Bahan Ajar Fisika Dasar Haryadi NIDN 0003116401 Universitas Muhammadiyah Palangkaraya 2014 2 Contents 1 Pengantar 1.1 Pengukuran . . . . . . . . . 1.2 Digit Signifikan . . . . . . . 1.3 Analisis Dimensional . . . . 1.4 Partikel Pembangun Materi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5 . 5 . 7 . 9 . 10 2 Gerak Satu Dimensi 2.1 Vektor . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2.2 Gerak Satu Dimensi . . . . . . . . . . . 2.3 Gerak lurus dengan kecepatan kosntan . 2.4 Gerak lurus dengan percepatan konstan . 2.5 Gerak Jatuh Bebas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13 14 21 24 25 27 Gerak Dua Dimensi 29 3.1 Gerak Parabola . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29 3.2 Gerak Melingkar Beraturan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 32 4 Hukum-hukum tentang Gerak 37 4.1 Gaya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 37 5 Gaya Gesekan 41 6 Momentum 45 7 Gerak Rotasi 7.1 Energi Kinetik Rotasi . . . . . . . . . . . 7.2 Momen Gaya . . . . . . . . . . . . . . . 7.3 Hubungan Percepatan Sudut dan Momen 7.4 Daya dan Energy pada Gerak Rotasi . . 3 . . . . . . . . Gaya . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 49 51 52 55 56 4 CONTENTS 8 Osilasi 59 8.1 Osilasi harmonik sederhana . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 60 8.2 Gerak gelombang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 63 8.3 Gelombang suara . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 64 9 Kekekalan Energi 9.1 Usaha yang dilakukan oleh 9.2 Usaha yang dilakukan oleh 9.3 Energi kinetik . . . . . . . 9.4 Prinsip Kekekalan Energi . gaya gaya . . . . . . konstan . . . tidak konstan . . . . . . . . . . . . . . . . 10 Fluida 10.1 Variasi Tekanan Terhadap Ketinggian 10.2 Princip Archimedes . . . . . . . . . . 10.3 Dinamika Fluida . . . . . . . . . . . 10.4 Persamaan Bernoulli . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 67 67 68 70 74 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 77 77 81 82 83 Chapter 1 Pengantar 1.1 Pengukuran Ilmu fisika merupakan ilmu yang didasarkan pada observasi atau eksperimen yang didalamnya banyak dilakukan pengukuran yang hasilnya berupa suatu kuantitas. Oleh karena itu, untuk mempelajarinya kita perlu mengetahui ukuran yang digunakan di dalam fisika. Kita barangkali biasa mengukur panjang suatu benda dengan meteran, langkah kaki, panjang jengkal jari dan sebagainya, yang pada dasarnya kita membandingkan benda yang diukur tersebut dengan benda lain. Tentu saja jika setiap orang melakukan pengukuran dengan ukurannya masing-masing, maka hasil pengukuran tidak mudah untuk dikomunikasikan dengan orang lain. Agar hasil pengukuran mudah dikomunikasikan, kita perlu memiliki suatu ukuran yang baku. Satuan baku yang digunakan dalam fisika adalah Sistem Internasional (S.I.). Di dalam mekanika ada tiga satuan dasar, yaitu satuan yang tidak diturunkan dari satuan lain. Ketiga kuantitas dasar adalah panjang, massa dan waktu. Kuantitas lainnya merupakan kombinasi dari kuantitas dasar dinamakan kuantitas turunan. Kuantitas panjang dalam satuan S.I. dinyatakan dalam satuan meter (m). Satu meter didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh cahaya daalam vacum selama 1/299792458 detik. Satuan massa dalam satuan S.I. adalah kilogram (kg); satu kilogram didefinisikan sebagai massa satu silinder alloy platinum-iridium yang dis5 6 CHAPTER 1. PENGANTAR impan pada Biro Internasional untuk Berat dan Ukuran di Sevres, Perancis. Baku massa ini digunakan sejak tahun 1887 dan sampai sekarang tidak berubah, sebab alloy platinum-iridium bersifat stabil. Satuan waktu dalam S.I. adalah sekond (s) atau detik, dan didefinisikan sebagai 9192631770 kali periode getaran radiasi yang bersumber dari atom cesium. Kadang-kadang dalam suatu kuantitas fisik nilainya yang sangat besar atau sangat kecil, misalnya jarak matahari-bumi merupakan kuantitas yang sangat besar, sedangkan berat suatu atom merupakan kuantitas yang sangat kecil. Oleh karena itu, dalam fisika kita biasa menuliskan kuantitas fisik dengan notasi eksponen. Sebagai contoh, • rata-rata jarak matahari-bumi adalah 150000000000 m ditulis 1.5011 m, • diameter atom hidrogen adalah 1 10000000000 m ditulis 10−10 m. Cara lain untuk penulisan kuantitas fisika yang sangat besar atau sangat kecil adalah dengan menggunakan satuan dasar faktor pelipat. Faktor pelipat ini dituliskan didepan satuan dasar dan memiliki nilai kelipatan yang dinyatakan dalam bentuk eksponen (tabel 1.1). Contoh 1. 1000 cm = 103 cm = 1 m 5 ms = 5 × 10−3 s 0.02 mg = 0.02 × 10−3 kg = 2 × 10−5 kg 1 m2 = 1 m × 1 m = 103 mm × 103 mm = 106 mm2 1 megavolt (M V ) = 106 volt(V ). Kadang-kadang satuan yang digunakan suatu negara tidak sama dengan sistem S.I., sehingga kita akan mengalami kesulitan dalam menafsirkan kuantitas tersebut. Ketika pilot menyatakan bahwa ketinggian pesawat 28 ribu feet misalnya, mungkin kita tidak cepat bisa menafsirkan setinggi apa yang dinyatakan pilot tersebut, sebab kita biasa menggunakan satuan km. Oleh karena itu kita perlu mengkonversi satuan tersebut ke satuan yang biasa kita gunakan. Sebagai misal, 1 f eet jika dikonversi ke dalam meter menjadi 0, 3048 m. Konversi satuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan hal yang biasa, oleh karena itu kita perlu memiliki pedoman konversesi antar satuan. Tabel 1.2 menyajika konversi antar satuan. 1.2. DIGIT SIGNIFIKAN Pangkat 10−24 10−21 10−18 10−15 10−12 10−9 10−6 10−3 10−2 10−1 103 106 109 1012 1015 1018 1021 1024 7 Nama yocto zepto atto femto pico nano micro milli centi deci kilo mega giga tera peta exa zetta yotta Singkatan y z a f p n µ m c d k M G T P E Z Y Figure 1.1: Faktor pelipat 1.2 Digit Signifikan Misalnya kita mengukur panjang suatu kartu mahasiswa dengan mistar yang skalanya teliti hingga 1 mm = 0.1 cm. Hasil pengukuran diperoleh panjang 8, 6 cm dan lebar 5, 4 cm. Digit kedua hasil pengukuran tersebut bisa berupa perkiraan atau pendekatan, misalnya angka 6 pada 8, 6 tersebut barangkali hanya angka perkiraan. Hal demikian bisa terjadi pada setiap pengukuran, yang berarti bahwa hasil pengukuran mengandung ketidakpastian. Terjadinya ketidakpastian dalam pengukuran ini antara lain disebabkan ketelitian alat ukur dan kecermatan orang yang mengukur. Ketidakpastian dalam pengukuran digambarkan dengan digit signifikansi. Digit sigifikan memuat digit yang nilainya diprediksi, dengan demikian hasil pengukuran 8 CHAPTER 1. PENGANTAR P anjang M asa 1 in. = 2.54 cm 1 m = 39.37 in. = 3.281 f t 1 f t = 0.3048 m 1000 kg = 1 t (metricton) 1 slug = 14.59 kg 1u = 1.66 × 10−27 kg = 931.5 M eV /c2 12 in. = 1 f t 3 f t = 1 yd 1 yd = 0.9144 m 1 km = 0.621 mi 1 mi = 1.609 km 1 mi = 5280 f t Gaya 1 N = 0.2248 lb 1 lb = 4.448 N T ekanan 1 bar = 105 N/m2 = 14.50 lb/in.2 1 atm = 760 mmHg = 76.0 cmHg 1 atm = 14.7 lb/in.2 = 1.013 × 105 N/m2 1 P a = 1 N/m2 = 1.45 × 10−4 lb/in.2 Energi Daya 1 J = 0.738 f t · lb 1 cal = 4.186 J 1 Btu = 252 cal = 1.054 × 103 J 1 eV = 1.6 × 10−19 J 1 kW h = 3.60 × 106 J 1 hp = 550 f t · lb/s = 0.746 kW 1 W = 1J/s = 0.738f t · lb/s 1 Btu/h = 0.293 W Figure 1.2: Faktor konversi kartu tersebut memiliki dua digit signifikan. Pada pengukuran di atas digit kedua merupakan pendekatan, sehingga kita bisa mengatakan bahwa panjang kartu adalah berkisar antara 8, 5 cm sampai dengan 8, 7 cm. Demikian pula lebar kartu adalah berkisar antara 5, 3 cm 1.3. ANALISIS DIMENSIONAL 9 sampai dengan 5, 5 cm. Dari hasil pengukuran tersebut luas kartu adalah (8, 6 cm) · (5, 4 cm) = 46, 44 cm, yakni luas kartu memiliki empat digit. Jika ini diartikan hasil perhitungan lebih teliti dari hasil pengukuran, tentu tidak beralasan. Jika beberapa kuantitas dikalikan, maka banyaknya digit signifikan pada hasil kali tersebut adalah banyaknya digit pada kuantitas yang digit signifikannya paling sedikit. Hal yang sama juga berlaku jika suatu kuantias dibagi kuantitas lainya. Dengan demikian, digit signifikan luas kartu adalah 46 cm. Jika suatu kuantitas memuat bilangan nol, maka bilangan nol ini bisa menjadi digit signifikan atau bukan tergantung pada posisinya. Jika disebelah kiri nol kuantitas tersebut tidak terdapat bilangan tidak nol, maka bilangan nol ini bukan digit signifikan. Sebagai contoh, pada 0, 015 mm, kedua 0 bukan digit signifikan, yang berarti bilangan ini memiliki dua digit signifikan. Jika bilangan nol berada di sebelah kanan bilangan tak nol, maka nol ini merupakan digit signifikan. Misalnya nol pada 100 kg keduanya merupakan digit signifikan, sehingga bilangan ini memiliki tuga digit signifikan. Pada bilangan 0, 120 mg terdapat tiga digit signifikan, bilangan 1, 2 × 10−2 memiliki dua digit signifikan, bilangan 1, 20 × 10−2 memiliki tiga digit signifikan. Kuantitas yang sering membingungkan misalnya adalah hasil pengukuran masa 1600 kg, sebab nol pada bilangan ini bisa berupa sebagai posisi desimal saja tetapi bisa juga memamng merupakan hasil pengukuran. Untuk mengatasi salah penafsiran, maka hasil pengukuran ini ditulis sebagai 1, 6×103 kg jika pengukuran tersebut memiliki dua digit signifikan, atau 1, 603 kg jika hasil pengukuran tersebut memiliki tiga digit signifikan. Penjumlahan dan pengurangan beberapa kuantitas mengikuti kaidah sebagai berikut: jika beberapa kuantitas dijumlahkan atau dikurangkan, banyaknya posisi desimal pada hasilnya sama dengan banyaknya posisi demisal suku yang paling sedikit desimalnya. Sebagai contoh, hasil dari 143 kg + 3, 42 kg adalah 146 kg dan bukan 146, 42 kg, sebab bilangan pertama memiliki desimal paling sedikit. Demikian pula 1, 023+0, 0012 = 1, 024, 1, 0230+0, 0012 = 1, 0242 dan 1, 0230 − 0, 0012 = 1, 0218. 1.3 Analisis Dimensional Di dalam fisika, dimensi merupakan sifat fisik suatu kuantitas. Jika kita melakukan pengukuran jarak dua tempat, maka dikatakan dimensi jarak adalah panjang. Dalam mekanika dikenal tiga dimensi, yaitu dimensi pan- 10 CHAPTER 1. PENGANTAR jang (L), waktu (T) dan massa (M). Sebagain contoh, dimensi luas adalah L2 , dimensi masa jenis adalah M L−3 . Analisis dimensonal bida digunakan untuk membantu dalam memeriksa persamaan akhir suatu persamaan. Untuk memberikan gambaran bagaimana analisis dimensional bisa membantu dalam memeriksa suatu persamaan, misalnya persamaan tinggi suatu benda yang jatuh bebas adalah 1 y = gt2 2 dengan g percepatan gravitasi yang satuannya adalah m/s2 dan t adalah waktu. Jelas bahwa satuan untuk y adalah satuan panjang sehingga dimenasi ruas kiri adalah L. Akan kita periksa dimensi ruas kanan. Karena dimensi g adalah dimensi panjang dibagi dimensi waktu pangkat 2, maka dimensi g · (dimensi waktu)2 = L 2 T = L. T2 Hasil ini menunjukan bahwa pada persamaan gerak jatuh bebas, satuan pada ruas kiri dan ruas kanan sama. Jika suatu persamaan yang dimensi pada ruas kiri berbeda dengan dimensi pada ruas kanan, maka jelas bahwa persamaan demikian tidak benar. 1.4 Partikel Pembangun Materi Materi merupakan objek penting dalam ilmu fisika, bahkan beberapa sifat fisika tergantung pada materi. Interaksi yang terjadi antara benda berhubungan dengan ”bahan” yang menyusun benda tersebut. Penyusun suatu benda kita namakan materi. Jika sepotong logam emas dipotong menjadi potongan yang kecil, maka potongan yang dihasilkan tetap merupakan emas. Jika potongan ini dipotong-potong lagi maka potongan-potongan ini juga berupa emas. Yang menjadi pertanyaan adalah jika kita potong menjadi lebih kecil secara terus menerus apakah potongannya masih berupa emas? Untunglah kemampuan manusia terbatas, sehingga kita tidak bisa memotong logam mulia ini terus menerus menjadi potongan yang lebih kecil. Kata atom berasal dari bahasa Latin atomos yang artinya ”tidak bisa dipotong”, sehingga orang sering mengartikan atom sebagai bagian terkecil suatu materi. Pada saat manusia tidak bisa lagi melihat secara fisik suatu materi, misalnya benda-benda yang sangat kecil, maka manusia menggunakan model untuk 1.4. PARTIKEL PEMBANGUN MATERI 11 menggambarkan benda-benda tersebut. Demikian pula dengan atom, karena manusia tidak bisa melihat atom maka untuk mempelajari perilakunya dibuatlah model atom. Atom dimodelkan terdiri nukleus dan elektron yang berada di sekitar nukleus. Nukleus tersusun dari partikel proton dan netron. Partikel proton bermuatan listrik positif, partikel netron bermuatan netral atau tidak bermuatan listrik, dan elektron merupakan partikel bermuatan negatif. Banyaknya proton pada nukleus merupakan ciri setiap unsur, dan dinamakan nomer atom. Sebagai contoh, satu nukleus atom hidrogen memiliki satu proton, dengan demikian nomor atom hidrogen adalah 1; satu nukleus atom karbon memiliki 6 proton, dengan demikian nomor atom karbon adalah 6. Karakteristik kedua dari suatu atom adalah nomor masa atau disebut masa, yaitu menyatakan jumlah proton ditambah jumlah netron pada satu nukleus. Jumlah proton suatu atom tidak berubah, tetapi nomor masanya bisa bervariasi, yakni banyaknya netron suatu jenis atom bisa bervariasi. Sebagai contoh, atom karbon bisa memiliki nomor masa 12,13 atau 14, bahkan masih ada atom karbon yang nomor masanya tidak kita nyatakan disini. 12 CHAPTER 1. PENGANTAR Chapter 2 Gerak Satu Dimensi Gerak benda merupakan fenomena sehari-hari sehingga kita tidak merasa asing atau tertarik untuk mempelajarinya, padahal setiap fenomema di sekitar kita sebenarnya mengandung pelajaran. Mekanika merupakan bagian dari ilmu fisika yang mempelajari tentang gerak. Jika gerak yang dipelajari tidak membahas penyebabnya maka kita dalam lingkup statika, sedangkan jika kita mempelajari gerak dan penyebabnya maka kita dalam lingkup dinamika. Dalam bagian ini kita akan mempelajari gerak benda tanpa memperhatikan penyebabnya. Selanjutnya benda kita abaikan bentuknya, dalam arti bahwa benda dianggap sebagai suatu benda titik. A B O Figure 2.1: Gerak suatu benda berubah posisi dan arahnya Gambar 2.1 merupakan gambar suatu benda titik yang bergerak sepanjang lintasan yang berwarna merah muda. Posisi benda mula-mula di titik 13 14 CHAPTER 2. GERAK SATU DIMENSI Q, kemudian dengan cara tertentu benda berada di titik A, yang berarti posisi benda mengalami perubahan. Demikian pula arah gerak benda selama bergerak, juga mengalami perbuhanan. Dapat Anda perhatikan bahwa sepanjang gerak benda dari titik O ke titik B posisi dan arah benda mengalami perubahan. Dalam ilmu fisika banyak kuantitas fisik yang memiliki arah. 2.1 Vektor Jika kita mengamati suatu benda yang sedang bergerak, setidaknya ada beberapa kuantitas fisik yang bisa diamati, yaitu jarak dan arah benda tersebut berpindah. Dalam fisika perpindahan benda diartikan sebagai perubahan posisi dan perubahan arah benda tersebut. Untuk membantu mempelajari arah gerak ini, kita akan menggunakan vektor, yaitu besaran fisika yang memiliki arah. Vektor digambarkan sebagai suatu garis lurus yang satu ujunya memiliki panah. Panjang vektor menggambarkan jarak antara kedua ujung, dan arah panah menyatakan arah vektor. Untuk mempermudah penulisan, vektor ditulis dengan abjad yang diatasnya dibubuhi tanda panah atau dengan menuliskan berturut-turut titik pangkal dan titik ujung kemudian menuliskan tanda panah di atasnya. Panjang vektor ditulis dengan nilai absolut |v| atau abjad r. Jadi jika ~v adalah vektor yang menghubungkan titik A dan B dan arahnya dari A ke B, maka ditulis ~ ~v = AB dan panjang atau besarnya adalah r = |v| = panjang garis AB. Secara geometris, vektor ~v pada bidang atau dua dimensi dapat dinyatakan dengan gambar berikut. r= |v | B ~v A Figure 2.2: Vektor ~v dengan panjang r 2.1. VEKTOR 15 Dua vektor ~u dan ~v dikatakan sama jika panjang dan arah kedua vektor sama, dalam hal ini ditulis ~u = ~v . Jika k adalah bilangan real, maka k~v adalah suatu vektor yang panjangnya sama dengan k kali panjang ~v dan arahnya sama dengan arah ~v untuk k positif dan berlawanan dengan arah ~v jika k negatif. Jika k = 0 maka k~v = ~0, dengan ~0 dinamakan vektor nol. Vektor ~0 memiliki sifat indetitas, yaitu ~v + ~0 = ~v . −~v ~v − 12 ~v w ~ 2~v Figure 2.3: Kelipatan vektor Jumlah ~u dan ~v ditulis ~u + ~v , adalah vektor yang diperoleh dengan cara sebagai berikut: titik pangkal ~v diletakan di titik ujung ~u kemudian menarik vektor dari titik pangkal ~u ke titik ujung ~v . Jumlah dua vektor memiliki sifat ~u + ~v = ~v + ~u ~v + ~v ~u ~u ~u ~v ~v ~u + ~v ~u Figure 2.4: Penjumlahan vektor Jika vektor ~v merupakan hasil penjumlahan jumlah dari vektor v~1 dan v~2 , yakni ~v = v~1 + v~2 , maka berarti pula bahwa vektor ~v dapat dinyatakan sebagai jumlah dari ~v dan v~2 . Dalam hal ini dikatakan bahwa vektor w ~ dapat diuraikan menjadi komponen v~1 dan v~2 . Negatif vektor ~v ditulis −~v , adalah vektor yang panjangnya sama dan arahnya berlawanan dengan vektor ~v . Vektor ~u dkurangi vektor ~v diperoleh CHAPTER 2. GERAK SATU DIMENSI ~u 16 ~u + ~v ~v Figure 2.5: Sifat komutatif penjumlahan vektor ~v Vektor ~v dapat diuraikan menjadi vektor komponen v~1 dan v~2 . Perhatikan gambar sebelah kanan bahwa v~1 + v~2 = ~v . ~v2 ~v ~v1 Figure 2.6: Komponen vektor dengan cara menjumlahkan ~u dengan negatif ~v , dengan kata lain ~u − ~v = ~u + (−~v ) −~v ~u ~u ~v − ~v ~u − ~u ~v −~u ~v Figure 2.7: Pengurangan vektor Dalam operasi aljabar vektor di atas dilakukan secara grafik dan mengabaikan aspek kuantitas vektor. Operasi aljabar pada vektor dapat juga dilakukan 2.1. VEKTOR ~v θ O vx = cos θ 17 vy = sin θ Figure 2.8: Vektor ~v pada sistem koordinat siku-siku bisa diuraikan menjadi komponen horisontal v~x dan vertikal v~y . secara analitis dimana dengan cara ini kuantitas arah dan besar vektor menjadi perhatian kita. Untuk melakukan operasi aljabar secara analitis, kita akan membahas vektor pada bidang. Misalkan vektor ~v memiliki panjang r dan membentuk sudut θ terhadap arah horisontal. Vektor ~v ditempatkan pada sistem koordinat siku-siku dengan titik pangkal vektor berada pada titik asal (O) dan arah vektor membentuk sudut θ terhadap sumbu x positif . Vektor ~v dapat diuraikan menjadi komponen dalam arah sumbu x dan komponen dalam arah sumbu y dengan cara memproyeksikan ~v berturut-turut ke sumbu x dan y. Komponen ~v dalam arah sumbu x ditulis vx dan komponen dalam arah sumbu y ditulis vy (Gambar 2.8). Dari trigonometri diperoleh vx = r cos θ vy = r sin θ r2 = vx2 + vy2 (2.1) Contoh 2. Vektor ~v memiliki panjang 5 cm dan membentuk sudut 30o terhadap horisontal. Tentukan komponen horisontal dan vertikal vektor tersebut. 18 CHAPTER 2. GERAK SATU DIMENSI Komponen horisontal dan vertikalnya adalah √ vx = r cos θ = 5 cos 30o = 5 2 3 cm. vy = r sin θ = 5 sin 30o = 52 cm. r = 5 cm vy 30o O vx ~u1 ~u ~u2 1 + ~u 2 Jumlah dua vektor yang arahnya sama bisa diperoleh dengan menjumlah secara biasa panjang kedua vektor dan arahnya sama dengan arah kedua vektor tersebut. ~v1 ~v2 ~v1 + ~v2 Figure 2.9: Jumlah vektor yang arahnya sama Sekarang tinjau dua vektor ~u yang panjangnya r1 dan membentuk sudut terhadap horisontal berturut-turut θ1 , dan vektor ~u yangpanjangnya r2 dan membentuk sudut terhadap horisontal berturut-turut θ2 . Komponen horisontal setiap vektor adalah ux = r1 cos θ1 dan vx = r2 cos θ2 , sehingga jumlah komponen horisontal kedua vektor adalah rx = ux + vx = r1 cos θ1 + r2 cos θ2 Demikian pula, jumlah komponen vertikal kedua vektor adalah ry = uy + vy = r1 sin θ1 + r2 sin θ2 2.1. VEKTOR 19 Dari trigonometri, panjang jumlah kedua vektor dan sudut vektor resultan terhadap sumbu x positif adalah O uy v θ1 θ2 ux vx vy (2.2) rx = uy + vy ~u r2 = rx2 + ry2 α = arctan rrxy ~r = ~u + ~v α O ry = ux + vx Contoh 3. Suatu kapal bergerak dari suatu pelabuhan ke arah timur sejauh 30 km, kemudian ke arah utara sejauh 40 km. Tentukan posisi (jarak dan sudut) kapal dari pelabuhan tersebut! Penyelesaian. Jarak kapal dari pelabuhan adalah √ r = 302 + 402 = 50 m dan arahnya membentuk sudut θ dimana 40 = 1, 33 tan θ = 30 atau θ = arctan (1, 33) = 83o ; dengan demikian posisi kapal adalah berjarak 50 km dari titik asal dan membentuk sudut 83o terhadap arah Timur. Contoh 4. Dua verktor ~u dan ~v masing-masing panjangnya 6 cm dan 8 cm. Vektor ~u membentu sudut 300 terhadap sumbu x positif dan vektor ~v membentuk sudut 600 terhadap sumbu x positif. Carilah resultan kedua vektor! Penyelesaian. Komponen horisontal dan vertikal setiap vektor adalah √ √ ux = 6 cos 30o = 6 23 = 3 3 = 5, 20 cm vx = 8 cos 60o = 8 12 = 4 cm 1 uy = 6 sin 30o = 6√ = 3 cm 2 √ 3 o vy = 8 sin 60 = 8 2 = 4 3 = 6, 93 cm 20 CHAPTER 2. GERAK SATU DIMENSI Jumlah setiap komponen adalah rx = ux + vx = 5, 20 + 4 = 9, 20 cm ry = uy + vy = 3 + 6, 93 = 9, 93 cm Panjang vektor resultan adalah p r = (9, 20)2 + (9, 93)2 = 13, 54 cm dan arahnya adalah membentuk sudut θ terhadap sumbu x positif, dengan 9, 93 ry = arctan = 74o . θ = arctan rx 9, 20 Metode analistis jumlah dua vektor dapat dikembangkan untuk mencari jumlah lebih dari dua vektor. Prinsipnya adalah setiap vektor diuraikan atas komponen horisontal dan vertikal, kemudian semua komponen horisontal dijumlahkan dan semua komponen vertikal dijumlahkan; kemudian digunakan persamaan 2.2. Contoh 5. Vektor ~u, ~v dan w ~ masing-masing arahnya membentuk sudut 0 0 0 45 , 90 dan 120 terhadap sumbu x positif. Jika panjang setiap vektor berturut-turut adalah 10 cm, 4 cm dan 8 cm, carilah resultan ketiga vektor. Penyelesaian. Komponen horisontal dan vertikal setiap vektor adalah √ ux = 10 cos 45o = 10 22 = 7, 07 cm vx = 4 cos 90o = 8 · 0 = 0 cm wx = 8 cos 120o = 8 ·√(− 12 ) = −4 cm uy = 10 sin 45o = 10 22 = 7, 07 cm √ vy = 4 sin 90o = 4 · 1 = 4 cmwy = 8 sin 120o = 8 23 = 6, 93 cm Jumlah setiap komponen adalah rx = ux + vx + wx = 7, 07 + 0 − 4 = 3, 07 cm ry = uy + vy + xy = 7, 07 + 4 + 6, 93 = 18 cm Panjang vektor resultan adalah p r = (3, 07)2 + (18)2 = 18, 23 cm dan arahnya adalah membentuk sudut θ terhadap sumbu x positif, dengan ry 18 θ = arctan = arctan = 126o . rx 3, 07 2.2. GERAK SATU DIMENSI 2.2 21 Gerak Satu Dimensi Jika kita mengamati gerak suatu partikel, maka ada beberapa besaran fisik yang bisa diamati seperti posisi dan waktu. Posisi suatu pertikel merupakan lokasi partikel terhadap suatu titik acuan atau titik asal. Ini berarti posisi suatu partikel bisa berbeda antara pengamat yang satu dengan yang lain. Sebagai contoh, posisi mobil yang berada di kilometer 5 adalah 5 km menurut pengamatan yang menggunakan acuan km 0, namun posisinya adalah 3 kilometer menurut pengamat yang menggunakan kilometer 2 sebagai titik acuan. Oleh karena itu, dalam fisika posisi suatu partikel diukur dari suatu titik acuan yang dinyatakan secara jelas agar tidak menimbulkan perbedaan persepsi. t0 O t A B x0 xt ∆x Figure 2.10: Suatu benda bergerak dari titik O ke titik B Tinjau suatu benda yang bergerak lurus dari titik O ke titik B; posisi titik A dan B berturut-turut adalah x0 dan xt terhadap titik O. Perubahan posisi benda didefinisikan sebagai posisi akhiur dikurangi posisi awal dan ditulis dengan notasi ∆x. Jadi ∆x = xt − x0 . (2.3) Jika saat mulai bergerak di titik A waktu menunjukan t0 dan pada saat tiba tititik B waktu menunjukan t, maka waktu yang diperlukan untuk bergerak dari titik A ke titi B adalah waktu di titik B dikurangi waktu di titik A, ditulis dengan notasi ∆t. Dengan demikian ∆t = t − t0 . (2.4) 22 CHAPTER 2. GERAK SATU DIMENSI Selama bergerak dari titik A ke titik B bisa jadi arah dan cepatnya tidak konstan. Suatu kuantitas yang bisa menggambarkan gerak pada kedua titik secara kasa adalah kecepatan rata-rata. Kecepatan rata-rata, ditulis v̄, adalah perubahan posisi benda dibagi lama benda tersebut berpindah, atau v̄ = xt − x0 ∆x = . ∆t t − t0 (2.5) Contoh 6. Suatu mobil yang bergerak dari kota A ke kota B dengan keceptan rata-rata 40 km/jam artinya selama gerak tersebut jarak kota A dan B dibagi waktu yang diperlukan mobil dari A ke B adalah 40. Tentu tidak mudah bagi suatu mobil untuk bergerak dengan kecepatan tetap 40km/jam; pada setiap saat kecepatannya berubah, menjadi lebih lambat atau lebih cepat atau bahkan berkenti. Dengan demikian kecepatan rata-rata tidak memberikan gambaran secara tepat kecepatan mobil setiap saat. Contoh 7. Suatu kendaraan bergerak dari Palangkararaya pada pukul 08.00 W IB menuju Pulang Pisau dan sampai disana pada pukul 09.30 W IB. Jika jarak antara Palangkaraya dan Pulang Pisau adalah 80 km, berapakah kecepatan rata-rata kendaraan tersebut? Penyelesaian. Jarak yang ditempuh kendaraan adalah ∆x = 80 km = 80.000 m dan waktu yang diperlukan untuk menempuah jarak tersebut adalah ∆t = 1, 5 jam = 1, 5 · 60 · 60 detik = 5600 detik Dengan demikian kecepatan rata-ratanya adalah v̄ = ∆x 80000 m = = 14, 81 m/detik. ∆t 5400 detik Jika kita sedang mengendarai kendaraan dan kita ingin melihat seberapa cepat kendaraan yang kita kendarai, biasanya kita melihat ke speedometer. Interval waktu melihat ke speedometer cukup singkat dan kita bisa mendapatkan angka yang ditunjuk oleh jarum speedometer pasa saat tersebut. Angka yang diperoleh dalam hal ini dinamakan kecepatan sesaat atau kecepatan saja. Secara formal, kecepatan atau kecepatan sesaat didefinisikan sebagai kecepatan rata-rata jika interval waktu pengamatan sesingkat 2.2. GERAK SATU DIMENSI 23 mungkin, yakni jika ∆t dibuat sekecil mungkin. Dalam bahasa matematika, ini berarti ∆t mendekati nol atau limit ∆t mendekati 0. Dengan notasi v untuk kecepatan maka kita bisa menuliskan definisi kecepatan sebagai berikut ∆x . ∆t→0 ∆t v = lim Dari pelajaran tentang turunan, kita mengetahui bahwa lim∆x→0 dx . Dengan demikian persamaan 2.6 bisa ditulis sebagai dt (2.6) ∆x ∆t = dx (2.7) dt yang menyatakan bahwa kecepatan merupakan turunan pertama perpindahan terhadap waktu. v= Kita tinjau kembali gerak partikel dari A ke B. Selama gerak tersebut bisa jadi kecepatan partikel tidak konstan. Sebagai contoh suatu pesawat yang sedang mendarat kecepatannya akan semakin berkurang, sebaliknya pesawat yang sedang tinggal landas kecepatannya semakin bertambah. Kuantitas fisik yang menggambarkan bagaimana perubahan kecepatan dinyatakan dengan percepatan. Misalkan diketahui kecepatan di titik A adalah v0 dan kecepatan di titik B adalah vt . Percepatan rata-rata didefinisikan perubahan kecepatan di titik A dan B dibagi waktu tempuh dari A ke B. Percepatan rata-rata ditulis dengan notasi ā. Dengan demikian ā = ∆v vt − v0 = . t − t0 ∆t (2.8) Dengan cara yang serupa seperti pada pengertian kecepatan, percepatan sesaat atau percepatan didefinisikan sebagai percepatan rata-rata jika interval waktu pengamatan dibuat sesingkat mungkin. Jadi kecepatan a dapat ditulis sebagai ∆v . ∆t→0 ∆t a = lim (2.9) Perhatikan bahwa ruas kanan persamaan 2.9 adalah dv . Mengingat v = dt dx/dt maka kita bisa menuliskan persamaan percepatan sebagai 24 CHAPTER 2. GERAK SATU DIMENSI dv d dx d2 x = = 2, (2.10) dt dt dt dt yang menyatakan bahwa percepatan merupakan turunan pertama kecepatan terhadap waktu atau merupakan turunan kedua perpindahan terhadap waktu. a= 2.3 Gerak lurus dengan kecepatan kosntan Gerak lurus adalah gerak yang lintasannya lurus, misalnya gerak benda yang jatuh bebas jika dianggap tidak ada angin atau gesekan udara. Gerak lurus yang paling sederhana adalah gerak lurus dengan kecepatan konstan. Misalkan suatu partikel bergerak dari titik A ke titik B dengan kecepatan tetap v, waktu dan posisi terhadap titik O di titik A dan B berturut-turut t0 dan t, dan x0 dan xt . Persamaan 2.7 dapat diituliskan sebagai dx = vdt Kareta v konstan, maka intengral kedua ruas mulai t0 sampai dengan t adalah Z x Z t dx = x0 Z t vdt = v t0 dt t0 atau xt − x0 = v(t − t0 ) yang sering ditulis dengan xt = x0 + v∆t (2.11) Contoh 8. Suatu benda bergerak lurus dengan kecepatan tetap. Posisi awal benda adalah 10 m dari titik adalah dan 5 detik kemudian posisinya adalah 30 m. Berapakah kecepatan benda? Penyelesaian. Karena posisi awal x0 = 10 m dan posisi akhir xt = 30 m, maka jarak yang ditempuh benda adalah ∆x = 30 − 10 = 20 m 2.4. GERAK LURUS DENGAN PERCEPATAN KONSTAN 25 Untuk menempuh jarak tersebut benda memerlukan waktu ∆t = 5 s. Dengan demikian kecepatan benda adalah v= ∆x 20 m = = 4 m/s. ∆t 5s Contoh 9. Suatu benda bergerak lurus dengan kecepatan tetap 20 m/s. Berapakah jarak yang ditempuh benda pada (a) 10 detik pertama, (b) 15 detik berikutnya. Penyelesaian. Diketahui kecepatan benda v = 20 m/s, dianggap posisi awal benda x0 = 0 m. (a) Pada 10 detik pertama, ∆t = 10 s, sehingga jarak yang ditempuh adalah xt = x0 + v∆t = 0 + 20 · 10 = 200 m. (b) Pada 15 detik berikutnya, posisi awal benda adalah x0 = 200 m, sehingga jarak yang ditempuh adalah xt = x0 + v∆t = 200 + 20 · 15 = 500 m. 2.4 Gerak lurus dengan percepatan konstan Suatu benda yang dijatuhkan dari suatu ketinggi tertentu, dengan asumsi tidak ada hambatan udara, semakin ke bawah gerak jatuhnya akan semakin cepat secara teratur. Gerak lurus dengan pecepatan konstan merupakan berak suatu partikel yang lintasannya lurus dan percepatanya tidak berubah. Karena percepatan adalah kecepatan per satuan waktu, percepatannya tidak berubah berarti pula kecepatannya berubah secara tetap. Tinjua kembali gerak partikel dari titik A ke titik B, dan misalkan percepatannya tetap. Persamaan 2.9 dapat ditulis dengan dv = adt dan dengan mengintegralkan kedua ruas dari t0 hingga t Z vt Z t dv = adt v0 t0 26 CHAPTER 2. GERAK SATU DIMENSI diperoleh vt − v0 = a(t − t0 ) atau ditulis vt = v0 + a∆t (2.12) Posisi partikel pada gerak lurus dengan percepatan tetap dari titik A ke titik B bisa dicari dengan mengambil t0 = 0, yang dalam hal ini bisa dilekukan karena kita hanya membatasi kerag dari A ke B. Dengan demikian persamaan untuk kecepatan bisa ditulis dengan vt = v0 + at Dengan mengintegralkan kedua ruas dari t = 0 hingga t Z xt Z t v0 + atdt dx = x0 0 diperoleh 1 xt − x0 = v0 t + at2 2 atau ditulis 1 xt = x0 + v0 t + at2 2 Kecepatan partikel pada saat t bisa diperoleh sebagai berikut (2.13) xt = x0 + v0 t + 21 at2 2 0) 0 = x0 + v0 vt −v + 12 a(vta−v 2 a v v −v 2 (v 2 −2v v +v 2 = x0 + 0 ta 0 + 12 t a0 t 0 v 2 −v 2 = x0 + t a 0 vt2 = v02 + 2a(xt − x0 ) (2.14) Contoh 10. Suatu pesawat jet akan mendarat. Sesaat menyentuh landasan kecepatannya adalah 60 m/s. Jika pesawat tersebut bisa berhenti 15 s setelah menyentuh landasan dan dianggap geraknya lurus dengan percepatan tetap, carilah (a) percepatannya, (b) jarak dari sesaat menyentuh landasan hingga berhenti. 2.5. GERAK JATUH BEBAS 27 Penyelesaian: v0 = 60 m/s, vt = 0 m/s dan ∆t = 15 s. Percepatannya pesawat adalah 0 m/s − 60 m/s a= = −4 m/s2 15 s tanda negatif menyatakan bahwa pesawat mengalami percepatan negatif, dengan kata lain mengalami perlambatan. Jarak dari saat menyentuh landasan hingga berhenti adalah 1 xt − x0 = 60 m/s · 15 s + (−4 m/s2 ) · 152 s2 = 450 m. 2 2.5 Gerak Jatuh Bebas Gerak jatuh bebas merupakan gerak lurus dengan percepatan tetap a = g dengan g adalah percepatan gravitasi bumi. Dalam gerak jatuh bebas ada dua arah, yaitu arah ke atas dan arah ke bawah. Arah gravitasi bumi selalu ke pusat bumi (ke bawah). Jika suatu benda bergerak vertikal ke bawah, maka g bernilai positif, sebab arah g sama dengan arah gerak. Sebaliknya jika benda bergerak vertikal ke atas, maka g bernilai negatif, sebab arah gerak berlawanan dengan arah g. Hubungan-hubungan yang berlaku pada gerak lurus dengan percepatan tetap dapat dipakai untuk mempelajari gerak jatuh bebas. Untuk lebih tegasnya, jarak pada gerak jatuh bebas kita namakan dengan ketinggian dan ditulis dengan notasi y. Agar pembahasan kita lebih mudah, tinjau suatu benda yang bergerak vertikal ke atas dan hanya dipengaruhi oleh percepatan gravitasi. Pada saat t0 kecepatan dan ketinggian benda berturut-turut adalah v0 dan y0 , dan pada saat t kecepatan dan ketinggiannya berturut-turut adalah vt dan yt . Dengan mengganti besaran-besaran yang sesuai maka diperoleh persamaanpersamaan untuk gerak vertikal ke atas vt = v0 − gt yt = y0 + v0 t − 21 gt2 vt2 = v02 − 2g(yt − y0 ) (2.15) Jika benda bergerak jatuh bebas, maka kita bisa menggunakan persamaan 3.3 dengan syarat −g diganti dengan g. Contoh 11. Suatu batu dilepaskan dari ketinggian 10 m. (a) berapa lama batu sesaat dilepaskan hingga sesaat menyentuh permukaan tanah, (b) berapa kecepatannya sesaat akan menyentuh tanah. 28 CHAPTER 2. GERAK SATU DIMENSI Penyelesaian: karena geraknya ke bawah, maka g = 9, 8 m/s2 . Perhatikan bahwa batu dipelaskan, yang berarti v0 = 0 m/s. (a) Lama batu sesaat dilepaskan hingga sesaat menyentuh permukaan tanah dapat dicari dengan persamaan kedua 3.3 dengan y0 = 0 1 10 = 0 + 0 · t + (9, 8)t2 2 atau r t= 10 = 1, 43 s 4, 9 (b) Kecepatannya sesaat akan menyentuh tanah dapat dicari dengan persamaan pertama 3.3 vt = 0 + (9, 8) · (1, 43) = 14.01 m/s. Contoh 12. Suatu benda ditembakan vertikan ke atas dengan kecepatan 19, 6 m. (a) Berapa lama benda berada di udara, (b) Berapa tinggi maksimum yang bisa dicapai benda. Penyelesaian: Kecepatan awalnya adalah v0 = 19, 6 m/s dan pada titik tertinggi benda berhenti sesaat, yakni vt = 0 m/s. (a) Lama benda di udara adalah dua kali lama benda bergerak dari saat ditembakan hingga titik tertinggi. Lama benda mencapai titik tertinggi adalah 0 = 19, 6 − 9, 8t atau t= 19, 6 =2s 9, 8 Dengan demikian lama benda berada di udara adalah 2t = 2 · 2 = 4 s. (b) Tinggi maksimum yang bisa dicapai benda adalah 1 yt = 0 + (19, 6) · 2 − (9, 8) · 22 = 19, 6 m. 2 Chapter 3 Gerak Dua Dimensi 3.1 Gerak Parabola Gerak parabola atau gerak peluru merupakan gerak yang lintasanya berbentuk parabola, misalnya lintasan suatu bola ditendang melambung, lintasan suatu peluru meriam yang ditembakan dan sebagainya. Sebenarnya gerak parabola pada contoh tersebut terjadi karena perpaduan antara dua jenis gerak, yaitu gerak lurus dengan kecepatan tetap dalam arah horisontal dan gerak lurus dengan percepatan gravitasi dalam arah vertikal. Karena kecepatan merupakan besaran vektor, maka kita bisa menguraikan vektor kecepatan pada gerak parabola menjadi komponen horisontal dan komponen vertikal. Karena itu hubungan yang berlaku pada gerak lurus dengan kecepatan tetap juga berlaku untuk gerak pada komponen horinta gerak parabolal. Demikian pula hubungan yang berlaku pada gerak jatuh bebas juga berlaku untuk komponen vertikal gerak parabola. Tinjau suatu partikel yang ditembakan dengan arah membentuk sudut α terhadap arah horisontal dengan kecepatan awal ~v0 . Sudut ini dinamakan sudut elevasi. Agar pembahasan kita lebih mudah, misalkan posisi awal partikel adalah pada titik O, yakni jarak horisontalnya 0 dan ketinggiannya 0. Lintasan pertikel dapat digambarkan sebagai suatu parabola. Setiap titik pada parabola merupakan posisi sesaat partikel tersebut. Pada setiap saat, kecepatan partikel dinyatakan sebagai vektor singgung di suatu titik pada kurva tersebut. Dengan demikian arah kecepatan selama partikel menempuh gerak ini selalu berubah-ubah. 29 30 CHAPTER 3. GERAK DUA DIMENSI vy0 y ~v0 ymaks α O vx0 x R Pada setiap saat, vektor kecepatan dapat diuraikan menjadi komponen dalam arah horisontah dan arah vertikal. Komponen kecepatan awal v0 adalah vx0 = v0 cos α vy0 = v0 sin α (3.1) Karena komponen gerak dalam arah horisontal adalah gerak lurus dengan kecepatan tetap vx0 = v0 cos α, maka kecepatan dalam arah horisontal pada setiap saat adalah vx = v0 cos α (3.2) Jika diamati gerak dalam arah vertikal, maka pada titik tertinggi partikel memiliki komponen kecepatan dalam arah vertikal sebesar 0, dengan kata lain dalam arah vertikal partikel berhenti sesaat. Misalkan t adalah waktu didiperlukan dari titik terendah hingga titik tertinggi. Selama interval waktu ini berlaku gerak vertikal ke atas. Karena vy0 = v0 sin α maka kecepatan partikel dalam arah vertikal adalah vy = v0 sin α − gt (3.3) yang menyatakan bahwa kecepatan partikel dalam arah vertikal berubahubah menurut waktu. Besar dan aray kecepatan pada setiap saat merupakan resultan dari kecepatan dalam komponen horisontal dan vertikal, yaitu p v = vy2 + vx2 tan α = vy vx (3.4) 3.1. GERAK PARABOLA 31 Demikian pula gerak partikel dari titik tertinggi sampai titik terendah merupakan gerak vertikal ke bawah sehingga hibungan di atas berlaku dengan syarat −g diganti dengan g. Waktu yang diperlukan dari titik awal ke titik tertinggi adalah t= v0 sin α g Tinggi maksimum yang bisa dicapai partikel dapat diperoleh dengan α mengingta vy = 0 pada titik tersebut. Dengan substitusi waktu t = v0 sin g ke dalam persamaan tinggi gerak jatuh bebas, maka diperoleh v 2 sin2 α 1 (3.5) ymaks = gt2 = 0 2 2g Karena waktu dari titik terendah ke titik tertinggi sama dengan waktu dari titik tertinggi ke titik terendah, maka jangkauan R adalah R = vx 2t = 2v02 cos α sin α g dari trigonometri kita memiliki hubungan sin 2α = 2 sin α, sehingga jangkuan proyektil adalah v 2 sin 2α R= 0 (3.6) g Contoh 13. Suatu peluru meriam ditembakan dengan sudut tembak 300 terhadap horisontal dan kecepatan awal 40 m/s. Berapakah (a) Tinggi maksimum peluru (b) jangkauan peluru. Penyelesaian: Kecepatan awal v0 = 60 m/s dan α = 300 . (a) Tinggi maksimum 602 sin2 300 = 45.91 m. ymaks = 2 · (9.8) (b) Jangkuan yang dicapai adalah R= 602 sin 600 = 318.13 m. 9, 8 Contoh 14. Suatu pesawat pembom terbang pada ketinggian 2 km dan bergerak horisontal dengan arah horisontal menuju sasaran di darat dengan kecepatannya 250 m/s. Pesawat tersebut kemudian menjatuhkan bom. 32 CHAPTER 3. GERAK DUA DIMENSI Berapa jauh jarak horisontal pesawat terhadap sasaran bom agar mengenai sasaran? Karena arah pesawat horisontal, maka pada saat bom dijatuhkan akan bergerak searah dengan arah pesawat, dengan demikian α = 0. Dengan demikian kecepatan awal dalam arah vertikal adalah 0 m/s. Waktu yang diperlukan bom mulai dilepaskan hingga ke daratan bisa diperoleh dengan memakaikan persamaan gerak pada arah vertikal 250 = 0 · t − 1 · (9, 8)t2 2 dengan memecahkan t diperoleh t = 7.14 s Dengan demikian pesawat tersebut harus melepaskan bom sejauh xt = 250 · (7.14) = 1785 m sebelum sasaran. 3.2 Gerak Melingkar Beraturan Gerak melingkar banyak dijumpai di sekitar kita, misalnya gerak kendaraan di bundaran, gerak titik pada roda sepada yang berputar, dan sebagainya. Gerak melingkar beraturam adalah gerak yang lintasannya berbentuk lingkaran dan lajunya konstan dan arah kecepatan berubah secara konstan. Tinjau suatu partikel bergerak melingkar dengan pusat lingkaran C dan jarijari lingkaran R. Pada partikel yang bergerak melingkar, selain mengalami perpindahan juga mengalami perpindahan sudut. Untuk membedakan kedua istilah, dalam gerak melingkar perpindahan linear maksudnya adalah seperti biasanya, sedangkan perpindahan sudut adalah besarnya sudut yang ditempuh akibat gerak melingkar tersebut. Pada gambar besarnya perpindahan linear adalah panjang tali busur dari P ke Q dan perpindahan sudutnya adalah sudut P CQ. Waktu yang diperlukan partikel untuk satu putaran dinamakan peroda, ditulis T . Kecepatan linear adalah perubahan perpindahan linear per satuan waktu. Karena lajunya 3.2. GERAK MELINGKAR BERATURAN ~v 0 C θ R Q ~v P 33 ∆~v ~v 0 ~v Figure 3.1: tetap dan dalam dalam satu putaran partikel menempuh jarak sejauh satu keliling lingkaran dalam waktu satu periode, maka kecepatan linear partikel adalah 2πR (3.7) T Kecepatan sudut (anguler) adalah perubahan sudut per satuan waktu. Sudut dinyatakan positif jika partikel perputar searah dengan arah tawaf (berlawanan dengan arah putar jarum jam), sebaliknya sudut dinyatakan negatif. Pembahasan kita dalam bagian ini, sudut dinyatakan dalam radian. Ingat kembali bahwa satu radian sama dengan sudut P CQ pada saat panjang tali busur P Q sama dengan panjang jari-jari R. Misalkan dalam waktu ∆t sudut yang ditempuh adalah ∆θ. Kecepatan sudut partikel adalah v= ∆θ (3.8) ∆t Dalam pembahasan ini, geraknya adalah dengan kecepatan sudut tetap. Karena dalam satu kali putar sudut yang ditempuh adalah 2π, maka kecepatan sudut partikel dapat dinyatakan sebagai ω= 2π (3.9) T Dari persamaan 3.7, kita bisa menuliskan hubungan antara kecepatan linear dan kecepatan sudut ω= v = ωR. (3.10) 34 CHAPTER 3. GERAK DUA DIMENSI Contoh 15. Suatu kipas angin berputar dengan periode 1/50 s−1 . (a) Berapakah kecepatan linear masing-masing titik pada kipas yang berjarak 10 cm dan 20 cm dari sumbu kipas. (b) Berapa kecepatan sudutnya? Penyelesaian: (a) Kecepatan linear titik yang berjarak 10 cm dari sumbu adalah 2π(0.1) = 31, 42 m/s. v= 1/50 Kecepatan linear titik yang berjarak 20 cm dari sumbu adalah v= 2π(0.2) = 62, 83 m/s. 1/50 (b) Kecepatan sudut setiap titik pada kipas adalah sama, yaitu ω= 2π = 314.16 radian/s. 1/50 Kecepatan partikel selama bergerak dari titik P ke titik Q mengalami perubahan dari ~v menjadi ~v 0 . Perubahan kecepatan ini adalah suatu vektor ∆~v yang jika ditambahkan ke vektor ~v hasilnya adalah ~v . Dengan demikian vektor ∆~v adalah seperti yang dinyatakan dalam gambar di sebelah kanan gambar 3.2. Jika ∆t sangat kecil, maka arahnya adalah menuju ke pusat lingkaran. Jika ∆t adalah waktu yang diperlukan partikel untuk bergerak dari P ke Q, maka percepatan rata-rata partikel adalah ā = ∆~v . ∆t Dengan demikian percepatan partikel pada setiap saat adalah limit dari percepatan rata-rata jika interval waktunya sangat singkat. Percepatan ini memiliki arah ke pusat lingkaran dan dinamakan percepatan sentripetal. Hubungan antara percepatan sentripetal dengan variabel gerak lainnya dapat dicari dengan bantuan gambar 3.2. Untuk ∆v yang kecil, panjang tali busur P Q bisa didekati dengan panjang busur P Q. Panjang busur P Q adalah besarnya kecepatan dikali perbuahan waktu atau v · ∆t. Perhatikan bahwa pada segitiga P QC dan segitiga yang dibentuk oleh ~v , ∆v dan ~v 0 adalah sebangun. Oleh karena itu v∆t ∆v ≈ v R 3.2. GERAK MELINGKAR BERATURAN Q C θ R P 35 ∆~v ~v ~v 0 θ Figure 3.2: atau ditulis kembali sebagai ∆v v2 ≈ . ∆t R Percepatan sentripetal dapat dicari dengan membuat perubahan waktu sekecil mungkin v2 ∆v = (3.11) ∆t→0 ∆t R Contoh 16. Bumi bergerak hampir melingkar mengelingi matahari dengan jari-jari lingkasar 1, 496 × 1011 m dan periode 1 tahun. Berapakah percepatan sentripetal bumi. Penyelesaian: 1 tahun = 3.156 × 107 s. Dengan substitusi v ke persamaan 3.11, diperoleh 2πR 2 v2 4π 2 R T a = = = R R T2 a = lim = 4π 2 (1.496 × 1011 m) = 5, 93 × 10−3 m/s2 . 7 3, 156 × 10 s Gerak melingkar yang telah kita bahas memiliki besar kecepatan tetap dan arahnya berubah-ubah. Pada suatu gerak dua dimensi bisa terjadi besar dan arah kecepatan berubah. Sebagai contoh, jika suatu mobil bergerak mengelilingi bundaran, maka besarnya kecepatan bisa berubah jika mobil tersebut merubah gasnya. Karena arah kecepatan adalah menyinggung kurva lintasan gerak mobil (garis tangen pada kurva), maka berarti terdapat perubahan kecepatan dalam arah garis tangen ini, dengan kata lain ada 36 CHAPTER 3. GERAK DUA DIMENSI percepatan dalam arah garis tangen. Percepatan ini dinamakan percepatan tangensial. Di sisi lain, karena geraknya adalah gerak melingkar maka pada gerak mobil ada komponen percepatan sentripetal yang arahnya ke pusat lingkaran. Meskipun demikian adanya percepatan sentripetal tidak membuat gerak mobil bergeser ke arah pusat lingkaran. Keadaan ini bisa terjadi hanya jika ada komponen percepatan yang arahnya berlawanan dengan arah percepatan sentripetal dan besarnya sama. Percepatan ini dinamakan percepatan radial. Dengan demikian percepatan radial dapat dinyatakan sebagai v2 (3.12) aR = −percepatan sentripetal = − R dimana tanda negatif menunjukan bahwa arah percepatan radial berlawanan dengan arah percepatan sentripetal. Chapter 4 Hukum-hukum tentang Gerak 4.1 Gaya Sejauh ini kita telah membahas beberapa macam gerak tanpa membicarakan penyebab dari gerak tersebut. Kita barangkali biasa mengerahkan gaya untuk mendorong sepeda, membuka pintu, menggeser lemari dan sebagainya. Meskipun gaya yang dikenakan pada suatu benda akan bisa mengakibatkan benda bergerak, namun tidak selalu benda yang dikenai gaya tersebut bergerak. Sebagai contoh, jika gaya yang dikerahkan untuk mendorong suatu lemari tidak cukup besar, maka lemari tersebut tidak akan bergeser. Gaya terjadi dalam berbagai bentuk. Gaya yang kita kerahkan untuk mendorong suatu lemari dinamakan gaya kontak, gaya yang disebabkan oleh massa dinamakan gaya gravitasi, gaya yang terjadi pada muatan-muatan listrik dinamakan gaya listrik atau elektrostatik dan gaya yang terjadi pada magnet dinamakan gaya magnet. Gaya diartikan sebagai sesuatu yang bisa mengakibatkan perubahan kecepatan. Dengan demikian jika pada suatu benda tidak ada gaya yang bekerja, maka tidak terjadi perubahan kecepatan pada benda tersebut, dengan kata lain kecepatan benda tetap. Gaya merupakan besaran vekto, jika ada beberapa gaya bekerja pada suatu benda maka masing-masing gaya akan mengakibatkan percepatan secara terpisah. Percepatan benda adalah jumlah vektor dari percepatan-percepatn tersebut. Gaya neto pada benda tersebut adalah jumlah vektor gaya-gaya tersebut. Benda yang bergerak dengan kecepatan tetap dikatakan dalam 37 38 CHAPTER 4. HUKUM-HUKUM TENTANG GERAK keadaan seimbang. Satuan dalam S.I. gaya adalah newton atau disingkat N . Neraca pgas merupakan akat ukur yang digunakan untuk mengukur besarnya gaya. Hukum-hukum gerak dalam kaitannya dengan gaya telah dirumuskan oleh Sir Isac Newton. Hukum I Newton dikenal juga dengan hukum kelembaman (intersia). Hukum ini menyatakan bahwa satu benda akan mempertahankan keadaan geraknya; secara formal dinyatakan sebagai berikut: Dalam keadaan tidak ada gaya luar yang berkeja pada suatu benda, (i) jika benda tersebut dalam keadaan diam maka akan tetap dalam keadaan diam, (ii) jika benda tersebut dalam keadaan bergerak maka akan tetap bergerak. Hukum I Newton dapat amati dalam fenomena sehari-hari, misalnya ketika kita berada di dalam mobil yang sedang berjalan tiba-tiba direm maka tubuh kita akan terdorong. Dalam hal ini ketika kita berada di dalam mobil yang sedang bergerak maka tubuh kita juga bergerak, sehingga jika tiba-tiba mobil berhenti maka tubuh kita akan berusaha mempertahankan keadannya yaitu bergerak. Contoh lain misalnya suatu kapal yang ukurannya sangat besar sedang bergerak; untuk menghetikan kapal tersebut tidak mudal meskipun mesinya dimatikan dan didorong ke arah sebaliknya. Ini dikarenakan kapal tersebut mempertahankan keadaan geraknya. Hukum II Newton menyatakan hubungan antara tiga besaran fisik gaya, percepatan dan massa benda. Tinjau suatu benda yang massanya m dan hanya ada gaya F yang bekerja pada benda tersebut. Hukum II menyatakan bahwa benda tersebut akan mengalami percepatan yang arahnya sama dengan arah F dan besarnya sebanding dengan besar gaya F . Secara matematis hukum II dinyatakan dengan F = ma (4.1) Berdasarkan hukum ini, satuan gaya dapat dinyatakan sebagai 1 N = 1 kg · m · s−2 Contoh 17. Suatu benda yang massanya 20 kg ditarik oleh gaya F1 = 5 N dan F2 = 8 N . Gaya F1 membentuk sudut 600 dan gaya F2 searah dengan sumbu x positif. Berapakah percepatan yang diamali benda tersebut. 4.1. GAYA 39 Penyelesaian: Gaya F1 diuarikan menjadi komponen x dan y berturut-turut adalah F1x = 5 cos 600 = 2, 5 N F1y = 5 sin 600 = (5) · (0, 87) = 4, 35 N Karena gaya F2 searah dengan sumbu x positif, maka F2x = 8 cos 00 = 8 N F2y = 8 sin 00 = 0 N Resultan gaya dalam arah sumbu x adalah Fx = F1x + F2x = 2, 5 + 8 = 10, 5 N. Resultan gaya dalam arah sumbu x adalah Fy = F1y + F2y = 4.35 + 0 = 4, 35 N. Resultan kedua gaya adalah q p F = Fx2 + fy2 = (10, 5)2 + (4, 35)2 = 11, 37 N Berdasarkan hukum II Newton, percepatan yang dialami benda adalah a= F 11, 37 = = 0, 57 m/s2 m 20 dengan arah membentuk sudut α terhadap sumbu x positif, dimana α adalah tan α = Fy 4, 35 = = 0, 41 Fx 10, 5 dengan kata lain α = arctan (0, 41) = 22, 50 . Gaya yang dikerahkan oleh bumi terhadap benda-benda di sekitarnya dinamakan gaya gravitasi. Gaya gravitasi ini mengakibatkan percepatan gravitasi yang arahnya ke pusat bumi yang besarnya dinyatakan dengan notasi g. Suatu benda yang masanya m akan mengalami gaya gravitasi yang juga dinamakan gaya berat atau berat. Jadi berat benda adalah gaya gravitasi yang dikerahkan oleh bumi pada benda. Berdasarkan hukum II Newton, berat benda yang masanya m adalah W = mg (4.2) 40 CHAPTER 4. HUKUM-HUKUM TENTANG GERAK Sebagai misal, jika percepatan gravitasi bumi adalah 9, 8 m/s2 , maka berat benda yang massanya 2 kg adalah W = 2 · (9, 8) = 19, 6 N . Tinjau suatu buku yang berada di meja. Pada buku ini tentu bekerja gaya gravitasi sehingga mengakibatkan buku mengalami percepatan ke arah bawah, dengan kata lain buku akan mengalami perubahan kecepatan ke bawah. Namun pada kenyataannya buku tersebut sama sekali tidak bergerak ke bawah. Oleh karena itu resultan gaya yang bekerja pada benda haruslah nol, yang berarti pula ada gaya lain yang besarnya sama dan arahnya berlawanan dengan gaya gravitasi. Fenomena semacam ini telah dirumuskan dengan hukum III Newton, Jika benda pertama mengerahkan gaya sebesar F1 pada benda kedua maka benda kedua akan mengerahkan gaya F2 yang besarnya sama dengan besar F1 dan arahnya berlawanan dengan arah F1 , dengan kata lain F1 = −F2 (4.3) Soal: Suatu lampu yang beratnya 100 N digantung dengan tali-tali sebagaimana pada gambar berikut. 600 300 T2 T1 T3 Chapter 5 UM P Gaya Gesekan Ingat kembali bahwa menurut hukum Newton, jika pada suatu benda tidak ada resultan gaya yang bekerja, maka benda tersebut akan diam atau bergerak lurus dengan kecepatan tetap. Dalam kenyataan sehari-hari, banyak dijumpai benda yang sebelumnya bergerak akhirnya akan berhenti. Apakah fenomena ini bertentangan dengan Hukum Newton? Tentu saja tidak. Misalkan suatu benda yang massanya m berada di atas suatu permukaan. Kemudian pada benda tersebut dikenai gaya F yang cukup kecil sehingga benda tidak bergerak. Pada keadaan ini, meskipun sudah ada gaya yang bekerja namun benda tidak bergerak. Ini berarti terdapat sesuatu yang melawan gaya F tersebut. Sesuatu tersebut tentu adalah gaya yang besarnya sama dengan F dan arahnya berlawana dengan arah F . Gaya demikian dinamakan gaya gesekan statis, ditulis fs . Perhatikan bahwa selain gaya F dan fs , pada benda juga bekerja gaya lain, yaitu gaya berat. Karena arah gaya berat ke bawah dan benda tidak fs F (a) fs > F F fs (b) fs = F F fk (c) fs < F Figure 5.1: Gaya gesek bekerja pada permukaan kontak 41 42 CHAPTER 5. GAYA GESEKAN bergerak dalam arah vertikal, maka menurut Hukum Newton terdapat gaya yang dikerahkan oleh permukaan pada benda yang arahnya berlawanan dengan arah gaya berat dan besarnya sama dengan gaya berat. Gaya normal, N adalah gaya yang dikerahkan oleh permukaan terhadap benda tersebut. Sekarang misalkan gaya F diperbesar secara bertahap. Pada suatu gaya tertentu, maka benda tepat akan mulai bergerak. Berdasarkan hasil eksperimen, besarnya gaya gesek statis berbanding lurus dengan gaya normal. Hasil bagi antara gaya gesekan statis maksimum dengan gaya normal dinamakan koefisien gesek statis, ditulis µs . Jadi fs atau fs = µs · N. (5.1) N Setelah gaya F yang dikenakan pada benda melebihi gaya gesekan statis, maka benda akan bergerak. Namun demikian pada akhirnya benda tersebut akan berhenti. Sekali lagi, ini berarti ada gaya lain yang bekerja pada benda selama benda bergerak. Gaya ini tentu berlawanan arah dengan arah gerak yang membuat benda bergerak diperlambat dan akhirnya berhenti. Gaya ini dinamakan gaya gesek kinetik, ditulis fk . Jadi gaya gesek kinetik adalah gaya yang bekerja pada benda selama benda tersebut bergerak dan arahnya berlawanan dengan arah gerak benda. Berdasarkan hasil eksperimen, besarnya gaya gesek kinetik juga sebanding dengan gaya normal pada benda. Koefisien gesek kinetik µk adalah hasil bagi antara gaya gesek kinetik dan gaya normal. Jadi µs = fk atau fk = µk · N. (5.2) N Contoh 18. Suatu balok yang masanya 5 kg berada pada bidang miring seperti gambar di bawah ini. Jika koefisien gesek statik antara permukaan bidang dan balok adalah 0.2, apakah balok akan bergerak? Penyelesaian: Untuk memudahkan analisis, pada diagram di samping kanan telah digambarkan semua gaya dan komponen gaya yang bekerja pada balok tersebut. Karena benda berada bidang miring, maka komponen berat yang tegak lurus bidang adalah W cos 370 . Dengan demikian besarnya gaya normal adalah µk = N = W cos 370 = 5 · (9, 8) · (0.8) = 39, 2 N, Dari sini diperoleh gaya gesek fs = µs N = (0, 2)(39, 2) = 5, 88 N. 43 N fs 5 kg f0 370 W cos 370 370 W Komponen gaya berat juga menyebabkan balok mendapat gaya searah bidang f 0 , f 0 = W sin 370 = 5 · (9, 8) · (0.6) = 29, 4 N. Karena f 0 lebih besar dari fs dan berlawanan arah maka benda akan bergerak searah dengan arah f 0 . Tugas 1. Diketahui suatu sistem dua balok pada bidang miring seperti pada skesta di bawah ini. Massa balok M adalah 10 kg dan massa balok m adalah 4 kg. Jika koefisien gesek statik antara balok dan permukaan bidang adalah 0, 25, kemanakah balok M akan bergerak dan berapa percepataannya? M 0 30 m 44 CHAPTER 5. GAYA GESEKAN Chapter 6 Momentum Pada suatu benda bergerak setidaknya ada dua besaran fisik yang dapat diamati, yaitu massa benda dan kecepatannya. Momentum linear suatu benda adalah hasil kali antara massa dan kecepatannya. Momentum linear ditulis dengan notasi p, jadi p = mv Karena momentum merupakan hasil kali skalar m dengan vektor v, maka momentum merupakan besaran vektor yang dalam hal ini arahnya sama dengan arah kecepatan. Contoh 19. Benda A massanya dua kali massa benda B. Jika benda B memiliki momentum pB , berapakah kecepatan benda A agar momentum sama dengan momentum benda B. Misal pA adalah momentum benda A, massa benda A dan B berturutturut mA dan mB , dan kecepatan benda A dan B berturut-turut vA dan vB . Karena pA = pB maka mA vA = mB vB vA = mB vB 1 mB vB = = vB mA 2mB 2 Jadi kecepatan benda A adalah setengah kali kecepatan benda B. Ingat kembali bahwa Hukum II Newton dapat dituliskan sebagai F = ma = m 45 dv . dt 46 CHAPTER 6. MOMENTUM Dengan mengabil turunan kedua ruas terhadap t pada definisi momentum, dp d(mv) dv = = m = ma = F, dt dt dt atau dp F = (6.1) dt Persamaan 6.1 menyatakan bahwa gaya yang dialamai suatu benda sama dengan laju perubahan momentum terhadap waktu. Berdasarkan hubungan F = dp/dt kita akan merumuskan hukum kekekalan momentum. Hubungan 6.1 dapat dituliskan menjadi dp = F dt (6.2) Pada persitiwa tumbukan antara dua benda, gaya yang bekerja pada setiap benda sangat besar dan waktu kedua benda tersebut bersentuhan sangat singkat. Gaya impulsif adalah gaya yang sangat besar dan bekerjanya dalam waktu yang relatif singkat, misalnya gaya yang bekerja pada tongkat pemukul ketika seorang pemain baseball memukul bola merupakan gaya impulsif. Jika suatu benda mendapat gaya F dalam interval waktu t yang relatif singkat, dan kecepatan benda berubah dari v0 menjadi vt , maka perubahan momentum benda dapat diperoleh dengan mengintegralkan persamaan 6.2, Z pt Z t dp = F dt p0 t0 atau Z t pt − p0 = F dt (6.3) t0 Rt Integral t0 F dt dinamakan impuls, sehingga persamaan 6.3 menyatakan bahwa impuls sama dengan perubahan momentum. Dua benda dapat bertumbukan karena terhadap gerak relatif antara kedua benda. Setelah terjadinya tumbukan, kecepatan benda-benda yang bertumbukan bisa berubah, yang berarti momentum benda-benda yang bertumbukan bisa berubah. 47 Tinjau dua benda yang massanya m1 dan m2 . Karena terjadi tumbukan, maka benda pertama menerima gaya sebesar F1 dan benda kedua menerima gaya sebesar F2 . Berdasarkan Hukum III Newton, besar kedua gaya sama dan arahnya berlawanan, oleh karena itu F1 = −F2 = 0 atau F1 + F2 = 0. Berdasarkan Hukum II Newton, persamaan terakhir bisa dituliskan sebagai m1 a1 + m2 a2 = 0 atau m1 dv2 dv1 + m2 =0 dt dt atau d (m1 v1 + m2 v2 ) = 0. dt Persamaan terakhir menyatakan bahwa turunan jumlah momentum kedua benda adalah nol, yang berarti bahwa jumlah momentum kedua benda adalah konstan. Jadi diperoleh m1 v1 + m2 v2 = konstan (6.4) Persamaan 6.4 menyatakan bahwa jika tidak ada gaya eksternal yang bekerja pada benda-benda yang bertumbukan, maka momentum awal dan momentum akhir benda adalah sama. Pernyataan ini dikenal sebagai hukum kekekalan momentum. Fenomena kekekalam momentum dapat diamati dalam berbagai peristiwa, misalnya jika suatu benda meledak maka pecahannya akan bergerak ke berbagai arah. Contoh penerapan hukum kekekalan momentum misalnya pada roket; roket bisa bergerak meninggalkan bumi akibat dari bahan bakar roket yang disemburkan ke arah bumi. Contoh 20. Suatu benda yang massanya 2 kg dalam keadaan diam. Tibatiba benda tersebut meledak menjadi dua pecahan. Pecahan pertama massanya 1, 5 kg bergerak ke kanan dengan kecepatan 10 m/s. Berapakah kecepatan pecahan lainnya. 48 CHAPTER 6. MOMENTUM Penyelesaian: Misalkan m1 , v1 , m2 , v2 berturut-turut adalah masa dan kecepatan pecahan pertama dan kedua. Pada mulanya benda dalam keadaan diam, yang berarti momentum benda adalah 0. Berdasarkan hukum kekekalan momentum, maka jumlah momentum setelah ledakan juga 0, yang berarti bahwa m1 · v1 + m2 · v2 = 0 Dengan memasukan nilai-nilai yang diketahui maka diperoleh (1, 5)(10) + (0, 5) · v2 = 0 Dengan demikian kecepatan pecahan lainnya adalah v2 = (1, 5)(10) = 30 m/s. 0, 5 Chapter 7 Gerak Rotasi Gerak rotasi merupakan gerak dua dimensi. Gerak rotasi adalah gerak yang lintasannya berbentuk lingkangan dengan pusat tertentu. Didalam gerak rotasi, selain tejadi pergeseran (linear), juga terjadi pergeseran sudut. Gerak demikian lebih mudah dipelajari jika kita gunakan posisi sudut sebagai ganti posisi linear. Tinjau suatu partikel yang bergerak melingkar dengan pusat lingkaran di titi O dan jari-jari lingkaran r. Pada saat t1 posisi sudut partikel adalah θ1 dan pada saat t2 posisi sudutnya adalah θ2 . Perhatikan bahwa selain menempuh sudut sebesar ∆θ = θ2 − θ1 , partikel tersebut juga menempuh jarak sejauh ∆s yang merupakan panjang busur antara P1 dan P2 . Kecepatan sudut rata-rata, ditulis ω̄, adalah perubahan posisi sudut per perubahan waktu, ω̄ = ∆θ perubahan posisi sudut = . perubahan waktu ∆t Kecepatan sudut (sesaat),ditulis ω, didefinikan sebagai ∆θ dθ = . ∆t→0 ∆t dt Perhatikan bahwa satuan kecepatan sudut adalah satuan sudut per satuan waktu. Di dalam fisika, satuan sudut digunakan radian. Dengan demikian satuan kecepatan sudut adalah radian / detik =rad/s. Percepatan sudut rata-rata, ditulis ᾱ, adalah perubahan kecepatan sudut dibagin interval waktu berubahnya kecepatan sudut, ω = lim ᾱ = ∆ω . ∆t 49 50 CHAPTER 7. GERAK ROTASI Percepatan (sesaat), ditulis α didefinisikan dω ∆ω = . ∆t→0 ∆t dt α = lim Karena gerak melingkar telah kita definisikan sejalan dengan gerak linear, maka hubungan yang berlaku pada gerak linear juga berlaku pada gerak rotas.Berikut diberikan hubungan antara kuantitas-kuantitas pada gerak rotasi. Untuk gerak rotasi dengan kecepatan sudut konstan berlaku θ = ωt. (7.1) Untuk gerak rotasi dengan percepatan sudut konstan berlaku: θ = ω1 + 21 αt2 ω2 = ω1 + αt ω22 = ω12 + 2αt (7.2) Hubungan antara kuantitas pada gerak rotasi dan kuantitas gerak linearnya dapat dipelajari dengan meninjau pergeseran sudut dan pergeseran linear partikel. Ketika partikel menempuh pergeseran sudut θ, dalam waktu yang bersamaan partikel juga menempuh perpindahan linear s. Karena s = θr, maka diperoleh ds θr dθ = = r = rω dt dt dt (7.3) atau v = ωr Dalam gerak rotasi ada dua percepatan, yaitu percepatan tangensial dan percepatan setripetal. Percepatan tangensial arahnya sama dengan arah garis tangen pada lingkaran pada posisi patikel, sedangkan percepatan sentripetal arahnya menuju ke pusat lingkaran. Karena v = ωr dan as = v2 , maka percepatan tangensial dan percepatan sentripetal berturut-turut r adalah aT = dv = d(ωr) = αr dt dt (7.4) 2 ω as = r . 7.1. ENERGI KINETIK ROTASI 51 Contoh 21. Suatu roda berputar dengan percepatan sudut kosntan 3.50rad/s2 . Jika kecepatan sudut pada t = 0 s adalah 2.00 rad/s, berapa perpindahan sudut yang dialami suatu titik pada roda tersebut dalam waktu 2 s? Penyelesaian Misal posisi sudut awal θ1 = 0rad dan posisi sudut 2s kemudian θ2 rad. Perpindahan sudut yang dialami titik tersebut adalah ∆θ = θ2 − θ1 = ω1 t + 21 αt2 = (2.00 rad/s)(2.00 s) + 21 (3.50 rad/s2 )(2.00 s)2 = 11.0 rad. 7.1 (7.5) Energi Kinetik Rotasi Tikau suatu benda yang bergerak rotasi dengan kecepatan sudut ω.Setiap partikel yang menyusun benda tersebut juga bergerak rotasi dengan kecepatan sudut ω. Tinjau suatu partikel pada benda tersebut. Jika komponen kecepatan tangensial partikel adalah vi , masa partikel mi dan jari-jari lintasannya adalah ri , maka energi kinetik partikel tersebut adalah 1 Ki = mi vi2 2 Energi kinetik benda tersebut adalah jumlah semua energi kinetik partikelpartikel yang menyusun benda, atau K= X Ki = X1 i i 2 mi vi2 = 1X mi ri2 ω 2 2 i atau dapat ditulis 1 K= 2 ! X mi ri2 ω 2 i Besaran yang di dalam kurung dinamakan momen inersia dan ditulis dengan notasi I. Jadi X I= mi ri2 i dan energi kinetik benda dapat ditulis 1 K = Iω 2 2 52 CHAPTER 7. GERAK ROTASI Contoh 22. Suatu molekul oksigen (O2 ) berotasi pada bidang xy terhadap sumbu z. Sumbu rotasi berada di tengah molekul tersebut dan tegak lurus terhadap garis hubung kedua atomnya. Massa setiap atom oksigen adalah 2.66×10−26 kg, dan pada suhu kamar jarak kedua atom adalah 1.21×10−10 m. (a) Hitunglah momen inersia maleku tersebut terhadaap sumbu z. (b) Jika kecepatan sudut molekul terhadap sumbu z adalah 4.60×1012 rad/s, berapakah energi kinetik rotasinya? Penyelesaian (a) Jari-jari rotasinya adalah setengah jarak kedua atom. Dengan demikian momen inersianya adalah P I = i mi ri2 = m1 r12 + m2 r22 −26 −10 m)2 (7.6) = (2.66×10 kg)(1.21×10 2 −46 2 = 1.95 × 10 kg · m . (b) Momen inersia molekul telah diperoleh pada (a), sehingga energi kinetik rotasinya adalah K = 21 Iω 2 = 21 (1.95 × 10−46 kg · m2 )(4.60 × 1012 rad/s)2 = 2.06 × 10−21 J. (7.7) Momen inersia yang telah dibahas di atas merupakan momen inersia beberapa partikel. Kita dapat mencari momen inersia suatu benda tegar dengan membayangkan benda tersebut dibagi-bagi menjadi partikel-partikel kecil yang masing-masing massanya ∆mi . Momen inersianya Pdapat dicari dengan membuat ∆mi sekecil mungkin pada persamaan I = i ri2 ∆mi . Dengan demikian momen intersianya adalah Z X 2 I = lim ri ∆mi = r2 dm (7.8) ∆mi →0 7.2 i Momen Gaya Penyebab gerak linear adalah gaya. Adanya gaya tidak menjamin suatu benda akan bergerak rotasi. Jika kita membuka pintu dengan menarik bagian 7.2. MOMEN GAYA 53 yang jauh dari engselnya, maka terasa lebih ringan dibanding jika menarik bagian pintu yang dekat dengan engselnya. Demikian pula jika kita menarik dengan arah tegak lurus bidang pintu akan terasa lebih ringan dibanding jika arah tarikan tidak tegak lurus biang pintu. Lebih ekstrim lagi, jika kita menarik pintu searah dengan bidang pintu, tentu pintu tidak akan berotasi. Dengan demikian gerak rotasi dapat terjadi jika ada gaya yang tidak segaris dan ada jarak antara titik O dengan gaya tersebut. Misalkan suatu gaya F bekerja pada suatu benda dan membentuk sudut φ dengan sumbu x. Jarak antara titik O dan titik F bekerja adalah r. Momen gaya didefinisikan sebagai hasil kali antara gaya dengan komponen r yang tegak lurus gaya tersebut. Momen gaya ditulis dengan notasi τ , jadi τ = F · r sin φ = F · d (7.9) dengan d = r sin φ adalah komponen r yang tegak lurus F . Selanjutnya d dinamakan lengan momen. Contoh 23. Suatu gaya yang besarnya 4N bekerja pada sisi luar suatu roda yang jari-jarinya 0.5 m. Hitunglah momen gayanya jika (a) arah gaya tegak lurus jari-jari, (b) arah gaya membentuk sudut 600 terhadap jari-jari. Penyelesaian (a) Karena gaya tegak lurus r, maka d = r = 0.5 m. Dengan demikian momen gayanya adalah τ = F · d = (4N )(0.5 m) = 2N · m (b) Lengan momennya d = (0.5) sin 600 = 0.43m. Momen gayanya adalah τ = F · d = (4N )(0.43 m) = 1.72N · m Jika terdapat lebih dari satu gaya yang bekerja pada suatu benda, maka masing-masing gaya tersebut membuat benda tersebut berotasi terhadap satu sumbu. Untuk mudahnya misalkan ada dua gaya F1 dan F2 yang bekerja pada benda, dengan F1 mengakibatkan benda berotasi berlawanan dengan arah rorasi jarum jam dan F2 mengakibatkan benda berotasi searah dengan arah rotasi jarum jam. Dalam hal ini momen gaya yang diakibatkan oleh kedua gaya memiliki tanda yang berlawanan. Untuk memen gaya yang mengakibatkan arah rotasi berlawanan dengan arah jarum jam diberi tanda 54 CHAPTER 7. GERAK ROTASI positif, sedangan momen gaya yang mengakibatkan benda berotasi searah dengan arah rotasi jarum jam diberi tanda negatif. Dengan demikian momen gaya neto yang diakibatkan oleh kedua gaya adalah X τ = τ 1 + τ 2 = F 1 d1 − F 2 d2 Contoh 24. Suatu roda tersusun dari dua silinder. Dua tali yang memilit roda tersebut mengerahkan gaya T1 yang berjarak R1 dan T2 yang berjarak T2 terhadap sumbu roda. Jika T1 = 5.0 N , R1 = 1.0 m, T2 = 15.0 N , dan R2 = 0.50 m, berapakah momen gaya neto yang bekerja pada roda teresebut dan kemana arah roda berputar? Penyelesaian Momen gaya netonya adalah τ = (15N )(0.5m)−(5.0N )(1.0m) = 2.5N ·m Karena momen gaya neto bertanda positif, maka arah roda berotasi adalah berlawanan arah dengan arah putar jarum jam. 7.3. HUBUNGAN PERCEPATAN SUDUT DAN MOMEN GAYA 7.3 55 Hubungan Percepatan Sudut dan Momen Gaya Suatu partikel yang bermasa m yang bergerak rotasi dengan jari-jari lintasan r, memiliki percepatan tengensial aT . Oleh karena itu berdasarkan Hukum Newton, gaya tangensial yang bekerja pada benda adalah FT = maT Besarnya momen gaya terhadap pusat lingkaran adalah τ = FT r = (maT )r Karena aT = rα dengan α percepatan sudut, maka τ = (mrα)r = (mr2 )α Karena mr2 adalah momen kelembaman partikel terhadap pusat lingkaran, maka diperoleh τ = Iα (7.10) Persamaan 7.10 menyatakan bahwa momen gaya yang bekerja pada suatu partikel adalah sebanding dengan percepatan sudut partikel dan sebanding dengan momen kelembaman. Persamaan tersebut juga analog dengan Hukum II Newton F = ma. Sekarang kita coba tinjau suatu benda tegar yang berotasi terhadap sumbu tetap dengan percpatan sudu α. Benda tersebut dapat dibagi menjadi partikelpartikel yang massanya dm. Karena setiap partikel pada benda juga bergerak rotasi dengan percepatan sudut α, maka gaya tangensial dFT yang bekerja pada partikel dm adalah dFT = (dm)aT Jika r adalah jari-jari lintasan partikel tersebut, maka momen gaya dτ yang berkaitan dengan gaya dFT adalah dτ = rdFT = aT rdm Karena aT = rα, maka dτ = αr2 dm 56 CHAPTER 7. GERAK ROTASI Jumlah momen gaya neto seluruh partikel benda adalah Z Z X 2 τ = αr dm = α r2 dm R Kita mengetahui bahwa r2 dm adalah momen intersia benda terhadap sumbu putar. Oleh karena itu momen gaya netonya dapat ditulis X τ = Iα (7.11) 7.4 Daya dan Energy pada Gerak Rotasi Misalkan suatu benda tegar mendapat gaya F sehingga menghasilan momen gaya yang mengakibatkan benda tersebut berotasi terhadap sumbu O. Arah gaya membentuk sudut φ terhadap terhadap arah radial. Komponen gaya yang mengakibatkan titik P berpindah sejauh ds adalah F sin φ. Karena ds = rdθ, maka kerja yang dilakukan komponen gaya ini adalah dW = (F sin φ)rdθ Karena F sin φr = τ , maka dW = τ dθ Dengan demikian laju perubahan tenaga per waktu, yaitu daya P , adalah P = dθ dW =τ = τω dt dt (7.12) 7.4. DAYA DAN ENERGY PADA GERAK ROTASI Karena gerak rotasi suatu benda tegar memiliki momen inersia maka diperoleh X τ = Iα = I 57 P τ = Iα, dω dω dθ dω =I =I ω dt dθ dt dθ atau dapat ditulis sebagai X Karena P τ dθ = Iωdω τ dθ = dW maka diperoleh Z Z ω2 1 1 W = dW = Iωdω = Iω22 − Iω12 2 2 ω1 (7.13) Berdasarkan persamaan 7.13, tenaga neto yang dilakukan gaya luar untuk merotasi benda simetris terhadap sumbu tetap sama dengan perubahan energi kinetik rotasi benda. 58 CHAPTER 7. GERAK ROTASI Chapter 8 Osilasi Tinjau suatu bandul yang digantung dengan seutas tali lalu diayunkan. Jika kita amati satu titik yang dilewati bandul tersebut, maka setiap selang waktu tertentu titik ini akan dilalui kembali oleh bandul, dengan kata lain bandul tersebut bergerak bolak balik melalui lintasan yang sama. Figure 8.1: Bandul yang berayun dalam setiap interval waktu tertetu akan kembali pada posisi semula Suatu partikel dikatakan mengalami osilasi atau vibrasi atau getaran jika partikel tersebut bergerak bolak-balik melalui lintasan yang sama. Selain gerak bandul, gerak osilasi lainnya banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pada pegas yang satu ujungnya ditahan tetap dan ujung lainnya bebas bergerak, jika ujung pegas yang bebas ditarik kemudian 59 60 CHAPTER 8. OSILASI dilepaskan maka akan terjadi osilasi. Demikian pula gerak titik pada suatu roda yang berputar. Contoh lainnya adalah gerak bumi mengelelingi matahari, dimana bumi beredar pada orbitnya dan setiap interval waktu satu tahun posisi bumi kembali ke posisi sebelumnya; molekul zat pada berosilasi terhadap kedudukan seimbangnya; gelombang elektromagnetik (cahaya, radar, gelombang radio) merupakan perpaduan osilasi medan listrik dan medan magnet. Gerak partikel yang beosilasi dari satu titik hingga kembali ke titik tersebut dinamakan satu getaran atau satu lintasan lengkap. Pada gambar, satu lintasan lengkap misalnya adalah lintasan dari titik O ke titik A lalu ke B melewati O dan kembali ke O adalah satu lintasan lengkap. Periode (T ) adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan satu lintasan lengkap; frekuensi (f ) adalah banyanya getaran dalam satu detik. Hubungan antara periode dan frekuensi adalah f= 1 T (8.1) Dengan demikian satuan frekuensi adalah 1/detik atau dinamakan herzt ditulis singkat dengan Hz. Contoh 25. Roda gila suatu mesin memiliki kecepatan putar 60 putaran per detik. Berapa frekuensinya dan perodenya. Penyelesaian: karena satu putaran sama dengan satu getaran, maka frekuensinya adalah 60 = 60 Hz, f= 1 detik dan periodanya adalah 1 1 T = = detik. f 60 8.1 Osilasi harmonik sederhana Marilah kita tinjau suatu sistem yang terdiri dari pegas dengan konstanta pegas k yang ujungnya diikatkan benda yang massanya m dan ujung lainnya ditahan pada suatu dinding; lebih lanjut diasumsikan tidak ada gaya gesek antara benda dan alas. Posisi dimana tidak terdapat gaya neto yang bekerja 8.1. OSILASI HARMONIK SEDERHANA 61 pada benda dinamakan posisi seimbang, dalam hal ini pergeseran pegas x = 0. Jika pegas ditarik oleh gaya F sejauh x kemudian dilepaskan, maka benda m berosilasi. Pegeseran benda terhadap titik seimbang dinamakan simpangan; simpangan maksimum dinamakan amplitudo. F = −kx m x F =0 m F = −kx x=0 m x F =0 m x=0 Figure 8.2: Osilasi pada sistem pegas masa Jika benda m berada di sebelah kanan titik seimbang maka pegas akan mengerahkan gaya yang arahnya menuju titik seimbang, demikian pula jika benda m berada di sebelah kiri titik seimbang maka pegas akan mengerahkan gaya yang arahnya ke titik seimbang. Jadi benda m selalu mengalami gaya yang arahnya ke titik seimbang, yang berarti benda m selalu mengalami percepatan ke arah titik seimbang. Pada setiap saat gaya pegas yang bekerja pada massa m adalah F = −kx 2 Berdasarkan hukum II Newton (F = m ddt2x ), maka persamaan terakhir dapat ditulis sebagai d2 x m 2 = −kx dt 62 CHAPTER 8. OSILASI atau d2 x k + x=0 2 dt m Dapat dibuktikan dengan substitusi bahwa persamaan x = A cos (ωt + φ) k ω2 = m (8.2) (8.3) merupakan penyelesaian persamaan 8.2. Ingat kembali bahwa simpangan x pada persamaan di atas nilainya berulang setiap interval waktu tertentu, karena merupakan osilasi. Untuk mencari periode osilasi ini, pertama kita coba tambahkan waktu t sebesar 2π/ω pada persamaan 8.3 dan ingat bahwa cos α + 2π = cos α, x = A cos (ω(t + 2π/ω) + φ) = A cos (ωt + 2π + φ) = A cos (ωt + φ) (8.4) Persamaan 8.4 menyatakan bahwa setiap kita tambahkan 2π/ω maka nilai x akan berulang, dengan kata lain osilasi ini memiliki periode T = Karena ω 2 = k , m 2π ω maka 2π = 2π T = ω r m k (8.5) Dengan demikian pada sistem pegas massa, periodenya hanya ditentukan oleh masa partikel m dan konstanta pegas k. Dari persamaan 8.5 frekuensi osilator adalah T = 2π ω 1 ω 1 f= = = T 2π 2π dan frekuensi sudut osilasi adalah ω = 2πf = r 2π . T k m (8.6) (8.7) 8.2. GERAK GELOMBANG 63 Karena nilai cosinus berkisar dari -1 sampai dengan 1, maka simpangan maksimum ( amplitudo) pada persamaan 8.3 adalah A. Kuantitas ωt + φ dalam persamaan 8.3 dinamakan fase dan konstanta φ dinamakan konstanta fase. Jadi persamaan 8.3 merupakan persamaan osilasi dengan amplitudo A dan konstanta fase φ. Grafik simpangan x terhadap waktu untuk osilasi yang dinyatakan dalam persamaan ini untuk φ = −900 dan φ = 00 disajikan pada gambar 8.3. x A x = cos ωt − 900 x = cos ωt t Figure 8.3: Dua osilasi masing-masing dengan konstanta fase 00 dan −900 . Dari persamaan osilasi harmonik sderhana kita bisa mencari hubungan kecepatan dan percepatan dalam arah 8.2 Gerak gelombang Jika sepotong gabus berada di kolam yang airnya tidak mengalir kemudian dari satu sisi kolam tersebut ditimbulkan gelombang (diberi gangguan), maka gelombang akan merambat ke bagian lain. Gabus tersebut akan bergerak naik turun, tetapi tidak terbawa oleh gelombang, sebab air pada kolam tersebut tidak bergerak. Gerak naik turun gabus menunjukan bahwa gelombang memiliki energi. Jadi gelombang air ini tidak membawa material air tetapi membawa energi. Fenomena gelombang sebagai pembawa enegeri menjadi perhatian utama dalam mempelajari gelombang mekanik dan gelombang elektromagnetik. Gelombang mekanik bisa terjadi karena media diberi gangguan, misalnya gelombang tali terjadi karena pada ujung tali diberi gangguan berupa gerak naik turun; jadi untuk terjadinya gerak gelombang mekanik diperlukan adanya medium. Berbeda dengan gelombang mekanik, gelombang elektromagnetik tidak memerlukan medium, misalnya gelombang cahaya dapat merambat dari matahari ke bumi melalui ruang hampa. Pada seutas tali yang digerakan naik turun, terjadigelombang yang arah 64 CHAPTER 8. OSILASI getaran adalah naik turun sedangkan arah rambat gelombang adalah mendatar. Gelombang transversal adalah suatu gelombang yang arah getarnya tegak lurus dengan arah rambatnt, misalnya gelombang air, gelombang tali dan gelombang elektromagnetik. Gelombang longitudinal adalah suatu gelombang yang arah getarnya sejajar dengan arah rambat, misalnya gelombang suara. Tinjau suatu gelombang pada seutas tali. Gelombang ini merambat ke arah kanan dengan kecepatan tetap v. Dengan demikian jarak yang ditempuh dalam waktu t adalah x = vt Tinjai suatu titik P pada tali tersebut. Sebelum gelombang tiba pada titik P , posisi titik ini berjarak 0 dalam arah sumbu y. Pada saat gelombang melalui titik ini, posisi titik tersebut akan berubah ketinggiannya sesuai pola gelombang. Jika satu siklus gelobmang melewati titik P , maka titik ini akan berubah poisisinya dari posisi y = 0 ke posisi tertinggi kembali ke posisi y = 0 lalu ke posisi terendah dan kembali ke titik y = 0. Jarak titik P terhadap y = 0 dinamapan simpangan; simpangan maksimum dinamakan amplitudo. Dalam satu siklus gelombang tersebut menempuh jarak yang dinamamakan satu panjang gelombang, ditulis dengan notasi λ. Karena waktu yang diperlukan dalam satu siklus adalah satu periode, maka kecepatan gelombang dapat dinyatakan sebagai λ (8.8) v= T Kecepatan gelombang dipengaruhi oleh medium dan temperatur medium. Sebagai contoh, kecepatan gelombang suara di udara pada suhu 200 C adalah 343 m/s, kecepatan gelombang suara di dalam air pada suhu 250 C adalah 1.493 m/s, kecepatan gelombang cahaya di ruang hampa c = 3 × 108 m/s. 8.3 Gelombang suara Berdasarkan frekuensinya, gelombang suara dikelompokan menjadi 3 kelompok. Gelombang yang dapat didengar (audible wave) atau frekuensi dengar, yaitu yang frekuensinya termasuk dalam jangkauan telinga manusia, misalnya gelombang suara musik, suara manusia dan sebagainya. Gelombang infrasonik memiliki frekuensi di bawah frekuensi dengar, misalnya gelombang 8.3. GELOMBANG SUARA 65 untuk berkomunikasi antar gajah yang jaraknya berjauhan. Gelombang ultrasonik memiliki frekuensi di atas frekuensi dengar; hewan anjing misalnya bisa mendengar gelombang ultrasonik. Intensitas suara I suatu gelombang adalah laju kecepatan energi yang dibawa gelombang per satuan luas tegak lurus arah gelombang, P (8.9) A Intensitas ambang pendengaran adalah intesitas terkecil yang bisa didengar, ditulis I0 dengan I0 = 1, 00×10−12 W/m2 . Tingkat kenyaringan suara ditulis β dan didefinisikan I (8.10) β = 10 log I0 I= β diukur dengan skala desibel (dB). 66 CHAPTER 8. OSILASI Chapter 9 Kekekalan Energi 9.1 Usaha yang dilakukan oleh gaya konstan Misalkan suatu gaya konstan F bekerja pada suatu benda dan benda tersebut berpindah dari posisi awal x = 0 ke posisi akhir x, dengan arah gaya sama dengan arah perpindahan. Usaha yang dilakukan gaya F pada benda tersebut didefinisikan sebagai hasil kali antara gaya dan perpindahan. Untuk selanjutnya usaha ditulis dengan notasi W . Dengan demikian W = F · x. (9.1) F x Figure 9.1: Usaha oleh gaya konstan yang searah dengan arah perpindahan Seringkali, arah gaya yang bekerja pada suatu benda tidak sama dengan arah perpindahan benda, misalnya gaya rem pada mobil arahnya berlawanan dengan arah gerak mobil. Misalkan arah gaya yang bekerja pada benda membentuk sudut α terhadap arah perpindahan benda. Untuk mencari usaha yang dilakukan oleh gaya ini, maka kita harus mencari komponen gaya yang arahnya sama dengan arah perpindahan. Komponen gaya yang arahnya sama dengan perpindahan adalah Fx = F cos α. Dengan demikian usaha 67 68 CHAPTER 9. KEKEKALAN ENERGI F α F cos α x Figure 9.2: Usaha oleh gaya yang membentuk sudut α terhadap arah perpindahan yang dilakukan gaya F adalah W = Fx · x = (F cos α) · x = F · x · cos α. Berdasarkan defi inisi, usaha yang dilakukan oleh suatu gaya bergantung dari sudut antara arah gaya dan arah perpindahan. • Jika arah gaya sama dengan arah perpindahan, maka usaha yang dilakukan g aya adalah positif dan maksimum. • Jika arah gaya tegak lurus terhadap arah perpindahan, maka usaha yang dilakukan gaya tersebut nol, karena cos π/2 = 0. • Jika arah gaya berlawanan dengan arah gaya, maka usaha yang dilakukan ganya adalah negatif, karena cos π = −1. 9.2 Usaha yang dilakukan oleh gaya tidak konstan Pada bagian ini, pertama kita akan meninjau secara umum usaha oleh gaya yang tidak konstan, kemudian akan membahas contoh usaha yang dilakukan gaya tidak konstan pada pegas. Sekarang kita tinjuau gaya F yang tidak konstan bekerja pada benda sehingga benda perpindah dari x0 ke x1 . Kita bisa membagi interval x0 sampai dengan x1 menjadi sub interval yang panjangnya ∆x dan menghitung usaha yang dilakukan oleh gaya ini pada setiap sub interval tersebut. Usaha yang dilakukan oleh gaya F pada sub interval ∆x secara pendekatan adalah 9.2. USAHA YANG DILAKUKAN OLEH GAYA TIDAK KONSTAN 69 ∆W ≈ F ·∆x, dimana kita tekankan sekali lagi bahwa F tidak konstan tetapi tergantung pada posisi benda. Usaha yang dilakukan gaya untuk memindah benda dari x0 sampai x1 dapat didekati dengan jumlah usaha yang dilakukan gaya pada setiap sub interval, W ≈ n X F ∆x. i=1 Jika ∆x dibuat sekecil mungkin, yakni ∆x mendekati 0, maka usaha yang dilakukan oleh gaya F adalah W = lim ∆x→0 x1 X Z x1 F ∆x = x0 F dx. (9.2) x0 Akan kita lihat bahwa gaya pegas merupakan contoh gaya yang tidak konstan terhadap posisi seimbang pegas. Jika sebuah pegas ditarik dengan gaya F maka pegas akan memberikan gaya yang besarnya sama dan arahnya berlawanan dengan gaya F tersebut. Demikian pula jika pegas tersebut ditekan dengan gaya F maka pegas akan memberikan gaya yang besarnya sama dan arahnya berlawanan dengan gaya F tersebut. Gaya yang diberikan oleh pegas tersebut dinamakan gaya pegas. Gaya tarikan atau tekanan pada pegas tersebut akan mengakibatkan pegas merentang atau menyusut sebesar x ( 9.2 (a)). Berdasarkan hasil eksperimen, besarnya gaya pegas berbanding lurus dengan besarnya penyimpangan pegas terhadap posisi seimbangnya. Posisi seimbang adalah posisi pegas dalam kadaan tidak ada gaya yang bekerja padanya. Secara matematis, hubungan antara gaya pegas dan penyimpangan pegas terhadap titik seimbangnya adalah F = −kx, (9.3) dimana k adalah suatu konstanta yang dinamakan konstanta pegas. Tanda negatif pada persamaan tersebut menyatakan bahwa arah gaya pegas berlawanan dengan arah penyimpangan pegas. Hubungan ini secara grafik dinyatakan pada gambar 9.2 (b). Untuk merubah posisi seimbang pegas dari x0 menjadi x1 diperlukan gaya yang besarnya sama dan arahnya berlawanan dengan gaya pegas. Usaha yang 70 CHAPTER 9. KEKEKALAN ENERGI Gaya pegas (F ) x F F = kx F Penyimpangan (x) x (b) (a) Figure 9.3: Suatu pegas yang menyimpang sejauh x akan mengerahkan gaya F dilakukan oleh gaya tersebut merupakan usaha yang dilakukan gaya yang besarnya tidak konstan, karena besarnya gaya tergantung pada penyimpangan terhadap titik seimbang. Dengan demikian berdasarkan persamaan 9.2 usaha yang dilakukan oleh gaya tersebut untuk merubah posisi dari x0 hingga x1 adalah Z x1 Z x1 Z x1 1 W = F dx = (kx)dx = k xdx = (kx21 − kx20 ), 2 x0 x0 x0 Jika diambil x0 = 0 dan x1 = x maka diperoleh unsaha untuk merubah posisi pegas dari keadaan seimbang ke posisi x 1 W = kx2 . 2 9.3 (9.4) Energi kinetik Tinjau suatu gaya F yang bekerja pada suatu benda yang massanya m. Misalkan benda berpindah dari posisi x0 ke posisi x1 dan arah perpindahan benda sama dengan arah gaya. Selanjutnya dimisalkan pada posisi x0 dan x1 kecepatan benda berturut-turut adalah v0 dan v. 9.3. ENERGI KINETIK 71 F Usaha yang dilakukan gaya F pada pegas sehingga pegas menyimpang sejauh x terhadap posisi seimbangnya adalah luas daerah yang berwarna biru. F = kx x penyimpangan v0 v F x0 x1 Figure 9.4: Benda memiliki energi kinetik karena geraknya Berdasarkan Hukum II Newton F = ma = m dv dv dx dv =m = mv , dt dx dt dx (9.5) atau mvdv = F dx. (9.6) Jika massa benda konstan, maka usaha yang dilakukan gaya adalah Z x1 Z v 1 1 (9.7) W = F dx = mvdv = mv 2 − mv02 . 2 2 x0 v0 Besaran setengah dikali masa benda dikali kuadrat kecepatan benda dinamakan energi kinetik benda, ditulis K. Jadi energi kinetik benda yang massanya m dan kecepatannya v adalah 1 K = mv 2 . 2 (9.8) Contoh 26. Energi kinetik benda yang masanya 2 kg dan kecepatannya 5 m/s adalah 1 1 K = mv 2 = 2 · 52 = 25J. 2 2 72 CHAPTER 9. KEKEKALAN ENERGI Persamaan 9.7 juga biasa ditulis W = ∆K, (9.9) yang menyatakan bahwa kerja yang dilakukan pada benda sama dengan perubahan energi kinetik benda. Contoh 27. Sebuah partikel yang masanya 0.600 kg memiliki kecepatan 2, 00 m/s di titik A dan energi kintiknya 7.50 J di titik B. Berapakah (a) energi kinetiknya di titik A, (b) kecepatannya di titik B, (c) total kerja yang dilakukan untuk memindah partikel tersebut dari titik A ke titik B. Penyelsaian: Misalkan vA dan vB berturut-turut menyatakan kecepatan partikel di titik A dan B, KA dan KB berturut-turut menyatakan energi kinetik partikel di titik A dan B. (a) Energi kinetik di titik A adalah KA = 12 (0.600)(2.00)2 = 1.200 J. (b) Karena energi kinetik di titik B adalah 7.50 J, dan KB = 12 mvB2 , maka 1 7.50 = (0.600)vB2 , 2 sehingga diperoleh kecepatan partikel di titik B adalah vB = 5 m/s. √ 25 = (c) Total kerja pada partikel dari titik A ke titik B adalah sama dengan perubahan energi kinetik dari titik A ke titik B, ∆K = KB − KA = 7.50 − 1.200 = 6.30 J. Besarnya usaha yang dilakukan oleh suatu gaya tidak tergantung pada waktu yang diperlukan untuk memnidah benda tersebut. Usaha untuk memindah benda sejauh 1 meter dalam waktu satu detik sama dengan usaha untuk memindah benda tersebut sejauh 1 meter dalam waktu satu jam. Untuk memasukan variabel waktu ke dalam pembahasan kerja, maka kita perlu melihat seberapa besar usaha yang dilakukan oleh suatu gaya per satuan waktu. Daya (power) ditulis P adalah laju perubahan usaha terhadap waktu. Jadi dW P = . (9.10) dt 9.4. PRINSIP KEKEKALAN ENERGI 73 Sedangkan daya rata-rata adalah perubahan kerja dibagi waktunya, yaitu Daya rata-rata = P̄ = ∆W . ∆t (9.11) Jika gayanya kosntan melakukan usaha, maka dayanya adalah P = W . t (9.12) Satuan daya adalah joule/detik dan dinamakan watt (W), jadi 1 watt = 1 J/s = 1 kg · m2 /s2 Satuan daya lainnya adalah tenaga kuda atau hp (horse power). Konversi antara hp dan watt adalah sebagai berikut 1 hp = 746 watt Dalam penerepan orang sering menggunakan satuan kW h (kilowatt-hour) atau kil watt jam. Kilowatt-jam berupakan satuan usaha seperti dapat kita lihat pada satuannya, 1 kW h = 1000 W · 3600 s = 2, 60 × 106 J. Contoh 28. Gaya 3 N bekerja pada benda dan mengakibatkan benda berpindah sejauh 5 m dalam waktu 10 s. (a) Berapakah dayanya? (b) Dengan daya tersebut, berapa gaya harus diperbesar agar bisa memindah benda tersebut dalam waktu 1 s? Penyelsaian: (a) Usaha yang dilakukan gaya ini adalah W = 3 · 5 = 15 J. Dengan demikian 15 = 150 watt P = 10 (b) Gaya yang diperlukan adalah F = P · t = (150) · 1 = 150 N. 74 CHAPTER 9. KEKEKALAN ENERGI v P h P0 v0 h0 Figure 9.5: Usaha oleh gaya konservatif tidak tergantung pada lintasan benda, tetapi hanya tergantung pada posisi awal dan akhir 9.4 Prinsip Kekekalan Energi Suatu gaya dikatakan gaya konservatif, jika besarnya usaha yang dilakukan oleh gaya tersebut tidak tergantung pada lintasan yang ditempuh oleh benda, namun hanya bergantung pada posisi awal dan posisi akhir benda. Contoh gaya konservatif adalah gaya gravitasi bumi dan gaya elektrostatik. Untuk membahas prinsip kekekalan energi, kita akan meninjau sistem pada benda yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi bumi. Misal kedudukan awal benda adalah h0 dan pada saat tersebut kecepatan benda adalah v0 . Setelah t detik kedudukan benda adalah h dan kecepatannya v. Usaha yang dilakukan gaya gravitasi untuk membawa benda dari ketinggin h0 ke ketinggi h adalah W = F (h0 − h) = mg(h0 − h) = mgh0 − mgh. Di lain pihak, perubahan energi kinetik dari ketinggian h0 ke ketinggian h adalah 1 1 K − K0 = mv 2 − mv02 . 2 2 Karena perubahan energi kinetik sama dengan usaha yang dilakukan gaya, ini berarti 1 1 mgh0 − mgh = mv 2 − mv02 (9.13) 2 2 9.4. PRINSIP KEKEKALAN ENERGI 75 v0 h0 v Berkurangnya ketinggian benda diiringi dengan bertambahnya kecepatan benda, dengan kata lain energi potensial gravitasi berubah menjadi energi kinetik. h Figure 9.6: Pada persamaan di atas, satuan pada ruas kiri harus sama dengan satuan pada ruas kanan. Karena satuan pada ruas kanan adalah joule, maka ruas kiri haruslah merupakan energi. Besaran masa dikali gaya gravitasi dinamakan energi potensial gravitasi, ditulis U , jadi U = mgh (9.14) Jika m dan g dianggap tetap, maka energi potensial suatu benda tergantung pada posisinya (ketinggiannya). Jadi potensial suatu benda adalah energi benda karena posisinya. Persamaan 9.13t dapat ditulis 1 1 mgh + mv 2 = mgh0 + mv02 , 2 2 (9.15) yang menyatakan bahwa jumlah energi kinetik dan energi potensial benda pada saat t dan pada saat t0 adalah sama. Inilah yang dimaksud dengan prinsip kekekalan energi mekanik. Secara singkat prinsip kekekalan enrgi mekanik ditulis K + U = K0 + U0 . (9.16) Jadi pada benda yang dijatuhkan dari ketinggian tertentu, dengan berjalannya waktu, energi potensialnya berkurang, namun pada saat yang bersamaan kecepatan benda bertambah yang berarti energi kinetiknya bertambah. Dengan kata lain hilangnya energi potensial diikuti dengan terjadinya energi kinetik. 76 CHAPTER 9. KEKEKALAN ENERGI Contoh 29. Suatu benda yang massanya 2 kg dilepaskan dari ketinggi 10 m. Berapakah kecepatan benda sesaat akan mencapai tanah? Penyelesaian: Karena benda dilepaskan, maka v0 = 0, sehingga total energi kinetik dan potensial pada ketinggian awal adalah U0 + K0 = mgh0 + 21 v02 = 2 · (9, 8) · 10 + 0 = 196 J. Karena energi harus kekal dan sesaat mencapai tanah ketinggiannya 0, maka berlaku U + K = U0 + K0 atau mgh + 21 mv 2 = 196 J Dengan memasukan nilai-nilai yang diketahui diperoleh 1 · 2 · v 2 = 196 2 akhirnya dengan memecahkan untuk v diperoleh kecepatan sesaat menyentuh tanah √ v = 196 = 14 m/s. 2 · 10 · 0 + Tugas 2. Suatu benda yang massanya 0, 5 kg yang semula diam, jatuh dari ketinggian 50 m dengan lintasan vertikal. (a) Berapa enegri potensial dan kinetiknya pada ketinggian 25 m? (b) Pada saat ketinggian berapakah energi potensian dan enegri kinetik benda tersebut sama? Tugas 3. Pada suatu mesin traktor terdapat informasi 2200 hp. Apakah makna dari informasi tersebut? Chapter 10 Fluida Fluida adalah kumpulan molekul yang tersusun secara random dan disatukan oleh gaya kohesif dan oleh gaya yang dikerahkan oleh dinding wadahnya. Gas dan zat cair keduanya merupakan fluida. Fluida tidak dapat menahan gaya yang arahnya tidak tegak lurus terhadap permukaannya, karena jika dikenai gaya demikian maka akan terjadi pergeseran tangensial dari fluida sehingga fluida tidak lagi statis. Hal ini tentu sangat berbeda dengan zat padat yang dapat dikenai daya dalam berbagai arah. Dengan demikian gaya yang bekerja pada fluida selalu tegak lurus terhadap permukaan fluida. Karena bentuk fluida sangat dipengaruhi wadahnya, maka akan berguna jika kita menggunakan kuantitas massa jenis pada fluida. Perlu diingat kembali bahwa jika suatu fluida yang volumenya V memiliki massa m, maka massa jenisnya, adalah m (10.1) ρ= V 10.1 Variasi Tekanan Terhadap Ketinggian Jika suatu benda berada di dalam fluida, maka permukaan benda tersebut akan memperoleh gaya oleh fluida yang arahnya tegak lurus permukaan benda. Gaya yang arahnya tegak lurus terhadap permukaan benda dinamakan gaya normal. Misalkan suatu permukaan datar yang luasnya A mendapat gaya normal F . Tekanan P fluida pada permukaan ini adalah 77 78 CHAPTER 10. FLUIDA Figure 10.1: Massa jenis (ρ) beberapa zat pada suhu dan tekanan baku Zat Udara Air Aluminium Tembaga Platina Gas hidrogen ρ(kg/m3 ) 1, 29 1, 00 × 103 2, 70 × 103 8, 92 × 103 2, 14 × 104 8, 99 × 10−2 Zat ρ(kg/m3 ) Es 0.917 × 103 Air raksa 1, 36 × 104 Besi 7, 86 × 103 Emas 19, 3 × 103 Inti uranium 1017 Gas helium 1, 79 × 10−1 gaya normal dibagi luas permukaan, yaitu P = F A (10.2) Tekanan merupakan besaran skalar. Definisi tekanan di atas merupakan tekanan pada suatu permukaan yang memiliki luas A. Tekanan pada elemen luas yang kecil dapat didefinisikan P = dF dA Satuan tekanan adalah satuan gaya dibagai satuan luas dan dinamakan pascal disingkat P a, 1 P a = 1 N/m2 Satuan-satuan lain tekanan adalah bar, atmosfir disingkat atm dan mm Hg. Konversi satuan-satuan adalah 1 bar = 105 P a 1 atm = 101, 325 P a 1 atm = 760 mm Hg Contoh 30. Suatu kolam ukuran dalamnya : panjang 2 m, lebar 2 m dan kedalaman 50 cm. Kolam tersebut berisi air dengan penuh. Berapakah tekanan pada dasar kolam? 10.1. VARIASI TEKANAN TERHADAP KETINGGIAN 79 Penyelesaian. Pertama dicari dahulu berat air. Karena massa jenis airρ adalah 1000 kg/m3 dan volumenya adalah V = 2 m · 2 m · 0.5 m = 2 m3 , maka massa air adalah m = ρV = (1000 kg/m3 )(2 m3 ) = 2 × 103 kg Berat air adalah W = mg = (2 × 103 kg)(9.8 m/s2 ) = 1.96 × 104 N Berat ini merupakan gaya yang diberikan air pada permukaan kolam. Dengan demikian tekanan pada dasar kolam adalah W 1.96 × 104 N F = = = 4.9 × 103 P a P = 2 A A 4m Berdasarkan contoh di atas, kedalaman fluida berpengaruh terhadap tekanan yang dilakukan fluida. Misalkan suatu fluida dalam keadaan setimbangan, yaitu setiap partikel-partikelnya dalam keadaan kesetimbangan. Tinjau bagian kecil fluida yang terbenam di dalam fluida tersebut (gambar 10.2 sebelah kiri). Misalkan bagian fluida ini berada setinggi y terhadap permukaan acuan, tebal bagian fluida dy dan luas permukaannya A. Jika massa jenis fluida adalah ρ, maka massa bagian fluida ini adalah dm = ρV = ρAdy dan beratnya adalah dw = mg = ρgAdy Perhatikan bahwa gaya-gaya yang dikerahkan oleh fluida di sekitar bagian adalah tegak lurus terhadap permukaan bagian fluida tersebut pada setiap titiknya. Gaya-gaya dalam arah horisontal memiliki resultan nol, karena tidak ada percepatan bagian fluida pada arah horisontal. Demikian pula dalam arah vertikal, bagian fluida tidak mengalami percepatan, sehingga resultan gaya dalam arah vertikal adalah nol. Gaya-gaya dalam arah vertikal selain disebabkan oleh fluida di sekitarnya, juga disebabkan oleh berat bagian fluida tersebut (Gambar 10.2 sebelah kanan). Misalkan P adalah tekanan pada permukaan bawah dan P + dP adalah 80 CHAPTER 10. FLUIDA A (P + dP )A dy mg PA y permukaan acuan Figure 10.2: Gambar sebelah kiri merupakan skesta fludida dan bagian fluida yang penampangnya A. Gambar sebelah kanan merupakan gaya-gaya yang bekerja pada bagian fluida tersebut. tekanan pada permukaan atas bagian fluida. Berdasarkan Hukum Newton, gaya ke atas adalah P A dan gaya ke bawah adalah (P + dP )A + dw dengan dw berat bagian fluida tersebut. Karena dalam arah vertikal bagian fluida dalam keadaan kesetimbangan, maka berlaku P A = (P + dP )A + dw = (P + dP )A + ρgAdy atau dP = −ρg dy (10.3) Ruas kanan persamaan 10.3 selalu bertanda negatif. Oleh karena itu persamaan tersebut menyatakan bahwa jika ketinggian bertambah maka tekanan berkurang. Dari persamaan 10.3 bisa dicari perbedaan tekanan antara dua ketinggian. Misalkan P1 adalah tekanan pada ketinggian y1 dan P2 adalah tekanan pada ketinggian y2 . Persamaan 10.3 dapat ditulis dP = −ρgdy, dan dengan mengintegralkan diperoleh Z P2 Z y2 dP = − P1 ρgdy y1 10.2. PRINCIP ARCHIMEDES atau 81 Z y2 P2 − P1 = − ρgdy y1 Untuk fluida yang berbentuk cairan, nilai massa jenis ρ adalah konstan dan perbedaan ketinggian yang membuat g berubah jarang ditinjau. Oleh karena itu untuk fluida cair diperoleh P2 − P1 = −ρg(y2 − y1 ) (10.4) Untuk keperluan acuan, biasanya y2 diambil pada permukaan dan tekanannya ditulis P0 , y1 kedalaman dari permukaan dan tekannya ditulis p. Dengan demikian kedalamannya adalah h = y2 − y1 dan hubungan di atas dapat ditulis P = P0 + ρgh (10.5) Persamaan ini menyatakan bahwa pada tempat berbeda yang kedalamannya sama, tekanannya adalah sama. Contoh 31. Diketahui luas selaput pendengaran seseorang adalah 1 cm2 dan massa janis air 1.00 × 103 kg/m3 . Berapakah gaya yang dikerahkan oleh air pada selaput pendengaran orang tersebut jika ia menyelam pada kedalaman 5 m? Penyelesaian. Tekanan yang disebabkan oleh air pada kedalaman 5 m adalah P − P0 = (1.00 × 103 kg/m3 )(9.80 m/s2 )(5.0 m) = 4.9 × 104 P a Dengan demikian gaya yang dikerahkan adalah F = P A = (4.9 × 104 P a)(1 × 10−4 m2 = 4.9 N 10.2 Princip Archimedes Jika tangan kita menekan suatu bola ke dalam air, maka akan terjadi dorongan ke atas melawan dorongan tangan. Gaya apung adalah gaya ke atas yang dikerahkan fluida pada benda yang berada di dalamnya. Princip Archimedes menyatakan bahwa besarnya gaya apung pada suatu benda adalah sama dengan berat dari volume fluida yang diganti oleh benda tersebut. Untuk memahami prinsip tersebut, coba kita tinjau suatu balok yang tenggelam di dalam suatu fluida. Balok tersebut tingginya h dan luas dasarnya A. 82 CHAPTER 10. FLUIDA Misalkan tekanan pada bagian atas balok adalah Pa dan pada bagian bawah adalah Pb . Bagian bawah mendapat tekanan lebih besar dibanding bagian atas balok. Berdasarkan persamaan 10.5, perbedaan tekanan bagian bawah dan atas adalah Pb − Pa = ρgh Tekanan pada bagian atas balok menyebabkan gaya ke bawah sebesar Pa A dan tekanan bagian bahwa balok menyebabkan gaya ke atas sebesar Pb A. Resultan kedua gaya adalah gaya apung, jadi Gaya apung = (Pb − Pa )A = ρghA = ρgV = M g (10.6) dengan V volume balok dan ρ massa jenis fluida dan M = ρV . Karena M = ρV adalah massa fluida yang diganti (ditempati) oleh balok, maka persamaan 10.6 menyatakan bahwa gaya apung sama dengan massa fluida yang ditempati balok dikali gravitasi yang berarti sama dengan berat dari volume fluida yang ditempati balok. 10.3 Dinamika Fluida Mengingat gerak fluida sangat komplek, maka untuk memudahkan pembahasan diambil asumsi-asumsi: • Fluida dianggap tidak kental, yang berarti gesekan internal di dalam fluida diabaikan. • Aliran fluida mantap (steady), yakni kecepatan fluida pada setiap titik adalah konstan. • Fluida tidak dapat menyusut (incompressible), yang berarti massa jenisnya konstan. • Aliran tidak bergerak rotasi. Misalkan aliran fluida digambarkan sebagai garis arus (streamline) . Pada setiap titik, arah kecepatan fluida merupakan garis tangen pada titik tersebut. Misalkan suatu fluida melalui suatu pipa yang diameternya tidak seragam (gambar 10.3). Dalam interval waktu ∆t, fluida pada bagian bawah pipa menempuh jarak ∆x1 = v1 ∆t. Jika A1 adalah luas penampang pipa pada titik tersebut, maka 10.4. PERSAMAAN BERNOULLI 83 Q A2 P ∆x2 v1 A1 v2 ∆x1 massa fluida yang melalui titik P adalah m1 = ρA1 x1 ∆x1 = ρA1 v1 ∆t, dengan ρ adalah massa jenis fluida. Demikian pula massa fluida yang melalui titik Q pada interval ∆t adalah m2 = ρA2 v2 ∆t. Karena fluida tak termampatkan dan alirannya tetap, maka massa yang melalui titik P dan Q adalah sama pada interval waktu tersebut. Oleh karena itu m1 = m2 atau ρA1 v1 = ρA2 v2 , dengan kata lain A1 v1 = A2 v2 = konstan (10.7) Persamaan 10.7 dinamakan persamaan kontinyuitas. 10.4 Persamaan Bernoulli Hubungan antara ketinggian, kecepatan fluida dan tekanan telah dirumuskan oleh Bernoulli (1738). Misalkan suatu fluida melewati suatu pipa yang diameternya tidak seragam dan ketinggiannya di titik P dan Q berbeda. Misalkan di titik P kecepatan fluida v1 dan diameter pipa A1 , di titik Q kecepatan fluida adalah v2 dan diameter pipa adalah A2 . Tinjau bagian fluida yang volumenya V . Q P2 A 2 A2 P1 A1 P ∆x2 y2 A1 y1 ∆x1 Dalam waktu ∆t bagian kiri segmen fluida bergerak sejauh ∆x1 . Pada 84 CHAPTER 10. FLUIDA saat yang bersamaan bagian kiri segmen fluida di titik Q bergerak sejauh ∆x2 . Dengan demikian gaya yang dilakukan oleh fluida di sebelah kanan segmen pertama adalah P1 A1 , sehingga usaha oleh gaya ini adalah W1 = P1 A1 ∆x1 = P1 V Gaya yang dilakukan fluida dari sebelah kanan segmen kedua adalah P2 A2 dan arahnya kekiri. Dengan demikian usaha yang dilakukan fluida di titik Q adalah W2 = −P2 A2 ∆x2 = −P2 V dimana tanda negatif disebabkan karena arah gaya dan perpindahan berlawanan. Usaha neto yang dilakukan gaya ini pada interval waktu ∆t adalah W = W1 + W2 = (P1 − P2 )V Karena energi harus kekal, maka usaha ini diubah menjadi energi kinetik dan energi potensial. Dengan demikian perubahan energi kinetik segmen fluida ini adalah 1 1 ∆K = mv22 − mv12 2 2 dan perubahan energi potensial gravitasi segmen fluida ini adalah ∆U = mgy2 − mgy1 Berdasarkan hukum kekekalan energi mekanik 1 1 (P1 − P2 )V = mv22 − mv12 + mgy2 − mgy1 2 2 dan karena ρ = m/V maka diperoleh 1 1 P1 − P2 = ρv12 − ρv22 + ρgy2 − ρgy1 2 2 Dengan menyusun kembali persamaan ini diperoleh 1 1 P1 + ρv12 + ρgy1 = P2 + ρv22 + ρgy2 2 2 Persamaan ini dapat pula dinyatakan sebagai 1 P + ρv 2 + ρgy = konstan 2 Persamaan 10.9 dinamakan persamaan Bernoulli. (10.8) (10.9) 10.4. PERSAMAAN BERNOULLI 85 Tugas 4. Diketahui tekanan atmosfir di permukaan laut adalah 1 atm. Berapakah tekanan dalam atmosfir pada ketinggian 10 km di atas permukaan laut.