Business Leadership Oleh : Utama Andri Arjita A. Pendahuluan Tipe kepemimpinan yang kita inginkan selalu relative jika dilihat dari sudut yang berbeda. Misalnya Tipe kepemimpinan yang saya inginkan adalah tipe contingency dimana tidak ada gaya kepemimpinan yang terbaik untuk semua situasi. Keberhasilan pemimpin dipengaruhi oleh sejumlah factor, termasuk gaya kepemimpinan, kualitas para pengikut dan aspek lingkungan. Lingkungan lah yang menentukan kita akan menerapkan tipe atau gaya kita dalam memimpin. Efektivitas kepemimpinan seseorang ditentukan oleh kemampuan “membaca” situasi yang dihadapi dan menyesuaikan gaya kepemimpinan agar cocok dengan lingkungan dan mampu memenuhi tuntunan situasi tersebut. Penyesuaian gaya kepemimpinan dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku tertentu karena tuntunan situasi tertentu. Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi atau bisa diartikan kepemimpinan itu adalah seni mempengaruhi orang yang dipimpin untuk bersama-sama mau mengerjakan tugas organisasi dalam mencapai visi, misi dan tujuan organisasi. Dimana kepemimpinan itu merupakan gabungan dari visi, relationship dan task dalam menyelesaikan suatu pekerjaan. Faktor situasi sangat menentukan keefektifan suatu gaya dasar perilaku. Pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat akan menunjang keberhasilan. Agar pemimpin berhasil memimpin anggotanya, dia harus memiliki kemampuan yang tinggi dalam hal situational sensitifity skill dan situation management skill. Kepemimpinan disebut efektif bila seorang pemimpin memakai gaya yang sesuai dengan tingkat kedewasaan anggota. Kedewasaan anggota meliputi dua hal yakni kedewasaan dalam bekerja dan kedewasaan psikologis (kemauan dan motivasi). Gaya kepemimpinan yang sesuai (gaya pemimpin) bagi level kematangan tertentu dari pengikut digambarkan dengan kurva preskriptif yang bergerak melalui keempat kuadran kepemimpinan. Kurva berbentuk lonceng itu disebut kurva preskriptif karena hal itu menunjukkan gaya kepemimpinan yang sesuai langsung di atas level kematangan yang berkaitan. Hubungan gaya kepemimpinan dengan tingkat kematangan dilukiskan dalam gambar dibawah ini Dalam gambar dituliskan pada wilayah yang merupakan daerah sekitar S1 merupakan gaya direktif. Karakteristik gaya ini adalah pemimpin banyak memberi pengarahan dan sedikit memberi dukungan. Untuk daerah S2 adalah gaya melatih. Karakteristik gaya ini adalah pemimpin banyak mengarahkan dan banyak juga mendukung. Atau dengan kata lain tinggi dalam memberikan motiavasi kepada bawahan. Untuk daerah S3 adlah gaya suportif, maksudnya: pemimpin banyak mendukung tapi kurang memberikan pengarahan atau dalam gambar ini disebut tinggi hubungan namun rendah tugas. terakhir gaya 4(S4) disebut mendelegasikan, maksudnya adalah pemimpin kurang memberikan dukungan dan juga kurang dalam hal memberikan pengarahan. Agar kepemimpinan seorang pemimpin menjadi efektif, haruslah menyesuaikan tingkat kematangan pengikut. Tingkat kematangan pengikut dibagi kedalam empat tingkatan juga. Tingkat kematangan itu berturutturut: pertama, (R1), karakteristik yang dimiliki oleh pengikut yang berada pada tingkat ini adalah rendah kecakapan dan rendah kommitmen; kedua, (R2), karakteristik yang dimiliki oleh pengikut yang berada pada tingkat ini adalah sedikit kecakapan tapi tinggi kommitmen: ketiga, (R3), karakteristik yang dimiliki oleh pengikut yang berada pada tingkat ini adalah tinggi kecakapan namun ada variasi pada komitmen; keempat, (R4), karakteristik yang dimiliki oleh pengikut yang berada pada tingkat ini adalah tinggi kecakapan dan tinggi kommitmen. Apabila pemimpin sudah memahami kecakapan dan kommitmen masing-masing rekannya, barulah mereka dapat dipimpin sesuai dengan tingakt kematangan mereka yang terdiri dari empat tingkat juga, yakni : P1 (Perkembangan 1/matang tkt. 1) : kecakapan rendah, komitmen rendah. P2 (Perkembangan 2/matang tkt. 2) : kecakapan sedikit, komitmen sedikit. P3 (Perkembangan 3/matang tkt. 3) : kecakapan tinggi, komitmen tinggi. P4 (Perkembangan 4/matang tkt. 4) : kecakapan tinggi, komitmen tinggi. Dalam menghadapi tingkat perkembangan yang tidak sama pada setiap orang di organisasi perlu dibedakan perlakuan terhadap pengikut yang berbeda-beda tingkat kematangan itu. Gaya yang dipakai untuk menyelaraskan tingkat perkembangan bawahan antara lain : Gaya direktif, artinya : pemimpin banyak memberi pengarahan dan sedikit memberi dukungan Gaya melatih, artinya : pemimpin banyak mengarahkan dan banyak juga mendukung Gaya suportif, maksudnya : pemimpin banyak mendukung tapi kurang memberikan pengarahan Gaya mendelegasikan, maksudnya : pemimpin kurang memberikan dukungan dan juga kurang dalam hal memberikan pengerahan. Dengan memahami terlebih dahulu tingkat kecakapan dan motivasi rekan terhadap tugas-tugas organisasi, maka pemimpin dapat dengan mudah menentukan gaya yang efektif. Sebagai contoh apabila dalam suatu organisasi pemimpin menemukan seorang pengikut yang memiliki semangat kerja yang rendah dalam pelaksanaan tugas membuat notulensi rapat minggunan yang ditugaskan kepadanya, pengikut adalah orang yang juga baru bergabung dengan perusahaan tersebut. Maka kematangan pengikut tersebut dikategorikan ke tingkat matang 1. Untuk itu menurut Hersey dan Blachartd pemimpin harus memberlakukan gaya direktif, yakni pemimpin lebih banyak mengajarkan pengikut tersebut teknik pembuatan notulensi tersebut dengan haya sedikit melakukan “sambaransambaran psikologis”, seperti hanya sedikit membukan komunikasi yang bersifat sosio-emosional. Untuk contoh pemakaian gaya melatih; pemimpin banyak mengarahkan dan banyak juga mendukung, hal ini biasa digunakan saat pemimpin mengetahui bahwa pengikut hanya memiliki kecakapan yang rendah tapi komitmen tinggi. Dengan demikian pemimpin hanya diminta menonjolkan pengarahan dalam mengawasi kinerja pengikutnya dengan membuka sedikit lebih lebar komunikasi yang bersifat sosio-emosional, dengan demikian pengikut tetap merasa nyaman. Adapun jika pemimpin menemukan kondisi kematangan pengikutnya berada pada tingkat kematangan 3 (kecakapan tinggi, komitmen bervariasi), maka agar kepemimpinan pemimpin efektif ia harus memakai gaya 3 untuk hal ini. Dimana gaya 3 tersebut pemimpin membuka pintu komunikasi sosio-emosional yang selebar-lebarnya sehingga dia banyak memberikan dukungan yang membangun kekuatan komitmen pengikut yang sempat goyah, sementara dalam hal memberikannya latihan bahkan arahan tidak terlalu dominan untuk diperlihatkan oleh pemimpin kepada pengikut yang matang 3 ini. Untuk gaya digunakan pada saat si pemimpin menjumpai pengikutnya sedang berada pada situasi matang 4 (kecakapan tinggi, komitmen juga tinggi). Dari situasi pengikut seperti tidak ada masalah, sehingga pilihan gaya yang efektif yang akan dipakai pemimpin untuk menghadapi si pengikut yang pandai ini adalah mendelegasikan tugas. pemimpin ibarat menjalin kerja sama dengan banyanganya, artinya tidak ada masalah dalam diri pengikut. B. Johari Window JOHARI Window adalah konsep komunikasi yang di perkenalkan oleh Joseph Luft and Harry Ingham. Suatu model yang digunakan untuk improve self awareness dan mengerti antar individu. Luft dan Ingham meneliti ada aspek dalam diri kita yang terbuka dan di elemen lain kita tutup untuk diri kita sendiri. Johari Window mencerminkan tingkat keterbukaan seseorang dibagi dalam empat kuadran, yaitu Open, Blind, Hidden, dan Unknown TheJOHARIWindow Known to Self Not Known to Self Known to Others Not Known to Others a. Open area Merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh diri kita sendiri dan orang lain. Seperti nama, jabatan, pangkat, status perkawinan, lulusan mana, dll. Ketika memulai sebuah hubungan, kita akan menginformasikan sesuatu yang ringan tentang diri kita. Makin lama maka informasi tentang diri kita akan terus bertambah secara vertikal sehingga mengurangi hidden area. Makin besar open area, makin produktif dan menguntungkan hubungan interpersonal seseorang b. Blind area Merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh diri kita sendiri, tetapi tidak diketahui oleh orang lain. Misalnya bagaimana cara mengurangi grogi, bagaimana caranya menghadapi dosen A, dll. Sehingga dengan mendapatkan masukan dari orang lain, blind area akan berkurang. Makin kita memahami kekuatan dan kelemahan diri kita yang diketahui orang lain, maka akan bagus dalam bekerja tim. c. Hidden area Merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang diketahui oleh orang lain, tetapi tidak diketahui oleh diri kita sendiri. Informasi ini meliputi perhatian kita mengenai atasan, pekerjaan, keuangan, keluarga, kesehatan, dll. Dengan tidak berbagi mengenai hidden area, biasanya akan menjadi penghambat dalam berhubungan. Hal ini akan membuat orang lain miskomunikasi tentang kita, dan dalam hubungan kerja akan mengurangi tingkat kepercayaan orang d. Unknown area Merujuk kepada perilaku, perasaan, dan motivasi yang tidak diketahui, baik oleh diri kita sendiri ataupun oleh orang lain. Sampai kita dapat pengalaman tentang sesuatu hal atau orang lain melihat sesuatu akan diri kita bagaimana kita bertingkah laku atau berperasaan. Misalnya ketika pertama kali suka sama orang lain selain anggota keluarga kita. Kita tidak pernah bisa mengatakan perasaan “cinta”. Jendela ini akan mengecil sehubungan kita tumbuh dewasa, dan mulai mengembangkan diri atau belajar dari pengalaman. Ketika kita menjadi pemimpin sebuah team, kita harus terus meningkatkan self-awareness kita dengan mengurangi ukuran dari Kuadran 2-area Blind kita. Kuadran 2 merupakan area rapuh yang berisikan apa yang orang lain ketahui tentang kita, tapi tidak kita ketahui, atau lebih kita anggap tidak ada dan tidak kita pedulikan. Mengurangi are Blind kita juga berarti bahwa kita memberbesar Kuadran 1 kita-area Open, yang dapat berarti bahwa self-awareness serta hubungan interpersonal kita mungkin akan mengalami peningkatan C. Motivasi Orang-orang bersedia bekerja dan bekerja keras, apabila mereka merasa bahwa pekerjaan mereka menghasilkan perbedaan dan dihargai. Orang-orang termotivasi oleh berbagai hal, seperti pengakuan, prestasi, dan status. Jika saya menjadi pemimpin hal yang saya lakukan untuk memotivasi bawahan saya adalah : a. Tidak mengkritik karyawan di hadapan orang lain. Ini adalah pembunuh motivasi nomor satu. Jangan permalukan karyawan di hadapan orang lain. Meski saya mengatakan sesuatu yang menurut saya benar, namun mengkritiknya di depan umum, dapat melukai perasaannya. Kritik saya dapat meninggalkan bekas luka dalam yang mengubah motivasi menjadi sakit hati dan dendam berkepanjangan. Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan) merupakan tingkatan kebutuhan yang disampaikan oleh teori maslow b. Tidak menghina/merendahkan karyawan. Melontarkan kata-kata seperti, "bodoh", "goblok", atau kata-kata penuh hinaan lain adalah tindakan yang harus dihindari jauh-jauh. Tidak menyepelekan orang lain. Mereka takkan melakukan sesuatu yang saya inginkan dengan baik jika saya sendiri menganggap mereka tidak becus. faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan, dsb (faktor intrinsik). Hal ini sesuai dengan salah satu jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan yang dikemukakan oleh teori Herzberg c. Tidak menganggap karyawan sebagai alat. Sebagai pimpinan, saya memang menggunakan orang lain untuk mencapai tujuan. Namun, jika saya bersikap seolah-olah memperalat karyawan demi tujuan saya sendiri, saya akan kehilangan simpati dan motivasi karyawan untuk mau bekerja pada saya. Libatkan karyawan pada tujuan bersama. Dengan menunjukkan bahwa saya bersama mereka sedang mencapai tujuan demi keberhasilan bersama. d. Jangan berlaku tidak adil. Adalah wajar jika saya senang pada karyawan-karyawan terbaik saya. Namun itu bukan alasan untuk berlaku tidak adil. Perlakuan diskriminatif mudah sekali menjatuhkan semangat seluruh karyawan. Terlebih lagi bila saya tak sadar sedang "dijilat" oleh karyawan yang saya sukai. e. Jangan hanya memikirkan diri sendiri. Bagaimana perasaan kita saat mendengar atasan membanggakan dan memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Kita mungkin merasa direndahkan secara tak langsung. Atau kita mungkin merasa atasan kita sedang mengambil keuntungan dari kita. Maka, itu pulalah yang dirasakan oleh karyawan saya jika saya hanya berpusat pada diri sendiri dan tak memberikan perhatian pada mereka. f. Tidak ragu-ragu dalam mengambil keputusan. Karyawan membutuhkan sebuah keputusan yang tegas, segera, namun bijaksana dari atasannya. Jika saya tampak bimbang dengan keputusan saya sendiri, karyawan akan merasa lebih bimbang lagi. Ini cepat sekali menjegal motivasi. Bukan hanya itu, mereka mungkin tak lagi mempercayai kemampuan diri mereka sendiri juga saya sebagai atasan mereka. g. Tidak melemparkan tanggung jawab. Tugas manajer adalah membimbing karyawan agar lebih baik dan berhasil. Salah satunya adalah dengan mendelegasikan wewenang. Tapi itu bukan berarti saya terlepas dari tanggung jawab atas tugas tersebut. Melemparkan tanggung jawab dapat meruntuhkan kepercayaan mereka pada saya sebagai seorang pemimpin. Di saat-saat sulit, dengan menunjukkan tanggung jawab saya, maka hal ini dapat menumbuhkan hormat pada saya. h. Tidak kaku, namun jangan turunkan standar kualitas. Situasi tidak selalu berjalan sebagaimana diharapkan. Saya harus bersikap tegas, namun jangan diartikan sebagai sikap kaku. Terbuka dan menerima masukan-masukan dari karyawan. Namun, tetap harus menjaga standar kualitas yang saya inginkan. Jika saya toleran terhadap sebuah kelemahan, saya dapat menurunkan moral karyawan lain yang memiliki inisiatif tinggi. i. Jangan menunjukkan ketidakpercayaan. Kunci memotivasi orang adalah memberikan kepercayaan pada mereka. Sebaliknya, mematikan motivasi karyawan paling mudah dilakukan dengan mencabut kembali kepercayaan itu. Sepatah ucapan yang menunjukkan ketidakpercayaan sudah cukup untuk menyingkirkan motivasi mereka. Hal ini sesuai dengan teori motivasi Douglas McGregor dimana mengemukakan dua pandangan manusia yaitu teori X (negative) dan teori y (positif), Menurut teori x empat pengandaian yang dipegang manajer diantaranya adalah karyawan tidak menyukai kerja mereka harus diawasi atau diancam dengan hukuman untuk mencapai tujuan j. Jangan acuh tak acuh pada karyawan. Jika saya ingin meruntuhkan motivasi karyawan, jangan berikan perhatian apa pun pada mereka. Jangan beri umpan balik. Jangan ingat kejadian-kejadian penting dalam hidup mereka. Jangan berikan waktu bagi mereka untuk berbincang-bincang. Jauh lebih mudah mematahkan semangat, ketimbang membangunnya. Untuk itu,saya hindari hal-hal yang bisa membunuh motivasi karyawan. Dan itu, berarti menjaga tindakan saya sendiri. Seperti yang dipaparkan oleh teori Maslow dimana Kebutuhan aktualisasi diri dan pemenuhan diri (self-actualization needs) serta Kebutuhan harga diri (esteem needs) menempati posisi teratas dalam hirarki kebutuhan D. Team Development Stages karakteristik perkembangan kelompok dalam lima tahap yaitu pembentukan, timbulnya konflik, normalisasi, hasil berupa kinerja, dan pembubarannya Tahap Pembentukan (forming) Memiliki karakteristik besarnya ketidakpastian atas tujuan, struktur, dan kepemimpinan kelompok tersebut. Pada tahap ini kelompok baru saja dibentuk dan diberikan tugas. Anggota kelompok cenderung untuk bekerja sendiri dan walaupun memiliki itikad baik namun mereka belum saling mengenal dan belum saling percaya. Tahap ini selesai ketika para anggotanya mulai menganggap diri mereka sebagai bagian dari kelompok. Tugas kita sebagai pemimpin dalam hal ini adalah yang memberikan kepercayaan terhadap sesama anggota sehingga tercipta “trust” antar semua anggota Tahap Timbulnya Konflik (Strorming) Kelompok mulai mengembangkan ide-ide berhubungan dengan tugas-tugas yang mereka hadapi. Mereka membahas isu-isu semacam masalah yang harus mereka selesaikan. Anggota kelompok saling terbuka dan mengkonfrontasi ide-ide dan perspektif mereka masing-masing. Pada beberapa kasus, tahap storming cepat selesai. Namun ada pula yang deadloack pada tahap ini. Tahap storming sangatlah penting untuk perkembangan suatu kelompok. Tahap ini bisa saja menyakitkan bagi anggota kelompok yang menghindari konflik. Anggota kelompok harus memiliki toleransi terhadap perbedaan yang ada. Tugas kita sebagai pemimpin tim adalah menampung semua ide yang muncul dan memberikan solusi jika terjadi deadlock dalam tim Tahap Normalisasi Terdapat kesepakatan dan konsensus antara anggota kelompok. Peranan dan tanggung jawab telah jelas. Anggota kelompok mulai dapat mempercayai satu sama lain seiring dengan mereka melihat kontribusi masing-masing anggota untuk kelompok. Tahap Performing (Berkinerja) Kelompok dalam tahap ini dapat menyelesaikan pekerjaan dengan lancar dan efektif tanpa ada konflik yang tidak perlu dan supervisi eksternal. Anggota kelompok saling bergantung satu sama lainnya dan mereka saling respect dalam berkomunikasi. Tahap Adjourning Stage (Pembubaran) Tahap dimana proyek berakhir dan kelompok membubarkan diri. Kelompok bisa saja kembali pada tahap mana pun ketika mereka mengalami perubahan. Respons dari anggota kelompok dalam tahap ini bervariasi. Beberapa merasa gembira, bersenang – senang dalam persahabatan dan pertemanan yang didapatkan selama kehidupan kelompok kerja tersebut. Daftar Pustaka [1] J. G. d. T. Jusman, TIPS from ABOVE 21 Tips dari atas yang memberdayakan anda, Bandung: Visi Press, 2015. [2] O. Harari, The leadership secrets of colin powell, gramedia pustaka utama, 2002. [3] J. S. a. W. Stewart, Learning to Counsel 2nd Edition, British Library Cataloguing, 2002. [4] R. W. a. L. H. Turner, Understanding Interpersonal Communication, 2nd Edition, Wadsworth Cengage Learning, 2006. [5] H. E. Djatmiko, Rahasia sukses the best CEO Indonesai, Jakarta: Elexmedia Komputindo, 2004.