PERANG ASIMETRIS (Disarikan dari Nugraha, A & Loy, N 2013, Pembangunan Kependudukan untuk Memperkuat Ketahanan Nasional dalam Menghadapi Ancaman Asymmetric War, Direktorat Analisis Dampak Kependudukan, BKKBN, Jakarta, ISBN 978-602-7584-35-8) Ancaman terhadap keamanan nasional dapat berasal dari negara lain maupun pihak atau aktor non-negara. Bentuk ancaman ini dapat berupa perang konvensional yang menggunakan kekuatan militer dan senjata. Namun saat ini, kita menghadapi perang asimetris yang tidak menggunakan kekuatan senjata. Perang asimetris dilakukan melalui budaya, ekonomi keuangan, serta teknologi informasi dan komunikasi. Perang asimetris umumnya bertujuan menyebarkan ajaran-ajaran ideologi radikal untuk mengganti ideologi negara dengan sebuah ideologi tertentu, melalui aksi kekerasan untuk menebarkan ketakutan, mengikis kepercayaan masyarakat kepada lembaga-lembaga negara, dan memenangkan heart and mind masyarakat melalui delegitimasi negara. Perang asimetris dilakukan secara tidak langsung untuk mempengaruhi kekuatan dan mengeksploitasi kelemahan lawan dengan memanfaatkan teknologi dan keresahan masyarakat. Contoh dari perang asimetris ini adalah teror, senjata pemusnah massal, kejahatan transnasional (lintas batas negara) terorganisasi, dan cyber war. Perang asimetris dapat terjadi dalam skala global, regional, maupun nasional. Dalam skala nasional, dapat terjadi penetrasi asing dan kerawanan nasional. Di tingkat regional, perang asimetris dapat berupa sengketa wilayah, migrasi internasional, organisasi kriminal internasional, dan dapat dipicu oleh kelompok bisnis transnasional. Sementara terorisme, perompakan dan bajak laut, teror oleh pemberontak dan gerilyawan, dan adanya negara yang melanggar norma masyarakat internasional adalah contoh-contoh perang asimetris di level global. Senjata yang dipergunakan dalam perang selama ini disebut senjata konvensional. Sedangkan perang asimetris umumnya menggunakan senjata nonkonvensional (nuklir, kimia, dan biologi) dan unkonvensional (laser, cyber, ranjau darat). Ada empat faktor yang berkontribusi terhadap besarnya potensi ancaman perang asimetris di Indonesia. Pertama, struktur nasional, yakni tidak meratanya persebaran 653 suku di Indonesia. Kedua, perubahan politik seperti demokratisasi, otonomi daerah, dan pemekaran wilayah. Ketiga adalah lunturnya nilai-nilai pondasi bangsa. Dan keempat, kelemahan dalam teknologi komunikasi dan informasi. 1 Tabel 1. Potensi Ancaman Perang Asimetris di Indonesia Ditinjau dari Berbagai Aspek Pelaku Sasaran Skala Metode Motif Dampak Negara-negara lain Wilayah dan isu yang belum memiliki kekuatan negara internasional, data-data rahasia negara. Nasional Ketegangan ideology, perang cyber Perebutan sumber daya alam, persaingan ekonomi Melemahnya posisi internasional, kegagalan diplomasi, intervensi asing dalam berbagai kebijakan domestik. Teroris insurgen/ pemberontak Simbol-simbol agama, pusat perdagangan dan pariwisata, kantor-kantor pemerintah, kaum muda untuk direkrut menjadi pelaku. Negara dan nasional Bom, bom bunuh diri, penyerangan terhadap aparat keamanan Ideologi, fai (kekerasan untuk mengumpulkan sumber dana bagi jihad), ingin membentuk negara dengan ideologi radikal mereka Ketakutan masyarakat, runtuhnya moral aparat keamanan karena menjadi target, instabilitas keamanan, memburuknya citra Indonesia. Kelompokkelompok radikal Masyarakat sipil, aparat keamanan. Negara Penyerangan/ penyergapan bersenjata, propaganda untuk mendapat dukungan asing Melepaskan diri dari NKRI Instabilitas politik dan keamanan di tingkat negara, terganggunya aktivitas ekonomi di tingkat negara, memburuknya citra Indonesia. Kelompok kejahatan transnasional Kaum muda, masyarakat luas untuk diajak mengikuti ideologi mereka Negara dan nasional Melalui jaringan organisasi bawah tanah, jaringan solidaritas Mengubah negara Indonesia menjadi negara berdasarkan ideologi mereka Keresahan dalam masyarakat, terkikisnya kepercayaan terhadap negara. Kaum muda, masyarakat luas, keuntungan komersial Nasional Melalui jaringan kejahatan lintas batas negara Migrasi, narkoba, penyelundupan senjata, human trafficking Keresahan dalam masyarakat, ketidakpercayaan terhadap efektivitas penegakan hukum, delegitimasi penyelenggaraan pemerintahan. Sumber: Nugraha, A & Loy, N 2013, Pembangunan Kependudukan untuk Memperkuat Ketahanan Nasional dalam Menghadapi Ancaman Asymmetric War, Direktorat Analisis Dampak Kependudukan, BKKBN, Jakarta, ISBN 978-602-7584-35-8, hlm 6-7. 2 Ada dua aspek dalam ketahanan nasional, yakni aspek statis dan dinamis. Aspek statis disebut juga trigatra karena meliputi geografi, sumber daya alam, dan demografi. Sedangkan aspek dinamis meliputi lima aspek sehingga disebut juga pancagatra: ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan. Kedua aspek itu saling terkait dan membentuk tata laku bangsa dan negara Indonesia. Aspek demografi memegang peran besar dalam ketahanan nasional, khususnya dalam menghadapi perang asimetris. Indonesia dihadapkan dengan permasalahan banyaknya jumlah penduduk, persebaran penduduk yang tidak merata, dan rendahnya kualitas penduduk. Kesemua hal ini berkaitan erat dengan kapasitas Indonesia dalam menghadapi perang asimetris pada dua dimensi, dimensi ancaman dan dimensi ketahanan. Pada dimensi ancaman, penduduk dilihat sebagai variabel statis yang dapat dijadikan kelompok target perang asimetris. Penduduk dimanfaatkan sebagai instrumen perang asimetris oleh kelompok-kelompok teroris, pemberontak, dan organisasi transnasional untuk membangun kekuatan melawan atau mengendalikan negara. Pemanfaatan penduduk ini dipengaruhi karakter demografi yang meliputi derajat kesejahteraan, tingkat pendidikan, kekuatan moral yang berkaitan dengan orientasi ideologis dan afiliasi kebangsaan, tingkat usia muda, mobilitas tinggi, serta distribusi geografis. Pada dimensi ketahanan, penduduk dilihat sebagai variabel dinamis. Kelompok penduduk terdidik, sejahtera, dan memiliki moral ideologi nasional yang kuat adalah ‘pasukan’ terdepan yang dapat dimobilisasi negara untuk menghadapi kelompokkelompok perlawanan dan ancaman lain dari dalam dan luar negeri. Perang Gaya Baru Saat ini bermunculan beragam bentuk perang gaya baru. Perang-perang ini disebut: low intensity wars (perang intensitas rendah), small wars (perang-perang kecil), network centric warfare (perang berpusat pada jejaring), fourth generation wars (perang generasi keempat), non-conventional/hybrid wars (perang nonkonvensional), dan asymmetric wars (perang asimetris). 3 Perang konvensional yang selama ini terjadi, musuh yang dihadapi jelas, aktornya negara, yang didukung oleh pasukan dengan aturan yang jelas dan peralatan militer yang dibolehkan oleh konvensi internasional. Sementara perang asimetris dikembangkan dari cara berpikir yang tidak lazim, diluar aturan peperangan yang berlaku, dengan spektrum perang yang sangat luas dan mencakup aspek astagatra (geografi, demografi, sumber daya alam, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan). Tabel 2. Perbandingan antara Pendekatan Keamanan Tradisional dan NonTradisional dalam Memandang Konsep Keamanan Konsep Keamanan Tradisional Konsep Keamanan Non-Tradisional Sumber/asal ancaman Negara lain Aktor non-negara, baik yang berasal dari domestik atau transnasional Hakikat ancaman Bersifat militer Bersifat non-militer: ekonomi, politik, pangan, teroris, kesehatan, dan lingkungan hidup Aktor keamanan Negara Negara, masyarakat, organisasi negara, bahkan individu Nilai utama keamanan Kedaulatan dan integritas teritorial Kesejahteraan, kualitas hidup, HAM, lingkungan, dll Respons terhadap ancaman keamanan Tindakan militer Pendekatan keamanan dan pendekatan kesejahteraan Sumber: Prasetyo Sunaryo, Presentasi Dewan Riset Nasional, 10 Juli 2008 (diolah, dalam Nugraha, A & Loy, N 2013, hlm 14). Sumber ancaman keamanan nasional meliputi ancaman militer dan non militer, yang dapat berasal dari negara dan aktor non-negara. Strategi yang berbeda dibutuhkan untuk mengatasi ancaman dari sumber dan bentuk yang berbeda. Tabel berikut memperlihatkan sumber dan bentuk ancaman serta solusinya. 4 Tabel 3. Sumber Ancaman, Bentuk Ancaman Keamanan, dan Solusinya Militer Non-Militer Solusi Aktor Negara Kekuatan global, regional, perlombaan senjata, perang antar negara Persaingan ekonomi, Penguatan perebutan sumber pertahanan, daya, perebutan blok deterrence perdagangan, perang Pembangunan cyber ekonomi, diplomasi Aktor Non-Negara Konflik internal, terorisme, fundamentalisme, kerusuhan SARA Kejahatan transnasional, kejahatan korporasi transnasional, isu lingkungan, dst Demokratisasi, intervensi, pengembangan resolusi konflik Penegakan hukum, peningkatan ketahanan nasional Bentuk perang terus bergeser, dari perang dengan kekuatan senjata, menjadi perang asimetris yang menggunakan metode-metode baru untuk mencari kelemahan lawan dan mengeksploitasi kelemahan tersebut untuk mencapai kemenangan. Tabel 4. Perbandingan Konflik/Perang Simetris dan Perang Asimetris Simetris Asimetris Aktor Negara Negara, sub-negara, aktor nonnegara Power Setara, berimbang Tidak setara Instrumen Konvensional, militer Non- konvensional, militer, dan nir-militer Teknologi Teknologi militer yang tinggi Kombinasi beragam bentuk teknologi militer dan non-militer Metode dan rekrutmen Formal, melalui pendidikan dan training Non-formal, clandestine Ideologi Kolektif Pilihan individual Sumber: Yves Winter (dikutip, dalam Nugraha, A & Loy, N 2013, hlm 15). Penggunaan teknologi informasi dalam perang asimetris adalah ancaman utama dalam pertahanan dan keamanan nasional suatu bangsa dan negara. Teknologi informasi dalam suatu peperangan merupakan sarana untuk menghancurkan sistem pertahanan dan keamanan nasional lawan melalui teknologi cyber. Teknologi informasi dapat digunakan pula untuk menurunkan semangat bertarung, moral, dan kemauan politik lawan untuk berperang. Pembangunan karakter manusia merupakan hal utama dalam menjaga ketahanan nasional Indonesia. Dalam hal ini, kebijakan kependudukan berperan sentral dalam membangun kapabilitas dan ketahanan nasional dalam menghadapi 5 perang asimetris. Kebijakan kependudukan ditujukan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang kokoh dan menjadi pondasi bagi strategi penanggulangan perang asimetris dalam jangka panjang. (ypi) 6