SOSIOLOGI PEDESAAN 2. PEDESAAN DAN MASYARAKAT DESA “Parhuta-huta” A. Desa dan Pedesaan 1. Pengertian Desa • Desa dapat di artikan sebagai suatu kesatuan wilayah yang cenderung memiliki sifat-sifat homogen, baik dalam hal karakter demografis, tingkatan pendidikan antar penduduk, perkembangan teknologi, ragam pekerjaan maupun basis ekonomi penghuninya. • Pada tingkat pendidikan dan tingkat teknologi, penduduknya masih tergolong belum berkembang sehingga kenampakannya adalah suatu wilayah yg tidak luas, dengan kehidupan yg bercorak agraris dengan tingkat kehidupan yg sederhana. • Jumlah penduduknya tidak besar dan letaknya relatif jauh dari kota. Wilayah desa pada umumnya mencakup areal pemukiman, pekarangan dan persawahan/perladangan. • Jaringan jalan belum begitu padat dan sarana transportasi masih sangat langka. • Sutardjo Kartohadikusumo: desa adalah suatu kesatuan hukum dimana bertempat tinggal suatu masyarakat yg berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri. • C. S. Kansil: desa adalah suatu wilayah yg ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yg mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. • Secara formal UU Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa “Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.” 2. Unsur-unsur Desa a. Daerah atau wilayah Yang termasuk didalam kategori ini adalah dalam arti keseluruhan tanah baik tanah-tanah yang produktif dan yang tidak, beserta penggunaannya, termasuk juga unsur lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan geografis setempat. b. Kependudukan Unsur yg kedua ini menyangkut keseluruhan jumlah, pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata pencaharian penduduk setempat. c. Keseluruhan Tata Kehidupan Dalam hal ini pola tata pergaulan dan ikatan-ikatan pergaulan warga desa. Jadi, menyangkut seluk beluk kehidupan masyarakat desa. Unsur lain yg penting dari suatu desa adalah letak. Letak desa pada umumnya jauh dari kota atau dari pusat-pusat keramaian. Desa-desa yg letaknya pada perbatasan kota lebih besar kemungkinannya berkembang dibanding desa-desa pedalaman (remote area). Unsur letak menentukan besar-kecilnya isolasi suatu daerah terhadap daerah-daerah lainnya. Desa pedalaman umumnya mempunyai tanah-tanah pertanian yg luas. Hal ini karena penggunaan tanahnya dititiberatkan pada tanaman pokok dan beberapa tanaman perdagangan. 3. Fungsi dan Potensi Desa a. Fungsi Desa - Dalam hubungan dgn kota desa merupaka Hitterland atau daerah pendukung atau penyangga (satelit). - Desa berfungsi sebagai sumber bahan baku/mentah dan tenaga kerja - Merupakan desa agraris (lokasi aktivitas pertanian) Sutopo Yuwono: Salah satu peran pokok desa terletak di bidang ekonomi yaitu sebagai daerah produksi pangan dan produk eksport b. Potensi desa 1) Fisik: tanah, air, Iklim, manusia, Hutan 2) Non fisik: kegotong-royongan, kekeluargaan, lembaga sosial Potensi antar desa tidak sama karena lingkungan geografis dan keadaan penduduknya berbeda dan corak kehidupannya juga berbeda. Maju mundurnya desa tergantung pd beberapa faktor yaitu : potensi desa, interaksi desa dengan kota atau antara desa dengan desa dan lokasi desa terhadap daerah sekitarnya yg lebih maju 4. Type type desa • Pra desa, Desa Swadaya (desa tradisional), • Desa Swakarya (desa transisi) • Desa Swasembada (desa maju) B. MASYARAKAT 1. Pengertian • Dalam bahasa Inggris, masyarakat disebut society, asal katanya socius yang berarti kawan. • Kata masyarakat berasal dari bahasa Arab, yaitu syiek yang artinya bergaul. • MASYARAKAT dalam istilah sosiologi adalah sejumlah manusia yang telah hidup bersama di suatu wilayah tertentu dengan menciptakan sejumlah aturan, system dan kaidah-kaidah pergaulan serta melahirkan kebudayaan masyarakat tersebut. • Adanya saling bergaul ini tentu karena ada bentuk-bentuk aturan hidup yg bukan disebabkan oleh manusia sebagai perseorangan, melainkan oleh unsur-unsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yg merupakan satu kesatuan. • Adanya saling bergaul dan interaksi melahirkan nilai-nilai, norma-norma, cara-cara dan prosedur yg merupakan kebutuhan bersama sehingga masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yg berinteraksi menurut suatu sistem adat istiadat tertentu, yg bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. 2. Unsur-unsur Masyarakat a. Sekelompok manusia yg hidup bersama. Dalam ilmu sosial tidak ada ukuran mutlak ataupun angka pasti untuk menentukan beberapa jumlah manusia yang harus ada. Akan tetapi secara teoritis angka minimalnya adalah dua orang yang hidup bersama. b. Bercampur untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan dari manusia tidaklah sama dengan kumpulan benda-benda mati seperti kursi, meja dan sebagainya. Oleh karena itu dengan berkumpulnya manusia akan timbul manusia baru. Selain itu sebagai akibat dari hidup bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan timbullah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara manusia dalam kelompok tersebut. c. Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan. Dalam arti yg lebih khusus masyarakat disebut pula kesatuan sosial, mempunyai ikatanikatan kasih sayang yg erat. Selanjutnya, kesatuan sosial mempunyai kehidupan jiwa seperti adanya ungkapan- ungkapan jiwa rakyat, kehendak rakyat, kesadaran masyarakat dan sebagainya. Jiwa masyarakat ini merupakan polusi yg berasal dari unsur masyarakat, meliputi pranata, status, dan peranan sosial. d. Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan, oleh karena setiap anggota kelompok merasa dirinya terikat satu dengan yg lainnya. Dalam hal ini manusia senantiasa mempunyai naluri yg kuat untuk hidup bersama dengan sesamanya. Manusia tidak mungkin hidup sendiri; seseorang dikurung sendirian di dalam suatu ruangan tertutup, pasti akan mengalami gangguan perkembangan pribadinya dan lama kelamaan akan mati merana. 3. Proses Terbentuknya Masyarakat Terbentuknya suatu masyarakat biasanya berlangsung tanpa disadari yg diikuti oleh hampir sebagian besar anggota masyarakat. Dorongan manusia untuk bermasyarakat antara lain : a. Pemenuhan kebutuhan dasar biologis, seperti papan (tempat tinggal), sandang dan pangan yang pemenuhannya akan lebih mudah dicapai dengan bekerja sama dari pada usaha perorangan. b. Kemungkinan untuk bersatu/bergaul dengan manusia lain (bermasyarakat). c. Keinginan untuk bersatu dengan lingkungan hidupnya. d. Dengan memasyarakat kemungkinan untuk mempertahankan diri dalam menghadapi kekuatan alam, binatang dan kelompok lain lebih besar. e. Secara naluriah manusia mengembangkan keturunan melalui keluarga yg merupakan kesatuan masyarakat yg terkecil. f. Manusia mempunyai kecenderungan sosial, yaitu seluruh tingkah laku yg berkembang akibat interaksi sosial atau hubungan antar manusia. Dalam hidup bermasyarakat, kebutuhan dasar kejiwaan (ingin tahu, meniru, dihargai, menyatakan rasa haru dan keindahan serta memuja) tertampung dalam hubungan antar manusia baik antar individu maupun kelompok. 4. Hubungan Individu dan Masyarakat Unsur pokok kajian sosiologi adalah individu dan masyarakat. Istilah individu berasal dari bahasa Latin „individuum‟ yg berarti yg tak terbagi atau suatu kesatuan terkecil dan terbatas. Dari kata ini kemudian individu didefinisikan sebagai orang, seorang atau manusia perseorangan. Individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tidak dapat dibagi, melainkan sebagai kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia perseorangan. Walaupun individu bersifat tunggal tetapi individu dibangun oleh tiga aspek, yaitu aspek 1) organis jasmaniah, 2) psikis rohaniah, dan 3) sosial. Aspek sosial dari individu inilah yang menjadi bahasan sosiologi. • Dalam kajian sosiologi, individu berstatus sebagai anggota masyarakat, karena kumpulan dari sejumlah individu yg mengadakan hubungan sosial tersebut yang membentuk masyarakat. • Antara individu yang satu dengan individu lainnya terdapat perbedaan, tetapi lebih merupakan perbedaan watak dan karakter yg merupakan kodrat manusia yg dibawa sejak lahir dan berkembang setelah terjadi pergaulan di antara mereka. • Tetapi yg pasti bahwa individu sebagai makhluk sosial tidak bisa dilepaskan dari lingkungan sosialnya, sebagaimana dikemukakan oleh Aristoteles bahwa man is by nature a social animal (manusia pada kodratnya adalah makhluk yg selalu berkumpul). Inti pemikiran dari sosiologi adalah keyakinan bahwa pilihan individu tidak pernah sepenuhnya bebas tetapi selalu dibatasi oleh lingkungannya. Di dalam sosiologi, lingkungan mengacu pada harapan dan insentif yg ditetapkan oleh orang lain di dalam dunia sosial seseorang. Lingkungan ini berupa serangkaian orang, kelompok, dan organisasi dan yg disebut masyarakat. Sejatinya, masing-masing individu memang mempunyai pilihan yg unik untuk mengatur hidupnya akan tetapi masyarakat di mana individu tersebut berada telah menentukan pilihan apa yg diperbolehkan. • Kajian sosiologi tentang individu tidak pernah berkisar pada aspek individu yaitu aspek fisik dan psikis melainkan hanya pada aspek sosialnya, yaitu tingkah laku individu yg memegang peranan penting dalam kehidupan sosial manusia. Individu ini tidak bisa berkembang hanya dengan mengandalkan keindividuannya, melainkan harus melalui pergaulan dengan individu-individu lain di dalam masyarakatnya. Di dalam pengaruh masyarakatnya maka individu belajar memakai bahasa, norma-norma dan nilai-nilai yg terdapat di dalam masyarakat tersebut. • Walaupun individu berada di bawah pengaruh masyarakat, adalah salah apabila kita berpikir bahwa individu semata-mata hanya akan mengikuti masyarakatnya. Bagaimana pun individu tetap mempunyai kekuatan tertentu yg digunakan sebagai senjata untuk melawan pengaruh-pengaruh dari masyarakatnya. Bridging About Batac “Si Doli Parjalang” “Pedagang Batak” “Kolekte di Gereja Batak” C. MASYARAKAT PEDESAAN 1. KARAKTERISTIK UMUM MASYARAKAT DESA • Masyarakat desa selalu memiliki ciri-ciri atau dalam hidup bermasyarakat, yang biasanya tampak dalam perilaku keseharian mereka. Pada situasi dan kondisi tertentu, sebagian karakteristik dapat digeneralisasikan pada kehidupan masyarakat desa di Jawa. • Namun demikian, dengan adanya perubahan sosial religius dan perkembangan era informasi dan teknologi, terkadang sebagian karakteristik tersebut sudah “tidak berlaku”. • Berikut ini disampaikan sejumlah karakteristik masyarakat desa, yang terkait dengan etika dan budaya mereka, yang bersifat umum yang selama ini masih sering ditemui. Setidaknya, ini menjadi salah satu wacana bagi kita yang akan bersama-sama hidup di lingkungan pedesaan. 1. Sederhana. Sebagian besar masyarakat desa hidup bersahaja (apa adanya). Kesederhanaan ini terjadi karena dua hal: Secara ekonomi memang tidak mampu dan secara budaya memang tidak senang menyombongkan diri. 2. Mudah curiga. Secara umum, masyarakat desa akan menaruh curiga pada: hal-hal baru di luar dirinya yang belum dipahaminya dan seseorang/ sekelompok yg bagi komunitas mereka dianggap asing. 3. Menjunjung tinggi unggah-ungguh. Sebagai orang Timur orang desa sangat menjunjung tinggi kesopanan atau “unggah-ungguh” apabila bertemu dengan tetangga, pejabat, orang yg lebih tua/dituakan, yg lebih mampu secara ekonomi atau orang yg tinggi tingkat pendidikan/jabatannya. 4. Guyub, kekeluargaan. Sudah menjadi karakteristik khas bagi masyarakat desa bahwa suasana kekeluargaan dan persaudaraan telah “mendarah-daging” dalam sanubari mereka. 5. Lugas. “Berbicara apa adanya”, itulah ciri khas lain yg dimiliki masyarakat desa. Mereka tidak peduli apakah ucapannya menyakitkan atau tidak bagi orang lain karena memang mereka tidak berencana untuk menyakiti orang lain. Kejujuran, itulah yg mereka miliki. 6. Tertutup dalam hal keuangan. Biasanya masyarakat desa akan menutup diri manakala ada orang yg bertanya tentang sisi kemampuan ekonomi keluarga. Apalagi jika orang tersebut belum begitu dikenalnya. Katakanlah, mahasiswa yg sedang melakukan tugas penelitian survei pasti akan sulit mendapatkan informasi tentang jumlah pendapatan dan pengeluaran mereka. 7. Perasaan “minder” terhadap orang kota. Satu fenomena yang ditampakkan oleh masayarakat desa, baik secara langsung ataupun tidak langsung ketika bertemu/bergaul dengan orang kota adalah perasaan mindernya yg cukup besar. Biasanya mereka cenderung untuk diam/tidak banyak omong. 8. Menghargai (“ngajeni”) orang lain. Masyarakat desa benar-benar memperhitungkan kebaikan orang lain yang pernah diterimanya sebagai “patokan” untuk membalas budi sebesarbesarnya. Balas budi ini tidak selalu dalam wujud material tetapi juga dalam bentuk penghargaan sosial atau dalam bahasa Jawa biasa disebut dengan “ngajeni”. 9. Jika diberi janji akan selalu diingat. Bagi masyarakat desa, janji yg pernah diucapkan seseorang/komunitas tertentu akan sangat diingat terlebih bila berkaitan dengan kebutuhan mereka. Hal ini didasari oleh pengalaman/trauma yg selama ini sering mereka alami, khususnya terhadap janji-janji terkait dengan program pembangunan di daerahnya. Bila janji itu tidak ditepati, bagi mereka akan mengalami “luka dalam” yg begitu membekas di hati dan sulit menghapuskannya. Contoh kecil: mahasiswa menjanjikan pertemuan di Balai Desa jam 19.00. Dengan tepat waktu, mereka telah standby namun mahasiswa baru datang jam 20.00. Mereka akan sangat kecewa dan selalu mengingat pengalaman itu. 10. Suka gotong-royong. Salah satu ciri khas masyarakat desa yg dimiliki di hampir seluruh kawasan Indonesia adalah gotong-royong (dalam masyarakat Jawa dikenal dgn istilah sambatan). Uniknya, tanpa harus dimintai pertolongan, serta merta mereka akan bahu-membahu meringankan beban tetangganya yg sedang punya gawe atau hajatan. Mereka tidak memperhitungkan kerugian materiil yg dikeluarkan untuk membantu orang lain. Prinsipnya: rugi sathak, bathi sanak yg kurang lebih artinya: lebih baik kehilangan materi tetapi mendapat keuntungan bertambah saudara. 11. Demokratis. Sejalan dengan adanya perubahan struktur organisasi di desa, pengambilan keputusan terhadap suatu kegiatan pembangunan selalu dilakukan melalui mekanisme musyawarah untuk mufakat. Dalam hal ini peran BPD (Badan Perwakilan Desa) sangat penting dalam mengakomodasi pendapat/input dari warga. 12. Religius. Masyarakat pedesaan dikenal sangat religius. Artinya, dalam keseharian mereka taat menjalankan ibadah agamanya. Secara kolektif, mereka juga mengaktualisasi diri ke dalam kegiatan budaya yg bernuansa keagamaan. Misalnya: tahlilan, rajaban, Jumat Kliwonan, dll. • Catatan: 12 karakteristik tersebut, pada saat ini tidak bisa digeneralisasikan bagi seluruh warga masyarakat desa. Ini disebabkan oleh adanya perubahan sosial religius yg begitu besar pengaruhnya dalam tata pranata kehidupan masyarakat pedesaan. Dampak yg terjadi meliputi aspek agama, ekonomi, sosial politik, budaya dan pertahanan keamanan. (ingat: kasus kerusuhan yang terjadi di beberapa pedesaan di pulau Jawa) “Tim Sepak Bola Batak” “Orang Batak di Ruang Pengadilan” 2. Cara Bersikap atau Beradaptasi dengan Masyarakat Desa a) Bersikap “andhap asor” Sebagai komunitas tamu yang berasal dari luar komunitas masyarakat desa seyogyanya kita mengambil posisi yang “merendah” atau minimal “seimbang” sekalipun secara materi dan intelektualitas lebih tinggi mereka. b) Bersahabat. Sifat arogan harus dikikis habis, diganti dengan perilaku yg bersahabat dan “sumedulur” (bersaudara). Sebagai tamu sudah semestinya tidak bersikap arogan dan menunjukkan sifat dan perilaku kekotaan. c) Menghargai. Sebagai reaksi atas sikap kekeluargaan masyarakat desa, sepantasnya kita juga menghargai mereka. Sikap menghargai ini dapat diberikan dalam hal: > Memahami pola pikir mereka yg berbeda dengan pola pikir kita > Menerima pemberian sesuatu sebagai bentuk “tresno” (kasih sayang) mereka kepada kita. > Memahami pola hidup mereka yg jauh berbeda dengan pola hidup kita. d) Sopan dan santun. Dalam rangka mengikuti adat/istiadat/kebiasaan yg berlaku di desa maka sudah selayaknya kita menyesuaikan diri, diantaranya: > Dalam hal berpakaian, sebaiknya tidak mengenakan pakaian “ala kota”. > Dalam gaya hidup, sebaiknya tidak menunjukkan sikap yang menurut mereka “pamer materi” seperti ber-handphone atau ber-walkman ria sambil berbicara dengan mereka. > Dalam hal berbicara, sebaiknya tidak menggunakan kata-kata/kalimat yg hanya bisa dipahami oleh kalangan mahasiswa. Misalnya: bahasa Inggris/bahasa “ngilmiah” e) Terbuka. Sebagai reaksi positif atas keterbukaan yang ditunjukkan oleh masyarakat desa maka seyogyanya kita juga menunjukkan sikap terbuka kepada mereka, misalnya: > Jika tuan rumah sudah berbicara apa adanya tentang menu makanan sehari-hari maka jika kita memang kurang suka sebaiknya “ngomong”, jangan diam tapi ngomel. > Jika keluar dari rumah pondokan sebaiknya menjelaskan secara terbuka: mau kemana dengan siapa dan kapan pulang. Hal ini penting, karena biasanya mahasiswa sudah dianggap sebagai anak sendiri f. Membantu tanpa pamrih. Mengacu pada sifat kegotong-royongan yg dimiliki masyrakat desa, maka sudah semestinya kita menyesuaikan dan mengikuti kebiasaan itu. Bekerja dan membantu masyarakat desa tanpa pamrih. Dengan senang hati mengikuti setiap acara (misal: kenduri) yang diadakan di desa. g. Tepat janji/waktu. Demi menjaga kepercayaan masyarakat desa, sebaiknya perlu diperhatikan ketepatan waktu dalam setiap acara peretemuan yang melibatkan orang banyak. Hal ini sangat penting agar masyarakat desa juga menaruh kepercayaan kepada kita sehingga sosialisasi program dan keterlanjutan pelaksanaannya dapat terjaga. h. Silahturahmi. Sebagai “tamu asing” lumrah jika kita harus melakukan silaturahmi (= memperkenalkan diri) kepada warga masyarakat desa agar didalam melakukan sosialisasi dan pelaksanaan program tidak mengalami hambatan hanya dikarenakan belum kenal. Silaturahmi ini dapat dilakukan secara formal maupun informal. Misal: i. > Ketika melakukan sosialisasi ketemu warga desa, sebaiknya langsung memperkenalkan diri (informal) > Perkenalan diri secara formal di Balai Desa atau forum lain. i) “Srawung” (membaur) Selama berada di desa sebaiknya kita tetap menjaga hubungan baik dengan masyarakat desa sehari-hari. Jangan sekali-kali kita mengucilkan diri dan seolah membentuk kelompok “eksklusif orang kota”. j) Gotong-royong (partisipatif). Dalam menjalankan program kerja jangan sampai meninggalkan prinsip dasar, yaitu PARTISIPASI MASYARAKAT. Pada dasarnya program dapat berjalan karena ada partisipasi, baik dari seluruh anggota kelompok maupun masyarakat setempat. Memunculkan minat berpartisipasi tidaklah mudah, karena itu dibutuhkan komitmen yg tinggi yg diawali dari diri sendiri. k. Demokratis. Mencermati iklim demokrasi yg juga sudah merambah di desa, hendaknya kita bersedia mengikuti proses yang berlangsung. Karena itu, dalam merencanakan dan melaksanakan program kita harus melibatkan BPD (Badan Perwakilan Desa). Ini juga berarti kita menghargai proses demokrasi dalam sebuah “lembaga” yg namanya desa. l. Religius. Menyikapi kenyataan ini, secara psikologis kita tidak perlu khawatir atau bahkan takut karena justru akan menyulitkan kita untuk bersosialisasi. Sikap menghargai, itulah yg mesti kita kembangkan ! Kita mesti tahu diri di saat masyarakat desa sedang menjalankan ibadah agamanya. Karena itu dalam menyusun suatu kegiatan, pertimbangan faktor “lima waktu” sangat penting untuk diperhatikan. TERIMA KASIH Sampai jumpa minggu depan