Menguji Pakta Integritas Pengusaha Tambang Ditulis oleh David Dwiarto Senin, 15 April 2013 08:28 - Terakhir Diperbaharui Senin, 15 April 2013 08:30 Dini Hariyanti [email protected] Pengusaha dan pemerintah kerap berbeda pendapat mengenai kebijakan pengolahan dan pemurnian bijih mineral di dalam negeri. PEMERINTAH melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bersikeras agar pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) hasil tambang terealisasi pada 2014. Hal ini sesuai amanat Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM, Thamrin Sihite mengatakan bahwa maksud beleid tersebut ialah dimulainya proses konstruksi smelter paling lambat 2044. Artinya, tenggat waktu pada tahun depan bukanlah mulai beroperasinya smelter. Ia juga memastikan tak ada rencana untuk mengamandemen UU Minerba guna merevisi target pembangunan pabrik smelter tersebut. "Tidak ada revisi UU. Kewajiban pada 2014 itu artinya kita melihat dahulu ada tidak niat baik dari pengusaha untuk bangun smelter," katanya di Jakarta, pekan lalu. Inti dari pengolahan dan pemurnian di dalam negara untuk meningkatkan nilai tambah produk tambang yang berujung bertambahnya penerimaan negara. "Poinnya dalam UU itu kan nilai tambah harus (didapat) Indonesia. Kalau ada niat baik dari pengusaha ya kita masih memikirkan," ucap Thamrin. Hal senada disampaikan Sekretaris Direktorat Jenderal Minerba Kementerian ESDM Harya Adityawarman saat dihubungi, pekan lalu. Pihaknya ngotot semua harus berjalan sesuai amanat UU Minerba. Tak boleh ada pembangunan smelter yang mundur dari 2014 kendati waktu yang tersisa tinggal sembilan bulan lani. "ESDM menekankan bahwa kebijakan pembangunan smelter di dalam negeri harus berjalan. 1/4 Menguji Pakta Integritas Pengusaha Tambang Ditulis oleh David Dwiarto Senin, 15 April 2013 08:28 - Terakhir Diperbaharui Senin, 15 April 2013 08:30 Kalaupun ada yang tidak bisa membangun pada tahun depan akan kita lihat masalahnya," kata Harya kepada Jumal Nasional. Bagi pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian tembaga yang terkendala masalah keekonomian harus dibicarakan lebih lanjut. Harya menuturkan, mengenai hal itu harus dilihat secara jelas alasannya. Dengan kata lain, asumsi ekonomi atau tidak harus dinilai melalui sudut pandang yang sama antara pemerintah dan pengusaha. Bagaimana pun, semestinya pengusaha siap untuk memenuhi kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri tersebut pekan depan. Sebab kebijakan ini bukan diputuskan tiba-tiba oleh pemerintah melainkan berlaku sejak tahun 2009 yakni ketika UU Minerba pertama kali diundangkan. "Ini sudah diperintahkan sejak UU terbit. Kalau kita begini terus nanti tidak akan ada smelter yang dibangun. Kalau pasokannya diekspor terus, bagaimana mau membangun smelter?," ujar Hana. ESDM sedang mengkaji perluasan kapasitas PT Smelting Gresik. Selama ini smelter di sana mengolah 30 persen konsentrat tembaga dari PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara. Jika perluasan dilakukan akan ada iebih banyak bijih mineral yang bisa diserap. Produk turunan dari pengolahan konsentrat tembaga itu juga bisa dimanfaatkan sektor lain. Pemerintah terus menunggu niat baik dari para pengusaha tambang untuk membangun smelter di dalam negeri mulai tahun depan. Sebab, para pelaku usaha sebelumnya sudah melakukan pakta integritas untuk menerapkan amanat UU Minerba. "Poinnya, nilai tambah itu harus di dalam negeri. Kalau ada niat baik dari pengusahanya kami masih memikirkan (batas akhir mulai dibangun smelter pada 2014). Sebelumnya ada pakta integritas. Kami akan evaluasi kembali," ungkap Thamrin. Kementerian ESDM mengajak para pengusaha di industri pertambangan untuk mencari solusi bersama-sama terkait masalah ini. Jalan keluar itujuga mencakup pembangunan smelter yang 2/4 Menguji Pakta Integritas Pengusaha Tambang Ditulis oleh David Dwiarto Senin, 15 April 2013 08:28 - Terakhir Diperbaharui Senin, 15 April 2013 08:30 umumnya memerlukan waktu lebih dari setahun. Pengusaha dan pemerintah kerap berbeda pendapat mengenai kebijakan pengolahan dan pemurnian bijih mineral di dalam negeri. Pemerintah bersikeras hal itu harus dilakukan di dalam negeri. Sedangkan pelaku usaha merasa ada sejumlah komoditas yang kurang ekonomis kalau pengolahan dan pcniurniannya dilakukan di dalam negeri. Rencananya, asosiasi pertambangan dan pemerintah hendak bertemu pada 10-11 April 2013. Agenda utama pertemuan ini untuk membahas kewajiban pembangunan smelter pada tahun depan. Sebelumnya, Direktur Ekskutif Indonesian Mining Association (IMA) Syahrir AB meminta pemerintah membuat kebijakan pembangunan smelter sesuai jenis komoditas masing-masing. Sebab, pembangunan smelter bukan semata terkait faktor keekonomian melainkan juga soal waktu yang tak sebentar. "Membangun smelter bukan masalah ekonomis atau tidak. Sebetulnya membangun smelter di dalam negeri bisa jadi ekonomis. Tapi pembangunannya butuh waktu paling tidak sampai 2017. Sedangkan UU Minerba mengamanatkan harus selesai 2014," katanya Syahrir. Menurutnya, salah satu jalan yang dapat ditempuh untuk menjalankan UU Minerba ialah pemerintah memaksa pengusaha komoditas tertentu agar mengerjakan yang dapat dikerjakan sekarang. Perlu dilakukan pendataan untuk komoditas apa saja yang harus mulai diolah pada 2015, 2016, dan 2017. Kemudian ini disepakati pemerintah dan pengusaha. Syahrir berpendapat, komoditas yang memungkinkan untuk diolah dan dimurnikan di dalam negeri mulai tahun depan adalah nikel, pasir besi, dan bauksit. Sedangkan pengolahan dan pemurnian komoditas zinc dan tembaga agak sulit terlaksana 2014. "Saya tidak bilang zinc dan tembaga butuh waktu lama untuk membangun smelter-nya. Tapi tidak akan terealisasi pada 2014 nanti," katanya. Nilai Investasi pembangunan smelter diperkirakan sekitar US$ 1,5 miliar. Saat ini Kementerian 3/4 Menguji Pakta Integritas Pengusaha Tambang Ditulis oleh David Dwiarto Senin, 15 April 2013 08:28 - Terakhir Diperbaharui Senin, 15 April 2013 08:30 ESDM tengah mengkaji peluang untuk memakai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membangun smelter. Catatan saja, pasal 170 UU Minerba menyebutkan, pemegang kontrak karya (KK) yang sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian paling lambat lima tahun sejak regulasi tersebut diundangkan. UU Minerba berlaku mulai 12 Januari 2009 sehingga paling telat realisasinya pada 12 Januari 2014 alias tinggal sembilan bulan lagi. Untuk memacu implementasi beleid tersebut diterbitkan Instruksi Presiden (lnpres) Nomor 3 Tahun 2013. Sayang, inpres ini tak cukup ampuh mendorong minat pengusaha membangun smelter secara siginifikan. Inpres itu memperkuat amanat pengolahan dan pemurnian tambang di dalam negeri sesuai UU Minerba. Sumber : Journal Nasional, 09 April 2013 4/4