A Cross-Cultural Introduction to Bioethics 1 A2. Etika dalam Sejarah

advertisement
6
A Cross-Cultural Introduction to Bioethics
A2. Etika dalam Sejarah dan Cinta
Kehidupan
Tujuan bab
Bab ini bertujuan untuk memperlihatkan bahwa:
1. Konsep-konsep bioetika ditemukan dalam
kesusasteraan, seni, musik, kebudayaan, filsafat, dan
agama, sepanjang sejarah.
2. Bioetika termasuk baik etika kedokteran maupun
etika lingkungan hidup, dan masalah dengan skala yang
berbeda-beda.
3. Ada berbagai teori etika, dan hormat atau cinta
kehidupan ialah benang merah di antara semua itu.
A2.1. Definisi-definisi Etika dan Moral
Dalam bab ini digunakan perkataan etika, walaupun beberapa penulis lain menggunakan
istilah moral.
Definisi-definisi diambil dari UNESCO/IUBS/Kamus Bioetika Eubios
Etika ialah suatu sistem prinsip moral atau standar yang mengatur perilaku. 1. Suatu sistem
prinsip yang dengannya tindakan manusia dan usulannya dapat dinilai sebagai baik atau jelek,
benar atau salah; 2. Seperangkat aturan atau suatu standar yang mengatur perilaku suatu
kelompok khusus tindakan manusia atau profesi; 3. Seperangkat prinsip moral yang mana
saja atau nilai yang diakui oleh agama, kepercayaan atau filsafat tertentu; 4. Prinsip-prinsip
perilaku benar seseorang. Perbuatan beretika memerlukan kemampuan untuk bernalar, untuk
memahami konsekuensi dan untuk membuat pilihan-pilihan dari tindakannya. [Ethicus dari
bahasa Latin atau ethikos dari bahasa Yunani mencakup "ethos" atau karakter].
Etika tradisional dibagi ke dalam etika substantif atau meta etika. Etika substantif
mempersoalkan "apa aturannya?" dan mengandung konsep utilitarian dan Kantian, seringkali
keduanya bersetuju dalam penerapan dalam praktek. Dalam Kantianisme tindakan harus ada
orang lain sebagai "tujuan dalam dirinya " dan tidak sebagai alat mencapai tujuan bagi orang
lain, atau untuk pemuasan-diri. Dalam tindakan utilitarianisme tindakan dinilai atas dasar
konsekuensi yang diduga akan terjadi (tindakan baik memaksimumkan kebahagiaan atau
meminimumkan kegundahan).
Moral
1. dari atau yang berkenaan dengan penilaian kebaikan atau kejelekan tindakan dan karakter
manusia; yaitu, yang prnting untuk penilaian baik dan jahat 2. Pelajaran atau prinsip yang ada
dalam atau dijarkan oleh dongeng, ceritera, atau peristiwa 3. Aturan atau kebiasaan perilaku,
khususnya perilaku seks, mengacu pada standar benar dan salah.
Filsafat moral dirancang untuk mengajarkan kebaikan atau kebenaran karakter dan perilaku;
yaitu, memberi petunjuk apa yang baik dan jelek menurut kode berperilaku yang mapan.
Moralitas ialah standar yang umum diterima mengenai perilaku benar dan salah.
© Eubios Ethics Institute 2006 A Cross-Cultural Introduction to Bioethics < http://www.unescobkk.org/index.php?id=2508>
Original English by Darryl R.J. Macer translated into Bahasi Indonesian by Dr. Amru Hydari Nazif
A Cross-Cultural Introduction to Bioethics
A2.2. Teori Etika
Satu perbedaan antara teori etika sepanjang sejarah ialah apakah teori ini berfokus pada
tindakan, konsekuensi, atau motif. Teori yang didasarkan pada tindakan dapat juga
merupakan teori deontologi, yang memeriksa konsep hak dan kewajiban. Sementara teori
yang didasarkan pada konsekuensi ialah teori-teori teleologi, yang didasarkan pada pengaruh
dan konsekuensi. Jika kita menggunakan gambaran berjalan sepanjang lintasan kehidupan,
seorang ahli teleologi mencoba melihat kemana keputusan-keputusan akan menjurus,
sementara seorang ahli deontologi mengikuti arah yang direncanakan.
Bila dihadapkan pada pilihan moral yang tampaknya rumit untuk menganalisisnya maka
kita perlu memilah dilema etika menjadi masalah-masalah yang dapat ditangani. Misalnya,
jika kita memberi seseorang yang sekarat karena kanker dengan obat marijuana untuk
mengurangi rasa sakitnya, kita dapat memfokuskan pada tiga aspek, tindakan memberi obat
(yang di kebanyakan negara melawan-hukum), konsekuensi bahwa rasa sakit dapat berkurang
sementara menggunakan obat (walaupun terdapat ketidakpastian keilmuan pada
pengaruhnya), atau motif bahwa kita ingin membantu. Tetapi, kita dapat juga memfokuskan
pada aspek yang mana saja dari tiga aspek itu dengan pandangan berbeda, misalnya, tindakan
memberi obat yang tidak sepenuhnya dipahami (jika ada yang dapat!), konsekuensi bahwa
orang lain dalam ruangan mungkin tidak menyukai baunya, atau motif menghormati pilihan
orang lain. Teori di bawah ini memfokuskan pada bagian yang berbeda dari keseluruhan
persamaan etika yang diperlukan untuk mendekati masalah bioetika. Dengan kata lain
walaupun adanya teori yang berbeda-beda, dalam kenyataannya sebagian besar dari kita
menggunakan gabungan dari ini semua saat mencoba memecahkan dilema moral.
Sejumlah teori etika yang didasarkan pada agama berciri deontologi karena mengikuti
prinsip-pinsip atau hukum agama. Kendati pandangan hidup keilmuan yang umum berlaku di
antara para akademia, penelitian sosiologi menunjukkan bahwa hampir 90% orang di dunia
ini memandang agama merupakan sumber petunjuk kehidupan yang jauh lebih penting dari
ilmu pengetahuan. Dalam persoalan etika, seringkali orang mengacu pada norma dan nilai
agama, atau etika deontologi. Teori bioetika yang mana saja yang akan diterapkan pada
penduduk dunia harus diterima oleh kecenderungan umum pemikiran agama utama, dan
harus juga toleran tehadap perbedaan-perbedaan.
Teori moral yang berfokus pada tindakan dan bukan pada konsekuensi
mempertimbangkan aturan. Ada berbagai aturan yang berbeda. Aturan instrumental ialah
yang menentukan suatu tindakan yang dipercaya memberi sumbangan terhadap pencapaian
suatu tujuan, misalnya, memastikan bahwa Anda mencuci dengan baik sayuran sebelum
memakannya (sehingga Anda tidak jatuh sakit). Tetapi bila di rumah makan, rumah makan
harus mengikuti aturan yang diwajibkan oleh yang berwenang, misalnya, toilet seharusnya
tidak ada di dapur. Masalahnya ialah menentukan aturan apa yang harus dituruti, karena
sebagian aturan tidak memberi manfaat pada siapapun.
Utilitarianisme ialah teori etika konsekuensialis yang membuat kita berpikir mengenai
kebaikan terbesar (kenikmatan) untuk jumlah terbanyak, dan cedera terkecil (rasa sakit) untuk
jumlah terkecil. Tetapi, kadang-kadang menjadi sangat sulit untuk memberi nilai pada rasa
sakit dan kenikmatan untuk orang yang berbeda. Bagaimana kita menyeimbangkan
melindungi otonomi seseorang atau otonomi atau kepentingan semua orang lain?
P1. Apakah Anda kira “kebaikan terbesar untuk jumlah terbanyak” dapat dicapai?
© Eubios Ethics Institute 2006 A Cross-Cultural Introduction to Bioethics < http://www.unescobkk.org/index.php?id=2508>
Original English by Darryl R.J. Macer translated into Bahasi Indonesian by Dr. Amru Hydari Nazif
7
8
A Cross-Cultural Introduction to Bioethics
Aristoteles dalam Nicomachean Ethics menulis bahwa moralitas ialah pencarian
“kebaikan akhir” atau “kebaikan unggul”. Ini dapat diterima, tetapi pertanyaannya ialah tetap
bagaimana mendefinisikan kebaikan akhir itu? Kebaikan akhir itu seringkali ditafsirkan
sebagai kebahagiaan, yang membawa kita ke satu teori utama teleologi, utilitarianisme.
Utilitarianisme memandang pada konsekuensi suatu tindakan, dan didasarkan pada karya
Jeremy Bentham (1748-1832) dan John Stuart Mill (1806-1873). Ada kesamaan sejarah
dengan pemikir lain dalam kebudayaan yang berbeda, misalnya apa yang diajarkan oleh Mo
Tzu di Cina dalam abad ke-6 SM. “Prinsip utilitas menekankan bahwa kita perlu selalu
menghasilkan keseimbangan maksimum antara kesenangan/kenikmatan atas rasa sakit, atau
kebaikan atas cedera, atau nilai positif atas tak-bernilai.”
Awalnya ahli-ahli filsafat yang mengikuti jalan berpikir ini memfokuskan pada nilai
kebahagiaan; tetapi, akhir-akhir ini nilai intrinsik termasuk persahabatan, pengetahuan,
kesehatan, keindahan, otonomi, pencapian dan sukses, pemahaman, kesenangan dan
hubungan pribadi yang mendalam telah ditambahkan. Utilitarianisme dapat berupa hal yang
dingin dan berperhitungan, tetapi telah dinyatakan oleh para pendirinya dan orang-orang lain
sebagai yang merupakan pernyataan cinta persaudaraan. Utilitarianisme secara internal
koheren, sederhana dan menyeluruh dan dapat memecahkan dilema. Kita dapat juga
mempersoalkan kebahagiaan untuk orang yang akan hadir (potensial), jadi menerapkannya
bagi persoalan reproduksi manusia.
Tetapi, mungkin tidak ada konsekuensialis murni. Jika ada sedikit perbedaan dalam
konsekuensi, sebagian besar orang akan memandang salah untuk mengingkari janji, dan akan
mengambil keputusan atas dasar keterikatan itu. Semua masyarakat menerima sejenis hak
milik, dan sebagian besar tidak menerima mencuri dari si kaya untuk diberikan pada si
miskin, walaupun ini akan menolong lebih banyak orang. Tetapi, banyak masyarakat
menerima skala pajak yang berbeda, mengenakan pajak terhadap penerima penghasilan yang
lebih tinggi semakin besar. Kebanyakan orang menghargai motif yang baik di atas motif jelek,
walaupun konsekuensinya dapat sama. Juga pemikiran para konsekuensialis mungkin
memperkenankan pelanggaran hak-hak asasi manusia, dan dapat secara berlebihan
membatasi otonomi.
Masalah etika lain dari utilitarianisme ialah bahwa kepentingan dari mayoritas lebih
penting dari kepentingan golongan minoritas, karena utilitas harus dimaksimumkan. Dengan
cara ini hal ini bersesuaian dengan demokrasi, dan sistem referendum untuk menentukan
kebijakan umum dan hukum. Membuat sebagian besar orang berbahagia dalam sebagian
besar waktu lebih penting, walaupun sedikit orang atau organisme boleh jadi tidak berbahagia.
Tetapi, untuk membuat orang berbahagia menjadi satu sasaran pokok cinta.
Kebajikan etika berarti bahwa keputusan moral dinilai dari niat orangnya, misalnya, niat
untuk melompat ke sungai untuk menyelamatkan seorang yang tenggelammerupakan niat
baik. Sayangnya, keduanya meninggal akan menjadi konsekuensi dari tindakan itu.
Konsekuensi lain dapat berupa keduanya selamat, atau upaya itu tidak berhasil.
Konfusius (kira-kira 551-479 SM) ialah seorang ahli filsafat kuno Cina. Ajarannya
dicatat oleh murid-muridnya, khususnya dalam buku yang dikenal sebagai Lun Yu (atau
dalam bahasa Ingggris: Analects). Konfusius menekankan pentingnya mencari kebajikan dan
bertindak menurut perilaku moral yang wajar. Ajarannya menempatkan penekanan khusus
pada pentingnya keluarga, dan kewajiban keluarga terhadap orang tua. Hubungan ayah-anak
ialah satu dari Lima Hubungan. Kelima hubungan ini ialah: hubungan antara ayah dan
anaknya, penguasa dan menteri, suami dan isteri, abang dan adik, teman dan teman.
Kerangka yang didefinisikan oleh Konfusius ini mempunyai dampak yang mendalam pada
negara-negara dan kebudayaan-kebudayaan Asia Timur.
Buddha ialah gelar dari Gautama Shakyamuni, yang dilahirkan di Nepal, kira-kira abad
© Eubios Ethics Institute 2006 A Cross-Cultural Introduction to Bioethics < http://www.unescobkk.org/index.php?id=2508>
Original English by Darryl R.J. Macer translated into Bahasi Indonesian by Dr. Amru Hydari Nazif
A Cross-Cultural Introduction to Bioethics
he-6 SM. Gautama dilahirkan dalam keluarga berada, dan pada mulanya orang tuanya
melindunginya dari ketidaknyamanan dunia luar. Tetapi, akhirnya Gautama dihadapkan pada
contoh-contoh kehidupan nyata seperti sakit, kemiskinan, masa tua dan penderitaan. Hal-hal
ini mengganggunya, dan ia mengambil langkah untuk memeriksa masalah penderitaan dalam
dunia dan bagaimana menghapusnya. Titik kunci dari ajarannya ialah bahwa jika seseorang
tidak mampu melepaskan diri dari siklus penderitaan dalam masa hidupnya, orang ini akan
dilahirkan kembali untuk melanjutkan pencarian pembebasan dari penderitaan (Karma).
Ajaran Buddha berfokus pada masalah penderitaan, sebab-sebabnya, dan cara-cara untuk
mengurangi dan menghapusnya. Dalam artian yang lebih umum, istilah "buddha" diterapkan
ke orang lain yang telah berhasil memperoleh pembebasan dari siklus penderitaan. Kedua
cabang Buddhisme ialah Theravada (sekolah bagi kaum Tua) dan Mahayana (arti
sesungguhnya "Kendaraan Agung "). Etika Buddha sangat berpengaruh di Asia Timur. Ada
naskah mengenai etika atau moral seperti sepuluh perintah Judaisme, lima tonggak Islam dan
Lintasan lipat-delapan Buddha menuju kearifan. Untuk contoh-contoh lebih lanjut mengenai
filsafat, agama Barat dan Timur dipersilahkan melihat pengantar umum mengenai Etika dan
Agama.
Teori etika alternatif didasarkan pada karya Immanuel Kant (1724-1804). Walaupun ia
menulis dari latar belakang kristiani, seperti utilitarianisme, yang menggunakan argumen
sekuler yang dapat diterapkan secara meluas. Kant berargumen dalam Critique of Practical
Reason bahwa moralitas didasarkan pada penalaran murni, bukan tradisi, intuisi, nurani,
emosi atau sikap seperti simpati. Kita dapat melihat ini sebagai mengikuti tradisi Francis
Bacon, dalam Of Love, tempat ia menulis “Tidak mungkin mencintai dan menjadi arif”. Kant
memandang manusia sebagai makhluk dengan daya rasional untuk menangkal keinginan,
kebebasan untuk menangkal keinginan, dan kapasitas untuk bertindak menggunakan
pertimbangan-pertimbangan rasional. Ia mengatakan kita harus bertindak demi kewajiban dan
membuat tuntutan tanpa-syarat (categorical imperatives), salah satunya ialah “Saya perlu
untuk tidak pernah berbuat dengan suatu cara sedemikian hingga saya dapat juga
menghendaki pegangan saya itu menjadi hukum universal”. Umumnya, Kant menghadapi
masalah dengan kewajiban-kewajiban yang tidak sejalan, misalnya, antara dua janji jika
keduanya mutlak.
Tuntutan terkenal Kant lain ialah "Kita harus memperlakukan setiap orang lain sebagai
tujuan dan tidak pernah boleh hanya sebagai cara", juga dinyatakan ulang sebagai cinta.
Doktrin Kebajikan yang dijadikannya pembatasan terhadap penolakan merendahkan orang
lain hanya sebagai cara mencapai tujuan saya, dan memberi makna cinta sebagai tujuan orang
lain sebagai tujuan saya sendiri. Tetapi, jika seseorang setuju untuk melakukan sesuatu untuk
orang lain, seperti dalam kerja, secara etika dapat diterima jika orang itu diperlakukan dengan
rasa hormat. Kant mempertimbangkan berbuat kebaikan itu lebih rasional dari cinta, dan
dalam Foundations of the Metaphysics of Morals, ia menulis, “... cinta sebagai suatu
kecenderungan tidak dapat diperintahkan. Tetapi berbuat kebaikan dari kewajiban, juga bila
tidak ada kecenderungan yang mengharuskannya dan juga bila ditentang oleh suatu
penyimpangan alami dan tak dapat ditaklukkan, ialah cinta praktis, bukan cinta patologis; ini
bersumber dari kehendak dan bukan dari kecenderungan perasaan, dalam prinsip-pinsip
tindakan dan bukan dari simpati kasih sayang; dan ini sendiri tidak dapat diperintahkan”.
P2. Pernahkan Anda membaca buku klasik yang mana saja mengenai etika? Misalnya,
buku J.S. Mill “Utilitarianisme” hanya sepanjang 16 halaman! Kita dapat sesungguhnya
membaca buku-buku mengenai etika dari Yunani atau Cina misalnya, yang ditulis 2,500
tahun yang lalu. Mengapa menurut Anda tulisan-tulisan ini bertahan begitu lama?
© Eubios Ethics Institute 2006 A Cross-Cultural Introduction to Bioethics < http://www.unescobkk.org/index.php?id=2508>
Original English by Darryl R.J. Macer translated into Bahasi Indonesian by Dr. Amru Hydari Nazif
9
10
A Cross-Cultural Introduction to Bioethics
A2.3. Etika Global dan Lokal
Ungkapan populer dalam gerakan lingkungan hidup ialah "Berpikir secara global,
bertindak secara lokal ". Terdapat masalah-masalah besar dan kecil yang dapat kita terapkan
analisis etika. Kita dapat memikirkan masalah yang melibatkan seseorang. Kita dapat
memikirkan masalah global. Satu contoh ialah menipisnya lapisan ozon. Ini menghasilkan
bertambahnya radiasi UV yang mempengaruhi semua makhluk hidup. Masalah ini dapat
dipecahkan oleh tindakan peorangan untuk menghentikan pengunaan bahan kimia yang
menyebabkan penipisan lapisan ozon, jika alternatif ini tersedia bagi konsumen. Tetapi,
tindakan global diperlukan untuk mengendali masalah ini, sampai sekarang masih. Protokol
Montreal, suatu konvensi internasional untuk menghentikan menghasilkan bahan kimia
penyebab penipisan lapisan ozon ialah satu contoh penerapan etika lingkungan hidup
universal.
Masalah lain ialah pemanasan gas rumah kaca, yang dihasilkan terutama dari
penggunaan energi. Walaupun kita dapat mendesak pemerintah dan industri untuk membuat
kebijaksanaan yang lebih baik untuk menurunkan emisi gas rumah kaca, masalah ini hanya
dapat dipecahkan oleh tindakan peorangan untuk mengurangi penggunaan energi. Kita dapat
melakukan hal ini dengan mengkonsumsi lebih sedikit, mematikan lampu, membangun
gedung yang berefisiensi energi lebih dan menutup pintu. Ini adalah tindakan-tindakan
sederhana yang harus dilakukan oleh semua orang jika kita peduli pada masa depan planet
bumi kita ini. Saat ini, konsumsi energi dapat dikurangi sampai 50-80% melalui perubahan
gaya hidup. Teknologi baru dapat membantu, tetapi perubahan gaya hidup dapat memberi
pengaruh yang lebih langsung. Warga global seharusnya sadar mengenai cara bagaimana
mereka menggunakan sumber daya.
Kadang-kadang jika kita melakukan suatu tindakan, kita akan merasakan lebih
mudahnya melakukan tindakan lain. Di sini ada gagasan mengenai kelandaian yang licin.
Pernyataan ini membayangkan adanya kelandaian yang licin tempat yang sekali kita
kehilangan pijakan kita akan tidak mungkin memperolehnya kembali. Sementara kita dapat
saja tidak melakukan cedera langsung yang mana saja dalam kegiatan yang sedang kita
kerjakan, sekali kita menerima satu hal dan menarik garis batas dengan orang lain,
belakangan boleh jadi kita tidak berkesempatan untuk menarik garis batas ini.
Mempertimbangkan batas antara perlakuan menjadikan orang yang pendek menjadi orang
dengan tinggi badan rata-rata dan membuat orang yang tinggi untuk bermain bola basket
lebih mudah.
© Eubios Ethics Institute 2006 A Cross-Cultural Introduction to Bioethics < http://www.unescobkk.org/index.php?id=2508>
Original English by Darryl R.J. Macer translated into Bahasi Indonesian by Dr. Amru Hydari Nazif
A Cross-Cultural Introduction to Bioethics
A2.4. Teori sejarah bioetika
Bioetika merupakan kata dan konsep. Kata ini kita terima dari tahun 1970 saat pertama
kali digunakan oleh Van R. Potter dalam bukunya Bioethics: A Bridge to the Future, namun
sebagai konsep sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu sebagai warisan kemanusiaan.
Warisan ini dapat dilihat di semua kebudayaan dan agama, dan dalam tulisan-tulisan kuno
dari seantero dunia. Kita menurut kenyataannya tidak dapat menelusur asalnya bioetika ke
awalnya, karena hubungsan antara manusia dalam masyarakatnya, dalam komunitas biologi,
dan dengan alam dan Tuhan, dibentuk pada tahap lebih awal dari yang sejarah dapat
memberitahukan kepada kita.
Ada sekurangnya tiga cara melihat bioetika:
1. Bioetika deskriptif ialah pengamatan dan penafsiran deskriptif cara orang memandang
kehidupan, interaksi moral dan tanggungjawab dengan organisme hidup dalam kehidupan
mereka.
2. Bioetika preskriptif memberitahu atau berusaha mengatakan pada orang lain apa yang
baik atau jelek secara etika, dan apa prinsip-pinsip yang paling penting dalam membuat
keputusan-keputusan seperti itu. Ini dapat juga dikatakan bahwa seseorang atau sesuatu
mempunyai hak, dan orang lain mempunyai kewajiban terhadap hak ini.
3. Bioetika interaktif ialah diskusi dan debat mengenai butir 1 dan 2 di atas antara orang,
kelompok dalam masyarakat, dan komunitas.
Mengembangkan dan menjelaskan bioetika preskriptif memperkenankan kita membuat
pilihan yang lebih baik, dan pilihan yang dengannya kita tentram, memperbaiki kehidupan
kita dan masyarakat. Pilihan yang perlu dibuat dalam abad bioteknologi dan genetika modern
ada banyak, berkisar dari sebelum pembuahan sampai setelah kematian – keseluruhan
kehidupan. Saat pilihan untuk reproduksi, kontrasepsi, dan perkawinan bukan hal baru.
Eutanasia, kematian yang baik, ialah juga suatu pilihan lama, disodorkan pada kita karena
kefanaan kita.
Untuk menjelaskan bioetika preskriptif, kita perlu menguraikan bioetika yang telah
dianut orang, dan bioetika yang mereka miliki sekarang ini, misalnya mewujudkan Bioetika
untuk Kita oleh Kita.
Kita dapat menemukan berbagai definisi bioetika. Pertimbangan paling sederhana
mengenai masalah-masalah dimunculkan melalui pertanyaan mengenai kehidupan (“bio”).
Kita dapat memasukkan semua masalah etika lingkungan hidup dan etika kedokteran, dan
juga pertanyaan yang saya temui setiap hari, seperti “Makan apa hari ini?”, “Bagaimana
panga itu diperoleh?”, “Di mana seharusnya saya bertempat tinggal dan seberapa gangguan
terhadap alam seyogianya saya perbuat?”, “Bagaimana kaitan saya dengan makhluk hidup
lain termasuk manusia?”, “Bagaimana menjaga keseimbangan mutu kehidupan saya dengan
pengembangan cinta kehidupan saya, kehidupan orang lain dan masyarakat?”, dan banyak
lagi yang dapat Anda pikirkan. Sejarah penalaran bioetika dipengaruhi oleh gen kita, dan
lingkungan hidup dan pengaruh sosial yang membentuk dan terus membentuk gen menjadi
manusia, masyarakat dan kebudayaan yang kita miliki. Kita sekarang ini mempunyai daya
untuk mengubah tidak hanya gen kita sendiri, tetapi gen setiap organisme, dan daya untuk
memodelkan kembali seluruh ekosistem bumi, yang membuat banyak fokus bagi penerapan
bioteknologi; tetapi, pertanyaan kuncinya lebih mendasar. Kita telah menghancurkan
ekosistem dengan sebagian teknologi. Walaupun demikian teknologi baru telah menjadi
katalisator untuk pemikiran kita mengenai bioetika, yang menjadi perangsang untuk
penelitian mengenai bioetika dalam beberapa dekade terakhir ini. Di masa lalu banyak
pertanyaan ini dinyatakan secara sederhananya sebagai etika, tetapi dalam debat umum
© Eubios Ethics Institute 2006 A Cross-Cultural Introduction to Bioethics < http://www.unescobkk.org/index.php?id=2508>
Original English by Darryl R.J. Macer translated into Bahasi Indonesian by Dr. Amru Hydari Nazif
11
12
A Cross-Cultural Introduction to Bioethics
sekarang ini istilah bioetika itu luas.
A2.5. Cinta dan etika
“Cinta kehidupan” ialah definisi bioetika yang paling sederhana dan serba mencakup,
dan universal di antara semua orang di dunia. Cinta ialah warisan biologi yang diberikan
kepada kita melalui gen kita, kapasitas yang berkembang dalam diri kita untuk
memperkenankan kita untuk mengatasi keserakahan diri yang menghancurkan harmoni
dalam suatu komunitas. Warisan sosial kita juga memberi kita cinta, saat masyarakat
mencoba menggapai harmoni antara peorangan dan komunitas. Cinta ialah pesan warisan
rohani kita, lintas setiap budaya yang menyatakan Tuhan itu cinta. Etika ialah konsep cinta,
menyeimbangkan manfaat dan risiko pilihan-pilihan dan keputusan-keputusan.
Prinsip-prinsip yang menyeimbangkan, cinta-diri (terkait dengan prinsip atur-diri,
otonomi), cinta orang lain (keadilan), mencintai kehidupan (tidak mencederai) dan mencintai
yang baik (kebaikan) dapat memberi kita kendaraan untuk menyatakan nilai-nilai kita
menurut keinginan kita akan cinta kehidupan. Tetapi, akhirnya, pada kita akan tersisa suatu
fakta sederhana mengenai kehidupan, seringkali tidak ada jawab yang nyata-nyata hitam dan
putih terhadap dilema kita. Jarang situasi kehidupan nyata dapat dilihat dalam hitam dan
putih sederhana. Sebagai suatu masyarakat kita perlu memahami keragaman yang universal,
dan mentoleransi dengan cinta apa sedapatnya. Akan datang waktu untuk memberi
perlindungan pada orang lain, tetapi kita dapat mengingat semangat cinta yang mengatakan
jangan menilai.
Empedocles (yang hidup di Sisilia, abad ke-5 SM) menganggap bahwa di alam ada
kekuatan-kekuatan positif yang dinamainya, Cinta dan Kebencian, atau Harmoni dan
Ketidakcocokan. Kekuatan-kekuatan inilah yang menyebabkan empat unsur (tanah, udara,
api dan air) untuk bercampur dan kemudian terpisah. Cinta menyebabkan unsur-unsur tertarik
satu dengan lainnya dan membangun beberapa bentuk khusus atau pribadi. Film The Fifth
Element, 1997 mengambil tema ini, dengan unsur kelima dan penting bagi alam raya, yaitu
cinta. Empedocles mempertimbangkan bahwa cinta ialah prinsip yang mengatur benda-benda
terikat dalam kesatuan.
Sudah ada lebih banyak buku yang ditulis mengenai pokok bahasan cinta dan pokok
bahasan lain yang mana saja. Pilihan kutipan mengenai cinta yang disajikan dalam lampiran
di bawah ini, memberi petunjuk bahwa cinta pada orang lain sebagai prinsip etika dalam
pustaka itu universal dalam cakupannya.
© Eubios Ethics Institute 2006 A Cross-Cultural Introduction to Bioethics < http://www.unescobkk.org/index.php?id=2508>
Original English by Darryl R.J. Macer translated into Bahasi Indonesian by Dr. Amru Hydari Nazif
Download