model pembelajaran menulis karangan argumentasi dengan teknik

advertisement
MODEL PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN ARGUMENTASI DENGAN TEKNIK
SHOW NOT TELL PADA SISWA KELAS X SMAN 14 GARUT TAHUN PELAJARAN 2011/2012
MAKALAH
Oleh
ENDANG SONI
10.21.0431
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) SILIWANGI BANDUNG
2012
MODEL PEMBELAJARAN MENULIS KARANGAN ARGUMENTASI DENGAN TEKNIK
SHOW NOT TELL PADA SISWA KELAS X SMAN 14 GARUT TAHUN PELAJARAN 2011/2012
Oleh
ENDANG SONI
10.21.0431
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
(STKIP) SILIWANGI BANDUNG
2012
ABSTRAK
Penelitian ini hendak menjawab rumusan masalah berikut, (1) bagaimanakah kemampuan siswa dalam menulis
karangan argumentasi dengan tidak menggunakan teknik Show Not Tell?; (2) bagaimanakah kemampuan siswa dalam menulis
karangan argumentasi dengan teknik Show Not Tell?; (3) adakah perbedaan yang signifïkan antara kelas yang menggunakan
teknik Show Not Tell dan yang tidak menggunakan teknik Show Not Tell?
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) kemampuan siswa dalam menulis karangan argumentasi dengan tidak
menggunakan teknik Show Not Tell, (2) kemampuan siswa dalam menulis karangan argumentasi dengan menggunakan teknik
Show Not Tell; (3) ada tidaknya perbedaan yang signifïkan antara kelas yang menggunakan teknik Show Not Tell dan yang tidak
menggunakan teknik Show Not Tell
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen semu dengan desain Nonequivalent Control
Group Design. Sampel penelitian, yaitu siswa kelas X-3 sebagai kelas eksperimen dan siswa kelas X-2 sebagai kelas kontrol.
Kedua kelas tersebut diberi perlakuan yang berbeda, untuk kelas eksperimen diberi perlakuan dengan teknik Show Not Tell
sedangkan untuk kelas kontrolnya diberi perlakuan dengan teknik diskusi. Pada kedua kelas diberikan dua kali tes, yakni tes
sebelum dan setelah mendapatkan perlakuan.
Berdasarkan hasil pengolahan data, dapat disimpulkan bahwa (1) skor rata-rata postes kelas kontrol lebih besar daripada
pretesnya (50,97>46,85), haï ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis karangan argumentasi mengalami
peningkatan sebesar 4,12 dinilai dari aspek bahasa, isi dan teknik penyajian karangan; (2) skor rata-rata postes kelas eksperimen
lebih besar daripada pretesnya (63,1>50,48), haï ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam menulis karangan
argumentasi mengalami peningkatan sebesar 12,62 dinilai dari aspek bahasa, isi dan teknik penyajian karangan; (3) ada
perbedaan pada rata-rata skor postes kelas eksperimen dengan kelas kontrol, dengan perhitungan thitimg (3,94) > ttabel (1,675),
haï ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifïkan antara kelas eksperimen yang menggunakan teknik Show Not
Tell dengan kelas kontrol yang tidak menggunakan teknik Show Not Tell. Dari perbedaan tersebut dapat diketahui bahwa teknik
Show Not Tell ternyata terbukti efektif untuk diterapkan dalam pembelajaran menulis karangan argumentasi.
Kata Kunci : Menulis Karangan Argumentasi/Teknik Show Not Tell
PENDAHULUAN
KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
adalah kurikulum operasional yang disusun,
dikembangkan, dan dilaksanakan oleh setiap satuan
pendidikan. Kurikulum ini memperhatikan standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang dikembangkan
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). KTSP
juga dikenal dengan sebutan Kurikulum 2006 karena
kurikulum
ini
mulai
diberlakukan
secara
berangsur-angsur pada tahun ajaran 2006/2007.
Kurikulum ini diharapkan dapat menjawab tujuan
pendidikan dasar, yaitu menghasilkan lulusan yang
mempunyai
dasar-dasar
karakter,
kecakapan,
keterampilan, dan pengetahuan yang kuat. Hal ini
berguna untuk mengadakan hubungan timbal-balik
dengan lingkungan sosial, budaya, alam sekitar, serta
mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia
kerja atau perguruan tinggi.
Tujuan pembelajaran Bahasa Indonesia dalam
KTSP, yaitu agar siswa mampu berbahasa, tidak hanya
sekedar menguasai teori bahasa saja, tetapi juga siswa
dapat berbahasa dengan fokus pada aspek menyimak,
berbicara, membaca dan menulis. Dari keempat aspek
keterampilan berbahasa tersebut, keterampilan menulis
adalah keterampilan yang dianggap paling sulit, hal ini
senada dengan yang dikemukakan oleh Chaedar
Alwasilah (2007: 47), bahwa antara otak-lisan dan
otak-tangan bermil-mil jaraknya. Buktinya bagi seorang
akademisi sekalipun, jauh lebih mudah berbicara
daripada menulis. Banyak ulama besar di Indonesia yang
ketika wafat mewariskan masjid dan madrasah yang
megah dan ribuan jilid kitab kuning tetapi sedikit sekali
yang meninggalkan karya tulis mereka sendiri. Ini
lagi-lagi membuktikan bahwa memahami teks dan
menyampaikan secara lisan relatif lebih mudah daripada
mengungkapkannya dalam sebentuk tulisan.
Dalam KTSP guru juga diberi kebebasan
untuk memanfaatkan berbagai metode pembelajaran.
Guru perlu memanfaatkan berbagai metode pembelajaran
yang dapat membangkitkan minat, perhatian, dan
kreativitas peserta didik, karena dalam KTSP guru
berfungsi sebagai fasilitator dan pembelajaran
berpusat pada peserta didik, metode ceramah perlu
dikurangi. Metode-metode lain, seperti diskusi,
pengamatan, tanya-jawab perlu dikembangkan. Oleh
karena itu, sebagai seseorang yang memiliki tugas
untuk memandu jalannya proses pembelajaran, guru
harus pandai memilih sebuah metode dan teknik yang
tepat agar tujuan dari pembelajaran menulis dapat
tercapai.
Pengertian dari metode adalah cara
teratur yang digunakan untuk melaksanakan suatu
pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang
dikehendaki; cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna
mencapai tujuan yang ditentukan (KBBI, 2005: 740).
Sedangkan pengertian dari teknik sendiri adalah
metode atau sistem mengerjakan sesuatu (KBBI,
2005: 1158). Jadi, untuk mengajarkan keterampilan
menulis diperlukan suatu cara yang tepat agar dapat
ditangkap oleh siswa dengan mudah sehingga tujuan
dari pembelajaran menulis dapat tercapai.
Salah satu tujuan dari pembelajaran menulis
yang dikemukakan oleh M. Atar semi adalah siswa
mampu menyusun berbagai bentuk karangan.
Berdasarkan pola umum pengembangannya
karangan dibagi ke dalam bentuk karangan narasi,
deskripsi, eksposisi, argumentasi, dan persuasi. Dari
kelima bentuk karangan tersebut penulis menganggap
bahwa karangan argumentasilah yang paling sulit hal
ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Chaedar
alwasilah (2007: 116) yang mengatakan bahwa
tulisan argumen mungkin jenis tulisan yang paling sulit
dilakukan karena ia melibatkan semua jenis tulisan
lainnya.
Karangan argumentasi adalah karangan yang
membuktikan kebenaran atau ketidak-benaran dan
sebuah pernyataan. Oleh karena itu, selain
memerlukan kejelasan, karangan argumentasi juga
memerlukan kebenaran fakta-fakta yang dikemukakan
supaya dapat diterima dan dibenarkan oleh pembaca.
Hal ini senada dengan yang dikemukakan oleh Yus
Rusyana dalam Indriana Mulyati (2005:14) bahwa
alasan-alasan yang dikemukakan bukan berdasarkan
perasaan pribadi penulis, melainkan penalaran budi akal.
Berkaitan dengan alasan-alasan di atas, akhirnya
penulis memutuskan untuk memilih pembelajaran
menulis karangan argumentasi untuk diteliti. Dan untuk
teknik mengajarkannya penulis memilih teknik Show
Not Tell. Pemilihan teknik ini dilakukan karena teknik
Show Not Tell ternyata efektif untuk menulis puisi dan
cerita, dan terutama sangat baik untuk karangan, tugas
membandingkan/mengontraskan, dan tulisan-tulisan
persuasif (Bobby de Porter dan Mike Hernacki, 2008:
194).
Berdasarkan latar belakang di atas akhirnya
penulis tertarik untuk membuktikan ketepatan teknik
Show Not Tell dalam pembelajaran menulis karangan
argumentasi yang lebih memerlukan bukti-bukti untuk
menguatkan pendapat yang dikemukakan agar dapat
diterima dan dibenarkan oleh pembaca. Oleh karena
itu, untuk membuktikan ketepatan teknik Show Not
Tell dalam pembelajaran menulis karangan
argumentasi ini penulis memutuskan untuk
melakukan penelitian dengan judul “ Model
Pembelajaran Menulis Karangan Argumentasi
dengan Teknik Show Not Tell pada Siswa Kelas X
SMAN 14 Garut Tahun Ajaran 2011/2012”.
KAJIAN TEORI DAN METODE
Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah kata pembelajaran
(learner). Keunikan manusia di bandingkan dengan
makhluk ciptaan Tuhan lainnya, khususnya binatang.
Manusia dapat belajar tentang, belajar dan belajar
menjadi dirinya sendiri. Binatang hanya mungkin
belajar, tetapi tidak mungkin belajar tentang, apabila
belajar menjadi. Setiap manusia berpotensi untuk
menjadi pembelajar dengan syarat bersedia melakukan
dua hal penting. Pertama, berasaha mengenali hakekat
dirinya, potensi dan bakat-bakat terbaiknya dengan
selalu berusaha mengembangkannya. Kedua, berusaha
mengaktualisasikan dan mengekspresikan dirinya
sebaik-baiknya dan seutuh-utuhnya (Andreas Harefa,
2000: 30).
Perbedaan Pembelajaran dengan Pengajaran
Pembelajaran yang di bedakan dengan kata
pengajaran. Drost dan Winarno Surakhman dalam
Andrias Harefa (2000) menjelaskan bahwa
pembelajaran merupakan proses pendidikan yang
menyangkut soal potensi dan pembentukan karakter.
Pembelajaran bertanggung jawab untuk belajar
menjadi (learning to be), yaitu menjadi dirinya sendiri,
juga siap belajar karena telah melawati proses belajar
bagaiamana belajar (learning ho to learn). Sedangkan
pengajaran
merupakan
proses
transformasi
pengetahuan yang menyangkut teori. Pengajaran
berarti sama dengan belajar tentang penagajaran juga
bersangkutan dengan pengembanagan intelektualitas.
Pengajaran bahasa, selanjutnya H.G Tarigan
(1988) menjelaskan bahwa pengajaran secara alamiah.
Para pakar sependapat bahwa pengajaran bahasa secara
alamiah merupakan pengajaran bahasa secara alamiah
di sebut pembelajaran bahasa (language learning).
Dengan
demikian,
jelaslah
bahwa
penyampaian materi bahasa Indonesia di kelas harus
melalui pembelajaran, bukan melalui pengajaran.
Pengertian Menulis
Ada beberapa pengertian menulis menurut
para ahli. Menurut Tarigan (2008: 22), menulis adalah
menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik
yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami
oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca
lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka
memahami bahasa dan gambaran grafik itu. Menurut
Siti Maslakhah (2005: 28), menulis adalah
berkomunikasi untuk mengungkapkan pikiran,
gagasan, perasaan, dan kehendak kepada orang lain
secara tertulis.
Menulis dan mengarang menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) edisi ketiga (2005: 1219)
memiliki padanan arti, yaitu melahirkan pikiran atau
perasaan (seperti mengarang, membuat surat) dengan
tulisan. Kemampuan menulis atau mengarang
dimaksudkan kemampuan menggunakan pola-pola
bahasa dalam penampilannya secara tertulis untuk
mengungkapkan gagasan atau pesan (Yus Rusyana,
1984: 191). Menurut Gie dalam Siti Maslakhah (2005:
28) karangan merupakan hasil dari kegiatan
mengarang, yaitu segenap rangkaian kegiatan
seseorang untuk mengungkapkan gagasan dan
menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada
masyarakat pembaca untuk dipahami.
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa pengertian menulis adalah
keterampilan seseorang untuk mengungkapkan
pikiran, gagasan, perasaan, dan kehendak secara
tertulis kepada pembaca untuk dipahami.
Pengertian dan Jenis Karangan
Karangan adalah hasil dari perbuatan
mengarang (KBBI, 2005: 506). Menurut Siti
Maslakhah dalam buku Menuju Budaya Menulis
(2007: 20) pengertian karangan adalah hasil
perwujudan gagasan seseorang dalam bentuk bahasa
tulis yang dapat dibaca dan dimengerti oleh pembaca.
Sedangkan pengertian karangan menurut Lamudin
Finoza (2006: 212) adalah hasil penjabaran suatu
gagasan secara resmi dan teratur tentang Suatu topik
atau pokok bahasan.
Berdasarkan pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa pengertian karangan adalah hasil
dari penjabaran suatu gagasan seseorang yang teratur
tentang suatu pokok bahasan dalam bentuk bahasa tulis
dan dimengerti oleh pembaca.
Karangan Argumentasi
Argumentasi adalah suatu bentuk retorika
yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan
pendapat orang lain, agar mereka percaya dan akhirnya
bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh
penulis (Keraf, 2007:3). Sedangkan menurut Chaedar
alwasilah (2007: 116) argumentasi adalah karangan
yang membuktikan kebenaran dan ketidak-benaran
dari sebuah pernyataan (statement).
Menurut Yus Rusyana (1984135) argumentasi
adalah karangan yang memberikan alasan akan
kebenaran atau kepalsuan sesuatu, dengan maksud agar
pembaca dapat diyakinkan sehingga kemudian
terdorong untuk melakukan sesuatu. Dalam
mempertahankan
atau
menyanggah
sesuatu
dikemukakan alasan berdasarkan bukti dan penalaran.
Menurut Chaedar alwasilah (2007: 116)
argumentasi adalah karangan yang membuktikan
kebenaran dan ketidak-benaran dari sebuah pernyataan
(statement). Oleh karena itu, selain memerlukan
kejelasan, karangan argumentasi juga memerlukan
kebenaran fakta-fakta yang dikemukakan supaya dapat
diterima dan dibenarkan oleh pembaca. Hal ini senada
dengan yang dikemukakan oleh Yus Rusyana dalam
Indriana Mulyati (2005:14) bahwa alasan-alasan yang
dikemukakan bukan berdasarkan perasaan pribadi
penulis, melainkan penalaran budi akal.
Melalui penalaran budi akal diharapkan dapat
membentuk alasan, bukti, dari contoh-contoh yang
dikemukakan dapat menjadi fakta yang benar dan logis
sehingga pembaca akan mudah menerima argumen
yang dikemukakan pengarang.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa karangan argumentasi
adalah karangan yang berisi gagasan, pendapat, alasan
yang disertai dengan bukti-bukti dan fakta-fakta yang
meyakinkan
agar
orang
lain
melakukan
tindakan-tindakan sesuai dengan apa yang diharapkan
oleh penulis.
Pengertian Teknik SHOW NOT TELL
Teknik SHOW NOT TELL merupakan bagian
dari model pembelajaran Quantum Learning yang
dikembangkan oleh Dr. Georgi Lozanov, seorang
pendidik berkebangsaan Bulgeria yang bereksperimen
dengan apa yang disebutnya sebagai Suggestology atau
Suggestopedia. Prinsipnya adalah bahwa sugesti dapat
dan pasti mempengaruhi hasil situasi belajar, dan
setiap detail apapun memberi sugesti positif ataupun
negatif.
Teknik
“Menunjukkan
Bukan
Memberitahukan (SHOW NOT TELL)”, dikembangkan
oleh Rebekah Caplan. Teknik ini mengambil bentuk
“kalimat-kalimat
memberitahu”
kemudian
mengubahnya menjadi paragraf-paragraf yang
menunjukkan”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
kata memberitahukan, memiliki makna menyampaikan
kabar supaya diketahui (KBBI, 2005: 141), sedangkan
kata menunjukkan memiliki makna memperlihatkan;
menyatakan; menerangkan dengan bukti; menandakan
(KBBI, 2005:1226).
Jadi, dapat simpulkan bahwa kalimat
memberitahukan adalah kalimat yang menyampaikan
kabar tanpa adanya fakta, sedangkan kalimat
menunjukkan dapat diartikan sebagai kalimat yang
memperlihatkan, menerangkan suatu kejadian dengan
bukti agar pembaca lebih percaya.
Metode Penelitian
Gay dalam Consuelo G. Sevilla (1988: 93)
mengatakan bahwa metode eksperimen adalah
satu-satunya metode penelitian yang benar-benar dapat
menguji hipotesis mengenai hubungan sebab-akibat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Experimental Design. Bentuk desain eksperimen ini
merupakan pengembangan dari True Eksperimental
Design yang sulit dilaksanakan. Desain ini memiliki
kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi
sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel luar
yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen.
Walaupun demikian desain ini lebih baik dari
Pre-eksperimental Design. Experimental Design,
digunakan karena pada kenyataannya sulit
mendapatkan kelompok kontrol yang digunakan untuk
penelitian (Sugiyono, 2008: 114)
Adapun desain yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu Non equivalent Control Group
Design. Desain ini hampir sama dengan Control group
pretest dan postest designt, hanya bedanya pada desain
ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol
tidak dipilih secara random. Dalam penelitian ini, ada
dua kelompok yang dipilih, yaitu kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen. Kedua kelompok ini diberi
pretes dan postes dengan perlakuan yang berbeda.
Kelompok eksperimen diberi perlakuan pembelajaran
menulis karangan argumentasi dengan teknik Show
Not Tell, sedangkan kelompok kontrol diberi perlakuan
dengan teknik diskusi.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keberhasilan penelitian yang penulis lakukan
sangat tergantung pada proses kegiatan belajar
mengajar di kelas. Oleh karena itu, agar kegiatan
belajar mengajar dapat berjalan dengan baik sehingga
proses pengambilan data dapat terlaksana maka
diperlukan kegiatan observasi untuk mengamati
jalannya kegiatan pembelajaran.
Kriteria pertama dalam melakukan penilaian
kemampuan membuka pelajaran. Pada tahap ini unsur
yang diamati adalah mengenai kemampuan menarik
perhatian siswa, memotivasi siswa, membuat kaitan
mated ajar sebelumnya dengan mated yang akan
diajarkan (mengadakan apersepsi), dan memberi acuan
mated yang akan diajarkan. Pada tahap pendahuluan
ini ketiga observer memberikan skor rata-rata sebesar
3,75. Skor ini menunjukkan bahwa proses pendahuluan
dalam pembelajaran masuk ke dalam kategori nilai A.
Kriteria kedua yang diamati, yaitu sikap guru
dalam proses pembelajaran yang meliputi kejelasan
suara dalam komunikasi dengan siswa, tidak
melakukan gerakan dan tau ungkapan yang
mengganggu perhatian siswa, antusiasme, mimik dan
penampilan, mobilitas posisi tempat dalam kelas. Pada
kriteria ini ketiga observer memberikan skor rata-rata
sebesar 3,66. Skor ini menunjukkan bahwa sikap guru
dalam proses pembelajaran masuk ke dalam kategori
nilai A.
Kriteria
ketiga
merupakan
penilaian
penguasaan materi ajar yang meliputi kejelasan
memosisikan materi ajar yang disampaikan dengan
materi lainnya yang terkait, kejelasan menerangkan
berdasarkan tuntutan aspek kompetensi (kognitif,
afektif, dan psikomotorik), kejelasan dalam
memberikan contoh/ilustrasi sesuai tuntutan aspek
kompetensi, dan mencerminkan penguasaan materi
ajar secara proporsional. Pada kriteria ini ketiga
observer memberikan rata-rata skor sebesar 3,74. Skor
ini menunjukkan bahwa penguasaan guru terhadap
materi ajar termasuk ke dalam kategori nilai A.
Kriteria keempat yang diamati oleh observer
adalah langkah-langkah pembelajaran yang meliputi
penyajian materi ajar sesuai dengan langkah-langkah
yang tertuang dalam RPP, proses pembelajaran
mencerminkan komunikasi guru-siswa dengan
berpusat pada siswa, antusias dalam menanggapi dan
menngunakan respon dari siswa, dan cermat dalam
menggunakan waktu sesuai dengan alokasi yang
direncanakan. Pada kriteria ini observer memberikan
skor rata-rata sebesar 3,77. Skor ini menunjukkan
bahwa langkah-langkah pembelajaran yang dilakukan
guru masuk ke dalam kategori nilai A.
Kriteria kelima adalah penggunaan media
pembelajaran yang meliputi memperhatikan prinsip
penggunaan jenis media, tepat saat penggunaan,
terampil
dalam
mengoperasionalkannya,
dan
membantu proses pembelajaran. Pada kriteria ini
ketiga observer memberikan skor sebesar 3,67. Skor ini
menunjukkan bahwa penggunaan media pembelajaran
masuk ke dalam kategori nilai A.
Kriteria keenam adalah evaluasi yang meliputi
melakukan evaluasi berdasarkan tuntutan aspek
kompetensi, melakukan evaluasi sesuai butir soal yang
telah direncanakan dalam RPP, melakukan evaluasi
sesuai alokasi waktu yang direncanakan, dan
melakukan evaluasi sesuai dengan bentuk dan jenis
yang dirancang. Pada kriteria ini ketiga observer
memberikan skor penilaian sebesar 3,78. skor ini
menunjukkan bahwa kegiatan evaluasi yang dilakukan
guru masuk ke dalam kategori nilai A.
Kriteria terakhir adalah kemampuan menutup
pelajaran, yang meliputi meninjau kembali atau
menyimpulkan materi kompetensi yang diajarkan,
memberi kesempatan bertanya, menugaskan kegiatan
ko-kurikuler dan menginformasikan materi ajar
berikutnya. Pada kriteria ini ketiga observer
memberikan rata-rata skor sebesar 3,76. Skor ini
menunjukkan bahwa kemampuan guru dalam menutup
pelajaran masuk ke dalam kategori nilai A.
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian dan hasil analisis data,
penulis merumuskan beberapa simpulan sebagai
berikut.
1) Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata nilai
siswa di kelas eksperimen pada saat pretes
sebesar 50,48, sedangkan pada saat postes
rata-rata nilai siswa menjadi sebesar 63,1. Hal
ini
menunjukkan
adanya
perubahan
kemampuan siswa dalam menulis karangan
argumentasi
sebelum
dan
sesudah
melaksanakan
pembelajaran.
Sebelum
pelaksanaan pembelajaran dengan teknik
Show Not Tell, kemampuan siswa dalam
menulis karangan argumentasi masih kurang,
hal ini terlihat dari penguasaan bahasa, isi, dan
teknik penyajian karangannya. Namun, setelah
pelaksanaan pembelajaran menulis karangan
argumentasi dengan teknik Show Not Tell,
kemampuan siswa dalam penulis karangan
argumentasi terlihat mengalami peningkatan,
terutama dari segi penguasaan bahasa dan isi
karangannya
2) Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata nilai
siswa di kelas kontrol pada saat pretes sebesar
46,85, sedangkan pada saat postes rata-rata
nilai siswa adalah 50,97. Hal ini menunjukkan
adanya perubahan kemampuan siswa dalam
menulis karangan argumentasi sebelum dan
sesudah melaksanakan pembelajaran. Sebelum
pelaksanaan pembelajaran dengan teknik
diskusi, kemampuan siswa dalam menulis
karangan argumentasi masih sangat kurang,
hal ini terlihat dari penguasaan bahasa, isi, dan
teknik penyajian karangannya. Namun, setelah
pelaksanaan pembelajaran menulis karangan
argumentasi
dengan
teknik
diskusi,
kemampuan siswa dalam menulis karangan
argumentasi terlihat mengalami peningkatan,
terutama dari segi isi karangannya.
3) Hasil uji hipotesis didapatkan thitung = 3,94
dan ttabel = 1,675, maka
>
. Hal
ini membuktikan bahwa
penelitian ini
diterima. Artinya terdapat perbedaan yang
signifikan antara kelas eksperimen yang
menggunakan teknik Show Not Tell dengan
kelas kontrol yang tidak menggunakan teknik
Show Not Tell, sehingga teknik Show Not Tell
efektif untuk diterapkan dalam pembelajaran
menulis karangan aegumentasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.
Suryadi, Maman dan Akhmad Mabrur. 2007. Mart
Menulis. Bandung: Pribumi Mekar.
Maslakhah, Siti dalam Wiedarti, Pangesti (ed). 2005.
Menuju Budaya Menulis. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Keraf, Gorys. 2007. Argumentasi dan Narasi. Jakarta:
Gramedia.
Damayanti, Yanti Dwi. 2007. Jangan Takut Menulis.
Bandung: Pribumi Mekar.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis. Bandung:
Angkasa.
De Porter, Bobbi dan Mike Hernacki. Quantum
Learning. Bandung: Kaifa.
Alwasilah, A. Chaedar dan Senny Suzana Alwasilah.
2007. Pokoknya Menulis. Bandung: Kiblat.
Rusyana, Yus. 1984. Bahasa dan Sastra Dalam
Gamitan
Pendidikan.
Bandung:
CV
Diponegoro.
Subana dan Sudrajat. 2005. Dasar-Dasar Penelitian
Ilmiah. Bandung: Pustaka Setia.
Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian Dalam
Pengajaran Bahasa dan Sastra. Yogyakarta:
BPFE.
Finoza, lamudin. 2006. Komposisi Bahasa Indonesia.
Jakarta: Diksi Insan Mulia.
Waristyawati, Anggita. 2007. Keefektifan Teknik Alfa
Dalam Pembelajaran Menulis Naskah Drama
Di Kelas VIISMPN3 Bandung. Skripsi. Tidak
diterbitkan.
Sevilla, Consuello G, at.all. 1988. Pengantar Metode
Penelitian. Jakarta: Universitas Indonesia.
Mulyati, Indriana. 2005. Pembelajaran Menulis
Karangan Argumentasi Dengan menggunakan
Model Belajar Generatif. Skripsi: Tidak
Diterbitkan.
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa. 2005. Kamus
Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Susilawati. 2007. Penerapan Teknik Show Not Tell
dalam Pembelajaran Menulis Narasi sugestif
Siswa Kelas VII Di SMP Negeri 29 Bandung
tahun Ajaran 2006/2007. Skripsi: Tidak
Diterbitkan.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung. Tarsito.
Subana dan sudrajat. 2005. StafistikPendidikan.
Bandung: Pustaka Setia.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: Alfabeta.
Agustina, Yusni.2007. Pengembangan Pembelajaran
Menulis Karangan Argumentasi Dengan
menggunakan
Teknik
Think-Talk-Write
(TTW) Pada Siswa Kelas X SMA Negeri 14
Bandung Tahun Ajaran 2006/2007. Skripsi.
Tidak diterbitkan.
Download