High Conservation Value Forests Hutan Benilai Konservasi Tinggi/High-Conservation-Value Forests (HCVF) didefinisikan oleh Forest Stewardship Council sebagai hutan yang mempunyai nilai yang sangat penting karena nilai lingkungan, sosial ekonomi, keanekaragaman hayati atau lanskap yang tinggi. WWF sedang mengembangkan dan memperluas konsep HCVF menjadi program perlindungan-pengelolaan-perbaikan yang lebih besar yang perlu dijaga atau ditingkatkan. HCVF ditemui di berbagai biomes hutan (tropis sampai boreal), di dalam berbagai kondisi hutan (dalam satu kesatuan utuh atau terpecah-pecah), dan dalam ecoregion dengan jaringan kawasan perlindungan yang lengkap. HCVF bisa berupa oldgrowth forest di Siberia, habitat atau urangutan yang terancam kepunahan di Asia Tenggara atau daerah pemakaman keramat di Amerika Utara. Meskipun mulanya didisain sebagai alat untuk membantu sertifikasi, konsep HCVF sedang diperluas bagi perencanaan konservasi yang lebih umum termasuk disain jaringan kawasan perlindungan dan daerah penyangga yang representatif. Identifikasi HCVF memerlukan pendekatan multi skala. Pertama-tama melakukan penilaian dan pemetaan cepat kawasan HCVF potensial dalam skala global dan benua, berdasarkan indikator nilai hutan yang penting secara biologi dan lingkungan yang dapat dipetakan dalam skala besar. Kemudian bidang ini dipersempit di dalam suatu ecoregion dan penyelidikan lebih rinci di dalam suatu lanskap menentukan HCVF sebenarnya, termasuk konsultasi degan stakeholder lokal untuk mengidentifikasi hutan yang memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjaga identitas budaya, serta penelitian ilmiah untuk mengidentifikasi tegakan hutan yang penting secara biologi dan yang penting bagi pemelihaan fungsi ekosistem dan populasi spesies yang terancam kepunahan. WWF yakin bahwa prioritas pertama adalah menjamin bahwa HCVF terwakili secara memadai dalam sistem kawasan lindung. Di dalam prakteknya, banyak HCVF akan terus dikelola di luar kawasan lindung dan di sini pendekatannya bisa berbeda – misalnya peningkatan pengelolaan atau melakukan ”tidak ada penebangan” dalam jangka panjang – tetapi harus selalu bertujuan untuk memelihara nilai HCVF. Di dalam region dimana hutan terdegradasi, pengelolaan HCVF harus konsisten dengan strategi perbaikan lanskap hutan (lihat position paper terpisah) yang membahas tujuan ekologi, sosial dan ekonomi. Dua prinsip yang paling penting adalah: (1) HCVF dikelola untuk memelihara karakteristik nilai konservasi tinggi, dan (2) menejemen menerapkan prinsip pencegahan, dimana jika pengaruh ekstraksi dan pengelolaan lainnya tidak diketahui, maka nilai-nilai dijaga melalui pendekatan pencegahan. Position Paper Maret 2002 Strategi Hutan untuk Kehidupan WWF/IUCN Diterjemahkan dan dipublikasikan oleh WWF-Indonesia, Oktober 2004 Dalam ”Pembelian Hasil Hutan Yang Bertanggung Jawab” WWF mensyaratkan pada produsen, pedagang ritel, dan investor di bidang kehutanan, pertanian, pertambangan dan perminyakan serta pemerintah untuk menjamin agar kegiatan bisnis mereka tidak melaksanakan tebang habis atau degradasi HCVF. WWF akan berkerja sama dengan partner untuk mengidentifikasi dan melindungi HCVF dengan cara: o Mengembangkan alat identifikasi HCVF yang dapat diterapkan di seluruh dunia, khususnya melalui pilot proyek dan diseminasi pelajaran/pengalaman yang didapat o Mengembangkan alat dan aktifitas bagi perlindungan HCVF yang memadai yang dapat diterapkan di seluruh dunia o Bekerja sama dengan Forest Stewardship Council dalam mengembangkan pedoman rinci tentang pelaksanaan Prinsip 9 FSC yang melingkupi HCVF o Mengkoordinasikan dengan organisasi lain, sehingga pendekatan konsep HCVF dikoordinasikan diantara organisasi yang terkait o Pegembangan konsep HCVF lebih lanjut sebagai pedoman yang berguna bagi pemenuhan kebijakan pembelian hasil hutan yang ramah lingkungan o Mempromosikan dan membantu menerapkan konsep HCVF dengan forest manager dan forest management certifier di ecoregion terpilih Konversi Hutan Selama dua puluh tahun terakhir, 300 juta hektar hutan tropika di dunia dikonversi menjadi penggunaan non-kehutanan. Konversi hutan ke penggunaan lain menimbulkan biaya lingkungan dan biaya sosial yang besar karena dampak ekologis penebangan habis, pembakaran tak terkendali, dan pengingkaran hak masyarakat lokal/asli. Tanpa perubahan kebijakan dan praktek yang signifikan, proses konversi hutan akan tetap berlangsung pada laju yang cepat dan menimbulkan ancaman yang serius bagi HCVF (lihat paper terpisah tentang HCVF), ekosistem air tawar, kehidupan masyarakat yang tergantung pada hutan dan habitat spesies terancam kepunahan seperti gajah, badak, harimau dan kera besar. Pengurangan habitat hidupan liar menuju ke peningkatan interaksi dan konflik antara manusia dan hidupan liar. WWF mendefinisikan konversi hutan sebagai proses degradasi hutan secara terusmenerus, dari hutan alam menuju ke penggantian hutan ke bentuk penggunaan lain seperti hutan tanaman, perkebunan, pertanian, padang penggembalaan, pertambangan dan urbanisasi. Kekuatan pendorong di balik konversi bervariasi dan seringkali saling terkait. Diantaranya yang terpenting adalah: fakta bahwa hutan tidak dinilai bagi manfaat jangka panjang yang disediakan, dan konversi sering berbiaya sangat rendah. Ini menciptakan insentif untuk menjual kayu yang bernilai tinggi ke luar hutan dan mengkonversi lahan hutan yang rusak menjadi penggunaan yang lebih menguntungkan daripada melaksanakan pengelolaan hutan yang berkelanjutan (SFM). Tidak adanya atau kurangnya prosedur perencanaan lanskap yang memadai dan kurangnya jaminan kepemilikan lahan dan hak tenurial sering menyebabkan proses konversi hutan yang tidak dikehendaki atau tidak terkontrol. WWF yakin bahwa hutan merupakan ekosistem yang paling beragam dan paling bernilai di seluruh dunia. Hutan menyediakan berbagai macam produk dan manfaat bagi manusia dan alam yang jarang dapat disubstitusi dengan cara lain. Jadi pada umumnya setiap usaha harus dilakukan untuk menghindari konversi hutan, terutama HCVF. WWF memahami bahwa di bawah kondisi tertentu konversi yang terencana dengan baik akan bermanfaat atau perlu untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan publik tanpa membahayakan fungsi hutan secara keseluruhan. Jika konversi direncanakan kondisi berikut harus dipenuhi: o o o o o o Position Paper February 2002 Strategi Hutan untuk Kehidupan WWF/IUCN Diterjemahkan dan dipublikasikan oleh WWF-Indonesia, Oktober 2004 Dalam ”Pembelian Hasil Hutan Yang Bertanggung Jawab” HCVF yang teridentifikasi tidak boleh dipengaruhi oleh konversi hutan Konversi harus sesedikit mungkin menyebabkan kepunahan spesies, atau hilangnya subpopulasi spesies langka secara signifikan. Penutupan kawasan hutan dalam suatu negara atau region tidak boleh kurang dari tujuan jangka panjang yang disepakati dalam Program Kehutanan Nasional atau dokumen perencanaan yang dikembangkan melalui proses multi-stakeholder. Harus ada kepentingan publik dan manfaat dari penggunaan lahan yang baru yang disepakati yang melebihi kepentingan publik dalam konservasi hutan Harus ada proses perencanaan yang transparan tentang tingkatan lanskap yang melibatkan seluruh stakeholder Penilaian independen dampak lingkungan dan sosial harus dilaksanakan dan caracara untuk menghindari dampak negatif konversi harus dilaksanakan WWF akan bekerja sama dengan pemerintah, publik dan institusi swasta dan partner lain untuk mengeliminasi bentuk konversi yang tidak direncanakan dengan baik dan merusak untuk menjaga nilai keanekaragaman hayati dan nilai sosial dengan cara: o o o Mensyaratkan proses perencanaan yang transparan untuk mencapai distribusi optimal hutan alam, hutan tanaman, perkebunan, pertanian, daerah perkotaan dan penggunaan lain dalam suatu lanskap. Ini termasuk negosiasi diantara stakeholder untuk menyeimbangkan dimensi ekologi, sosial dan ekonomi dari sumberdaya alam dalam suatu lanskap Mewajibkan perlindungan yang memadai yang mengenali dan menjamin hak legal dan hak adat masyarakat lokal dan desa untuk memilki, menggunakan dan mengelola lahan, teritorial dan sumberdaya mereka Bekerja bersama-sama dengan institusi keuangan dan aktor pasar dalam konservasi hutan dan melobi eliminasi insentif kebijakan yang mengarah ke konversi dan perusakan hutan