SENGKALA-SENGKALA DARI ASIA TENGGARA YANG MELAWAN

advertisement
1
SENGKALA-SENGKALA DARI ASIA TENGGARA
YANG MELAWAN PRINSIP ANGKANAM VAMATO GATIH
Agung Prabowo
Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknik, Universitas Jenderal Soedirman
Jl. Dr. Soeparno No. 64 Karangwangkal Purwokerto, Indonesia
e-mail: [email protected] ; [email protected]
Abstrak
Aturan pembuatan dan pembacaan sengkala mengacu pada prinsip angkanam
vamato gatih. Prinsip ini menjelaskan bahwa angka tahun yang terkandung dalam
sengkala dibaca dari arah kanan. Selain itu, pembacaan angka tahun harus
menggunakan basis sepuluh dan nilai tempat satuan, puluhan, ratusan, dan
seterusnya. Pada artikel ini akan dianalisis sengkala-sengkala yang cara pembuatan
dan pembacaannya melawan prinsip angkanam vamato gatih.
Kata Kunci:
angkanam vamato gatih, Asia Tenggara, basis sepuluh, nilai tempat,
sengkala.
1
Pendahuluan
Salah satu contoh pengguaan basis bilangan sepuluh di Nusantara (Indonesia) dan wilayah
Asia Tenggara lainnya (dalam hal ini Thailand, Kamboja dan Vietnam) ditemukan pada pembuatan
sengkala. Sengkala adalah sandi bilangan tahun (Prabowo, 2011). Dengan demikian, sengkala
digunakan sebagai media untuk menyatakan bilangan/angka tahun tertentu. Bilangan tahun tersebut
tidak dituliskan dalam bentuk angka, tetapi rangkaian kata. Oleh karena kata yang digunakan untuk
membuat sengkala mempunyai watak bilangan nol, satu dan seterusnya hingga sembilan (0, 1, 2, ....,
9) maka dari rangkaian kata tersebut diperoleh rangkaian angka. Rangkaian angka ini bukan
sembarang angka, tetapi akan menghasilkan angka tahun.
Dalam sengkala, rangkaian angka yang diperoleh dibaca dari arah kanan. Dengan
menggunakan basis bilangan sepuluh dan nilai tempat satuan, puluhan, ratusan, ribuan dan seterusnya
maka diperoleh bilangan tahun. Sebagai contoh, sengkala yang digunakan untuk menandai tahun
penulisan dua buah naskah Sunda (http://museumnaskah.unpad.ac.id/?page_id=67):
1. Naskah Sanghyang Siksakandang Karesian, ditulis pada tahun Saka (S) dalam bentuk
sengkala Nora Catur Saraga Wulan. Angka tahun yang dinyatakan sengkala tersebut
adalah 1440 S (± 1518 M).
2. Naskah Sanghyang Hayu, ditulis pada tahun Saka dalam bentuk sengkala Panca Warna
Catur Bumi. Angka tahun yang dinyatakan adalah 1445 S (± 1523 M).
Pembacaan angka tahun pada kedua contoh sengkala di atas dimulai dari sebelah kanan. Jadi,
posisi paling kanan adalah nilai tempat tertinggi (dalam kedua kasus di atas adalah ribuan). Nilai
tempat paling kiri adalah satuan. Prinsip yang digunakan dalam membaca angka tahun sengkala yang
dimulai dari arah kanan disebut prinsip angkanam vamato gatih. Prinsip angkanam vamato gatih ini
selanjutnya akan ditulis AVG. Prinsip AVG ini memberikan cara yang berbeda dibandingkan dengan
cara membaca angka dalam matematika. Tabel 1 menjelaskan persamaan dan perbedaan penyusunan
angka tahun pada sengkala dengan matematika.
No
1
2
3
Tabel 1. Persamaan dan Perbedaan Penyusunan Angka Tahun pada
Sengkala yang Menggunakan Prinsip Angkanam Vamato Gatih dengan Matematika
Persamaan dan Perbedaan Pembacaan Angka
Sengkala dengan Prinsip AVG
Matematika
Persamaan
Menggunakan basis bilangan sepuluh.
Menggunakan sepuluh buah dijit (0-9).
Menggunakan nilai tempat 10x, x = 0, 1, 2, .... (satuan, puluhan, ratusan dan seterusnya).
2
No
1
2
3
Perbedaan
Nilai tempat satuan pada posisi paling kiri.
Nilai tempat satuan pada posisi paling kanan.
Pembacaan angka tahun dimulai dari kanan
Pembacaan angka (tahun) dimulai dari kiri
(prinsip AVG).
(melawan prinsip AVG).
Hanya digunakan untuk pembacaan angka Digunakan untuk pembacaan angka apa saja
tahun.
termasuk angka tahun.
Pembacaan (dan pembuatan) sengkala harus mengikuti prinsip AVG. Kedua contoh sengkala
di atas dibuat oleh penulis Sanghyang Siksakandang Karesian dan Sanghyan Hayu dengan mengikuti
prinsip tersebut. Perhatikan tabel 2 berikut ini:
Tabel 2. Pembacaan Angka Tahun Sengkala berdasarkan Prinsip Angkanam Vamato Gatih
Nora
Catur
Saraga
Wulan
Sengkala
Satuan
Puluhan
Ratusan
Ribuan
Nilai Tempat
Nol
Empat
Empat
Satu
Watak Bilangan
satu ribu empat ratus empat puluh nol
Bilangan Tahun
seribu empat ratus empat puluh
1440
Angka Tahun
Sengkala yang berbunyi Nora Catur Saraga Wulan menunjuk bilangan tahun 1440 (Saka).
Bilangan tahun tersebut diperoleh berdasarkan watak bilangan tiap kata. Susunan/urutan kata di dalam
sengkala menunjukkan susunan bilangan tahun, berturut-turut dari kiri ke kanan dengan susunan
sebagai berikut (Prabowo, 2011):
Kata pertama menunjukkan angka satuan dari tahun (tahun)
Kata kedua menunjukkan angka puluhan dari tahun (dekade)
Kata ketiga menunjukkan angka ratusan dari tahun (abad)
Kata keempat menunjukkan angka ribuan dari tahun (milenium)
Sengkala Nora Catur Saraga Wulan tidak akan menghasilkan lafal bilangan seribu empat
ratus empat puluh dan angka 1440 apabila tidak digunakan basis bilangan sepuluh dan nilai tempat.
Fakta ini menjelaskan bahwa sejak tahun 732 M masyarakat Nusantara telah menggunakan basis
sepuluh, sepuluh buah dijit dan nilai tempat. Sengkala tertua dari Nusantara berasal dari tahun 732 M.
Hal yang sama untuk masyarakat Thailand (775 M), Kamboja (639 M), dan Vietnam (731 M).
Tidak hanya di Indonesia, di Thailand, Kamboja dan Vietnam juga ditemukan sengkala yang
berpedoman pada prinsip AVG. Di India juga ditemukan adanya sengkala. Tabel 3 memberikan
contoh-contoh sengkala dari Thailand, Kamboja dan Vietnam yang memenuhi prinsip AVG.
Table 3. Sengkala dari Kamboja, Vietnam, dan Thailand
yang Memenuhi Prinsip Angkanam Vamato Gatih
SENGKALA
Prasasti,
Satuan
Puluhan
Ratusan
Sengkala Lamba
(Tahun)
(Dekade)
(Abad)
THAILAND
Muni
Nava
Rasa
Ligor
Muni Nava Rasa
(7)
(9)
(6)
KAMBOJA
Mukha
Rtu
Vānai[r]
Ta Kev (K. 79)
mukhaṛtuvānai[r] gaṇite śakāpde
(1)
(6)
(5)
Catur
Būja
Vilā
Pra Khan (K. 161)
caturbūjavilāsaka
(4)
(2)
(9)
Mūrtti
Samudra
Kośa
Trabamn Samron (K. 1214)
Śāke mūrttisamudrakośagaṇite
(8)
(4)
(6)
Prasat Prah Khset (K. 237)
Nava
Mūrtti
Vile
(9)
(8)
(9)
navamūrttivile
Angka
Tahun
697 S
775 M
561 S
639 M
924 S
1002 M
648 S
726 M
989 S
1067 M
3
Po Nagar (C. 38)
śākekośanavaṛtuge
Po Nagar (C. 14)
kośāgamunibhiḥ śakarāje
Hà Trung (C. 113)
kayāgnimaṅgalayute
Śakapatisamaye
Po Nagar (C. 31 A2)
rasastavivare
VIETNAM
Kośa
(6)
Kośā
(6)
Kayā
(8)
Rasā
(6)
Nava
(9)
Ga
(7)
Gni
(3)
Rtu
(6)
Muni
(7)
Maṅgala
(8)
696 S
774 M
776 S
854 M
838 S
916 M
Sṭa
(8)
Vivare
(9)
986 S
1064 M
Pada artikel ini akan dipaparkan sengkala-sengkala yang dibuat dengan melawan prinsip
AVG. Sengkala-sengkala yang dimaksud diambil dari Indonesia, Kamboja dan Vietnam. Belum
ditemukan contoh sengkala dari Thailand yang melawan prinsip AVG.
2
Metode Penelitian
Tujuan penulisan artikel ini adalah memaparkan contoh-contoh sengkala yang dibuat dengan
melawan prinsip AVG. Akibatnya, pembaca sengkala juga harus membaca angka tahun dengan cara
yang sama, yaitu melawan prinsip AVG.
Penulisan artikel ini menggunakan metode penelusuran literatur berupa prasasti yang
memahatkan bilangan angka tahun (sengkala). Tidak semua prasasti menyertakan tahun. Prasasti
lainnya menyertakan tahun tetapi dalam bentuk angka atau lafal bilangan. Penelitian ini hanya
berfokus pada bilangan angka tahun yang menyatakan tahun dengan menggunakan sengkala
(kronogram).
3
3.1
Pembahasan
Watak Bilangan
Setiap sengkala dapat menyatakan angka tahun karena kata-kata yang menyusunnya memiliki
watak bilangan. Watak bilangan (Jawa: watak wilangan) adalah lafal bilangan, indeks bilangan atau
valensi yang diberikan pada suatu kata. Kata-kata dalam sengkala mewakili lafal bilangan, meskipun
kemudian lafal bilangan tersebut dinyatakan menjadi angka. Sebagai contoh, kata pancya atau panyca
menyatakan bilangan lima dan bilangan lima dapat dinyatakan dengan angka 5. Kata indria
menyatakan bilangan lima (5). Sedangkan rasa menyatakan bilangan enam (6).
Aturan untuk menentukan watak bilangan suatu kata disebut asta guru (asta = delapan dan
guru = pedoman/aturan). Mengenai asta guru dapat dilihat pada Bratakesawa (1980).
3.2
Sengkala
Sengkala adalah susunan kalimat atau rangkaian kata yang menandakan tahun tertentu dengan
pembacaan bilangan angka tahun dimulai dari belakang (kanan) atau mengikuti prinsip AVG.
Sengkala merupakan hitungan tahun yang tidak ditulis dengan angka, tetapi dengan kalimat. Dua
alasan ini cukup untuk menyatakan sengkala merupakan sandi bilangan tahun (Prabowo, 2010b).
Alasan-alasan lainnya telah diberikan oleh Prabowo (2011).
Dalam berbagai budaya nusantara, sengkala digunakan sebagai penanda bagi suatu peristiwa
yang telah dan akan terjadi. Meskipun tidak semua, beberapa sengkala dibuat dengan menyertakan
makna dan filosofi tertentu sehingga sengkala adalah rangkain kata yang penuh dengan makna.
Sengkala terdiri dari dua kata atau lebih, sehingga berupa kalimat (Prabowo, 2010a, 2011).
Struktur kalimat pada sengkala lebih didasarkan pada struktur bilangan tahun pada basis sepuluh
(tahun, dekade, abad, milenium), dibanding struktur gramatika kalimat (subyek, predikat, obyek,
keterangan). Penggunaan tahun, dekade, abad, milenium menunjukkan penggunaan nilai tempat yaitu
tahun = satuan, dekade = puluhan, abad = ratusan dan milenium = ribuan.
Struktur tahun dalam sengkala sesuai dengan prinsip angkanam vamato gatih harus mengikuti
urutan tahun, dekade, abad, milenium dan tidak dapat dibalik. Sengkala hanya digunakan untuk
menyatakan tahun sehingga sengkala Sirna (0) Ilang (0) Kertaning (4) Bumi (1) akan menyatakan
tahun, bukan banyaknya benda atau lainnya. Sengkala tersebut menyatakan tahun 1400 S (1478 M)
4
dan bukan tahun 0041 = 41 S (119 M). Sengkala Sirna Ilang Kertaning Bumi terdapat pada buku The
History of Java, Jilid II (Raffles, 1830).
Sengkala harus dituliskan dalam bahasa aslinya. Hal ini dimaksudkan agar angka tahunnya
dapat dibaca (diketahui). Kata sirna punya watak bilangan 0 (nol). Kata sirna apabila diterjemahkan
dalam bahasa Inggris menjadi lost. Kata lost tidak punya watak bilangan, sebab dalam bahasa Inggris
tidak ada yang dinamakan sengkala. Demikian juga dengan bahasa-bahasa lainnya. Apabila
diperlukan, penerjemahan harus menyertakan bentuk asli sengkalanya dan jika diperlukan menambah
dengan angka tahun yang dinyatakannya. Untuk memperjelas, dapat diberikan penjelasan arti
sengkala secara harfiah sesuai dengan bahasa yang digunakan dalam tulisan tersebut.
Di Kamboja dan Vietnam, sengkala dinamakan bhutasamkhaya. Di Indonesia sendiri
digunakan beberapa istilah seperti sengkala, sengkalan dan candrasengkala. Beberapa penelti
menggunakan istilah-istilah tertentu untuk menyebut sengkala, seperti (Annisa, 2011):
1. Bibhutibhusan Datta dan Avadhesh Narayan Singh menggunakan istilah ‘word numerals’
dalam bukunya yang berjudul History of Hindu Mathematics (1935).
2. Jan Gonda menggunakan istilah ‘sankala dan candrasankala’ dalam bukunya yang
berjudul Sanskrit in Indonesia (1952).
3. D.C. Sircar menggunakan istilah ‘numbers expressed by words’ dalam bukunya yang
berjudul Indian Epigraphy (1965).
4. Subrata Kumar Acharya menggunakan istilah ‘chronogrammatic expression’ dalam
bukunya yang berjudul Numerals in Orissan Inscriptions (2001).
5. Kim Plofker menggunakan istilah ‘concrete number’ dalam bukunya yang berjudul
Mathematics in India (2009).
Thomas Stamford Raffles (1830) menggunakan istilah chandra sangkala dalam bukunya The
History of Java. Peneliti-peneliti lain yang sebelumnya telah mengenal kronogram, menggunakan
istilah tersebut untuk sengkala. Bangsa Arab juga mengenal cara menyatakan angka tahun yang
sejenis dengan sengkala. Para peneliti juga menggunakan istilah kronogram untuk pengetahuan
bangsa Arab tersebut.
Secara umum, sengkala dapat dibagi menjadi dua yaitu sengkala yang berupa kalimat (ditulis
dengan bahasa dan aksara apapun) serta sengkala yang bukan berupa kalimat. Sengkala Kawihaji
Panyca pasagi adalah sengkala yang berupa kalimat dan disebut sengkala lamba. Selanjutnya,
sengkala yang bukan kalimat disebut sengkala memet atau sengkala pepet. Sengkala memet berbentuk
tiga dimensi misalnya ornamen atau relief pada candi, wayang kulit, keris, arca atau gapura dan
lainnya. Agar dapat diketahui bilangan tahunnya, sengkala memet harus diubah menjadi sengkala
lamba terlebih dahulu.
Klasifikasi lainnya berdasarkan kalender yang digunakan. Pada artikel ini sebagian besar
sengkala menggunakan kalender Saka. Konversi dari kalender Saka menjadi Masehi cukup dengan
menambah 78 (1555 S = 1633 M). Konversi dari kalender Jawa ke Masehi dengan menambah 78 pada
tahun 1633 M (1555 J = 1633 M) dan setiap 33 tahun Masehi angka penambahnya berkurang 1 (1946
J = 2013 M). Konversi dari kalender Hijriah ke Masehi dengan menambah 590 pada tahun 1633 M
(1043 H = 1633 M) dan setiap 33 tahun Masehi angka penambahnya berkurang 1 (1434 H = 2013 M).
Konversi-konversi di atas adalah konversi sederhana.
3.3
Sengkala dan Kronogram
Penggunaan kronogram banyak dilakukan di Eropa. Sengkala dapat disamakan dengan
kronogram. Hal ini disebabkan keduanya digunakan untuk menyatakan angka tahun. Ternyata,
budaya yang berbeda menghasilkan cara yang berbeda dalam menyatakan angka tahun.
Angka tahun pada kronogram dihitung berdasarkan penjumlahan angka-angka Romawi yang
terdapat pada kronogram tersebut. Kronogram Eropa dihitung dengan prinsip penjumlahan dari
angka-angka Romawi I = 1, V = 5, X = 10, L = 50, C = 100, D = 500 dan M = 1000 yang terdapat di
dalamnya. Dua ontoh kronogram dapat dilihat pada gambar 1.
5
Gambar 1. Kronogram pada gerbang Třebíč, Cekoslowakia, kronogram pada Holy Trinity Column di
Olomouc, Cekoslowakia, dan cover buku Diophantus' Arithmetica yang diterjemahkan ke dalam
bahasa Latin oleh Claude Gaspard Bachet de Méziriac
http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Chronogram_at_gate_in_T%C5%99eb%C3%AD%C4%8D,_Czech_Republic.jpg
http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Holy_Trinity_Column_-_chronogram_south.JPG
http://en.wikipedia.org/wiki/Diophantus#mediaviewer/File:Diophantus-cover.jpg
Gambar 1 kiri terdapat tulisan yang merupakan kronogram berbunyi MORS DEO CARA
CAPUT CORONA CINGIT dan menyatakan tahun MDCCCCII atau 1902 Masehi. Gambar 1
tengah terdapat tulisan yang merupakan kronogram berbunyi GLORIA DEO PATRI, DEO FILIO,
DEO PARACLETO menyatakan tahun LIDIDILIDCL = DDDCLLLIIII atau 1754 Masehi. Gambar 1
kanan adalah sampul buku yang mengusung tahun penerbitan MDCXXI atau 1621 Masehi tetapi
bukan kronogram.
Penyamaan sengkala dengan kronogram memunculkan istilah baru. Sengkala lamba yang
berupa kalimat yang dapat dibaca/diucapkan diberi nama kronogram verbal sedangkan sengkala
memet yang dapat dilihat dan diraba adalah kronogram visual. Kronogram verbal ditemukan di
Indonesia, Thailand, Vietnam, Kamboja dan India. Kronogram visual sejauh data yang diperoleh
penulis hanya ditemukan di Indonesia. Prabowo (2010b) telah memaparkan perbedaan antara
sengkala dengan kronogram dari sudut pandang matematika.
Bangsa Arab juga mengenal kronogram dalam bentuk yang menyerupai sengkala lamba tetapi
angka tahun dihitung berdasarkan penjumlahan watak bilangan dari huruf-huruf yang menyusun katakata tersebut. Nilai/valensi tiap huruf telah ditentukan dalam abajadun. Berikut ini adalah abajadun
dengan nilai tiap huruf 1, 2, ..., 9, 10, 20, ....., 90, 100, 200, ..., 1000.
a ba ja dun
ha wa zun
kha tho ya kun
la ma nun,
sa ‘a fa shun
qa ra syun
ta tsa kho dzun
dha zha ghun.
Contoh kronogram Arab adalah persembahan Sultan Turki Utsmani ke-10 yaitu Sultan
Suleiman I (berkuasa 1520-1566) untuk mengenang kematian anaknya pada tahun 1543 M yang
bernama Sultan Mehmed. Sultan Suleiman I membuat kronogram yang artinya “Pangeran yang tiada
taranya, Sultan Mehmed-ku”. Kronogram yang dimaksud dapat ditemukan pada buku Muhibbî
(Kanunî Sultan Süleyman) yang berbahasa Turki (http://id.wikipedia.org/wiki/Suleiman_I). Bunyi
kronogramnya adalah Şehzadeler güzidesi Sultan Muhammed’üm. Dengan menggunakan abajadun
diperoleh angka tahun tahun 995 H, sekitar 1543 M.
Penggunaan kronogram yang serupa dengan kronogram Arab juga ditemukan pada
masyarakat Jawa. Aksara Jawa Hanacaraka digunakan untuk keperluan perhitungan hari baik untuk
pernikahan. Huruf-huruf dalam aksara Jawa diberi valensi/indeks dari 1-20 (Prabowo dan Sidi, 2014).
Valensi numerik pada aksara Jawa disebut neptu aksara.
ha
pa
na
dha
ca
ja
ra
ya
ka
nya
da
ma
ta
ga
sa
ba
wa
tha
la
nga
6
Neptu tersebut diterapkan pada nama (asma) kedua mempelai sehingga diperoleh neptu asma
masing-masing pengantin. Sebagai contoh mempelai laki-laki bernama Gurihin dan wanitanya
bernama Puspaningrum. Neptu asma Gurihin adalah gu = ga = 17; ri = ra = 4; hi = ha = 1; n huruf
mati tidak dihitung sehingga neptu asma-nya adalah 22. Neptu asma Puspaningrum adalah pu = pa =
11; s huruf mati; pa = 11; ni = na = 2; ng huruf mati, ru = ra = 4; m huruf mati. Jadi, neptu asma
Puspaningrum adalah 26. Konsep ini banyak dibahas dalam dunia ilmiah, tetapi karena berbau klenik
maka aplikasi praktisnya kembali kepada individu masing-masing.
Pasangan pengantin akan hidup penuh kasih sayang dan tidak akan bercerai sebab 22 dan 26
dibagi 9 akan bersisa 4 dan 8. Sisa 4 dan 8 menurut primbon mempunyai anasir asih dan langgeng.
Penggunaan neptu aksara tidak ditemukan untuk menyatakan angka tahun sebab neptu tiap-tiap
aksara bernilai kecil (satuan dan puluhan) yang tidak cukup memungkinkan untuk menghasilkan
angka tahun.
Prinsip Angkanam Vamato Gatih
Dalam bahasa Indonesia, angka 74.925 akan dilafalkankan "tujuh puluh empat ribu sembilan
ratus dua puluh lima". Pelafalan tersebut didasarkan pada proses penjumlahan 74.925 = 70.000 +
4000 + 900 + 20 + 5. Berbeda dengan bahasa Sanskerta, angka dilafalkan mulai dari dijit paling
kanan. Angka 74.925 dilafalkan "panca (5) dvadasa (20) navasata (900) catursahasrena (4.000)
saptalaksa (70.000)". Pelafalan tersebut didasarkan pada proses penjumlahan 74.925 = 5 + 20 + 900 +
4.000 + 70.000. Pelafalan angka seperti ini didasarkan pada konsep angkanam vamato gatih.
Penerapan konsep ini ditemukan dalam sengkala dan masih terus digunakan hingga hari ini.
Bahasa Sansekerta juga menggunakan cara pelafalan angka seperti pada Bahasa Indonesia.
Contohnya ditemukan pada Prasasti Tugu (325 S = 403 M) dari Jawa Barat yaitu satsahasrena
(6.000) sasatena (100) dvawingsena (22) yang artinya enam ribu seratus dua puluh dua.
3.4
Sengkala yang Melawan Prinisp Angkanam Vamato Gatih
Seharusnya sengkala dibuat dengan mematuhi prinsip AVG. Tiga sebuah sengkala dari
Sumatera dan sebuah sengkala dari Jawa Barat diketahui dibuat dengan melawan prinsip tersebut.
Dengan demikian, angka tahun pada keempat sengkala tersebut dibaca dari arah kiri atau serupa
dengan pembacaan angka dalam matematika. Tabel 4 menampilkan sengkala-sengkala yang
dimaksud.
3.5
Tabel 4. Sengkala dari Indonesian yang melawan prinisp Angkanam Vamato Gatih
Prasasti
Sengkala
Angka
Tahun
Kebon Kopi II
i kawihaji pancya pasagi
854 S
(Pasir Muara)
i Kawihaji (8) Pancya (5) Pasagi (4)
932 M
Bukit Gombak II
śakagataśaśipakṣe dvāra .........
129X S
śakagata Saśi (1) Pakṣe (2) Dvāra (9) ..... (X)
?M
Saruaso I
bhūḥkarṇṇenavadarśśane śakagate
1292 S
Bhūḥ (1) Karṇṇe (2) Nava (9) Darśśane (2) śakagate
1370 M
Rambahan
muladvau karaṇe pataṅgacaraṇe navānta
1269 S
(Amoghapasa)
Mula (1) Dvau (2) Karaṇe-Pataṅga-Caraṇe (6) Navānta (9)
1347 M
Sengkala pada Prasasti Rambahan (Amoghapasa) mengusung frase Karaṇe-Patanga-Caraṇe
pada posisi ratusan dengan watak bilangan enam (6). Frase tersebut berarti sesuatu (binatang) yang
mempunyai enam buah kaki, seperti lebah. Belum ditemukan sengkala memet yang menghasilkan
sengkala lamba yang melawan prinsip AVG.
Dari Kamboja dan Vietnam juga ditemukan sengkala-sengkala yang melawan prinsip AVG.
Prasasti-prasasti tersebut ditulis dengan bahasa Sanskerta, Kamboja dan Vietnam atau campuran
Sanskerta-Kamboja dan Sanskerta-Vietnam. Tabel 5 menampilkan sengkala-sengkala tersebut, tiga
dari Vietnam dan satu dari Kamboja.
7
Table 5. Sengkala dari Kamboja dan Vietnam yang Melawan Prinsip Angkanam Vamato Gatih
Prasasti
Sengkala
Angka Tahun
VIETNAM
Nhon Hai Peninsula
eka loka naya rāma
1323 S
(C. 214)
Eka (1) Loka (3) Naya (2) Rāma (3)
1401 M
Nui Ben Lang (C.56)
śaka candraḥ triyaḥ pañca maṃgala
1358 S
śaka Candraḥ (1) Triyaḥ (3) Pañca (5) Maṃgala (8)
1436/7 M
Cheo Reo (C. 43)
di śaka śaśāṃka vahutauva rāja rāja vātakena
1??5 S
di śaka Saśāṃka (1) Vahutauva Rāja Rāja Vātakena
?M
KAMBOJA
Lolei (K. 323)
Candrenduvasubhūbhujā
1182 S
Candren (1) Duva (1) Subhū (8) Bhujā (2)
1260 M
3.6
Analisis
Sengkala dapat dipandang sebagai sandi bilangan tahun, yaitu deretan kata berupa kalimat
atau bukan kalimat yang mengandung bilangan tahun, dengan susunan menyebutkan lebih dahulu
angka satuan, puluhan, ratusan, kemudian ribuan. Struktur bilangan tahun pada sengkala mengikuti
pola AVG adalah (Prabowo, 2011)
kata pertama
___________
satuan (ekan)
kata kedua
_____________
puluhan (dasan)
kata ketiga
_____________
ratusan (atusan)
kata keempat
___________
ribuan (ewon)
Beberapa alasan dapat dimajukan sehubungan dengan kesimpulan sengkala sebagai sandi
bilangan tahun, antara lain (Prabowo, 2011):
1. Sengkala dibuat dalam bentuk kalimat, bukan dalam bentuk angka.
2. Kata-kata yang digunakan dalam sengkala, dapat ditentukan watak bilangannya sehingga
membentuk bilangan tahun tertentu. Watak bilangan tidak lain merupakan bentuk
panyandian dari kata menjadi bilangan yang kemudian dituliskan dalam bentuk lambang
bilangan atau angka.
3. Rangkaian bilangan atau angka yang diperoleh dari masing-masing kata yang digunakan
pada sengkala tidak serta merta menyatakan bilangan tahun yang dikandung oleh
sengkala tersebut. Bilangan tahun baru diperoleh setelah dilakukan pembacaan secara
terbalik. Adanya proses pembacaan secara terbalik juga merupakan bentuk penyandian.
4. Susunan kata-kata dalam sengkala mengikuti kaidah atau pola. Jika pola ini tidak diikuti,
maka bilangan yang diperoleh tidak akan merupakan bilangan tahun. Kaidah ini adalah
penggunaan nilai tempat pada basis sepuluh secara berurutan
Keempat alasan di atas terkait dengan sengkala yang pembacaan angka tahun berasarkan
prinsip AVG. Pada sengkala yang pembuatannya melawan prinsip AVG, ternyata tetap
memperhatikan susunan berurut 10x dengan x = 0, 1, 2, .... Jadi, sengkala yang melawan prinsip AVG
tetap merupakan sengkala, bukan anti-sengkala sehingga tetap dapat digunakan sebagai angka tahun.
Sengkala yang pembuatannya melawan prinsip AVG tetap dapat disebut sandi bilangan
tahun. Syarat 1, 2 dan 4 di atas tetap dipenuhi. Syarat ketiga dipenuhi dengan mengubah urutan
pembacaan angka tahun dari kiri ke kanan. Pembacaan angka tahun dari kiri ke kanan serupa dengan
pembacaan dalam matematika sehingga syarat ketiga tidak mendukung sengkala sebagai sandi
bilangan tahun. Jadi, sengkala yang pembuatannya melawan prinsip AVG tetap merupakan sandi
bilangan tahun berdasarkan syarat 1, 2 dan 4.
Pada tabel 1 telah diberikan perbedaan dan persamaan antara sengkala yang pembuatannya
menggunakan prinsip AVG dengan matematika. Selanjutnya, persamaan dan perbedaan antara
sengkala yang pembuatannya melawan prinsip AVG dengan matematika diberikan pada tabel 6.
8
No
1
2
3
4
5
No
1
Tabel 6. Persamaan dan Perbedaan Penyusunan Angka Tahun pada
Sengkala yang Melawan Prinsip Angkanam Vamato Gatih dengan Matematika
Persamaan dan Perbedaan Pembacaan Angka
Sengkala
Matematika
Persamaan
Menggunakan basis bilangan sepuluh.
Menggunakan sepuluh buah dijit (0-9).
Menggunakan nilai tempat 10x, x = 0, 1, 2, .... (satuan, puluhan, ratusan dan seterusnya).
Nilai tempat satuan pada posisi paling kanan.
Pembacaan angka dimulai dari kiri (melawan prinsip AVG).
Perbedaan
Hanya digunakan untuk pembacaan angka Digunakan untuk pembacaan angka apa saja
tahun.
termasuk angka tahun.
Struktur bilangan tahun pada sengkala yang melawan prinsip AVG adalah
kata pertama
___________
ribuan (ewon)
kata kedua
_____________
ratusan (ratusan)
kata ketiga
______________
puluhan (dasan)
kata keempat
_____________
satuan (ekan)
Sengkala yang mengusung angka tahun yang sama apabila dibaca dari kanan atau dari kiri
(palindrom angka tahun) harus dinyatakan sebagai sengkala yang mengikuti prinsip AVG. Aturan
utama pembuatan sengkala adalah menggunakan prinsip AVG. Sebagai contoh Nava (9) Mūrtti (8)
Vile (9) menyatakan tahun 989 S dengan pembacaan menurut prinsip AVG. Contoh lain tersedia pada
tabel 3.
Sengkala yang satu atau dua kata paling kiri mempunyai watak bilangan nol (0) harus dibaca
dengan mengikuti prinsip AVG. Sebagai contoh Sirna (0) Ilang (0) Kertaning (4) Bumi (1)
menyatakan tahun 1400. Namun, apabila sengkala serupa dibuat untuk menandai peristiwa yang
terkait dengan fakta sejarah pada tahun 41 maka pembacaannya dengan melawan prinsip AVG.
Tabel 7 menyajikan perbedaan dan persamaan antara penggunaan prinsip AVG dengan lawan
prinisp AVG dalam hal pembacaan bilangan tahun.
No
1
2
3
4
5
No
1
2
Tabel 7 Persamaan dan Perbedaan Sengkala Berdasarkan Cara Pembacaan Angka Tahunnya
Prinsip AVG
Melawan Prinisp AVG
Persamaan
Menggunakan basis 10
Menggunakan nilai tempat yang berurutan 10x, x = 0, 1, 2, ....
Menggunakan sepuluh buah dijit 0, 1, 2, ...., 9
Digunakan untuk menyatakan tahun
Merupakan sandi bilangan tahun
Perbedaan
Nilai tempat satuan pada posisi paling kiri
Nilai tempat satuan pada posisi paling kanan
Pembacaan angka dimulai dari kanan
Pembacaan angka dimulai dari kiri
Saran dalam pembuatan sengkala adalah adanya makna yang terkandung dalam sengkala
tersebut. Makna yang dibentuk selaras dengan peristiwa yang disengkalani (dibuatkan sengkala
sebagai penanda peristiwa tersebut). Dalam sengkala yang memenuhi prinsip AVG, pembacaan angka
tahun dimulai dari kanan tetapi pembacaan sengkala tetap dari kiri sehingga maknanya pun terbentuk
dengan pembacaan dari kiri.
Dalam sengkala yang melawan prinsip AVG, pembacaan angka tahun dimulai dari kiri.
Pembacaan sengkala tetap dari kiri sehingga maknanya pun terbentuk dengan pembacaan dari kiri.
Perbandingan ini menjelaskan bahwa pemaknaan sengkala tidak dapat digunakan untuk menentukan
manakah sengkala yang angka tahunnya dibaca sesuai atau melawan prinsip AVG.
9
4
Kesimpulan
Kronogram Eropa dan kronogram Arab tidak menyertakan perhitungan yang melibatkan nol
(0). Sebaliknya, perhitungan angka tahun pada sengkala menyertakan kata-kata yang memiliki watak
bilangan nol (0), misalnya ilang, sirna, kombul, sunya, das, dan lain-lain.
Prabowo (2011) menyatakan terdapat dua struktur sengkala yang pembuatannya memenuhi
prinsip AVG, yaitu:
Struktur 1:
tahun + dekade + abad + milenium
Struktur 2:
tahun + dekade + abad
Pada struktur 1, tahun, dekade, abad dan milenium dapat diisi dengan kata-kata yang memiliki watak
bilangan 0 sampai 9. Demikian juga pada struktur kedua, kecuali pada bagian abad dapat diisi dengan
kata-kata yang mempunyai watak bilangan puluhan.
Struktur pertama pada sengkala yang melawan prinsip AVG mengalami perubahan menjadi
Struktur 1:
milenium + abad + dekade + tahun
Pada struktur ini, tahun, dekade, abad dan milenium dapat diisi dengan kata-kata yang memiliki watak
bilangan 0 sampai 9. Dengan kata lain
Kata pertama menunjukkan angka ribuan dari tahun (milenium)
Kata kedua menunjukkan angka ratusan dari tahun (abad)
Kata ketiga menunjukkan angka puluhan dari tahun (dekade)
Kata keempat menunjukkan angka satuan dari tahun (tahun)
Secara matematika, pada struktur ini dapat ditambahkan kata (-kata) yang berwatak bilangan nol (0)
di sebelah kiri kata pertama.
Struktur ke-2 tidak ditemukan pada sengkala yang melawan prinsip AVG. Dengan demikian,
tidak akan pernah digunakan kata-kata yang memiliki watak bilangan 10, 11, 12, .... Dengan kata lain
tidak ada bilangan abad.
Matematika tidak dapat membantu menentukan sengkala mana yang harus dibaca sesuai atau
melawan prinsip AVG. Peneliti matematika yang berminat dalam kajian sengkala harus mengetahui
jalannya sejarah. Pembacaan angaka tahun sesuai atau melawan prinsip AVG ditentukan berdasarkan
kesesuaiannya dengan jalannya (fakta) sejarah.
Referensi
Annisa (2011). Penggunaan kronogram di Indonesia, Vietnam, dan Kamboja Abad VII-XIV M:
Pendekatan arkeologis dan epigrafis, Tesis pada Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Program
Studi Magister Arkeologi, Universitas Indonesia, Depok, Jakarta.
Bratakesawa, R. (1980). Keterangan Candrasengkala. Jakarta: Balai Pustaka.
http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Chronogram_at_gate_in_T%C5%99eb%C3%AD%C4%8D,
_Czech_Republic.jpg [Diakses 24 Juni 2014].
http://commons.wikimedia.org/wiki/File:Holy_Trinity_Column_-_chronogram_south.JPG [Diakses
24 Juni 2014].
http://en.wikipedia.org/wiki/Diophantus#mediaviewer/File:Diophantus-cover.jpg [Diakses 24 Juni
2014].
http://id.wikipedia.org/wiki/Suleiman_I [Diakses 24 Juni 2014].
http://museumnaskah.unpad.ac.id/?page_id=67 [Diakses 21 Juni 2014].
Prabowo, A. (2010a). Menalar Sengkala Merajut Matematika. Jurnal Edumat PPPPTK Oktober 2010;
Vol. 1 No. 2; 20-34.
Prabowo, A. (2010b). Bilangan dalam Khasanah Budaya Jawa. Makalah pada Seminar Nasional
Matematika dan Pendidikan Matematika 2010, Universitas Negeri Yogyakarta, November
2010.
Prabowo, A. (2011). Sengkala: Sandi Bilangan Tahun. Makalah pada Seminar Nasional Matematika,
2011, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, Oktober 2011
Raffles, T.S. (1830). The History of Java. Vol II, Second Edition. John Murray. London.
Download