BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komunikasi 2.1.1 Pengertian Komunikasi adalah proses barbagi makna melalui perilaku verbal dan non verbal. Segala perilaku dapat disebut komunikasi jika melibatkan dua orang atau lebih. Komunikasi terjadi setidaknya suatu sumber membangkitkan respons pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau simbol, baik dalam bentuk verbal (kata-kata) atau bentuk non verbal (non kata-kata), tanpa harus memastikan terlebih dulu bahwa kedua pihak yang berkomunikasi punya suatu sistem simbol yang sama (Mulyana, 2004). Komunikasi merupakan setiap proses pertukaran informasi, gagasan dan perasaan. Proses ini meliputi informasi yang disampaikan baik secara lisan maupun tertulis dengan kata-kata, atau yang disampaikan dengan bahasa tubuh, gaya maupun penampilan diri, menggunakan alat bantu disekeliling kita sehingga sebuah pesan menjadi lebih kaya (Hybels dan Weafer II 1992, Liliweri, 2003). 2.1.2 Peraturan-peraturan dalam komunikasi Wahlroos (2002) mengatakan bahwa terdapat beberapa peraturan dalam komunikasi diantaranya, ingatlah bahwa tindakan berbicara lebih keras dari pada 8 Universitas Sumatera Utara 9 kata-kata (komunikasi non verbal lebih kuat dari pada komunikasi verbal), tentukanlah mana yang penting dan tekankanlah itu (tentukan mana yang tidak penting dan abaikan itu), membuat komunikasi sepositif mungkin, mengusahakan agar komunikasi jelas dan spesifik, dalam meberikan pertanyaan hendaknya realistis dan masuk akal, menguji segala pengandaian dengan lisan dan pasangan bicara setuju sebelum bertindak, mengakui bahwa setiap kejadian dapat dilihat dari sudut pandang yang berbeda-beda, mengakui bahwa anggota didalam keluarga benar-benar mengenal dan mengetahui perilaku masingmasing anggota dalam keluarga, mau belajar bagaimana menyetujui tanpa perdebatan yang dekstruktif, mau bersikap jujur dan terbuka mengenai perasaan (mengemukakan) semua persoalan yang penting walaupun kita takut akan mengganggu perasaan lawan bicara kita, jangan melakukan teknik komunikasi yang tidak adil, jangan melakukan “pertengkaran yang kotor” hendaklah menjadi pegangan kita tentang akibat dari komunikasi bukan maksud yang terkandung didalamnya, menerima semua perasaan dan berusaha memahaminya, jangan terima semua tindakan, tetapi berusaha untuk memahaminya, hendaklah tenggang rasa, penuh perhatian, sopan dan hormat terhadap lawan bicara kita dan perasaan-perasaannya, jangan berkomunikasi seperti menceramahi atau memberi kuliah lebih baik mengajukan pertanyaan, jangan menggunakan dalih dan jangan sampai termakan oleh dalih, jangan mengomel, berteriak dan menggerutu, belajar kapan bergurau dan kapan serius, jangan meledek pihak lain secara dekstruktif, belajar mendengarkan, serta berhati-hati dengan permainan yang dekstruktif. Universitas Sumatera Utara 10 2.1.3 Unsur-unsur komunikasi Menurut Liliweri (2007) menjelaskan bahwa komunikasi sebagai aktifitas memiliki beberapa unsur diantaranya : a. Pengiriman (sender) atau sumber (resource) yaitu individu, kelompok, atau organisasi yang berperan untuk mengalihkan (transferring) pesan. b. Encoding, pengalihan gagasan kedalam pesan. c. Pesan (message), gagasan yang dinyatakan oleh pengirim kepada orang lain. d. Saluran (media), merupakan tempat dimana sumber menyalurkan pesan kepada penerima, misalnya melalui gelombang suara, cahaya atau halaman cetak. e. Decoding, pengalihan pesan kedalam gagasan. f. Penerima (receiver), individu atau kelompok yang menerima pesan. g. Umpan balik (feed back), reaksi terhadap pesan. h. Gangguan (noise), efek internal atau eksternal akibat dari peralihan pesan. i. Bidang pengalaman (field of experience), bidang atau ruang yang menjadi latar belakang informasi dari pengiriman maupun penerima. j. Pertukaran makna (shared meaning), bidang atau ruang pertemuan (tumpang tindih) yang tercipta karena kebersamaan. k. Konteks, situasi, suasana, atau lingkungan fisik, non fisik (sosiologos, antropologis, psikologis, politik, ekonomi, dan lain-lain). Universitas Sumatera Utara 11 2.1.4 Fungsi Komunikasi Secara umum terdapat lima kategori fungsi (tujuan) utama komunikasi, yaitu a. Sumber atau pengiriman menyebarluaskan informasi agar dapat diketahui penerima. b. Sumber menyebarluaskan informasi danm rangka mendidik penerima. c. Sumber memberikan interuksi agar dilaksanakan penerima. d. Sumber mempengaruhi konsumen dengan informasi yang persuasive untuk mengubah persepsi, sikap dan perilaku penerima. e. Sumber menyebarluaskan informasi untuk menghibur sambil mempengaruhi penerima. 2.1.5 Pola Komunikasi Sehubungan dengan kenyataan bahwa komunikasi tidak dapat dipisahkan dari aktivitas seseorang, tentu masing-masing memiliki cara tersendiri dalam berkomunikasi untuk mendapatkan suatu tujuan. Oleh karena itu, dalam komunikasi dikenal pola-pola tertentu sebagai manifestasi perilaku manusia dalam berkomunikasi. Ada beberapa buku yang menerangkan beberapa jenis pola komunikasi keluarga dengan orangtua tunggal diantaranya : Universitas Sumatera Utara 12 a. Berdasarkan kasuistik perilaku orangtua dan anak yang sering muncul dalam keluarga, maka komunikasi yang sering terjadi dalam keluarga adalah berkisar disekitar model Stimulus –Reapons (S-R), model ABX, dan model interaksional. 1. Model Stimulus-Respons Merupakan Pola komunikasi yang paling sering terjadi didalam keluarga. Pola ini menunjukkan pola komunikasi sebagai suatu proses “aksi-reaksi” yang sangat sederhana. Pola S-R mengasumsikan bahwa kata-kata verbal (lisan- tulisan), isyarat-isyarat non verbal, gambar-gambar, dan tindakan-tindakan tertentu akan merangsang orang lain untuk memberikan respons dengan cara tertentu. Orangtua tampaknya harus lebih proaktif dan kreaktif untuk memberikan rangsangan kepada anak, sehingga kepekaan anak atas rangsangan yang diberikan semakin membaik. 2. Model ABX Merupakan pola komunikasi lain yang sering terjadi dalam komuniksi antar keluarga yang dikemukakan oleh Newcomb dari perfektif psiko-sosial. Newcomb menggambarkan bahwa seseorang (A) menyampaikan informasi kepada seseorang lainnya (B) mengenai sesuatu (X), bila A dan B mempunyai sifat positif terhadap satu sama lain dan terhadap X (orang, gagasan, atau benda) hubungan ini merupakan simetri. Bila A dan B saling membenci, dan salah satu menyukai X, sedangkan lainnya tidak, hubungan ini juga merupakan simetri. Universitas Sumatera Utara 13 Akan tetapi, bila A dan B saling menyukai, namun mereka tidak sependapat mengenai X, maka hubungan mereka bukan simetris (Djamarah dalam Mulyana, 2004). Banyak sebenarnya permasalahan yang dijadikan objek pembicaraan dalam kehidupan ini. Mulai objek yang disenangi sampai yang dibenci. Terkadang objek tertentu disenangi oleh seseorang, tetapi belum tentu disenangi oleh orang lain. Atau dua orang yang terlibat pembicaraan sama-sama menyenangi atau membenci suatu objek. Silang pendapat atau kesamaan pendapat adalah manusiawi. Maka dari itu jangan bermusuhan hanya karena perbedaan pendapat, tetapi perbedaan pendapat harus dimusyawarahkan untuk mufakat. 3. Model Interaksional Model Interaksional berlawanan dengan model S-R. Sementara model SR mengasumsikan manusia adalah pasif, sedangkan model Interaksional menganggap manusia jauh lebih aktif. Komunikasi digambarkan sebagai pembentukan makna, yaitu penafsiran atas pesan atau perilaku orang lain oleh para peserta komunikasi. Beberapa konsep penting yang digunakan adalah diri sendiri dan diri orang lain, simbol, makna, penafsiran dan tindakan. Interaksi yang terjadi antar individu tidak sepihak. Antar individu saling aktif, reflektif, dan kreatif dalam memakai dan menafsirkan pesan yang dikomunikasikan. Semakin cepat memberikan pemaknaan dan penafsiran terhadap pesan yang disampaikan semakin lancar komunikasi. Dalam Universitas Sumatera Utara 14 komunikasi individu yang satu tidak bisa memaksakan kehendaknya kepada individu atau kelompok lainnya untuk melakukan pemaknaan dan penafsiran secara tepat (Djamarah dalam Hutabarat 2009). b. Jika ditinjau menurut Friedman (1998), membagi pola komunikasi menjadi dua jenis yaitu pola komunikasi fungsional dan pola komunikasi nonfungsional. 1. Pola Komunikasi Fungsional Pola komunikasi fungsional dipandang sebagai kunci bagi sebuah keluarga yang berhasil dan sehat dan didefenisikan sedemikian rupa, transmisi langsung, dan penyambutan terhadap pesan, baik pada tingkat instruksi maupun isi (Sell, 1993 dalam Friedman, 1998) dan juga kesesuaian antara tingkat perintah/instruksi dan isi (Sattir, 1983 dalam Friedman, 1998). Dengan kata lain komunikasi fungsional dalam lingkungan keluarga menuntut bahwa maksud dan arti dari pengiriman yang dikirim lewat saluran-saluran yang relative jelas dan bahwa penerima pesan mempunyai suatu pemahaman terhadap arti dari pesan itu mirip dengan pengirim (Sells, 1973 dalam Friedman 1998). Karakteristik Interaksional Dari Keluarga Fungsional 1. Interaksinya menyatakan adanya suatu toleransi dan memahami ketidaksempurnaan dan individualitas anggota. Universitas Sumatera Utara 15 2. Dengan adanya suatu keterbukaan dan kejujuran yang cukup jelas, anggota keluarga mampu mengakui kebutuhan dan emosi satu sama lain. 3. Pola-pola komunikasi dalam sebuah keluarga fungsional menunjukkan adanya penyambutan terhadap perbedaan, dan juga penilaian minimum dan kritik tidak realistis yang dilontarkan satu sama lain. 4. Penilaian terhadap perilaku individual diharuskan oleh tekanan tuntutan sosial eksternal atau perlunya sistem keluarga atau perkembangan pribadi, melahirkan penilaian yang sehat dalam keluarga secara keseluruhan. Pola pola fungsional dari komunikasi Curran (1983) dalam friedman adalah orang yg mempelajari secara ekstensif dan menggambarkan keluarga sehat, ia menulis bahwa ciri pertama dari keluarga sehat adalah komunikasi yang jelas dan kemampuan mendengar satu sama lain. Komunikasi sangat penting bagi kedekatan hubungan agar berkembang dan terpelihara. Kemampuan anggota keluarga untuk mengenal dan memberi respons terhadap peran-peran non verbal. Diidentifikasikan sebagai suatu atribut penting keluarga sehat. 1. Komunikasi emosional Universitas Sumatera Utara 16 Komunikasi emosional berkenaan dengan ekspresi berbagai emosi atau perasaan, mulai dari ungkapan kemarahan, sakit hati, sedih dan cemburu, hingga bahagia, kasih saying, kelembutan hati. 2. Area-area terbuka dari komunikasi dan membuka diri Keluarga-keluarga fungsional adalah keluarga-keluarga dengan polapola komunikasi fungsional, keterbukaan nilai, saling hormat menghormati perasaan, pikiran dan perhatian, spontanitas, dan membuka diri. 3. Hirarki kekuasaan dan aturan-aturan keluarga Sistem keluarga didasarkan pada hirarki kekuasaan atau urutan kekuasaan dimana komunikasi mengandung perintah dan kewajiban. Interaksi fungsional dan hirarki kekuasaan terjadi ketika kekuasaan didistribusikan menurut kebutuhan perkembangan, atau ketika kekuasaan dukuasakan menurut kemampuan dan sumber-sumber dari anggota keluarga dan sesuai dengan ketentuan budaya kekuasaan keluarga. 4. Konflik keluarga dan resolusi konflik Konflik dirancang memecahkan dualisme yang berbeda, konflik merupakan suatu cara untuk mencapai beberapa jenis persatuan. Sebagai seorang penerima pesan dalam pola komunikasi fungsional harus memiliki kemampuan mendengar secara efektif yang berarti dapat memusatkan perhatian secara penuh terhadap apa yang sedang dikomunikasikan. Universitas Sumatera Utara 17 Mendengar secara aktif berarti menjadi sungguh-sungguh, memikirkan kebutuhan, keinginan orang lain, dan tidak mengganggu komunikasi pengirim(Friedman, 1998). 2. Pola komunikasi disfungsional Berbeda dengan pola komunikasi disfungsional didefenisikan sebagai pengirim (transmisi) dan penerima isi dan perintah dari pesan yang tidak jelas/tidak langsung atau ketidak- sepadanan antara tingkat isi dan perintah dari pesan. Aspek tidak langsung dari komunikasi disfungsional menunjuk kepada pesan-pesan menuju sasaran yang tepat (langsung) atau dibelokkan dan menuju orang lain dalam keluarga (tidak langsung). Jika penerimanya tidak berfungsi (disfungsional), maka akan terjadi kegagalan penerima mendengar, menggunakan diskualifikasi, memberikan respons yang tidak sesuai, gagal menggali pesan pengirim, gagal menvalidasi pesan. Faktor-faktor yang melahirkan pola-pola komunikasi yang tidak berfungsi (disfungsional) adalah : 1. Harga diri yang rendah dari keluarga maupun anggota, khususnya orangtua. Tiga nilai terkait yang terus menerus menghidupkan harga diri rendah adalah pemusatan pada diri sendiri, perlunya persetujuan total, dan kurangnya empati. Universitas Sumatera Utara 18 2. Pemusatan pada diri sendiri dicirikan oleh memfokuskan pada kebutuhan sendiri, mengesampingkan kebutuhan, perasaan dan perfektif orang lain. 3. Kurangnya empati, keluarga yang berpusat pada diri sendiri dan tidak dapat mentoleransi perbedaan juga tidak dapat mengenal efek dari pikiran perasaan dan perilaku mereka sendiri terhadap anggota keluarga yang lain, dan juga mereka tidak dapat memahami pikiran, perasaan dan perilaku dari anggota keluarga lain. Mereka begitu menghabiskan waktu hanya untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri sehingga mereka tidak mempunyai kemapuan untuk menjadi empatis. 4. Ekspresi perasaan tak jelas, dari komunikasi disfungsional yang dilakukan oleh pengirim adalah pengungkapan perasaan yang tidak jelas karena takut ditolak, pengungkapan perasaan dari pengirim harus diluar kebiasaan atau diungkapkan dengan suatu cara yang tidak jelas sehingga perasaan tersebut tidak dapat diketahui. 5. Kemarahan terpendam, ungkapan perasaan yang tidak jelas, pengirim merasa mengungkapkan marah marahnya dengan secara penerima jelas dan tetapi bias ia tidak saja ia melampiaskannya kepada orang lain atau barang. 6. Ekspresi menghakimi, pernyataan menghakimi selalu membawa kesan penilaian moral dimana jelas bagi penerima bahwa pengirim sedang mengevaluasi nilai dari pesan orang lain. Universitas Sumatera Utara 19 7. Ketidakmampuan mengungkapkan kebutuhan, pengirim yang disfungsional tidak hanya dapat mengungkapkan kebutuhannya, tapi karena takut ditolak, maka ia tidak mampu mendefenisikan prilaku yang ia harapkan dari penerima untuk memenuhi kebutuhankebutuhan tersebut. 8. Penerima disfungsional, jika penerima tidak berfungsi maka akan terjadi kegagalan komunikasi karena pesantidak diterima sebagai mana diharapkan, mengingat kegagalan penerima mendengar. 2.2 Keluarga 2.2.1 Pengertian keluarga Burgess, dkk (1963) dalam friedman (1998) membuat defenisi yang berorientasi pada tradisi dan digunakan sebagai referensi secara luas : keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi. Para anggota keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial keluarga seperti suamiistri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan, saudara dan saudari. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa cirri unik tersendiri. 2.2.2 Keluarga Dengan Orangtua Tunggal Universitas Sumatera Utara 20 Keluarga dengan orangtua tunggal adalah bentuk keluarga yang didalamnya hanya terdapat satu orang kepala rumah tangga, ayah atau ibu. Varian tradisional keluarga dengan orangtua tunggal adalah bentuk keluarga dimana kepala keluarga adalah janda, diceraikan, ditinggal pergi, atau berpisah. Varian nontradisional dari bentuk keluarga dengan orangtua tunggal adalah sebuah keluarga dimana sebagai kepala secara praktis selalu ibu belum pernah menikah (Friedman, 1998). 2.2.3 Peran keluarga Peran adalah sesuatu yang diharapkan secara normatif dari seorang dalam situasi social tertentu agar dapat memenuhi harapan-harapan. Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seorang dalam konteks keluarga. Jadi peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu dalam posisi dan situasi tertentu. Peranan individu dalam keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok, dan masyarakat. Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing, antara lain adalah : 1. Ayah Ayah sebagai pemimpin keluarga mempunyai peran sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung/pengayom, pemberi rasa aman bagi setiap Universitas Sumatera Utara 21 anggota keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok social tertentu. 2. Ibu Ibu sebagai pengurusan rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-anak, pelindung keluarga dan juga sebagai pencari nafkah tambahan keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial tertentu. 3. Anak Anak berperan sebagai pelaku psikososial sesuai dengan perkembangan fisik, mental, social dan spiritual(Setiadi, 2008). 2.2.4 Fungsi keluarga Menurut Friedman (1998), secara umum fungsi keluarga adalah sebagai berikut : 1. Fungsi efektif, adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. 2. Fungsi sosialisasi, adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan social sebelum meninggalkan rumah untuk berkehidupan social sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah. Universitas Sumatera Utara 22 3. Fungsi reproduksi, adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga. 4. Fungsi ekonomi, keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi, dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 5. Fungsi perawat / pemelihara kesehatan, yaitu fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. 2.2.5 Tugas Perkembangan Keluarga Dengan Anak Remaja 1. Menyeimbangkan kebebasan dengan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan semakin mandiri. 2. Memfokuskan kembali hubungan perkawinan. 3. Berkomunikasi secara terbuka antara orangtua dan anak-anak. 2.3 REMAJA 2.3.1 Pengertian Remaja (adolescence) adalah masa transisi/peralihan dari masa kanakkanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan adanya perubahan aspek fisik, psikis, dan psikososial (dariyo, 2004). Universitas Sumatera Utara 23 Masa remaja (adolescence) seperti yang dinyatakan oleh urutan periode, sebelum mencapai masa remaja, individu telah mengalami serangkaian perkembangan dan memperoleh banyak pengalaman. Tidak ada anak perempuan atau anak laki-laki yang memasuki masa remaja dalam bentuk daftar kosong, yang hanya memiliki kode genetic yang akan menentukan berbagai pikiran, perasaan, dan perilakunya. Namun kombinasi antara factor keturunan, pengalaman masa kanak-kanak dan masa remaja, menentukan rangkaian perkembangan remaja(Santrock, 2007). Masa remaja sebagai periode transisi perkembangan antara masa kanakkanak dengan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional. Tugas pokok remaja adalah mempersiapkan diri memasuki masa dewasa. Sebenarnya, masa depan dari seluruh budaya tergantung pada seberapa efektifnya pengasuhan itu (Larson dkk, 2002 ; Santrock, 2007). Perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional yang dialami remaja dapat berkisar mulai dari perkembangan fungsi seksual hingga proses berpikir abstrak hingga kemandirian. Para ahli perkembangan membedakan masa remaja menjadi periode awal dan periode akhir. Masa remaja awal kurang lebih berlangsung dimasa sekolah menengah pertama atau sekolah menengah akhir dan perubahan pubertal terjadi dimasa ini. Masa remaja akhir kurang lebih terjadi pada pertengahan dasawarsa yang kedua dari kehidupan. Minat karir, pacaran, dan eksplorasi identitas seringkali lebih menonjol dimasa remaja akhir dibandingkan dimasa remaja awal (Santrock, 2007). Universitas Sumatera Utara 24 2.3.2 Usia Remaja Secara kronologis yang tergolong remaja ini berkisar antara 12 – 21 tahun. Untuk menjadi orang dewasa, mengutip pendapat Erikson, maka remaja akan malalui masa krisis dimana remaja berusaha untuk mencari identitas diri (search for self-identity) (Dariyo, 2004). Remplein (1962) dalam Monks (2004) usia remaja berkisar antara 11 – 21 tahun, dan menggolongkan menjadi 4 tahap yaitu : 1. Pra-pubertas 10½ - 13 tahun (wanita), 12 – 14 tahun (laki – laki). 2. Pubertas 13 - 15½ tahun (wanita), 14 – 16 tahun (laki – laki). 3. Remaja 15½ - 16½ tahun (wanita), 16 – 17 tahun (laki – laki). 4. Adolesensi 16½ - 20 tahun (wanita), 17 – 21 (laki –laki). Thornburg (1982) dalam Dariyo (2004). Menggolongkan pembagian remaja menjadi 3 tahap yaitu : 1. Remaja awal, usia 13 – 14 tahun 2. Remaja tengah, usia 15 – 17 tahun 3. Remaja akhir, usia 18 – 21 tahun Masa remaja awal, umumnya individu telah memasuki pendidikan dibangku sekolah menengah tingkat pertama (SLTP), sedangkan masa remaja tengah, individu sudah duduk disekolah menengah atas (SMU). Kemudian Universitas Sumatera Utara 25 mereka yang tergolong remaja akhir, umumnya sudah memasuki dunia perguruan tinggi atau lulus SMU atau mungkin sudah bekerja (Dariyo, 2004). 2.3.3 Tugas – tugas Perkembangan Remaja Tugas-tugas perkembangan (development tesk) yakni tugas-tugas atau kewajiban yang harus dilalui oleh setiap individu sesuai dengan tahap perkembangan individu itu sendiri. Keberhasilan individu dalam menunaikan tugas perkembangan ini, akan menentukan perkembangan kepribandiannya. Seorang individu yang mampu menjalani dengan baik, maka timbul perasaan mampu, percaya diri, berharga, dan optimis mengahadapi masa depannya. Sebaliknya, mereka yang gagal, akan merasakan bahwa dirinya adalah orang yang tidak mampu, gagal, kecewa, putus-asa, ragu-ragu, rendah diri dan pesimis menghadapi masa depannya. Tugas-tugas perkembangan remaja, menurut Havighurst (dalam Helms dan Tunner, 1995), ada beberapa, yaitu sebagai berikut : 1. Menyesuaikan diri dengan perubahan fisiologis-psikologis. 2. Belajar bersosialisasi sebagai seorang anak laki-laki maupun wanita. 3. Memperoleh kebebasan secara emosional dari orangtua dan orang dewasa lain. 4. Remaja bertugas untuk menjadiwarga Negara yang bertanggung jawab. 5. Memperoleh kemandirian dan kepastian secara ekonomis. Tujuan utama individu melakukan persiapan diri dengan menguasai ilmu dan keahlian tersebut, ialah untuk dapat bekerja sesuai dengan bidang keahlian Universitas Sumatera Utara 26 dan memperoleh penghasilan yang layak sehingga dapat menghidupi diri sendiri maupun keluarganya nanti. Sebab keinginan terbesar seorang individu (remaja) adalah menjadi orang yang mandiri dan tak bergantung dari orangtua secara psikis maupun secara ekonomis (keuangan). Karena itu, seringkali remaja mengambil keputusan dengan cara bekerja paruh waktu, disela jam belajarnya (part-time) (Dariyo, 2004). 2.3.4 Pola Komunikasi Remaja Remaja bisa dikenali dari pola komunikasinya yang unik dank has. Unsur yang membuat pola komunikasi mereka unik dank has adalah ungkapan dan terminologi yang mereka gunakan sering kali menurut pandangan orang-orang dewasa tanpa aturan dan menyimpang dari kaidah berbahasa. Pandangan ini tidak sepenuhnya salah meskipun tidak seluruhnya benar karena sering kali para remaja menggunakan terminology, bahasa komunikasi, atau tata bahasa yang sulit dipahami oleh orang lain diluar komunitas mereka. Pola komunikasi yang berbeda antara anak-anak remaja dengan orang sekitarnya terutama orangtua dapat menyebabkan proses komunikasi mengalami distorsi, padahal komunikasi adalah inti dari relasi interaksi antar orangtua dengan anak-anak remaja. Jikalau para remaja menemukan keamanan dan kenyamanan berdiskusi dengan orangtuanya, hal ini lebih baik dari pada mereka mencari informasi diluar rumah. Oleh sebab itu para remaja sebenarnya menginginkan hubungan yang akrab dan intim dengan orangtuanya, meskipun Universitas Sumatera Utara 27 dalam peampilannya tampaknya mereka seringkali acuh tak acuh dengan orangtua atau orang-orang disekelilingnya (Surbakti, 2008). Menurut Surbakti, 2008 terdapat tiga fungsi utama komunikasi antara anak remaja dengan lingkungan sekitarnya, yakni : 1. Menyampaikan pesan Tujuan komunikasi antara anak remaja dengan orang-orang disekitarnya adalah menyampaikan pesan, baik anak sebagai penerima pesan dan orang-orang sekitanya sebagai pemberi pesan ataupun sebaliknya. Cara yang paling efektif untuk menyampaikan pesan antara keduanya adalah melalui komunikasi tatap muka. Kelebihan komunikasi tatap muka adalah langsung mengetahui reaksi penerima pesan pada saat pesan disampaikan. Kelemahanya, mudah mengundang konflik jika tudak dikendalikan dengan baik. 2. Menerima pesan Selain menyampaikan pesan, komunikasi juga bertujuan menerima pesan. Dalam proses komunikasi anak-anak remaja dan orang di sekitanya secara bergantian menjadi objek (receiver) dan subjek (sender) komunikasi. Syarat utama menjadi penerima pesan (receiver) adalah kesediaan untuk mendengarkan. Minimnya kesediaan untuk mendengarkan pesan menyebabkan pesan tidak mencapai sasaran yang diinginkan. Universitas Sumatera Utara 28 Banyak orang yang kesulitan berkomunikasi dengan anak-anak remaja karena tidak saling memahami pola komunikasi yang sedang mereka gunakan. Terkadang mereka saling mempertahankan pola komunikasinya masing-masing. Remaja sedang berada dalam taraf pencarian identitas, pengembangan, dan cobacoba. Ketidakstabilan remaja tampak dari perilaku mereka yang mudah terinfeksi oleh berbagai pola komunikasi yang menurut mereka menarik meskipun belum tentu bermanfaat bahkan membingungkan orang lain termasuk orang tua mereka sendiri. Pola komunikasi remaja umumnya penuh dengan dinamika, terkadang disertai sinisme atau sarkasme terhadap situasi hidup sehari-hari. Istilah-istilah yang mereka gunakan sering kali yang semakin hari semakin timpang atau karena mereka merasakan sendiri betapa mereka mendapat tekanan dari sistem yang mengatur kehidupan mereka sebagai remaja yang semakin hari semakin berat dan mengekang kebebasan mereka. Untuk melampiaskan kekesalan atau tekanan tersebut, mereka sering kali menggunakan simbol-simbol komunikasi yang keluar dari aturan berbahasa. 2.4 Suku Batak 2.4.1 Komunikasi Suku Batak Toba Suku Batak Toba yang merupakan cabang dari suku Batak seperti Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Angkola/Mandailing, Batak Pakpak/Dairi, Batak Toba. Suku Batak dewasa ini dalam kehidupan sehari-hari sudah dapat hidup rukun dan saling berdampingan karena mereka sebagai penduduk Batak Toba Universitas Sumatera Utara 29 yang hidup mandiri dan sudah memiliki adat istiadat sebagai satu etnik. Adat istiadat itu dilestarikan dan diturunkan kepada generasi penerus karena dipercayai adat istiadat dapat memberi kebahagiaan. Dalihan Natolu merupakan suatu hubungan dan pedoman sekaligus hidup bagi warga bagi masyarakat Batak Toba, atau juga sebagai lambang demokrasi dan falsafah hidup. Apabila ada dalam masyarakat perselisihan keluarga, maka dalihan natolu dapat langsung terjun mengatasi masalah tersebut yang harus dapat diselesaikan dengan cara musyawarah dan mufakat. Dalam musyawarah itu berbagai pihak, dari unsur hula-hula, dongan tubu,dan boru dapat mengeluarkan pendapatnya masing-masing dalam mencapai suatu kata sepakat untuk mencari penyelesaian suatu masalah tersebut (Suwardi, 1999). Walaupun di luar upacara adat. Di samping itu juga kesatuan yang dimiliki masyarakat sangat erat dalam berbagai bentuk kegiatan organisasi, seperti dalam pelaksanaan upacara adat masyarakat dari golongan Dalihan Na Tolu mengambil peranya masing-masing. Jadi dari falsafah Dalihan Na Tolu dapat disimpulkan bahwa masyarakat Batak Toba adalah masyarakat yang beradat istiadat dan memiliki sifat kebersamaan yang kuat. Bahasa dan adat istiadat adalah bagian dari kebudayaan dan kebudayaan inilah yang dimiliki oleh penduduk masyarakat Batak Toba. Penduduk di Desa Gempolan secara khusus dalam kehidupan seharihari adalah memakai bahasa Batak Toba karena bahasa Batak Toba adalah bahasa ibu yang mudah dipahami masyarakat pemakainya. Bahasa ibu yang dimaksudkan adalah salah satu sarana untuk komunikasi yang dapat mengungkapkan perasaan dan pikiran orang terhadap orang lain, terutama untuk mematuhi seluruh peraturan Universitas Sumatera Utara 30 tata hidup masyarakat yang telah dituangkan dalam bentuk budaya. Oleh karena itu, bahasa bagi penduduk daerah setempat merupakan pencerminan hidup. Hal ini terlihat dengan istilah panggilan dalam rangka partuturan yang menjalin rasa persaudaraan demi kelangsungan pergaulan secara tertib. Penggunaan bahasa Batak Toba sebagai alat komunikasi sesama suku Batak Toba, senantiasa berlangsung dalam hidup sehari-hari misalnya dalam upacara adat, kebaktian gereja, rapat penatua adat, dengan kata lain bahasa daerah dipakai dalam membicarakan hal-hal yang dibutuhkan dalam kehidupan bersama, dalam percakapan sehari-hari termasuk dalam sastra lisan dan tulisan (Suwardi, 1999). Universitas Sumatera Utara