BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penelitian
Pada hakekatnya manusia adalah makhluk sosial. Karena itu manusia tidak
hidup sendirian. Perwujudan manusia sebagai makhluk sosial nampak dalam
persahabatan, pertemanan, perkumpulan dan juga perkawinan. Komunikasi
antarbudaya adalah sebuah situasi yang terjadi bila pengirim pesan adalah anggota
suatu budaya dan penerima pesannya adalah anggota dari suatu budaya yang lain.
Situasi ini tidak dapat dihindarkan, karena sebetulnya, setiap kali seseorang
melakukan komunikasi dengan orang lain mengandung potensi komunikasi
antarbudaya. Hal ini dikarenakan setiap orang selalu berbeda budaya dengan
orang lain, sekecil apapun perbedaan tersebut.
Budaya-budaya yang berbeda memiliki sistem nilai yang berbeda dan
karenanya dapat menjadi salah satu penentu tujuan hidup yang berbeda pula. Cara
setiap orang berkomunikasi sangat bergantung pada budayanya; bahasa; aturan
dan norma masing-masing. Budaya memiliki tanggung jawab atas seluruh
perbendaharaan perilaku komunikatif dan makna yang dimiliki setiap orang.
Konsekuensinya, perbendaharaan-perbendaharaan yang dimiliki dua orang yang
berbeda budaya akan berbeda pula, hal ini dapat menimbulkan berbagai macam
kesulitan.
Kesulitan-kesulitan komunikasi yang dihadapi oleh individu-individu yang
terlibat diakibatkan oleh perbedaan ekspektasi cultural masing-masing. Perbedaan
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
– perbedaan ekspektasi dalam komunikasi sekurang-kurangnya menyebabkan
komunikasi tidak lancar, timbul perasaan tidak nyaman atau kesalahpahaman.
Kesalahpahaman-kesalahpahaman akan sering terjadi ketika seseorang sering
berinteraksi dengan orang lain dari kelompok budaya yang berbeda. Masalah
utamanya adalah setiap individu memiliki kecendrungan menganggap, bahwa
budayanya sebagai suatu keharusan tanpa perlu dipersoalkan lagi (Mulyana &
Rakhmat (ed), 2003 : vii). Dan karenanya setiap orang akan menggunakan
budayanya sebagai standarisasi untuk mengukur budaya-budaya lain. Salah satu
bentuk aktivitas komunikasi antarbudaya yang nyata dapat terlihat dalam
perkawinan kawin campur.
Di dalam perkawinan, manusia bersosialisasi dengan pasangannya untuk
mewujudkan impian bersama yang ingin dijalankan. Perkawinan merupakan suatu
peristiwa penting dalam sejarah kehidupan manusia, karena dengan perkawinan
terjadi pertemuan dua insan yang memiliki latar belakang budaya, suku bahkan
agama juga berbeda. Perkawinan tidak hanya mempertemukan dua insan yang
mempunyai visi yang sama untuk membangun hidup bersama, tapi dengan
perkawinan terjadi juga pertemuan keluarga besar dari kedua belah pihak. Dan
tentu saja perkawinan juga berhubungan dengan masyarakat sebagai tempat untuk
bersosialisasi dengan orang lain.
Dalam perkawinan campur akan terjadi suatu kesalahpahaman komunikasi
antarbudaya, yang melibatkan seluruh anggota keluarga; orang tua; masingmasing calon pasangan; kakak; adik dan bahkan juga anggota keluarga lain yang
tinggal dalam satu rumah tersebut. Situasi ini dapat mengakibatkan munculnya
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
kesepakatan untuk mengakui salah satu budaya yang akan mendominasi atau
berkembangnya budaya lain yang merupakan peleburan dari dua budaya tersebut
(third culture), atau bahkan kedua budaya dapat sama-sama berjalan seiring dalam
satu keluarga.
Meskipun suatu keluarga yang melakukan perkawinan campur sering
sekali saling melakukan interaksi, bahkan dengan bahasa yang sama sekalipun,
tidak berarti komunikasi akan berjalan mulus atau bahwa dengan sendirinya akan
tercipta saling pengertian. Hal ini dikarenakan, antara lain, sebagian di antara
individu tersebut masih memiliki prasangka terhadap kelompok budaya lain dan
enggan bergaul dengan mereka (http://ums.ac.id/).
Dengan adanya ikatan perkawinan campur maka tujuan dari ikatan
perkawinan tersebut adalah untuk mencapai keluarga yang sakral, penuh kasih
sayang, kebajikan dan saling menyantuni, membangun, membina dan memelihara
hubungan kekerabatan.1
Pada saat seorang pria dan seorang wanita menikah, tentunya masingmasing membawa nilai-nilai budaya, sikap, keyakinan, dan gaya penyesuaian
sendiri-sendiri ke dalam perkawinan tersebut. Masing - masing memiliki latar
belakang dan pengalaman yang berbeda, tentu saja ada perbedaan dalam susunan
nilai serta tujuan yang ingin dicapai, untuk itulah perlu dilakukan penyesuaian
dalam berkomunikasi sehingga kebutuhan dan harapan masing - masing pasangan
dapat terpenuhi dan memuaskan.
1
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Alumni, Bandung, 1977, Hal 22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
Fenomena perkawinan campur antar suku di Jakarta sudah bukan
merupakan hal yang baru, sejak zaman dahulu perkawinan campur antar etnis
merupakan sarana assimilasi yang efektif. Berdasarkan fenomena tersebut dapat
diketahui bahwa perkawinan campuran bukan hal asing di Indonesia. Seiring
dengan perkembangan di Indonesia terutama pulau Jawa, semakin banyak orangorang dari luar pulau Jawa seperti suku Batak datang dan menetap di pulau Jawa.
Hal ini memberikan peluang terjadinya perkawinan antar etnis Jawa dan Batak di
pulau Jawa. Perkawinan tersebut menjadi hal biasa karena merupakan proses
alamiah yang terjadi pada masyarakat multientnis. Bath (Adyanto, 2005)
menjelaskan, setiap golongan bangsa atau etnik mempunyai seperangkat
kebudayaan yang melekat pada identitas suku bangsa atau etnik tersebut, yang
sewaktu-waktu bila diperlukan dapat digunakan sebagai simbol-simbol untuk
menunjukkan batas-batas sosial dengan golongan suku bangsa atau etnik lainnya
dalam interaksi. Salah satu konsep yang dipakai untuk menelusuri komunikasi
antarbudaya masyarakat Batak adalah konsep stereotip. Stereotip berkaitan
dengan pencitraan (image) yang telah ada dan terbentuk secara turun temurun
berdasarkan sugesti, baik positif maupun negatif. Hal ini bisa dilihat dari stereotip
yang dibangun secara turun-temurun oleh masyarakat Batak misalnya, masyarakat
Batak memiliki stereotip yang kasar dan tegas. Berbeda dengan etnis Batak,
Koentjaraningrat (Utami, 2006) mengatakan, secara garis besar etnis Jawa adalah
kelompok manusia yang berdomisili di bagian Tengah dan Timur pulau Jawa,
sehari-hari memakai bahasa Jawa. Kebudayaan Jawa adalah kebudayaan yang
berpusat pada keraton Yogyakarta dan Surakarta. Ditambahkan oleh Abidin
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
(Adyanto, 2005), ciri utama yang khas dari kebudayaan Jawa yaitu sifat gotong
royong, apabila dilihat dari kacamata psikologi hal ini dapat diartikan bahwa
masyarakat Jawa memiliki motif untuk bersosialisasi. Hal ini menunjukkan bahwa
orang Jawa memiliki kemampuan menerima, bekerja sama, dan membuka diri,
baik terhadap orang-orang yang berasal dari dalam golongannya sendiri (in group)
maupun yang berasal dari luar golongannya (out group). Hubungan sosial orang
Jawa selalu mengutamakan kerukunan, dan cenderung mencegah segala perilaku
yang dapat menimbulkan konflik terbuka. Lebih lanjut Susena (Adyanto, 2005)
menjelaskan, bahwa masyarakat Jawa dalam kehidupan bermasyarakat menuntut
agar setiap individu selalu dapat mengontrol diri dan dapat membawa diri dengan
sopan dan tenang.
Pada dasarnya tradisi dan tindakan orang Jawa selalu berpegang pada
falsafah hidupnya yang religius dan mistis serta etika hidup yang menjunjung
tinggi nilai moral dan derajat hidup. Pandangan hidup masyarakat Jawa adalah
selalu menghubungkan segala sesuatu dengan Tuhan yang serba rohaniah, mistis,
dan magis yang senantiasa selalu menghormati leluhur serta kekuatan yang tidak
tampak oleh indra manusia. Masyarakat Jawa menjalani kehidupan ini dengan
penuh pengabdian. Muzzaka (2002) menambahkan bahwa perbuatan luhur
masyarakat Jawa tampak dalam laku utomo, tindakan terpuji yang senantiasa
berpedoman pada Hasta Sila, yaitu eling (selalu mengingat Tuhan), percaya
(beriman), mituhu (setia), rila (ikhlas), temen (tepat janji), sabar (tabah), dan budi
luhur (menjunjung tinggi nilai moral). Di samping berpedoman pada Hasta Sila,
masyarakat Jawa juga berpedoman pada ajaran tindakan laku simbolis Asta Brata,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
yaitu wanita (kecantikan perempuan), garwa (istri, belahan jiwa/ nyawa), wisma
(rumah), turangga (kuda), curiga (keris), kukilo (burung perkutut), waranggono
(sidang/ penyanyi), dan pradonggo (penabuh gamelan) serta ajaran Panca Kreti,
yaitu traspila (tingkah laku), ukara (ucapan), susila (susila), dan karya
(perbuatan) (www.undip.ac.id/sastra). Adanya perbedaan kebudayaan antar etnis
Jawa dan Batak mengharuskan pasangan suami istri antar etnis Jawa dan Batak
melakukan penyesuaian pola komunikasi dalam proses lamaran perkawinan.
Alasan seseorang menikah dengan pasangan yang berbeda suku karena
merasa ingin memiliki minat yang sama dengan pasangannya. Ketertarikan fisik,
ketertarikan hiburan yang sama dan bahkan kesamaan sosial ekonomi juga
merupakan alasan pemilihan pasangan, namun lain halnya dengan pasangan yang
bertolak belakang dalam cara mereka berkomunikasi. Ada keunikan tersendiri
bahwa kedua pasangan yang bertolak belakang ini ternyata memiliki tujuan dan
visi yang sama.
Pasangan yang memutuskan melakukan perkawinan antar suku harus
memiliki pola pikir terbuka terhadap budaya yang dibawa oleh pasangannya,
termasuk kepercayaan, nilai dan norma. Jika kedua belah pihak tidak memiliki
pola pikir terbuka, akan terjadi pemaksaan kehendak untuk mempraktikan
kepercayaan, nilai dan norma yang dianut oleh pasangannya, sehingga
kemungkinan langgengnya sebuah pernikahan ibarat jauh panggangan dari api.
Semestinya setiap pasangan harus berusaha mengambil keputusan emosional
pribadi berlatar budaya masing-masing pihak, melainkan keputusan rasional
bersama yang dapat digunakan sebagai jalan keluar. Contohnya ketika calon
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
pasangan suami istri Batak dan Jawa saling berkomunikasi, namun salah satu
pihak ada yang kurang paham akan apa yang dibicarakan pasangannya, akibat dari
kurang fasihnya antar calon pasangan dalam menggunakan dan memahami bahasa
dari pasangannya, sehingga menimbulkan kesalahpahaman satu sama lain.
Terjadinya perbedaan bahasa sebagian besar dikarenakan adanya
perbedaan struktur kebahasaan di setiap daerah. Struktur inilah yang terkadang
menyebabkan kesalahpahaman dalam berbahasa. Kesalahpahaman dalam
berbahasa juga dapat disebabkan karena adanya perbedaan cara pengucapan,
logat, dan nada bicara. Misalnya, jika di Jawa Tengah, seseorang berbicara dengan
nada yang halus dan ketika berbicara dengan nada tinggi, maka akan dianggap
tidak memiliki tata krama. Sedangkan di Sumatera Utara, mereka terbiasa
berbicara dengan nada keras dan cepat. Maka ketika dua orang yang berasal dari
kedua
daerah ini
bertemu dan berbicara, kemungkinan untuk terjadi
kesalahpahaman akan lebih besar. Saat seorang Batak mengatakan sesuatu dengan
nada tinggi, bisa jadi orang Jawa akan menganggapnya sebagai omelan atau
bahkan mengira orang Batak marah kepadanya.2
Sehubungan dengan kenyataan bahwa komunikasi adalah sesuatu yang
tidak bisa dipisahkan dari aktivitas seorang manusia, tentu masing-masing orang
mempunyai cara sendiri, tujuan apa yang akan didapatkan, melalui apa atau
kepada siapa. Dan jelas masing-masing orang mempunyai perbedaan dalam
mengaktualisasikan komunikasi tersebut. Oleh karena itu, dalam komunikasi
dikenal pola-pola tertentu sebagai manifestasi perilaku manusia dalam
E-journal Prasangka dan Konflik Lintas Budaya Masyarakat Multikultural, by PM Regar – 2014
(akses internet : 24 November 2015)
2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
8
berkomunikasi, dan pola-pola tersebut biasa dikenal dengan pola komunikasi.
Effendi (1989) mengemukakan bahwa pola komunikasi adalah proses yang
dirancang untuk mewakili kenyataan keterpautannya unsur-unsur yang dicakup
beserta kelangsungannya, guna memudahkan pemikiran secara sistematik dan
logis.
Pola komunikasi merupakan model dari proses komunikasi, sehingga
dengan adanya berbagai macam model komunikasi dan bagian dari proses
komunikasi akan dapat ditemukan pola yang cocok dan mudah digunakan dalam
berkomunikasi.
Proses
komunikasi
merupakan
rangkaian
dari
aktivitas
menyampaikan pesan sehingga diperoleh feedback dari penerima pesan. Dari
proses komunikasi, akan timbul pola, model, bentuk dan juga bagian-bagian kecil
yang berkaitan erat dengan proses komunikasi. Di sini akan diuraikan proses
komunikasi yang sudah masuk dalam kategori pola komunikasi yaitu; pola
komunikasi primer, pola komunikasi sekunder, pola komunikasi linear, dan pola
komunikasi sirkular.
Dalam penelitian ini penulis ingin melakukan penelitian Pola Komunikasi
Antarbudaya dalam Proses Lamaran Perkawinan pada Suku Batak Toba dengan
Suku Jawa dikarenakan peneliti menemukan sesuatu fenomena yang sangat unik
terhadap kedua suku tersebut. Dalam kasus yang akan diangkat dalam penelitian
ini adalah dimana seorang laki-laki Batak yang identik dengan sifat yang keras
dan tegas jika berkomunikasi dengan lawan bicara menikahi seorang wanita dari
suku Jawa yang mana notabene nya identik dengan kelemahlembutan, halus dan
lebih terlihat sopan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
9
Dalam kehidupan perkawinan berbeda suku antara suku Batak dan suku
Jawa akan terjadi suatu komunikasi antarbudaya yang melibatkan seluruh anggota
keluarga : suami, istri , anak dan bahkan juga anggota keluarga lain yang tinggal
dalam satu rumah tersebut.
Dalam
uraian
diatas,
maka
peneliti
tertarik
untuk
mengangkat
permasalahan tersebut dalam penelitian yaitu bagaimana Pola Komunikasi yang
terjadi dalam proses Lamaran Perkawinan antara keluarga suku Batak dan
keluarga suku Jawa sehingga terjadilah sebuah perkawinan yang sakral tanpa
adanya konflik antara kedua keluarga yang berbeda suku dengan perbedaan tutur
bahasa yang berbeda. Bentuk dan tata cara tiap daerah berbeda yang pada
umumnya dipengaruhi sistem kekerabatan masyarakat hukum adat setempat.
Sebenarnya seperti apa bentuk pola komunikasi antara keluarga suku Batak ketika
berinteraksi kepada pihak keluarga suku Jawa sehingga kedua belah keluarga
tidak mengalami kesalahpahaman dan salah persepsi.
Maka dari itu penelitian yang saya ambil ini ingin membuktikan bahwa
pola komunikasi antara keluarga suku Batak dengan keluarga suku Jawa dalam
proses lamaran perkawinan dapat berjalan dengan baik dan lancar sehingga
tercapai tujuan yang sama dan tidak terjadi kesalahpahaman persepsi seperti yang
dilihat orang pada umumnya, namun sebaliknya mereka hanya saja harus
membiasakan diri berinteraksi.
1.2
Fokus Penelitian
Dari pemaparan yang ada pada latar belakang di atas, maka fokus pada
http://digilib.mercubuana.ac.id/
10
penelitian ini adalah :
1. Bagaimana Pola Komunikasi yang terjadi antara calon pasangan Pria
Batak dan Wanita Jawa, ditinjau dari Pola Komunikasi secara Primer,
Sekunder, Linear dan Sirkular ?
2. Bagaimana Pola Komunikasi yang terjadi pada antara calon pasangan Pria
Batak dan Wanita Jawa dengan keluarga besar pasangannya ?
Tujuan Penelitian
1.3
Berdasarkan fokus penelitian diatas maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui Pola Komunikasi yang terjadi antara kedua calon
pasangan Pria Batak dan Wanita Jawa.
2. Untuk mengetahui Pola Komunikasi yang terjadi antara kedua calon
pasangan Pria Batak dan Wanita Jawa dengan keluarga besar kedua
pasang tersebut.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberi kontribusi
dalam pengembangan ilmu komunikasi khususnya Komuniksi Antar Budaya.
1.4.2 Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat terutama bagi
calon pasangan suami istri yang menikah dengan berbeda budaya agar tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/
11
terjadi
miss
communication
dalam
berkomunikasi,
yang
mana
Miss
Communication itu terjadi dikarenakan adanya perbedaan budaya dalam satu
keluarga baik berupa bahasa, kebiasaan, praktek komunikasi serta tindakantindakan sosial. Selain itu juga untuk memberikan gambaran kepada calon
pasangan suami istri Batak dengan Jawa, bagaimana mereka berinteraksi dengan
keluarga besar pasangannya agar tercipta perkawinan yang sakral dan tercipta
kepada kehidupan yang harmonis.
1.4.3 Manfaat Sosial
Penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat bagi masyarakat luas untuk
menambah wawasan dan pengetahuan akan ilmu komunikasi, khususnya
komunikasi antar budaya. Di samping itu bisa menjadi sumber yang dapat dipakai
dalam menjalin interaksi dengan orang yang berbeda suku.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download