METODE ETNOGRAFI DAN MANFAATNYA MENURUT PARA AHLI “Metode Etnografi” – James Spradley Bagi Spradley, "ilmu untuk ilmu" sudah ketinggalan zaman. Ilmu harus mempunyai kegunaan praktis dalam menyelesaikan masalah-masalah kemanusiaan. Begitu juga halnya dengan penelitian etnografi: seorang peneliti yang berhasil adalah juga seorang problem solver. Metode etnografi yang diuraikan dalam buku ini adalah tipe metode yang bersumber pada ethnoscience, atau yang dikenal sebagai etnografi baru. Bila etnografi modern, yang dipelopori oleh Radcliffe-Brown dan Malinowski, berusaha mengarahkan kajian etnografi pada upaya generalisasi, yakni penyusunan kaidah-kaidah umum tentang masyarakat (melalui komparasi antara organisasi internal masyarakat dan sistem sosial), maka etnografi baru justru berusaha menemukan keunikan' dari suatu masyarakat, yakni persepsi dan organisasi pikiran dari masyarakat atas fenomena material yang ada di sekelilingnya. Oleh karenanya, objek kajian antropologi tidak lagi berkenaan dengan fenomena material, melainkan dengan cara fenomena tersebut diorganisasikan di dalam pikiran (mind) manusia. Singkatnya, lantaran budaya berada di dalam pikiran manusia, dan bentuknya adalah organisasi pikiran tentang fenomena material, maka tugas etnografi adalah menemukan dan menggambarkan organisasi pikiran tersebut. Dengan acuan perspektif yang demikian itu, di dalam buku ini Spradley melukiskan empat tipe analisis etnografis, yakni analisis domain; analisis taksonomik; analisis komponen; dan analisis tema. Cara terbaik untuk belajar menulis adalah dengan menulis itu sendiri. Anjuran serupa juga disampaikan oleh James P. Spradley di dunia etnografi. Menurutnya, cara terbaik untuk belajar etnografi adalah dengan melakukan etnografi. Dan, agar proses tersebut bisa berjalan secara sistematis, terarah, dan efektif, Spradley melengkapinya dengan suatu panduan metode yang khas, yang disebutnya The Developmental Research Sequence, yang didasarkan pada lima prinsip, yaitu teknik tunggal, identifikasi tugas, maju bertahap, penelitian orisinal, dan problem-solving. Kemudian, dengan menggunakan pendekatan etnosemantik, Spradley mengajak para (calon) etnografer untuk menekuni dua belas (12) langkah pokok yang dapat digunakan sebagai panduan dalam teknik wawancara etnografis. “Metodologi Penelitian Kualitatif” – Deddy Mulyana Menurut pemikiran yang dirangkum oleh Deddy Mulyana ini, etnografi bertujuan menguraikan suatau budaya secara menyeluruh, yakni semua aspek budaya baik yang bersifat material, seperti artefak budaya dan yang bersifat abstrak, seperti pengalaman, kepervcayaan norma, dan system nilai kelompok yang diteliti. Sedang Frey et al., (1992: 7 dalam Mulyana, 2001: 161) mengatakan bahwa etnografi berguna untuk meneliti perilaku manusia dalam lingkungan spesifik alamiah. Uraian tebal (thick description ) berdasarkan pengamatan yang terlibat (Observatory participant) merupakan ciri utama etnografi (ibid: 161-162). Page 1 Spradley, james P. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: PT tiara Wacana Mulyana, Deddy. 2001. metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT remaja Rosdakarya Pengamatan yang terlibat menekankan logika penemuan (logic of discovery), suatu proses yang bertujuan menyarankan konsep-konsep atau membangun teori berdasarkan realitas nyata manusia. Metode ini mematahkan keagungan metode eksprimen dan survei dengan asumsi bahwa mengamati manusia tidak dapat dalam sebuah laboratorium karena akan membiaskan perilaku mereka. Pengamatan hendaknya dilakukan secara langsung dalam habitat hidup mereka yang alami. Denzin menkategorikan jenis pengamat, sbb: participant as observer, complete participant, observer as participant serta complete observer (I bid: 176). Etnografer harus pandai memainkan peranan dalam berbagai situasi karena hubungan baik antara peneliti dengan informaan merupakan kunci penting keberhasilan penelitian. Untuk mewujudkan hubungan baik ini diperlukan ketrampilan, kepekaan dan seni. Selain ketrampilan menulis, beberapa taktik yang disarankan adalah taktik “mencuri-dengar” (eavesdropping) dan taktik “pelacak” (tracer), yakni mengikuti seseorang dalam melakukan serangkaian kegiatan normalnya selama periode waktu tertentu. Deddy Mulyana ini mengukuhkan wawancara secara mendalam dan tak terstruktur sebagai teknik pengumpulan data dalam penelitian etnografi ini. Kedua jenis wawancara ini adalah metode yang selaras dengan perspektif interaksionisme simbolik, karena memungkinkan pihak yang diteliti untuk mendefinisikan dirinya sendiri dan lingkungannya, tidak sekadar manjawab pertanyaan peneliti. Pada tahap ini, wawancara hendaknya dilakukan secara santai dan informal dengan tetap berpengang pada pedoman wawancara yang telah dibuat peneliti. Walaupun pemaparannya tidak jauh berbeda dengan Spradley di atas, namun Deddy Mulyana lebih menekankan pendekatan interaksionisme simbolik untuk membaca sebuah fenomena menggunakan metode etnografi ini. Menurut perspektif interaksionisme simbolik, transformasi identitas menyangkut perubahan psikologis. Pelakunya menjadi individu yang berbeda dari sebelumnya (Ibid: 230). Hal ini menjadi perhatian dalam penggunaan metode penelitian etnografi. Peneliti disarankan untuk mampu merunut riwayat sejarah informan sebelum melakukan penelitian, atau yang sering dikenal dengan analisis dokumen. SEBUAH TINJAUAN Metode etnografi memiliki ciri unik yang membedakannya dengan metode penelitian kualitatif lainnya, yakni: observatory participant—sebagai teknik pengumpulan data, jangka waktu penelitian yang relatif lama, berada dalam setting tertentu, wawancara yang mendalam dan tak terstruktur serta mengikutsertakan interpretasi penelitinya. Yang terakhir ini sepertinya masih menjadi perdebatan dengan penganut positivis. Untuk kasus-kasus tertentu, kemampuan interpretasi peneliti diragukan – tanpa mereka sadari, sejatinya interpretasi ilmuwan-ilmuwan etnografi berperan besar dalam menyajikan kesadaran-kesadaran kritis atas perilaku bermedia masyarakat. Metode etnografi telah membuktikan bahwa sebagai metode penelitian kualitatif, ia mampu melaklukan analisis yang lebih mendalam serta menyajikan refleksi kritis secara detil dalam lingkup mikro sebuah kehidupan manusia. Page 2 Spradley, james P. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta: PT tiara Wacana Mulyana, Deddy. 2001. metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT remaja Rosdakarya