropis. Hujan merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap erosi di Indonesia, dimana besarnya curah hujan, intensitas dan distribusi hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan kecepatan aliran permukaan dan kerusakan erosi. Berbagai upaya untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim antara lain : (1) Pembuatan waduk untuk menampung air hujan, sehingga tidak terjadi banjir dan memanfaatkannya untuk irigasi atau lainnya pada saat kekurangan air (kekeringan). (2) Pembuatan embung mulai dari hulu hingga hilir. (3) Memanfaatkan informasi dan prakiraan iklim untuk memberikan peringatan dini dan rekomendasi pada masyarakat. (4) Mempelajari sifat-sifat iklim dan memanfaatkan hasilnya untuk menyesuaikan pola tanam agar terhindar dari puso. (5) Meningkatkan sistem pengamatan cuaca sehingga antisipasi penyimpangan iklim dapat diketahui lebih awal. (6) Memetakan daerah rawan bencana alam banjir dan kekeringan untuk penyusunan pola tanam dan memilih jenis tanaman yang sesuai. Memilih tanaman yang sesuai dengan pola hujan, misal: menggunakan tanaman atau varietas yang tahan genangan, tahan kering, umur pendek dan persemaian kering; kombinasi tanaman, sehingga apabila sebagian tanaman mengalami puso, yang lainnya tetap bertahan dan memberikan hasil. (7) Melakukan sistem pertanian konservasi seperti terasering, menanam tanaman penutup tanah, melakukan pergiliran tanaman dan penghijauan DAS (Daerah Aliran Sungai). 3. Dampak terhadap Kehutanan. Hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia yang tinggal di dalam dan di sekitar hutan dan masyarakat secara keseluruhan. Menurut Bank Dunia lebih dari satu milyar orang sangat tergantung pada hutan sebagai sumber Page |9 kehidupan mereka. Ratusanjuta manusia juga bergantung pada bahan obat-obatan tradisional yang berasal dari tumbuhan hutan. Sebagian besar asupan protein yang dikonsumsi masyarakat pedesaan berasal dari berburu dan memancing dilahan hutan. Hutan juga sangat penting dipandang dari sudut komersial. Perubahan iklim bisa memengaruhi hutan dengan mengubah frekuensi, intensitas, masa dan waktu kebakaran, kekeringan, spesies introduksi, wabah serangga dan patogen, angin topan, angin ribut, atau tanah longsor. Indonesia dikaruniai dengan salah satu hutan tropis yang paling luas dan paling kaya akan keanekaragaman hayatinya. Puluhan juta masyarakat Indonesia mengandalkan hidup dan mata pencahariannya dari hutan, baik dari mengumpulkan berbagai jenis hasil hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka atau bekerja pada sektor industri pengolahan kayu. Hutan tropis ini merupakan habitat flora dan fauna yang kelimpahannya tidak tertandingi oleh negara lain dengan ukuran luas yang sama. Bahkan sampai sekarang hampir setiap ekspedisi ilmiah yang dilakukan di hutan tropis Indonesia selalu menghasilkan penemuan species baru. Di Indonesia, hutan menempati 60% dari luas tanah. Berdasarkan hasil analisis FWI dan GFW dalam kurun waktu 50 tahun, luas tutupan hutan Indonesia mengalami penurunan sekitar 40% dari total tutupan hutan di seluruh Indonesia. Dan sebagian besar, kerusakan hutan (deforestasi) di Indonesia akibat dari sistem politik dan ekonomi yang memperlakukan sumber daya hutan sebagai sumber pendapatan dan dieksploitasi untuk kepentingan politik serta keuntungan pribadi. Hutan memiliki banyak fungsi: antara lain : (1) Menyediakan habitat bagi tumbuhan dan hewan. (2) Mempengaruhi sejumlah dan ketersediaan air limpasan. (3) Menyediakan lokasi untuk rekreasi. (4) Menyediakan kayu bangunan, pulp kayu, kayu bakar Pengerusakan hutan menyumbang 20% dari emisi GRK setiap tahun. Namun demikian, hutan rawa gambut lenyap akibat pembalakan, pengeringan dan di bakar untuk perluasan kelapa sawit. Lahan gambut ini (kadang-kadang hingga kedalaman 12 meter) menyimpan karbon yang sangat besar. Ketika dikeringakan dan dibakar akan menjadi sebuah bom karbon, melepaskan hampir dua milliyar ton karbondioksida berbahaya setiap tahun. Perubahan iklim berarti bahwa daratan, hutan, sumber daya air, perilaku binatang, produksi hasil panen, dan hal lainnya di bumi akan berubah. Cara kita menanam tanaman pangan, jenis tumbuhan yang dapat hidup di berbagai area yang berbeda, P a g e | 10 pola curah hujan serta cuaca panas dan dingin semuanya akan terus berubah jika kita tidak menghentikan proses pemanasan global dan perubahan iklim. Manusia, tumbuhan, dan binatang tidak akan mampu bertahan di daerah yang terlalu panas atau di tempat yang kebanjiran akibat naiknya tinggi air laut. Jika ingin bertahan hidup di bumi ini di masa mendatang, kita harus menghentikan kegiatan yang menyebabkan perubahan iklim dan belajar melakukan penyesuaian dengan cara-cara baru dalam melakukan sesuatu. 4. Dampak terhadap Kesehatan. Perubahan iklim dapat mempengaruhi kesehatan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Perubahan iklim juga dapat mengubah kualitas air, udara, makanan, ekologi vector, ekosistem, pertanian, industri, dan perumahan. Semua aspek tersebut memiliki peranan yang sangat besar dalam menentukan kualitas hidup manusia. Perubahan iklim telah menciptakan suatu rangkaian kausalitas kompleks yang berujung pada dampak kesehatan, misalnya saja, kualitas dan suplai makanan. Telah disebutkan dalam penjelasan sebelumnya, aktivitas antropogenik manusia telah merubah wajah vegetasi bumi. Kualitas dan kuantitas air tanah dan permukaan kini juga berada dalam ancaman. Perubahan cuaca, kelembaban, suhu udara, arah dan kekuatan angin juga mempengaruhi perilaku hama. Perubahan iklim mengakibatkan munculnya berbagai gangguan kesehatan, seperti serangan heat stroke, kematian akibat tersambar petir, busung lapar akibat gagal panen yang disebabkan perubahan pola hujan, dan gangguan kesehatan lainnya membutuhkan penanganan istimewa, tidak bisa disamakan dengan kejadian penyakit biasa. Hal tersebut membutuhkan rancangan sistem kesehatan yang disesuaikan dengan perkiraan dampak perubahan iklim sehingga fasilitas pelayanan kesehatan yang ada mampu menampung, menangani, dan mengendalikan kasus-kasus tersebut. Ketika perubahan iklim datang, maka kesehatan manusia akan berada dalam ketidakpastian waktu. Kasus bisa terjadi sewaktu-waktu dengan kuantitas dan kualitas dampak yang juga tidak dapat dipastikan. Sistem pelayanan kesehatan akan menemui berbagai macam tantangan yang rumit seperti naiknya biaya pelayanan kesehatan, komunitas yang mengalami penuaan dini, dan berbagai tantangan lainnya sehingga strategi pencegahan yang efektif sangat dibutuhkan (Menne, 2008). P a g e | 11 Banjir mengakibatkan kesehatan manusia terancam berbagai penyakit menular dan penyakit mental. Leptospirosis, diare, gangguan saluran pernapasan, scabies, dan penyakit lainnya mengancam warga pasca banjir. Secara teoritis, banjir adalah hasil dari interaksi dari curah hujan, run-off permukaan, evaporasi, angin, tinggi permukaan air laut, dan topografi lokal. Bencana banjir dan badai mulai muncul dalam 2 dekade ini. Bahaya perubahan iklim mempengaruhi kesehatan melalui jalur kontaminasi mikroba dan transmisi dinamis. Dampak kesehatan yang dapat terjadi dari proses tersebut diantaranya efek peningkatan temperatur terhadap kesakitan dan kematian, bencana akibat cuaca ekstrim, peningkatan pencemaran udara, penyakit bawaan air dan makanan, dan penyakit bawaan vektor dan hewan pengerat. 5. Dampak terhadap Infrastruktur. Infrastruktur yang dibahas adalah infra struktur teknis atau fisik berupa jalan raya, jembatan, jalan rel kereta api, pelabuhan, bandar udara, dan jaringan irigasi, distribusi energi listrik serta gas. Infrastruktur Indonesia sudah mencapai risiko tinggi, terutama di bidang transportasi dan di sektor listrik, sumber daya air, dan sanitasi. Berbagai organisasi internasional mengatakan bahwa, negara berkembang akan mengalami dampak perubahan iklim terparah secara ekonomi dibandingkan dengan negara maju. Cuaca dan iklim mempunyai peranan yang besar tehadap infrastruktur. Faktor cuaca, suhu, arah dan kecepatan angin, awan, dan kabut sangat mempengaruhi kekuatan dan daya tahan konstruksi infrastruktur. Konstruksi infrastruktur akan mengalami keretakan, aus, jebol, runtuh akibat perubahan ekstrim suhu, hantaman banjir, badai , puting beliung Merujuk pada hal diatas konstruksi infrastruktur harus benar benar tahan terhadap pengaruh perubahan iklim dan untuk itu, kualitas struktur bangunan dan jaringan infratruktur harus memenuhi standar internasional. 6 . Implementasi Delivery Technology Need Assessment (TNA). Perubahan iklim mendorong sektor pertanian melakukan mitigasi dan adaptasi. Pada tataran ini peran teknologi sangat menentukan tingkat keberhasilannya. Teknologi untuk mitigasi dipilih berdasarkan pada potensi pengurangan emisi gas rumah kaca. Kriteria spesifik sektor ini didasarkan pada situs dan pengguna teknologi P a g e | 12 mitigasi tertentu. Terkait proyek Technology Need Assessment (TNA) maka UNFCCC membantu negara berkembang untuk menentukan prioritas teknologi dalam melakukan mitigasi emisi gas rumah kaca dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Proyek TNA dilaksanakan oleh United Nations Environment Programme ( UNEP ) dan UNEP Risoe Centre on behalf of the Global Environment Facility (GEF). Kriteria untuk memilih teknologi mitigasi pada TNA dari sektor pertanian didasarkan pada tiga pertimbangan yaitu: (1) Teknologi mitigasi harus berkontribusi untuk tiga tujuan penting yaitu mewujudkan ketahanan pangan, meningkatkan pendapatan petani, dan pengembangan agribisnis. Teknologi mitigasi harus ekonomis dan menguntungkan, secara sosial diterima, dan ramah lingkungan. (2) Teknologi harus membahas mitigasi perubahan iklim untuk mengurangi emisi gas rumah kaca emisi rendah misalnya tanaman varietas, kompos dan meningkatkan penyerapan karbon. (3) Kontribusi terhadap potensi pasar yang dapat melibatkan analisis modal dan biaya operasi relatif terhadap alternatif ketersediaan teknologi komersial. Sedangkan TNA untuk adaptasi meliputi langkah-langkah implementasi delivery TNA sebagai berikut : a. Di sektor Pertanian Teknologi yang diperlukan terbagi atas budidaya, pengadaan air dan menghadapai bencana mencakup, (1) memperkenalkan varietas tanaman toleransi terhadap kekeringan dan banjir (genangan), hama dan penyakit, (2) kalender tanam & pola tanam (3) varietas tanaman yang lebih cepat masak (tua), (4) pemanenan air dan konservasi air (5) upaya untuk pengadaan air, seperti: (a) sistem pemanenan air dengan menggunakan bendung saluran dan kolam air mini, dikombinasikan dengan penggunaan air yang efisien melalui penerapan irigasi (b) modifikasi hujan/cuaca. (c) efisiensi pengelolaan irigasi air seperti irigasi intermitent untuk sawah (d) daerah pertanian hilir terutama di daerah pesisir harus dilindungi dari bahaya banjir pesisir, seperti melalui pengenalan saluran waduk. b. Di sektor Kehutanan Teknologi yang diperlukan terdiri dari budidaya, pengelolaan, dan akutansi SDA serta pengukuran sebagai berikut: (1) teknologi silvi kultur: teknologi benih, persiapan lahan, perbaikan penanaman dan perbaikan tanaman untuk meningkatkan P a g e | 13 produktivitas dan kualitas hutan, serta toleransi terhadap kekeringan dan bencana seperti banjir.(2) pemeliharaan (pemupukan dan penyiangan, dan jarak tanam). (3) pemodelan pertumbuhan dan hasil (inventarisasi hutan; pengaturan hasil/jatah tebangan dan rotasi). (4) perbaikan genetik, terutama untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas kayu. (5) spesies situs yang cocok untuk memberikan efek yang baik pada tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan tanaman (6) teknologi perlindungan hutan (dari hama, penyakit, gulma dan api). (7) teknologi zero burning. (8) akuntansi karbon: lebih maju dan biaya teknologi yang efektif daripada teknologi yang tersedia saat ini. (9) pengukuran penyerapan karbon. c. Di sektor Kelautan Teknologi yang diperlukan terdiri dari: proteksi dan rehabilitasi, peren canaan dan manajemen air dan lainnya meliputi: (1) Model kenaikan permukaan laut. (2) Tembok laut di daerah pesisir dengan vegetasi pantai. (3) Rehabilitasi terumbu karang. (4) Perencanaan dan pembangunan infrastruktur wilayah pesisir: fasilitas pelabuhan, bandara, bangunan gedung dan infrastruktur perumahan. (5) Konservasi dan pengelolaan air sebagai sumber daya dan manajemen air tawar baik pasokan air tawar/air desalinasi. (6) Perubahan pola sanitasi untuk pulau-pulau kecil dan pantai. (7) Transportasi laut/ sungai. (8) Penerapan teknologi mungkin membantu tingkat adaptasi suatu masyarakat, namun demikian belum ada garansi akan meningkatan kesejahteraan masarakat. Dalam penerapan teknologi, sinkronisasi perlu dilakukan dengan usaha peningkatan kesejahteraan rakyat Adaptasi Perubahan Iklim Adaptasi didefinisikan sebagai bentuk penyesuaian dalam sistem alam atau manusia sebagai respon terhadap rangsangan iklim aktual atau yang akan terjadi atau efeknya untuk mengurangi bahayanya atau mengeksploitasi kemungkinan manfaatnya (IPCC 2001, Annex B). Sedangkan UNFCC mendefinisikan adaptasi sebagai tindakan yang diambil untuk membantu komunitas dan ekosistem dalam menghadapi perubahan kondisi iklim. Adaptasi disebut juga sebagai suatu proses dimana strategi peningkatan, pengembangan dan implementasi untuk menengahi, mengatasi, menyederhanakan, dan mengambil keuntungan serta konsekuensi peristiwa iklim (UNDP). P a g e | 14 Beberapa isu terkait dengan adaptasi perubahan iklim antara lain, (1) Karakteristik adaptasi untuk kesejahteraan rakyat bergantung pada daerah dan budaya, oleh sebab itu memerlukan identifikasi program adaptasi sesuai daerahnya. (2) Kondisi daerah di Indonesia yang memiliki tingkat kekeringan, kerentanan terhadap bencana dan sumber daya alam yang berbeda, memerlukan program adaptasi untuk kesejahteraan yang dikembangkan dengan membuat perbandingan keadaan daerah yang berbeda. (3) Dukungan program internasional untuk adaptasi ditekankan pada program yang spesifik dan berbeda dengan program yang banyak dikembangkan saat ini yaitu program adaptasi penanganan perubahan iklim tanpa langsung menekankan kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, menjadi penting untuk melakukan penekanan program adaptasi perubahan iklim untuk kesejahteraan rakyat sebagai cirikhas program adaptasi perubahan iklim Indonesia agar dapat mengundang ketertarikan dukungan internasional sekaligus sebagai program percontohan bagi negara berkembang. Isu program adaptasi diatas menjadi target utama yang dibahas dalam paper ini. 1. Tujuan dan Klasifikasi Program Adaptasi. Dalam rangka adaptasi perubahan iklim Bappenas telah menyusun Rencana Aksi Nasional-Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API). Tujuan utama dari adaptasi perubahan iklim dalam RAN-API adalah terselenggaranya sistem pembangunan yang berkelanjutan dan memiliki ketahanan (resiliensi) tinggi terhadap dampak perubahan iklim. Tujuan utama tersebut akan dicapai dengan membangun ketahanan ekonomi, ketahanan tatanan kehidupan, baik secara fisik maupun ekonomi dan sosial, dan menjaga ketahanan ekosistem serta ketahanan wilayah khusus seperti pulau-pulau kecil untuk mendukung sistem kehidupan masyarakat yang tahan terhadap dampak perubahan iklim. RAN-API juga merupakan acuan bagi pemerintah daerah dalam menyusun Strategi/Rencana Aksi Daerah Adaptasi Perubahan Iklim sebagai arahan dalam menyiapkan dokumen perencanaan pembangunan yang tahan perubahan iklim. Adaptasi perubahan iklim di Indonesia pada dasarnya diarahkan untuk (a) Penyesuaian dalam bentuk strategi, kebijakan, pengelolaan/manajemen, teknologi dan sikap agar dampak (negatif) perubahan iklim dapat dikurangi seminimal mungkin, dan bahkan jika memungkinkan dapat memanfaatkan dan memaksimalkan dampak positifnya. (b) Pengurangan dampak (akibat) yang disebabkan oleh perubahan iklim, P a g e | 15 baik langsung maupun tidak langsung, baik kontinu maupun diskontinu dan permanen serta dampak menurut tingkatnya. Sasaran Strategis RAN-API diarahkan untuk: (a) membangun ketahanan ekonomi, (b) membangun tatanan kehidupan (sosial) yang tangguh terhadap dampak perubahan iklim (ketahanan sistem kehidupan), (c) menjaga keberlanjutan layanan jasa lingkungan ekosistem (ketahanan ekosistem) dan (d) penguatan ketahanan wilayah khusus di perkotaan, pesisir dan pulau-pulau kecil. Untuk mendukung penguatan di berbagai bidang tersebut, dibutuhkan sistem pendukung penguatan ketahanan nasional menuju sistem pembangunan yang berkelanjutan dan tangguh terhadap perubahan iklim. Dari segi kepentingan sosio-ekonomi tujuan program adaptasi perlu berorientasi pada kesejahteraan rakyat, meliputi ketahanan pangan, ketahanan energy, dan pemenuhan kebutuhan dasar lainnya. 2. Klasifikasi program adaptasi. Klasifikasi program adaptasi, mencakup hal-hal sebagai berikut : (a) Adaptasi reaktif dalam menanggapi konsekuensi dari peristiwa tertentu (b) Adaptasi antisipatif yang terjadi sebelum dampak perubahan iklim yang diamati. (c) Adaptasi spontan yang bukan merupakan respon yang disadari terhadap rangsangan iklim tapi dipicu oleh perubahan dalam sistim ekologi alam dan pasar atau kesejahteraan perubahan dalam sistem manusia. (Sumber: UKCIP daftar istilah dan UNFCC: ) Dokumen RAN-API akan memberikan kontribusi bagi peran Indonesia dalam proses internasional yang selama ini dijalani di bawah United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Dokumen ini memberikan gambaran kesiapan Indonesia dalam melaksanakan upaya adaptasi dan juga akan menjadi sumber informasi mengenai dukungan yang diperlukan oleh Indonesia dalam melaksanakannya. Program Adaptasi untuk Kesejahteraan Rakyat Program adaptasi untuk kesejahteraan rakyat dapat dikatagorikan menjadi (1) kebijakan ekonomi untuk adaptasi dan (2) program adaptasi menghadapi krisis perubahan iklim. P a g e | 16 1. Kebijaksanaan Ekonomi untuk Adaptasi. Kebijaksanaan ekonomi untuk adaptasi adalah menjawab pertanyaan, (a) Apakah dampak perubahan iklim menyebabkan penurunan pendapatan daerah dan apakah program adaptasi menjawab adanya alternatif sumber pendapatan/ekonomi baru. (b) Apakah ada kehilangan pendapatan/ekonomi masyarakat dari perubahan iklim dan apakah program adaptasi memberi pengganti kegiatan ekonomi baru. Untuk menjawab kedua pertanyaan diatas kasus untuk satu daerah, SDA dan budaya dapat berbeda sehingga penanganan adaptasi untuk kesejahteraan masyarakat memerlukan pendekatan yang spesifik untuk setiap daerah, SDA dan budaya. Pendekatan dan penanganan yang sama dan merata tidak dapat diterapkan dalam hal program adaptasi perubahan iklim untuk kesejahteraan masyarakat. 2. Program kebijakan utama adaptasi untuk kesejahteraan rakyat. (a) Untuk Pertanian: Pengembangan tanaman apa yang kuat menghadapi iklim lebih panas dan lebih kering, kurang air, dan bencana banjir. (b) Untuk masyarakat pesisir: (1) Adaptasi terhadap naiknya permukaan dan suhu air laut, berkurangnya daratan dan lahan lebih kering. (2) Memperbaiki dan menjaga hutan mangrove yang mampu menjadi pelindung dari ancaman perubahan iklim. (c) Untuk krisis air: strategi menghadapi kekurangan air dan mendapatkan lebih banyak air seperti irigasi. (d) Untuk infrastruktur perlu menekankan pengadaan infrastruktur untuk mempertahankan ketahanan pangan, energi dan kebutuhan dasar. 3. Program Adaptasi Menghadapai Krisis Perubahan Iklim. Program adaptasi perubahan iklim untuk kesejahteraan masyarakat perlu mengembangkan adaptasi antisipatif terhadap tantangan, krisis air, cuaca ekstrem dan bencana. Semua krisis perlu dijawab dengan program adaptasi yang dapat mempertahankan atau meningkatkan pendapatan/ekonomi masyarakat. Alternatif pendapatan/ekonomi masyarakat menjadi kunci utama program adaptasi. Program kebijakan aksi yang diusulkan adalah sebagai berikut: (a) Seminar Nasional tentang “Adaptasi untuk Kesejahteraan Rakyat: Rencana Aksi untuk Ekosistem dan Sektor Utama,“ dengan diikuti oleh Kementerian Sektor Utama dan pemangku kepentingan. (b) Kajian identifikasi strategi tepat untuk Adaptasi untuk Kesejahteraan Rakyat: Hasil P a g e | 17 kajian yang telah dilakukan seperti kasus daerah Setulang Kabupaten Malinau dimana agroforestry untuk karet dan kerajinan rotan lebih cocok dibandingkan buah-buahan dan padi yang terpengruh bencana banjir sebagai akibat perubahan iklim, kajian untuk ekosistim dan sektor utama yang prioritas dan program adaptasi berdasarkan kajian komparatif dari daerah yang berbeda keadaan iklim seperti NTB vs NTT (c) Implementasi delivery hasil Technology Needs Assesment (TNA) adaptasi untuk kesejahteraan rakyat. Kemana delivery dilakukan dan siapa yang akan mendapatkan harus menjadi penekanan. Perlunya Kebijakan Ekonomi dalam Rangka Adaptasi Untuk kepentingan masyarakat, program adaptasi disiapkan untuk meningkatkan daya penyesuaian masyarakat guna menghadapi dampak perubahan iklim. Untuk itu, perlu diperhatikan analisa keuntungan dan “opportunity cost” untuk kebijakan ekonomi program adaptasi sebagai berikut: (1) keuntungan apa yang akan diperoleh dari kebijakan ekonomi program adaptasi tersebut untuk masa yang akan datang. (2) pertimbangan opportunity cost adaptasi program adalah sebuah estimasi anggaran perubahan iklim untuk upaya adaptasi adalah sebesar ± 21 milyar US$, sedangkan tanpa upaya adaptasi kerugian bisa mencapai lebih dari 1 trilyun US$. (3) apa target kebijakan ekonomi program adaptasi dapat tercapai ? Kerugian langsung dan tidak langsung perubahan iklim terhadap penurunan PDRB perlu diantisipasi karena dapat menjadi sangat signifikan. Diperkirakan kerugian bisa mencapai 2,5 % PDRB, yang berarti kerugian di Indonesia mencapai 4 kali lipat kerugian global (rata-rata). Kerugian penurunan PDRB akan lebih meningkat tiga kali lipat jika dihitung pula kemungkinan terjadinya bencana akibat perubahan iklim. Potensi kerugian ini termasuk sangat besar pengaruhnya pada perekonomian. Karenanya, program adaptasi untuk kesejahteraan rakyat yang ujungnya akan meningkatkan PDRB menjadi sangat penting. Respon terhadap pertanyaan diatas sangat memerlukan kebijakan ekonomi program adaptasi. Diperlukan persiapan untuk kebijakan ekonomi adaptasi perubahan iklim diantaranya memuat substansi (1) mengenal latar belakang perubahan iklim dan perlunya adaptasi di negara kita, (2) mengenal teknologi yang diperlukan untuk adaptasi terutama yang terkait dengan ketahanan pangan dan energi, (3) mengenal tantangan P a g e | 18 perubahan iklim untuk daerah pesisir dan pulau kecil, (4) mengenal tantangan perubahan iklim untuk kesehatan, (5) mengenal program adaptasi untuk peningkatan kesejahteraan rakyat di setiap daerah dan budaya. Setelah persiapan diatas maka kebijakan ekonomi program adaptasi dapat diidentifikasi dan hasilnya dapat memenuhi tantangan perubahan iklim terkait dengan potensi kerugian ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Perlu pula diperhatikan tantangan untuk beberapa fihak atau SDA sebagai berikut: 1. Untuk masyarakat pesisir. Mengingat masyarakat pesisir sangat rentan terhadap perubahan iklim maka beberapa hal penting yang perlu diperhatikan adalah (a) adaptasi terhadap naiknya permukaan dan suhu air laut, berkurangnya daratan dan lahan lebih kering, (b) memperbaiki dan menjaga hutan mangrove yang mampu menjadi pelindung pesisir dan laut dari ancaman perubahan iklim, (c) tertekannya keanekaragaman bahari karena iklim yang meningkat antara 0,2-2,50 C sehingga memberikan tekanan pada terumbu karang dan meningkatkan pemutihan terumbu karang tersebut. Kerusakan terumbu karang berarti tekanan untuk keanekaragaman hayati sumberdaya laut. 2. Untuk krisis air. Mengingat perubahan iklim dapat meningkatkan kekurangan sumberdaya air, maka strategi menghadapi kekurangan air atau mendapatkan lebih banyak air antara lain membangun irigasi. Untuk krisis air, tindakan adaptasi yang relevan antara lain, pembangunan tanggul irigasi, pembangunan kanal, pembuatan sumur resapan, rehabilitasi hutan dan mangrove, tindakan adaptasi vegetatif yang sekiranya sangat sesuai untuk diterapkan di wilayah DAS. Dengan tindakan adaptasi vegetatif, lingkungan DAS tidak akan rentan terhadap perubahan iklim. Selain itu adaptasi berbasis lingkungan untuk mendukung kesejahteraan rakyat diperlukan diantaranya sebagai berikut: (a) Memperbaiki dan menjaga hutan mangrove yang mampu menjadi pelindung dari ancaman perubahan iklim. (b) Program yang membuat masyarakat terutama di pesisir memiliki daya tahan terhadap dampak perubahan iklim. (c) Program identifikasi kegiatan apa saja di masyarakat yang sesuai dengan adaptasi perubahan iklim dan berguna untuk kesejahteraan masyarakat. P a g e | 19 Adaptasi berbasis system budidaya pertanian tahan panas dan kurang air diperlukan agar masyarakat dapat menyesuaikan diri dengan keadaan alam perubahan iklim sehingga sektorpertanian sebagai sumber pendapatan masyarakat tetap terjaga.. Adaptasi berbasis pengolahan makanan juga diperlukan sehingga berkurangnya makanan yang rusak tidak dapat dikonsumsi. Dalam memberikan kebijakan ekonomi perlu diperhatikan tingkat kerentanan diantaranya kerentanan umum terhadap perubahan iklim dan kerentanan daerah pesisir sebagai berikut: (1) Perubahan iklim memberikan tingkat kerentanan yang berbeda di berbagai daerah, untuk saat ini dan di masa datang. (2) Perbedaan ini tidak semata tergantung pada aspek klimatis, namun juga: (a) kualitas lingkungan, (b) kondisi ekonomi rumah tangga, (c) pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki masyarakat, (d) program pembangunan pemerintah dan (e) pendampingan. Kerentanan daerah pesisir juga perlu diperhatikan karena perubahan iklim akan berdampak pada masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir dan mereka yang kehidupannya berbasis pertanian dan kehutanan di wilayah yang peka perubahan iklim. Pengaruh perubahan iklim akan terasa untuk 65% masyarakat yang bermukim di wilayah pesisir akan terpengaruh. Tantangan utama perubahan iklim adalah mengurangi kerentanan dalam ketahanan pangan dan energi. Karena perubahan iklim akan merubah curah hujan, penguapan, limpasan air dan kelembaban lahan yang akan mempengaruhi penurunan produksi dan PDRB, produktifitas tanah, dan kesuburan tanah dimana akan ada penurunan produksi tahuanan sampai dengan 4% - 50 % untuk masing sektor utama. Sebagai tambahan kenaikan permukaan air laut akan menggenangi tambak dan utamanya mempengaruhi produksi ikan dan udang. Perubahan iklim juga akan mempengaruhi ketahanan energi karena peningkatan suhu akan memerlukan energi yang lebih banyak untuk banyak aspek kehidupan kita seperti pendingin rumah dan transportasi. Pemanasan dari perubahan iklim juga akan membutuhkan energi yang lebih banyak untuk prosesing makanan. Tanpa prosesing makanan, akan banyak bahan makanan yang terbuang. Kebijakan ekonomi Program Adaptasi P a g e | 20 Kebijakan ekonomi apa untuk program adaptasi? Untuk menjawab pertanyaan kebijakan ekonomi apa yang perlu diambil, program adaptasi dampak perubahan iklim yang terkait dengan sektor utama dan ekosistem yang paling terkena dampak perlu diprioritaskan sebagai berikut: (1) Pertanian: Pengembangan tanaman apa yang kuat menghadapi iklim lebih panas dan lebih kering, kurang air atau lebih air. (2) Hutan: Pengurangan luasan hutan karena perubahan iklim yang lebih panas dan bencana yang diakibatkan perubahan iklim. (3) Sumberdaya Air: Air akan menjadi sumberdaya yang penting dalam menghadapi perubahan iklim (4) Sumberdaya laut dan mangrove: Pemanasan dan peningkatan permukaan laut akibat perubahan iklim akan mengganggu ekosistim laut dan pesisir yang diperlukan untuk kehidupan. (5) Pengembangan infrastuktur dasar untuk mendukung adaptasi perubahan iklim (6) Delivery Teknologi dan inovasi untuk mendukung masyarakat menghadapi perubahan iklim. (7) Pemberian insentif terhadap masyarakat sehingga dapat melakukan adaptasi terhadap perubahan iklim. Dalam membuat kebijakan ekonomi ini patut dipertimbangkan hal hal sebagai berikut: (1) perubahan iklim dan dampaknya, (2) penguatan kelembagaan masyarakat sehingga masyarakat tangguh dan mampu beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan. (3) sudah saatnya melakukan kampanye pengarusutamaan tindakan adaptasi terhadap perubahan iklim dalam semua program pembangunan. (4) tidak berbuat nyata berisiko memanen bencana dengan tingkat kerugian yang sangat tinggi pada masa yang akan datang. Tindakan adaptasi memang tidak menghilangkan risiko, tapi mengurangi tingkat risiko yang akan kita terima. Pilihan kebijakan ekonomi adaptasi yang dapat dilakukan untuk kesejahteraan rakyat (1) pilihan adaptasi dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri dengan biaya yang relatif murah. Hal ini memerlukan kesadaran masyarakat tentang pentingnya peran lingkungan dan tindakan bersama untuk mengelola lingkungan secara bijak, serta kelembagaan yang kuat. (2) terhadap dampak perubahan iklim yang berkaitan dengan curah hujan yang tidak tentu dan varibilitas iklim, serta iklim ekstrim, diperlukan peran pemerintah untuk membantu menyediakan informasi dan menyediakan infrastruktur yang memadai agar masyarakat dapat melakukan adaptasi dengan tepat. Program program untuk menjawab kerentanan masyarakat terkait sektor utama dan ekosistem serta strategi menghadapi krisis adalah substansi kebijakan ekonomi program adaptasi untuk kesejahteraan rakyat diantaranya: (1) subsidi pengadaan bibit pertanian dan peternakan yang tahan perubahan cuaca, (2) program pengadaan air seperti P a g e | 21 irigasi, embung-embung, tanggul dan sumur resapan, (3) program delivery kebutuhan teknologi dan identifikasi program adaptasi untuk masing-masing daerah dan budaya, (4) program adaptasi yang tepat dan meningkatkan pendapatan masyarakat yang rentan perubahan iklim, (5) konservasi hutan dan mangrove sebagai tempat ekosistim yang dibutuhkan dalam kehidupan terutama menghadapi perubahan iklim. Program diatas akan berjalan dengan lancar, jika didukung anggaran yang cukup. Oleh karena itu, diperlukan mekanisme pembiayaan untuk pelaksanaan programprogram kebijakan ekonomi adaptasi perubahan iklim untuk kesejahteraan rakyat. Mekanisme pembiayaan upaya adaptasi perubahan iklim ini, menjadi salah satu pos dalam APBN atau APBD, atau setidaknya terintegrasi dalam anggaran masing-masing Kementerian/lembaga, agar program dan strategi adaptasi perubahan iklim di Indonesia dapat tercapai. Meskipun sudah ada mekanisme pembiayaan adaptasi perubahan iklim dari negaranegara maju, Indonesia harus bisa melepaskan ketergantungannya kepada mereka, agar tercapainya keberlanjutan ekonomi yang ditunjang perlindungan ekologi di Indonesia. Program kebijakan ekonomi untuk adaptasi perubahan iklim dapat dimasukkan kedalam program pemerintah antara lain, (1) sebagai program penanganan bencana/lingkungan, (2) sebagai program pengadaan sumber air, (3) sebagai program ketahanan pangan, (4) sebagai program ketahanan energy, (5) sebagai program konservasi alam, (5) sebagai program biodiversity hutan dan laut, (6) sebagai program kesehatan, (7) sebagai pendidikan/capacity building. Namun demikia, perlu diselaraskan bahwa program tersebut penanganannya adalah untuk kesehteraan rakyat. Kerentanan penurunan pendapatan adalah isu terpenting dalam adaptasi perubahan iklim. Kesimpulan Tingkat resiko dampak dan bencana iklim berkurang jika masyarakat memiliki kapasitas adaptasi dan memiliki kebutuhan/pilihan adaptasi. Peranan pemerintah sangat diperlukan untuk pengembangan kapasitas ini. Mengingat program adaptasi untuk kesejahteraan rakyat sangat spesifik untuk daerah dan budaya, identifikasi program detil diperlukan untuk setiap daerah. Adanya pendetilan lokasi pada tingkat kabupaten dan kota memunculkan rencana dan aksi yang lebih jelas serta implementatif. Keterlibatan para pemangku kepentingan akan menghasilkan pada pilihan dan aksi adaptasi lokal yang tepat. P a g e | 22 Program adaptasi perubahan iklim berhasil jika pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Keberhasilan juga diukur jika program adaptasi dapat mempertahankan ketahanan pangan, energi dan kebutuhan dasar lainnya. Adaptasi tidak hanya menjawab tantangan perubahan iklim tetapi juga tantangan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Sinergi, koordinasi, dan komunikasi semua pihak menjadi penting dalam mewujudkan upaya adaptasi yang baik dan terintegrasi antar sektor dan antar wilayah. Dengan adanya RAN API, proses sinergi, komunikasi dan koordinasi diharapkan dapat berjalan dengan baik karena adanya arahan dalam proses pengarusutamaan dan penyusunan rencana pembangunan jangka pendek, menengah dan panjang. Pemerintah daerah perlu menindaklanjuti arahan nasional dalam adaptasi perubahan iklim dengan menyusun strategi adaptasi perubahan iklim daerah. Strategi tersebut disusun berdasarkan rekomendasi hasil kajian kerentanan/risiko dan adaptasi perubahan iklim di daerah dan mengintegrasikannya kedalam penyusunan rencana pembangunan di daerah. Penutup Demikian rangkuman “Policy Paper” Diskusi Panel tentang Adaptasi Perubahan Iklim Untuk Peningkatkan Kesejahteraan Rakyat yang diselenggarakan Pusat Pengkajian Startegi Nasional bekerjasama dengan Kementerian koordinator Bidang pembangunan Manusia dan Kebudayaan dibuat, mudah-mudahan bermanfaat. P a g e | 23 Jakarta, Desember 2014 Diskusi Panel Adaptasi Perubahan Iklim Pusat Pengkajian Strategi Nasional bekerjasama dengan Kemenko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Tim Perumus Laksma TNI (Purn) Dani Purwanegara PPSN Lisman Manurung, Ph. D PPSN Dr. Rony M. Bishry BPPT Drs. Alfian Muthalib, MA PPSN Prof. dr. Abdul Salam M. Sofro, Ph. D. PPSN