STRATEGI THE POWER OF TWO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MADRASAH IBTIDAIYAH Al Ihwanah ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah mengkaji implikasi strategi the power of two terhadp efektivitas pembelajarn madrasah ibtidaiyah. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa gaya belajar yang efektif diterapkan dalam pembelajaran MI adalah gaya belajar bermain dengan kesendirian sekaligus gaya belajar bermain dengan bersosialisasi. Sosialiasi dilakukan dengan menerapkan strategi the power of two dengan membentuk kelompok kecil dan berpasangan. Pembelajaran MI dengan strategi the power of two ini menandung unsur keefektifan (effectiveness), efisiensi (efficiency), dan daya tarik (appeal). Dan ketiga unsur tersebut dapat ditingkatkan apabila the power of two ini dilaksanakan dengan baik. Kata Kunci: Strategi, The Power of Two, Efektivitas Pembelajaran I. Pendahuluan Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (MI) memiliki karakteristik yang unik dan menarik. Ini karena pendidikan madrasah didirikan untuk memadukan keunggulan pesantren dan keunggulan sekolah di samping untuk menghilangkan kelemahan di antara keduanya. Dengan kata lain, dapat dikatakan pendidikan madrasah adalah sekolah plus, perpaduan antara pendidikan sekolah yang banyak materi pelajaran umum dengan pendidikan pesantren yang menekankan materi pelajaran agama. Akan tetapi saat ini kualitas MI masih dianggap masyarakat sebagai pendidikan kualitas nomor dua setelah SD Negeri karena mutu lulusannya yang sering di bawah mutu SD meskipun tidak sedikit pula MI yang berkualitas. Pendidikan MI merupakan bagian dari kegiatan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Oleh sebab itu kegiatan pendidikan MI juga merupakan perwujudan dari cita-cita bangsa. Dengan demikian kegiatan pendidikan MI sebagai bagian dari pendidikan nasional perlu diorganisasikan dan dikelola sedemikian rupa supaya pendidikan nasional sebagai suatu organisasi dapat menjadi sarana untuk mewujudkan cita-cita nasional. Secara rinci cita-cita nasional yang terkait dengan kegiatan pendidikan telah dituangkan dalam Undang-Undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003, bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertkwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016 103 berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokraatis serta bertanggung jawab. Demi tercapai tujuan pendidikan tersebut di atas, pendidikan dilaksanakan berdasarkan kurikulum. Kurikulum sebagai komponen sistem pendidikan paling rentan terhadap perubahan. Paling tidak ada tiga faktor yang membuat kurikulum harus selalu dirubah atau diperbaharui. Pertama, karena adanya perubahan filosofi tentang manusia dan pendidikan, khususnya mengenai hakikat kebutuhan peserta didik terhadap pendidikan/pembelajaran. Kedua, karena cara cepatnya perkembangan ilmu dan teknologi, sehingga subject matter yang harus disampaikan kepada peserta didik pun semakin banyak dan berragam. Ketiga, adanya perubahan masyarakat, baik secara sosial, politik, ekonomi, maupun daya dukung lingkungan alam, baik pada tingkat lokal maupun global. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya. Hal itu dilakukan demi peningkatan kualitas pembelajaran guna mencapai tujuan pendidikan. Namun, sampai saat ini kegiatan pembelajaran di MI seolah-olah hanya menyentuh ranah kognitif saja. Walaupun dalam pembelajaran yang dilaksanankan di kelas sangat menuntut beberapa aspek penilaian tapi pada akhirnya hanya dilihat adalah pemahaman sebatas kognitifnya saja. Selain itu, standar proses pembelajaran pada satuan pendidikan juga harus diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik (PP. No 19 th 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan). Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa mutu pendidikan MI masih rendah karena sebagian besar guru MI belum melaksanakan standar proses pembelajaran secara maksimal. Untuk mendukung tercapainya standar proses pembelajaran ini dipandang perlu adanya strategi pembelajaran yang tepat sebagai langkah konkret meningkatkan mutu lulusan MI. TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016 104 II. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Peserta Didik Salah satu masalah dalam pembelajaran di sekolah dasar (SD/MI) adalah rendahnya prestasi belajar siswa. Prestasi belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik faktor dari dalam (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Menurut Suryabrata, hal yang termasuk faktor internal adalah faktor fisiologis dan psikologis (misalnya kecerdasan motivasi berprestasi dan kemampuan kognitif), sedangkan yang termasuk faktor eksternal adalah faktor lingkungan dan instrumental (misalnya guru, kurikulum, model dan metode pembelajaran). Bloom mengemukakan tiga faktor utama yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu kemampuan kognitif, motivasi berprestasi dan kualitas pembelajaran. Apabila dilihat dari segi kemampuan kognitif, meski jenis kecerdasan yang dimiliki berbeda, akan tetapi pada dasarnya semua anak itu cerdas. Ini karena otak manusia mempunyai kapasitas yang luar biasa, bahkan seorang bayi yang baru lahir pun memiliki satu triliyun sel otak (neuron). Tiap sel otak memiliki ratusan dan ribuan cabang atau tentakel yang mirip dengan gurita berukuran mikro (Sisca Husein, 2010:12). Masing-masing tentakel ini berisi jamur atau spina dendrit yang mengandung ribuan zat kimia. Bagian ini yang bertugas membawa pesan, semua informasi dalam setiap pikiran, setiap pengalaman belajar, dan setiap daya ingat yang dimiliki. Hal tersebut senada dengan teori multiple Intelligence, pada hakikatnya tidak ada anak yang bodoh, sebab setiap anak pasti memiliki minimal satu kecerdasan (Munif Chatib, 2012: 92). Oleh karena itu penulis lebih menitikberatkan pada faktor motivasi berprestasi dan kualitas pembelajaran yang perlu diperbaiki. Kualitas pembelajaran adalah kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan ini menyangkut strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru MI. Salah satu faktor penyebab rendahnya mutu lulusan MI ialah proses pembelajaran, karena proses pembelajaran yang bermutu akan menghasilkan output pembelajaran yang bermutu pula. Apabila proses berjalan dengan baik maka hampir dapat dipastikan menghasilkan output yang baik pula. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa mutu pendidikan MI masih rendah karena belum melaksanakan standar proses pembelajaran secara maksimal. Untuk mendukung tercapainya standar proses pembelajaran ini dipandang perlu adanya TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016 105 strategi pembelajaran yang tepat sebagai langkah konkret meningkatkan mutu lulusan MI, yang salah satunya yaitu strategi kekuatan berdua (the power of two). Selain itu, dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran secara klasikal metode ceramah masih banyak digunakan. Ceramah merupakan cara konvensional, meskipun memiliki kelebihan namun juga memiliki kelemahan. Perbedaan Strategi The Power Of Two dan Strategi Konvensional Strategi Konvensional Keunggulan Strategi The Power Of Two 1. strategi ini dapat menampung 1. peserta didik dapat meningkatkan kelas besar, tiap peserta didik kepercayaan kemampuan berfikir mempunyai yang sendiri, menemukan informasi dari sama untuk mendengarkan, dan berbagai sumber dan belajar dari biaya menjadi relatif murah. peserta didik lain. 2. materi kesempatan pembelajaran dapat 2. Mengembangkan kemampuan diberikan secara lebih runtut oleh mengungkapkan ide atau gagasan pendidik dengan kata-kata secara verbal dan 3. Pendidik dapat member tekanan terhadap hal-hal yang penting, dengan membandingkan ide-ide atau gagasan-gagasan orang lain. hingga waktu dan energi dapat 3. Membantu anak agar dapat bekerja digunakan sebaik mungkin. 4. Isi silabus dapat diselesaikan dengan lebih mudah. penghambat pembelajaran. dengan orang lain, dan menyadari segala keterbatasannya serta 5. Kekurangan alat mengajar tidak menjadi sama menerima segala kekurangannya. jalannya 4. Membantu peserta didik untuk belajar bertanggung jawab dalam melaksanakan tuganya. 5. Meningkatkan memberikan motivasi dan rangsangan untuk berfikir. 6. Meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial. TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016 106 Kelemahan 1. Pelajaran jadi membosankan dan 1. Membutuhkan waktu yang panjang murid pasif. 2. Murid tidak mampu menguasai bahan yang diajarkan. 3. Pengetahuan yang diperoleh lebih untuk memfasilitasi peserta didik menyampaikan peebedaan pendapat. 2. Dapat membuat pembelajaran cepat terlupakan karena kurang kondusif karena pembagian pengetahuan tidak mendalam. kelompok 4. Ceramah menyebabkan murid pasangan menjadi ”belajar menghafal” pasangan. 5. tujuan pembelajaran sulit tercapai secara berpasang- dan shering antar 3. Bagi peserta didik yang kurang karena hanya sekedar bertanggung jawab maka ia hanya menyampaikan materi akan mengandalkan pasangannya pembelajaran tanpa member apabila pendidik kurang control kesempatan peserta didik terhadap jalannya strategi ini. menyampaikan aspirasinya. Oleh karena itu, ceramah perlu dilengkapi dengan pendekatan dan strategi inkonvensional yang tepat, salah satunya strategi the power of two. III. Penerapan Strategi the power of two. Siberman mendefinisikan The Power Of Two, ialah menggabungkan kekuatan dua orang. Dalam pembelajaran the power of two adalah kegiatan yang dilaksanakan untuk meningkatkan belajar kolaboratif dan mendorong kepentingan dan keuntungan sinergi, itu karenanya 2 kepala tentu lebih baik dari pada 1 kepala (Meil Siberman, 2002: 106). Strategi belajar kekuatan berdua (the power of two) termasuk bagian dari belajar kooperatif dalam kelompok kecil dengan menumbuhkan kerja sama secara maksimal melalui kegiatan pembelajaran oleh teman sendiri dengan anggota dua orang di dalamnya demi mencapai kompetensi dasar. Oleh karena itu strategi yang dipilih oleh pendidik tidak boleh bertentangan dengan tujuan pembelajaran. Strategi harus mendukung kegiatan interaksi edukatif berproses guna mencapai tujuan pokok TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016 107 pembelajaran. Tujuan pokok pembelajaran yang tercapai dengan baik akan dapat mengembangkan kemampuan anak agar bisa menyelesaikan segala persoalan hidup yang dihadapinya. Langkah-langkah penerapan strategi the power of two ialah: 1. Berikan siswa satu atau beberapa pertanyaan yang memerlukan perenungan atau pemikiran 2. Perintahkan siswa untuk menjawab pertanyaan secara perorangan 3. Setelah semua siswa menyelesaikan jawaban mereka, aturlah menjadi sejumlah pasangan dan perintahkan mereka untuk berbagi jawaban satu sama lain. 4. Perintahkan pasangan untuk membuat jawaban baru bagi tiap pertanyaan, memperbaiki tiap jawaban perorangan 5. Bila semua pasangan telah menuliskan jawaban baru, bandingkan jawaban dari setiap pasangan di dalam kelas. Strategi the power of two mempunyai beberapa tujuan antara lain sebagai berikut: (a) Membiasakan belajar aktif secara individu dan kelompok (belajar bersama hasilnya lebih berkesan) (b) Untuk meningkatkan belajar kolaboratif. (c) Agar peserta didik memiliki keterampilan memecahkan masalah terkait dengan materi pokok. (d) Meminimalkan kegagalan (e) Meminimalkan kesenjangan antara peserta didik yang satu dengan peserta didik yang lain. Tujuan tersebut akan dapat dicapai dengan baik apabila penerapan strategi the power of two ini memperhatikan komponen-komponen pembelajaran yang menunjang keberhasilan belajar dengan efektif, efisien dan menarik. Sebagaimana dikutip oleh Hamzah B. Uno, Dick dan Cery menjelaskan bahwa komponen-komponen pembelajaran ada lima, yaitu: a) kegiatan pembelajaran pendahuluan, b) penyampaian informasi, c) partisipasi peserta didik, d) tes, dan e) kegiatan lanjutan (Hamzah B. Uno, 2010: 3). Adapun penerapan the power of two dalam hal ini adalah sebagai berikut: TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016 108 a. Kegiatan Pembelajaran Pendahuluan Sebelum pendidik memulai strategi kekuatan berdua (the power of two), pendidik diharapkan dapat menarik minat atau perhatian siswa untuk dapat meperhatikan materi pelajaran yang akan disampaikan. Ini penting karena pada awal kegiatan pembelajaran, tidak semua siswa memiliki kesiapan mental dan tertarik untuk mengikuti hal-hal yang akan dipelajari. Untuk itu pendidik memerlukan strategi yang tepat sehingga dapat memperkenalkan materi pelajaran. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui contoh-contoh ilustrasi tentang kehidupan sehari-hari atau cara pendidik untuk meyakinkan apa manfaat untuk mempelajari pokok bahasan tertentu sehingga akan berpengaruh pada motivasi belajar peserta didik. b. Kegiatan Menyampaikan Informasi Sebaiknya pendidik mampu memahami situasi dan kondisi yang dihadapi untuk dapat menerapkan strategi the power of two dengan baik. Kegiatan menyampaikan informasi dapat diartikan sebagai pemberitahuan sehingga menyampaikan informasi adalah bentuk menyampaikan fakta dan memberikan instruksi. Isi materi yang disampaikan menunjukkan “apa”, “mengapa”, “untuk apa” atau “bagaimana” sesungguhnya sesuatu hal itu. Dengan demikian informasi yang disampaikan dapat diserap oleh peserta didik dengan baik. Ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam penyampaian informasi adalah urutan ruang lingkup dan jenis materi (Hamzah B. Uno, diantaranya yaitu: 1) Urutan penyampaian Kegiatan penyampaian materi pelajaran harus menggunakan pola urutan yang tepat. Urutan materi yang diberikan sesuai dengan tahapan berfikir dari hal-hal yang bersifat kongkret ke hal-hal yang bersifat abstrak atau dari hal-hal yang sederhana atau mudah dilakukan dengan hal-hal yang kompleks atau sulit dilakukan. Urutan penyampaian yang sistematis memudahkan peserta didik untuk memahami apa yang ingin di sampaikan oleh pendidik. 2) Ruang lingkup materi yang disampaikan Materi yang disampaikan atau ruang lingkup materi sangat bergantung pada karakteristik peserta didik dan jenis materi yang dipelajari. Hal yang perlu dipahami oleh pendidik dalam memperkirakan besar kecilnya materi adalah TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016 109 penerapan teori Gestalt. Teori tersebut menyebutkan bahwa bagian-bagian kecil merupakan satu kesatuan yang bermakna apabila dipelajari secara keseluruhan tidaklah berarti tanpa bagian-bagian kecil tadi. 3) Materi yang akan disampaikan Hamzah B. Uno mengutip Merril bahwa membedakan isi pelajaran menjadi empat jenis yakni; fakta, konsep, prosedur, dan prinsip (Hamzah B.Uno, 2002: 5). Materi pelajaran umumnya merupakan gabungan antara jenis materi yang berbentuk pengetahuan (fakta dan informasi yang terperinci), keterampilan (langkah-langkah, prosedur, keadaan dan syarat-syarat tertentu), dan sikap (berisi pendapat, ide, saran atau tanggapan). Dalam isi pelajaran ini terlihat masingmasing jenis pelajaran dan sudah pasti memerlukan strategi penyampaian yang berbeda-beda. Sehingga dalam menentukan strategi pembelajaran, guru harus terlebih dahulu memahami jenis materi pelajaran yang akan disampaikan agar diperoleh strategi pembelajaran yang sesuai. Adapun strategi the power of two cocok diterapkan untuk materi pelajaran pada MI kelas tinggi, yaitu kelas 4, kelas 5, dan kelas 6. c. Partisipasi Peserta Didik Berdasarkan prinsip student centered, peserta didik merupakan pusat dari suatu kegiatan belajar. Beberapa hal penting the power of two yang berhubungan dengan partisipasi peserta didik, ialah sebagai berikut: 1. The power of two menjadi kegiatan latihan dan praktik siswa yang dilakukan setelah siswa diberi informasi tentang suatu materi pelajaran, sikap atau keterampilan tertentu. Ini dilakukan agar materi pelajaran yang diperoleh peserta didik benar-benar dapat terinternalisasi. 2. Setelah the power of two berjalan, pendidik hendaknya memberikan umpan balik (feedback). Ini bertujuan agar peserta didik dapat menunjukkan perilaku sebagai hasil belajarnya. Melalui umpan balik yang diberikan oleh pendidik, maka peserta didik akan tahu apakah jawaban yang mereka berikan itu benar atau salah, tepat atau tidak tepat, atau ada sesuatu yang harus diperbaiki. Umpan balik ini dapat berupa penguatan positif (baik, bagus, tepat sekali, dan sebagainya) dan penguatan negatif (kurang TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016 110 tepat, salah, perlu disempurnakan, dan sebagainya). Akan tetapi diharapkan pada semua guru agar bisa memberikan kesan yang positif dalam setiap pembelajarannya, sehingga peserta didik akan selalu termotivasi dan terus berkembang. d. Evaluasi Strategi the power of two yang telah dilakukan perlu dievaluasi dengan tujuan untuk mengetahui (1) apakah penerapan strategi the power of two telah membantu mencapai tujuan pembelajaran atau belum, dan (2) apakah pengetahuan sikap dan keterampilan telah benar-benar dimiliki oleh peserta didik atau belum. Pelaksanaan evaluasi ini dilakukan di akhir kegiatan pembelajaran setelah siswa melakukan kegiatan the power of two. e. Kegiatan Lanjutan (follow up) Setelah strategi the power of two dilakukan, terdapat peserta didik yang berhasil dengan bagus atau di atas rata-rata, ada juga peserta didik yang hanya menguasai sebagian materi pelajaran. Peserta didik yang belum menguasai materi pelajaran secara penuh seharusnya menerima follow up, seperti kegiatan pengayaan dan sejenisnya. Hal ini bertujuan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar, sehingga dengan diadakan pengayaan peserta didik dapat memahami kembali materi-materi yang dianggapnya susah dan menjadi kesulitan bagi mereka. Strategi the power of two lebih cocok diterapkan di kelas tingkat tinggi, yakni kelas 4, kelas 5 dan kelas 6. Ini karena Esensi proses pembelajaran di kelas tinggi dilaksanakan secara logis dan sistematis untuk membelajarkan siswa tentang konsep dan generalisasi sampai pada tahap penerapan, meliputi menyelesaikan soal, menggabungkan, menghubungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat, dan membagi. Adapun contoh kegiatan belajarnya antara lain mendiskusikan tentang jual beli, memperagakan rangkaian gerak dengan alat music, menafsirkan peninggalanpeninggalan sejarah, melakukan operasi hitung campuran (bilangan bulat pecahan), mengumpulkan bukti perkembangbiakan makhluk hidup dan lain-lain. Oleh karena itu guru MI di kelas tinggi seyogyanya menggunakan pembelajaran yang berbasis masalah, menggunakan pendekatan konstruktivis, melakukan aktivitas menyelidiki, meneliti, dan membandingkan. Karena siswa di kelas tinggi dalam melakukan TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016 111 kegiatan pembelajaran melakukan tahapan penyelidikan, melakukan pemecahan masalah, dan sebagainya. The power of two merupakan salah satu strategi yang cocok diterapkan dan dipadukan dengan pendekatan kontruktivis dan model pembelajaran problem solving. Strategi ini diterapkan agar dapat mencapai kompetensi lulusan SD/MI. Kompetensi lulusan SD/MI yang dapat dijadikan acuan dalam pembelajaran, diantaranya: 1. Mampu mengenali dan menjalankan hak dan kewajiban diri, beretos kerja, dan peduli terhadap lingkungan. 2. Mampu berpikir logis, kritis, dan kreatif serta berkomunikasi melalui beberapa media. 3. Menyenangi keindahan 4. Mengenali dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya. 5. Membiasakan hidup bersih, bugar dan sehat 6. Memiliki rasa cinta dan bangga terhadap bangsa dan tanah air IV. Efektivitas Pembelajaran MI Strategi the power of two dapat membantu peningkatan efektivitas pembelajaran MI. Adapun pembahasan mengenai efektivitas pembelajaran ini harus memperhatikan unsur-unsur pembelajaran itu sendiri. Sebagai sebuah sistem, pembelajaran terdiri dari beberapa cirri (Syaiful Bahri Djamarah dan Azwar Zain, 2002: 46) yang sekaligus merupakan unsur pembelajaran yakni tujuan pembelajaran, prosedur pembelajaran, materi pembelajaran, aktivitas anak didik, pendidik, disiplin, ada batas waktu, dan evaluasi. 1). Tujuan pembelajaran Tujuan pembelajaran yang merupakan pernyataan tentang hasil pembelajaran apa yang diharapkan ini menjadi pertimbangan utama dalam penerapan strategi the power of two. Tujuan ini sangat umum, sangat khusus atau di mana saja dalam kontinyu khusus (Hamzah B. Uno, 2010: 19). Setiap kegiatan pembelajaran itu seharusnya sadar akan tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu perkembangan tertentu. Dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian, TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016 112 anak didik mempunyai tujuan, sedangkan unsur selain tujuan berfungsi sebagai pengantar dan pendukung. Oleh karena itu dalam penerapan the power of two, tujuan pembelajaran juga menjadi salah satu factor yang harus diperhatikan. Ini karena materi pembelajaran diturunkan dari tujuan pembelajaran sehingga dapat diketahui materi yang cocok dengan the power of two. 2). Prosedur pembelajaran Agar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, maka dalam melakukan strategi the power of two perlu ada prosedur, atau langkah-langkah sistematik yang relevan. Ini dilaksanakan untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran. Adapun berbeda tujuan pembelajaran juga akan berbeda pula prosedur pembelajarannya. Prosedur ini diterapkan dengan memperhatikan keadaan psikologis anak didik, latar belakang anak didik gaya belajar anak didik yang bervariasi. 3). Materi pembelajaran Dalam kegiatan pembelajaran tentunya ada suatu penggarapan materi secara khusus. Dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupa sehingga sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Adapun materi pembelajaran yang cocok dengan strategi the power of two ialah materi yang berhubungan dengan pemecahan masalah atau analisa. Materi-materi tersebut ada di MI kelas tinggi. 4). Aktivitas anak didik Aktivitas anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan pembelajaran. Tidak adanya aktivitas anak didik dapat menyebabkan kegagalan kegiatan pembelajaran karena dalam kegiatan ini anak didiklah yang belajar, sedangkan pendidik hanya berperan sabagai fasilitator atau orang yang mengarahkan jalannya kegiatan pembelajaran. Aktivitas anak didik ini perlu diarahkan dan difasilitasi agar terarah sesuai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Meskipun demikian, motivasi anak didik dalam beraktivitas perlu ditingkatkan lagi agar mereka dapt mengeksplor segala kemampuan/ kompetensi mereka dengan baik. 5). Pendidik TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016 113 Pendidik yang berperan sebagai pembimbing harus berusaha menghidupkan dan memberikan motivasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Dan dalam situasi pembelajaran dengan strategi the power of two pendidik juga harus siap menjadi mediator. Ini mempunyai maksud agar tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai. Ini karena, apabila strategi the power of two dapat memotivasi peserta didik baik secara ekstrinsik dan intrinsic yang pada akhirnya peserta didik akan dapat meningkatkan kemampuan mereka. 6). Disiplin Disiplin dalam melaksanakan strategi the power of two merupakan suatu pola tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati dengan sadar oleh kedua pihak, yakni pendidik dan peserta didik sehingga dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan efektif dan evisien. 7). Ada batas waktu Dalam kegiatan strategi the power of two, batas waktu merupakan salah satu unsur yang tidak bisa ditinggalkan. Untuk dapat mencapai suatu tujuan pembelajaran, setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu harus dicapai. Apabila kegiatan pembelajaran dengan strategi the power of two ini tidak ada batas waktu maka pembelajaran akan berjalan suka-suka dan kurang sistematis serta sulit diketahui kapan akan dapat terselesaikan. 8). Evaluasi Evaluasi harus dilakukan oleh pendidik untuk dapat mengetahui tercapai tidaknya suatu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Evaluasi ini dapat dilaksanakan kapan saja, baik di awal pelaksanaan strategi, di tengah maupun di akhir pelaksanaan strategi pembelaajaran the power of two. Secara umum penilaian hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi tiga (Hamzah B. Uno, 2010: 21) yakni keefektifan (effectiveness), efisiensi (efficiency), dan daya tarik (appeal). Pertama, keefektifan pembelajaran, biasanya diukur dengan tingkat pencapaian subjek belajar. Ada empat aspek penting yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan keefektifan pembelajaran, yaitu a) kecermatan penguasaan perilaku yang dipelajari atau sering disebut dengan “tingkat kesalahan”; b) TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016 114 kecepatan untuk kerja; c) tingkat alih belajar; dan d) tingkat retensi dari apa yang dipelajari. Apabila ditinjau dari keefektifan pembelajaran, strategi the power of two ini tingkat pencapaiaanya jelas terlihat dan dapat diukur, baik dari cermat melaksanakan tiap-tiap langkah the power of two, kecepatan penerapannya maupun tingkat kesalahannya. Dalam hal ini tingkat kesalahan dapat diminimalisir sehingga efektivitas pembelajaran dapat tercapai. Kedua, efisiensi pembelajaran, biasanya diukur dengan rasio antara keefektifan dan jumlah waktu yang dipakai subjek belajar dan atau jumlah biaya pembelajaran yang digunakan. Dalam penerapan strategi the power of two ini selain waktunya dapat diatur agar tidak boros waktu juga tidak membutuhkan biaya, sehingga efisiensi pembelajaran tercapai. Ketiga, daya tarik pembelajaran, biasanya diukur dengan mengamati kecenderungan anak didik untuk tetap belajar. Ini sangat berkaitan erat dengan daya tarik bidang studi dan kualitas pembelajaran juga berpengaruh pada keduanya. Oleh karena itu, pengukuran terhadap kecenderungan anak didik untuk terus atau tidak terus belajar dapat dikaitkan dengan proses pembelajaran itu sendiri atau dengan bidang studi. Akan tetapi penerapan the power of two ini memiliki daya tarik bagi peserta didik dan pemahaman terhadap materi pembelajaran juga lebih mendalam. PENUTUP 1. Kesimpulan Demi meningkatnya efektivitas pembelajaran, gaya belajar yang efektif juga perlu diperhatikan. Menurut Hamzah B. Uno gaya belajar efektif ada tujuh, yakni: bermain dengan kata, bermain dengan pertanyaan, bermain dengan gambar, bermain dengan musik, bermain dengan bergerak, bermain dengan bersosialisasi, dan bermain dengan kesendirian (Hamzah B. Uno, 2010: 21). Dalam hal ini penulis memilih belajar efektif dengan gaya belajar bermain dengan kesendirian sekaligus gaya belajar bermain dengan bersosialisasi. Sosialisasi dalam hal ini dilakukan dengan menerapkan strategi the power of two. The power of two berarti menggabungkan kekuatan dua kepala setelah masingmasing kepala berpikir sendiri mengenai topik tertentu. Menggabungkan dua kepala TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016 115 dalam hal ini adalah membentuk kelompok kecil, yaitu masing-masing siswa berpasangan. Kegiatan ini dilakukan agar munculnya suatu sinergi yakni dua kepala lebih baik dari satu. Pembelajaran MI dengan strategi the power of two ini menandung unsur keefektifan (effectiveness), efisiensi (efficiency), dan daya tarik (appeal). Dan ketiga unsure tersebut dapat ditingkatkan apabila the power of two ini dilaksanakan dengan baik. Dengan demikian tercapailah efektivitas pembelajaran MI. 2. Saran Pendidik MI yang baik hendaknya tidak hanya sekedar memenuhi kuota 24 jam demi menggugurkan kewajiban, melainkan dapat melaksanakan pembelajaran dengan memperhatikan kualitas dan penerapan strategi pembelajaran yang tepat. Meskipun gaji pas-pasan tapi jangan dijadikan alas an untuk mengajar asal-asalan. Pendidik MI harus bekerja keras dan giat lagi agar dapat bersaing dengan pendidik SD. Ini dapat dilaksanakan dengan mengemas gaya mengajarnya agar mudah ditangkap dan dimengerti, sehingga akan membuat peserta didik tertarik dan berhasil dalam belajar. Guru/pendidik yang mampu menciptakan sesuatu yang baru demi meningkatkan kualitas adalah seorang yang dapat melihat peluang kecil menjadi potensi besar. DAFTAR PUSTAKA Amstrong, Thomas. Sekolah Para Juara: Menerapkan Multiple Intelligences di Dunia Pendidikan. Bandung: Kaifa, 2004. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. 1966. Asef, Umar Islam. Pendidikan Anak Berbasis Cinta: Sebuah Strategi Melejitkan Kecerdasan Anak mahasiswa Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Program studi PGRA, 2010. Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif . Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006. Buzan, Tony. The Power of Spiritual Intelligence terj. oleh Alex Tri Kantjono W dan Febriana Fialita. Jakarta: Gramedia, 2003. TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016 116 Direktorat Tenaga kependidikan dan Direktorat jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: LPMP dan P4TK, 2008. Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2000. Djohar. Pendidikan Strategik, Alternatif untuk Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta : LESFI, 2003. Faisal, Sanafiyah. Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar dan Aplikasi. Malang: YA3, 1990. Goleman, Daniel. Emotional Intelligene. New York, London ect: Bantam Books, 1996. _________ . Kecerdasan Emosional: Mengapa EI lebih penting dari pada IQ. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002. _________. Sosial Intelligence. Jakarta: Gramedia, 2007. Gredler, Margaret Bell. Learning and Intruction Teory Into Partice, New York: Mc Millan Publishing Company, 1986. Hamruni. Edutainment Dalam Pendidikan Islam Dan Teori-Teori Pembelajaran Quantum. Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kali Jaga, 2009. Husein, Sisca. Tips dan Trik Mengaktifkan Otak Tengah. Yogyakarta: Second Hope, 2010. Ibrahim, Nana Sudjana. Pengantar dan Penelitian Pendidikan. Bandung: Sinar Baru, 1989. Islam, Mujahidatul. Pola Pengembangan Kecerdasan Emosi di Pesantren: Studi di pesantren ar-Raudatal ‘Ilmiyah Kertosono, Nganjuk,Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta program studi PPI, 2000. Marno dan M. Idris. Strategi dan Metode Pengajaran (menciptakan keterampilan mengajar yang efektif dan edukatif), Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2010. Moeliono, Anton M, dkk. Kamus Baesar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1989. Meleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001. Mulyasa, E. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Suatu Panduan Praktis. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007. Nasir, Moh. Metode Penelitian. Yogyakarta: Ghalia Indonesia, 1988. Pink, Daniel H. Misteri Otak Kanan Manusia cet. III. Yogyakarta: Think, 2007. TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016 117 Safaria, T. Interpersonal Intelligence. Yogyakarta: Amara Books, 2005. Sanjaya, Wina. Strategi Pemelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta:Kencana, 2008. Setiawati, Rahmah. Penerapan Metode Menghafal Potongan Ayat Al-Qur`an dan Terjemahannya dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Al-Qur`an Hadis pada Siswa Kelas XI-IPA MAN Kroya, Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, program studi Pendidikan Islam konsentrasi MKPI, 2009. Silberman, Mel. Active Learning : 101 Strategies to Teach Any Subject. Jakarta : Pustaka Insan Madani, 2002. Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2009. Sumantri, Mulyani dan Johar Permana. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : IBDR:LOAN 3496, 1999. Suparno, Paul. Teori Intelegensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah. Jogjakarta: Kanisius, 2004. Surakhmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, dan Teknik. Bandung: Tarsito, 1994. Suyadi. Model Permaian Edukatif Berbasis Multimedia untuk Pengembangan Kecerdasan Spiritual Anak Usia Dini, Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Program studi PGRA, 2010. Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan suatu Pendekatan Baru, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000. Umam, Khaerul. Metode Eklektik Dalam Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis All in One System di Madrasah Alhikmah Benda Brebes, Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, program studi Pendidikan Islam konsentrasi PBA, 2010. Uno, Hamzah B. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar Yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara, 2010. Usman, M. Basyiruddin. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Ciputat Pers. 2002. Zaini, Hisyam dkk. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD, 2007. TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016 118