5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beluntas ( Pluchea indica Less

advertisement
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beluntas (Pluchea indica Less)
2.1.1 Klasifikasi
Menurut Cronquist (1981) tanaman beluntas diklasifikasikan sebagai
berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio
: Magnoliophyta
Classis
: Magnoliopsida
Ordo
: Asterales
Familia
: Asteraceae
Genus
: Pluchea
Species
: Pluchea indica Less
2.1.2 Deskripsi Tanaman Beluntas
Beluntas merupakan tanaman yang berasal dari India dan tersebar luas
ke Indonesia, Inggris, Vietnam, dan Cina. Tanaman beluntas dikenal di
daerah Indonesia dengan nama yang berbeda-beda, antara lain di Jawa
dikenal dengan nama baluntas, baruntas dan luntas, di Sumatera dengan nama
beluntas, lenaboui (Nusatenggara), dan lamutasa (Sulawesi) (Depkes RI,
1985).
5
Uji Daya Ekstrak..., Khodaria Purboyati, FKIP UMP, 2013
6
Tanaman beluntas merupakan tanaman perdu tegak yang sering
bercabang banyak dan memiliki ketinggian 0,5-2 m. Daun tanaman beluntas
berambut, dan berwarna hijau muda. Helaian daun beluntas berbentuk oval
elips atau bulat telur terbalik dengan pangkal daun runcing dan tepi daunnya
bergigi. Letak daun beluntas berseling dan bertangkai pendek dengan panjang
daun sebesar 2,5-9 cm dan lebar 1-5,5 cm (van Steenis, 2008).
Bunga tanaman beluntas merupakan bunga majemuk dengan bentuk
bongkol kecil, berkumpul dalam malai rata majemuk terminal. Bunga
beluntas memiliki tabung kepala sari berwarna ungu, dan tangkai putik
dengan 2 cabang ungu yang menjulang jauh (van Steenis, 2008).
Buah tanaman beluntas berbentuk gangsing, keras dan berwarna
cokelat. Ukuran buah beluntas sangat kecil dengan panjang 1 mm. Buah
beluntas memiliki biji kecil dan berwarna cokelat keputih-putihan (van
Steenis, 2008; Pujowati, 2006).
2.1.3 Kandungan Metabolit Sekunder Daun Beluntas
Senyawa organik pada tumbuhan dibedakan menjadi dua, yaitu
metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer adalah senyawa
utama yang diperlukan untuk proses pertumbuhan dan perkembangan
meliputi karbohidrat, lemak dan protein, hormon, vitamin, dan lain- lain.
Metabolit sekunder diartikan sebagai senyawa non nutrisi yang dihasilkan
oleh tumbuhan dan dapat melindungi tanaman dari serangan serangga,
bakteri, fungi, dan patogen lain (Salisbury & Ross, 1995).
Uji Daya Ekstrak..., Khodaria Purboyati, FKIP UMP, 2013
7
Pada daun beluntas terdapat berbagai macam metabolit sekunder
antara lain alkaloid, minyak atsiri, dan flavonoid (Hariana, 2006).
A. Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa yang mengandung nitrogen dan sering
kali terdapat dalam cincin heterosiklik. Alkaloid memiliki sifat basa dan
biasanya terdapat dalam tumbuhan sebagai garam berbagai asam organik.
Senyawa alkaloid sebagian besar berupa padatan kristal, tetapi ada beberapa
yang berupa cairan seperti nikotin. Senyawa alkaloid mempunyai kemampuan
melindungi tumbuhan dari serangga parasit dan mempunyai senyawa
antifungus (Robinson, 1995).
B. Minyak Atsiri
Minyak atsiri merupakan suatu zat berbau dan terdapat pada beberapa
tanaman. Minyak atsiri merupakan senyawa minyak yang berasal dari bahan
tumbuhan dengan beberapa sifat yaitu sangat mudah menguap bila dibiarkan
diudara terbuka, memiliki bau yang khas seperti tumbuhan aslinya, dan
umumnya tidak berwarna tetapi memiliki warna gelap karena mengalami
oksidasi dan pendamaran. Karena sifatnya yang mudah menguap, minyak
atsiri sering disebut sebagai minyak menguap atau minyak eteris (Guenther,
1987).
Minyak atsiri sebagian besar tergolong senyawa terpena, yaitu
senyawa yang dibentuk dari satuan rumus bangun lima-karbon (unit isopren).
Berdasarkan sifat kimiawinya, terpen minyak atsiri dikelompokkan menjadi 2
golongan, yaitu monoterpen dan seskuiterpen, berupa isoprenoid C 10 dan C 15 .
Uji Daya Ekstrak..., Khodaria Purboyati, FKIP UMP, 2013
8
Kedua senyawa tersebut memiliki titik didih yang berbeda-beda. Titik didih
monoterpen mencapai 140-180°C, sedangkan untuk sesquiterpen mempunyai
titik didih sebesar 200°C. Isolasi minyak atsiri dari
jaringan tumbuhan,
mono- dan seskuiterpena dipisahkan dengan ekstraksi memakai eter, eter
minyak bumi, atau aseton (Harborne, 1987).
Minyak
atsiri
daun
beluntas
mengandung
caryophyllene,
isocaryophyllene, senyawa derivat azulene, naphthalene dan suatu alkohol
serta asam karboksilat yang berupa rantai alifatik (Arini et al., 2006),
sedangkan menurut Rasmehuli (1986), kandungan minyak atsiri dari daun
beluntas mengandung benzil alkohol, benzil asetat, eugenol, dan linolol.
Minyak atsiri yang terkandung di dalam daun beluntas tersebut dapat
berperan sebagai penghambat pertumbuhan mikroba patogen di dalam tubuh.
Menurut Jonarta (2009) kandungan minyak atsiri pada daun beluntas dapat
menghambat
pertumbuhan
Streptococcus
mutans.
Adanya
aktivitas
antibakteri ini disebabkan oleh kandungan gugus hidroksil (-OH) dan
karbonil yang dapat mengganggu terbentuknya membran atau dinding sel
sehingga membran atau dinding sel tidak dapat terbentuk (Pelczar &Chan,
1988). Selain itu, adanya kandungan benzil alkohol pada minyak tersebut,
dapat mendenaturasikan protein bakteri secara dehidrasi sehingga membran
sel bakteri akan rusak dan terjadi inaktivasi enzim-enzim (Susanti, 2008).
Uji Daya Ekstrak..., Khodaria Purboyati, FKIP UMP, 2013
9
C. Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan fenol alam yang terbesar, terdapat
dalam tumbuhan hijau. Dalam tumbuhan aglikon flavonoid (flavonoid tanpa
gula terikat) terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung
15 atom karbon dalam inti dasarnya, tersusun dalam konfigurasi C 6 - C 3 - C 6
yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon dapat
atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Aglikon flavon adalah polifenol,
karena itu mempunyai sifat senyawa kimia fenol, yaitu bersifat agak asam
sehingga larut dalam basa. Karena mempunyai gugus hidroksil atau gula,
flavonoid merupakan senyawa polar sehingga larut dalam pelarut polar
seperti methanol, etanol, butanol, aseton, dan lain-lain. Adanya golongan
yang terikat pada flavonoid (bentuk yang umum ditemukan) cenderung
menyebabkan flavonoid lebih mudah larut dalam air, dengan demikian
campuran pelarut di atas dengan air merupakan pelarut yang baik untuk
glikosida. Sebaliknya aglikon yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon,
dan flavon serta flavanol yang termetoksilase cenderung lebih mudah larut
dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham, 1988). Senyawa
flavonoid mencakup banyak pigmen dari mulai fungi sampai angiospermae.
Senyawa flavonoid memiliki peranan dalam mengatur fotosintesis, pengatur
tumbuh, antibakteri, dan antivirus (Robinson, 1995).
Aktivitas antibakteri dari senyawa flavonoid dikarenakan adanya
gugus hidroksil pada strukturnya sehingga dapat menyebabkan perubahan
komponen organik dan transport nutrisi yang akhirnya dapat mengakibatkan
Uji Daya Ekstrak..., Khodaria Purboyati, FKIP UMP, 2013
10
timbulnya efek toksik terhadap bakteri (Estrela et al., 1995 dalam Sabir,
2005), selain itu aktivitas antibakteri oleh flavonoid, dapat merusak membran
plasma dan merusak susunan serta perubahan permeabilitas dinding sel
bakteri pada konsentrasi yang rendah, tetapi apabila pada konsentrasi tinggi
akan mengakibatkan koagulasi sehingga menyebabkan kematian (Robinson,
1995).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah pemisahan suatu zat dari campurannya dengan
pembagian sebuah zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur
untuk mengambil zat terlarut tersebut dari satu pelarut ke pelarut yang lain
(Samuelsson, 1999). Menurut Depkes RI (2000), ekstraksi adalah kegiatan
penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan
yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Pada berbagai simplisia terdapat
zat aktif yang dapat digolongkan ke dalam alkaloid, flavonoid, glikosida, dan
lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan
serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan, logam berat,
udara, cahaya, dan derajat keasaman, sehingga dengan diketahuinya zat aktif
yang terkandung pada simplisia akan mempermudah pemilihan cairan penyari
dan cara penyarian yang tepat (Depkes RI, 1986).
Terdapat dua cara ekstraksi dengan menggunakan pelarut antara lain
cara dingin dan cara panas. Ekstraksi cara dingin terdiri dari maserasi dan
perkolasi, sedangkan cara panas yaitu refluks, soxhlet, digesti, infus, dan
dekok (Depkes RI, 2000).
Uji Daya Ekstrak..., Khodaria Purboyati, FKIP UMP, 2013
11
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur
ruangan (kamar) (Depkes RI, 2000). Prinsip maserasi yaitu merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari ini akan menembus dinding
sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengadung zat aktif. Zat aktif akan
larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di
dalam sel dengan yang di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar.
Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi kesetimbangan konsentrasi antara
larutan di luar sel dan di dalam sel (Depkes, 1986).
Maserasi digunakan untuk penyarian simplisia yang mengandung zat
aktif yang mudah larut dalam cairan penyari, tidak mengadung zat yang
mudah mengembang dalam cairan penyari, tidak mengandung benzoin, stirak,
dan lain-lain. Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, airetanol atau pelarut lain. Keuntungan cara ekstraksi dengan maserasi adalah
peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan, sedangkan
kerugian dari cara maserasi adalah pengerjaannya lama dan cara
penyariannya kurang sempurna (Depkes RI, 1986).
Perkolasi adalah suatu metode ekstraksi yang dilakukan dengan
mengalirkan cairan penyari melalui serbuk simplisia yang telah dibasahi.
Keuntungan dari metode perkolasi adalah tidak memerlukan langkah
tambahan yaitu sampel padat telah terpisah dari ekstrak, sedangkan kerugian
dari metode perkolasi adalah kontak antara sampel padat tidak merata atau
terbatas dibandingkan dengan metode refluks, dan pelarut menjadi dingin
Uji Daya Ekstrak..., Khodaria Purboyati, FKIP UMP, 2013
12
selama proses perkolasi sehingga tidak melarutkan komponen secara efisien
(Depkes RI, 1986).
Soxhlet merupakan ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik,
sedangkan digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperature yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (40°C - 45°C).
Menurut Depkes RI (2000), selain ekstraksi dengan menggunakan
pelarut terdapat cara lain untuk ekstraksi, salah satunya yaitu destilasi uap air.
Destilasi uap air merupakan suatu cara untuk menyari simplisia yang
mengandung minyak menguap atau komponen kimia yang mempunyai titik
didih tinggi pada tekanan udara normal (Depkes RI, 1986).
Pada ekstraksi dengan destilasi uap air, bahan yang digunakan tidak
kontak langsung dengan air karena terdapat sekat antara air dan simplisia
yang biasa disebut angsang. Prinsip destilasi uap dan air ini yaitu air
mendidih dan uap air akan membawa partikel minyak atsiri untuk dialirkan
ke kondensor kemudian ke alat pemisah, secara otomatis air dan minyak akan
terpisah karena ada perbedaan berat jenis. Berat jenis minyak lebih kecil
dibandingkan berat jenis air sehingga minyak berada di atas dan air dibawah.
Kelebihan destilasi uap air yaitu alatnya sederhana tetapi bisa menghasilkan
minyak atsiri dalam jumlah yang cukup banyak sehingga efisien dalam
penggunaan, minyak yang dihasilkan tidak mudah menguap karena
pembawanya adalah air yang tidak mudah menguap pada suhu kamar,
Uji Daya Ekstrak..., Khodaria Purboyati, FKIP UMP, 2013
13
sedangkan kelemahan dari metode destilasi uap air adalah tidak cocok untuk
minyak atsiri yang rusak oleh panas uap air, serta membutuhkan
waktudestilasi yang lebih panjang untuk hasil yang lebih banyak
(Sastrohamidjojo, 2004; Guenther, 1987).
2.3Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode fisikokimia. Lapisan
yang memisahkan, yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase diam) ditempatkan
pada penyangga berupa pelat gelas, logam atau lapisan yang cocok. Campuran
yang dipisahkan, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak atau pita (awal).
Kemudian pelat ditaruh di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan
pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan
kapiler (pengembang), selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan atau dideteksi (Stahl, 1985).
Metode kromatografi
lapis tipis memiliki kelebihan
yaitu hanya
memerlukan investasi yang kecil untuk perlengkapan, menggunakan waktu yang
singkat untuk menyelesaikan analisis (15-60 menit), memerlukan jumlah cuplikan
yang sedikit (± 0,1 g), kebutuhan ruang yang minimum dan penanganannya
sederhana (Stahl, 1985).
Deteksi senyawa pada pelat kromatografi lapis tipis biasanya dilakukan
dengan penyemprotan dan karena permukaan pelat lebih sempit (20 x 20 cm),
maka penyemprotannya merupakan prosedur yang nisbi sederhana (Harborne,
1987).
Uji Daya Ekstrak..., Khodaria Purboyati, FKIP UMP, 2013
14
2.4 Bakteri Aeromonas hydrophila
2.4.1 Klasifikasi Aeromonas hydrophila
Menurut Holt et al. (1998), A. hydrophila diklasifikasikan sebagai
berikut:
Filum
: Protophyta
Kelas
: Schizomycetes
Ordo
: Pseudomonadales
Famili
: Fribionaceae
Genus
: Aeromonas
Spesies
: Aeromonas hydrophila
2.4.2 Morfologi Aeromonas hydrophila
A. hydrophila merupakan bakteri Gram negatif yang berbentuk batang
pendek dengan ukuran lebar 0,7-0,8 µm dan panjang 1,0-1,5 µm. Bakteri A.
hydrophila merupakan bakteri tidak berspora dan bersifat motil karena
mempunyai satu flagel atau disebut monotrichous flagella (Roberts, 1978).
2.4.3 Karakteristik Aeromonas hydrophila
A. hydrophila merupakan bakteri yang bersifat anaerob fakultatif (dapat
hidup dengan atau tanpa oksigen), kemoorganotrof, sitokrom oksidase positif
dan fermentatif. Bakteri A. hydrophila dapat hidup di air tawar, di perairan
payau dan laut (Newman, 1983 dalam Mulia, 2012; Roberts, 1978). A.
hydrophila hidup pada lingkungan yang bersuhu 15-30°C dan
pH 5,5-9
(Afrianto & Liviawaty, 2009).
Uji Daya Ekstrak..., Khodaria Purboyati, FKIP UMP, 2013
15
2.4.4 Serangan Aeromonas hydrophila Pada Ikan
A. hydrophila adalah jenis bakteri penyebab penyakit Motil Aeromonas
Septicemia (MAS). Bakteri A. hydrophila ini sebagian besar menyerang ikan
air tawar, meskipun dapat juga menyerang amphibian, reptil, dan manusia
(Newman, 1982 dalam Mulia, 2012).
A. hydrophila memiliki tingkat keganasan yang diukur dengan LD 50
berkisar 104-106 sel/ml (Sarono et al., 1993). Tingkat keganasan yang cukup
tinggi ini menjadikan bakteri A. hydrophila sebagai pusat perhatian yang
serius bagi para petani ikan. Ikan yang terserang bakteri A. hydrophila
menunjukkan gejala antara lain gejala ekternal dan gejala internal.
A. Gejala Eksternal
Gejala ekternal yang tampak pada ikan yang terkena A. hydrophila
adalah timbulnya warna keputih-putihan pada insang, terjadi kerusakan sirip,
adanya erosi di dalam rongga mulut, tubuh berwarna gelap, nafsu makan
berkurang, timbul pendarahan, dan mata membengkak (Afrianto &Liviawaty,
2009; Sarono et al., 1993).
B. Gejala Internal
Gejala internal yang muncul pada ikan yang terkena A. hydrophila
adalah
adanya
cairan
kuning
pada
rongga
perut,
dan
terjadinya
pembengkakan ginjal. Serangan bakteri A. hydrophila pada ikan sifatnya
berkepanjangan sehingga tidak dapat terlihat gejala penyakitnya meskipun
sudah menyerang tubuh ikan (Afrianto & Liviawaty, 2009). Gejala penyakit
Uji Daya Ekstrak..., Khodaria Purboyati, FKIP UMP, 2013
16
yang disebabkan oleh A. hydrophila dapat terlihat apabila ketahanan tubuh
ikan melemah atau stres (Mulia, 2012).
Infeksi bakteri A. hydrophila dapat terjadi melalui permukaan tubuh
ikan yang luka, saluran pencernaan atau melalui insang. Penyebaran bakteri
A. hydrophila pada tubuh ikan berlangsung sangat cepat.Penularan A.
hydrophila dapat melalui air, kontak badan, dan kontak peralatan yang telah
tercemar atau dengan pemindahan ikan yang telah terinfeksi A. hydrophila
dari satu tempat ke tempat lain (Afrianto & Liviawaty, 2009).
Uji Daya Ekstrak..., Khodaria Purboyati, FKIP UMP, 2013
Download