PENCARIAN INFORMASI DAN PENILAIAN POLITIK (Studi Kasus Mengenai Pencarian Informasi dan Penilaian Politik tentang Pemilu Legislatif 2014, Kinerja Partai Politik dan Elit Politik di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh) Dedy Suheimi Pawito Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract Aceh citizen is considered having different perspectives on a political situation, in Indonesia generally and Aceh particularly, especially on Indonesian Legislative Election 2014. This happens since Aceh is one and only province in Indonesia where local party can take part in the election. The characteristics of its citizen with all of the traits and its uniqueness compared to citizen in other provinces in Indonesia also have a big role in influencing the political assessment. This study is aimed to find out the political assessment of Aceh citizen, in Pidie Regency especially, in Legislative Election 2014, the performance of the political parties and political elites in national and local range, and the process of information seeking in Legislative Election 2014. The methodology used in this research was the combination of quantitative and qualitative method with the main source which was obtained by survey and support by interview techniques, whereas the supporting data was obtained from documents and so on. Analysis technique was conducted descriptively by arranging frequency table, interpretation table, data analysis, and interview results. This research used cluster sampling and purposive sampling for the sampling method. According to the result of this research, in a certain level, strengthened the viewpoint that rural communities and urban communities are different. This research showed that the difference of the information seeking process of rural communities focused on the source of information which was obtained from the interpersonal interaction, although they also used television in acquiring information. On the other hand, urban communities tended to use particular mass media, although they also did interpersonal interaction. In political assessment, rural communities pleased with local politics and felt less contented with national politics, whereas urban communities felt less satisfied with either national or local politics. Keywords: Information seeking, Political Assessment 1 Pendahuluan Pemilu merupakan wadah persaingan bagi partai politik untuk merebut simpati dari masyarakat tentunya partai politik harus mengerti apa yang menjadi faktor-faktor masyarakat dalam memilih partai tersebut. Hal ini mendasari bahwa partai politik harus memahami perilaku politik (political behavior) masyarakat dalam pemilu. “Menurut Robert K. Carr merumuskan bahwa perilaku politik adalah telaah mengenai tindakan manusia dalam situasi politik. Situasi politik sangat luas cakupannya respon emosional berupa dukungan atau tuntutan (supply or demand) ataupun sikap apatis terhadap pemerintah dan kebijakan publik”. 1 Perilaku politik ini merupakan tindakan dari masyarakat terhadap situasi politik sekarang bisa berupa dukungan atau tuntutan berdasarkan penilaian dari masyarakat tersebut. Penilaian tersebut dapat berupa penilaian terhadap sistem pemilu di Indonesia, kinerja partai politik maupun elit politik. Dalam penelitian ini, masyarakat Aceh dipandang memiliki penilaian yang berbeda terhadap situasi politik di tingkat nasional dan di tingkat lokal Aceh. Penilaian tersebut dapat berupa dari proses komunikasi politik yang dilakukan partai politik nasional maupun lokal yang ada di Aceh dan calon legislatif (caleg) dalam berbagai bentuk dan saluran, serta penggunaan media komunikasi baik media elektronik, cetak dan media luar ruang dalam aktivitas politik seperti di saat menjelang kampanye yang dapat mempengaruhi tingkat penilaian pemilih atas fungsi dan tujuan pemilu serta persepsinya terhadap partai politik dan elit politik. Selain itu, karakteristik masyarakat Aceh yang berbeda dengan masyarakat lain di Indonesia juga berperan besar dalam mempengaruhi penilaian politik. Secara umum, masyarakat Aceh memiliki sifat dan keunikan yang sangat berbeda dengan mayoritas masyarakat Indonesia lainnya. “Masyarakat Aceh memiliki dua karakter yang paling menonjol yakni adalah sikap militansi (berwatak keras) dan loyal atau patuh kepada pemimpin”. 2 Berwatak keras dimaksudkan bahwa masyarakat Aceh akan memperlakukan siapapun yang mengganggu dan menyakiti mereka akan diperlakukan seperti musuh tapi jika 1 Anggara. 2013. Sistem Politik Indonesia. Bandung. Pustaka Setia. Hal: 113 Dikutip dari http://www.atjehcyber.net/2013/01/memahami-watak-orang-aceh.html yang diakses pada 26/06/2014 jam 12.10 Wib 2 2 bersikap baik maka akan diperlakukan dengan penuh kelembutan dan kasih sayang. Terlihat dalam sebuah hadist maja yang mencerminkan bagaimana militan dan baiknya orang Aceh “Ureueng Aceh nyoe hate hana teupeh, boh kreh jeuet ta raba. Meunyoe hate ka teupeh, bu leubeh han dipeutabaâ. (Orang Aceh kalau hatinya tidak tersingung, kehormatannya pun bisa disentuh. Kalau hatinya sempat tersinggung nasi berlebihan pun tidak akan ditawarkan)”. 3 Contohnya dapat dilihat dari bagaimana masyarakat Aceh dalam berbicara dimana ada sekat yang membedakan, orang yang dianggap sebagai musuh akan dilabeli sebutan “orang mereka” atau dalam bahasa Aceh disebut “awak nyan” sedangkan orang yang dianggap teman akan disebut orang kita atau dalam bahasa Aceh disebut “awak geutanyoe”. Loyal atau patuh pada pemimpin dimaksudkan bahwa orang Aceh akan mengikuti perintah dari pemimpin namun pemimpin tersebut harus jujur, setia kepada rakyat, tidak ingkar janji dan bijaksana. Contohnya pada masa perjuangan merebut kemerdekaan orang Aceh memberikan segala harta bendanya kepada Indonesia dengan membeli sebuah pesawat sebagai bukti kepatuhan karena Soekarno menepati janjinya dalam penerapan syariat Islam di Aceh. Hal tersebut juga berdampak bagi masyarakat di Kabupaten Pidie, Sigli. Sebagai salah satu Kabupaten di Provinsi Aceh maka masyarakat Sigli juga dipenuhi nuansa-nuansa keunikan sebagaimana yang dikemukakan di atas. Bahkan dapat dikatakan masyarakat Sigli lebih ekstrim dalam menilai orang lain baik luar Aceh maupun sesama Aceh. Tidak segan-segan masyarakat Sigli baik yang di pedesaan maupun perkotaan akan menganggap satu sama lain berbeda. Artinya masyarakat desa akan mengganggap orang di perkotaan sebagai “orang mereka” begitu juga sebaliknya. Hal inilah yang membuat di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh sering terjadi pertikaian maupun pemberontakan maka tak jarang banyak sekali pemberontak maupun pejuang yang lahir di Kabupaten Pidie sebut saja Teuku Chik Di Tiro, Tengku Daud Beureueh dan Hasan Tiro sebagai pendiri Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Tidak hanya itu, Gubernur Aceh saat ini yang diusung oleh Partai Aceh juga berasal dari Kabupaten Pidie Provinsi Aceh. 3 Dikutip dari http://acehtourism.info/index.php/en/wisata/aceh-history/karakter-masyarakataceh.html yang diakses pada 23/06/2014 jam 12.09 Wib 3 Masyarakat di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh secara sederhana dapat dipilahkan menjadi dua golongan besar dilihat dari sosio kultural maupun letak geografisnya yaitu masyarakat pedesaan maupun perkotaan. Masyarakat pedesaan selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku sehari-hari. Seperti hubungan antara masyarakat di pedesaan lebih mendalam dan erat serta cenderung mendukung hal-hal yang memiliki kedekatan dengannya tidak terkecuali dalam bidang politik. Masyarakat pedesaan akan cenderung lebih memilih partai politik lokal yang memiliki kedekatan dengannya misalnya di Sigli, Kabupaten Pidie Provinsi Aceh mayoritas masyarakat pedesaan lebih memilih partai Aceh dibandingkan dengan partai nasional. Karena mayoritas penduduk adalah masyarakat pedesaan maka terbukti dengan terpilihnya Bupati maupun Wakil Bupati berasal dari partai Aceh serta para wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sigli yang mayoritas berasal dari partai Aceh. Dapat dikatakan masyarakat pedesaan memiliki perilaku memilih yang homogen karena cenderung memilih partai Aceh saja. Namun, hal ini berbanding terbalik dengan situasi di masyarakat perkotaan. Pada umumnya, masyarakat perkotaan yang jalan pikirannya sangat rasional menyebabkan terjadinya interaksi-interaksi yang lebih didasarkan pada faktor kepentingan pribadi. Kehidupan di kota juga sangat sukar disatukan antara satu sama lain baik itu kepentingan politik maupun tidak. Sebagaimana contohnya dalam bidang politik, karena pemahaman dan pengetahuan masyarakat kota yang berbeda-beda dan lebih mementingkan kehidupan pribadi maka perilaku memilih juga akan sangat berbeda sehingga menimbulkan variasi-variasi dalam memilih partai politik. Oleh karena itu, sangat sulit bagi partai Aceh untuk merebut suara dari masyarakat perkotaan dimana masyarakat perkotaan lebih cenderung memilih partai-partai nasional tapi tidak menutup kemungkinan partai Aceh juga dipilih oleh masyarakat perkotaan sesuai dengan kepentingannya masing-masing. Dapat disimpulkan bahwa masyarakat perkotaan memiliki perilaku memilih yang heterogen karena banyaknya variasi dalam memilih partai politik. Dari hasil perhitungan suara kemarin juga terlihat jelas ada perbedaan perilaku memilih antara masyarakat pedesaan dan perkotaan. Dimana di tingkat 4 lokal Partai Aceh menang dengan perolehan suara terpaut jauh karena masyarakat pedesaan sebagai masyarakat mayoritas memilih partai Aceh karena unsur kedekatan semata (homogen). Seperti diunduh dari situs KIP-Aceh, Partai Aceh meraih 35,80% suara dengan perolehan 29 kursi di tingkat DPRA.4 Sedangkan di tingkat nasional dimana partai Aceh tidak ikut serta yaitu tingkat DPR-RI terjadi variasi perolehan suara karena tidak memilih dengan mengedepankan unsur kedekatan. Seperti dikutip dalam situs beritasatu.com, “Hasil rekap suara tersebut menempatkan sebanyak 13 anggota DPR dari Aceh ke Senayan yang diisi oleh sembilan partai politik pemenang pemilu. Ketua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Ridwan Hadi mengatakan dari hasil penghitungan suara oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh untuk DPR untuk dapil I masing-masing Prof Bachtiar Ali (Nasdem), Irmawan (PKB), Nasir Djamil (PKS), M Salim Fachry (Golkar) Fathullah (Gerindra), T Riefky Harsya (Demokrat), dan Muslim Aiyub (PAN). Sementara untuk dapil 2 masing-masing Zulfan Lizan (Nasdem), Firman Z (Golkar), Khaidir (Gerindra), Muslim (Demokrat), Tagore Abubakar (PDIP) dan Anwar Idris (PPP)”.5 Hal ini menunjukkan ketika Partai Aceh tidak ikut serta akan terjadi suara yang beragam karena masyarakat tidak memilih dengan unsur kedekatan. Selain hal tersebut, proses pencarian informasi juga memberikan pengaruh dalam penilaian politik masyarakat di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh. Informasi dapat diperoleh baik dari media maupun dari interaksi antar individu. Informasi dari media seperti media televisi baik televisi nasional maupun lokal, radio, surat kabar/majalah, media luar ruang yang terpampang di setiap sudut daerah menjelang pemilu dan juga penggunaan media internet dengan kemudahan aksesnya. Interaksi antar individu dapat berupa komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok dan juga dalam organisasi atau komunikasi organisasi. Semakin banyak informasi yang diperoleh tentunya akan semakin luas pemahaman masyarakat di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh mengetahui situasi politik baik di tingkat lokal maupun di tingkat nasional. Dalam proses 4 Diunduh dari situs kip-acehprov.go.id yang diakses pada 23/06/2014 jam 12.15 Wib Dikutip dari http://www.beritasatu.com/pemilu-2014/180329-13-kursi-dpr-jatah-aceh-diisi-9partai.html yang diakses pada 23/06/2014 jam 12.11Wib 5 5 terbentuknya penilaian politik tentunya berdasarkan pesan yang disampaikan oleh komunikator politik tersebut dan kemudian ditangkap oleh masyarakat. Pesan yang disampaikan oleh komunikator melalui banyak media tentunya sangat beragam baik pesan positif maupun pesan yang mengandung unsur negatif, hal inilah akan mengakibatkan penilaian politik yang berbeda di antara masyarakat di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh sebagai komunikan yang menangkap informasi yang diperolehnya tersebut. Mencermati hal-hal yang dikemukan di atas menarik sekali meneliti bagaimana masyarakat di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh sebagai komunikan yang menjadi aspek komunikasi yang diteliti secara umum memperoleh informasi, menjalin komunikasi dan mendapatkan rujukan-rujukan untuk penilaian politik. Penilaian politik ini terkait dengan keputusan-keputusan yang berkenaan dengan pemilu legislatif 2014, kinerja partai politik dan elit politik baik di tingkat nasional maupun lokal pada periode lima tahun sebelumnya. Berdasarkan latar belakang tersebut penelitian ini mengambil judul “Pencarian Informasi dan Penilaian Politik: Studi Kasus Mengenai Pencarian Informasi dan Penilaian Politik tentang Pemilu Legislatif 2014, Kinerja Partai Politik dan Elit Politik di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh”. Perumusan Masalah 1. Bagaimana penilaian-penilaian masyarakat Kabupaten Pidie Provinsi Aceh berkenaan dengan Pemilihan umum legislatif 2014 baik di tingkat nasional maupun lokal? 2. Bagaimana penilaian-penilaian masyarakat Kabupaten Pidie Provinsi Aceh berkenaan dengan partai politik baik di tingkat nasional maupun lokal pada periode lima tahun yang lalu? 3. Bagaimana penilaian-penilaian masyarakat Kabupaten Pidie Provinsi Aceh berkenaan dengan kinerja elite politik baik di tingkat nasional maupun lokal pada periode lima tahun yang lalu? 4. Sumber informasi apa yang diakses oleh masyarakat di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh untuk mengetahui hal-hal yang berkenaan serta mengambil 6 keputusan mengenai partai/kandidat yang didukung/dipilih dalam pemilihan umum legislatif 2014? Tujuan Tujuan dalam penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui penilaian masyarakat Kabupaten Pidie Provinsi Aceh berkenaan dengan pemilihan umum legislatif 2014 baik di tingkat nasional maupun lokal. 2. Untuk mengetahui penilaian masyarakat Kabupaten Pidie Provinsi Aceh berkenaan dengan partai politik baik di tingkat nasional maupun lokal pada periode lima tahun yang lalu 3. Untuk mengetahui penilaian masyarakat Kabupaten Pidie Provinsi Aceh berkenaan dengan kinerja elite politik baik di tingkat nasional maupun lokal pada periode lima tahun yang lalu. 4. Untuk mengetahui sumber informasi apa yang diakses oleh masyarakat di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh dalam mengetahui hal-hal yang berkenaan serta mengambil keputusan mengenai partai/kandidat yang didukung/dipilih pada pemilihan umum legislatif 2014. Tinjauan Pustaka a. Komunikasi Politik Komunikasi politik adalah suatu proses dan kegiatan-kegiatan membentuk sikap dan perilaku politik yang terintegrasi ke dalam suatu sistem politik dengan menggunakan seperangkat simbol-simbol yang berarti. 6 Sedangkan Almond dan Powell menempatkan komunikasi politik sebagai suatu fungsi politik, bersama-sama dengan fungsi artikulasi, agregasi, sosialisasi dan rekrutmen yang terdapat dalam suatu sistem politik. 7 Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwasanya komunikasi politik sebagai proses komunikasi yang di dalamnya mengandung elemen-elemen yang mempunyai dampak dalam perilaku politik. Bahkan beberapa kegiatan komunikasi 6 7 Soemarmo. 2007. Komunikasi Politik. Jakarta. Universitas Terbuka. Hal: 15 Anwar Arifin. 2003. Komunikasi Politik. Jakarta. Balai Pustaka. Hal: 9 7 dilakukan untuk melestarikan sistem politik, sosialisasi politik, pendidikan politik dan lain sebagainya. b. Pemilu Pemilihan umum disebut juga “Political Market” (Dr.Indria Samego). Artinya bahwa pemilihan umum adalah pasar politik tempat individu/masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian masyarakat) antara peserta pemilu (partai politik) dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih pada pemilu setelah terlebih dahulu melakukan aktivitas politik. 8 Tujuan pemilu menurut rumusan UU No 12 tahun 2003 tentang pemilu DPR, DPD dan DPRD adalah pemilu diselenggarakan dengan tujuan memilih wakil rakyat dan wakil daerah, serta untuk membentuk pemerintahan yang demokratis, kuat dan memperoleh dukungan rakyat dalam rangka mewujudkan tujuan nasional sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 9 Hal ini mendasari adanya pemilu untuk memberikan kesempatan kepada rakyat dalam melakukan perubahan dan perbaikan terhadap kinerja pemerintahan. Keberadaan pemilu menjadi sangat diperlukan untuk keberlangsungan tata pemerintahan yang demokratis di Indonesia. Namun terlepas dari hal itu semua terkadang pemilu menjadi pertarungan para elite politik di Indonesia. c. Partai Politik Firmanzah dalam bukunya yang berjudul “Mengelola Partai Politik”, partai politik adalah institusi yang dianggap penting dan sine qua non dalam sistem demokrasi modern. Partai politik memainkan peran sentral dalam menjaga pluralisme ekspresi politik dan menjamin adanya partisipasi politik, sekaligus juga persaingan politik. 10 Jadi, partai politik merupakan suatu institusi politik yang hadir dalam kehidupan bernegara agar demokrasi bisa ditegakkan yang digerakkan oleh politikus atau orang dalam organisasi partai politik tersebut. Di provinsi Aceh, partai politik terbagi dua yaitu partai politik 8 Rahman. 2007. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta. Graha Ilmu. Hal:147 Ibid. Hal. 148 10 Firmanzah. 2008. Mengelola Partai Politik, Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Hal: 43 9 8 lokal dan nasional. Berdasarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh yang khusus mengatur tentang Aceh bahwa, penduduk Aceh dapat membentuk partai lokal oleh warga sekurang-kurangnya 50 warga Negara Indonesia yang berusia 21 Tahun dan telah berdomisili tetap di Aceh dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%.11 d. Elit Politik Menurut Luis Garrido Vergara dalam penelitiannya yang berjudul “Elite, Elite Politik dan Perubahan Sosial di Masyarakat Modern” mengartikan elite politik sebagai sebuah kelompok orang, perusahaan, partai politik dan atau jenis lainnya dari organisasi masyarakat sipil yang mengatur dan mengorganisasikan pemerintahan dan semua manifestasi dari kekuatan politik. 12 Jadi, dapat diartikan bahwa elite politik adalah seseorang atau kelompok orang yang memiliki pengaruh besar dalam proses pengambilan keputusan politik. Elit politik dalam menjalankan tugasnya harus sesuai dengan keinginan rakyat karena elit politik adalah orang-orang yang dipilih oleh rakyat untuk mewakili mereka dalam pemerintahan. e. Perilaku Pemilih Jika dilihat dari perbedaan antara masyarakat perkotaaan dan masyarakat pedesaan maka dapat dipastikan adanya perbedaan dalam hal penilaian terhadap partai politik lokal maupun nasional atau yang disebut juga perilaku memilih diantara masyarakat pedesaan dengan perkotaan sangatlah berbeda. Lebih lanjut, Firmanzah dalam bukunya yang berjudul “Mengelola Partai Politik” mengklasifikasikan pemilih kedalam dua jenis yaitu: 13 Rasionalitas, proses melihat bahwa rasionalitas akan terjadi apabila si individu menggunakan tahapan-tahapan dalam proses mengambil keputusan atau mempergunakan kalkulasi artinya masing-masing individu diasumsikan memiliki kepentingan tertentu sehingga 11 berusaha memaksimalkan Dikutip dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh Luis Garrido Vergara. Elites, political elites and social change in modern societies. Diunduh dari http://www.facso.uchile.cl/publicaciones/sociologia/articulos/28/2802-Garrido.pdf yang diakses pada 23/06/2004 jam 11.31 Wib 13 Ibid. Hal: 221 12 9 kepentingannya. Tradisionalitas, pemilih disebabkan karena sedikitnya biaya untuk memilih dan tiadanya efek signifikan atas kepentingan si pengambil keputusan (si pemilih) mengindikasikan bahwa keputusan memilih lebih dimotivasi keyakinan moral dibandingkan kalkulasi secara matematis untuk memuaskan kepentingan pribadi atau juga cenderung primordialisme. Dari kedua penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pemilih rasionalitas adalah mereka yang tinggal diperkotaan. Pemilih tradisionalitas adalah mereka yang tinggal di pedesaan. f. Masyarakat Pedesaan dan Perkotaan Menurut Sutardjo Kartohadikusumo, desa ialah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahannya sendiri.14 Bintarto menjelaskan unsur-unsur dari desa adalah: 15 a) Tata kehidupan, pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa. Pergaulan di desa sangatlah erat dimana masih saling menghargai warga yang satu dengan yang lain. b) Corak kehidupan, didasarkan pada ikatan kekeluargaan yang erat atau gotong royong yang kuat. Bintarto menjelaskan definisi kota adalah dari segi geografi, kota dapat diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang tinggi dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen dan coraknya materialistis.16 Bintarto mengklasifikasikan ciri kota berdasarkan ciri sosial, yaitu:17 a) Individualisme, perbedaan status sosial maupun kultural menumbuhkan sifat individualisme sehingga sifat gotong royong sangat sulit dijumpai di kehidupan perkotaan. Di kota masyarakatnya lebih individual bahkan tak jarang tetangga satu sama lain tidak saling mengenal. 14 Bintarto. 1984. Interaksi Desa Kota. Ghalia Indonesia. Jakarta. Hal: 13 Ibid Hal: 13 16 Ibid Hal: 36 17 Ibid Hal: 43 15 10 b) Toleransi sosial, kesibukan warga kota dalam tempo yang cukup tinggi membuat berkurangnya perhatian kepada sesama warga. c) Jarak sosial, secara fisik warga kota berdekatan tetapi dari segi sosial berjauhan karena perbedaan kebutuhan dan kepentingan. Jarak sosial terjadi karena tidak adanya kepedulian satu sama lain di antara masyarakat kota. g. Pencarian Informasi Pencarian informasi (information gathering) adalah keinginan untuk mengetahui lebih banyak tentang sesuatu, seseorang atau permasalahan. Hal ini meliputi pencarian informasi secara mendalam, di luar pertanyaan rutin atau lebih dari yang dituntut dalam pekerjaan. Termasuk “menggali’ untuk mendapatkan informasi yang akurat. 18 Banyak cara yang dapat dilakukan dalam proses pencarian informasi seperti melalui interaksi antar individu yang dikenal melalui komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan proses pencarian informasi melalui media massa. Sajian dan Analisis Data A. Penilaian masyarakat Kabupaten Pidie Provinsi Aceh berkenaan dengan pemilu legislatif 2014 Pemilu legislatif 2014 yang dilaksanakan pada tanggal 9 April menjadi ajang demokrasi untuk memilih wakil rakyat baik yang akan duduk di tingkat daerah maupun di tingkat nasional. Pada hakikatnya pemilu, di Negara manapun mempunyai esensi yang sama. Pemilihan umum disebut juga “Political Market” (Dr.Indria Samego) artinya bahwa pemilihan umum adalah pasar politik tempat individu/masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian masyarakat) antara peserta pemilu (partai politik) dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih pada pemilu setelah terlebih dahulu melakukan aktivitas politik (kampanye, propaganda, iklan politik melalui media bahkan komunikasi antar pribadi). 19 Pelaksanaan pemilu menjadi hal 18 Dikutip dari http://indosdm.com/kamus-kompetensi-pencarian-informasi-information-gathering diakses pada 25/06/2014 jam 15.45 Wib 19 Rahman. Op Cit. Hal:147 11 yang sangat penting untuk keberlangsungan tata pemerintahan yang demokratis di Indonesia. Adanya pemilu juga dapat menjadi kesempatan bagi rakyat untuk melakukan perubahan terhadap kinerja pemerintah. Pelaksanaan pemilu tersebut tentunya akan memunculkan pendapat yang beragam dari masyarakat Indonesia salah satunya di Provinsi Aceh. Pada penelitian mengenai penilaian masyarakat Kabupaten Pidie Provinsi Aceh baik terkait dengan pemilu legislatif 2014, di tingkat nasional masyarakat pedesaan dan perkotaan memiliki penilaian yang sama bahwa fungsi/kegunaan pemilu legislatif sangat diperlukan untuk keberlangsungan tata pemerintahan yang demokratis. Namun dari wawancara mendalam yang dilakukan masyarakat pedesaan mengatakan fungsi pemilu lebih sebagai hajatan untuk memilih pemimpin. Jalannya pemilu masih kurang sesuai dengan apa yang diharapkan meskipun sudah mulai bagus dalam pelaksanaannya tapi masih ada satu dua kecurangan maupun pelanggaran yang dilakukan. Sementara itu, di tingkat lokal Aceh masyarakat pedesaan dan perkotaan memiliki penilaian yang berbeda. Masyarakat pedesaan mengatakan fungsi/kegunaan pemilu sangat diperlukan untuk keberlansungan tata pemerintahan yang demokratis dan merupakan ajang untuk memilih pemimpin berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara mendalam. Jalannya pemilu di Aceh juga sudah sesuai dengan apa yang diharapkan. Sedangkan menurut masyarakat perkotaan fungsi/kegunaan pemilu yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk melakukan perubahan dan perbaikan terhadap kinerja pemerintahan di Aceh. Jalannya pemilu di tingkat lokal Aceh masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan karena masih sering terjadi kerusuhan akibat perseteruan dua partai lokal di Aceh. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan apa yang telah diteliti sebelumnya oleh Siswati dalam jurnalnya dengan judul “Persepsi Mahasiswa terhadap Pemilu 1999 : Studi Kasus di Universitas Wijaya Kusuma Surabaya dan Universitas Negeri Surabaya”.20 Dimana pemilu belum terlaksana sesuai 20 Diunduh dari journal.unair.ac.id/filerPDF/06-Siswati.pdf yang diakses pada 23/06/2004 jam 12. 34 Wib 12 dengan asas pemilu yang telah dijelaskan sebelumnya karena masih banyak pelanggaran maupun kecurangan baik di tingkat nasional maupun lokal menurut masyarakat perkotaan. Sedangkan menurut masyarakat pedesaan, pemilu di tingkat lokal sudah sesuai dengan apa yang diharapkan atau berjalan dengan lancar sesuai dengan asas pemilu. Hal ini sama dengan apa yang diutarakan oleh Muhammad Bawono dalam artikel hasil penelitiannya dengan judul “Persepsi dan Perilaku Pemilih terhadap Partisipasi Politik dalam Pemilihan Umum Legislatif 2004 di Kabupaten Nganjuk” dimana tanggapan masyarakat secara umum menyatakan penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2004 sudah berjalan baik dan lancar. 21 B. Penilaian masyarakat Kabupaten Pidie Provinsi Aceh berkenaan dengan kinerja partai politik pada periode lima tahun yang lalu Partai politik merupakan suatu institusi politik yang hadir dalam kehidupan bernegara agar demokrasi bisa ditegakkan yang digerakkan oleh politikus atau orang dalam organisasi partai politik tersebut. Tujuan utama dibentuknya partai politik adalah mendapatkan kekuasaan dan melakukan kontrol terhadap orang-orang yang duduk dalam pemerintahan sekaligus kebijakannya. Hal ini tentunya menyiratkan tujuan agar partai politik bisa mengkritisi setiap kebijakan dan tidak tergantung pada pemerintah yang dikritisi.22 Dari data diatas tersebut terkait dengan penilaian masyarakat Kabupaten Pidie terhadap kinerja partai politik pada periode lima tahun yang lalu. Kinerja tersebut dilihat dari 6 fungsi partai politik yaitu fungsi representasi, sirkulasi elit, sosialisasi, pembentukan pemerintahan, pembentukan pendapat umum dan mobilisasi. Di tingkat nasional, masyarakat pedesaan dan perkotaan masih kurang puas dengan kinerja partai politik dilihat dari fungsinya. Namun, untuk fungsi mobilisasi masyarakat pedesaan menilai sudah merasa puas. Sedangkan melalui wawancara mendalam, masyarakat di Kabupaten Pidie belum puas dengan kinerja partai politik di tingkat nasional karena masih banyak 21 Diunduh dari http://pppm.pasca.uns.ac.id/wp-content/uploads/2012/09/Muhammad-Bawono.pdf yang diakses pada 23/06/2004 jam 12. 40 Wib 22 Firmanzah. Op.Cit. Hal: 67 13 kekurangan-kekurangan yang harus dibenahi dilihat dari fungsi partai politik tersebut. Sementara itu di tingkat lokal Aceh, masyarakat pedesaan merasa puas dengan kinerja partai politik di Aceh tapi merasa kurang puas dalam fungsi sosialisasi dan pembentukan pendapat umum. Dari data yang diperoleh melalui wawancara mendalam, masyarakat pedesaan juga menunjukkan kepuasan dengan kinerja partai politik di Aceh. Sedangkan masyarakat perkotaan, merasa kurang puas terkait dengan kinerja partai politik di tingkat lokal Aceh baik data yang diperoleh melalui survey maupun wawancara mendalam. Penyebab kurang puasnya masyarakat perkotaan terhadap kinerja partai politik di Aceh karena masih banyak yang mementingkan keinginan sendiri meskipun sudah mulai mengarah dalam menjalankan fungsinya. C. Penilaian masyarakat Kabupaten Pidie Provinsi Aceh berkenaan dengan kinerja elite politik pada periode lima tahun yang lalu Jika membahas tentang partai politik tentunya juga harus membahas elit politik. Partai politik dan elit politik adalah suatu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Partai politik merupakan sarana politik yang menjembatani elit-elit politik untuk mencapai kekuasan politik. Sedangkan elit politik adalah orang-orang yang memiliki jabatan dalam sistem politik. Elit politik dalam menjalankan tugasnya harus sesuai dengan keinginan rakyat karena elit politik adalah orang-orang yang dipilih oleh rakyat untuk mewakili mereka dalam pemerintahan. Luis Garrido Vergara juga menjelaskan bahwa elite politik dan representasi, faktanya harus sering berhubungan karena kelompok ini seringkali mengontrol pemerintahan. Di demokrasi modern, politik yang berkuasa harus merepresentasikan kepentingan dari masyarakat.23 Dengan demikian, seorang elit politik harus menunjukkan hubungan yang dekat dengan rakyat, berjuang keras untuk mewujudkan keinginan rakyat, mendedikasikan pelayanan terhadap kepentingan rakyat namun ada juga yang hanya berorientasi mencari kekuasaan. 23 Luis Garrido Vergara. Elites, political elites and social change in modern societies. Diunduh dari http://www.facso.uchile.cl/publicaciones/sociologia/articulos/28/2802-Garrido.pdf yang diakses pada 23/06/2004 jam 11.31 Wib 14 Dapat diambil kesimpulan terkait dengan penilaian masyarakat Kabupaten Pidie terhadap kinerja elit politik baik di tingkat nasional maupun lokal di Aceh dilihat dari tugasnya. Tugas dari elit politik tersebut yaitu menunjukkan hubungan yang dekat dengan rakyat, berjuang keras untuk mewujudkan keinginan rakyat, mendedikasikan pelayanan terhadap kepentingan rakyat dan berorientasi kekuasaan. Masyarakat pedesaan dan perkotaan merasa kurang puas terhadap kinerja elit politik di tingkat nasional karena lebih berorientasi pada kekuasaan. Namun, data yang diperoleh dari wawancara mendalam masyarakat Kabupaten Pidie menunjukkan ketidakpuasan atau belum puas dengan kinerja elit politik tersebut karena dalam menjalankan tugas tersebut masih berorientasi pada kekuasaan. Sementara itu, penilaian masyarakat di Kabupaten Pidie terkait dengan kinerja elit politik di tingkat lokal Aceh berdasarkan tugasnya. Masyarakat pedesaan menilai bahwa kinerja elit politik di Aceh sudah sesuai dengan apa yang diharapkan atau merasa sudah puas baik data survey maupun wawancara mendalam. Sedangkan masyarakat perkotaan menilai bahwa kinerja elit politik masih kurang sesuai dengan apa yang diharapkan karena lebih berorientasi pada kekuasaan. Namun dari data wawancara mendalam, masyarakat perkotaan merasa kinerja elit politik masih belum sesuai dengan apa yang diharapkan karena masih mengincar kekuasaan. D. Sumber informasi yang diakses oleh masyarakat Kabupaten Pidie Provinsi Aceh pada pemilu legislatif 2014 Penilaian tentang politik tidak pernah bisa lepas dari proses pencarian informasi. Proses pencarian informasi menjadi hal yang begitu penting untuk memberikan gambaran sejauh mana pengetahuan seorang dalam hal politik. Pencarian informasi (information gathering) adalah keinginan untuk mengetahui lebih banyak tentang sesuatu, seseorang atau permasalahan. 24 Proses pencarian informasi dapat dilakukan dengan dua hal yaitu interaksi 24 Dikutip dari http://indosdm.com/kamus-kompetensi-pencarian-informasi-information-gathering diakses pada 25/06/2014 jam 15.45 Wib 15 antar individu melalui komunikasi antar pribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan melalui penggunaan media massa. Diambil kesimpulan dalam proses pencarian informasi yang diakses oleh masyarakat Kabupaten Pidie Provinsi Aceh pada pemilu legislatif 2014 terkait dengan pemilu legislatif serta keputusan memilih di tingkat nasional dan lokal di Aceh. Di tingkat nasional, masyarakat pedesaan dalam mencari/ mendapatkan informasi terkait dengan pemilu legislatif, utamanya dengan menonton televisi kemudian terjadilah interaksi antar individu dibandingkan dengan menggunakan media lain. Sedangkan masyarakat perkotaan lebih banyak menggunakan media massa seperti televisi, internet dan media luar ruang dibandingkan dengan interaksi antar individu. Sementara di tingkat lokal Aceh, masyarakat pedesaan mencari/ mendapatkan informasi terkait pemilu lebih banyak dengan interaksi antar individu dibandingkan dengan mencari informasi melalui media. Sedangkan masyarakat perkotaan, lebih banyak mencari/mendapatkan informasi melalui media massa, media luar ruang dan internet. Di tingkat nasional, masyarakat pedesaan dan perkotaan mencari/ mendapatkan informasi terkait dengan keputusan memilih umumnya dengan berbincang di antara keluarga di rumah. Selain itu, masyarakat pedesaan lebih banyak mencari/mendapatkan informasi melalui interaksi individu dibandingkan dengan mencari melalui media, namun penggunaan media juga ada seperti media televisi yang paling banyak digunakan. Sedangkan di masyarakat perkotaan, interaksi antar individu juga banyak namun juga diimbangi dengan pencarian informasi melalui media-media. Di tingkat lokal Aceh, masyarakat pedesaan dan perkotaan di Kabupaten Pidie Provinsi Aceh dalam mencari/mendapatkan informasi dengan berbincang di antara keluarga di rumah dan dengan berbincang bersama teman. Sama dengan keputusan memilih di tingkat nasional, masyarakat pedesaan lebih banyak dengan interaksi antar individu dibandingkan dengan menggunakan media namun bedanya media yang paling banyak digunakan yaitu media luar 16 ruang. Sedangkan untuk masyarakat perkotaan interaksi antar individu juga diimbangi dengan mencari informasi melalui media-media. Dari hasil tersebut menunjukkan kesamaan dengan hasil penelitian oleh Sri Herwindya dalam tesisnya yang berjudul “Partisipasi Politik Masyarakat Pedesaan dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat Tahun 2008“ bahwa masyarakat pedesaan memperoleh informasi melalui interaksi antar individu dalam hal ini tokoh masyarakat yang merupakan sumber informasi utama dan tetangga yang memiliki pengaruh cukup tinggi sampai tingkat tertentu terhadap partisipasi politik masyarakat pedesaan. 25 Interaksi antar individu memang lebih sering terjadi di antara masyarakat pedesaan dalam mengambil keputusan dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Sedangkan masyarakat perkotaan lebih banyak menggunakan media dibandingkan dengan interaksi antar individu karena masyarakat perkotaan termasuk masyarakat yang individualis. Hal ini seperti yang dikatakan Bintarto bahwa masyarakat perkotaan cenderung individualisme sehingga menimbulkan jarak sosial dan toleransi sosial juga kurang26. Kesimpulan Penelitian ini seperti yang telah dikemukakan di awal hendak mengetahui proses pencarian informasi dan penilaian politik masyarakat pedesaan dan perkotaan di Kabupaten Pidie khususnya di Desa Meucat Adan dan Perumnas Lhok Keutapang. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Penilaian masyarakat Kabupaten Pidie Provinsi Aceh terkait dengan pemilu legislatif 2014. Dalam konteks pemilihan umum di tingkat nasional, masyarakat pedesaan dan perkotaan memiliki penilaian yang sama. Sedangkan dalam konteks pemilihan umum di tingkat lokal Aceh, masyarakat pedesaan dan perkotaan memiliki penilaian yang berbeda. 2. Penilaian masyarakat Kabupaten Pidie terkait dengan kinerja partai politik pada periode sebelumnya. Dalam konteks kinerja partai politik di tingkat 25 Sri Herwindya Baskara Wijaya. 2009. Partisipasi Politik Masyarakat Pedesaan dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat Tahun 2008. Tesis. PPs UNS. Surakarta 26 Bintarto. Op Cit. Hal: 33 17 nasional, masyarakat pedesaan dan perkotaan memiliki penilaian yang sama. Sedangkan dalam konteks kinerja partai politik di tingkat lokal Aceh, masyarakat pedesaan dan perkotaan memiliki penilaian yang berbeda. 3. Penilaian masyarakat Kabupaten Pidie terkait dengan kinerja elit politik pada periode sebelumnya. Dalam konteks kinerja elit politik di tingkat nasional, masyarakat pedesaan dan perkotaan memiliki penilaian yang sama. Sedangkan dalam konteks kinerja elit politik di tingkat lokal Aceh, masyarakat pedesaan dan perkotaan memiliki penilaian yang berbeda. 4. Sumber informasi yang diakses oleh masyarakat Kabupaten Pidie pada pemilu legislatif 2014. Dalam konteks pencarian informasi terkait dengan pemilu legislatif di tingkat nasional maupun di tingkat lokal Aceh, masyarakat pedesaan dan perkotaan mencari/mendapatkan informasi dengan proses yang berbeda. Dalam konteks pencarian informasi terkait dengan keputusan memilih pada pemilu legislatif 2014 di tingkat nasional maupun di tingkat lokal, masyarakat pedesaan dan perkotaan mencari/mendapatkan informasi dengan proses yang berbeda meskipun umumnya dengan berbincang di antara keluarga di rumah. Dengan hasil penelitian yang baru dikemukakan maka temuan penelitian ini sampai tingkat tertentu memperkokoh pandangan bahwa masyarakat pedesaan dan perkotaan berbeda, sebagaimana yang telah dikemukakan ditelaah pustaka. Dalam hal ini tampak perbedaan pada proses pencarian informasi (komunikasi) masyarakat pedesaan bertumpu pada sumber informasi yang diperoleh melalui interaksi antar individu walaupun juga menggunakan media seperti media televisi. Sedangkan masyarakat perkotaan cenderung menggunakan media massa tertentu meskipun juga ada interaksi antar individu. Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Bintarto dalam bukunya “Interaksi Desa Kota” bahwa masyarakat pedesaan cenderung banyak interaksi antar individu dalam memperoleh informasi karena tata kehidupan, pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa serta corak kehidupan, 18 didasarkan pada ikatan kekeluargaan yang erat. 27 Sedangkan masyarakat perkotaan dalam buku yang sama dijelaskan cenderung individualisme sehingga menimbulkan jarak sosial dan toleransi sosial juga kurang. 28 Hal inilah yang menyebabkan masyarakat perkotaan banyak yang mencari informasi secara individu dibandingkan dengan interaksi antar individu. Dalam penilaian politik, masyarakat pedesaan merasa puas dengan politik di tingkat lokal dan kurang puas dengan politik di tingkat nasional. Dengan demikian dapat dikatakan kalau masyarakat pedesaan merupakan pemilih tradisionalitas. Pemilih tradisionalitas karena menilai berdasarkan kedekatan dan primordialisme. 29 Sedangkan masyarakat perkotaan termasuk pemilih rasionalitas, merasa kurang puas dengan penilaian politik baik di tingkat nasional maupun lokal. Hal ini dapat dikatakan bahwa masyarakat perkotaan termasuk ke dalam kategori pemilih yang rasional karena menilai dengan penuh kalkulasi atau menilai secara valid.30 Saran 1. Melihat dua desa yang dijadikan lokasi penelitian yaitu Desa Meucat Adan dan Perumnas Lhok Keutapang maka dirasa penelitian seperti ini dirasa perlu melibatkan area yang lebih luas sehingga memungkinkan ditemukan temuan validitas yang lebih tinggi. 2. Rendahnya pemahaman masyarakat tentang politik terutama bagi masyarakat pedesaan membuat penelitian ini membutuhkan waktu lebih lama dalam tahap pengumpulan data dengan kuesioner. Tingkat kepedulian terhadap politik juga masih sangat kurang sehingga sosialisasi politik sangat perlu dilakukan di wilayah Kabupaten Pidie terutama bagi masyarakat pedesaan agar sadar bahwa politik itu penting. Sosialisasi bisa dilakukan oleh pemerintah atau partai politik. 3. Hasil penelitian menunjukkan ketidakpuasan masyarakat di Kabupaten Pidie dalam hal penilaian politik sehingga perlu ditingkatkan lagi pemahaman 27 Ibid. Hal: 13 Ibid. Hal: 33 29 Firmanzah. Op.Cit. Hal: 221 30 Ibid. Hal: 221 28 19 masyarakat terhadap politik. Saat ini masyarakat menganggap politik itu negatif, banyak buruknya dibandingkan manfaatnya. 4. Masyarakat pedesaan sebaiknya dalam memilih tidak melihat dari faktor kedekatan semata tapi mempertimbangkan secara rasional, siapa yang layak untuk dipilih. Dengan demikian kualitas elit politik atau pejabat politik ke depan akan semakin bagus. Daftar Pustaka Anggara. (2013). Sistem Politik Indonesia. Bandung. Pustaka Setia. Arifin, A. (2003). Komunikasi Politik. Jakarta. Balai Pustaka. Bintarto. (1984). Interaksi Desa Kota. Ghalia Indonesia. Jakarta. Firmanzah. (2008). Mengelola Partai Politik, Komunikasi dan Positioning Ideologi Politik di Era Demokrasi. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia. Rahman. (2007). Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta. Graha Ilmu. Soemarmo. (2007). Komunikasi Politik. Jakarta. Universitas Terbuka. Sri Herwindya Baskara Wijaya. (2009). Partisipasi Politik Masyarakat Pedesaan dalam Pemilihan Gubernur Jawa Barat Tahun 2008. Tesis. PPs UNS. Surakarta Dikutip dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh Luis Garrido Vergara. Elites, political elites and social change in modern societies. Diunduh dari http://www.facso.uchile.cl/publicaciones /sociologia/articulos/28/2802-Garrido.pdf yang diakses pada 23/06/2004 jam 11.31 Wib Diunduh dari http://pppm.pasca.uns.ac.id/wp-content/uploads/2012/09/ Muhammad-Bawono.pdf yang diakses pada 23/06/2004 jam 12. 40 Wib Diunduh dari journal.unair.ac.id/filerPDF/06-Siswati.pdf yang diakses pada 23/06/2004 jam 12. 34 Wib Dikutip dari http://www.atjehcyber.net/2013/01/memahami-watak-orang-aceh. html yang diakses pada 26/06/2014 jam 12.10 Wib Dikutip dari http://acehtourism.info/index.php/en/wisata/aceh-history/karaktermasyarakat-aceh.html yang diakses pada 23/06/2014 jam 12.09 Wib Diunduh dari situs kip-acehprov.go.id yang diakses pada 23/06/2014 jam 12.15 Wib Dikutip dari http://www.beritasatu.com/pemilu-2014/180329-13-kursi-dpr-jatahaceh-diisi-9-partai.html yang diakses pada 23/06/2014 jam 12.11Wib Dikutip dari http://indosdm.com/kamus-kompetensi-pencarian-informasiinformation-gathering diakses pada 25/06/2014 jam 15.45 Wib 20