Menjadikan Pengajaran dan Pembelajaran Bermutu Suatu Prioritas Utama Puji Iryanti Hampir setiap tahun tim Education for All Global Monitoring menerbitkan laporan pencapaian negara-negara di dunia dalam memberikan pendidikan dasar bagi semua rakyatnya.Gerakan Education for All ini dimulai di World Conference on Education for All pada tahun 1990 di Jomtien, Thailand.Pertemuan ini menargetkan pada tahun 2000 semua negara berhasil memberikan pendidikan dasar kepada rakyatnya dan menuntaskan buta huruf.Sayangnya, sampai tahun 2000 belum semua negara berhasil mencapai target.Pada pertemuan di Dakar, Senegal tahun 2000, masyarakat internasional memperbarui komitmen untuk mencapaipendidikan dasar bagi semua rakyat pada tahun 2015.Pertemuan menelurkan 6 tujuan yaitu (1) pendidikan usia dini, (2) akses ke pendidikan dasar yang bermutu dan gratis bagi semua anak, terutama untuk anak-anak perempuan, anak-anak dari suku minoritas dan dari lingkungan yang sulit (3) akses generasi muda dan orang dewasa ke program-program keterampilan, (4) peningkatan 50% penduduk yang melek huruf khususnya kaum wanitadan akses ke pendidikan dasar dan lanjut bagi orang dewasa, (5) menyeimbangkan perbedaan gender pada pendidikan dasar dan sekunder sampai tahun 2005 dan mencapai kesetaraan gender pada tahun 2015, dan (6) memperbaiki mutu pendidikan sehingga semua penduduk bisa membaca, berhitung dan memiliki keterampilan hidup dasar. “Teaching and Learning: Achieving quality for all” menjadi tema Education for All Global Monitoring Report (EFA GMR) 2013/4. Salah satu yang dibahas dalam laporan ini adalah penekananpada kebijakan nasional untuk menjadikan pengajaran dan pembelajaran bermutu merupakan suatu prioritas utama.Di samping itujuga ditekankan pentingnya menjamin semua siswa di sekolah mendapatkan pengetahuan dan keterampilan dasar 1 yang harus mereka miliki.Laporan inimereview 40 kebijakan nasionalyang dibahas dalam Bab 5.Rencana memperbaiki mutu pendidikan khususnya untuk siswa yang kurang beruntung (penyandang cacat, kaum minoritas, dan mereka yang tidak diuntungkan secara geografis) ditelaah dalam aspek memperbaiki mutu pembelajaran, memperbaiki mutu guru danmanajemennya, pendanaan dan mencukupi kekurangan tenaga guru. Memperbaiki Mutu Pembelajaran Meskipun memperbaiki mutu pendidikan dan hasil pembelajaran sangat penting dinyatakan secara eksplisit dalam kebijakan nasional, ternyata hanya 26 rencana memuat hasil pembelajaran sebagai suatu tujuan strategis.Hasil belajar merupakan suatu prioritas utama dalam 15 rencana, sementara dalam 11 rencana lebih dianggap sebagai hasil dari meningkatkan mutu sistem pendidikan. Laporan ini mengungkapkan bahwa 40 kebijakan tersebut mencakup secara terbatas kebutuhan pendidikan siswa yang kurang beruntung.Meskipun demikian, semua kebijakan itu umumnya hanya memfokuskan pada perbaikan akses pendidikan, danmengakibatkan pembelajaran sering menjadi hasil sampingan saja. Semua kebijakan itu juga memberikan perhatian kepada anak-anak yang berkebutuhan khusus. Kebanyakan bertujuan untuk mereformasi kurikulum dalam hal tertentu, sebagai contoh, Bangladesh memecah kurikulum pendidikan dini menjadi keterampilan yang terdefinisi dengan jelas dan hasil belajar; sementara Guyana menginginkan reformasi untuk memperbaiki pembelajaran kelompok-kelompok yang kurang beruntung, khususnya suku minoritas dan orang-orang miskin. Selain itu, beberapa kebijakan memuat: Pentingnya pengajaran siswa dalam bahasa ibu khususnya di pendidikan dini, meskipun ini hanya ditemukan dalam kurang dari separuh kebijakan. Kamboja, Lao PDR dan Namibia memuat kepentingan ini dalam dokumennya. Menggunakan data pencapaian pembelajaran untuk mengidentifikasi cara memperbaiki pembelajaran siswa. 1 The 40 countries whose education plans are included in the analysis are Afghanistan, Bangladesh, Belize, Bhutan, Cambodia, Ecuador, Egypt,Ethiopia, the Gambia, Ghana, Guinea-Bissau, Guyana, India, Indonesia, Jamaica, Kenya, the Lao People’s Democratic Republic, Lebanon, Lesotho, Liberia, Malawi, Mauritius, Mozambique, Namibia, Nepal, Nigeria, Palestine, Papua New Guinea, Rwanda, Sierra Leone, South Africa, Sri Lanka, Sudan (pre-secession), Swaziland, the United Republic of Tanzania, Timor-Leste, Uganda, the United Arab Emirates, Zambia and Zimbabwe. 1 - Cara inovatif untuk memperbaiki pembelajaran, sebagai contoh Guyana mengenalkan pengajaran radio interaktif sebagai alat pendukung pengajaran matematika dalam pendidikan dini; Afrika Selatan melibatkan orang tua dalam diskusi tentang pembelajaran anak-anak mereka. Laporan inimengharapkan semua negara untuk meningkatkan standar pembelajaran bagi anak-anak dari kelompok yang paling kurang beruntung.Lebih lanjut juga disoroti kenyataan bahwa banyak Negara belum memiliki target dan indikator untuk hal ini atau suatu sistem penilaian berskala nasional. Mengatasi Mutu Guru Dan Manajemen Terutama Untuk Peserta Didik Yang Kurang Beruntung Umumnya 40 negara tersebut merencanakan untuk mengatasi mutu guru dan manajemen dalam 2 pendekatan.Yang pertama adalah memperbaiki program pendidikan guru, ini ditemukan dalam 17 kebijakan.Yang kedua adalah pelatihan pendidik guru, ini termuat dalam 16 kebijakan. Kebanyakan kebijakan bertujuan untuk memperbaiki mutu pengajaran dengan cara meningkatkan standar mutu guru, contohnya Bangladesh. Lainnya menekankan pendekatan lebih modern seperti penataran guru berbasis gugus sekolah yang direncanakan oleh Kenya, Namibia, Sudan dan Timor-Leste. Rwanda ingin menggunakan mentor di setiap sekolah untuk mendukung pengembangan guru. Belize memiliki rencana untuk memperbaiki induksi dan pelatihan untuk guru-guru pemula. Pelatihan untuk guru-guiru pendidikan non-formal termasuk dalam 11 kebijakan.Bekerja bersama Organisasi non-Pemerintah (NGO-Non Government Organisation) merupakan alternatif yang dipilih oleh Uganda untuk melatih guru-guru sekolah dasar di daerah perkotaan dan pedesaaan yang kurang beruntung. Tampaknya semua kebijakan tidak mengungkapkan secara eksplisit bahwa memperbaiki mutu pengajaran adalah suatu cara untuk meningkatkan hasil pembelajaran. Di Kenya, penataran bertujuan untuk meningkatkanmutu pembelajaran para siswa lulusan sekolah dasar di distrik berkinerja jelek. Rencana Afrika Selatan lebih rinci daripada yang lain yaitu menyoroti perekrutan guru-guru baru sebagai kunci dalam mencapai standar pembelajaran yang diperlukan. Sri Lanka menghubungkan perekrutan dengan mutu dan hasil pembelajaran. India menghubungkan desentralisasi perekrutan guru dengan mutu pendidikan, yang sebagai akibatnya akanberimbas dengan hasil pembelajaran. Strategi untuk mempertahankan guru-guru terbaik meliputi 2 cara yaitu memperbaiki gaji guru yang diajukan oleh 10 negara; dan memperbaiki jenjang karir, diajukan oleh 18 negara.Kinerja guru merupakan salah satu perhatian.Dari 40 kebijakan, 14 memfokuskan pada kepedulian guru terhadap pembelajaran siswa dan 20 memuat sistem pengelolaan kinerja guru atau kerangka kompetensi untuk memonitor dan membimbing praktik guru.Penggajian berbasis kinerja diajukan oleh Kamboja, Jamaika, Sri Lanka dan Timor Leste. Beberapa dokumen menargetkan reformasi guru dalam memperbaiki pembelajaran untuk siswa-siswa kurang beruntung, umumnya dengan menyebarkan guru ke daerah-daerah sulit. Kamboja, Ghana, Liberia dan Papua New Guinea melakukan ini dengan memberikan bea siswa kepada calon guru dari daerah sulit umumnya calon guru dengan kemampuan berbahasa khusus. Dari 28 dokumen yang berhubungan dengan penyebaran guru, 22 diantaranya memberikan insentif utamanya pada perumahan dan uang.Pengakuan bahwa guru-guru wanita dapat memperbaiki pembelajaran siswa-siswa wanita ditemukan dalam dokumen Afganistan.Negara ini merencanakan untuk menambah guru-guru wanita sebanyak 50%sampai tahun 2014.Insentif yang diberikan termasuk perumahan untuk guru wanita dan pelatihan guru untuk para wanita dari daerah terpencil dan yang belum memenuhi persyaratan kualifikasi.Pelatihan metodologi pengajaran multi-kelas untuk guru-guru daerah terpencil ditemukan dalam dokumen Kenya, Kamboja dan Papua New Guinea. Hal ini disebabkan di daerahdaerah terpencil banyak siswa dalam satu kelas seringkali hanya sedikit sehingga guru sering harus mengajar beberapa kelas berbeda pada jam pelajaran yang sama. Membantu siswa-siswa kelas 6 dan 7 yang belum mencapai standar membaca dan berhitung direncanakan oleh Guyana. Membangun kapasitas guru untuk mendukung program tersebut merupakan suatu prioritas, demikian juga mengembangkan materi-materi yang berkaitan dan pembelajaran jarak jauh melalui televisi dan DVD untuk mendukung program remedial. Merupakan hal yang sangat penting untuk melibatkan para guru dan organisasi persatuan guru dalam memperbarui kebijakan. Ketika guru-guru berperan dalam fase perencanaan mereka akan terus berperan 2 dalam pelaksanaan kebijakan itu. Pengalaman Norwegia menunjukkan bahwa guru-guru dan organisasinya mendapatkan manfaat dari keterlibatan mereka dalam pembaharuan kebijakan. Pada tahun 2009 Norwegia meningkatkan status profesi mengajar, memperbaiki mutu pendidikan guru,meningkatkanjumlah pengembangan profesi bermutu tinggi dalam suatu kerangka kompetensi guru yang disepakati dan memperbaiki mutu pemimpin sekolah. Proses ini melibatkan Kementrian Pendidikan, Organisasi Persatuan Guru dan organisasi-organisasi yang mewakili pendidikan guru dan pemimpin sekolah pada level nasional dan regional. Hasilnya, profesi mengajar memperoleh peringkat lebih tinggi, meningkat dari 14% pada tahun 2008 ke 59% pada tahun 2010. Di tahun 2011 jumlah peminat lembaga-lembaga pendidikan guru meningkat sebanyak 38% daripada tahun sebelumnya.Juga ditemukan ada peningkatan signifikan jumlah peminat lelaki yang dulunya tidak cukup terwakili di profesi ini (Asia Society Partnership for Global Learning, 2011). Keterlibatan organisasi persatuan guru telahmembawa perbaikan terhadap kebijakan untuk membantu siswasiswa yang kurang beruntung.Di Negara bagian Plurinational Bolivia, Serikat Guru Pendidikan Desa adalah alat untuk memperbaiki mutu pendidikan penduduk asli dengan menitikberatkan pada kebutuhan bilingual, dan pendidikan multibudaya.Pengajaran menggunakan bahasa pribumi Aymara dan Quechua menyumbang angka penurunan buta huruf. Pendanaan Anggaran untuk pengajaran dan pembelajaran ditemukan secara rinci dalam 16 dokumen.Anggaran ini utamanya untuk pendidikan guru, buku teks dan materi pembelajaran. Papua New Guinea and Malawi menganggarkan lebih dari seperlima anggarannya untuk peningkatan mutu, sementara Lao PDR, Palestina dan Sudan hanya menganggarkan maksimal 5%.Hanya beberapa dokumen yang menganggarkan untuk siswa-siswa yang kurang beruntung.Bangladesh merincikan anggaran untuk item seperti penilaian berbasis kelas dan sekolah, pengembangan kurikulum, penyebaran buku teks dan pengembangan dan pendidikan guru. Perencanaan anggaran tidak selalu menggambarkan situasi yang sebenarnya. Dalam dokumen beberapa negara, rencana biaya belanja lebih besar daripada anggaran pendidikan total yang tersedia. Rencana belanja Lesotho mengambil 80% daridana yang tersedia sedangkan Malawi menganggarkan 92%. Banglades mengharapkan 28% dari komponen pengajaran dan pembelajaran didanai dari bantuan.Palestina hanya menganggarkandana untuk 77% komponen mutu dalam skenario optimal rencana pendidikan. Dengan adanya celah ini timbul suatu pertanyaan apakah cita-cita negara-negara ini untuk memperbaiki mutu pendidikan dapat tercapai dan apakah donor dapat mendanai rencana-rencana tersebut. Mencukupi Kekurangan Tenaga Guru Kekurangan guru akan menghambat pencapaian Pendidikan Dasar Universal (Universal Primary EducationUPE). Perencanaan yang baik dalam mencukupi kekurangan ini sangat penting. Data tentang banyak guru yang ada, berapa banyak yang akan pensiun/berhenti dan berapa banyak guru yang diperlukan untuk mencapai tenggat waktu Pendidikan Untuk Semua (Education For All - EFA) tahun 2015 jelas sangat diperlukan. UNESCO Institute forStatistics (UIS) menganalisa data kekurangan guru untuk mencapai UPE yang disajikan dalam diagram di bawah ini. 3 - - - Antara tahun 2011- 2015, sekitar 5,2 juta guru sekolah dasar perlu direkrut, termasuk penggantian dan penambahan guru untuk mencapai Pendidikan Dasar Universal. Jika tujuan diubah sampai tahun 2020, banyak guru yang dibutuhkan menjadi 13,1 juta selama 9 tahun. Jika tenggat waktu diperpanjang sampai tahun 2030 perlu direkrut 20,6 juta guru selama 19 tahun. Dari 93 negara yang memerlukan penambahan guru-guru sekolah dasar, 32 negara berada di Sub-Sahara Afrika dan memerlukan 0,9 juta guru. Dari 93 negara, 37 akan dapat menjembatani gap pada tahun 2015. Dari 3,7 juta guru yang harus diganti, 0,7 juta guru diperlukan di Sub-Sahara Afrika. Gambar 1 Tantangan terbesar berada di Sub-Sahara Afrika sebagaimana ditunjukkan Gambar 2. - - Gap guru paling besar dimiliki oleh Nigeria. Antara tahun 2011 sampai 2015 negara tersebut memerlukan 212.000 guru-guru sekolah dasar. Jumlah itu sebanyak 13% dari total kekurangan guru dunia. Beberapa alasan negara-negara memerlukan guru: • Di Nigeria, Pakistan dan Yaman, pendaftaran sangat rendah sehingga guru-guru tambahan diperlukan untuk menjamin supaya anak-anak sekolah • Ethiopia, Malawi, the United Republic of Tanzania dan Zambia, mutu pendidikan perlu ditingkatkan dengan mengurangi banyak siswa dalam kelas • Di Malawi, banyak guru tidak cepat berkembangmengakibatkanrasio ratarata banyak siswa per guru naik dari 63 pada tahun 1999 ke 76 pada tahun 2011 Gambar 2 Referensi: EFA Global Monitoring Report 2013/4. 2014. Teaching and Learning: Achieving quality for all. Paris, UNESCO. Laporan lengkap dapat diunduh di http://www.unesco.org/new/en/education/themes/leading-the-internationalagenda/efareport/reports/2013/ 4