TRANSSEKSUALISME: SEX-REASSIGNMENT SURGERY

advertisement
TRANSSEKSUALISME: SEX-REASSIGNMENT SURGERY
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bioetika
Oleh:
ARNI RAHMAWATI FAHMI SHOLIHAH
NIM. 10607037
PROGRAM STUDI BIOLOGI
SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2010
TRANSSEKSUALISME: SEX-REASSIGNMENT SURGERY
Identitas gender merupakan rasa kepemilikian seseorang atas
jenis
kelamin tertentu, baik secara biologis, psikologis maupun sosial. Secara
sederhana, identitas gender dapat ditentukan oleh jenis organ kelamin yang
dimiliki suatu individu. Masalah gender menjadi menarik untuk dibahas, bukan
hanya karena terkait kesetaraan gender antara laki-laki dan perempuan, melainkan
juga jika terdapat ketimpangan dalam hal rasa kepemilikan gender tertentu yang
disebut gender dysphoria.
Transseksualisme
Suatu jenis ekstrem dari gender dysphoria disebut transseksualisme. Pada
transseksualisme terdapat ketimpangan atau ketidaksesuaian antara jenis kelamin
biologis dengan identitas gender akibat kelainan gen/hormon atau pengaruh
lingkungan. Sebagai suatu fenomena ekstrem, J.P. Chaplin dalam Dictionary of
Psychology (1981) menyatakan bahwa penderita transseksualisme memiliki
beberapa kriteria khusus sebagai berikut.
Merasa tidak nyaman akan kelamin biologis dirinya.
Merasa terganggu secara berkelanjutan selama ≥ 2 tahun dan tidak hanya pada
saat stres.
Memiliki kelainan genetis dan/atau congenital sex hormone disorders.
Tidak memiliki kelainan mental (misal: schizophrenia).
Berkeinginan untuk membuang/menghilangkan alat kelamin yang dimilikinya
dan hidup dengan jenis kelamin berlawanan.
Berkaitan dengan poin terakhir pada ciri transseksualisme, pada masa
lampau perkembangan teknologi yang ada masih belum memberi keleluasaan
penggantian gender. Namun, dengan teknologi yang telah ada sekarang,
penggantian gender telah dapat dilakukan, bahkan hingga penggantian organ
kelamin.
Gender-Reassignment
Gender reassignment merupakan suatu proses atau mekanisme perubahan
gender. Metode ini banyak ditempuh oleh kaum transseksual untuk memenuhi
hasrat dan ketidaknyamanannya atas gender yang dimilikinya sejak semula.
Proses ini tidak merupakan tahapan-tahapan yang bebas dilakukan oleh
siapapun yang menginginkan perubahan gender. Tahap ini harus didahului oleh
wawancara klinis oleh tim ahli terhadap pasien yang diduga menderita
transseksualisme dan berkeinginan untuk beralih gender. Tahap kedua proses ini
adalah pemeriksaan fisik oleh dokter yang terpercaya. Dalam tahap ini,
pemeriksaan kelainan genetis dan hormonal merupakan hal yang seharusnya
dilakukan. Hasil positif kedua tahap ini dilanjutkan dengan evaluasi psikologis
untuk melihat beberapa hal penting sebagai berikut.
Ketiadaan kelainan mental.
Motivasi pasien untuk berganti gender.
Kesediaan pasien untuk menerima segala kondisi dan konsekuensi akibat
pengubahan gender.
Ketiga tahap pendahuluan di atas merupakan upaya deteksi dan justifikasi
legal adanya fenomena transseksualisme dalam suatu individu. Jika hasil evaluasi
pada ketiga tahap tadi adalah positif, maka secara medis, gender-reassignment
boleh dilakukan.
Gender-reassignment sendiri secara umum dilakukan dalam 2 tahapan
utama. Pertama, dilakukan cross-gender hormones treatment. Pemberian hormon
dari jenis kelamin yang berlawanan ini biasanya dilakukan selama 2 tahun untuk
mengkondisikan fisiologis pada pasies. Setelah dianggap siap, maka dilakukan
sex-reassignment surgery.
Sex-Reassignment Surgery
Sex reassignment surgery
merupakan suatu prosedur operasi
medis pengubahan organ kelamin
antar jenis kelamin. Tujuan sex
reassignment
surgery
adalah
sebagai berikut.
Perbaikan organ kelamin
yang tidak sempurna.
Penghilangan salah satu kelamin pada kasus kelamin ganda.
Transseksual
Terdapat berbagai pandangan mengenai transseksualisme dan sex
reassignment surgery yang merupakan ujung gender-reassignment. Berikut
adalah penjelasan pandangan dari sisi sosial, agama, hukum dan medis
(kedokteran).
Sosial
Dari sisi sosial, masyarakat dapat dikatakan terbagi ke dalam jenis kaum
esensalisme
dan
kontruksionisme.
Menurut
pandangan
esensalisme,
transseksualisme merupakan sesuatu yang berjalan di luar kewajaran dan hal
tersebut dianggap tidak benar. Kaum transseksual sendiri dianggap membawa
keburukan. Menurut pandangan kaum konstruksionisme, transseksual juga
merupakan bagian dari masyarakat. Kelompok ini lebih bersifat terbuka dengan
melandaskan tindakannya kepada Hak Asasi Manusia (HAM). Mereka membuat
beragam peraturan terkait kaum transseksual sebagai bentuk perlindungan atas
ketidakadilan.
Protestan
Menurut ajaran protestan, transseksualisme dianggap sebagai dosa karena
cenderung menolak ketetapan Tuhan. Namun, hal ini dianggap sebagai fenomena
yang terjadi bukan karena Tuhan yang menciptakan orang-orang seperti itu,
melainkan karena manusia sudah berdosa sejak semula (konsep dosa awal).
Menurut pandangan ajaran ini juga, orang transseksual bisa percaya kepada Tuhan
Yesus sama seperti orang berdosa lainnya. Karena itulah tidak ada alasan bagi
orang berdosa untuk menghina dan menjauhi sesama orang berdosa. Artinya,
meskipun termasuk kaum berdosa, tidak ada pembenaran bagi umat protestan
untuk menghina kaum transseksual.
“Besi menajamkan besi, orang menajamkan sesamanya” (Amsal 27:17).
Menurut interpretasi atas ayat ini, meskipun transseksualisme bukanlah bahan
ejekan dan hinaan, adalah tidak bijak bagi masyarakat untuk memberi celah bagi
kaum transseksual untuk membentuk kelompok besar apalagi jika sampai
mendapat pembenaran dan dukungan dari kalangan gereja.
Katolik
Ajaran katolik memiliki pandangan yang serupa dengan ajaran protestan
dalam memandang transseksualisme. Menurut KGK 2297, penggantian kelamin
dianggap melanggar penghormatan terhadap integritas tubuh manusia. Menurut
KGK 369, pria dan wanita lah diciptakan, artinya, dikehendaki Allah dalam
persamaan yang sempurna di satu pihak sebagai pribadi manusia dan di lain
pihak dalam kepriaan dan kewanitaannya. “Kepriaan” dan “kewanitaan” adalah
sesuatu yang baik dan dikehendaki Allah: keduanya, pria dan wanita, memiliki
martabat yang tidak dapat hilang, yang diberi kepada mereka langsung oleh
Allah, Penciptanya (Bdk Kej 2:7.22).
Hindu
Ajaran hindu memandang keberadaan 3 (tiga) jenis kelamin, yaitu pumsprakriti (pria), stri-prakriti (perempuan), tritiya-prakriti (seks ketiga). Jenis seks
ketiga ini terdiri dari shanda (male  female) dan shandi (female  male).
Karena adanya pengakuan, pemilik tritiya prakriti diijinkan hidup bebas dan
terbuka. Contohnya dalam kisah Baratayudha terdapat masa dimana Arjuna
berperan sebagai Brihannala. Dengan begitu, operasi pergantian kelamin pun
bebas dilakukan.
Budha
Ajaran Budha merupakan ajaran yang menjunjung tinggi toleransi. Lebih
dari itu, ajaran Budha juga menyimpan akar kebudayaan Hindu yang menguasai
jenis kelamin ketiga. Siapapun yang telah banyak mengembangkan kebajikan
dengan badan, ucapan dan juga pikiran, setelah meninggal dunia mempunyai
kesempatan terlahir di alam bahagia tanpa terpengaruh oleh jenis kelamin
Meskipun begitu, dalam tripitaka dinyatakan bahwa seorang waria tidak berhak
ditasbihkan sebagai bhiksu atau bhiksuni.
Islam
Dalam Islam, kita dapat melihat pandangan akan transseksualisme dari
beberapa dasar berikut.
 “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan …” (QS. Al-Hujurat: 13)
 “… dan akan aku suruh mereka mengubah ciptaan Allah …” (QS. AnNisa: 119)
 “Allah mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang
menyerupai laki-laki.” (HR. Ahmad)
Menurut konsep ini, Allah menciptakan laki-laki dan perempuan, tidak ada
jenis kelamin ketiga. Pengubahan jenis kelamin dianggap sebagai pengubahan
atas ciptaan Allah sebagaimana titah setan yang tertulis dalam Q.S. An-Nisa: 119.
Bahkan, Allah mengutuk individu yang berpenampilan dan bertindak menyerupai
anggota jenis kelamin lain.
Bagi manusia yang memiliki kecenderungan psikologis ke arah
transseksualisme maupun jenis kelainan gender yang lain, haruslah ditangani
melalui terapi spiritual dan psikologis, bukan dengan mengubah ciptaan Allah.
Operasi kelamin sendiri, diharamkan bagi tujuan transseksualisme pada pemilik
kelamin normal sejak lahir (Munas II MUI 1980). Operasi kelamin yang
diperbolehkan adalah operasi untuk perbaikan atau penyempurnaan kelamin dan
operasi pembuangan salah satu dari kelamin ganda.
Common Law (Hukum Konvensional)
Dalam skala internasional, United Nation Commision on Human Rights
menolak untuk ketiga kalinya perihal Human Rights and Sexual Orientation
(2005) dan Economic and Social Council menolak untuk ketiga kalinya untuk
memberi status konsultatif kepada ILGA (International Lesbian and Gay
Association) (2006).
Dalam skala nasional di Indonesia, belum ada peraturan yang tegas
mengatur transseksualisme. Meskipun begitu, secara hukum, kaum transseksual
memiliki hak yang sama dengan manusia pada umumnya sesuai dengan UndangUndang No.9 tahun 1999 mengenai hak asasi manusia. Menurut pasal 1 Undangundang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan begitu, pernikahan homoseksual adalah
dilarang. Bagi kaum transseksual yang telah mengalami operasi pengubahan
kelamin, status kewarganegaraannya berubah dalam sisi jenis kelamin. Karena itu,
tidak ada masalah dalam hal jika kaum transseksual menikah selama ia menikah
dengan jenis kelamin yang berlawanan dengan jenis kelaminnya yang sah dan
terdaftar (sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk).
Medis dan Kedokteran
Secara konsep dan teknis, sex-reassignment surgery bersifat irreversibel
sehingga pasien yang menjalani operasi ini harus memiliki keyakinan yang kuat
untuk menerima segala konsekuensi dari operasi bedah ini. Operasi pengubahan
kelamin merupakan proses yang mahal secara medis (sekitar $ 7000-24000 untuk
MtF dan $ 50000 untuk MtF). Operasi pengubahan jenis kelamin perempuan
menjadi laki-laki sangat sulit dilakukan dan memiliki kemungkinan kegagalan
atau kematian pasien yang tinggi. Dalam hal ini, sangat riskan untuk membuat
klitoris menjadi gland penis yang ukurannya jauh lebih besar dan harus dilakukan
operasi tambahan histerektomi dan ooforektomi.
Bagi MtF (male to female) pun, operasi tidak dilakukan tanpa resiko.
Berikut adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi.
Pendarahan/hematoma
Infeksi
Masalah penyembuhan luka
Recto-vaginal fistula (lubang berkembang antara kolon dan vagina)
Urethra-vaginal fistula
Pulmonary thromboembolism
Necrosis parsial/menyeluruh pada flap
Pertumbuhan rambut intravaginal
Ketakutan hipertrofik
Vagina pendek
Setelah SRS dilakukan pun, dibutuhkan waktu tahunan untuk benar-benar
berganti gender dari hal pembentukan sikap dan gaya yang sesuai. Selain itu,
terapi hormon tetap harus dilakukan. Biasanya hal ini memakan waktu hingga 5
tahun. Praktisi medis juga seringkali menolak untuk melakukan operasi pada
penderita HIV/hepatitis C karena tingkat kesulitan dan kegagalan yang lebih
tinggi.
Terlepas dari banyaknya perbedaan pandangan atas transseksualisme dan
aplikasi teknologi biologis-kedokteran yang digunakan untuk memfasilitasinya,
fenomena ini merupakan fenomena yang sangat tidak sulit ditemukan. Berikut
adalah 3 negara yang diambil sebagai contoh gambaran transseksualisme di dunia.
Thailand
Kebudayaan Budha di Thailand, memiliki akar kepercayaan Hindu. Dalam
kebudayaan bangsa ini, diakui adanya gender ketiga yang disebut sao praphet
song atau kathoey (wanita jenis kedua). Dalam kepercayaannya, kathoey
merupakan hasil karma (transgresi kehidupan lampau). Kathoey dikenal secara
luas dan merupakan salah satu komoditas pariwisata yang penting. Kathoey
Beauty Contest dilaksanakan secara luas baik di tinggal lokal maupun nasional.
Bahkan, di Thailand terdapat toilet bagi laki-laki, perempuan dan kathoey
(khusus). Meskipun begitu, kathoey tidak dapat mengubah identitas legal
kewarganegaraan, sehingga tetap terdaftar sebagai laki-laki.
Dengan segala keterbukaannya terhadap kathoey, Thailand merupakan
negara yang memfasilitasi SRS terbanyak di dunia.
Iran
Di
negara
ini,
transseksualisme adalah legal
selagi
diikuti
oleh
Ayatullah
SRS.
Ruhollah
Khomeini menyatakan fatwa
SRS
boleh
bagi
transseksual.
Namun,
kenyataannya
dibayar
kaum
SRS
yang
penuh
oleh
pun
banyak
pemerintah
diselewengkan
kaum
homoseksual yang tidak ingin
tertangkap dan dihukum penjara atau hukuman gantung. Padahal, transseksual
tidak sama dengan homoseksual. Dalam kasus seperti ini, kebijakan negara ini
harus dikawal dengan penerapan prosedur yang valid mengenai justifikasi
keberadaan transseksualitas dalam diri seseorang. Terlepas dari semua itu, Iran
adalah negara pelaksana SRS terbanyak di dunia kedua setelah Thailand.
Indonesia
Di Indonesia, fenomena transseksual bukan hal yang asing. Dorce
Gamalama yang terlahir dengan nama Dedi Yuliardi Ashadi merupakan contoh
kaum transseksual yang banyak dikenal publik. Karena hukum di Indonesia tidak
dengan jelas mengatur transseksualitas, Dorce bahkan sudah menikah secara legal
sebanyak l.k. 3 kali. Selain tokoh-tokoh transseksual, banyak juga kelompok
kaum ini yang ebroperasi di Indonesia. Diantaranya GAYa (Jakarta), Arus Pelangi
(Surabaya), ILGA, Rumah Mode Komunitas Transseksual Surabaya, Pesantren
LGBT Yogyakarta, dll. Di bulan Oktober 2010 ini bahkan rencananya
dilaksanakan Q Film Festival di Jakarta.
Selain kelompok yang pro dan memang mengakomodir kaum transseksual,
di Indonesia juga banyak terdapat kelompok masyarakat yang menolak
transseksualitas dan SRS yang memfasilitasinya. Diantara kelompok atau
organisasi masyarakat itu adalah Gerakan Pemuda Anti Penyimpangan-Malang
Raya, Front Pembela Islam (FPI) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Kesimpulan
Sex-reassignment
surgery
merupakan
ujung
dari
proses
gender
reassignment. Pelaksanaan SRS melibatkan aplikasi teknologi biologi-kedokteran
yang membutuhkan tenaga ahli dengan kemampuan yang baik. Prosedur SRS
harus diambil dengan benar untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
komplikasi medis yang tidak diinginkan. Meskipun secara medis telah
dimungkinkan, aturan pelaksanaan dan status legalitas SRS dan pengubahan
gender secara keseluruhan sangat bergantung pada kebijakan masing-masing
negara. Meskipun begitu, peran serta masyarakat dengan berbagai pandangannya
justru menjadi lebih penting dan berperan, khususnya di negara yang tidak dengan
jelas dan tegas menetapkan peraturan atas hal ini, seperti Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes, MD. 2004. Serial Femina: Dorce Gamalama (Bagian 8) Diakui sebagai
Menantu.
(Online)
diunduh
dari
http://www.femina-
online.com/serial/serial_detail.asp?id=85&views=49
Brown, George R. 2007. Gender Identity Disorder and Transsexualism. (Online)
http://www.merck.com/mmpe/sec15/ch203/ch203b.html
Chaplin ,J.P. 1981. Dictionary of Psychology. New York: Dells Publishing.
Bellringer, James. Sex Reassignment Surgery Photos - Gender Reassignment
Surgery
Images.
(Online)
diunduh
dari
http://www.transgenderzone.com/library/srs/1.htm
Bostwick, John. Plastic and Reconstructive Breast Surgery, 2nd edition. St. Louis:
Quality Medical Publishers, 1999.
Docter, R. F. and J. S. Fleming. "Measures of Transgender Behavior." Archives of
Sexual Behavior 30, No. 3 (2001): 255–71.
Engler, Alan M. Body Sculpture: Plastic Surgery of the Body for Men and
Women, 2nd edition. New York: Hudson, 2000.
Fugate, S. R., C. C. Apodaca, and M. L. Hibbert. "Gender Reassignment Surgery
and the Gynecological Patient." Primary Care Update for Obstetrics and
Gynecology 8, No. 1 (2001): 22–4.
Harish, D., and B. R. Sharma. "Medical Advances in Transsexualism and the
Legal Implications." American Journal of Forensic Medicine and
Pathology 24, No. 1 (2003): 100–05.
Hays, Matthew. 2008. Iran’s Gay Plan. Canadian Broadcasting Corporation.
MtF Surgery Center Co., Ltd. 2008. MTF Surgery. (Online) diunduh dari
http://www.mtfsurgery.com/mtf-surgery.php
Looking Glass Society. 1996. Transsexualism: A Primer Second Edition. (online)
dinduh dari http://www.looking-glass.greenend.org.uk/primer.htm
Seputro, Jati. 2010. Diduga Transeksual Mengancam Legitimasi Pemerintahan.
(Online) diunduh dari http://jatiseputro.blogspot.com/2010/02/didugatranseksual-mengancam-legitimasi.html
Suwantana, Gede. 2009. Tritiya Praktiti Dunia Seks Ketiga. (online) diunduh dari
http://gedesuwantana.blogspot.com/2009/07/tritiya-prakrti-dunia-seksketiga.html
http://www.wihara.com/forum/kongko2/3682-tanya-jawab-buddhist-1-ttgwaria.html
Utomo, Setiawan Budi. 2009. Fenomena Transgender dan Hukum Operasi
Kelamin. (Online) diunduh dari http://www.dakwatuna.com/wap/indexwap2.php?p=3427
Wijaya, Andik. 2010. LGBT.
Majalah Bahana. (Online)
diunduh dari
http://www.ebahana.com/warta-2532-Lesbian-Gay-BiseksualTranseksual.html
http://ddfong.blogspot.com/2009/04/menanggapi-transgender-2.html
http://gayspirituality.typepad.com/photos/uncategorized/2008/02/29/hera_sooreh_
gay_mohammad_2.jpg
http://katolisitas.org/2010/01/04/ganti-kelamin-bolehkah/
http://www.glapn.org/sodomylaws/iran_teens_dead.jpg
http://www.thefirstpost.co.uk/assets/library/080730transexual_1-121734710584312100.jpg
LAMPIRAN
Download