modul praktik klinik ilmu kesehatan mata rs cipto mangunkusumo

advertisement
PRESENTASI KASUS
SELULITIS PRESEPTAL
Disusun oleh:
Michael Christian
Pembimbing:
dr. Gusti G. Suardana, SpM
MODUL PRAKTIK KLINIK ILMU KESEHATAN MATA
RS CIPTO MANGUNKUSUMO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA
MARET 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Selulitis preseptal adalah infeksi yang umum terjadi pada kelopak mata dan jaringan
lunak periorbital yang menimbulkan eritema kelopak mata akut dan edema. Infeksi
yang terjadi umumnya berasal dari persebaran dari infeksi lokal sekitar seperti
sinusitis, dari infeksi okular eksogen, atau mengikuti trauma terhadap kelopak mata.1
Selulitis preseptal dan selulitis orbita memiliki manifestasi klinis yang
mungkin mirip, akan tetapi kedua kondisi tersebut harus dibedakan. Selulitis
preseptal hanya melibatkan jaringan lunak di anterior septum orbital dan tidak
melibatkan struktur di dalam rongga orbita. Selulitis preseptal dapat menyebar ke
posterior septum orbita dan berprogresi selulitis orbita dan abses orbital atau
subperiosteal. Infeksi pada orbita sendiri dapat menyebar secara posterior dan
menyebabkan meningitis atau trombosis sinus kavernosus.
Selulitis preseptal umumnya merupakan penyakit pediatrik dengan 80% pasien
berusia di bawah 10 tahun dan kebanyakan di antaranya berusia di bawah 5 tahun.
Pasien dengan selulitis preseptal memiliki kecenderungan lebih muda dibanding
pasien yang menderita selulitis orbita.
Selulitis orbita merupakan penyebab tersering proptosis pada anak- anak
sehingga perlu dilakukan pengobatan segera2. Mengingat selulitis preseptal dapat
berkembang menjadi selulitis orbita jika tidak ditangani dengan tepat, maka
mengenal penyakit ini dan menatalaksana dengan tepat merupakan suatu poin
penting yang baik jika dimiliki oleh dokter. Untuk itu, presentasi kasus mengenai
selulitis preseptal ini diselenggarakan.
1
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Identitas
Nama pasien
: An. MW
Jenis kelamin
: Laki-laki
Usia
: 2 tahun
Agama
: Islam
Anamnesis
Anamnesis dilakukan kepada kedua orang tua pasien (Alloanamnesis)
Keluhan utama
Pasien mengalami pembengkakan pada kelopak mata kiri dua jam sebelum masuk
rumah sakit
Riwayat penyakit sekarang
Dua jam sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami pembengkakan pada
kelopak mata kirinya hingga menyebabkan pasien tidak dapat membuka mata.
Pembengkakan disertai dengan kemerahan dan nyeri pada kelopak mata. Keluhan
bola mata merah disangkal, keluhan mata belekan disangkal. Pasien juga mengalami
demam mengikuti pembengkakan pada kelopak mata yang dialami.
Satu hari sebelumnya, pasien mengalami trauma pada kelopak mata kirinya
setelah terjatuh saat bermain dan terbentur pedal sepeda motor. Trauma berupa luka
lecet pada kelopak mata atas. Perdarahan pada kelopak mata disangkal, penurunan
penglihatan disangkal, mata merah disangkal, pembengkakan kelopak mata pada saat
itu juga disangkal. Setelah itu, ayah pasien melakukan kompres pada mata kiri pasien
dengan es selama kurang lebih 10 menit. Tidak ada tindakan lain yang dilakukan saat
itu. Riwayat mencuci mata dengan air sirih atau dengan cairan lainnya disangkal.
Riwayat batuk dan pilek saat ini disangkal.
2
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat sakit mata sebelumnya disangkal, riwayat batuk atau pilek sebelumnya
disangkal, riwayat sinusitis disangkal, riwayat gangguan tumbuh kembang disangkal,
riwayat penyakit bawaan disangkal, riwayat dirawat di rumah sakit sebelumnya
disangkal, riwayat operasi disangkal. Riwayat DM, asma, hipertensi, dan TB
disangkal
Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan serupa dengan pasien
sebelumnya. Riwayat DM disangkal, riwayat hipertensi disangkal, riwayat penyakit
bawaan disangkal, riwayat TB disangkal.
Riwayat Sosial
Pasien belum bersekolah dan saat ini pasien hanya beraktivitas di rumah dan
sekitarnya di bawah pengawasan ibu pasien.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
: Kompos mentis, tampak sakit ringan
Tanda vital

Tekanan darah
:-

Frekuensi nadi
: 102 x/menit, reguler, isi cukup

Frekuensi napas
: 22 x/menit, reguler, kedalaman cukup

Suhu
: 40,3oC
Pemeriksaan oftalmologis
OD
Fiksasi objek (+), Fiksasi
OS
Visus
cahaya (+)
Normal per palpasi
Fiksasi objek (+), Fiksasi
cahaya (+)
TIO
Sulit dinilai
3
Orthophoria, gerakan baik
ke segala arah
Pergerakan
dan
Orthophoria, gerakan baik ke
segala arah
kedudukan
bola mata
Tenang
Palpebra
Edema (+), spasme (+) ,
hiperemis (+), diskontinuitas
(-), krepitasi (-), trikiasis (-),
ruptur
partial
thickness
palpebra superior 2,5cm dari
kantus medial, 2 cm dari
margo superior seluas 5mm x
2mm, pus (+)
Injeksi
konjungtiva
(-),
Konjungtiva
injeksi silier (-), edema (-)
Injeksi
konjungtiva
(+)
minimal, injeksi silier (-),
edema (-)
Jernih
Kornea
Jernih
Dalam
BMD
Dalam
Warna cokelat, kripte (+),
Iris
sinekia (-)
Warna cokelat, kripte (+),
sinekia (-)
Bulat, sentral, 3 mm, RCL
Pupil
(+), RCTL (+), RAPD (-)
Jernih, shadow test (-)
Bulat, sentral, 3 mm, RCL (+),
RCTL (+), RAPD (-)
Lensa
Jernih, shadow test (-)
Jernih
Badan kaca
Jernih
Refleks Fundus (+), Papil
Funduskopi
Refleks Fundus (+), Papil
bulat, batas tegas, CDR 0,3-
bulat, batas tegas, CDR 0,3-
0,4, aa/vv 2/3, eksudat (-),
0,4, aa/vv 2/3, eksudat (-),
perdarahan (-)
perdarahan (-)
Telinga
: Serumen (+), hiperemis (-)
Hidung
: Deformitas (-), edema (-)
Mulut
: Higienitas oral baik, gigi bolong (-)
4
Pemeriksaan penunjang
Hasil laboratorium
Hb
12,5 gr/dL
Ht
37,8 %
Leukosit
15.200
Hitung jenis
0/0/4/77/18/1
Trombosit
339.000
Ureum
20,3
Kreatinin
0,42
CT scan
Non kontras
Post kontras
Tampak penebalan jaringan lunak kanan kiri terutama kiri sampai regio zygoma kiri
Tampak area lusensi di jaringan lunak sekitar konjungtiva inferior
Bulbus okuli kanan kiri terlihat simetris
Jaringan retrobulbar tidak memperlihatkan kelainan
Diagnosis
1. Selulitis preseptal OS
2. Ruptur palpebra partial thickness OS
5
Tatalaksana
Amoxiclav IV
3x200mg
Paracetamol syr
3x180mg
Metronidazole syr
3x cthI
Gentamycine drop
3x1 pada palpebra superior OS
Prognosis
Ad Vitam
: bonam
Ad Functionam
: bonam
Ad Sanactionam
: bonam
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Orbita3,4
Orbita adalah sebuah rongga berbentuk segi empat seperti buah pir yang berada di
antara fossa kranial anterior dan sinus maksilaris. Tiap orbita berukuran sekitar 40
mm pada ketinggian, kedalaman, dan lebarnya. Orbita dibentuk oleh 7 buah tulang:
-
Os. Frontalis
-
Os. Maxillaris
-
Os. Zygomaticum
-
Os. Sphenoid
-
Os. Palatinum
-
Os. Ethmoid
-
Os. Lacrimalis
Gambar 1 anatomi orbita
Secara anatomis orbita dibagi menjadi enam sisi, yaitu:
1. Dinding medial, terdiri dari os maxillaris, lacrimalis, ethmoid, dan sphenoid.
Dinding medial ini seringkali mengalami fraktur mengikuti sebuah trauma. Os
ethmoid yang menjadi salah satu struktur pembangun dinding medial merupakan
salah satu lokasi terjadinya sinusitis etmoidales yang merupakan salah satu
penyebab tersering selulitis orbita.
2. Dinding lateral, terdiri dari sebagian tulang sphenoid dan zygomaticum.
3. Langit- langit, berbentuk triangular, terdiri dari tulang sphenoid dan frontal.
Defek pada sisi ini menyebabkan proptosis pulsatil.
4. Lantai, terdiri dari os. Palatina, maxillaris, dan zygomaticum. Bagian
posteromedial dari tulang maksilaris relatif lemah dan seringkali terlibat dalam
fraktur blowout.
5. Basis orbita, merupakan bukaan anterior orbita
7
6. Apeks orbita, merupakan bagian posterior orbita dimana keempat dinding orbita
bekonvergensi, memiliki dua orifisium yaitu kanal optikus dan fisura orbital
superior
Septum orbital1,4
Pada orbita terdapat suatu membran jaringan ikat yang tipis yang melapisi berbagai
struktur. Membran tersebut terdiri dari fascia bulbi, muscular sheats, intermuscular
septa, dan ligamen lockwood. Di dalam orbita terdapat struktur- struktur sebagai
berikut: bagian n. optikus, muskulus ekstraokular, kelenjar lakrimalis, kantung
lakrimalis, arteri oftalmika, nervus III, IV, dan VI, sebagian nervus V, dan fascia
serta lemak.
Inflamasi periorbital dapat diklasifikasikan menurut lokasi dan derajat
keparahan. Salah satu pertanda anatomis dalam menentukan lokasi penyakit adalah
septum orbital. Septum orbital adalah membran tipis yang berasal dari periosteum
orbital dan masuk ke permukaan anterior lempeng tarsal kelopak mata. Septum
memisahkan kelopak mata superfisial dari struktur dalam orbital dan membentuk
barier yang mencegah infeksi dari kelopak mata menuju rongga orbita.
B. Fisiologi gejala2
Kakunya struktur tulang orbita menyebabkan lubang anterior menjadi satu- satunya
tempat ekspansi. Setiap penambahan isi orbita yang terjadi di samping atau belakang
bola mata akan mendorong organ tersebut ke depan, hal ini disebut dengan proptosis.
Penonjolan bola mata adalah tanda utama penyakit orbita. Proptosis dapat
disebabkan lesi- lesi ekspansif yang dapat bersifat jinak atau ganas, berasal dari
tulang, otot, saraf, pembuluh darah, atau jaringan ikat. Selain itu dapat juga terjadi
proptosis tanpa adanya penyakit orbita. Hal ini disebut dengan pseudoproptosis.
Pseudoproptosis dapat terjadi pada miopia tinggi, buftalmos, dan retraksi kelopak
mata. Proptosis sendiri tidak menimbulkan cedera kecuali membuat kelopak mata
tidak bisa ditutup, akan tetapi penyebab proptosis itu sendiri seringkali berbahaya.
Posisi mata ditentukan oleh lokasi massa. Ekspansi di dalam kerucut otot
mendorong mata lurus ke depan(proptosis aksialis), sedangkan massa yang tumbuh
di luar kerucut otot mendorong mata ke samping atau vertikal menjauhi masa
8
tersebut(proptosis non aksialis). Kelainan bilateral umumnya mengindikasikan
adanya penyakit sistemik misalanya penyakit graves. Istilah eksoftalmos sering
dipakai untuk menggambarkan proptosis pada graves. Proptosis pulsatil dapat
disebabkan oleh fistula karotiko kavernosa, malformasi pembuluh darah arteri orbita,
atau transmisi denyut otak akibat tidak adanya atap orbita superior. Proptosis yang
bertambah dengan penekukan kepala ke depan atau dengan perasat valsava
merupakan suatu tanda adanya malformasi vena orbita atau meningokel.
Pada perubahan posisi bola mata, terutama apabila terjadi dengan cepat,
mungkin timbul interferensi mekanis terhadap gerakan bola mata yang cukup untuk
membatasi pergerakan mata dan diplopia. Dapat timbul nyeri akibat ekspansi cepat,
peradangan, atau infiltrasi pada saraf sensoris. Penglihatan biasanya tidak
terpengaruh di awal ekcuali bila lesi berasal dari n. optikus atau langsung menekan
saraf tersebut.
Tanda lainnya dapat berupa edema kelopak mata dan periorbital,
diskolorisasi kulit, ptosis, kemosis, dan injeksi epibulbar. Selain itu dapat juga terjadi
perubahan fundus seperti pembengkakan cakram optik, atrofi optik, kolateral
optikosiliaris, dan lipatan koroid.
C. Inflamasi orbita4
Penyakit inflamasi pada orbita dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Inflamasi orbita akut dan inflamasi
terkait
a. Selulitis preseptal
b. Selulitis orbita dan abses
intraorbital
c. Osteoperiostitis orbita
d. Tromboflebitis orbita
e. Tenonitis
f. Trombosis sinus kavernosus
2. Inflamasi orbita kronik
a. Inflamasi spesifik
Gambar 2 berbagai inflamasi orbita
i. Tuberkulosis
9
ii. Sifilis
iii. Actinomikosis
iv. Mukormikosis
v. Infestasi parasit
b. Inflamasi non spesifik
i. Penyakit inflamasi orbital idiopatik
ii. Sindroma tolosa hunt
iii. Periostitis orbital kronik
C.1. Selulitis preseptal1,3,4
Selulitis preseptal adalah infeksi pada jaringan subkutan di anterior septum orbital.
Selulitis preseptal harus dibedakan dengan selulitis orbita karena meskipun memiliki
Gambar 3 Septum orbita
gejala yang hampir serupa, penatalaksanaan dan komplikasi yang mungkin terjadi
dari kedua keadaan tersebut berbeda. Perlu diingat bahwa selulitis preseptal
seringkali berkembang menjadi selulitis orbital karena vena- vena fasial tidak
memiliki katup sehingga proses peradangan seringkali meluas ke posterior.
10
Etiologi
Organisme
terbanyak
penyebab
selulitis
preseptal
adalah
staphylococcus
aureus
dan
streptococcus pyogenes. Selain itu,
beberapa bakteri anaerob juga sering
menjadi
Gambar 4 selulitis preseptal mata kiri
etiologi
dari
selulitis
preseptal. Pada tahun 1985, penyebab
tersering
adalah
haemophilus
influenzae. Sebuah studi saat itu menunjukkan bahwa sekitar 40% pasien memiliki
hasil kultur darah positif. Seiring dengan peningkatan penggunaan vaksin, tren ini
menurun dan saat ini pada kultur darah, organisme penyebab selulitis seringkali tidak
ditemukan atau negatif yang belum jelas diketahui alasan dan keterkaitannya dengan
penurunan hasil positif dari h. influenzae.
Jalur masuk infeksi sendiri dapat dibagi menjadi:
-
Infeksi eksogen, misalnya seperti trauma atau gigitan serangga
-
Penyebaran infeksi jaringan sekitar seperti sinusitis, dakriosistisis, atau
hordeolum
-
Infeksi endogen, berasal dari penyebaran infeksi dari tempat yang jauh seperti
saluran napas atas melalui rute hematogen.
Manifestasi klinis
Selulitis preseptal bermanifestasi sebagai edema inflamasi pada kelopak mata dan
kulit periorbital tanpa melibatkan orbita dan struktur di dalamnya. Maka itu,
karakteristik dari penyakit ini adalah pembengkakan periorbital akut, eritema, dan
hiperemia pada kelopak mata tanpa adanya gejala- gejala proptosis, kemosis,
gangguan visus, dan gangguan gerakan bola mata. Mungkin juga terdapat demam
dan leukositosis.
11
C.2. Selulitis orbita dan abses intraorbita
Selulitis orbita adalah infeksi akut pada jaringan lunak orbita di belakang septum
orbita. Selulitis orbita dapat berkembang menjadi abses subperiosteal atau abses
orbital.
Etiologi
Orbita dapat terinfeksi melalui tiga jalur
seperti pada selulitis preseptal
-
Infeksi eksogen, dapat berasal dari
trauma tembus pada mata khususnya
terkait dengan retensi benda asing
intraorbital
dan
kadang-
kadang
terkait dengan tindakan bedah seperti
Gambar 5 selulitis orbita mata kiri
eviserasi, enukleasi, dan orbitotomi.
-
Persebaran infeksi sekitar, seperti sinusitis, infeksi gigi, dan struktur intraorbita.
Merupakan rute infeksi tersering.
-
Infeksi endogen, jarang terjadi.
Organisme penyebab hampir serupa dengan selulitis preseptal, ditambah dengan
keterlibatan streptococcus pneumoniae.
Patologi
Penampakan patologik selulitis orbital mirip seperti inflamasi supuratif secara umum
kecuali dalam beberapa aspek, yaitu:
1. Karena tidak terdapat sistem limfatik, agen protektif terbatas pada elemen
fagositik dari jaringan retikular orbital
2. Karena ruang terbatas, tekanan intraorbital meningkat sehingga mengaugmentasi
virulensi infeksi menyebabkan nekrosis dini dan ekstensif terhadap jaringan
3. Umumnya, infeksi menyebar sebagai tromboflebitis dari struktur sekitar
Manifestasi klinis
12
Gejala meliputi pembengkakan dan nyeri hebat yang meningkat dengan gerakan bola
mata atau pada penekanan. Gejala lainnya dapat berupa demam, mual, muntah,
prostrasi, dan terkadang kehilangan penglihatan.
Tanda yang sering dijumpai pada selulitis orbital adalah pembengkakan
kelopak mata yang kemerahan dan keras seperti kayu, kemosis konjungtiva yang
dapat mengalami protrusi dan menjadi nekrotik, dbola mata mengalami proptosis
aksial, terdapat restriksi dari gerakan okular, dan pada pemeriksaan fundus didapati
kongesti vena retinal dan tanda papilitis atau papiloedema. Dapat juga ditemui
disfungsi saraf optik.
Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi bila selulitis tidak ditangani dengan tepat. Komplikasi
terdiri dari komplikasi okular, orbital, dan komplikasi lainnya.
Komplikasi okular biasanya adalah kebutaan, keratopati, neuritis optik, dan
oklusi arteri retina sentral.
Komplikasi orbital adalah perkembangan selulitis orbital menjadi abses
subperiosteal dan abses orbita. Abses subperiosteal adalah penumpukan material
purulen antara dinding tulang orbital dengan periosteum, biasanya terdapat pada
dinding orbita media. Biasanya abses subperiosteal dicurigai bila terdapat
manifestasi selulitis orbita dengan proptosis eksentrik. Namun, diagnosis dipastikan
dengan CT scan. Abses orbita merupakan penumpukan material purulen di dalam
jaringan lunak orbital. Secara klinis dicurgai dengan tanda- tandan proptosis parah,
kemosis, oftalmoplegia komplit, dan pus di bawah konjungtiva.
Komplikasi lainnya berupa abses parotid atau temporal, komplikasi
intrakranial, dan septikemia general atau pyaemia.
D. Pemeriksaan penunjang
1. Kultur bakteri dari usap nasal dan konjungitva dan spesimen darah
2. Pemeriksaan darah perifer lengkap
3. X-Ray PNS untuk mendeteksi adanya sinusitis terkait
4. USG orbital untuk mendeteksi adanya abses intraorbital
5. CT scan dan MRI untuk:
13
a. Membedakan selulitits preseptal dan post septal
b. Mendeteksi abses subperiosteal dan abses orbital
c. Mendeteksi ekstensi intrakranial
d. Menentukan kapan dan darimana dilakukan drainase abses orbital
6. Punksi lumbal bila terdapat tanda- tanda keterlibatan meningel dan serebral.
Gambar 6 CT scan selulitis orbita(kiri) dan selulitis preseptal (kanan)
Medikasi
Selulitis pre septal ditatalaksana dengan terapi medikamentosa sedangkan selulitis
orbital, terutama yang telah menunjukkan komplikasi- komplikasi berbahaya
membutuhkan tindakan bedah segera.
Pengobatan selulitis preseptal menggunakan co-amoxiclav 500/125mg setiap
8 jam. Infeksi yang parah membutuhkan antibiotik IV. Pengobatan harus dimulai
sebelum organisme penyebab teridentifikasi. Terapi antibiotik awal harus mengatasi
stafilokokus, H. influenzae, dan bakteri anaerob. Selulitis pascatrauma, khususnya
setelah gigitan hewan, harus diberikan antibiotik untuk mengatasi basil gram negatif
dan gram positif. Dekongestan hidung dan vasokonstriktor dapat membantu drainase
PNS. Juga perlu diberikan
analgesia dan NSAID untuk mengontrol nyeri dan
demam. Konsultasi dengan otorlaringologis sejak dini bermanfaat.
Sebagian besar kasus berespon cepat dengan pemberian antibiotik. Kasus
yang tidak berespon mungkin membutuhkan tindakan bedah seperti drainase PNS
melalui pembedahan. Pada selulitis praseptal supuratif diindikasikan drainase
melalui pembedahan sejak dini. MRI bermanfaat untuk menentukan kapan dan
dimana drainase harus dilakukan. Indikasi pembedahan lainnya adalah terdapatnya
14
abses intrakranial atau subperiosteal, dan gambaran atipikal yang mungkin
membutuhkan biopsi.
Prognosis
Dengan pengenalan dan penanganan yang tepat, prognosis untuk sembuh total tanpa
komplikasi sangat baik.
Morbiditas terjadi dari penyebaran patogen ke orbita yang dapat mengancam
penglihatan dan berlanjut ke penyebaran CNS. Selulitis orbital dapat berlanjut
menjadi abses orbital dan menyebar secara posterior menyebabkan trombosis sinus
kavernosus. Penyebaran sistemik dapat menyebabkan meningitis dan sepsis.
Pada studi terhadap pasien pediatrik, faktor risiko tinggi adalah sebagai
berikut:
1. Usia di atas 7 tahun
2. Abses subperiosteal
3. Nyeri kepala dan demam yang menetap setelah pemberian antibiotik IV.
Pasien yang mengalami imunokompromais atau diabetes memiliki kecenderungan
lebih tinggi untuk mengalami infeksi fungal. Manajemen agresif dengan foto polos
otak dan terapi IV diindikasikan pada pasien ini.
15
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada kasus ini, didapatkan seorang anak berusia 2 tahun yang datang dengan keluhan
pembengkakan yang terjadi pada kelopak mata kiri yang terjadi mendadak. Dari
keluhan utama, didapatkan pasien mengalami penyakit pada orbita, dapat berupa
infeksi pada daerah orbita, inflamasi non infektif, tumor orbital, malformasi
vaskular, atau anomali perkembangan. Dari eksplorasi pada riwayat penyakit
sekarang, didapatkan bahwa pembengkakan yang dialami pasien disertai dengan
eritema, hiperemia, dan nyeri. Dari riwayat tersebut, kemungkinan diagnosis
dipersempit menjadi infeksi pada orbita, inflamasi non infektif pada orbita, dan
malformasi vaskular. Selain itu pasien juga mengalami demam yang tinggi sehingga
diagnosis mengerucut ke arah infeksi. Ketiadaan keadaan serupa pada anggota
keluarga lainnya membuat kemungkinan keganasan atau penyakit bawaan keluarga
menjadi lebih kecil. Dari anamnesis juga didapatkan bahwa satu hari sebelumnya
pasien sempat mengalami trauma pada kelopak mata. Riwayat tersebut membuat
kemungkinan infeksi, khususnya selulitis menjadi besar. Usia pasien juga sesuai
dengan epidemiologi dari selulitis. Sehingga diagnosis kerja pada pasien ini
merupakan selulitis dengan diagnosis banding mukormikosis dan malformasi
vaskular.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan demam yang tinggi sehingga peluang
bahwa keadaan pasien merupakan infeksi semakin besar. Selain itu, pada
pemeriksaan oftalmologi didapatkan edema, eritema, hiperemia, dan ruptur palpebra.
Tidak didapati gangguan pergerakan bola mata dan penurunan visus serta gangguan
penglihatan lainnya. Hal ini menunjukkan tidak terlibatnya orbita dalam penyakit
pasien sehingga diagnosis diarahkan menjadi selulitis preseptal.
Selain selulitis preseptal, didapatkan juga diagnosis ruptur palpebra partial
thickness karena terdapat laserasi pada palpebra akan tetapi masih terdapat
kontinuitas jaringan palpebra.
Untuk menguatkan diagnosis, dilakukan pemeriksaan laboratorium. Hasil
pemeriksaan laboratorium menunjukkan leukositosis sehingga diagnosis selulitis
semakin kuat. Dari hitung jenis didapatkan shift to the left sehingga kemungkinan
infeksi disebabkan oleh bakteri.
16
Selanjutnya pada pasien dilakukan pemeriksaan CT scan untuk menentukan
apakah ada fokus infeksi yang dapat menyebabkan selulitis seperti sinusitis, apakah
terdapat fraktur atau kerusakan jaringan lunak mengikuti terjadinya trauma, dan
apakah terdapat keterlibatan orbita dalam sakit yang dialami pasien. Hasil CT scan
menunjukkan tidak ada keterlibatan orbita, tidak ada fokus infeksi lainnya, dan tidak
ada fraktur pada wajah pasien. Hal ini membuat kemungkinan penyebab selulitis
yang dialami pasien adalah infeksi eksogen, yaitu trauma yang dialami pasien satu
hari sebelumnya.
Penanganan yang dilakukan pada pasien adalah rawat inap mengingat kondisi
selulitis preseptal dapat berkembang menjadi selulitis orbital dan mengakibatkan
berbagai komplikasi yang dapat menimbulkan kebutaan bagi pasien. Maka itu
penatalaksanaan awal dan prevensi perkembangan menjadi selulitis orbita sangat
diperlukan. Selulitis preseptal ditatalaksana dengan pengobatan medikamentosa.
Obat yang digunakan adalah amoxiclav intravena sebanyak 200 mg tiga kali sehari.
Selain itu diperlukan obat paracetamol untuk menurunkan demam yang dialami
pasien. Gentamycine juga diberikan pada luka di palpebra untuk mencegah
terjadinya infeksi berulang pada luka.
Melihat perkembangan yang dialami pasien, prognosis kasus ini secara
umum bonam. Pada pasien juga tidak didapatkan faktor- faktor risiko yang
memperberat kondisi pasien, yaitu umur pasien masih di bawah 7 tahun, dan demam
yang dialami pasien menurun dengan pemberian paracetamol.
17
BAB V
KESIMPULAN
Pasien anak berusia 2 tahun mengalami selulitis preseptal yang terjadi mengikuti
trauma yang terjadi pada palpebra kirinya satu hari sebelumnya. Pada pasien
diberikan pengobatan dengan antibiotik amoxiclav dan paracetamol untuk
mengontrol infeksi dan inflamasi. Pada pasien tidak diperlukan suatu tindakan bedah
karena respon terhadap antibiotik baik dan tidak terdapat komplikasi yang harus
ditangani segera. Prognosis pada pasien ini secara umum bonam.
18
Daftar Pustaka
1. Kwitko GM. Preseptal cellulitis. http://emedicine.medscape.com/article/121
8009-overview. 2012. Diakses: Maret 2013.
2. Sullivan JA,. Orbita. Dalam : Vaughan DG, Asbury T, Riordan EP, editor.
Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC. 2007.
p. 251-256.
3. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology: a systemic approach. 7th ed.
Elsevier, 2011.
4. Khurana AK. Comprehensive Ophthalmology. 4th ed. New age international,
2007. p. 377-378, 384-386.
19
Download