STRATEGI THE POWER OF TWO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP

advertisement
STRATEGI THE POWER OF TWO DAN IMPLIKASINYA
TERHADAP EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN MADRASAH IBTIDAIYAH
Al Ihwanah
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji implikasi strategi the power of two terhadp
efektivitas pembelajarn madrasah ibtidaiyah. Hasil penelitian ini mengungkapkan
bahwa gaya belajar yang efektif diterapkan dalam pembelajaran MI adalah gaya
belajar bermain dengan kesendirian sekaligus gaya belajar bermain dengan
bersosialisasi. Sosialiasi dilakukan dengan menerapkan strategi the power of two
dengan membentuk kelompok kecil dan berpasangan. Pembelajaran MI dengan strategi
the power of two ini menandung unsur keefektifan (effectiveness), efisiensi (efficiency),
dan daya tarik (appeal). Dan ketiga unsur tersebut dapat ditingkatkan apabila the
power of two ini dilaksanakan dengan baik.
Kata Kunci: Strategi, The Power of Two, Efektivitas Pembelajaran
I. Pendahuluan
Pendidikan Madrasah Ibtidaiyah (MI) memiliki karakteristik yang unik dan
menarik. Ini karena pendidikan madrasah didirikan untuk memadukan keunggulan
pesantren dan keunggulan sekolah di samping untuk menghilangkan kelemahan di
antara keduanya. Dengan kata lain, dapat dikatakan pendidikan madrasah adalah
sekolah plus, perpaduan antara pendidikan sekolah yang banyak materi pelajaran umum
dengan pendidikan pesantren yang menekankan materi pelajaran agama. Akan tetapi
saat ini kualitas MI masih dianggap masyarakat sebagai pendidikan kualitas nomor dua
setelah SD Negeri karena mutu lulusannya yang sering di bawah mutu SD meskipun
tidak sedikit pula MI yang berkualitas.
Pendidikan MI merupakan bagian dari kegiatan kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa. Oleh sebab itu kegiatan pendidikan MI juga merupakan perwujudan dari
cita-cita bangsa. Dengan demikian kegiatan pendidikan MI sebagai bagian dari
pendidikan nasional perlu diorganisasikan dan dikelola sedemikian rupa supaya
pendidikan nasional sebagai suatu organisasi dapat menjadi sarana untuk mewujudkan
cita-cita nasional. Secara rinci cita-cita nasional yang terkait dengan kegiatan
pendidikan telah dituangkan dalam Undang-Undang Sisdiknas No.20 Tahun 2003,
bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertkwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016
103
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara
yang demokraatis serta bertanggung jawab.
Demi tercapai tujuan pendidikan tersebut di atas, pendidikan dilaksanakan
berdasarkan kurikulum. Kurikulum sebagai komponen sistem pendidikan paling rentan
terhadap perubahan. Paling tidak ada tiga faktor yang membuat kurikulum harus selalu
dirubah atau diperbaharui. Pertama, karena adanya perubahan filosofi tentang manusia
dan pendidikan, khususnya mengenai hakikat kebutuhan peserta didik terhadap
pendidikan/pembelajaran. Kedua, karena cara cepatnya perkembangan ilmu dan
teknologi, sehingga subject matter yang harus disampaikan kepada peserta didik pun
semakin banyak dan berragam. Ketiga, adanya perubahan masyarakat, baik secara
sosial, politik, ekonomi, maupun daya dukung lingkungan alam, baik pada tingkat lokal
maupun global. Semua kurikulum nasional dirancang berdasarkan landasan yang sama,
yaitu Pancasila dan UUD 1945, perbedaanya pada penekanan pokok dari tujuan
pendidikan serta pendekatan dalam merealisasikannya.
Hal itu dilakukan demi peningkatan kualitas pembelajaran guna mencapai
tujuan pendidikan. Namun, sampai saat ini kegiatan pembelajaran di MI seolah-olah
hanya menyentuh ranah kognitif saja. Walaupun dalam pembelajaran yang
dilaksanankan di kelas sangat menuntut beberapa aspek penilaian tapi pada akhirnya
hanya dilihat adalah pemahaman sebatas kognitifnya saja.
Selain itu, standar proses pembelajaran pada satuan pendidikan juga harus
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi
peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan
fisik serta psikologis peserta didik (PP. No 19 th 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan). Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa mutu pendidikan MI masih rendah
karena sebagian besar guru MI belum melaksanakan standar proses pembelajaran secara
maksimal. Untuk mendukung tercapainya standar proses pembelajaran ini dipandang
perlu adanya strategi pembelajaran yang tepat sebagai langkah konkret meningkatkan
mutu lulusan MI.
TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016
104
II. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Peserta Didik
Salah satu masalah dalam pembelajaran di sekolah dasar (SD/MI) adalah
rendahnya prestasi belajar siswa. Prestasi belajar dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik
faktor dari dalam (internal) maupun faktor dari luar (eksternal). Menurut Suryabrata, hal
yang termasuk faktor internal adalah faktor fisiologis dan psikologis (misalnya
kecerdasan motivasi berprestasi dan kemampuan kognitif), sedangkan yang termasuk
faktor eksternal adalah faktor lingkungan dan instrumental (misalnya guru, kurikulum,
model dan metode pembelajaran). Bloom
mengemukakan tiga faktor utama yang
mempengaruhi prestasi belajar, yaitu kemampuan kognitif, motivasi berprestasi dan
kualitas pembelajaran.
Apabila dilihat dari segi kemampuan kognitif, meski jenis kecerdasan yang
dimiliki berbeda, akan tetapi pada dasarnya semua anak itu cerdas. Ini karena otak
manusia mempunyai kapasitas yang luar biasa, bahkan seorang bayi yang baru lahir pun
memiliki satu triliyun sel otak (neuron). Tiap sel otak memiliki ratusan dan ribuan
cabang atau tentakel yang mirip dengan gurita berukuran mikro (Sisca Husein,
2010:12). Masing-masing tentakel ini berisi jamur atau spina dendrit yang mengandung
ribuan zat kimia. Bagian ini yang bertugas membawa pesan, semua informasi dalam
setiap pikiran, setiap pengalaman belajar, dan setiap daya ingat yang dimiliki.
Hal tersebut senada dengan teori multiple Intelligence, pada hakikatnya tidak
ada anak yang bodoh, sebab setiap anak pasti memiliki minimal satu kecerdasan (Munif
Chatib, 2012: 92). Oleh karena itu penulis lebih menitikberatkan pada faktor motivasi
berprestasi dan kualitas pembelajaran yang perlu diperbaiki. Kualitas pembelajaran
adalah kualitas kegiatan pembelajaran yang dilakukan dan ini menyangkut strategi
pembelajaran yang digunakan oleh guru MI. Salah satu faktor penyebab rendahnya
mutu lulusan MI ialah proses pembelajaran, karena proses pembelajaran yang bermutu
akan menghasilkan output pembelajaran yang bermutu pula. Apabila proses berjalan
dengan baik maka hampir dapat dipastikan menghasilkan output yang baik pula.
Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa mutu pendidikan MI masih rendah
karena belum melaksanakan standar proses pembelajaran secara maksimal. Untuk
mendukung tercapainya standar proses pembelajaran ini dipandang perlu adanya
TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016
105
strategi pembelajaran yang tepat sebagai langkah konkret meningkatkan mutu lulusan
MI, yang salah satunya yaitu strategi kekuatan berdua (the power of two).
Selain itu, dalam dunia pendidikan, khususnya dalam pembelajaran secara
klasikal metode ceramah masih banyak digunakan. Ceramah merupakan cara
konvensional, meskipun memiliki kelebihan namun juga memiliki kelemahan.
Perbedaan Strategi The Power Of Two dan Strategi Konvensional
Strategi Konvensional
Keunggulan
Strategi The Power Of Two
1. strategi ini dapat menampung 1. peserta didik dapat meningkatkan
kelas besar, tiap peserta didik
kepercayaan kemampuan berfikir
mempunyai
yang
sendiri, menemukan informasi dari
sama untuk mendengarkan, dan
berbagai sumber dan belajar dari
biaya menjadi relatif murah.
peserta didik lain.
2. materi
kesempatan
pembelajaran
dapat 2. Mengembangkan
kemampuan
diberikan secara lebih runtut oleh
mengungkapkan ide atau gagasan
pendidik
dengan kata-kata secara verbal dan
3. Pendidik dapat member tekanan
terhadap hal-hal yang penting,
dengan
membandingkan
ide-ide
atau gagasan-gagasan orang lain.
hingga waktu dan energi dapat 3. Membantu anak agar dapat bekerja
digunakan sebaik mungkin.
4. Isi
silabus
dapat
diselesaikan
dengan lebih mudah.
penghambat
pembelajaran.
dengan
orang
lain,
dan
menyadari segala keterbatasannya
serta
5. Kekurangan alat mengajar tidak
menjadi
sama
menerima
segala
kekurangannya.
jalannya 4. Membantu
peserta
didik
untuk
belajar bertanggung jawab dalam
melaksanakan tuganya.
5. Meningkatkan
memberikan
motivasi
dan
rangsangan
untuk
berfikir.
6. Meningkatkan
prestasi
akademik
sekaligus kemampuan sosial.
TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016
106
Kelemahan
1. Pelajaran jadi membosankan dan 1. Membutuhkan waktu yang panjang
murid pasif.
2. Murid tidak mampu menguasai
bahan yang diajarkan.
3. Pengetahuan yang diperoleh lebih
untuk memfasilitasi peserta didik
menyampaikan
peebedaan
pendapat.
2. Dapat
membuat
pembelajaran
cepat terlupakan karena
kurang kondusif karena pembagian
pengetahuan tidak mendalam.
kelompok
4. Ceramah menyebabkan murid
pasangan
menjadi ”belajar menghafal”
pasangan.
5. tujuan pembelajaran sulit tercapai
secara
berpasang-
dan shering antar
3. Bagi peserta didik yang kurang
karena hanya sekedar
bertanggung jawab maka ia hanya
menyampaikan materi
akan mengandalkan pasangannya
pembelajaran tanpa member
apabila pendidik kurang control
kesempatan peserta didik
terhadap jalannya strategi ini.
menyampaikan aspirasinya.
Oleh karena itu, ceramah perlu dilengkapi dengan pendekatan dan strategi
inkonvensional yang tepat, salah satunya strategi the power of two.
III. Penerapan Strategi the power of two.
Siberman mendefinisikan The Power Of Two, ialah menggabungkan kekuatan
dua orang. Dalam pembelajaran the power of two adalah kegiatan yang dilaksanakan
untuk meningkatkan belajar kolaboratif dan mendorong kepentingan dan keuntungan
sinergi, itu karenanya 2 kepala tentu lebih baik dari pada 1 kepala (Meil Siberman,
2002: 106). Strategi belajar kekuatan berdua (the power of two) termasuk bagian dari
belajar kooperatif dalam kelompok kecil dengan menumbuhkan kerja sama secara
maksimal melalui kegiatan pembelajaran oleh teman sendiri dengan anggota dua orang
di dalamnya demi mencapai kompetensi dasar. Oleh karena itu strategi yang dipilih oleh
pendidik tidak boleh bertentangan dengan tujuan pembelajaran. Strategi harus
mendukung kegiatan interaksi edukatif berproses guna mencapai tujuan pokok
TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016
107
pembelajaran. Tujuan pokok pembelajaran yang tercapai dengan baik akan dapat
mengembangkan kemampuan anak agar bisa menyelesaikan segala persoalan hidup
yang dihadapinya.
Langkah-langkah penerapan strategi the power of two ialah:
1. Berikan siswa satu atau beberapa pertanyaan yang memerlukan perenungan atau
pemikiran
2. Perintahkan siswa untuk menjawab pertanyaan secara perorangan
3. Setelah semua siswa menyelesaikan jawaban mereka, aturlah menjadi sejumlah
pasangan dan perintahkan mereka untuk berbagi jawaban satu sama lain.
4. Perintahkan pasangan untuk membuat jawaban baru bagi tiap pertanyaan,
memperbaiki tiap jawaban perorangan
5. Bila semua pasangan telah menuliskan jawaban baru, bandingkan jawaban dari
setiap pasangan di dalam kelas.
Strategi the power of two mempunyai beberapa tujuan antara lain sebagai
berikut:
(a) Membiasakan belajar aktif secara individu dan kelompok (belajar bersama hasilnya
lebih berkesan)
(b) Untuk meningkatkan belajar kolaboratif.
(c) Agar peserta didik memiliki keterampilan memecahkan masalah terkait dengan
materi pokok.
(d) Meminimalkan kegagalan
(e) Meminimalkan kesenjangan antara peserta didik yang satu dengan peserta didik
yang lain.
Tujuan tersebut akan dapat dicapai dengan baik apabila penerapan strategi the
power of two ini memperhatikan komponen-komponen pembelajaran yang menunjang
keberhasilan belajar dengan efektif, efisien dan menarik. Sebagaimana dikutip oleh
Hamzah B. Uno, Dick dan Cery menjelaskan bahwa komponen-komponen
pembelajaran ada lima, yaitu: a) kegiatan pembelajaran pendahuluan, b) penyampaian
informasi, c) partisipasi peserta didik, d) tes, dan e) kegiatan lanjutan (Hamzah B. Uno,
2010: 3). Adapun penerapan the power of two dalam hal ini adalah sebagai berikut:
TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016
108
a. Kegiatan Pembelajaran Pendahuluan
Sebelum pendidik memulai strategi kekuatan berdua (the power of two),
pendidik diharapkan dapat menarik minat atau perhatian siswa untuk dapat
meperhatikan materi pelajaran yang akan disampaikan. Ini penting karena pada awal
kegiatan pembelajaran, tidak semua siswa memiliki kesiapan mental dan tertarik
untuk mengikuti hal-hal yang akan dipelajari. Untuk itu pendidik memerlukan
strategi yang tepat sehingga dapat memperkenalkan materi pelajaran. Kegiatan ini
dapat dilakukan melalui contoh-contoh ilustrasi tentang kehidupan sehari-hari atau
cara pendidik untuk meyakinkan apa manfaat untuk mempelajari pokok bahasan
tertentu sehingga akan berpengaruh pada motivasi belajar peserta didik.
b. Kegiatan Menyampaikan Informasi
Sebaiknya pendidik mampu memahami situasi dan kondisi yang dihadapi
untuk dapat menerapkan strategi the power of two dengan baik. Kegiatan
menyampaikan
informasi
dapat
diartikan
sebagai
pemberitahuan
sehingga
menyampaikan informasi adalah bentuk menyampaikan fakta dan memberikan
instruksi. Isi materi yang disampaikan menunjukkan “apa”, “mengapa”, “untuk apa”
atau “bagaimana” sesungguhnya sesuatu hal itu. Dengan demikian informasi yang
disampaikan dapat diserap oleh peserta didik dengan baik. Ada beberapa langkah
yang
perlu
diperhatikan
dalam
penyampaian
informasi
adalah urutan ruang lingkup dan jenis materi (Hamzah B. Uno, diantaranya yaitu:
1) Urutan penyampaian
Kegiatan penyampaian materi pelajaran harus menggunakan pola urutan yang
tepat. Urutan materi yang diberikan sesuai dengan tahapan berfikir dari hal-hal
yang bersifat kongkret ke hal-hal yang bersifat abstrak atau dari hal-hal yang
sederhana atau mudah dilakukan dengan hal-hal yang kompleks atau sulit
dilakukan. Urutan penyampaian yang sistematis memudahkan peserta didik untuk
memahami apa yang ingin di sampaikan oleh pendidik.
2) Ruang lingkup materi yang disampaikan
Materi yang disampaikan atau ruang lingkup materi sangat bergantung pada
karakteristik peserta didik dan jenis materi yang dipelajari. Hal yang perlu
dipahami oleh pendidik dalam memperkirakan besar kecilnya materi adalah
TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016
109
penerapan teori Gestalt. Teori tersebut menyebutkan bahwa bagian-bagian kecil
merupakan satu kesatuan yang bermakna apabila dipelajari secara keseluruhan
tidaklah berarti tanpa bagian-bagian kecil tadi.
3) Materi yang akan disampaikan
Hamzah B. Uno mengutip Merril bahwa membedakan isi pelajaran menjadi
empat jenis yakni; fakta, konsep, prosedur, dan prinsip (Hamzah B.Uno, 2002: 5).
Materi pelajaran umumnya merupakan gabungan antara jenis materi yang
berbentuk pengetahuan (fakta dan informasi yang terperinci), keterampilan
(langkah-langkah, prosedur, keadaan dan syarat-syarat tertentu), dan sikap (berisi
pendapat, ide, saran atau tanggapan). Dalam isi pelajaran ini terlihat masingmasing jenis pelajaran dan sudah pasti memerlukan strategi penyampaian yang
berbeda-beda. Sehingga dalam menentukan strategi pembelajaran, guru harus
terlebih dahulu memahami jenis materi pelajaran yang akan disampaikan agar
diperoleh strategi pembelajaran yang sesuai. Adapun strategi the power of two
cocok diterapkan untuk materi pelajaran pada MI kelas tinggi, yaitu kelas 4, kelas
5, dan kelas 6.
c. Partisipasi Peserta Didik
Berdasarkan prinsip student centered, peserta didik merupakan pusat dari suatu
kegiatan belajar. Beberapa hal penting the power of two yang berhubungan dengan
partisipasi peserta didik, ialah sebagai berikut:
1. The power of two menjadi kegiatan latihan dan praktik siswa yang dilakukan
setelah siswa diberi informasi tentang suatu materi pelajaran, sikap atau
keterampilan tertentu. Ini dilakukan agar materi pelajaran yang diperoleh peserta
didik benar-benar dapat terinternalisasi.
2. Setelah the power of two berjalan, pendidik hendaknya memberikan umpan balik
(feedback). Ini bertujuan agar peserta didik dapat menunjukkan perilaku sebagai
hasil belajarnya.
Melalui umpan balik yang diberikan oleh pendidik, maka peserta didik akan
tahu apakah jawaban yang mereka berikan itu benar atau salah, tepat atau tidak tepat,
atau ada sesuatu yang harus diperbaiki. Umpan balik ini dapat berupa penguatan
positif (baik, bagus, tepat sekali, dan sebagainya) dan penguatan negatif (kurang
TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016
110
tepat, salah, perlu disempurnakan, dan sebagainya). Akan tetapi diharapkan pada
semua guru agar bisa memberikan kesan yang positif dalam setiap pembelajarannya,
sehingga peserta didik akan selalu termotivasi dan terus berkembang.
d. Evaluasi
Strategi the power of two yang telah dilakukan perlu dievaluasi dengan tujuan
untuk mengetahui (1) apakah penerapan strategi the power of two telah membantu
mencapai tujuan pembelajaran atau belum, dan (2) apakah pengetahuan sikap dan
keterampilan telah benar-benar dimiliki oleh peserta didik atau belum. Pelaksanaan
evaluasi ini dilakukan di akhir kegiatan pembelajaran setelah siswa melakukan
kegiatan the power of two.
e. Kegiatan Lanjutan (follow up)
Setelah strategi the power of two dilakukan, terdapat peserta didik yang
berhasil dengan bagus atau di atas rata-rata, ada juga peserta didik yang hanya
menguasai sebagian materi pelajaran. Peserta didik yang belum menguasai materi
pelajaran secara penuh seharusnya menerima follow up, seperti kegiatan pengayaan
dan sejenisnya. Hal ini bertujuan untuk membantu siswa yang mengalami kesulitan
belajar, sehingga dengan diadakan pengayaan peserta didik dapat memahami
kembali materi-materi yang dianggapnya susah dan menjadi kesulitan bagi mereka.
Strategi the power of two lebih cocok diterapkan di kelas tingkat tinggi, yakni
kelas 4, kelas 5 dan kelas 6. Ini karena Esensi proses pembelajaran di kelas tinggi
dilaksanakan secara logis dan sistematis untuk membelajarkan siswa tentang konsep
dan generalisasi sampai pada tahap penerapan, meliputi menyelesaikan soal,
menggabungkan, menghubungkan, memisahkan, menyusun, menderetkan, melipat,
dan membagi.
Adapun contoh kegiatan belajarnya antara lain mendiskusikan tentang jual beli,
memperagakan rangkaian gerak dengan alat music, menafsirkan peninggalanpeninggalan sejarah, melakukan operasi hitung campuran (bilangan bulat pecahan),
mengumpulkan bukti perkembangbiakan makhluk hidup dan lain-lain. Oleh karena
itu guru MI di kelas tinggi seyogyanya menggunakan pembelajaran yang berbasis
masalah, menggunakan pendekatan konstruktivis, melakukan aktivitas menyelidiki,
meneliti, dan membandingkan. Karena siswa di kelas tinggi dalam melakukan
TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016
111
kegiatan pembelajaran melakukan tahapan penyelidikan, melakukan pemecahan
masalah, dan sebagainya. The power of two merupakan salah satu strategi yang
cocok diterapkan dan dipadukan dengan pendekatan kontruktivis dan model
pembelajaran problem solving.
Strategi ini diterapkan agar dapat mencapai kompetensi lulusan SD/MI.
Kompetensi lulusan SD/MI yang dapat dijadikan acuan dalam pembelajaran,
diantaranya:
1. Mampu mengenali dan menjalankan hak dan kewajiban diri, beretos kerja, dan
peduli terhadap lingkungan.
2. Mampu berpikir logis, kritis, dan kreatif serta berkomunikasi melalui beberapa
media.
3. Menyenangi keindahan
4. Mengenali dan berperilaku sesuai dengan ajaran agama yang diyakininya.
5. Membiasakan hidup bersih, bugar dan sehat
6. Memiliki rasa cinta dan bangga terhadap bangsa dan tanah air
IV. Efektivitas Pembelajaran MI
Strategi the power of two dapat membantu peningkatan efektivitas pembelajaran
MI. Adapun pembahasan mengenai efektivitas pembelajaran ini harus memperhatikan
unsur-unsur pembelajaran itu sendiri. Sebagai sebuah sistem, pembelajaran terdiri dari
beberapa cirri (Syaiful Bahri Djamarah dan Azwar Zain, 2002: 46) yang sekaligus
merupakan unsur pembelajaran yakni tujuan pembelajaran, prosedur pembelajaran,
materi pembelajaran, aktivitas anak didik, pendidik, disiplin, ada batas waktu, dan
evaluasi.
1). Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran yang merupakan pernyataan tentang hasil pembelajaran
apa yang diharapkan ini menjadi pertimbangan utama dalam penerapan strategi the
power of two. Tujuan ini sangat umum, sangat khusus atau di mana saja dalam
kontinyu khusus (Hamzah B. Uno, 2010: 19). Setiap kegiatan pembelajaran itu
seharusnya sadar akan tujuan, yakni untuk membentuk anak didik dalam suatu
perkembangan tertentu. Dengan menempatkan anak didik sebagai pusat perhatian,
TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016
112
anak didik mempunyai tujuan, sedangkan unsur selain tujuan berfungsi sebagai
pengantar dan pendukung. Oleh karena itu dalam penerapan the power of two,
tujuan pembelajaran juga menjadi salah satu factor yang harus diperhatikan. Ini
karena materi pembelajaran diturunkan dari tujuan pembelajaran sehingga dapat
diketahui materi yang cocok dengan the power of two.
2). Prosedur pembelajaran
Agar dapat mencapai tujuan pembelajaran secara optimal, maka dalam
melakukan strategi the power of two perlu ada prosedur, atau langkah-langkah
sistematik yang relevan. Ini dilaksanakan untuk dapat mencapai tujuan
pembelajaran. Adapun berbeda tujuan pembelajaran juga akan berbeda pula
prosedur pembelajarannya. Prosedur ini diterapkan dengan memperhatikan keadaan
psikologis anak didik, latar belakang anak didik gaya belajar anak didik yang
bervariasi.
3). Materi pembelajaran
Dalam kegiatan pembelajaran tentunya ada suatu penggarapan materi secara
khusus. Dalam hal ini materi harus didesain sedemikian rupa sehingga sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan. Adapun materi pembelajaran yang cocok
dengan strategi the power of two ialah materi yang berhubungan dengan pemecahan
masalah atau analisa. Materi-materi tersebut ada di MI kelas tinggi.
4). Aktivitas anak didik
Aktivitas anak didik merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya kegiatan
pembelajaran. Tidak adanya aktivitas anak didik dapat menyebabkan kegagalan
kegiatan pembelajaran karena dalam kegiatan ini anak didiklah yang belajar,
sedangkan pendidik hanya berperan sabagai fasilitator atau orang yang
mengarahkan jalannya kegiatan pembelajaran. Aktivitas anak didik ini perlu
diarahkan dan difasilitasi agar terarah sesuai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Meskipun demikian, motivasi anak didik dalam beraktivitas perlu
ditingkatkan lagi agar mereka dapt mengeksplor segala kemampuan/ kompetensi
mereka dengan baik.
5). Pendidik
TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016
113
Pendidik yang berperan sebagai pembimbing harus berusaha menghidupkan
dan memberikan motivasi, agar terjadi proses interaksi yang kondusif. Dan dalam
situasi pembelajaran dengan strategi the power of two pendidik juga harus siap
menjadi mediator. Ini mempunyai maksud agar tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan dapat tercapai. Ini karena, apabila strategi the power of two dapat
memotivasi peserta didik baik secara ekstrinsik dan intrinsic yang pada akhirnya
peserta didik akan dapat meningkatkan kemampuan mereka.
6). Disiplin
Disiplin dalam melaksanakan strategi the power of two merupakan suatu pola
tingkah laku yang diatur sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah ditaati
dengan sadar oleh kedua pihak, yakni pendidik dan peserta didik sehingga dapat
mencapai tujuan pembelajaran dengan efektif dan evisien.
7). Ada batas waktu
Dalam kegiatan strategi the power of two, batas waktu merupakan salah satu
unsur yang tidak bisa ditinggalkan. Untuk dapat mencapai suatu tujuan
pembelajaran, setiap tujuan akan diberi waktu tertentu, kapan tujuan itu harus
dicapai. Apabila kegiatan pembelajaran dengan strategi the power of two ini tidak
ada batas waktu maka pembelajaran akan berjalan suka-suka dan kurang sistematis
serta sulit diketahui kapan akan dapat terselesaikan.
8). Evaluasi
Evaluasi harus dilakukan oleh pendidik untuk dapat mengetahui tercapai
tidaknya suatu tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Evaluasi ini dapat
dilaksanakan kapan saja, baik di awal pelaksanaan strategi, di tengah maupun di
akhir pelaksanaan strategi pembelaajaran the power of two.
Secara umum penilaian hasil pembelajaran dapat diklasifikasikan menjadi
tiga (Hamzah B. Uno, 2010: 21) yakni keefektifan (effectiveness), efisiensi
(efficiency), dan daya tarik (appeal).
Pertama, keefektifan pembelajaran, biasanya diukur dengan tingkat
pencapaian subjek belajar. Ada empat aspek penting yang dapat digunakan untuk
mendeskripsikan keefektifan pembelajaran, yaitu a) kecermatan penguasaan
perilaku yang dipelajari atau sering disebut dengan “tingkat kesalahan”; b)
TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016
114
kecepatan untuk kerja; c) tingkat alih belajar; dan d) tingkat retensi dari apa yang
dipelajari. Apabila ditinjau dari keefektifan pembelajaran, strategi the power of two
ini tingkat pencapaiaanya jelas terlihat dan dapat diukur, baik dari cermat
melaksanakan tiap-tiap langkah the power of two, kecepatan penerapannya maupun
tingkat kesalahannya. Dalam hal ini tingkat kesalahan dapat diminimalisir sehingga
efektivitas pembelajaran dapat tercapai.
Kedua, efisiensi pembelajaran, biasanya diukur dengan rasio antara
keefektifan dan jumlah waktu yang dipakai subjek belajar dan atau jumlah biaya
pembelajaran yang digunakan. Dalam penerapan strategi the power of two ini selain
waktunya dapat diatur agar tidak boros waktu juga tidak membutuhkan biaya,
sehingga efisiensi pembelajaran tercapai.
Ketiga, daya tarik pembelajaran, biasanya diukur dengan mengamati
kecenderungan anak didik untuk tetap belajar. Ini sangat berkaitan erat dengan daya
tarik bidang studi dan kualitas pembelajaran juga berpengaruh pada keduanya. Oleh
karena itu, pengukuran terhadap kecenderungan anak didik untuk terus atau tidak
terus belajar dapat dikaitkan dengan proses pembelajaran itu sendiri atau dengan
bidang studi. Akan tetapi penerapan the power of two ini memiliki daya tarik bagi
peserta didik dan pemahaman terhadap materi pembelajaran juga lebih mendalam.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Demi meningkatnya efektivitas pembelajaran, gaya belajar yang efektif juga
perlu diperhatikan. Menurut Hamzah B. Uno gaya belajar efektif ada tujuh, yakni:
bermain dengan kata, bermain dengan pertanyaan, bermain dengan gambar, bermain
dengan musik, bermain dengan bergerak, bermain dengan bersosialisasi, dan bermain
dengan kesendirian (Hamzah B. Uno, 2010: 21). Dalam hal ini penulis memilih
belajar efektif dengan gaya belajar bermain dengan kesendirian sekaligus gaya
belajar bermain dengan bersosialisasi.
Sosialisasi dalam hal ini dilakukan dengan menerapkan strategi the power of
two. The power of two berarti menggabungkan kekuatan dua kepala setelah masingmasing kepala berpikir sendiri mengenai topik tertentu. Menggabungkan dua kepala
TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016
115
dalam hal ini adalah membentuk kelompok kecil, yaitu masing-masing siswa
berpasangan. Kegiatan ini dilakukan agar munculnya suatu sinergi yakni dua kepala
lebih baik dari satu.
Pembelajaran MI dengan strategi the power of two ini menandung unsur
keefektifan (effectiveness), efisiensi (efficiency), dan daya tarik (appeal). Dan ketiga
unsure tersebut dapat ditingkatkan apabila the power of two ini dilaksanakan dengan
baik. Dengan demikian tercapailah efektivitas pembelajaran MI.
2. Saran
Pendidik MI yang baik hendaknya tidak hanya sekedar memenuhi kuota 24
jam demi menggugurkan kewajiban, melainkan dapat melaksanakan pembelajaran
dengan memperhatikan kualitas dan penerapan strategi pembelajaran yang tepat.
Meskipun gaji pas-pasan tapi jangan dijadikan alas an untuk mengajar asal-asalan.
Pendidik MI harus bekerja keras dan giat lagi agar dapat bersaing dengan pendidik
SD. Ini dapat dilaksanakan dengan mengemas gaya mengajarnya agar mudah
ditangkap dan dimengerti, sehingga akan membuat peserta didik tertarik dan berhasil
dalam belajar. Guru/pendidik yang mampu menciptakan sesuatu yang baru demi
meningkatkan kualitas adalah seorang yang dapat melihat peluang kecil menjadi
potensi besar.
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, Thomas. Sekolah Para Juara: Menerapkan Multiple Intelligences di
Dunia Pendidikan. Bandung: Kaifa, 2004.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta. 1966.
Asef, Umar Islam. Pendidikan Anak Berbasis Cinta: Sebuah Strategi Melejitkan
Kecerdasan Anak mahasiswa Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta Program studi PGRA, 2010.
Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif . Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006.
Buzan, Tony. The Power of Spiritual Intelligence terj. oleh Alex Tri Kantjono W
dan Febriana Fialita. Jakarta: Gramedia, 2003.
TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016
116
Direktorat Tenaga kependidikan dan Direktorat jenderal Peningkatan Mutu Pendidik
dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional, Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: LPMP dan P4TK, 2008.
Djamarah, Syaiful Bahri. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif. Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2000.
Djohar. Pendidikan Strategik, Alternatif untuk Pendidikan Masa Depan.
Yogyakarta : LESFI, 2003.
Faisal, Sanafiyah. Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar dan Aplikasi. Malang: YA3,
1990.
Goleman, Daniel. Emotional Intelligene. New York, London ect: Bantam Books,
1996.
_________ . Kecerdasan Emosional: Mengapa EI lebih penting dari pada IQ.
Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2002.
_________. Sosial Intelligence. Jakarta: Gramedia, 2007.
Gredler, Margaret Bell. Learning and Intruction Teory Into Partice, New York: Mc
Millan Publishing Company, 1986.
Hamruni. Edutainment Dalam Pendidikan Islam Dan Teori-Teori Pembelajaran
Quantum. Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kali Jaga, 2009.
Husein, Sisca. Tips dan Trik Mengaktifkan Otak Tengah. Yogyakarta: Second
Hope, 2010.
Ibrahim, Nana Sudjana. Pengantar dan Penelitian Pendidikan. Bandung: Sinar
Baru, 1989.
Islam,
Mujahidatul. Pola Pengembangan Kecerdasan Emosi di Pesantren: Studi di
pesantren ar-Raudatal ‘Ilmiyah Kertosono, Nganjuk,Yogyakarta: PPS UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta program studi PPI, 2000.
Marno dan M. Idris. Strategi dan Metode Pengajaran (menciptakan keterampilan
mengajar yang efektif dan edukatif), Jogjakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2010.
Moeliono, Anton M, dkk. Kamus Baesar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,
1989.
Meleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.
Mulyasa, E. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Suatu Panduan Praktis.
Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007.
Nasir, Moh. Metode Penelitian. Yogyakarta: Ghalia Indonesia, 1988.
Pink, Daniel H. Misteri Otak Kanan Manusia cet. III. Yogyakarta: Think, 2007.
TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016
117
Safaria, T. Interpersonal Intelligence. Yogyakarta: Amara Books, 2005.
Sanjaya, Wina. Strategi Pemelajaran: Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Jakarta:Kencana, 2008.
Setiawati, Rahmah. Penerapan Metode Menghafal Potongan Ayat Al-Qur`an dan
Terjemahannya dalam Meningkatkan Prestasi Belajar Al-Qur`an Hadis pada
Siswa Kelas XI-IPA MAN Kroya, Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, program studi Pendidikan Islam konsentrasi MKPI, 2009.
Silberman, Mel. Active Learning : 101 Strategies to Teach Any Subject. Jakarta :
Pustaka Insan Madani, 2002.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung: Alfabeta, 2009.
Sumantri, Mulyani dan Johar Permana. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta :
IBDR:LOAN 3496, 1999.
Suparno, Paul. Teori Intelegensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah. Jogjakarta:
Kanisius, 2004.
Surakhmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar, Metode, dan Teknik. Bandung:
Tarsito, 1994.
Suyadi. Model Permaian Edukatif Berbasis Multimedia untuk Pengembangan Kecerdasan
Spiritual Anak Usia Dini, Yogyakarta: PPS UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
Program studi PGRA, 2010.
Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan suatu Pendekatan Baru, Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2000.
Umam, Khaerul. Metode Eklektik Dalam Pembelajaran Bahasa Arab Berbasis All
in One System di Madrasah Alhikmah Benda Brebes, Yogyakarta: PPS UIN
Sunan Kalijaga Yogyakarta, program studi Pendidikan Islam konsentrasi
PBA, 2010.
Uno, Hamzah B. Model Pembelajaran: Menciptakan Proses Belajar Mengajar
Yang Kreatif dan Efektif. Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Usman, M. Basyiruddin. Metodologi Pembelajaran Agama Islam. Jakarta: Ciputat
Pers. 2002.
Zaini, Hisyam dkk. Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD, 2007.
TARBIYATUNA, Vol. 7 No. 1 Juni, 2016
118
Download