BAB I SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT Penjelasan atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, menyatakan bahwa agar informasi yang disampaikan dalam laporan keuangan pemerintah dapat memenuhi prinsip transparansi dan akuntabilitas, perlu diselenggarakan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) yang dilaksanakan oleh Kementerian Keuangan dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga A. Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat (SAPP) adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan Pemerintah Pusat. 1. Kerangka Umum SAPP Berdasarkan PMK Nomor 172/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, SAPP memiliki 2 (dua) subsistem, yaitu Sistem Akuntansi Bendahara Umum Negara (SA-BUN) dan Sistem Akuntansi Instansi (SAI). SA-BUN dilaksanakan oleh Departemen Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Selanjutnya, SA-BUN memiliki beberapa subsistem, yaitu Sistem Akuntansi Pusat (SiAP), Sistem Akuntansi Utang Pemerintah dan Hibah (SAUP & H), Sistem Akuntansi Transfer ke Daerah (SATD), Sistem Akuntansi Penerusan Pinjaman (SA-PP), Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah (SA-IP), Sistem Akuntansi Transaksi Khusus (SA-TK), Sistem Akuntansi Subsidi dan Belanja Lainnya (SA-BSBL), dan Sistem Akuntansi Badan lainnya (SA-BL). SA-BUN dilaksanakan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara (Chief Financial Officer [CFO]). SAI memiliki 2 (dua) subsistem, yaitu Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN). 2 SAI dilaksanakan oleh Menteri/Ketua Lembaga Teknis selaku Chief Operational Officer (COO). Secara skematis SAPP dapat digambarkan sebagai berikut: Menteri Keuangan Selaku Pimpinan Departemen Keuangan SAI Dep. Keu Selaku Bendahara Umum Negara PPh Migas, PNBP Migas & PNBP Migas lainnya, Penrimaan Laba BUMN Perbankan dan Non Perbankan Pengelolaan Utang & Hibah DJPU (SA-UP&H) Pengelolaan Penerusan Pinjaman DJPBN (SA-PP) 099 Pengelola BAPP Pengelola Barang (SIMAK-BMN, d/h SABMN) Pengelolaan Investasi Pemerintah DJKN (SA-IP) 061, 096, 097, 101, 102 Kuasa BUN (SiAP) UA-BUN Pengelolaan Transfer ke Daerah DJPK (SA-TD) 098 Pengelolaan Belanja Subsidi dan Belanja lainlain DJA, Kementerian Negara/Lembaga (SA-BSBL) 070, 071 062, 069 Pengelolaan Badan Lain Penggabungan Laporan Keuangan Badan Lainnya (SABL) Pengelolaan Transaksi Khusus BKF, SETJEN, dan DJPBN Kerjasama Internasional, Hukum Internasional, Jasa Perbendaharaan, PFK dan Koreksi Kesalahan Peraga 1. Skema Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat SA-BUN adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulaii dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran sampai dengan pelaporan posisii keuangan dan operasi keuangan pada Kementerian Keuangan selaku Bendahara Umum Negara. Laporan Keuangan yang dihasilkan berupa Laporan Realisasii Anggaran termasuk pembiayaan, Neraca, Laporan Arus Kas serta dilengkapi dengan Catatan atas Laporan Keuangan. Sistem Akuntansi Instansi (SAI) dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga.. Kementerian negara/lembaga melakukan pemrosesan data untuk menghasilkan Laporan Keuangan berupa Laporan Realisasi Anggaran, Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan. MODUL SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN 3 SAK digunakan untuk memproses transaksi anggaran dan realisasinya, sehingga menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran. Sedangkan SIMAK-BMN memproses transaksi perolehan, perubahan dan penghapusan BMN untuk mendukung SAK dalam rangka menghasilkan Laporan Neraca. Di samping itu, SIMAK-BMN menghasilkan berbagai laporan, buku-buku, serta kartu-kartu yang memberikan informasi manajerial dalam pengelolaan BMN. 2. Tujuan SAPP Pelaporan keuangan pemerintah seharusnya menyajikan informasi yang bermanfaat bagi para pengguna dalam menilai akuntabilitas dan membuat keputusan, baik keputusan ekonomi, sosial, maupun politik. Sistem Akuntansi Pemerintahan Pusat (SAPP) bertujuan untuk : 1. Menjaga aset Pemerintah Pusat dan instansi-instansinya melalui pencatatan, pemprosesan dan pelaporan transaksi keuangan yang konsisten sesuai dengan standar dan praktek akuntansi yan diterima secara umum; 2. Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu tentang anggaran dan kegiatan keuangan Pemerintah Pusat, baik secara nasional maupun instansi yang berguna sebagai dasar penilaian kinerja, untuk menentukan ketaatan terhadap otorisasi anggaran dan untuk tujuan akuntabilitas; 3. Menyediakan informasi yang dapat dipercaya tentang posisi keuangan suatu instansi dan Pemerintah Pusat secara keseluruhan; 4. Menyediakan informasi keuangan yang berguna untuk perencanaan, pengelolaan dan pengendalian kegiatan dan keuangan pemerintah secara efisien. 3. Ciri-ciri Pokok SAPP a. Basis Akuntansi Cash toward Accrual. Basis akuntansi yang digunakan dalam laporan keuangan pemerintah adalah basis kas untuk pengakuan pendapatan, belanja, dan pembiayaan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan basis akrual untuk pengakuan aset, kewajiban, dan ekuitas dalam neraca. Basis kas adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. Basis akrual adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi, tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau dibayar. MODUL SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN 4 b. Sistem Pembukuan Berpasangan Sistem Pembukuan Berpasangan didasarkan atas persamaan dasar akuntansi yaitu : Aset = Kewajiban + Ekuitas Dana. Setiap transaksi dibukukan dengan mendebet sebuah perkiraan dan mengkredit perkiraan yang terkait. c. Dana Tunggal Kegiatan akuntansi yang mengacu kepada UU-APBN sebagai landasan operasional. Dana tunggal ini merupakan tempat dimana Pendapatan dan Belanja Pemerintah dipertanggungjawabkan sebagai kesatuan tunggal. d. Desentralisasi Pelaksanaan Akuntansi Kegiatan akuntansi dan pelaporan keuangan di instansi dilaksanakan secara berjenjang oleh unit-unit akuntansi baik di kantor pusat instansi maupun di daerah. e. Bagan Akun Standar SAPP menggunakan perkiraan standar yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang berlaku untuk tujuan penganggaran maupun akuntansi. BAS adalah daftar perkiraan buku besar yang ditetapkan dan disusun secara sistematis untuk memudahkan perencanaan dan pelaksanaan anggaran, serta pembukuan dan pelaporan keuangan pemerintah. f. Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) SAPP mengacu pada Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) dalam melakukan pengakuan, penilaian, pencatatan, penyajian, dan pengungkapan terhadap transaksi keuangan dalam rangka penyusunan laporan keuangan. SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Laporan keuangan pemerintah pusat terdiri dari: a. Laporan Realisasi Anggaran Laporan Realisasi Anggaran adalah laporan yang menyajikan informasi realisasi pendapatan, belanja, transfer, surplus/defisit dan pembiayaan, sisa lebih/kurang pembiayaan anggaran yang masing-masing diperbandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. b. Neraca Pemerintah Neraca adalah laporan yang menyajikan informasi posisi keuangan pemerintah yaitu aset, utang dan ekuitas dana pada tanggal tertentu. MODUL SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN 5 c. Laporan Arus Kas Laporan Arus Kas adalah laporan yang menyajikan informasi arus masuk dan keluar kas selama periode tertentu yang diklasifikasikan berdasarkan aktivitas operasi, investasi aset non keuangan, pembiayaan, dan non anggaran.Laporan Arus Kas Pemerintah Pusat merupakan konsolidasi Laporan Arus Kas. dari seluruh Kanwil Ditjen PBN. d. Catatan atas Laporan Keuangan Catatan atas Laporan Keuangan adalah laporan yang menyajikan penjelasan rinci atau analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, dan Laporan Arus Kas dalam rangka pengungkapan yang memadai. 4. Ruang Lingkup SAPP Sistem akuntansi ini berlaku untuk seluruh unit organisasi Pemerintah Pusat dan unit akuntansi pada Pemerintah Daerah Dekonsentrasi dan/atau Tugas Pembantuan dalam serta rangka pelaksanaan pelaksanaan Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan. Tidak termasuk dalam ruang lingkup Peraturan Menteri Keuangan ini adalah : 1. Pemerintah Daerah (sumber dananya berasal dari APBD) 2. Badan Usaha Milik Negara / Badan Usaha Milik Daerah yang terdiri dari : a. Perusahaan Perseroan, dan b. Perusahaan Umum. 3. Bank Pemerintah dan Lembaga Keuangan Milik Pemerintah. Dalam Modul ini, ruang lingkup pembahasan hanya mengenai Sistem Akuntansi Keuangan yang dilaksanakan oleh Kementerian Negara/Lembaga. B. Sistem Akuntansi Keuangan Sistem Akuntansi Keuangan merupakan bagian SAI yang digunakan untuk memproses transaksi anggaran dan realisasinya, sehingga menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran. SAK dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga. Berdasarkan PMK Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah MODUL SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN 6 Pusat dan Perdirjen Nomor Per 24/PB/2006 tentang Pelaksanaan Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan SAK kementerian negara/lembaga membentuk dan menunjuk unit akuntansi di dalam organisasinya, yang terdiri dari : UAPA pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga; UAPPA-E1 pada tingkat Eselon I; UAPPA-W pada tingkat wilayah; UAKPA pada tingkat satuan kerja. Peraga 1. Skema Sistem Akuntansi Instansi Unit-unit akuntansi instansi tersebut melaksanakan fungsi akuntansi dan pelaporan keuangan atas pelaksanaan anggaran sesuai dengan tingkat organisasinya. Laporan keuangan yang dihasilkan merupakan bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran oleh unit-unit akuntansi, baik sebagai entitas akuntansi maupun entitas pelaporan. Laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang dihasilkan unit akuntansi instansi tersebut terdiri dari: MODUL SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN 7 a. Laporan Realisasi Anggaran Laporan Realisasi Anggaran menyajikan informasi realisasi pendapatan dan belanja, yang masing-masing dibandingkan dengan anggarannya dalam satu periode. b. Neraca Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas akuntansi dan entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, ekuitas dana per tanggal tertentu. c. Catatan atas Laporan Keuangan Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan, daftar rinci, dan analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca. Kementerian negara/lembaga yang menggunakan Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan, disamping wajib menyusun laporan keuangan atas bagian anggarannya sendiri, juga wajib menyusun Laporan Keuangan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan secara terpisah. Atas Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang dilimpahkan/dialokasikan oleh kementerian negara/lembaga kepada pemerintah daerah, laporan keuangannya merupakan satu kesatuan/tidak terpisah dari laporan keuangan kementerian negara/lembaga. Data akuntansi dan laporan keuangan secara berkala disampaikan kepada unit akuntansi di atasnya (asas desentralisasi). Data akuntansi dan laporan keuangan dimaksud dihasilkan oleh sistem akuntansi keuangan (SAK) dan sistem akuntansi barang milik negara (SIMAK-BMN) yang dikompilasi. D. Rekonsiliasi Rekonsiliasi adalah proses pencocokan informasi berupa laporan keuangan yang dihasilkan dari dokumen yang sama yang diproses oleh dua unit pemroses data yang berbeda. Unit pemroses tersebut adalah Menteri Keuangan yang bertindak selaku Chief Financial Officer (CFO) dengan Kementerian Negara/Lembaga sebagai Chief Operation Officer (COO). Berdasarkan PMK Nomor 171/PMK.06/2007 rekonsiliasi dilakukan terhadap data keuangan dan data BMN. Proses rekonsiliasi untuk data keuangan dimulai pada level unit akuntansi terbawah MODUL SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN 8 yaitu satuan kerja sampai dengan level akuntansi teratas yaitu tingkat Kementerian Negara/Lembaga. Rekonsiliasi data Keuangan. Proses rekonsiliasi data keuangan ini diwajibkan terhadap semua level akuntansi untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dihasilkan oleh CFO dan COO menghasilkan angka yang sama. Terhadap COO yang tidak melakukan rekonsiliasi dengan CFO dapat dikenakan sanksi. Ketentuan sanksi ini dimulai pada level satuan kerja. Proses rekonsiliasi untuk data keuangan sudah dilakukan sejak diterbitkan PMK Nomor 59/PMK.05/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. Rekonsiliasi mulai dilakukan antara satuan kerja (UAKPA) dengan KPPN. Sejak dimulainya proses rekonsilasi ditingkat satker, perkembangan ketaatan satuan kerja menyusun laporan keuangan meningkat cukup tajam. Sehingga dapat dikatakan hampir seluruh satuan kerja sudah menyusun laporan keuangan dengan tingkat kesempurnaan yang berbeda-beda. Diharapkan dengan berjalannya waktu laporan keuangan yang dihasilkan akan lebih sempurna. Ketentuan Sanksi Bagi Satuan kerja yang tidak melakukan rekonsiliasi dengan KPPN akan dikenakan sanksi berupa penundaan pencairan dana atas SPM – UP dan SPMLS Bendahara. Laporan Keuangan yang direkonsiliasi berupa LRA Belanja, LRA Pendapatan, dan Neraca. Pada tingkat Wilayah, UAPPA-W yang tidak melaksanakan rekonsiliasi data dengan Kantor Wilayah Dirjen Perbendaharaan c.q Bidang Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (Bidang Aklap) dapat dikenakan sanksi yang akan ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan. Untuk Level UAPPA-E1 dan UAPA belum diatur sanksi terhadap kelalaian melakukan rekonsiliasi dengan pihak CFO. Rekonsiliasi data BMN. Rekonsiliasi data BMN ditetapkan dalam PMK Nomor 171/PMK.05/2007. Rekonsiliasi dilakukan antara Kementerian Negara/Lembaga dengan Menteri Keuangan. Demikian juga rekonsiliasi dilakukan antara Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara baik MODUL SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN 9 ditingkat satuan kerja (KPPN dengan KPKNL), tingkat wilayah (Kanwil DJPBN dengan Kanwil DJKN) dan tingkat Pusat (Kantor Pusat DJPBN dengan Kantor Pusat DJKN). Rekonsiliasi yang dilakukan antara satuan kerja dengan KPPN terkait dengan BMN adalah memastikan bahwa nilai aset yang tercantum dalam neraca sudah sesuai dengan rincian aset yang dibukukan dalam SIMAK-BMN. KPPN juga harus memiliki saldo awal aset seluruh satker yang berada diwilayah kerjanya. Sehingga setiap mutasi perubahan BMN pada satker juga dicatat oleh KPPN. KPPN juga harus secara cermat menganalisa realisasi Belanja Modal yang telah dilakukan satuan kerja terkait dengan jumlah kenaikan saldo BMN pada Neraca. Satuan kerja (UAKPB) setiap semester melakukan rekonsiliasi dan pemuktahiran data BMN dengan KPKNL selaku kuasa Pengelola Barang. KPKNL harus memonitor perkembangan BMN dan menjaga saldo awal BMN yang telah ditetapkan tidak mengalami perubahan. KPKNL akan meneruskan perolehan data BMN ini kepada Kanwil DJKN sebagai bahan menyusun laporan BMN tingkat Wilayah. Rekonsiliasi antara KPPN dengan KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) dilakukan setiap semester dan tahunan untuk memastikan bahwa laporan BMN yang disampaikan oleh satuan kerja sudah sesuai dengan nilai BMN pada laporan Neraca. E. Dekonsentrasi Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah pusat melalui kementerian negara/lembaga kepada gubernur selaku wakil pemerintah. Dana Dekonsentrasi merupakan dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Dana Dekonsentrasi MODUL SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN 1 0 merupakan bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja kementerian negara/lembaga dan dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan Gubernur. Gubernur memberitahukan kepada DPRD tentang kegiatan Dekonsentrasi. 1. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Dekonsentrasi a. Penganggaran Pelaksanaan Dekonsentrasi 1. Penganggaran pelaksanaan Dekonsentrasi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN. Ketentuan lebih lanjut ditetapkan dengan keputusan Kenteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri teknis terkait. Dalam pelaksanaan dekonsentrasi, Gubernur wajib mengusulkan daftar SKPD yang mendapatkan alokasi dana dekonsentrasi kepada kementerian negara/lembaga yang memberikan alokasi dana, untuk ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. Apabila Gubernur tidak menyampaikan usulan daftar SKPD, kementerian negara/lembaga dapat meninjau kembali pengalokasian dana dekonsentrasi. 2. Anggaran pelaksanaan Dekonsentrasi merupakan bagian dari anggaran Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bersangkutan. b. Penyaluran Dana dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Dekonsentrasi 1. Penyaluran dana pelaksanaan Dekonsentrasi dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku bagi APBN, ketentuan lebih lanjut ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan 2. Dalam hal pelaksanaan Dekonsentrasi menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemungutan dan penyetoran penerimaan disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi APBN. 3. Semua kegiatan pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh Gubernur dalam pelaksanaan Dekonsentrasi diselenggarakan secara terpisah dari kegiatan pengelolaan keuangan untuk pelaksanaan Desentralisasi dan Tugas Pembantuan. MODUL SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN 1 1 4. Tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan oleh Gubernur dalam pelaksanaan Dekonsentrasi mengacu kepada peraturan perundangundangan tentang tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan APBN yang berlaku. 5. Dalam hal terdapat saldo anggaran pelaksanaan Dekonsentrasi, maka saldo tersebut disetor ke Kas Negara. 6. Gubernur menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan atas pelaksanaan Dekonsentrasi kepada Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang bersangkutan. c. Pelaporan Pelaksanaan Dekonsentrasi 1. Pelaporan pelaksanaan Dekonsentrasi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN. 2. Ketentuan lebih lanjut pelaporan pelaksanaan Dekonsentrasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri teknis terkait. 3. Berdasarkan PMK Nomor 171/PMK.05/2007, SKPD yang mendapatkan Dana Dekonsentrasi merupakan UAKPA/UAKPB Dekonsentrasi dengan penanggungjawabnya adalah Kepala SKPD, sedangkan Propinsi yang menerima pelimpahan wewenang dekonsentrasi merupakan Koordinator UAPPA-W/UAPPB-W Dekonsentrasi dengan penanggungjawabnya adalah Gubernur. Yang bertidak selaku UAPPA-W Dekonsentrai adalah Kepala Dinas Propinsi. F. Dana Tugas Pembantuan Dana Tugas Pembantuan merupakan dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja kementerian negara/lembaga dan dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan oleh Gubernur, Bupati, atau Walikota. Tugas Pembantuan adalah penugasan pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau sebutan lain, MODUL SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN 1 2 dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan, Kepala Daerah wajib mengusulkan daftar SKPD yang mendapatkan alokasi dana Tugas Pembantuan kepada kementerian negara/lembaga yang memberikan alokasi dana, untuk ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. Apabila Kepala Daerah tidak menyampaikan usulan daftar SKPD, kementerian negara/lembaga dapat meninjau kembali pengalokasian Dana Tugas Pembantuan. Pemerintah Daerah memberitahukan adanya Tugas Pembantuan kepada DPRD. 1. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Tugas Pembantuan a. Penganggaran Pelaksanaan Tugas Pembantuan 1. Penganggaran pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN. Ketentuan lebih lanjut ditetapkan dengan keputusan Kenteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri teknis terkait 2. Anggaran pelaksanaan Tugas Pembantuan merupakan bagian dari anggaran Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen yang menugaskannya. b. Penyaluran Dana dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Tugas Pembantuan 1. Penyaluran dana pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyaluran dana ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. 2. Dalam hal pelaksanaan Tugas Pembantuan menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN. Ketentuan mengenai pemungutan dan penyetoran penerimaan diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi APBN. 3. Semua kegiatan pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh Daerah dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan diselenggarakan secara terpisah dari MODUL SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN 1 3 kegiatan pengelolaan keuangan untuk pelaksanaan Desentralisasi dan Dekonsentrasi. 4. Tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan oleh Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan mengacu kepada peraturan perundang-undangan tentang tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan APBN yang berlaku. 5. Dalam hal terdapat saldo anggaran pelaksanaan Tugas Pembantuan, maka saldo tersebut disetor ke Kas Negara. 6. Pemerintah keuangan Daerah atas Departemen/Lembaga menyampaikan pelaksanaan laporan Tugas Pemerintah pertanggungjawaban Pembantuan Non kepada Departemen yang menugaskannya. c. Pelaporan Pelaksanaan Tugas Pembantuan 1. Pelaporan pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN. 2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri teknis terkait. Berdasarkan PMK Nomor 172/PMK.05/2007 pasal 27, SKPD yang mendapatkan Dana Tugas Pembantuan merupakan UAKPA/UAKPB Tugas Pembantuan sedangkan dengan penanggungjawabnya provinsi/Kabupaten/kota yang adalah Kepala menerima wewenang Dana Tugas Pembantuan merupakan SKPD, pelimpahan Koordinator UAPPA- W/UAPPB-W Tugas Pembantuan dengan penanggungjawabnya adalah Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota). Sedangkan yang bertindak selaku UAPPA-W Tugas Pembantuan adalah Kepada Dinas provinsi/Kabupaten/kota yang membawahi SKPD penerima dana Tugas Pembantuan. G. Badan Layanan Umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja dilingkungan pemerintah. Dengan Pasal 68 dan 69 dari Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan MODUL SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN 1 4 fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas. Instansi demikian, dengan sebutan umum sebagai Badan Layanan Umum (BLU), diharapkan menjadi contoh kongkrit yang menonjol dari penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil (kinerja). Sistem Akuntansi yang diterapkan pada satuan kerja berstatus BLU menggunakan Standar Akuntasi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, akan tetapi untuk tujuan konsolidasi Laporan Keuangan tingkat Kementerian Negara/Lembaga BLU harus menggunakan Standar Akuntasi Pemerintahan. BLU dapat mengembangkan sistem akuntansi yang mendukung penyusunan laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan dan penyusunan laporan keuangan untuk diintegrasikan dalam laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan. H. Dokumen Sumber Dokumen sumber yang digunakan di tingkat satuan kerja adalah : 1. Dokumen penerimaan yang terdiri dari : Estimasi Pendapatan yang dialokasikan: (DIPA PNBP, tidak termasuk estimasi Pengembalian Belanja dan Pembetulan Pembukuan); Realisasi Pendapatan: BPN (Bukti Penerimaan Negara) yang didukung oleh dokumen penerimaan seperti SSBP, SSPB, SSP, SSBC, dokumen lain yang dipersamakan. 2. Dokumen pengeluaran yang terdiri dari : Alokasi Anggaran DIPA, SKO dan dokumen lain yang dipersamakan; Realisasi Pengeluaran : SPM dan SP2D, dan dokumen lain yang dipersamakan. 3. Dokumen Piutang. 4. Dokumen Persediaan. 5. Dokumen Konstruksi dalam Pengerjaan. 6. Dokumen lainnya. I. Surat Kuasa Pengguna Anggaran (SKPA) MODUL SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN 1 5 Selain DIPA, dokumen lain yang dapat digunakan dalam pelaksanaan anggaran pada satuan kerja adalah Surat Kuasa Penggunaan Anggaran (SKPA). 1. Definisi Pola SKPA dengan sistem ini diperuntukkan bagi Departemen/lembaga yang melaksanakan SKPA dalam satu unit organisasi terhadap unit vertikal dibawahnya 2. Pelaksanaan SKPA menambah Pagu DIPA Satuan Kerja penerima SKPA, dan mengurangi Pagu DIPA Satuan Kerja Pemberi SKPA KPPN dalam hal ini hanya melakukan pengurangan Pagu anggaran untuk kegiatan yang di SKPAkan oleh Satker pemberi SKPA sebesar anggaran yang di SKPA-kan KPPN penerima SKPA menambah Pagu anggaran Satker Penerima untuk kegiatan yang di SKPAkan dan wajib memonitor laporan realisasi SKPA (SPM, dan SP2D) yang dilaksanakan oleh Satker Penerima SKPA SPM yang diterbitkan oleh KPA penerima SKPA menggunakan kode Satker Penerima SKPA, sehingga tanggungjawab pelaksanaan anggaran dan penyusunan Laporan Keuangan dilaksanakan oleh KPA penerima SKPA SKPA menjadi dasar untuk Revisi alokasi anggaran. MODUL SISTEM AKUNTANSI KEUANGAN