LAPORAN PENGKAJIAN HUKUM TENTANG PENERAPAN SISTEM PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) DALAM PROYEK PEMBANGUNAN ENERGI LISTRIK Disusun oleh Tim Di bawah Pimpinan : Prof. Dr. I.B.R. Supancana, S.H., M.H. BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI JAKARTA, 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, berkat kasih dan karunia-Nya, maka laporan akhir dari Tim Pengkajian Hukum tentang “PENERAPAN SISTEM PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) DALAM PROYEK PEMBANGUNAN ENERGI LISTRIK”, telah dapat kami selesaikan dengan baik. Tim pengkajian ini di bentuk dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan pembaharuan hukum nasional berdasarkan Keputusan Menteri Hukum Dan HAM RI Nomor : PHN-06.LT.02.01 Tahun 2015 tanggal 26 Maret 2015 tentang pembentukan tim Pengkajian Hukum tentang Penerapan Sistem Public Private Partnership dalam Proyek Pembangunan Energi Listrik. Dalam rangka pelaksanaan kegiatan pengkajian ini, Tim telah melakukan beberapa kegiatan antara lain Rapat Tim, pengumpulan bahan - bahan pengkajian baik melalui berbagai literatur maupun dalam kegiatan focus group discussion (FGD) , penyusunan wawancara dan rapat dengan nara sumber. Laporan ini merupakan hasil kajian yang dilakukan secara komprehensif terhadap berbagai permasalahan hukum dan regulasi terkait dengan kegiatan pembangunan infrastruktur energi listrik yang dilaksanakan dengan skema PPP. Berdasarkan kajian ini diperoleh hasil bahwa pembangunan infrastruktur dengan menggunakan skema PPP seringkali dihadapkan dengan berbagai permasalahn baik yang berkaitan dengan regulasi maupun masalah hukum lainnya. Beberapa permasalahan yang teridentifikasi menyangkut aspek regulasi antara lain masih adanya aturan yang tidak harmonis, multitafsir dan tumpang tindih serta aturan yang tidak dapat dilaksanakan serta aturan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Sementara permasalahan hukum yang dihasilkan berdasarkan kajian ini terkait dengan jaminan secara umum pelaksanaan dari investasi : Pengadaan tanah; Perizinan; Koordinasi vertical horizontal; Hubungan dengan masyarakat; Jaminan & perlindungan investasi non komersial. Tentunya masih terdapat banyak kekurangan dan kekeliruan dalam hasil pengkajian ini. Untuk itu, saran dan kritikan selalu diharapkan dari semua pihak. Kegiatan pengkajian ini juga tidak akan berhasil tanpa dukungan dan bantuan semua pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum & HAM ; 2. Ibu Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum Nasional 3. Dr. Emil Dardak (PT. IIGF - Indonesia Infrastructure Guarantee Fund Project ) 4. Bapak Darwin Trisna Djajawinata (PT . SMI) 5. Bp. Dendy Apriadi (BKPM ) 6. Juga pihak lain yang telah banyak membantu selesainya tim pengkajian ini. Terakhir, sebagai hasil pengkajian hukum semoga laporan akhir ini mampu memberikan manfaat dan berguna bagi pengembangan dan pembinaan hukum nasional, terutama dalam kaitanya dengan penerapan sistem public private partnership terutama dalam proyek pembangunan ketenagalistrikan . Jakarta, 25 Desember 2015 Tim Pengkajian Hukum tentang Penerapan Sistem Public Private Partnership dalam Proyek Pembangunan Energi Listrik Ketua, Prof. Dr. I.B.R. Supancana, S.H.,M.H. DAFTAR ISI Hal. KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii BAB I BAB PENDAHULUAN II A. Latar Belakang 1 B. Identifikasi Masalah 7 C. Maksud dan Tujuan Pengkajian 7 D. Kerangka Pemikiran 8 E. Kerangka Konsepsional 15 F. Metode Kerja Tim Pengkajian 15 G. Teknik Pengumpulan Data 17 H. Sistematika Pengkajian 18 I. Jangka Waktu Pelaksanaan 18 J. Personalia Tim Pengkajian 19 KEBIJAKAN, PENGATURAN DAN KELEMBAGAAN PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) DALAM PROYEK PEMBANGUNAN ENERGI LISTRIK A. Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Di Bidang 20 Ketenagalistrikan - Program Pemerintah 35.000 MW Untuk Indonesia B. Kerangka Peraturan Pembangunan Infrastruktur Dengan 36 Skema Public Private Partnership (PPP) C. Kelembagaan Pembangunan Infrastruktur Dengan Skema Public Private Partnership (Ppp) Di Indonesia BAB III 40 ANALISIS PERMASALAHAN A. Umum 45 1. Pengadaan Tanah 45 2. Perizinan 50 a. Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan 50 Umum (Pasal 10-11 Uu No.30 Th 2009) b. Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Sendiri (Permen Esdm 35/2013) 53 c. Usaha Perbaikan Perizinan 3. Koordinasi Vertikal & Horisontal (terkait penegakan hukum) 53 65 4. Jaminan & Perlindungan Investasi (terkait resiko non 66 komersial) a. Resiko Non-Komersial dalam Investasi Kelistrikan 66 dan Perlindungannya b. Macam-macam Resiko Non-Komersial 66 c. Perlindungan terhadap Resiko Non-Komersial 67 d. Perlindungan terhadap Resiko Non-Komersial dari 69 Kegiatan Investasi di Indonesia B. Berdasarkan Kasus 69 1. PLTU Batang (Prof. Dr. IBR. Supancana) 69 2. Kasus Micro-Hidro oleh PT. Ilthabi Energia di 72 Kabupaten Bener Meriah, Aceh BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan 77 B. Rekomendasi 78 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Listrik merupakan sarana pendukung kegiatan masyarakat baik dalam upaya untuk meningkatkan kesejahteraan maupun untuk mendorong pembangunan ekonomi. Kebutuhan masyarakat akan energi listrik semakin meningkat, seiring dengan semakin pesatnya pembangunan di bidang teknologi, industri dan informasi. Namun, hingga saat ini listrik masih menjadi beban berat pemerintah yang harus selalu di carikan solusi atau jalan keluar yang tepat. Selain masalah minimnya pasokan listrik untuk konsumsi rumah tangga di beberapa wilayah,1 masalah Listrik juga berkaitan erat dengan dunia industri yang secara tidak langsung akan menyentuh pada pemenuhan kesejahteraan masyararakat. Minim serta mahalnya energi listrik berimbas langsung pada dunia industri,2 listrik yang mahal akan menyebabkan meningkatnya biaya produksi dan biasanya akan dibebankan pada harga yang harus ditanggung oleh konsumen. Sedangkan minimnya pasokan energi listrik di suatu daerah menyebabkan pengusaha akan berpikir dua kali untuk mendirikan usaha di wilayah tertentu, hal tersebut berimbas pada tidak meratanya persebaran perekonomian. Berdasarkan kondisi tersebut pemerintah selalu memprioritaskan pemenuhan akan listrik baik itu untuk kesejahteraan rakyat serta untuk mendukung pembangunan nasional. 1 Minimnya ketersediaan listrik, membuat PLN memberlakukan pemadaman listrik secara bergilir. Kondisi geografis Indonesia yang tersebar dan terdiri atas ribuan pulau diduga mengakibatkan tidak meratanya pusat-pusat beban listrik. http://www.pln.co.id/blog/info-pemadamanjakarta/ di unduh pada tanggal 21 Maret 2015 2 Hampir semua dunia industri membutuhkan listrik dalam pengoperasiannya, baik itu industri di bidang pangan, sandang , transportasi serta tidak terkecuali di bidang pariwisata. 1 Di Indonesia, hingga saat ini penyediaan listrik masih diatur dan dikendalikan langsung oleh pemerintah, melalui Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang ketenagalistrikan3 dan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Status PLN pada tahun 1972, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.17, ditetapkan sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara dan sebagai Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan (PKUK) dengan tugas menyediakan tenaga listrik bagi kepentingan umum. Seiring dengan kebijakan Pemerintah yang memberikan kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan listrik, maka sejak tahun 1994 status PLN beralih dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dan juga sebagai PKUK dalam menyediakan listrik bagi kepentingan umum hingga sekarang.4 Berdasarkan hasil proyeksi kebutuhan listrik yang telah diolah dari Buku Outlook Energi Indonesia 2014 (OEI 2014)5 dari selama periode 2012-2035 pemanfaatan tenaga listrik total di semua sektor diperkirakan akan terus meningkat secara signifikan hingga lebih dari 5 kali, yaitu akan mencapai 903 TWh pada tahun 2035 atau tumbuh sebesar 7,4% per tahun. Tingginya pertumbuhan pemanfaatan tenaga listrik tersebut sejalan dengan pertambahan signifikan, jumlah penduduk, perkembangan pertumbuhan perekonomian industri, kemajuan teknologi yang serta meningkatnya standar kenyamanan hidup bagi masyarakat luas. Selama perioda 2013 – 2035, sektor industri mengalami laju pertumbuhan yang cukup tinggi yaitu sebesar 8,7% per tahun (skenario dasar) dan 10,3% per tahun (skenario tinggi). Pada tahun 2035, sektor industri mendominasi pemanfaatan listrik, dimana untuk skenario dasar rasio pemanfaatan lsitrik mencapai 45%, sedangkan konsumen listrik terkecil adalah sektor 3 4 5 https://www.djk.esdm.go.id/index.php/tentang-kami/tugas-fungsi diunduh pada tanggal 21 Maret 2015 http://www.pln.co.id/blog/profil-perusahaan/ diunduh pada tanggal 25 Maret 2015 Outlook energi Indonesia 2014 : pengembangan energi untuk mendukung program substitusi BBM Indonesia energy outlook 2014 : energy development in supporting fuel substitution program / Agus Sugiyono ... [et al.]. -- Jakarta : Pusat 2 transportasi, sekitar 0,1% s.d. 0,4% karena hanya digunakan pada angkutan kereta api, khususnya di wilayah Jabodetabek. Meningkatnya konsumsi listrik pada masyarakat di Indonesia yang tidak diikuti penambahan infrastruktur kelistrikan berakibat pada minimnya pemenuhan kebutuhan listrik pada beberapa wilayah di Indonesia. Hal tersebut berarti masih ada beberapa wilayah di Indonesia yang tidak teraliri atau menikmati listrik seperti wilayah Indonesia lainnya.6 Presiden Indonesia periode 2014-2019, Joko Widodo dalam nawa cita mentargetkan terwujudnya pemenuhan kebutuhan energi listrik sebesar 100% untuk seluruh wilayah Indonesia.7 Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh PLN pada tahun 2014, bahwa di Indonesia hingga saat ini rasio elektrifikasi baru mencapai 81%, artinya masih ada 19% penduduk Indonesia (lagi) yang belum menikmati listrik.8 Sudah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah baik melalui PLN maupun Kementerian ESDM untuk mensukseskan program 99% elektrifikasi sebagaimana ditargetkan oleh Presiden Joko Widodo. Pemerintah telah melakukan pemetaan wilayah mana yang masih minim pasokan listrik dan mengembangkan berbagai potensi sumber energi listrik, baik konvensional seperti pembangunan berbagai pembangkit tenaga listrik seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) maupun memanfaatkan energi terbarukan yang lebih memungkinkan untuk di kembangkan sesuai dengan potensi dan kondisi 6 Di Jawa Barat misalnya. Sekira 26 persen wilayah ini, belum teraliri listrik, di Kampung Cijukung yang berada di tengah Waduk Cirata, masih belum teraliri listrik. Di Jawa Tengah, sekira 300 warga di Kabupaten Sleman, belum memasang listrik di rumahnya. Di Kecamatan Prambanan, ada sekira delapan dusun di dua desa yang belum teraliri listrik, yaitu Desa Gayamharjo dan Wukirsari. Di Desa Gayam Harjo, sedikitnya ada enam dusun, yakni Dusun Watuadeg, Gambirsari, Kalinongko Lor, Nawung, Gayam dan Rejosari. Serta Desa Wukirsari, terdapat dua dusun, yaitu Dusun Klumprit I dan Losari II yang belum teraliri listrik dari pemerintah. Dari delapan dusun itu, sedikitnya ada sekira 216 rumah tangga yang belum menerima aliran listrik, karena tidak ada jaringan dan biaya. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah. Di Jawa Timur, listrik tidak dapat dijumpai di Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Data diolah kembali dari http://daerah.sindonews.com/read/798480/29/jutaan-rakyat-indonesia-belum-menikmatilistrik-1382713441 diakses pada tanggal 9 April 2015 7 Dokumen nawa cita, Kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK diakses pada tanggal 10 Maret 2015 8 http://www.pln.co.id/blog/hln-ke-69-27-oktober-2014-bersama-memajukan-kelistrikanindonesia/ 3 wilayah atau daerah di Indonesia.9 Pemerintah juga telah memprogramkan pembangunan sarana penyediaan tenaga listrik, yang tentunya membutuhkan sumber daya yang cukup besar baik itu dalam bentuk pendanaan dan usaha-usaha pendukung lainnya, seperti perijinan. Hingga saat ini program pembangunan sektor ketenagalistrikan di Indonesia masih sangat tergantung pada upaya pemerintah dalam penyediaan aspek pendanaan. Dari sisi pendanaan, diperkirakan kebutuhan aggaran untuk program infrastruktur rakyat melalui desa, termasuk program mengaliri listrik ke seluruh desa di Tanah Air mencapai Rp 385 triliun tahun 2015 sampai 2019 mendatang.10 Berdasarkan data perencanaan yang demikian, pemerintah sadar bahwa mereka tidak akan mampu memenuhi hanya dengan kemampuan APBN saja. Pemerintah telah membuka peluang terhadap masuknya pihak swasta dengan membuat skema atau sistem public private partnership (PPP) yang meliputi kegiatan umum pemerintah dengan pihak swasta melalui kerjasama antara publik dan sektor swasta untuk usaha investasi dalam pengadaan infrastruktur, contoh yang paling mudah adalah jalan tol. Khusus dalam kerjasama pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik, pemerintah juga sudah membuka pintu untuk masuknya puhak swasta sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan , yang diatur dalam pasal 4 : (1) Pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik oleh Pemerintah dan pemerintah daerah dilakukan oleh badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah. 9 Salah satu yang ingin diwujudkan Jokowi-JK dalam pemenuhan kebutuhan sumber bahan baku energi listrik adalah dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan sumber daya energi alternatif, khususnya melalui panas bumi (geothermal). Pengembangan energi terbarukan masuk dalam salah satu target agenda politik Jokowi-JK. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia, potensi panas di Indonesia tersebar di 251 lokasi pada 26 provinsi dengan total potensi energi 27.140 MW atau setara 219 miliar ekui-valen Barrel minyak. Kendati dalam jangka panjang penggunaan energi terbarukan pada akhirnya akan menghasilkan biaya energi dan listrik yang murah, namun untuk investasi awal khususnya dalam bidang teknologi, energi terbarukan bukan barang murah. Butuh investasi besar untuk mewujudkan hal tersebut. Terlebih, selain pemanfaatan energi alternatif, semua desa di Indonesia juga ditargetkan dapat teraliri listrik karena masih banyak desa yang dianggap belum teraliri listrik. 10 Rencana Pembangunan INFRASTRUKTUR 2015-2019 data di akses dari bappenas.go.id/index.php/download_file/. Diakses pada tanggal 6 Maret 2015 4 (2) Badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat dapat berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik. Hadirnya pihak swasta diharapkan mampu memberikan dukungan berupa pendanaan yang tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh APBN termasuk juga dukungan profesionalisme seperti kecepatan dan ketepatan kinerja pihak swasta.11 Selain telah diatur dalam Undang-Undang tentang Ketenagalistrikan, peningkatan peran kerjasama antara pemerintah dengan swasta telah diatur juga dalam beberapa peraturan teknis lainnya, yaitu PP No. 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah, Perpres No. 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur Perpres ini telah diperbaiki menjadi Perpres No. 13 Tahun 2010, khusus untuk energi listrik terdapat beberapa aturan teknis seperti PP No 23 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, Perpres 78 tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha yang dilakukan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur, ada juga PP no 50 tahun 2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja Sama Daerah. Pemerintah juga telah dibentuk juga unit khusus PPP atau Badan yang bertugas secara aktif untuk memfasilitasi Kerjasama pemerintah dan swasta saat ini adalah BAPPENAS, melalui Direktorat Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (PKPS). Meskipun sudah banyaknya aturan dan adanya lembaga yang menangani sistem PPP dalam pelaksanaan usaha listrik ternyata belum mampu menjawab minimnya ketersediaan energi listrik di Indonesia. 11 Disinggung juga dalam cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN ( MEA ) mengenai pendanaan proyek-proyek infrastuktur, bahwa pendanaan memberikan konstribusi penting bagi pertumbuhan ekonomi.Sejalan dengan upaya ASEAN untuk mempercepat integrasi ekonomi, maka investasi yang lebih besar diperlukan terutama dalam pembangunan infrasuktur kawasan. Dengan demikian penerapan skema pembiayaan yang inovatif untuk meningkatkan keterlibatan sektor swasta menjadi sangat penting. Tindakan yang di sarankan dalam cetak biru adalah dengan meningkatkan partisipasi sektor swasta dan organisasi internasional dalam pembiyaan pembangunan infrastruktur di kawasan, seperti ASEAN power grind, trans-ASEAN gas pipeline, Singapore-kunming rail link dan ASEAN highway network, serta mengurangi atau menghapuskan hambatan-hambatan investasi/pembiyaan proyek-proyek infrastuktur kawasan. 5 Fenomena mengemuka yang menjadi hambatan adalah belum harmonisnya aturan tentang KPS dengan aturan investasi lainnya. Kendala dalam pelaksanaan atau implementasi kerjasama pun juga mengemuka antara lain investor tidak mendapat profit atau keuntungan seperti yang diharapkan, termasuk juga investor belum mendapatkan jaminan kepastian terhadap investasinya.12 Dari sisi investor pemerintah juga harus berhati-hati dan selektif dalam memilih investor, sehingga tercapai apa yang menjadi tujuan pemerintah. Ketika pemerintah berusaha untuk menarik investor, tentunya pemerintah juga perlu untuk mengemas skema investasi yang patut dikembangkan, dipasarkan, dan dijual kepada investor. Inti dari keberhasilan penerapan sistem public private partneship sangat bergantung pada kesepakatan bersama antara pihak pemerintah dengan pihak swasta. Setiap pihak membawa misi sendiri-sendiri, pihak pemerintah berusaha meminimalisasi keseluruhan biaya dan memastikan pelayanannya bermutu tinggi, sementara pihak swasta berupaya untuk memaksimalkan keuntungan. Berdasarkan latar belakang tersebut Badan Pembinaan Hukum Nasional ( BPHN ) menganggap perlu untuk melakukan kegiatan pengkajian hukum tentang Penerapan Sistem Public Private Partnership dalam Proyek Pembangunan Energi Listrik dengan melakukan inventarisasi faktor-faktor pendorong dan penghambat penerapan sistem public private partnership dalam proyek pembangunan energi listrik untuk selanjutnya memberikan rekomendasi yang dapat dijadikan bahan bagi pembentukkan atau pembaharuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan. 12 http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/06/02/1935020/PLTU.Batang.Tertunda.Negara. Rugi.Rp.9.T riliun.per.Tahun 6 B. Identifikasi Masalah Dari latar belakang tersebut maka dapat diiidentifikasikan permasalahan hukum sebagai berikut : 1. Bagaimana sistem public private partnership dalam proyek pembangunan energi listrik direpresentasikan dan diproyeksikan dalam banyak instrumen hukum maupun kebijakan di Indonesia? 2. Bagaimana hukum melindungi kedua belah pihak, baik pihak investor maupun negara dalam penerapan model public private partnership ? 3. Mengapa model pembangunan energi listrik dengan sistem public private partnership merupakan model yang efektif dalam menjawab kebutuhan akan krisis energi listrik di Indonesia ? C. Maksud dan Tujuan Pengkajian Pengkajian hukum dimaksudkan untuk mendapatkan pemikiran dari teoritisi dan praktisi berkaitan dengan (menginventarisasi) permasalahan (issues) untuk dijadikan bahan awal dalam mendukung pembentukan (peraturan perundang-undangan pusat dan daerah) dan pengembangan hukum Maksud dari pengkajian hukum ini adalah untuk mendapatkan masukan atau pemikiran tentang permasalahan yang timbul seputar penerapan sistem public private partnership dalam proyek pembangunan energi listrik dilihat dari berbagai aspek antara lain aspek hukum, sosial, ekonomi dan politik yang nantinya akan dijadikan bahan awal yang bertujuan untuk membentuk suatu peraturan perundang-undangan yang baru ataupun dalam rangka melakukan pembinaan hukum nasional. Tujuan dilakukannya kegiatan Pengkajian ini, adalah: 1. Untuk mengetahui gambaran dan permasalah serta menginventarisir tentang penerapan sistem public private partnership dalam proyek pembangunan energi listrik? 7 2. Untuk mengetahui bagaimana instrumen hukum maupun kebijakan di Indonesia mempresentasikan dan memproyeksikan sistem public private partnership dalam proyek pembangunan energi listrik 3. Untuk mengetahui bagaimana hukum sudah melindungi kedua belah pihak, baik pihak investor maupun negara dalam penerapan model public private partnership 4. Untuk mengetahui efektivitas pembangunan energi listrik dengan sistem public private partnership dalam menjawab kebutuhan akan krisis energi listrik di Indonesia D. Kerangka Pemikiran Konsep pembangunan infrastruktur dengan skema kerjasama pemerintah dan swasta Infrastruktur memiliki peran yang vital bagi pertumbuhanekonomi nasional. Karena melibatkan kegiatan konstruksi yangmasif, selama masa pembangunannya pun sektor infrastruktur mampu memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto.13 Untuk menyediakan infrastruktur, Pemerintah dapat memilih peran sebagai Spending Agency dengan melakukan pembelanjaan APBN/D, atau Licensing Agency dengan memberikan izin usaha infrastruktur kepada Badan Usaha (bisa juga menugaskan Badan Usaha dengan/tanpa penanaman modal negara). Dalam KPS, pemerintah memainkan peran sebagai Contracting Agency, suatu peran yang melibatkan fungsi yang berbeda, namun dapat turut melibatkan peranan sebagai Spending Agency dan Licensing Agency. 13 Wibowo, A.and Alfen, H.W.2012. Fine-tunning theValue and Cost of Capital of Risky PPP InfrastructureProjects, Engineering, Construction, and Architectural Management (diterima untuk diterbitkan) 8 Tingkat keterlibatan Tingkat keterlibatan swasta tinggi swasta rendah Spending Agency Contracting Agency Licensing Agency Pemerintah selaku Pemerintah Pemerintah klien belanja sebagai mitra selaku penerbit APBN/D Risiko izin Kontrak sebagai dialokasikan Umumnya tidak user/buyer antara Badan melibatkan Dalam infrastruktur Usaha & kewajiban fiskal umumnya belanja Pemerintah maupun aset Dapat keterlibatan Kewajiban fiskal melibatkan fisik/teknis langsung (direct) peran Pendanaan pemerintah penuh dari sebagai swasta licensing agency serta spending agency yang umumnya tertera sebagai kewajiban dalam kontrak Umumnya melibatkan kewajiban fiskal langsung & kontinjen Kebutuhan untuk menemukan cara-cara alternatif dalam mendanai pembangunan infrastruktur mendorong dibuatnya skema pembiayaan kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta. Kerjasama ini dapat menggunakan sistem public private partnership (PPP). PPP dapat didefinisikan sebagai 14 an agreement or contract, between a public entity and a private party, under which : (a) private party undertakes government function for 14 Christopher Bovis, Public-private partnership in the European Union, Routledeg critical studies in public management; 2014, New York, NY 10017. Hal 1 9 specified period of time, (b) the private party receives compensation for performing the function, directly or indirectly, (c) the private party is liable for the risks arising from performing the function and, (d) the public facilities, land or other resources may be transferred or made available to the private party. Sistem atau skema PPP merupakan model yang digunakan dalam membangun proyek infrastruktur di Indonesia. Skema ini terus didorong oleh pemerintah karena dianggap merupakan solusi atas berbagai permasalahan dalam pembangunan infrastruktur. Dalam perjalanannya, sistem ini sudah beberapa kali dipraktekkan, namun ternyata masih ada celah yang perlu diperbaiki. Terdapat banyak terminologi PPP, istilah ini mengemuka tatkala kemampuan fiskal pemerintah dalam penyediaan infrastruktur bagi publik sangat terbatas sementara kebutuhan akan kuantitas dan kualitas infrastruktur yang ada terus meningkat. William J. Parente15 dari USAID Environmental Services Program mendefinisikan PPP sebagai an agreement or contract, between a public entity and a private party, under which : (a) private party undertakes government function for specified period of time, (b) the private party receives compensation for performing the function, directly or indirectly, (c) the private party is liable for the risks arising from performing the function and, (d) the public facilities, land or other resources may be transferred or made available to the private party. Sementara pihak Worldbank mendefinikan PPP sebagai Public private partnership denote a sophisticated interface between public authorities and private sector undertakings, which aims at delivering infrastrukture projects as well as public services. 16 15 Parente, William J, dalam Miharjana, Dodi,Feasibility Analysis and Risks in PPP Projects dalam Workshop : Fundamental Principles and Techniques for Effective Public Private Partnerships in Indonesia , Jakarta, 2006 16 http://ppp.worldbank.org/public-private-partnership/ diunduh pada tanggal 23 Mai 2015, pukul 10.34 WIB 10 Menurut EU institutions, PPP refers to ‘form of cooperation between public authorities and the world of bussines which aim to ensure the funding, contruction , renovation, management or maintenance of an infrastructure or the the provision of a service. The term of PPP is not defined at EU level. PPP denote a contractual format between publicauthorities and private sector undertakings. Such relations aim at delivering infrastructure projects, as well as many other schemes in areas covering transport, public health, education, public safety and waste management and water distribution and have the following characteristics: the relatively long duration of the relationship ; the funding source for the project; the strategic role of the private sector in the sense that it is expected to provide input into different stages of the project such as design, completions, implementation and funding and finally the distribution of risks between the public and private sectors and the expectation that private sector will assume substantial risk. Secara teknis, PPP dapat diartikan sebagai skema kerjasama di mana pemerintah mentransfer risiko yang biasanya pemerintah emban ke pihak swasta dengan janji kompensasi finansial atas risiko yang ditransfer ke swasta. Proyek infrastruktur banyak diintervensi oleh risiko yang kompleks, yang berpotensi berdampak negatif terhadap efektifitas proyek KPS. Oleh karena itu, efektifitas pelaksanaan PPP sangat tergantung kepada alokasi dan manajemen risiko yang baik antara pihak publik (pemerintah) dan investor swasta. Berdasarkan berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa skema atau model PPP merupakan suatu perjanjian kerja sama atau kontrak, antara instansi pemerintah dengan badan usaha/pihak swasta, dimana: a. pihak swasta melaksanakan sebagian fungsi pemerintah selama waktu tertentu b. pihak swasta menerima kompensasi atas pelaksanaan fungsi tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung. c. pihak swasta bertanggungjawab atas resiko yang timbul akibat pelaksanaan fungsi tersebut, dan 11 d. fasilitas pemerintah, lahan atau aset lainnya dapat diserahkan atau digunakan oleh pihak swasta Model PPP memang bukan model yang lahir dan di kembangkan di Indonesia. Karena PPP merupakan skema pembangunan infrastruktur yang pertama kali dipakai di Inggris pada tahun 1990-an. Pertama kali dipakai untuk membangun bandar udara di London. Model atau skema PPP yang di kenal secara internasional dapat di gambarkan dalam bagan sebagai berikut : Principal Vendor Long term suply agreement Tender Syndicate loan Off taker Conssension agreement (Pihak yang akan membeli energi yang akan dihasilkan) Power purchase agreement/ energi sales contract Promotor Share holder agreement investor Kontraktor Operator (Pihak yang membangun) EPC Contract Skema ini terus didorong oleh pemerintah dalam membangun infrastruktur, walaupun dalam perjalanannya skema atau model ini masih ditemukan beberapa hal yang perlu diperbaiki. Beberapa hal yang sering menjadi masalah dalam skema PPP adalah kesenjangan kepentingan. Sektor swasta mendapatkan peran membangun, mengendalikan, dan mengoperasikan proyek-proyek prasarana dibawah pengawasan dan regulasi pemerintah. Pihak swasta di tuntut untuk melakukan pengelolaan yang yang efektif dan menciptakan disiplin kuat dalam memilih dan menyiapkan proyek, konstruksi dan operasinya. Sedangkan pemerintah diharapkan mengambil risiko yang sesuai dengan porsinya seperti menggaransi tidak akan ada nasionalisasi perusahaan, termasuk juga risiko dalam menjamin ketersediaan lahan. 12 Kesenjangan kepentingan menjadi salah satu hal yang mengemuka dalam penerapan sistem PPP. Pada titik inilah pihak pemerintah dan pihak swasta secara bersama-sama dituntut untuk mampu bekerjasama mengatasi tantangan yang muncul akibat adanya perbedaan kepentingan. Pelaksanaan PPP akan semakin baik ketika pemerintah mampu menyediakan iklim kondusif yang mampu mendukung PPP. Situasi yang kondusif untuk PPP antara lain: 1. Peraturan atau regulasi yang mendukung; 2. Kerangka kebijakan yang berpihak pada kedua belah pihak secara seimbang; 3. Prosedur yang jelas, dan terinci; 4. Budaya kompetisi yang sehat; 5. Transparansi dalam setiap transaksi; 6. Tentunya pihak pemerintah harus cukup paham dengan sistem PPP. Untuk menciptakan sebuah hubungan/kerjasama yang sukses maka sangat penting untuk memahami tujuan dan kepentingan dari masingmasing pelaku dalam sistem PPP. Termasuk juga adanya perlindungan dari sisi hukum secara maksimal terhadap penerapan sistem public private partnership (PPP) perlu dikedepankan guna mensukseskan pembangunan. Dengan pemahaman yang sama diharapkan tidak ada kesenjangan kepentingan antara pihak pemerintah maupun pihak swasta, apalagi kesenjangan tersebut sampai berujung pada tidak tuntasnya tujuan pembangunan. Pengkajian ini dimaksudkan untuk menghimpun aspek-aspek hukum Penerapan Sistem Public Private Partnership dalam Proyek Pembangunan Energi Listrik. Mulai dari menginventarisir hal-hal apa sajakah yang merupakan kepentingan pemerintah dan swasta. Untuk selanjutnya memberikan rekomendasi yang dapat dijadikan bahan bagi penyempurnaan kebijakan negara dalam upaya memenuhi kebutuhan energi listrik kepada masyarakat. 13 Pembuatan kebijakan dan peraturan pada dasarnya merupakan intervensi strategis atas suatu kondisi. Untuk itu, perlu dipilih intervensi yang betul-betul cocok dan membawa perubahan saat digulirkan di rimba peraturan. E. Kerangka Konsepsional PPP atau Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS) dapat diterjemahkan sebagai : Sebuah perjanjian kontrak antara swasta dan pemerintah, yang keduanya bergabung bersama dalam sebuah kerjasama untuk menggunakan keahlian dan kemampuan masing-masing untuk meningkatkan pelayanan kepada publik dimana kerjasama tersebut dibentuk untuk menyediakan kualitas pelayanan terbaik dengan biaya yang optimal untuk publik . Dalam Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur Kerjasama Pemerintah Dan Badan Usaha Yang Selanjutnya Disebut sebagai KPBU adalah Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri / Kepala Lembaga / Kepala Daerah/ Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak. Dalam pengkajian ini yang akan dipakai sebagai konsep PPP adalah adanya pola kerjasama atau sebuah kesepakatan kontraktual antara sektor publik dan swasta untuk pembiayaan, pengembangan, operasi atau pengelolaan fasilitas atau layanan umum. Pembiayaan dilakukan oleh badan usaha sehingga tidak berpengaruh langsung terhadap anggaran (APBN/APBD). 14 F. Metode Kerja Tim Pengkajian Dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia R.I. Nomor : PHN-06.LT.02.01 Tahun 2015 tanggal 26 Maret 2015 tentang pembentukan tim Pengkajian Hukum tantang Penerapan Sistem Public Private Partnership dalam Proyek Pembangunan Energi Listrik disebutkan bahwa tim bertugas pertama menginventarisir dan mengidentifikasi permasalahan-permasalahan hukum; kedua mempelajari dan menganalisis; ketiga memberikan rekomendasi, berupa upaya dan langkah yang perlu diambil dalam rangka pembinaan dan pembaharuan hukum menuju terbentuknya suatu Sistem Hukum Nasional yang dicita-citakan. Dalam rangka menyelesaikan tugas tersebut maka langkah-langkah yang dapat dilakukan antara lain; melakukan rapat pertama tim, selain agenda perkenalan anggota tim, juga diagendakan diskusi untuk mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang kemudian ditetapkan menjadi rumusan permasalahan Pengkajian Hukum judul pengkajian hukum yang telah ditetapkan oleh BPHN.Lebih lanjut permasalahan hukum yang telah dipilih tersebut dianalisa atau dikaji atau ditinjau/didekati dari berbagai aspek, baik secara intern (hukum) maupun ekstern (interdisipliner) atau interdepartemental (oleh ketua dan anggota Tim). Setelah disepakati sejumlah permasalahan hukum, maka tahap berikutnya adalah pembagian tugas pengkajian hukum yaitu melakukan analisis atau kajian terhadap permasalahan-permasalahan hukum yang telah ditetapkan. Sedangkan pola analisis yaitu permasalahan hukum yang telah dipilih dianalisis dari sudut intern dan ekstern oleh masing-masing anggota Tim Pengkajian sesuai dengan bidang atau keahlian dan kepakaran dari masing-masing anggota Tim Pengkajian Hukum. Sesuai dengan Surat Keputusan tersebut maka Pengkajian Hukum dilaksanakan mulai dari bulan April sampai dengan Desember 2015. Pengkajian Hukum ini dilakukan dengan metode kerja sebagai berikut : 15 Studi kepustakaan, masing-masing anggota mengumpulkan dan mempelajari bahan literatur yang berkaitan dengan materi yang akan dikaji Anggota Tim menulis kertas kerja (berupa makalah) seusuai dengan topik yang telah ditugaskan, kemudian didiskusikan dalam rapat tim. Jika diperlukan maka Tim Pengkajian dapat mengundang pihak lain (nara sumber) untuk didengar pendapatnya mengenai masalah yang masih perlu diketahui kejelasannya. G. Teknik Pengumpulan Data 1. Studi Literatur Pengkajian ini dimulai dengan melakukan tinjauan literatur dari sejumlah laporan studi terdahulu, peraturan perundang-undangan di bidang ketenagalistrikan maupun kerjasama pemerintah dengan swasta, dokumen kebijakan, serta sumber sumber tertulis lain seperti bukubuku dan jurnal, yang terkait dengan penerapan sistem PPP dalam proyek pembangunan energi listrik. 2. Wawancara Mendalam Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali informasi dari para nara sumber untuk menjawab pertanyaan penelitian. Tim berupaya memperoleh informasi seputar investasi di bidang infrastruktur, khususnya yang menggunakan sistem PPP. 3. Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion) Pengumpulan data juga dilakukan dengan melakukan diskusi kelompok terfokus atau focus group discussion (FGD. Sudah dilaksanakan pada tanggal 10 Juni 2015, bertempat di ruang rapat Kepala BPHN. Kegiatan FGD menghadirkan 3 (tiga) orang Narasumber yang ahli dan kompeten di bidang PPP , sebagai berikut: 16 1. Dr. Emil Dardak ( Executive Vice President mewakili Ibu Sinthya Roesly Dirut PT. IIGF( Indonesia Infrastructure Guarantee Fund Project ) 2. Bapak Darwin Trisna Djajawinata (mewakili Ibu Ema Martini yang merupakan Dirut PT . SMI) 3. Bp. Dendy Apriadi (mewakili Direktur Perencanaan Infrastruktur BKPM ) H. Sistematika Pengkajian Bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang pemilihan model atau skema PPP dalam pembangunan infrastruktur pada umumnya, pokok permasalahan yang akan dibahas,tujuan serta manfaat dari kegiatan pengkajian ini, kerangka pemikiran metode kerja tim pengkajian dan personalia anggota tim. Bab II Kebijakan pembangunan infrastruktur di bidang ketenagalistrikan, Pengaturan dan Kelembagaan PPP Bab III Merupakan bagian analisis permasalahan yang dibagi dalam dua bagian, pertama umum : pengadaan tanah, perizinan, koordinasi vertikal dan horizontal , hubungan dengan masyarakat dan jaminan serta perlindungan investasi. Dan bagian kedua merupakan analisis yang berdasarkan kasus PLTU Batang , PLTA Micro Hydro Aceh Bab IV Penutup, berisi Kesimpulan dan Rekomendasi 17 I. Jangka Waktu Pelaksanaan Kegiatan Pengkajian ini akan dilaksanakan dari bulan Maret sampai dengan bulan Desember 2015. J. Personalia Tim Pengkajian Tim Pengkajian Hukum tentang Perlindungan Masyarakat Adat di Daerah Perbatasan dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor PHN-06.LT.02.01 tahun 2015, dengan susunan personalia tim sebagai berikut: Ketua : Prof. Dr. I.B.R. Supancana, S.H.,M.H. Sekretaris : Tyas Dian Anggraeni, S.H.,M.H. Anggota : 1. Dra. Evi Djuniarti 2. Ismail, SH 3. Henry Donal, SH. MH 4. Syprianus Aristeus, SH. MH 5. Drs. Tri Handoko, ( Kementerian ESDM) 6. Harry Hartoyo (Sekjen MKI ) Staf Sekretariat : Iis Trisnawati, SH Narasumber : PT PLN 18 BAB II KEBIJAKAN , PENGATURAN DAN KELEMBAGAAN PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) DALAM PROYEK PEMBANGUNAN ENERGI LISTRIK A. KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI BIDANG KETENAGALISTRIKAN - PROGRAM PEMERINTAH 35.000 MW UNTUK INDONESIA “target 35.000 MW bukanlah target yang ringan, tapi harus dicapai dengan kerja keras. Listrik yang cukup adalah kunci bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.” (Presiden Joko Widodo, 7 April 2015) Pemadaman listrik yang dialami hampir setiap daerah saat ini disebabkan kekurangan pasokan listrik. Nila hal ini tidak mendapat perhatian khusus dan upaya terobosan luar biasa,k maka krisis listrik bisa terjadi dalam 3-4 tahun kedepan. Kondisi ini bukan hanya kurang mndukung aktivitas masyarakat, tetapi juga dapat menurunkan daya saing industri dan menghambat pertumbuhan ekonomi nasional. Cadangan listrik yang terbatas adalah cermin dari ketidakmampuan pasokan dalam mengimbangi pertumbuhan kebutuhan. Penyebabnya adalah tertinggalnya pembangunan pembangkit sebesar 6,5% dibanding pertumbuhan permintaan listrik sebesar 8,5% dalam lima tahun terakhir. Ketertinggalan itu akibat terkendala berbagai permasalahan, seperti pembebasan lahan, regulasi, dan perizinan, pendanaan, hingga negosiasi harga jual listrik antara pihak swasta dengan PLN. Saat ini total kapasitas terpasang nasional sebesar 50.000MW yang dibangun PLN berdiri. Dengan memperhitungkan proyeksi pertumbuhan 19 ekonomi 6-7% setahun, dalam lima tahun ke depan dibutuhkan tambahan kapasitas listrik sebesar 35.000 MW atau 7.000 MW per tahun. Oleh karena itu, pemerintah tidak memiliki pilihan lain kecuali harus menambah kapasitas listrik sebesar 35.000 MW. Program kelistrikan ini menjadi program strategis nasional yang dikukuhkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Program 35.000 MW membutuhkan dana investasi yang sangat besar : di atas Rp. 1.100 triliun. Untuk tetap menjaga kemampuan finansial, PLN akan membangun pembangkit sebesar 10.000 MW. Adapun sisanya, 25.000 MW, akan ditawarkan ke pihak swasta atau independent power producer/IPP. Untuk merealisasikan program itu, sejumlah peraturan telah diterbitkan dan diberlakukan. Peraturan termaksud anatar lain : UU 2/2012 (tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum), Perpres 30/2015 (tentang perubahan atas Perpres 71/2012 tentang penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan umum), Permen ESDM 3/2015 (tentang prosedur pembelian tenaga listrik), serta Kepmen ESDM 74/21/MEM/2015 (tentang pengesahan rencana usaha penyediaan tenaga listrik 2015-2024). Mengingat sedemikian strategisnya program 35.000 MW, dukungan penuh dari segenap pemangku kepentingan sangat dibutuhkan. 20 Tabel Proyeksi Kebutuhan Listrik Tahun Pertumbuhan Ekonomi Bebas Puncak 2015 6.1% 36.787 MW 2019 7.1% 50.531 MW 2024 7.0& 74.536 MW Penduduk Indonesia Pelanggan PLN Perumbuhan Ekonomi 2015 = 257,9 Juta 2015 = 60,3 Juta 6,1% - 7,1 % 2024 = 284,8 Juta 2024 = 78,4 Juta Tambahan Kapasitas Rasio Elektrifikasi Perumbuhan Kebutuhan Listrik 2015-2024 2015 = 84% 2015 – 219,1 TWH 70.400 MW 2024 = 99,4% 2024 = (tumbuh 464,2 TWH 8,7% pertahun) Sumber : data RUPTL PLN tahun 2015 Berdasarkan paparan data tersebut dapat dipastikan bahwa kebutuhan akan energi listrik akan selalu meningkat setiap tahunnya. Tentunya pemerintah tidak cukup hanya mengandalkan pembangkit listrik yang sudah ada. Selain ketersediaannya yang masih kurang, pembangkit listrik yang ada pun sudah banyak yang dalam kondisi “tua”.1 Hal lain yang perlu mendapatkan perhatian adalah rencana atau program pemerintah dalam pengelolaan energi. Dalam Outlook Energi BPPT 2014 disebutkan bahwa konsumsi BBM terbesar adalah dari sektor transportasi. Rencana pemerintah dalam pembangunan mass rapid transport (MRT), KRL super cepat, dan dorongan 1 www.pln.co.id/dataweb/RUPTL/RUPTL%20PLN%202015-2024.pdf di akses pada tanggal 12 Agustus 2015 pukul 13.00 WIB 21 untuk beralih dari kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan berbahan bakar listrik atau hibrid, perlu disikapi serius dari operator penyedia listrik, karena kesemua sistem transportasi tersebut membutuhkan energi listrik dengan daya yang cukup besar. Sebagai contoh, untuk mengisi (charging ) baterai mobil listrik dengan teknologi fast charging akan membutuhkan daya +/- 5250 watt dengan waktu pengisian selama 4 jam, dan daya sebesar 42000 watt untuk pengisisan selama ½ jam. Jika terdapat 100 mobil yang di-charging dalam waktu bersamaan maka akan diperlukan daya 4,2MW. Pemakaian daya sebesar itu akan sangat mempengaruhi kestabilan jaringan listrik, ketika beban berkapasitas besar masuk kesebuah jaringan secara tiba-tiba maka tegangan dan frekuensi jaringan kelistrikakan akan turun, apalagi jika waktu pengisian baterai mobil listrik dilakukan saat beban puncak bisa mengakibatkan jaringan collapse sehingga terjadi blackout . 2 Pemerintah sangat menyadari bahwa pemenuhan kebutuhan energi listrik harus segera dicarikan solusinya. Kebutuhan mendesak saat ini adalah menyelesaikan segera 7.000 MW yang sudah dalam proses konstruksi serta membangun 35.000 MW (10.000 MW oleh PLN dan 25.000 MW oleh swasta) dengan tepat waktu dan sesuai prinsip Good Governance. Sebagai tindak lanjut, pemerintah bersama PLN telah mempersiapkan beberapa strategi. 2 Buku Outlook Energi Indonesia 2014, Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. 22 STRATEGI IMPLEMENTASI No. ISU Strategi 1. Lahan Mempercepat ketersediaanya dengan menerapkan UU 2/2012 (tentang pembebasan tanah) 2. Negosiasi Harga Menyediakan prosesnya dengan menetapkan harga patokan tertinggi untuk swasta dan excess power 3. Pengadaan Mempercepat proses dengan mengacu pada Permen ESDM 3/2012 dengan alternatif penunjukan langsung atau pemilihan langsung untuk energi baru terbarukan (EBT), mulut tambang, gas marjinal, ekspansi, dan excess power ( syarat dan ketentuan berlaku) 4. Perizinan Mempercepat dan menyederhanakan prosesnya melalui pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) 5. Pengembang dan Memastikan kinerjanya andal-terpercaya kontraktor (qualified) melalui penerapan uji-tuntas (due diligence) 6. Manajemen Proyek Mengendalikan proyek melalui project management office (PMO) 7. Koordinasi Lintas Memperkuat dengan para pemangku Sektor kepentingan terkait. *mengacu pada Permen ESDM 3/105 23 PENGADAAN PENGEMBANG LISTRIK SWASTA (IPP) : MUDAH, CEPAT, AKUNTABEL PLTA PLTG Gas Marjinal Excess Power Penunjukan langsung Kondisi Sistem Krisis Pemasukan proposal oleh calon pengembang IPP Dibangun dilokasi yang sama Uji Tuntas Oleh Procurement Agent Ekspansi Evaluasi Harga Dibangun disistem yang sama Terdaftar dalam RUPTL 20152024? Tanda Tangan Kontrak 1 peminat PLTUMulut Tambang Lebih dari 1 peminat Diversifikasi Energi Pemilihan Langsung Pelelangan Umum Pemasukan dokumen lelang oleh para calon pengembang IPP Bukan Ragam Pilihan *evaluasi paruh waktu, setelah program berjalan > 2 tahun **evaluasi keuangan dan tekhnik 24 *proses pengadaan IPP dilaksanakan oleh panitia pengadaan PLN atau Procurement Agent. *Bagan diadaptasi dari Permen No. 03/2015 Ekspansi dan penambahan pembangkit sudah dilakukan sesuai kebijakan pemerintah, selain itu, pengadaannya dipermudah dan transparan, sinergikoordinasi dikedepankan, serta memanfaatkan bahan bakar batubara dan bahan bakar gas secara lebih efektif. Menerapkan inovasi tkhnologi pembangkit yang mendukung percepatan, seperti : pembangkit listrik bergerak (mobile power plant) berbahan bakar gas serta pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di remote area. 25 DAFTAR PENGADAAN PEMBANGKIT 35.000N MW BERDASARKAN RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK 2015 – 2024 (Kepmen 0074.K/21/MEM/2015) Pengembang Listrik Swasta 25.904 MW Proyek Pengadaanya Sudah Berlangsung No. 1. Jenis PLTU Lokasi Jawa- Kapasitas Metode (MW) Pengadaan 1x1000 Penunjukan 1(exp.Cirebon)/Jawa Langsung Barat 2. PLTA Hasang(FTP2)/Sumatera 40 Utara 3. PLTA Penunjukan Langsung Malea/Sulawesi Selatan 90 Penunjukan Langsung 4. PLTU Jeneponto-2 2x112,5 (Exp.Jeneponto) Penunjukan Langsung /Sulawesi Selatan 5. PLTB Samas / DIY 50 Penunjukan Langsung 6. PLTA Meurebo / Aceh 56 Penunjukan Langsung 7. PLTA Merangin / Jambi 350 Penunjukan Langsung 8. PLTU Sumsel 6 2x300 (Exp.Sp Belimbing 9. PLTA Karangkates Penunjukan Langsung & 137 Kesamben / Jawa Timur Penunjukan Langsung 26 10. PLTU Jawa-5 (FTP2) / Banten 2x1.000 Pemilihan Langsung 11. PLTU Kalbar-1 / 2x100 Pelelangan 2x50 Pelelangan 2x600 Pelelangan 1x600 Pelelangan 2x150 Pelelangan Kalimantan Bbarat 12. PLTU Kendari 3 / Sulawesi Tenggara 13. PLTU Sumsel-9 / Sumatera Selatan 14. PLTU Sumsel-10 / Sumatera selatan 15. PLTU Sumbagsel-1 MT / Sumatera selatan 16. PLTU Meulaboh 3&4 / Aceh 2x200 Pelelangan 17. PLTU Bengkulu / Bengkulu 2x100 Pelelangan 18. PLTU Sulbagut-1 / Sulut / 2x50 Pelelangan 2x300 Pelelangan 100 Pelelangan 2x1.000 Pelelangan Gorontalo 19. PLTU Sumsel-1 MT / Sumatera Selatan 20. PLTG Bangka Peaker / Bangka Belitung 21. PLTU Jawa-7 / Banten *Sudah melewati masa pendaftaran 27 Proyek Pengadaanya Akan Dibuka (Penunjukan Langsung) No. 1. 2. Jenis PLTG/U PLTU Lokasi Senipah Exp. (ST) / Kapasitas Metode (MW) Pengadaan 1x35 Penunjukan Kalimantan Timur Langsung Kaltim Penunjukan 4 (Exp.-2 2x100 Embalut) Langsung / Kalimantan Timur 3. PLTU Jawa-4 (Exp. Tj.Jati B)/ 2x1000 Jawa tengah 4. PLTU Langsung Sulbagut3(Exp.Molotabu) Penunjukan 2x50 / Penunjukan Langsung Gorontalo 5. PLTA Wai Tina/Maluku 12 Penunjukan Langsung 6. PLTA Sidikalang-1/Sumatera 15 Utara 7. PLTA Tabulahan/ sulawesi Langsung 20 Barat 8. PLTA Masupu / sulawesi 10. 11. PLTA PLTU PLTU Salu uro/ sulawesi 36 PLTA Penunjukan Langsung 95 Penunjukan Selatan Langsung Sumsel-7 (exp. Sumsel-5) 1x300 Penunjukan / sulawesi selatan Langsung Jawa-8 (exp. Cilacap)/ 1x1000 Jawa tengah 12. Penunjukan Langsung Barat 9. Penunjukan Kalaena-1 / sulawesi Selatan Penunjukan Langsung 54 Penunjukan Langsung 28 13. PLTA Paleleng / sulawesi 40 Selatan 14. 15. 16. PLTA Langsung Poso 1 / sulawesi PLTU PLTA Penunjukan 120 Penunjukan Tengah Langsung Jawa-9 (exp.banten) / 1x600 Penunjukan banten Langsung Air putih / sumatera 21 barat Penunjukan Langsung Proyek Yang Pengadaannya Akan Dibuka (Pelelangan) No. JENIS Lokasi Kapasitas (MW) Metode Pengadaan 1. PLTU Muko muko / 2x7 Pelelangan 2x600 Pelelangan Bengkulu 2. PLTU Jambi / jambi 3. PLTMG Luwuk / 40 Pelelangan sulawesi Tengah 4. PLTGU Riau / riau 250 Pelelangan 5. PLTGU Jawa-1 / jawa 2x800 Pelelangan Barat 6. PLTU Sinabang / aceh 2x7 Pelelangan 7. PLTG/MG Pontianak 100 Pelelangan Sumut/ belawan 250 Pelelangan peaker/ kalimantan barat 8. PLTGU/MGU / Sumatera utara 9. PLTGU/MGU Sulbagut 3 / 200 Pelelangan 29 Sulawesi utara 10. PLTGU/MGU Sulsesl / 150 Pelelangan 200 Pelelangan Peaker jawa / 400 Pelelangan sulawesi Selatan 11. PLTGU/MGU Kalselteng / Kalimantan selatan / tengah 12. PLTGU/MGU bali-1 / jawa barat 13. PLTGU/MGU Peaker jawa / 500 bali-2 / Pelelangan jawa timur 14. PLTGU/MGU Peaker jawa / 500 Pelelangan bali-3 / banten 15. PLTGU/MGU Peaker jawa / 450 bali-4/ Pelelangan jawa barat 16. PLTG/MG Jambi peaker / 100 Pelelangan 1x800 Pelelangan 250 Pelelangan 250 Pelelangan 250 Pelelangan 2x50 Pelelangan Jambi 17. PLTGU Jawa-3 / jawa Timur 18. PLTGU/MGU Sumbagut-1/ sumatera utara 19. PLTGU/MGU Sumbagut-3/ sumatera utara 20. PLTGU/MGU Sumbagut-4/ Aceh 21. PLTU Sulut-3/ 30 sulawesi Utara 22. PLTGU/MGU TB.Karimun/ 40 Pelelangan riau 23. PLTGU/MGU Natuna-2 / riau 25 Pelelangan 24. PLTMG Tanjung pinang- 30 Pelelangan 2/ Riau 25. PLTMG Dabo singkep-1/ 16 Pelelangan Riau 26. PLTMG Bengkalis / riau 18 Pelelangan 27. PLTMG Selat panjang-1 / 15 Pelelangan riau 28. PLTMG Tanjung batu / 15 Pelelangan riau 29. PLTG/MG Belitung / 30 Pelelangan 1x660 Pelelangan 2x600 Pelelangan Bangka-1 /Kep. 2x100 Pelelangan kep.Bangka belitung 30. PLTU Jawa-10 / jawa Tengah 31. PLTU Riau kemitraan / Riau 32. PLTU Bangka belitung 33. PLTU Kalselteng-3/ 2x100 Pelelangan 2x200 Pelelangan 25 Pelelangan kalimantan tengah 34. PLTU Kalbar-2/ kalimantan barat 35. PLTG/MG Natuna-3 / riau 31 36. PLTMG Dabosingkep-2 / 16 Pelelangan riau 37. PLTU Kaltim-3 / 2x200 Pelelangan kalimantan timur PT. PLN (PERSERO) 10.681 MW Proyek Yang Pengadaanya Sudah Berlangsung No. Proyek Pembangkit 1. PLTU/Lontar ekspansi 2. PLTG/MG Lokasi Banten Gorontalo gorontalo Kapasitas Metode (MW) Pengadaan 1x315 Pelelangan 10 Pelelangan Peaker 3. PLTA/Upper Cisokan PS Jabar 1.040 Pelelangan 4. PLTMG Karimun Jawa Jateng 4 Pelelangan 5. PLTGU Grati Peaker Jatim 450 Pelelangan 6. PLTGU Lombok Peaker NTB 150 Pelelangan 7. PLTA Asahan III Sumut 2x87 Pelelangan 8. PLTD Tersebar untuk Tersebar 68 Pelelangan daerah Perbatasan dan P. Terluar 32 Proyek Yang Pengadaannya Akan Dibuka (Pelelangan) No. Proyek Pembangkit Lokasi Kapasitas Metode (MW) Pengadaan 1. PLTP Hululais Bengkulu 55 Pelelangan 2. PLTU Indramayu Jabar 1000 Pelelangan 3. PLTGU Muara karang Jakarta 500 Pelelangan 4. PLTGU Jawa-2 / Jakarta 800 Pelelangan Jatim 150 Pelelangan Jawa barat 650 Pelelangan Tj.priok) 5. PLTGU Grati add on blok 2 6. PLTGU Muara Tawar add on unit 2,3,4 7. PLTU Kalselteng 2 Kalteng 2x100 Pelelangan 8. PLTG/PLTMG Lampung 200 Pelelangan Lampung Peaker 9. PLTP Tulehu Maluku 20 Pelelangan 10. PLTU Lombok (FTP 2) NTB 2x50 Pelelangan 11. PLTU Lombok 2 NTB 50 Pelelangan 12. PLTU Timor 1 NTT 2x25 Pelelangan 13. PLTP Mataloko NTT 20 Pelelangan 14. PLTP Ulumbu 5 NTT 5 Pelelangan 15. PLTG/PLTMG Riau Riau 200 Pelelangan Peaker 16. PLTU Sulses barru 2 Sulsel 1x100 Pelelangan 17. PLTGU Makasar Peaker Sulsel 450 Pelelangan 18. PLTGU Sulses Peaker Sulsel 450 Pelelangan 19. PLTU Sulsel 2 Sulsel 200 Pelelangan 20. PLTU Palu 3 Sulteng 2x50 Pelelangan 21. PLTU Bau-Bau Sultra 2x25 Pelelangan 22. PLTU Sulut 1 Sulut 2x25 Pelelangan 33 23. PLTG/PLTMG Mobile Tersebar 1,565 Pelelangan Power Plant Tersebar 24. PLTMG Tersebar Tersebar 665 Pelelangan 25. PLTGU/MGU Tersebar Tersebar 450 Pelelangan 26. PLTG/MG Tersebar Tersebar 250 Pelelangan 27. PLTM Tersebar Tersebar 50 Pelelangan CATATAN : Tabel ini mencakup rincian proyek pembangkit yang dilelangkan, namun bukan merupakan pengumuman lelang Pengumuman lelang akan diumumkan secara terpisah di media massa sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oelh PLN dan dapat diakses melalui laman www.pln.co.id KEBUTUHAN PENDANAAN (Triliun Rupiah) 2015-2019 Rincian PLN Swasta Total Pembangkitan 199 615 814 - 313 615 1.127 Transmisi dan 313 Gardu Induk Total 512 34 Dengan rahmat Tuhan YME dan Juga dukungan segenap pemangku kepentingan, pada 2015 ini PLN akan menandatangani kontrak pembangunan pembangkit sebesar 10.000 MW sebagai tahap I dari total keseluruhan 35.000 MW. Keinginan pemerintah untuk segera mencarikan solusi atas pemenuhan energi listrik di Indonesia disertai dengan kesadaran bahwa pemerintah dalam hal ini PLN tidak mempunyai kemampuan pendanaan yang cukup. Pilihan model atau skema PPP, merupakan salah satu pilihan yang banyak dipilih oleh Negaranegara maju dalam pemenuhan kebutuhan infrastruktur di Negaranya. Mengapa model ini banyak dipilih oleh Negara-negara maju ? Melalui kajian ini, tim berharap menemukan jawaban apakah model ini lebih efektif dan tepat guna dalam pemenuhan kebutuhan energi listrik. 35 B. KERANGKA PERATURAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DENGAN SKEMA PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) Pemerintah mengalami keterbatasan finansial untuk pendanaan di sektor ketenagalistrikan sehingga peran swasta masih sangat diharapkan, oleh karena itu maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2006 sebagai perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989, dimungkinkan pembelian tenaga listrik bagi PKUK dan PIUKU dari koperasi, BUMD, swasta, swadaya masyarakat, dan perorangan setelah mendapat persetujuan Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya. Saat ini pemerintah Indonesia telah merancang paket-paket peraturan perundang-undangan untuk mempercepat penyediaan infrastruktur di Indonesia yang terbagi dalam : a. Peraturan terkait skema pembiayaan infrastruktur melalui KPS 1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur Jo PERPRES 13 Tahun 2010 Jo PERPRES 56 Tahun 2011 Jo PERPRES 66 tahun 2013. Perpres No. 67 Tahun 2005 dan perubahannya yang mengklasifikasi proyek dalam delapan jenis infrastruktur yaitu transportasi, jalan, pengairan, air minum, air limbah, telekomunikasi, ketenagalistrikan, minyak dan gas bumi. Untuk proyek bernuansa KPS yang tidak masuk dalam sektor infrastruktur dikelompokkan lain-lain. 2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 tentang kerjasama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Mengatur tentang bentuk kerjasama KPBU dapat merupakan gabungan 2 atau lebih jenis infrastruktur 36 Penanggung jawab proyek kerjasama (PJPK) Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala daerah bertindak selaku PJPK, dan memiliki kewenangan untuk menandatangani nota kesepahaman mengenai PJPK. Yang memuat : Kesepakatan pihak yang menjadi koordinator PJPK 1. Kesepakatan mengenai pembagian tugas dan anggaran dalam rangka penyiapan, transaksi, dan manajemen KPBU 2. Jangka waktu pelaksanaan KPBU PENGADAAN TANAH 1. Pendanaan pengadaan tanah untuk KPBU bersumber dari APBN dan APBD 2. Apabila PJPK adalah BUMN dan BUMD pendanaan pengadaan tanah bersumber dari anggaran BUMN dan BUMD 3. Apabila KPBU layak secara finansial, Badan Usaha Pelaksana dapat membayar kembali sebagian atau seluruh biaya pengadaan tanah Peraturan presiden ini menjadi regulasi baru bagi pelaksanaan proyek kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU) di bidang infrastruktur. Kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) adalah suatu kerja sama antara pemerintah dan badan usaha dalam hal penyediaan infrastruktur di mana badan usaha (BUMN/BUMD/PT swasta/badan hukum asing/koperasi) berperan memberikan sumber dayanya baik secara finansial maupun nonfinansial dan pemerintah (menteri/kepala lembaga/kepala daerah atau BUMN/BUMD) menetapkan spesifikasi dari pembangunan infrastruktur terkait (pasal 1 angka 6-7 Perpres No. 38 Tahun 2015). ketersediaan berkesinambungan infrastruktur merupakan yang kebutuhan memadai mendesak, dan untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka 37 meningkatkan perekonomian nasional, menyejahterakan masyarakat, dan meningkatkan daya saing Indonesia dalam persaingan global. Guna mendorong dan meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur dan layanan sosial, diperlukan pengaturan guna melindungi dan menjaga kepentingan konsumen, masyarakat, dan badan usaha secara berkeadilan. Kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU) pasca Perpres No. 38 Tahun 2015 menarik. Pertama, Perpres No. 38 Tahun 2015 mengatur lebih banyak jenis infrastruktur dibandingkan peraturan yang mengatur sebelumnya yaitu Peraturan presiden Nomor 67 Tahun 2005. Jenis infrastruktur baru di Perpres No. 38 Tahun 2015 antara lain infrastruktur konservasi energi, fasilitas perkotaan, fasilitas pendidikan, fasilitas sarana dan prasarana olahraga serta kesenian, kawasan, pariwisata, kesehatan, lembaga pemasyarakatan, dan perumahan rakyat. Jenis infrastruktur yang disebut kembali atau lingkupnya diperluas di Perpres No. 38 Tahun 2015 antara lain infrastruktur transportasi, jalan, air minum, sistem pengelolaan air limbah terpusat, sistem pengelolaan air limbah setempat, sistem pengelolaan persampahan, ketenagalistrikan, serta infrastruktur sumber daya air dan irigasi, infrastruktur telekomunikasi dan informatika, dan juga infrastruktur minyak, gas bumi, dan energi terbarukan b. Peraturan untuk percepatan penyediaan lahan untuk kepentingan umum. Dipayungi oleh Undang-Undang No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang memastikan terselesaikannya pembebasan lahan dalam jangka waktu maksimum 583 hari 38 c. Revisi dan perbaikan peraturan infrastruktur secara sektoral untuk mendukung Peraturan Presiden terkait KPS; 1. PERMEN PPN / KEA BAPPENAS NO 3 TAHUN 2012 ( PANDUAN UMUM KPS) d. Pembentukan institusi baru untuk mendukung penyediaan infrastruktur seperti KPPIP, PT. PII sebagai BUMN penjamin risiko KPS, dan PT. SMI dan PT. IIF sebagai BUMN pendukung pembiayaan KPS; 1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2014 Tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas Aturan ini menggantikan Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2011 . Perpres ini sekaligus menjadi dasar hukum pembentukan Komite Untuk Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas. Komite ini diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan beranggotakan Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dalam melaksanakan tugasnya, KPPIP melibatkan kementerian, lembaga, pemerintah daerah, badan usaha, dan pihak lainnya yang lingkup tugas dan fungsinya berkaitan dengan upaya percepatan penyediaan infrastruktur prioritas. Selain itu, KPPIP juga dapat merekrut tenaga ahli perseorangan, institusi dan/atau badan usaha dan membentuk panel konsultan. 2. PP No 66 tahun 2007 jo PP No 75 tahun 2008 tentang pembentukan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) 39 e. Beragam dukungan seperti jaminan ( Government Guarantee ) dan lain sebagainya. 1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2010 tentang penjaminan infrastruktur dalam proyek kerja sama pemerintah dengan badan usaha yang dilakukan melalui badan usaha penjaminan infrastruktur. C. KELEMBAGAAN PEMBANGUNANA INFRASTRUKTUR DENGAN SKEMA PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) DI INDONESIA Dalam rangka mempercepat pembangunan di bidang ketenagalistrikan pada tahun 2006, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2006, dibentuklah Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik, yang diketuai Menko Perekonomian, dengan anggota Menteri Keuangan, Menteri Negara BUMN, Menteri ESDM dan Ketua Bapenas. Sehari-hari, kerja tim ini dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) Departemen ESDM. Sedangkan untuk skema atau model PPP, lembaga yang bertanggung jawab atas koordinasi dalam pelaksanaan program PPP Indonesia adalah kementerian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Untuk lembaga pelaksana PPP di sektor infrastruktur yang berbeda wajib bekerja sama dengan Bappenas untuk memutuskan proyek mana yang harus diproduksi sebagai PPP. Kemudian Kementerian Keuangan membuat rekomendasi tentang dukungan fiskal untuk proyek-proyek infrastruktur Indonesia yang 40 secara ketat dibatasi. Dengan demikian, koordinasi sangat penting untuk pembangunan infrastruktur menjadi efektif. 3 Pemerintah menyadari kebutuhan untuk menciptakan kerangka koordinasi yang efektif dengan kepemimpinan politik yang kuat untuk memperkuat program infrastruktur secara umum dan PPP pada khususnya. Atas inisiatif BAPPENAS, kementerian keuangan dan kementerian koordinasi urusan ekonomi, KPPIP (komite untuk Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas) telah dikembangkan dan dirancang untuk menjadi lembaga yang terpercaya. Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) yang dibentuk pada tahun 2005. Pemerintah membentuk Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) yang memiliki tugas untuk merumuskan strategi dan koordinasi pelaksanaan percepatan penyediaan infrastruktur. Peran KKPPI dirasa masih belum optimal karena beban koordinasinya yang tidak dilengkapi dengan kewenangannya. mempercepat Pada akhirnya penyelesaian dirasa perlu untuk melakukan pembangunan infrastruktur melalui pengambilan keputusan yang cepat dan memberikan solusi atas akar permasalahan yang ada. Karena dalam revitalisasi ini, diperlukan fungsi koordinasi dalam penyusunan rencana percepatan dan standar kriteria untuk prioritasi dan penyiapan proyek infrastruktur serta pengembangan skema pendanaan dengan model PPP atau KPS. Maka dilakukan revitalisasi KKPPI dengan membentuk Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) yang telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2014. KPPIP bertanggung jawab langsung kepada Presiden. KPPIP terdiri atas, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku ketua, dengan 3 Republic of Indonesia Ministry of National Development Planning / National Development Planning Agency, Public Private Partnerships – Infrastructure project plan in indonesia 2015, Jakarta 2015 41 beranggotakan Menteri Keuangan; Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; dan Kepala Badan Pertanahan Nasional. KPPIP juga dilengkapi dengan tim pelaksana harian yang terdiri atas beberapa orang eselon I dari berbagai kementerian dan mempunyai tugas membuat keputusan yang dilakukan secara kolektif. Tim ini diketuai : Deputi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah – Kemenko Perekonomian, Wakil Ketua : Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Sekretaris : Staf Ahli Bidang Pembangunan Daerah - Kemenko Perekonomian Wakil Sekretaris : Kepala Biro Hukum, Persidangan dan Hubungan Masyarakat Kemenko Bidang Perekonomian, Anggota : Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko Bidang Kemaritiman, Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan Lingkungan Hidup - Kemenko Bidang Perekonomian, Direktur Jenderal Anggaran – Kementerian Keuangan, Pengelolaan dan Kementerian Keuangan, Prasarana Bappenas, - Direktur Pembiayaan Deputi Jenderal Resiko Sarana Direktur – dan Jenderal Pengadaan Tanah - Kementerian Agraria dan Tata Ruang, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Sekretaris Kementerian – Kementerian Direktorat Badan Jenderal Usaha Sumber Milik Daya Negara, Ilmu 42 Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Direktorat PembangunanDaerah Jenderal - Kementerian Bina Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah - Kementerian Dalam Negeri. Dalam Perpres ini diatur juga tugas KPPIP : a. menetapkan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas; b. memantau dan mengendalikan pelaksanaan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas; c. memfasilitasi peningkatan kelembagaan terkait kapasitas aparatur dan dengan Penyediaan Infrastruktur Prioritas; d. menetapkan standar kualitas Prastudi Kelayakan dan tata cara evaluasinya; e. memfasilitasi penyiapan Infrastruktur Prioritas; dan f. melakukan penyelesaian terhadap permasalahan yang timbul dari pelaksanaan Penyediaan Infrastruktur Prioritas. Komisi ini melaksanakan penyiapan infrastruktur prioritas yang meliputi: a. penetapan Infrastruktur Prioritas; b. penetapan rencana aksi Penyediaan Infrastuktur Prioritas; c. pengalokasian dana penyiapan Infrastruktur Prioritas; d. penyiapan Prastudi Kelayakan; e. penetapan sumber pendanaan dan skema pembiayaan; f. pengadaan tanah Infrastruktur Prioritas; dan g. perizinan Infrastruktur Prioritas. 43 Berdasarkan Perpres tersebut sudah menegaskan bahwa KPPIP memiliki fungsi-fungsi koordinasi, prioritasi, monitoring, evaluasi, dan sosialisasi program bagi penyediaan infrastruktur prioritas di Indonesia. Namun fungsi-fungsi penyiapan proyek, implementasi proyek, dukungan fiskal dan lainnya akan tetap dijalankan oleh Kementerian dan Lembaga (K//L) atau instansi terkait. KPPIP diposisikan sebagai kantor manajemen proyek untuk proyek-proyek prioritas. KPPIP memiliki peran penting dalam pengembangan proyek-proyek prioritas dan pelaksanaan, mulai dari proyek pilihan hingga terobosan. KPPIP juga memiliki peran sentral dalam mengkoordinasikan para pemangku kepentingan terkait dalam pelaksanaan proyek-proyek pengembangan, pemantauan prioritas melalui fasilitasi serta memberikan insentif dan disinsentif skema untuk mempercepat realisasi proyek. 44 BAB III ANALISIS PERMASALAHAN A. UMUM Analisis terhadap permasalahan dalam pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan di Indonesia dengan menggunakan skema atau model PPP, hampir sama dengan investasi pada umumnya seperti : Jaminan secara umum pelaksanaan dari sisi investasi ; Pengadaan tanah; Perizinan; Koordinasi vertikal horizontal; Hubungan dengan masyarakat; Jaminan & perlindungan investasi non komersial. Pada Bab III ini akan diuraikan hasil analisis berdasarkan setiap permasalahan. 1. PENGADAAN TANAH Masalah pengadaan tanah masih menjadi kendala utama dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia. Ketakutan bahwa bisa mendapatkan akses tanahnya, atau sudah punya aksesnya tetapi harga sudah terlalu tinggi, sehingga sudah tidak sesuai dengan apa yang sudah direncanakan sebelumnya. Masalah pengadaan tanah juga menjadi salah satu kendala utama dalam industri tenaga listrik. Permasalahan yang ada tidak hanya terjadi di sektor hulu atau pembangkit listrik. Pembangunan infrastruktur transmisi dan distribusi juga mengalami kendala, khususnya kesulitan mendapatkan lahan untuk tapak tower, harga tanah yang mahal serta reaksi dari masyarakat yang tidak mau rumahnya dilalui jalur transmisi. Didalam Undang-Undang Pokok Agraria selain menjamin hakhak warga negara atas tanah, juga menyatakan bahwa tanah berfungsi 45 sosial. Hal ini membawa konsekuensi bahwa pemegang hak atas tanah tidaklah dibenarkan menggunakan atau tidak menggunakan tanah sekehendak hatinya, akan tetapi harus juga memperhatikan kepentingan masyarakat sekitarnya dan kepentingan umum. Sebagai upaya perlindungan terhadap hak-hak pihak yang berhak dan kepentingan pembangunan untuk kepentingan umum, Presiden Republik Indonesia telah mengesahkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang kemudian mengesahkan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang mengatur secara lebih rinci setiap tahap penyelenggaraan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.Peraturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 bukan berbentuk peraturan pemerintah, karena diharapkan tidak banyak peraturan pelaksana dari undang-undang ini. Kalaupun terdapat peraturan pelaksana, maka peraturan pelaksana ini hendaknya merupakan hal-hal teknis secara komprehensif. Selanjutnya Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012 ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah; Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 72 Tahun 2012 tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah; dan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 13/PMK.02/2013 tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk 46 Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Lebih lanjut dikatakan, berlakunya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 menandakan bahwa Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum menghadapi babak baru, pengadaan tanah di alam demokrasi yang menjamin tanah untuk kepentingan umum tersedia dan menjamin hak rakyat tetap dihormati dan dilindungi. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 diberlakukan dengan tujuan menjamin terselenggaranya pembangunan untuk kepentingan umum dengan mengedepankan prinsip penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia, keseimbangan antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum dan pemberian ganti kerugian yang berkeadilan. Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 mengatur mengenai tahap pengadaan tanah, yang meliputi; tahap perencanaan, tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyerahan hasil. Setiap tahap pengadaan tanah dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun 2012, jelas instansi mana yang bertanggung jawab dan apa hak-hak masyarakat atau pemegang hak atas tanah. Pada tahap perencanaan, maka instansi yang bertanggungjawab untuk melakukan perencanaan adalah instansi yang memerlukan tanah. Pada tahap persiapan, maka instansi pemerintah yang bertanggungjawab adalah Gubernur dan instansi yang memerlukan tanah. Selanjutnya tahap pelaksanaan instansi yang berwenang adalah Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia. "Berlainan dengan peraturan sebelumnya dimana pelaksana Pengadaan Tanah adalah suatu Panitia yang bersifat ad hoc, menurut UU ini, pelaksana adalah bersifat tetap. Dalam Undang-Undang ini diatur juga bahwa terdapat berbagai peraturan sektoral yang harus diikuti dalam pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Dengan Undang-Undang ini, maka semua 47 pengadaan tanah untuk kepentingan umum tunduk pada UndangUndang ini. Bahkan pelepasan objek Pengadaan Tanah yang dimiliki atau dikuasai oleh Instansi Pemerintah dan/atau BUMN dan/atau BHMN harus sudah selesai dilaksanakan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum. Setelah pelaksanaan Pengadaan Tanah selesai, Badan Pertanahan Nasional RI menyerahkan hasil pengadaan tanah kepada instansi yang memerlukan tanah. Instansi bersangkutan kemudian dapat mulai melaksanakan kegiatan pembangunan. Disamping itu instansi yang memerlukan tanah juga wajib mendaftarkan tanah yang telah diperolehnya paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak penyerahan hasil Pengadaan Tanah. Selanjutnya untuk memenuhi program pemerintah terutama dalam mewujudkan nawa cita pihak Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Kepala mendukung Badan program Pertanahan Presiden Nasional itu. Salah menyiapkan satunya cara dengan membekukan lahan proyek pemerintah. Kementerian Agraria tidak akan membuka celah pada pemilik atau pihak ketiga memainkan harga tanah. Aturan itu mengatur, dalam waktu tertentu pemilik tanah tidak dapat menjual kepada pihak lain kecuali kepada pemerintah.1 Aturan hukum terkait rencana itu sedang dirumuskan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Aturan hukum yang dimaksud juga mengatur tentang perpanjangan hak guna usaha, misalnya, jika ada lahan pemerintah yang dibutuhkan, negara bisa mengambilnya. Kementerian Agraria dan Tata Ruang juga akan memperbaiki cara pembebasan lahan agar lebih manusiawi. Selama ini, pemilik tanah banyak yang menolak lahannya dibeli pemerintah karena ada 1 PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM 48 proses yang kurang bagus di lapangan. Untuk pembebasan lahan ratarata diserahkan pada perusahaan atau pemegang proyek. Akhirnya masyarakat pasti beranggapan bahwa ini proyek swasta. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah mewacanakan pembentukan bank tanah atau land bank di Indonesia. Pembentukan bank tanah perlu dilakukan untuk meningkatkan kedaulatan pemerintah dan menjamin pembangunan proyek-proyek infrastruktur dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dengan adanya land bank, nantinya lembaga inilah yang akan melakukan pembelian tanah sebelum proyek pembangunan infrastruktur dimulai. Saat ini, pemerintah terus melakukan pembahasan pembentukan bank tanah dalam bentuk Badan Layanan Umum (BLU) dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ide dari BLU bank tanah ini adalah ketika sudah mendapat indikasi daerah-daerah ini diperlukan untuk pembangunan infrastruktur, maka BLU itu yang akan melakukan pembelian atas tanah terlebih dahulu, kemudian, ketika akhirnya proyek ini jadi akan direalisasikan, maka pihak yang menjalankan proyek, apakah kementerian, apakah investor, tinggal membeli dari BLU tersebut. Sebab jika pembebasan tanah baru dilakukan setelah proyek diluncurkan, hal tersebut dikhawatirkan akan menghambat pelaksanaan proyek sendiri. Apabila mengikuti prosedur dengan dimulai dari launching proyeknya, dilakukan lelang, baru pengadaan tanah, biasanya proyek ini tidak akan jadi atau akan lama terealisasi. Berdasarkan pengalaman yang ada ketika bocor informasi akan adanya pembelian tanah untuk proyek pemerintah maka harga tanah ini akan naik luar biasa sehingga akhirnya malah menyulitkan dari land acquisitionnya. 49 2. PERIZINAN a. Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Umum (Pasal 10-11 UU No. 30 Th 2009) Pembahasan perizinan pembangunan ketenagalistrikan dimulai dari jenis usaha penyediaan tenaga listrik : pembangkitan tenaga listrik; transmisi tenaga listrik; distribusi tenaga listrik; dan/atau penjualan tenaga listrik Usaha penyediaan listrik diselenggarakan berdasarkan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTL) yang diterbitkan oleh Menteri/Gubernur/ BupatiWalikota sesuai kewenangannya. Dilaksanakan oleh badan usaha milik negara,badan usaha milik daerah, badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di bidang penyediaan tenaga listrik. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTL) diterbitkan oleh menteri sesuai dengan Permen ESDM Nomor 35/2013: 1. Penetapan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik a. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Sementara (IUPTL-S) (kecuali untuk usaha Penjualan) ditetapkan Direktur Jenderal, dengan Jangka Waktu 2 tahun dan dapat diperpanjang 1 kali. Untuk PLTP jangka waktu yang diberikan 3 tahun dan dapat diperpanjang. Untuk IUPLTS berada dikawasan hutan jangka waktu yang diberikan 4 tahun dan dapat diperpanjang. 50 b. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL) ditetapkan Menteri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperpanjang. 2. Pemegang IUPTL melaporkan kegiatan usahanya setiap 6 bulan kepada Direktur Jenderal. 3. IUPTL harus diubah apabila terdapat perubahan kapasitas pembangkit tenaga listrik, jenis usaha, nama badan usaha, atau wilayah usaha. 4. IUPTL berakhir karena habis masa berlakunya dan tidak diajukan perpanjangan, dikembalikan oleh pemegang Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, atau dicabut oleh Menteri. 51 II. TATA CARA PERMOHONAN IUPTLS DAN IUPTL (Sesuai Permen ESDM Nomor 35/2013) Persyaratan IUPTL Sementara Persyaratan Administratif: 1. Identitas pemohon; 2. Profil Pemohon; 3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). A. IUPTL- Sementara Permohonan IUPTL Sementara Kepada Kepala BKPM 20 hari kerja setelah permohonan diterima lengkap Penerbitan IUPL Sementara Oleh Kepala BKPM Persyaratan Teknis: 1. Studi kelayakan awal; 2. surat penetapan sebagai calon pengembang UPL dari pemegang IUPL selaku calon pembeli tenaga listrik atau penyewa Jaringan Tenaga Listrik untuk usaha pembangkitan, usaha transmisi, atau usaha distribusi tenaga listrik. Persyaratan IUPTL 1. 2. 3. 4. 5. B. IUPL Permohonan IUPTL kepada Kepala BKPM 30 hari kerja setelah permohonan diterima lengkap Penerbitan IUPTL Oleh Kepala BKPM Persyaratan Administratif: Identitas pemohon; Pengesahan sebagai badan hukum Indonesia; Profil pemohon; NPWP; dan Kemampuan pendanaan. Persyaratan Teknis: 1. Studi kelayakan IUPL; 2. Lokasi instalasi kecuali untuk Usaha Penjualan Tenaga Listrik 3. izin lokasi dari instansi yang berwenang kecuali untuk Usaha Penjualan Tenaga Listrik; 4. Diagram satu garis (single line diagram); 5. Jenis dan kapasitas usaha; 6. Jadwal Pembangunan; 7. Jadwal Pengoperasian 8. persetujuan harga jual tenaga listrik dan Kesepakatan jual beli TL untuk Usaha Pembangkitan Kesepakatan sewa jaringan untuk Usaha Transmisi atau Distribusi 9. Penetapan wilayah usaha (sesuai Permen ESDM No 28/2012) dan RUPTL untuk Usaha Distribusi, Penjualan, atau Terintegrasi Persyaratan Lingkungan Sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup 52 b. Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Sendiri (Permen ESDM 35/2013 ) 1. Kewenangan Menteri : usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan sendiri yang fasilitas instalasinya lintas provinsi. 2. Dilaksanakan oleh Instasi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan Usaha berbadan hukum Indonesia (BUMN, BUMD, Swasta, Koperasi, Swadaya Masyarakat) , dan Perseorangan. 3. Penetapan Izin untuk Kepentingan Sendiri (Permen ESDM 35/2013) a. Izin Operasi (IO) • Kapasitas > 200 kVA • ditetapkan Menteri, dengan Jangka Waktu 10 tahun dan dapat diperpanjang • melaporkan kegiatan usahanya setiap 6 bulan b. Surat Keterangan Terdaftar • Kapasitas > 25 kVA s/d 200 kVA • Diterbitkan Surat Keterangan Terdaftar oleh Direktur Jenderal. • melaporkan kegiatan usahanya setiap 12 bulan c. Penyampaian Laporan kepada Direktur Jenderal Kapasitas sampai dengan 25 kVA c. USAHA PERBAIKAN PERIZINAN Presiden RI mengeluarkan Inpres Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di BKPM. PTSP Pusat dimaksudkan untuk mengitegrasikan perizinan dari 22 Kementerian /Lembaga agar dapat diselesaikan dalam satu tempat. Pada akhir Tahun 2015 BKPM Pusat akan terintegrasi dengan pelayanan PTSP 53 di 24 Provinsi dan 120 PTSP di Kabupaten/Kota. Berdasarkan latar belakang tersebut, keluarlah Permen ESDM Nomor 35 Tahun 2015 tentang Pendelegasian wewenang pemberian izin usaha ketenagalistrikan yang menjadi kewenangan dalam rangka Pelaksanaan Terpadu Satu Pintu kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan beberapa point penting sebagai berikut : 1. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mendelegasikan kewenangan pemberian izin usaha ketenagalistrikan yang menjadi kewenangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan hak subtitusi; 2. Kewenangan pemberian izin usaha didelegasikan kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang terdiri dari : 1. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik; 2. Izin Operasi; 3. Penetapan Wilayah Usaha; 4. Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik; 5. Izin Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara; 6. Izin Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika; 7. Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi; 8. Izin Panas Bumi; 9. Persetujuan Usaha Penunjang Panas Bumi; dan 10. Izin Penggunaan Gudang Bahan Peledak Panas Bumi. Saat ini terdapat 22 kementerian / Lembaga yang terlibat di PTSP Pusat : Kementerian / Lembaga Kelompok izin Kementerian ESDM 10 kelompok izin Kem. Lingkungan Hidup dan Kehutanan : 35 kelompok izin Kementerian ESDM 10 kelompok izin Kem. Lingkungan Hidup dan Kehutanan 35 kelompok izin 54 Kementerian Perindustrian 11 kelompok izin Kem. Agraria, Tata Ruang, dan BPN 1 kelompok izin Kementerian Perdagangan 7 kelompok izin Kementerian Pertanian 5 kelompok izin Kementerian Keuangan 2 kelompok izin Kementerian Perhubungan 7 kelompok izin Kementerian Hukum dan HAM 1 kelompok izin Kementerian Kesehatan 9 kelompok izin Kementerian Pariwisata 19 kelompok izin Kementerian Komunikasi & Informatika 14 kelompok izin Kementerian Ketenagakerjaan 5 kelompok izin Kementerian PU dan Perumahan Rakyat 7 kelompok izin Kementerian Kelautan dan Perikanan 1 kelompok izin Kementerian Pendidikan & Kebudayaan 1 kelompok izin Kementerian Pertahanan 1 kelompok izin KEPOLISIAN RI 1 kelompok izin BPOM 1 kelompok izin BSN 1 kelompok izin LEMSANEG PT. PLN Persero 55 Dari total 22 Kementerian / lembaga terdapat 10 Kementerian yang berhubungan dengan sektor listrik. PTSP Pusat siap melayani seluruh perizinan investasi bidang usaha, kecuali sektor hulu migas dan perbankan . PTSP Pusat memiliki 77 petugas penghubung (liaison officer- LO) yang berasal dari 22 Kementerian/Lembaga siap melayani investor . Para LO bertugas di front office dan back office: 1. Tugas LO front office : menerima permohonan perizinan dan konsultasi pada investor 2. Tugas LO back office : melakukan pemrosesan izin Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa pemerintah sangat menyadari bahwa salah satu hambatan pembangunan adalah masalah perizinan. Saat ini pemerintah sudah melakukan berbagai strategi untuk mempermudah kegiatan investasi di bidang ketenagalistrikan. Hal ini dapat dibandingkan dalam proses perizinan investasi ketenagalistrikan sebelum PTSP dengan proses perizinan investasi sesudah di PTSP kan. 56 Gambar Proses perizinan investasi ketenagalistrikan untruk proyek IPP (swasta) reguler dan percepatan (non-PPP ) sebelum PTSP PROSES PERIZINAN INVESTASI KETENAGALISTRIKAN UNTUK PROYEK IPP (SWASTA) REGULER DAN PERCEPATAN (NON-PPP) SEBELUM PTSP Investor (Foreign/ Domestic) Badan Koordinasi Penanaman Modal KESDM PT. PLN (Persero) Kementerian Keuangan BPN Pemerintah Daerah RUPTL PLN Tahapan Prakonstruksi Pelelangan Umum, Pemilihan Langsung Penunjukan Langsung Y App rov al N IUPTL sementara (5 hari) 1. Ijin Prinsip Penanaman Modal 2. Fasilitas pembebasan bea masuk LOI IPPKH + AMDAL •Izin Prinsip (surat dukungan dari Pemda) FTP 2 SJKU (PMK 173/2014) NON FTP 2 • Rekomendasi jetty • UKL-UPL (pembangkit < 10 MW) • Pembebasan lahan • dll KemenHub Non-Jetty 1.Ijin Terminal Khusus (PermenHu b 51/2011) 2.Ijin Navigasi Hutan & < 10 MW Kemenko Perekonomian Kemenaker (PermenHu b 25/2011) Non Hutan& ≥ 10 MW Kemen PU Untuk PLTA dan PLTM (*) Penggunaa n Jetty AMDAL PPA/PJBL (PLN dan IPP) Persetujuan PKLN (jika perlu) (KepPres No. 39 /1991) 1.Izin Menggun akan Tenaga Kerja Asing (*) Izin bendung 1.Izin Pesawat/ Alat Angkut 2. Izin Pnangkal Petir Non Hutan & < 10 MW IUPTL (5 hari) Financin g Date Rencana Impor Barang (RIB) (jika perlu) Tahapan Konstruksi Pembebasan Bea Masuk (jika perlu) PMK 154/2012 Jo. PMK No. 154/2008 • PermenHU T P.16/Menh ut-II/2014 • Permen LH No. 12/2012 Keterangan: (Oleh Pihak ketiga) SLO (oleh Pihak Ketiga) (Oleh Pihak ketiga) Huta n& ≥ 10 MW IPPKH Pertimbanga n Teknis (Ijin Lokasi, Penetapan, perubahan penggunaan tanah) Perka BPN No.2/2011 (PerPres No. 39 Tahun 2014, PerKa BKPM No.12 /2013 jo. No. 5/2013) Tahapan Operasi Kemenhut & LH LOI (Letter of Intent) IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan PPA/PJBL(Power Purchase Agreement/ Perjanjian Jual Beli Listrik) IPP (Independent Power Producer) IUPTL (Ijin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) SLO ( Sertifikat Laik Operasi) PKLN ( Pinjaman komersil luar negeri)) RIB (Rencana Impor Barang ) Harus Dipenuhi Jika Diperlukan 57 PROSES PERIZINAN INVESTASI KETENAGALISTRIKAN SESUDAH DI PTSP 1. Izin Prinsip Penanaman Modal Asing/Investasi 2. Izin Persetujuan untuk Perubahan Pemegang Saham, Meningkatkan Modal, Perubahan Lokasi Proyek, dll. 3. Izin Angka Pengenal Importir. PLN PTSP PUSAT Invest or KESD M 1. RUPTL 2. Pengadaan (Lelang, Pemilihan langsung, Penunjukan langsung) BPN 3. PPA/PJBL 4. Financing Date. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listri Izin Operasi Penetapan Wiayah Usaha Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik Izin Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara Izin Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Telekomunikasi, Multimedia, dan Informatika 7. Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi 8. Izin Panas Bumi 9. Persetujuan Usaha Penunjang Panas Bumi 10.Izin Penggunaan Gudang Bahan Peledak Panas Bumi Kemenhub 1. 2. 3. 4. 5. 6. Kemenkeu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU) Nomor Induk Kepabeanan (NIK) Persetujuan Untuk Pembebasan Bea Masuk 1. 2. 3. 4. AMDAL untuk Pembangkit Listrik Amdal untuk Jaringan Transmisi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Surat Izin Pemanfaatan dan Penggunaan Air (SIPPA) Kemenko Ekon Kem PU Pera Kemenhut & LH PTSP Provi nsi/Ka b/Kot a 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. SURAT TANDA DAFTAR PERUSAHAAN UNTUK KANTOR PUSAT SURAT KETERANGAN DOMISILI PERUSAHAAN (SKDP) SURAT KETERANGAN TERDAFTAR (SKT) IZIN LOKASI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN IZIN GANGGUAN IZIN LINGKUNGAN UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DAN JARINGAN TRANSMISI IZIN LINGKUNGAN UNTUK JARINGAN TRANSMISI 9. IZIN REKLAMASI REKOMENDASI RENCANA PEMANFAATAN IZIN REKOMENDASI PEMANFAATAN AIR LAUT IZIN PEMANFAATAN AIR TANAH SURAT PERSETUJUAN KONSTRUKSI KOLAM ABU IZIN PENYIMPANAN LIMBAH B3 SURAT PERSETUJUAN UNTUK TRANSPORTASI LIMBAH B3 IZIN UNTUK MEMBUANG AIR LIMBAH KE LAUT Perizinan Daerah 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 1. Surat Konfirmasi dari Direktorat Transportasi Umum atau Udara bahwa Izin Tinggi Tumpukan Tidak Diperlukan 2. Izin Pemanfaatan Jetty 3. Izin Pembangunan Terminal untuk Kepentingan Sendiri 4. Izin Pengerukan Tanah 5. Persetujuan Pengelolaan Tuks 6. Sertifikasi Keamanan Kapal Internasional Permanen 7. Izin Pengadaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran 8. Izin Perlintasan Kereta Api 1. Persetujuan Pinjaman Kredit Luar Negeri (PKLN) Kemenaker 1. 2. 3. 4. 5. 1. Rekomendasi Lahan Teknis untuk Pembangunan Pembangkit Listrik 2. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) 1. Izin Tekanan Vessel Yang Dikeluarkan 2. Izin Uap Vessel Yang Dikeluarkan 3. Izin Untuk Memasang dan Menggunakan Alat Pemadam Kebakaran 4. Izin Untuk Memasang dan Menggunakan Pelindung Petir 5. Izin Untuk Memasang dan Menggunakan Mesin Produksi Listrik 6. Izin Untuk Memasang dan Menggunakan Peralatan Lifting dan Transportasi 7. Izin Memasang dan Menggunakan Steam Boiler 8. Izin Untuk Memasang Peralatan Listrik di Tempat Kerja 9. Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) 10.Izin Operator Boiler 1. Izin Bendungan 2. Izin Konstruksi 58 PROSES PERIZINAN INVESTASI KETENAGALISTRIKAN IPP DI PTSP PUSAT Investor (Foreign/ Domestic) PTSP Pusat PT. PLN (Persero) Kemenkumham BPMPTSP KLHK BPN Tahapan Prakonstruksi Izin Lokasi (14 hari kerja) *) (tidak perlu jika sudah ada IPPKH) Pengesahan Badan hukum (1 hari) • Pertimbangan Teknis Lahan (SPKT) (7 hari kerja) RPTKA,IMTA (3 hari kerja) Kemenko Perekonomian Non-Jetty RUPTL PLN Ijin Prinsip Penanaman Modal (3 hari) KemenHub IMB *) Izin Terminal Khusus *) (5 hari) (jika menggunakan jetty) Persetujuan PKLN (jika terdapat pinjaman dari luar negeri) IPPKH (52 hari kerja) (jika menggunakan kawasan hutan) Izin Lingkungan (10 hari kerja) *) (UKL/UPL atau Amdal, Amdal Lalin, Izin Gangguan) IUPTL sementara (5 hari) PPA/PJBL (PLN dan IPP) (60 hari kerja) • Hak Atas Tanah (50 hari kerja) *) TDP (3 hari) *) IUPTL (5 hari) Financing Date Keterangan: *) paralel Fasilitas bea masuk (7 hari kerja) Harus Dipenuhi Jika Diperlukan Operasional Konstruksi Berita Acara COD SLO Catatan singkatan: LOI (Letter of Intent) IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan) PPA/PJBL(Power Purchase Agreement/ Perjanjian Jual Beli Listrik) IPP (Independent Power Producer) IUPTL (Ijin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing) IMTA (Izin Menggunakan TKA) SLO ( Sertifikat Laik Operasi) PKLN ( Pinjaman komersil luar negeri)) RIB (Rincian Impor Barang ) 59 STATUS PENYELESAIAN PERIZINAN DARI BULAN JANUARI S.D. 18 SEPTEMBER 2015 (2) No. 1. a. b. Izin Usaha Ketenagalistrikan JUMLAH PEMOHON JUMLAH TERBIT Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Sementara (IUPL-S) 40 33 Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL) Tetap 27 24 1 1 13 13 165 161 13 2 1 1 260 235 2. Izin Opresi 3. Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik (IUJPTL) 4. Surat Keterangan Terdaftar untuk Panas Bumi 5. Penetapan Wilayah Usaha Penyediaan Tenaga Listrik 6. Izin Penggunaan Gudang Bahan Peledak Panas Bumi Total 23 60 Berdasarkan data pada tabel diatas mengenai data dari Kementerian ESDM status penyelesaian perizianan dari bulan Januari sampai dengan September 2015 dapat dilihat bahwa : • Jumlah pemrosesan Izin Usaha Ketenagalistrikan yang telah diterbitkan sejak soft launching di PTSP Pusat yaitu tanggal 15 Januari 2015 sampai dengan tanggal 15 September 2015 adalah sebanyak 235 (dua ratus tiga puluh lima) Izin Usaha Ketenagalistrikan; • Rata-rata waktu penerbitan Izin Usaha Ketenagalistrikan dari 235 IUPTLS/IUPTL-T dan Wilayah Usaha serta usaha penunjang lainnya yaitu 4,64 hari atau 5 (lima) hari kerja dengan jumlah rata-rata pengunjung 15 orang di setiap harinya; • Terdapat 4 (empat) Izin/Non Izin Usaha Ketenagalistrikan yang belum ada permohonan dokumen ke PTSP Pusat di BKPM, yaitu: 1. Izin Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara; 2. Izin Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika; 3. Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi; 4. Izin Panas Bumi; Keinginan pemerintah untuk memperbaiki permasalah seputar proses perizinan yang disikapi dengan PTSP perlu diapresiasi. Kehadiran PTSP merupakan tindakan nyata adanya perubahan positif untuk meningkatkan invesatsi. Walaupun demikian berdasarkan evaluasi masih terdapat beberapa hal yang memerlukan perbaikan seperti : 1. Proses perizinan yang dilaksanakan oleh BKPM kurang berjalan efektif karena tidak semua perizinan yang terkait dengan pembangkit listrik di limpahkan di BKPM, tercatat hanya 4 izin terkait ketenagalistrikan yang di limpahkan di BKPM; 2. Terbatasnya fasilitas penunjang kinerja pelayanan konsultasi dan koordinasi di PTSP di BKPM; 3. Tunjangan Kinerja dan Bobot Kerja tidak sesuai dengan tunjangan yang diterima mengingat tugas, tanggung jawab, bobot kerja dan resiko yang 61 diemban oleh LO PTSP Kementerian ESDM bidang Ketengalistrikan sebagai pelaksana dan pengambil keputusan; 4. Tidak lengkapnya persyaratan dari pemohon IUPTL-S, IUPTL Tetap, Wilayah Usaha Penyediaan Tenaga Listrik; 5. Pertimbangan Teknis atau Rekomendasi Teknis dari PT PLN (Persero) tidak dapat dilengkapi; Berdasarkan hasil evaluasi tersebut terdapat beberapa kondisi agar PTSP menjadi optimal yaitu : 1. Sosialisasi PTSP untuk pelayanan perizinan bidang Ketenagalistrikan secara maksimal kepada penguna dan pihak yang berkepentingan (stakeholders); 2. Penambahan Pegawai Kementerian yang di tugaskan PTSP di Front Office (FO) PTSP khusus untuk melayani konsultasi peraturan dan perundangundangan di sektor Ketegalistrikan; 3. Diperlukan Rekomendasi Teknis dari Kementerian ESDM sesuai waktu yang diharapkan, untuk proses: 1. Penetapan Wilayah Usaha Tenaga Listrik 2. Izin Jual Beli Listrik Lintas Negara, 3. Izin Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Telekomunikasi, Multimedia, dan Iformatika 4. Penugasan Survey Pendahuluan PanasBumi; 5. Izin Panas Bumi; 6. Persetujuan Usaha Penunjang Panas Bumi; 4. Peningkatan pelayanan perizinan sektor ketenagalistrikan sitim Elektronik (on-line); 62 Strategi penyederhanaan perizinan yang digunakan dalam PTSP : Metode Pendekatan Harmonisasi 1. Hapus, Gabung, Sederhanakan dan Limpahkan (HGSL) 2. Penyederhaan administrasi proses perizinan Perizinan yang memerlukan waktu penyelesaian cukup lama 1. Perizinan lahan/pertanahan 2. Perizinan Lingkungan 3. Perizinan Daerah 1. Pemetaan perizinan tumpang tindih 2. Rapat koordinasi Interkem 3. Rekomendasi HGSL 63 Konstruksi/Realisasi REALISASI PENYEDERHANAAN PERIZINAN KEGIATAN PENGUSAHAAN KETENAGALISTRIKAN TDP 3 TDP*) Capaian Perbaikan Perizinan Sektor Ketenagalistrikan (IPP Pemilihan Penetapan Wilayah Usaha Panas Bumi 5 Penetapan Wilayah Usaha Panas Bumi Langsung) Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 45 Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN PLN Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dengan PT. PLN 60 Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dengan PT. PLN Persero Persero Pengadaan Non-Pembangkit Listrik Tenaga Surya & 45 Pengadaan Non-Pembangkit Listrik Tenaga Surya & Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Ferifikasi fs 5 bulan wilayah Pusat 3 minggu Penetapan Kuota Pembangkit Listrik Tenaga Surya Penetapan Kuota Pembangkit Listrik Tenaga Surya Perizinan, penetapan dan permohonan penugasan 14 Perizinan, penetapan dan permohonan penugasan (Energi Baru Terbarukan/EBT atau Non EBT) (Energi Baru Terbarukan/EBT atau Non EBT) Pertimbangan Teknis Lahan (SKPT) 30 Pertimbangan Teknis Lahan (SKPT) Izin Lokasi/SITU 14 Izin Lokasi *) tidak diperlukan apabila sdh ada IPKH Izin Pelepasan Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan 120 Izin Pelepasan Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan Izin Lingkungan dan AMDAL 115 Izin Lingkungan*) Diintegrasikan /AMDAL/ pemprakarsa AMDAL LALIN 90 AMDAL LALIN Izin Gangguan 14 Izin Gangguan Hak Atas Tanah (HGB) 165 Hak Atas Tanah (HGB) *) Izin Mendirikan Bangunan 14 Izin Mendirikan Bangunan Ijin terminal khusus dan navigasi dari Kemenhub (Jetty) 81 Ijin penetapan lokasi terminal khusus dari Kemenhub *) Ketenagakerjaan 23 Ketenagakerjaan Utilitas (air, telepon) 14 Utilitas (air, telepon) *) BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan 1 BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan *) Pembebasan bea impor dari Kemenkeu (IUPTL) 7 SK Pembebasan bea impor dari dari BKPM *) Fasilitas fiskal pengembangan EBT dari Kemenkeu 10 Fasilitas fiskal pengembangan EBT dari Kemenkeu*) Rincian Impor Barang (RIB) 7 Rincian Impor Barang (RIB) Sertifikat Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan 3 Sertifikat Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan Sertifikat Badan Usaha 3 Sertifikat Badan Usaha Sertifikat Laik Operasi 5 Sertifikat Laik Operasi Izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum (untuk kepentingan sendiri: 14 hari, untuk kepentingan sementara: 20 hari) 30 Total Penyelesaian 923 3 5 0 60 45 14 7 14 52 10 50 14 5 3 14 1 7 Persyaratan kontraktor 5 Izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan umum Total Penyelesaian 5 251 64 3. KOORDINASI VERTIKAL & HORISONTAL ( terkait penegakan hukum ) Penentuan atau pemilihan pembangunan infrastruktur dengan model PPP atau KPS berbeda dari pengadaan barang biasa. Dalam Perpres nomor 4 tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa diperbolehkan penunjukkan langsung. Tapi hal tersebut apabila pengadaan dananya dari APBN, kalau dengan model atau skema PPP dana diperoleh dari investor. Karena itu cara memilih investor tentunya tidak bisa sekaku yang ada di Perpres nomor 4 tahun 2015. Hal ini tentunya yang perlu mendapat mendapat perhatian dari pemerintah bahwa sistem pemilihan partner/investor ini tidak kaku. Kepastian dan komunikasi yang baik merupakan salah satu faktor suksesnya pembangunan infastruktur dengan skema PPP. Berdasarkan hasil kajian diperoleh data bahwa salah satu hal penghambat penggunaan skema atau model PPP dalam pembangunan infrstruktur karena proses pelaksanaan skema ini melibatkan banyak lembaga negara. Siapa yang akan mengkoordinasi sangat penting, karena diharapkan jangan sampai kegagalan proyek dibebankan pada investor. Hingga saat ini lembaga yang bertanggung jawab dalam hal koordinasi pelaksanaan program PPP di Indonesia adalah kementerian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Oleh karena itu untuk lembaga negara lain yang kebetulan sedang melaksanakan proyek pembangunan infrastruktur dengan skema PPP wajib bekerja sama dengan Bappenas untuk memutuskan proyek mana yang dapat dilaksanakan dengan skema PPP dan proyek mana yang tidak. Setelah proyek pembangunan selesai di inventerisir kemudian diserahkan kepada Kementerian Keuangan untuk mengeluarkan rekomendasi tentang dukungan fiskal untuk proyekproyek infrastruktur tersebut. Pemerintah sangat menyadari bahwa kebutuhan untuk menciptakan kerangka koordinasi yang efektif dengan kepemimpinan 65 politik yang kuat untuk memperkuat program infrastruktur secara umum dan PPP pada khususnya tidaklah mudah . Atas inisiatif BAPPENAS, kementerian keuangan dan kementerian koordinasi urusan ekonomi, KPPIP (komite untuk Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas) yang sudah ada kemudian dikembangkan dan dirancang untuk menjadi lembaga yang terpercaya. Peran KKPPI dirasa masih belum optimal karena beban koordinasinya yang tidak dilengkapi dengan kewenangannya. Selain itu keberadaan lembaga ini belum di dukung oleh sumber daya manusia yang handal dan kompeten. Padahal lembaga ini yang diharapkan menjadi garda depan pelaksanaan pembangunan infrastruktur dengan skema PPP . Lembaga khusus pelaksanaan pembangunan infrastruktur dengan skema PPP harus dengan penempatan SDM yang berkualitas. Harus sering dilakukan peningkatan kapasitas SDM tentang skema PPP melalui pelatihan, seminar, dan capacity building dan yang paling penting adalah meningkatkan pemahaman terhadap kebijakan PPP kepada instansi pelaksana guna mendukung komunikasi dengan investor. 4. JAMINAN & PERLINDUNGAN INVESTASI ( terkait risiko non komersial ) a. Resiko Non-Komersial dalam Investasi Kelistrikan dan Perlindungannya Setiap kegiatan investasi selalu berpotensi resiko, demikian pula dalam kegiatan kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha di bidang kelistrikan dengan skema PPP. b. Macam-macam Resiko Non-Komersial: Resiko non-komersial secara umum dipahami sebagai resiko yang ditimbulkan oleh masalah-masalah seperti: currency transfer; expropriation dan tindakan-tindakan yang serupa seperti nasionalisasi, penyitaan; pelanggaran kontraktual; perang dan kerusuhan sipil. Disamping ke 4 kategori tersebut, para pihak dapat 66 menambahkan resiko komersial tersebut sesuai dengan kesepakatan. Salah satu bentuk resiko non-komersial yang dapat ditambahkan adalah Resiko Politik. Secara normal resiko politik diasosiasikan dengan kondisi, kebijakan serta tindakan dari negara tuan rumah (host-country) seperti: exprorpriation, confiscation, nasionalisasi, penjualan aset secara paksa, perubahan dalam perjanjian/kontrak, menaikkan pajak repatriasi dan royalti, penambahan kewajiban, larangan keuntungan, perubahan pemerintahan, instabilitas eksternal, perubahan kebijakan fiskal, rating hutang negara, perbaikan infrastruktur, dll. Aspek resiko yang terkait dengan konsesi dapat terjadi dalam berbagai situasi, seperti: keterlambatan pemberian konsesi, jangka waktu konsesi, penetapan tarif oleh Pemerintah, permasalahanpermasalahan yang timbul dalam masyarakat, peraturan perundangundangan terkait, komitmen terhadap kontrak konsesi, eksklusivitas konsesi dan serta persaingan dari fasilitas yang ada. c. Perlindungan terhadap Resiko Non-Komersial: Sebagaimana diketahui Multilateral Investment Guarantee (MIGA) mempunyai peranan yang sangat penting dalam mempromosikan dan melindungi investasi asing yang terkait dengan Resiko Non-Komersial. Kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan oleh MIGA, mencakup namun tidak terbatas pada: penelitian, promosi investasi, informasi investasi, kesempatan investasi, memberikan bantuan dan saran-saran teknis. MIGA jjuga mendorong negaranegara anggotanya untuk membuat perjanjian tentang perlindungan dan jaminan investasi. Konvensi MIGA juga menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa , baik melalui negosias, konsiliasi atau arbitrase. Dalam hal cara-cara penyelesaian sengketa secara amicable gagal, kemudian sengketa tersebut diajukan kepada the International Center for Settlement of Investment’s Disputes (ICSID). 67 Negara-negara anggota MIGA harus memperoleh perlindungan dan jaminan terhadap resiko non-komersial dari kegiatan investasi mereka. Jaminan dan perlindungan investasi terkait dengan currency transfer, biasanya timbul sehubungan dengan kebijakan dan penetapan yang dilakukan oleh host-country untuk membatasi currency transfer ke negara lain atau akan dijamin oleh negara lain, termasuk kegagalan pemerintah daerah untuk bertindak selama jangka waktu yang wajar atas dasar permintaan investor untuk melakukan transfer. Resiko expropriation dan tindakan serupa dapat terjadi karena tindakan pembentuk hukum dalam yang diperlukan sehingga menimbulkan kerugian bagi pemegang hak jaminan yang memiliki atau mengendalikan hak atau kerugian yang sangat fundamental yang sangat penting terkait dengan investasi yang dilakukan. Resiko yang diakibatkan oleh pelanggaran kontrak terjadi ketika Pemerintah dianggap melanggar kontrak yang telah ditandatanganinya dengan investor dimana investor tidak memiliki suatu forum untuk menyelesaikan sengketa tersebut di depan pengadilan atau arbitrase. Resiko tersebut juga dapat terjadi karena kurang nya keputusan terkait penyelesaian sengketa karena adanya pelanggaran kontrak , atau jika terdapat suatu putusan namun putusan tersebut tidak dapat diimplementasikan. Sementara itu resiko karena perang atau karena kerusuhan sipil termasuk tindakan militer atau keresahan sipil di mana investor melakukan investasi. Investasi yang dilindungai, atau yang disebut juga “elligible investment” mencakup: equity interest, termasuk pinjaman, baik jaminan jangka menengah maupun jangka panjang terhadap pemegang equity di termasuk bentuk dari investasi MIIGA. dalam perusahaan, dan langsung yang ditetapkan oleh Dalam prakteknya pada mayoritas keputusan MIGA, pengertian “elligible investment” dapat diperluas. 68 d. Perlindungan terhadap Resiko Non_komersial dari kegiatan Investasi di Indonesia: Sebagai negara anggota MIGA, ketentuan tentang jaminan dan perlindungan investasi , khususnya terkait resiko non-komersial juga berlaku di Indonesia. Dengan membandingkan perlindungan investasi non-komersial internasional , terdapat terhadap kegiatan kebutuhan bagi investasi secara Indonesia untuk mengembangkan prinsip-prinsip serta mekanisme regulasi terhadap resiko non-komersial. Berdasarkan hasil FGD tim PPP, diperoleh beberapa masukan bahwa PPP cocok untuk kasus di mana: proyek itu kepentingan umum, tidak visible sehingga ada value gap funding. Aspek kedua, kalau ada keraguan investor terhadap counter party. Di luar itu tidak perlu PPP. B. BERDASARKAN KASUS 1. PLTU Batang ( Prof. IBR Supancana ) PLTU Batang dinyatakan oleh pemerintah sebagai proyek strategis yang telah masuk dalam rencana Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia ( MP3EI ), serta menjadi proyek “fast track” PPP/KPS oleh Bappenas. Dengan “exposure” seperti itu, proyek PLTU Batang seolah menjadi anak emas IPP (Independent Power Producer) pertama dengan skema PPP/KPS, dan menjadi salah satu cerita sukses partisipasi swasta di sektor kelistrikan.2 PLTU Batang ini memiliki kapasitas 2x 1.000 MW, proyek ini seharusnya dimulai pada tahun 2012 lalu dan mulai beroperasi pada tahun 2016 mendatang. Proyek itu dibiayai melalui kerja sama pemerintah dan swasta melalui skema public private partnership PPP 2 http://infrastructure-roundtable.com/index.php/studi/kasus-7 diunduh pada tanggal 12 September 2015 69 antara Indonesia dan Jepang dengan nilai sekitar USD 4 millar dollar atau sekitar Rp 54 trilliun. Proyek ini bertujuan untuk memasok listrik bagi lebih dari 13 juta penduduk di Jawa dan Bali.PLTU Batang merupakan bagian dari program pemerintah Jokowi untuk pengadaan listrik tambahan sebesar 35.000 MW melalui belasan pembangkit listrik baru. Tetapi proyek yang dibiayai Jepang ini tertunda selama empat tahun karena masalah pembebasan lahan. Masalah mengemuka saat tidak terjadi kesepakatan pembelian tanah seluah 29 Ha, serta keberatan LSM Internasional Greenpeace yang menyatakan bahwa memperkirakan PLTU Batang ini akan mengeluarkan emisi 226 kg merkuri per tahunnya. Dengan hanya 0.907 gram merkuri yang mencemari danau, proyek ini berpotensi untuk menyebabkan ikan yang berada dalam area seluas 0.1km2 tidak layak untuk dikonsumsi. Selain itu, pembangunan PLTU ini juga dianggap menyalahi aturan kawasan pantai Ujungnegoro-Roban yang diperuntukkan sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) melalui Kep. Bup Batang No. 523/283/2005 dan Taman Wisata Alam Laut Daerah melalui PP No. 26 Tahun 2008. Oleh karena itu, pembangunan PLTU Batang ini sedikit banyak menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat. Proyek pembangunan PLTU Batang memang jauh dari mulus. Masih banyak warga yang tak bersedia menyerahkan tanah mereka untuk proyek raksasa yang disebut terbesar di Asia Tenggara itu. Masih banyak petani setempat mengatakan tak mau melepaskan tanah miliknya dengan pertimbangan merupakan tanah warian dan kekhawatiran akan menghambat pekerjaannya sebagai petani. Selain masalah pembebasan lahan, masalah dampak lingkungan juga mengemuka. LSM yang bergerak di bidang lingkungan, Greenpeace menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan memaksakan pembangunan yang masih dibayangi sengketa lahan dengan warga dan membawa ancaman dampak lingkungan yang tinggi. Pihak Greenpeace Indonesia, menyebutkan PLTU ini 70 memberikan dampak lingkungan dan mengancam kedaulatan pangan di Kabupaten Batang, karena lokasi proyek mengambil lahan persawahan produktif masyarakat. Di sisi lain, Greenpeace menyebutkan air buangan dari operasi PLTU akan mencemari perairan dan juga merusak terumbu karang, sehingga berdampak pada hasil tangkapan para nelayan tradisional yang mencari ikan di perairan dan pantai Ujungnegoro-Roban, yang merupakan salah satu perairan kaya ikan di wilayah Pantura Jawa Tengah. Presiden Joko Widodo menangkap isu tersebut, dan pada akhirnya memutuskan bahwa proyek pembangunan PLTU Batang ini harus diteruskan dan pemerintah harus turun tangan untuk menyelesaikan masalah yang timbul seputar pembebasan lahan dan dampak terhadap lingkungan hidup. Sikap Presiden tersebut ditegaskan dengan meresmikan proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap PLTU di Batang, Jawa Tengah pada tanggal 28 Agustus 2015. Presiden menegaskan pemerintah akan membantu menangani proyek-proyek yang terhambat karena masalah perijinan atau pembebasan lahan. Presiden menegaskan juga bahwa mulai saat ini tidak ada lagi proyek yang berhenti, mangkrak yang tidak bisa diselesaikan karena perizinan maupun karena pembebasan lahan maupun masalah lainnnya. Presiden ingin membuktikan bahwa pemerintah bisa menyelesaikan persoalan yang ada terkait dengan investasi. Pilihan ini diambil untuk mencegah krisis listrik pada tahun 2019, pemerintah secara lintas sektoral melakukan terobosan untuk mengatasi hambatan dalam pembangunan pembangkit listrik. Guna menindaklanjuti hal tersebut Presiden telah memerintahkan sejumlah pihak yang terkait seperti Kementerian ESDM, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, termasuk juga Pihak Dirjen Ketenagalistrikan bahkan pihak Gubernur Jawa Tengah untuk membantu penyelesaian pembebasan lahan. Pihak Gubernur Jawa 71 Tengah, Ganjar Pranowo setelah Presiden meresmikan proyek PLTU Batang telah mengupayakan dialog dengan warga yang belum mau menjual lahannya. Gubernur mengatakan bahwa dialog yang dibangun harus menguntungkan pihak masyarakat, sehingga nantinya yang disepakati adalah ganti untung bukan ganti rugi. Terkait dengan isu bahwa pembangunan pembangkit listrik tersebut akan mengganggu ketahanan pangan di Kabupaten Batang, segera dijawab oleh Presiden. Bahwa pengadaan lahan untuk pembangunan pembangkit listrik tersebut sudah dihitung dengan tepat dan tidak semua lahan pertanian digunakan sehingga tidak akan mengganggu ketahanan pangan. 2. Kasus Micro - Hidro oleh PT Ilthabi Energia di Kabupaten Bener Meriah, Aceh PT Ilthabi Energi bekerjasama dengan PD Gayo, membangun Pembangkit Listrik Micro Hidro dengan kapasitas 7 Megawatt. Karena kapasitasnya di bawah 10 Mega, maka dapat dilakukan penunjukan langsung (tanpa tender) dari Kementerian ESDM, dalam hal ini Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan. Hal ini dilakukan agar tidak bertentangan dengan Perpres no 80 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Skema yang dilaksanakan adalah skema PPP di mana PT PLN bertindak sebagai Off-takernya. Tahap-tahap Perijinan dalam proyek ini adalah: 1. SKIP , atau surat dari Bupati untuk melakukan penyelidikan umum (general survey). Setelah kegiatan tersebut maka harus dipresentasikan kepada Bupati untuk memperoleh ijin prinsip. 2. Setelah ijin prinsip, dilakukan kegiatan feasibility study. 3. Atas dasar laporan feasibility study, dikeluarkan surat ijin lingkungan oleh Bupati setelah menunjuk Konsultan. Mengingat proyek ini adalah proyek yang di bawah 10 Megawatt, maka 72 cukup dilakukan kegiatan UKL-UPL, artinya tidak perlu dilakukan AMDAL. 4. Setelah hasil UKL-UPL dipresentasikan ke Bupati dan dinyatakkan layak, maka oleh Bupati dikeluarkan Surat Ijin Lingkungan. 5. Selanjutnya atas dasar rekomendasi dari BPN setelah melakukan penelitian tentang daerah setempat, dikeluarkan ijin lokasi dari Bupati. 6. Bupati Bener Meriah sangat mendukung kegiatan PT Ilthabi, karena listrik yang dihasilkan oleh proyek pembangkit listrik micro hidro ini akan digunakan juga untuk listrik pabrik gula, yang penanaman tebunya dilakukan bekerjasama dengan Kementrian Transmigrasi. Listrik yang dihasilkan juga untuk mendukung tambang pasir silikon. 7. Pengadaan tanah yang sudah dibebaskan untuk kepentingan proyek ini adalah seluas 35 Ha. 8. Perijinan lain yang perlu diperoleh dalam proyek adalah dari Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya dari Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Minimal 10 persen air yang digunakan harus dilimpahkan ke sungai untuk melindungi biota. Hal mana harus dicek dan dicek pelaksanaannya. 9. Surat ijin yang diperoleh adalah Surat Ijin Pemanfatan dan Penggunaan Air (SIPPA). 10. Karena menggunakan Enerji Baru dan Terbarukan (EBTKE), maka mengajukan pendaftaran untuk memperoleh surat penetapan penggunaan air untuk pembangkit listrik enerji terbarukan. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh penetapan tersebut meliputi, antara lain: dokumen-dokumen hukum yang diperlukan , PLN sudah melakukan verifikasi secara teknis, serta ijin-ijin lainnya. 11. Selanjutnya mengajukan aplikasi ke PLN untuk menandatangani Power Purchase Agreement (PPA) dengan jangka waktu 20 tahun dan tanpa eskalasi. 73 12. Setelah PPA ditandatangani , kepada PT Ilthabi diberikan kesempatan selama 15 bulan untuk Financial Closure dan PT Ilthabi harus mengajukan ijin usaha pembangkit tenaga listrik sementara dari ESDM. 13. Setelah Financial Closure baru kemudian dikeluarkan ijin tetap. Tahapan yang telah dilalui oleh PT Ilthabi: 1. Pada saat ini proses yang dilalui oleh PT Ilthabi masih pada tahap pra PPA. 2. Kegiatan yang dilakukan mengenai study grade connection, yang merupakan bagian dari FS. 3. Jangka waktu yang sudah dilalui selama ini sudah 4 tahun, namun masih pada tahap pra PPA. Permasalahan yang Dihadapi: 1. Distribution line bermasalah. 2. Di Indonesia , untuk jaringan transmisi, swasta masih diminta bantuannya, padahal masalah ini seharusnya menjadi kewajiban PLN. Dengan demikian hal ini akan menjadi beban tambahan bagi swasta. 3. Masalah lain yang menunjukkan kelemahan adalah masalah Koordinasi yang masih kurang. 4. Di Indonesia lebih dari 130 an PPA ditolak, pintu tidak dibuka oleh PLN. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran Direksi PLN dianggap melanggar Peraturan Menteri Keuangan terkait Performance – Based Regulation. Untuk mengatasi masalah ini, PLN mintta bantuan Menteri BUMN untuk mengatasinya. 5. Akses pembiayaan oleh bank-bank pemerintah juga harus lebih dibuka mengingat perbankan kita tidak siap terhadap proictbased financing. Diperlukan training bagi analis perbankan untuk memberikan kepada mereka pemahaman mengenai hal ini. 74 6. Selama ini Key Performance Indicator dari berbagai Kementerian/Lembaga masih bersifat sektoral. 7. Harus ada dukungan terhadap Green Capital. 75 76 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Public private partnership (PPP) merupakan skema yang paling tepat digunakan dalam pembangunan infrastruktur mengingat keterbatasan anggaran pemerintah. Partisipasi dunia usaha atau pihak swasta melalui skema PPP sudah banyak diterapkan dalam berbagai kegiatan pembangunan infrastruktur seperti pembangunan Jalan Tol, Pelabuhan, Penyediaan Air Minum termasuk juga dalam proyek pembangunan energi listrik. Untuk mendukung optimalisasi penerapan skema PPP, pemerintah Indonesia juga telah membuat berbagai paket peraturan perundang-undangan pendukung. Salah satunya adalah Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 tentang kerjasama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Pemerintah juga telah membuat berbagai institusi baru untuk mendukung penyediaan infrastruktur seperti KPPIP, PT. PII sebagai BUMN penjamin risiko KPS, dan PT. SMI dan PT. IIF sebagai BUMN pendukung pembiayaan KPS. 2. Dalam perkembangannya kegiatan pembangunan infrastruktur dengan menggunakan skema PPP yang melibatkan peran swasta bersama dengan pemerintah masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Dari sisi regulasi yang seharusnya melindungi kedua belah pihak, baik pihak swasta sebagai investor investor maupun negara, dalam praktiknya masih belum optimal. Banyak hal yang perlu dibenahi untuk menarik minat badan usaha berinvestasi di sektor infrastruktur karena sektor ini merupakan jenis investasi jangka panjang dan membutuhkan dana yang besar. Regulasi yang ada harus mampu menjawab dan melindungi pihak swasta maupun pemerintah dalam berbagai permasalah yang timbul seperti : pengadaan tanah, perizinan, hubungan dengan masyarakat dan jaminan serta perlindungan investasi. 77 3. Pada tanggal 7 April 2015 Presiden Joko Widodo telah mencanangkan program 35.000 MW. Program kelistrikan ini menjadi program strategis nasional yang dikukuhkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. PPP merupakan model yang efektif dalam menjawab keberhasilan program tersebut karena melibatkan peran swasta. Pemerintah menyadari betul akan keterbatasan dana yang dimiliki sehingga keterlibatan pihak swasta sangat dibutuhkan. B. REKOMENDASI 1. Walaupun berbagai paket peraturan perundang-undangan sudah disiapkan dan khususnya yang mengatur skema PPP yaitu Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 tentang kerjasama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Namun komitmen pemerintah untuk mengoptimalkan model kerjasama ini sangat dibutuhkan. Komitmen ini termasuk berupa dukungan politis dan jaminan terhadap investasi terutama dalam hal pengadaan tanah dan hubungan dengan masayarakat. 2. Mekanisme koordinasi juga merupakan salah satu persoalan harus segera diatasi. Tidak dibutuhkan adanya pembentukan lembaga baru yang menangani PPP di bidang ketenagalistrikan hanya saja kehadiran berbagai institusi seperti Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KPPIP), PT. PII (Penjamin Infrastruktur Indonesia) sebagai penjamin risiko, dan PT. SMI (Sarana Multi Infrastruktur) sebagai pendukung pembiayaan dengan model PPP, Bappenas, BKPM dan berbagai lembaga lain harus semakin dioptimalkan dan lebih intens dalam berkoordinasi dengan Kementerian ESDM sebagai Kementerian yang menangani pengadaan energi listrik maupun PLN. Selain itu dibutuhkan penguatan SDM yang memahami kebijakan dengan skema PPP agar mampu berkomunikasi secara baik dengan pihak investor. 78 DAFTAR PUSTAKA BUKU BAPPENAS/National Development Agency „PPP BOOK 2011‟. BAPPENAS/National Development Agency „Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025‟. BAPPENAS/National Development Agency „Public Private Partnerships. Infrastructure Projects Plan inIndonesia 2011‟. Presentation, October 2011. Burger, Philippe and Ian Hawkesworth (2011), „How To Attain Value for Money: Comparing PPP and Traditional Infrastructure Public Procurement‟, OECD Journal on Budgeting, Volume 2011(1). Burger, Philippe, Justin Tyson, Izabela Karpowicz, and Maria Delgado Coelho. (2009), „The Effects of the Financial Crisis on Public-Private Partnerships‟. IMF Working Paper. Buku Outlook Energi Indonesia 2014, Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Bovis, Christopher, Public-private partnership in the European Union, Routledeg critical studies in public management; 2014, New York, NY 10017. Corbacho, Ana and Gerd Schwartz, “PPPs and Fiscal Risks: Should Governments Worry?” in IMF publication, Public Investment and PPPs—Addressing Infrastructure Challenges and Managing Fiscal Risks (2008). Kiryanto, Ryan, Menimbang Skema Pembiayaan Infrastruktur , Bussiness News No. 7944, 16 April 2010. Marsudi, Djiteng, Pembangkitan energi listrik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2005 OECD (2008), Public-Private Partnerships: In Pursuit of Risk Sharing and Value for Money, OECD Publishing, Paris. OECD Reviews of Regulatory Reform INDONESIA PUBLIC-PRIVATE PARTNERSHIP GOVERNANCE: POLICY, PROCESS AND STRUCTURE ; September 2012 Outlook energi Indonesia 2014 : pengembangan energi untuk mendukung program substitusi BBM Indonesia energy outlook 2014 : energy development in supporting fuel substitution program / Agus Sugiyono ... [et al.]. -- Jakarta : Pusat Parente, William J, dalam Miharjana, Dodi,Feasibility Analysis and Risks in PPP Projects dalam Workshop : Fundamental Principles and Techniques for Effective Public Private Partnerships in Indonesia , Jakarta, 2006 Republic of Indonesia Ministry of National Development Planning / National Development Planning Agency, Public Private Partnerships – Infrastructure project plan in indonesia 2015, Jakarta 2015 Supancana, I.B.R., Aspek-aspek Kontraktual pada Pembangunan dan Pengoperasian Proyek –proyek Infrastruktur dengan Pola BOOT (Bioltd, Own, Operate and Transfer ), Center For Regulator Reseach, 2006. United Nations (2007), Guidebook on Promoting Good Governance in Public-Private Partnerships, United Nations, New York Wibowo, A.and Alfen, H.W.2012. Fine-tunning theValue and Cost of Capital of Risky PPP InfrastructureProjects, Engineering, Construction, and Architectural Management (diterima untuk diterbitkan) Wibrisono, A. et al. „Unlocking the Public-Private Partnerships Deadlock in Indonesia; The World Bank Office Jakarta. May 2011. INTERNET Dokumen nawa cita, Kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi- JK https://bhimasenapower.wordpress.com/ http://www.pln.co.id/blog/hln-ke-69-27-oktober-2014-bersama-memajukankelistrikan-indonesia/ bappenas.go.id/index.php/download_file/. http://pppindonesia.co.id/Content/journal/artikel_eria_120712.pdf http://www.pln.co.id/blog/info-pemadaman-jakarta/ https://www.djk.esdm.go.id/index.php/tentang-kami/tugashttp://pppindonesia.co.id/ http://www.pln.co.id/blog/profil-perusahaan/ http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/06/02/1935020/PLTU.Batang.Tertun da.Negara.Rugi.Rp.9.T riliun.per.Tahun http://daerah.sindonews.com/read/798480/29/jutaan-rakyat-indonesia-belummenikmati-listrik-1382713441 http://www.jurnalasia.com/2015/07/11/jepang-komitmen-berinvestasi-di-indonesia/ http://ppp.worldbank.org/public-private-partnership/ www.pln.co.id/dataweb/RUPTL/RUPTL%20PLN%202015-2024.pdf DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Undang-Undang No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur Jo PERPRES 13 Tahun 2010 Jo PERPRES 56 Tahun 2011 Jo PERPRES 66 tahun 2013. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 tentang kerjasama pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Permen PPN / KEA BAPPENAS Nomor 3 Tahun 2012 ( Panduan Umum KPS) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2014 Tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Penyediaan Infrastruktur Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2011 pembentukan Komite Untuk Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas. PP No 66 tahun 2007 jo PP No 75 tahun 2008 tentang pembentukan PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2010 tentang penjaminan infrastruktur dalam proyek kerja sama pemerintah dengan badan usaha yang dilakukan melalui badan usaha penjaminan infrastruktur Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2006 Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik PT PENJAMINAN INFRASTRUKTUR INDONESIA (PERSERO) Selaku BUPI - Pelaksana Mekanisme Single Window Penjaminan Infrastruktur PENJAMINAN INFRASTRUKTUR PROYEK KPBU MELALUI BUPI DISKUSI PPP DALAM PROYEK LISTRIK, BPHN Emil E.Dardak, PhD Indonesia Infrastructure Guarantee Fund Jakarta, 10 June 2015 • Perpres 38/2015 menjadi landasan regulasi baru bagi pelaksanaan proyek Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) di bidang infrastruktur • Penjaminan infrastruktur melalui BUPI diatur dalam Perpres 78/2010 dan PMK 260/2010 apakah ada perubahan paska diterbitkannya Perpres 38/2015? BACKGROUND Latar Belakang • Paparan ini bertujuan menjelaskan mengenai skema Penjaminan Infrastruktur dengan mengacu kepada Perpres 78/2010 dan PMK 260/2010 (Regulasi Penjaminan Infrastruktur) dan Perpres 38/2015 (Regulasi KPBU) 2 Jaminan Pemerintah adalah kompensasi finansial yang diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara kepada Badan Usaha Pelaksana melalui skema pembagian risiko untuk Proyek Kerja Sama. - Pasal 1 (no 14), Perpres 38/2015 Penjaminan Infrastruktur adalah pemberian jaminan atas kewajiban finansial PJPK yang dilaksanakan berdasarkan perjanjian penjaminan – Pasal 1 (no 15), Perpres 38/2015 Pasal 17, Perpres 38/2015 (1) Pemerintah dapat memberikan Jaminan Pemerintah terhadap KPBU (2) Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan dalam bentuk Penjaminan Infrastruktur Berdasarkan pasal-pasal diatas, maka kompensasi finansial dari Menteri Keuangan kepada Badan Usaha dapat diberikan dalam bentuk jaminan atas kewajiban finansial PJPK berdasarkan perjanjian penjaminan PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PERPRES 38/2015 Penjaminan Infrastruktur 3 Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, tata cara & mekanisme Jaminan Pemerintah diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan Jaminan pemerintah harus disertakan dalam dokumen pelelangan Jaminan pemerintah dapat diberikan melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur dan diatur dalam Peraturan Presiden tersendiri PT PII (Persero) adalah BUPI yang bertindak sesuai aturan diatas dan diatur tersendiri dalam Perpres 78/2010 dan PMK 260/2010. Paparan ini tidak membahas yang berkaitan dengan Jaminan Pemerintah diluar BUPI PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PERPRES 38/2015 Butir-butir utama Penjaminan Infrastruktur 4 Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF) atau Penjaminan Infrastruktur Indonesia adalah lembaga keuangan yang didirikan Pemerintah Republik Indonesia dibawah naungan Kementerian Keuangan • IIGF didirikan dalam rangka mendukung upaya Pemerintah RI dalam mendorong peran investasi swasta untuk pembangunan infrastruktur (Kerjasama Pemerintah Swasta) Memahami Konteks Kewajiban Pemerintah dalam Proyek KPS Infrastruktur Pemerintah Kontrak 3 Hal Utama terkait Kewajiban Pemerintah Badan Usaha • Kontrak kerjasama antara pemerintah dengan Badan Usaha mengatur hak & kewajiban masing-masing pihak. 1. Pemerintah akan menentukan apa saja yang menjadi kewajibannya perlu pertimbangan apakah kewajiban yang akan ditanggung menimbulkan risiko bagi pemerintah? 2. Pembebanan risiko yang tidak sesuai prinsip pembagian yang adil berpotensi membuat proyek tidak layak investasi bagi perbankan 3. Badan Usaha turut menanggung risiko apabila pemerintah tidak mampu memenuhi janji dalam kontrak LATAR BELAKANG – KEWAJIBAN PEMERINTAH • Untuk menyediakan infrastruktur, Pemerintah dapat memilih peran sebagai Spending Agency dengan melakukan pembelanjaan APBN/D, atau Licensing Agency dengan memberikan izin usaha infrastruktur kepada Badan Usaha (bisa juga menugaskan Badan Usaha dengan/tanpa penanaman modal negara). Dalam KPS, pemerintah memainkan peran sebagai Contracting Agency, suatu peran yang melibatkan fungsi yang berbeda, namun dapat turut melibatkan peranan sebagai Spending Agency dan Licensing Agency. Tingkat Keterlibatan Swasta Tinggi Tingkat Keterlibatan Swasta Rendah Spending Agency Pemerintah selaku klien belanja APBN/D Kontrak sebagai user/buyer Dalam infrastruktur umumnya belanja aset Kewajiban fiskal langsung (direct) Contracting Agency Pemerintah sebagai mitra Risiko dialokasikan antara Badan Usaha & Pemerintah Dapat melibatkan peran pemerintah sebagai licensing agency serta spending agency yang umumnya tertera sebagai kewajiban dalam kontrak Umumnya melibatkan kewajiban fiskal langsung & kontinjen Licensing Agency Pemerintah selaku penerbit izin Umumnya tidak melibatkan kewajiban fiskal maupun keterlibatan fisik/teknis Pendanaan penuh dari swasta Pemerintah juga memiliki peran regulator dalam pengusahaan infrastruktur 6 SEKILAS MENGENAI INFRASTRUKTUR & SKEMA KPBU Opsi Peran Pemerintah dalam Penyediaan Infrastruktur Market Interface Aspek Kebijakan Publik Aspek Pengelolaan Teknis & Keuangan Pelaksana Pelelangan Pengelola Kontrak Pemberi Izin • Melaksanakan lelang, menentukan kriteria penawaran, merancang perjanjian kerjasama • Mengelola kontrak dengan Badan Usaha • Memberikan izin yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan penyediaan infrastruktur Penanggung jawab Risiko Politik • Bertanggung jawab menanggung hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan sektor publik baik oleh PJPK maupun oleh badan pemerintah selain PJPK Pelaksana Off-take •Berlaku jika pemerintah melakukan pembayaran atas kinerja dan/atau jika pemerintah mendistribusikan layanan infrastruktur ke pengguna akhir Pengelola Risiko Teknis • Jika pemerintah menanggung risiko teknis (selain offtake) Pemberi Dukungan Fiskal/Lainnya • Berkaitan dengan peran pemerintah memberikan subsidi atau dukungan 7 SEKILAS MENGENAI INFRASTRUKTUR & SKEMA KPBU Peran Contracting Agency/PJPK Dalam kemitraan, hubungan kontraktual menentukan pembagian risiko antara pemerintah dengan swasta sesuai prinsip alokasi risiko (risk borne by party best able to manage the risk) Risiko yang ditanggung pemerintah dituangkan dalam kewajiban kontraktual Sumber Risiko Mengalihkan risiko ke swasta meningkatkan persepsi risiko investasi & premi yang berdampak pada harga atau kelayakan investasi Mengambil risiko dari pihak swasta tidak serta merta mengurangi biaya proyek Dampak Risiko Konsekuensi Kontraktual • Kerugian finansial • Kehilangan pendapatan • Penambahan biaya • Menanggulangi risiko • Menanggung biaya • Memberikan kompensasi Konsekuensi kontraktual dalam bentuk kewajiban finansial akan memberikan perlindungan investasi mempengaruhi bankability PII berperan dalam kaitan dengan kewajiban finansial pemerintah di kontrak KPS 8 KONTEKS PERAN SERTA PII DALAM KPS Kewajiban Finansial Peraturan Presiden No. 67/2005* Peraturan Presiden no. 78/2010 Peraturan Menteri Keuangan no.260/2010 Single Window Mechanism for Guarantee Provision 1. Meningkatkan kelayakan Proyek (creditworthiness) Proyek KPS Infrastruktur 2. Menyediakan penjaminan pada Proyek KPS di bidang Infrastruktur Tujuan Pendiriaan PII KONTEKS PERAN SERTA PII DALAM KPS Tujuan Pendirian PT PII 3. Meningkatkan tata kelola (governance), konsistensi dan transparansi dalam proses pemberian penjaminan. 4. Meminimalisir kemungkinan terjadinya Sudden Shock terhadap APBN dan ring fencing ekposur kewajiban kontijensi Pemerintah 9 Tujuan Utama Pembentukan dan Manfaat Penjaminan PT PII Perpres 78/2010 PMK 260/201 Mekanisme Satu Pelaksana untuk Penjaminan Infrastruktur PROYEK CREDIBILITY Memastikan proyek layak secara teknik dan finansial Meningkatkan credibility Proyek di mata mitra swasta Pengawasan pelaksanaan proyek dilakukan bersama dengan PJPK Meningkatkan kompetisi, sehingga menghasilkan biaya yang paling optimal RISIKO BANKABILITY Risiko akan dikelola oleh para pihak yang lebih efisien menanggungnya Lebih mudah mendapatkan pendanaan dari bank Rencana mitigasi risiko lebih jelas Mendapatkan tingkat suku bunga yang kompetitif * sebagaimana telah diubah dengan Perpres 13/2010, Perpres 56/2011 dan Perpres 66 Tahun 2013 PROFIL PT PII (IIGF) Perpres 67/2005* PT PENJAMINAN INFRASTRUKTUR INDONESIA (PERSERO) Selaku BUPI - Pelaksana Mekanisme Single Window Penjaminan Infrastruktur 70% 30% Bank (Debt) ( 70% ) Kementerian PU (via BPJT) Mekanisme Anggaran Perjanjian KPS Kewajiban Pemerintah & BUJT Jaminan Regres Kementerian Keuangan) Badan Usaha Jalan Tol PII Equity ( 30% ) Tarif Tol Pengguna Tol STRUKTUR PROYEK & PENJAMINAN Struktur Transaksi dan Peran PT PII (Contoh Sektor Jalan Tol) Membayarkan kewajiban regres PU (PMK 260/2010) 1 2 Profil PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia 30 Desember 2009 (PP 35/2009) Modal Dasar Struktur Modal : Rp. 9 T Modal Disetor : Rp. 4,5 T (dari APBN 2009, 2010, 2011, 2012) Ekuitas saat ini : Rp 5,2 T Kepemilikan Dasar Hukum Mandat Utama 100% Pemerintah Indonesia • Perpres No.67/2005, j.o. Perpres No.13/2010, Perpres No. 56/2011 dan Perpres 66 tahun 2013 • Perpres No. 78 tahun 2010 • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 260/PMK.011/2010 • Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2009 • Peraturan Pemerintah No. 88 tahun 2010 • Peraturan Pemerintah No. 55/2011 • Peraturan Pemerintah No. 68/2012 Menyediakan Penjaminan untuk kewajiban finansial PJPK/Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (Kementerian/Lembaga/BUMN dan BUMD) berdasarkan Perjanjian Kerjasama Infrastruktur KPS antara PJPK & Badan Usaha PROFIL PT PII Tanggal Pembentukan PT PENJAMINAN INFRASTRUKTUR INDONESIA (PERSERO) Selaku BUPI - Pelaksana Mekanisme Single Window Penjaminan Infrastruktur Penilaian atas kewajaran guna memastikan bankability & fairness serta alokasi risiko Evaluasi Proyek Alokasi Risiko Kepatuhan Regulasi Kompetisi Studi Kelayakan Project viability Komitmen PJPK Aspek yang diperhatikan Perjanjian KPS PROFIL & OPERATIONAL MODEL PT PII Proses Penentuan Pemberian Penjaminan untuk Proyek Potensial Klausul Arbitrase Klausul yang mengikat pada Perjanjian KPS maupun Perjanjian Penjaminan Dengan bantuan konsultan kompeten, independen dan terpercaya di bidangnya • PT PII akan melakukan penilaian kelayakan teknis, keuangan, sosial & lingkungan untuk setiap proyek yang akan dijamin sebagaimana diamanatkan regulasi • Penentuan alokasi risiko yang adil & wajar • Proses pengadaan badan usaha yang kompetitif 15 PENUTUP Penutup 17 www.bpkp.go.id PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 67 TAHUN 2005 TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ketersediaan infrastruktur yang memadai dan berkesina mbungan merupakan kebutuhan mendesak untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, serta untuk meningkatkan daya saing Indonesia dalam pergaulan global; b. bahwa untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, dipandang perlu mengambil langkah-langkah yang komprehensif guna menciptakan iklim investasi untuk mendorong keikutsertaan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur berdasarkan prinsip usaha secara sehat; c. bahwa untuk mendorong dan meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur dan jasa pelayanan terkait, perlu pengaturan guna melindungi dan mengamankan kepentingan konsumen, masyarakat, dan badan usaha secara adil; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kerjasama Pemerintah Dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur; Mengingat: 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4430) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2005 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 36); MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PRESIDEN TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan: 1. Menteri/Kepala Lembaga adalah pimpinan kementerian/ lembaga yang ruang lingkup, tugas dan tanggung jawabnya meliputi sektor infrastruktur yang diatur dalam Peraturan Presiden ini. 2. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah propinsi, atau bupati bagi daerah kabupaten, atau walikota bagi daerah kota. 3. Penyediaan Infrastruktur adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur dan/ atau kegiatan pengelolaan infrastruktur dan/ atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka meningkatkan kemanfaatan infrastruktur. 4. Badan Usaha adalah badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan koperasi. www.bpkp.go.id 5. Proyek Kerjasama adalah Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan melalui Perjanjian Kerjasama atau pemberian Izin Pengusahaan antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha. 6. Perjanjian Kerjasama adalah kesepakatan tertulis untuk Penyediaan Infrastruktur antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha yang ditetapkan melalui pelelangan umum. 7. Izin Pengusahaan adalah izin untuk Penyediaan Infrastruktur yang diberikan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah kepada Badan Usaha yang ditetapkan melalui pelelangan. 8. Dukungan Pemerintah adalah dukungan yang diberikan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah kepada Badan Usaha dalam rangka pelaksanaan Proyek Kerjasama berdasarkan Perjanjian Kerjasama. BAB II TUJUAN, JENIS, BENTUK DAN PRINSIP KERJASAMA Pasal 2 (1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. (2) Dalam pelaksanaan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah bertindak selaku penanggung jawab Proyek Kerjasama. Pasal 3 Proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha dilakukan dengan tujuan untuk: a. mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan Infrastruktur melalui pengerahan dana swasta; b. meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan sehat; c. meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam Penyediaan Infrastruktur; d. mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima, atau dalam hal- hal tertentu mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna. Pasal 4 (1) Jenis Infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha mencakup: a. infrastruktur transportasi, meliputi pelabuhan laut, sungai atau danau, bandar udara, jaringan rel dan stasiun kereta api; b. infrastruktur jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol; c. infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku; d. infrastruktur air minum yang meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum; e. infrastruktur air limbah yang meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan pengumpul dan jaringan utama, dan sarana persampahan yang meliputi pengangkut dan tempat pembuangan; f. infrastruktur telekomunikasi, meliputi jaringan telekomunikasi; g. infrastruktur ketenagalistrikan, meliputi pembangkit, transmisi atau distribusi tenaga listrik; dan h. infrastruktur minyak dan gas bumi meliputi pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, transmisi, atau distribusi minyak dan gas bumi. (2) Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikerjasamakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di sektor yang bersangkutan. Pasal 5 (1) Kerjasama Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam pasa1 2 ayat (1), dapat dilaksanakan melalui: a. Perjanjian Kerjasama; atau www.bpkp.go.id b. Izin Pengusahaan. (2) Bentuk kerjasama Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 6 Kerjasama penyediaan Infrastruktur antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha dilakukan berdasarkan prinsip: a. adil, berarti seluruh Badan Usaha yang ikut serta dalam proses pengadaan harus memperoleh perlakuan yang sama; b. terbuka, berarti seluruh proses pengadaan bersifat terbuka bagi Badan Usaha yang memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan; c. transparan, berarti semua ketentuan dan informasi yang berkaitan dengan Penyediaan Infrastruktur termasuk syarat teknis administrasi pemilihan, tata cara evaluasi, dan penetapan Badan Usaha bersifat terbuka bagi seluruh Badan Usaha serta masyarakat umumnya; d. bersaing, berarti pemilihan Badan Usaha melalui proses pelelangan; e. bertanggung-gugat, berarti hasil pemilihan Badan Usaha harus dapat dipertanggungjawabkan; f. saling menguntungkan, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dilakukan berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang seimbang sehingga memberi keuntungan bagi kedua belah pihak dan masyarakat dengan memperhitungkan kebutuhan dasar masyarakat; g. saling membutuhkan, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam penyediaan Infrastruktur dilakukan berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang mempertimbangkan kebutuhan kedua belah pihak; h. saling mendukung, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur dilakukan dengan semangat saling mengisi dari kedua belah pihak. BAB III IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN PROYEK YANG DILAKUKAN BERDASARKAN PERJANJIAN KERJASAMA Pasal 7 (1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah melakukan identifikasi proyek-proyek Penyediaan Infrastruktur yang akan dikerjasamakan dengan Badan Usaha, dengan mempertimbangkan paling kurang: a. kesesuaian dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional/ daerah dan rencana strategis sektor infrastruktur; b. kesesuaian lokasi proyek dengan Rencana Tata Ruang Wilayah; c. keterkaitan antarsektor infrastruktur dan antarwilayah; d. analisa biaya dan manfaat sosial. (2) Setiap usulan proyek yang akan dikerjasamakan harus disertai dengan: a. pra studi kelayakan; b. rencana bentuk kerjasama; c. rencana pembiayaan proyek dan sumber dananya; dan d. rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses dan cara penilaian. Pasal 8 Dalam melakukan identifikasi proyek yang akan dikerjasamakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah melakukan konsultasi publik. Pasal 9 (1) Berdasarkan hasil identifikasi proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan hasil konsultasi publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menetapkan prioritas proyek-proyek yang akan www.bpkp.go.id dikerjasamakan dalam daftar prioritas proyek. (2) Daftar prioritas proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan terbuka untuk umum dan disebarluaskan kepada masyarakat. BAB IV PROYEK KERJASAMA ATAS PRAKARSA BADAN USAHA Pasal 10 Badan Usaha dapat mengajukan prakarsa Proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur yang tidak termasuk dalam daftar prioritas proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah. Pasal 11 (1) Proyek atas prakarsa Badan Usaha wajib dilengkapi dengan: a. studi kelayakan; b. rencana bentuk kerjasama; c. rencana pembiayaan proyek dan sumber dananya; dan d. rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses dan cara penilaian. (2) Proyek atas prakarsa Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempertimbangkan pula ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1). Pasal 12 (1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah mengevaluasi proyek atas prakarsa Badan Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11. (2) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) proyek atas prakarsa Badan Usaha memenuhi persyaratan kelayakan, proyek atas prakarsa Badan Usaha tersebut diproses melalui pelelangan umum sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Presiden ini. Pasal 13 (1) Badan Usaha yang prakarsa Proyek Kerjasamanya diterima oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, diberikan kompensasi. (2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berbentuk: a. pemberian tambahan nilai; atau b. pembelian prakarsa proyek kerjasama termasuk Hak Kekayaan Intelektual yang menyertainya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah atau oleh pemenang tender. Pasal 14 (1) Pemberian tambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a, paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai tender pemrakarsa dan diumumkan secara terbuka sebelum proses pengadaan. (2) Pembelian prakarsa proyek kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf b, merupakan penggantian oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah atau oleh pemenang tender atas biaya yang telah dikeluarkan oleh Badan Usaha pemrakarsa. (3) Besarnya tambahan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan biaya penggantian sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah berdasarkan pertimbangan dari penilai independen, sebelum proses pengadaan. BAB V TARIF AWAL DAN PENYESUAIAN TARIF Pasal 15 (1) Tarif awal dan penyesuaiannya secara berkala ditetapkan untuk memastikan tingkat pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional dan www.bpkp.go.id keuntungan yang wajar dalam kurun waktu tertentu. (2) Dalam hal penetapan tarif awal dan penyesuaiannya tidak dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tarif ditentukan berdasarkan tingkat kemampuan pengguna. (3) Dalam hal tarif ditetapkan berdasarkan tingkat kemampuan pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah memberikan kompensasi sehingga dapat diperoleh tingkat pengembalian investasi dan keuntungan yang wajar. (4) Besaran kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), didasarkan pada perolehan hasil kompetisi antar peserta lelang dan dipilih berdasarkan penawaran besaran kompensasi terendah. (5) Kompensasi hanya diberikan pada Proyek Kerjasama penyediaan Infrastruktur yang mempunyai kepentingan dan kemanfaatan sosial, setelah Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah melakukan kajian yang lengkap dan menyeluruh atas kemanfaatan sosial. BAB VI PENGELOLAAN RESIKO DAN DUKUNGAN PEMERINTAH Pasal 16 (1) Resiko dikelola berdasarkan prinsip alokasi resiko antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan Badan Usaha secara memadai dengan mengalokasikan resiko kepada pihak yang paling mampu mengendalikan resiko dalam rangka menjamin efisiensi dan efektifitas dalam Penyediaan Infrastruktur. (2) Pengelolaan resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam Perjanjian Kerjasama. Pasal 17 (1) Dukungan Pemerintah kepada Badan Usaha dilakukan dengan memperhatikan prinsip pengelolaan dan pengendalian resiko keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). (2) Pengendalian dan pengelolaan resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan oleh Menteri Keuangan atau Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah dalam hal Dukungan Pemerintah diberikan oleh Pemerintah Daerah. (3) Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri Keuangan atau Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah, berwenang untuk: a. memperoleh data dan informasi yang diperlukan dari pihak-pihak yang terkait dengan proyek kerjasama Penyediaan Infrastruktur yang memerlukan Dukungan Pemerintah; b. menyetujui atau menolak usulan pemberian Dukungan Pemerintah kepada Badan Usaha dalam rangka Penyediaan Infrastruktur, berdasarkan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam hal Dukungan Pemerintah diberikan oleh Pemerintah Pusat, atau Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah dalam hal Dukunga n Pemerintah diberikan oleh Pemerintah Daerah; c. menetapkan tata cara pembayaran kewajiban Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah yang timbul dari proyek Penyediaan Infrastruktur dalam hal penggantian atas hak kekayaan intelektua l, pembayaran subsidi, dan kegagalan pemenuhan Perjanjian Kerjasama. BAB VII TATA CARA PENGADAAN BADAN USAHA DALAM RANGKA PERJANJIAN KERJASAMA Pasal 18 Pengadaan Badan Usaha dalam rangka Perjanjian Kerjasama dilakukan melalui pelelangan umum. www.bpkp.go.id Pasal 19 Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah membentuk panitia pengadaan. Pasal 20 Tata cara pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, meliputi: a. persiapan pengadaan; b. pelaksanaan pengadaan; c. penetapan pemenang; dan d. penyusunan perjanjian kerjasama. Pasal 21 Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menetapkan pemenang lelang berdasarkan usulan dari panitia pengadaan. Pasal 22 Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 diatur lebih lanjut dalam Lampiran Peraturan Presiden ini, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Presideh ini. BAB VIII PERJANJIAN KERJASAMA Pasal 23 (1) Perjanjian Kerjasama paling kurang memuat ketentuan mengenai: a. lingkup pekerjaan; b. jangka waktu; c. jaminan pelaksanaan; d. tarif dan mekanisme penyesua iannya; e. hak dan kewajiban, termasuk alokasi resiko; f. standar kinerja pelayanan; g. larangan penga lihan Perjanjian Kerjasama atau penyertaan saham pada Badan Usaha pemegang Perjimjian Kerjasama sebelum Penyediaan Infrastruktur beroperasi secara komersial; h. sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian; i. pemutusan atau pengakhiran perjanjian; j. laporan keuangan Badan Usaha dalam rangka pelaksanaan perjanjian, yang diperiksa secara tahunan oleh auditor independen, dan pengumumannya dalam media cetak yang berskala nasional; k. mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur secara berjenjang, yaitu musyawarah mufakat, mediasi, dan arbitrase/ pengadilan; l. mekanisme pengawasan Kinerja Badan Usaha dalam pelaksanaan perjanjian; m. pengembalian infrastruktur dan/ atau pengelolaannya kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah; n. keadaan memaksa; o. hukum yang berlaku, yaitu hukum Indonesia. (2) Dalam hal Penyediaan Infrastruktur dilaksanakan dengan melakukan pembebasan lahan oleh Badan Usaha, besarnya Jaminan Pelaksanaan sebaga imana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dapat ditentukan dengan memperhitungkan biaya yang telah dikeluarkan Badan Usaha untuk pembebasan lahan dimaksud. (3) Perjanjian Kerjasama mencantumkan dengan jelas status kepemilikan aset yang diadakan selama jangka waktu perjanjian. Pasal 24 (1) Paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan setelah Badan Usaha menandatangani Perjanjian Kerjasama, Badan Usaha harus telah memperoleh pembiayaan untuk Proyek Kerjasama. (2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi oleh www.bpkp.go.id Badan Usaha, Perjanjian Kerjasama berakhir dan jaminan pelelangan dapat dicairkan. Pasal 25 (1) Dalam hal terdapat penyerahan penguasaan aset yang dimiliki atau dikuasai oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah kepada Badan Usaha untuk pelaksanaan Proyek Kerjasama, dalam Perjanjian Kerjasama harus diatur: a. tujuan penggunaan aset dan larangan untuk mempergunakan aset untuk tujuan selain yang telah disepakati; b. tanggung jawab pengoperasian dan pemeliharaan termasuk pembayaran pajak dan kewajiban lain yang timbul akibat penggunaan aset; c. hak dan kewajiban pihak yang menguasai aset untuk mengawasi dan memelihara kinerja aset sela ma digunakan; d. larangan bagi Badan Usaha untuk mengagunkan aset sebagai jaminan kepada pihak ketiga; e. tata cara penyerahandan/ atau pengembalian aset. (2) Dalam hal Perjanjian Kerjasama mengatur penyerahan penguasaan aset yang diadakan oleh Badan Usaha selama jangka waktu perjanjian, Perjanjian Kerjasama harus mengatur: a. kondisi aset yang akan dialihkan; b. tata cara pengalihan aset; c. status aset yang bebas dari segala jaminan kebendaan atau pembebanan dalam bentuk apapun pada saat aset diserahkan kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah; d. status aset yang bebas dari tuntutan pihak ketiga; e. pembebasan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dari segala tuntutan yang timbul setelah penyerahan aset; f. kompensasi kepada Badan Usaha yang melepaskan aset. Pasal 26 Dalam kaitannya dengan penggunaan Hak Kekayaan Intelektual, Perjanjian Kerjasama harus memuat jaminan dari Badan Usaha bahwa: a. Hak Kekayaan Intelektual yang digunakan sepenuhnya terbebas dari segala bentuk pelanggaran hukum; b. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah akan dibebaskan dari segala gugatan atau tuntutan dari pihak ketiga manapun yang berkaitan dengan penggunaan Hak Kekayaan Intelektual dalam Penyediaan Infrastruktur; b. Sementara penyelesaian perkara sedang berjalan karena adanya gugatan atau tuntutan sebagaimana dimaksud pada huruf b maka: 1) kelangsungan Penyediaan Infrastruktur tetap dapat dilaksanakan; 2) mengusahakan lisensi sehingga penggunaan Hak Kekayaan Intelektual tetap dapat berlangsung. BAB IX PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR BERDASARKAN IZIN PENGUSAHAAN Pasal 27 Pengadaan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur berdasarkan Izin Pengusahaan dilakukan melalui lelang izin (auction). Pasal 28 Tata cara lelang izin sebagaimana dimaksud Pasal 27, diatur lebih lanjut oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, dengan menerapkan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. www.bpkp.go.id BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 29 Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini: 1. Perjanjian Kerjasama yang telah ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Presiden ini tetap berlaku; 2. Proses pengadaan yang telah dilakukan dan ditetapkan pemenangnya berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta Dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur, namun Perjanjian Kerjasama belum ditandatangani, maka Perjanjian Kerjasama dibuat sesuai dengan Peraturan Presiden ini; 3. Perjanjian Kerjasama yang telah ditandatangani berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta Dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur, namun belum tercapai pemenuhan pembiayaan, maka ketentuan kewajiban pemenuhan pembiayaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Pasal 24 Peraturan Presiden ini. BAB XI PENUTUP Pasal 30 Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, maka Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta Dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 31 Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 November 2005 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO www.bpkp.go.id LAMPIRAN : PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 67 Tahun 2005 TANGGAL : 9 November 2005 TATA CARA PENGADAAN BADAN USAHA DALAM RANGKA PERJANJIAN KERJASAMA A. Perencanaan Pengadaaan 1. Menteri/Ketua Lembaga/Kepala Daerah membentuk Panitia Pengadaan; 2. Anggota Panitia Pengadaan terdiri dari unsur-unsur yang memahami: a. tata cara pengadaan; b. substansi pekerjaan/kegiatan yang bersangkutan; c. hukum perjanjian; d. aspek teknis; e. aspek keuangan. 3. Jadwal pelaksanaan pengadaan: penyusunan jadwal pelaksanaan pengadaan harus memberikan alokasi waktu yang cukup untuk semua tahapan proses pengadaan. 4. Harga Perhitungan Sendiri (HPS) harus dilakukan dengan cermat. 5. Dokumen pelelangan umum paling kurang memuat: a. undangan kepada para peserta lelang; b. instruksi kepada peserta lelang yang paling kurang memuat: 1) umum: lingkup pekerjaan, sumber dana, persyaratan dan kualifikasi peserta lelang, jumlah dokumen penawaran yang disampaikan, dan peninjauan lokasi kerja; 2) isi dokumen pelelangan umum, penjelasan isi dokumen pelelangan umum, dan perubahan isi dokumen pelelangan umum; 3) persyaratan bahasa yang digunakan dalam penawaran, penulisan harga penawaran, mata uang penawaran dan cara pembayaran, masa berlaku penawaran, surat jaminan penawaran, usulan penawaran alternatif oleh peserta lelang, bentuk penawaran, dan penandatanganan surat penawaran; 4) cara penyampulan dan penandaan sampul penawaran, batas akhir waktu penyampaian penawaran, perlakuan terhadap penawaran yang terlambat, serta larangan untuk perubahan dan penarikan penawaran yang telah masuk; 5) prosedur pembukaan penawaran, kerahasiaan dan larangan, klarifikasi dokumen penawaran, pemeriksaan kelengkapan dokumen penawaran, koreksi aritmatik, konversi ke dalam mata uang tunggal, sistem evaluasi penawaran meliputi kriteria, formulasi dan tata cara evaluasi, serta penilaian preferensi harga; c. rancangan perjanjian kerjasama; d. daftar kuantitas dan harga; e. spesifikasi teknis dan gambar; f. bentuk surat penawaran; g. bentuk kerjasama; h. bentuk surat jaminan penawaran; i. bentuk surat jaminan pelaksanaan; j. dalam dokumen pelelangan umum harus dijelaskan metode penyampaian dokumen penawaran. B. Pelaksanaan Pengadaan: 1. Pengumuman dan Pendaftaran Peserta a. Panitia Pengadaan harus mengumumkan secara luas tentang adanya pelelangan umum; b. isi pengumuman paling kurang memuat: nama dan alamat Menteri/Ketua Lembaga/Kepala Daerah yang akan mengadakan pelelangan umum, uraian www.bpkp.go.id singkat mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan, perkiraan nilai pekerjaan, syarat-syarat peserta lelang, tempat, tanggal, hari, dan waktu untuk mengambil dokumen pelelangan umum; c. agar pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat mencapai sasaran secara luas, efisien, dan tepat sesuai dengan jangkauan masyarakat dan pengusaha yang dituju, maka pengumuman diatur sebagai berikut: pengumuman pelelangan/prakualifikasi menggunakan surat kabar dan siaran radio pemerintah daerah/ swasta yang mempunyai jangkauan pembaca dan pendengar nasional/internasional. 2. Prakualifikasi, mencakup penilaian terhadap: a. surat izin usaha pada bidang usahanya; b. kewenangan untuk menandatangani kontrak secara hukum; c. status hukum perusahaan, dalam arti perusahaan tidak dalam pengawasan pengadilan, tidak bangkrut, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan, dan/ atau tidak sedang menjalani sanksi pidana; d. pengalaman dalam Proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur sejenis; e. kemampuan menyediakan fasilitas dan peralatan serta personil; f. surat dukungan keuangan dari bank; dan g. ketersediaan peralatan khusus, tenaga ahli spesialis yang diperlukan, atau pengalaman tertentu, untuk pekerjaan khusus/ spesifik/ teknologi tinggi. 3. Tata Cara Prakualifikasi: a. pengumuman prakualifikasi untuk pelelangan umum; b. pendaftaran dan pengambilan dokumen prakualifikasi; c. penyampaian dokumen prakualifikasi oleh peserta lelang; d. evaluasi dokumen prakuaIifikasi; e. penetapan daftar peserta lelang yang lulus prakualifikasi oleh Panitia pengadaan; f. pengesahan hasil prakualifikasi oleh Panitia Pengadaan; g. pengumuman hasil prakualifikasi; h. pengajuan keberatan oleh peserta lelang yang tidak lulus prakualifikasi kepada Menteri/Ketua Lembaga/Kepala Daerah, apabila ada; i. penelitian dan tindak lanjut atas sanggahan terhadap hasil prakualifikasi; j. evaluasi ulang oleh Panitia Pengadaan apabila sanggahan/keberatan penyedia barang/jasa terbukti benar dan pengumuman hasil evaluasi ulang. 4. Penyusunan Daftar Peserta, Penyampaian Undangan dan Pengambilan Dokumen Pelelangan Umum a. daftar peserta lelang yang akan diundang harus disahkan oleh Menteri/Ketua Lembaga/Kepala Daerah; b. apabila peserta lelang yang lulus prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) maka dilakukan pengumuman dan proses prakualifikasi ulang dengan mengundang peserta lelang yang baru; c. apabila setelah pengumuman lelang/prakualifikasi diulang, ternyata tidak ada tambahan calon peserta lelang yang baru atau keseluruhan peserta lelang masih kurang dari 3 (tiga) peserta, maka Panitia Pengadaan melanjutkan proses pelelangan umum; d. semua calon peserta lelang yang tercatat dalam daftar peserta lelang harus diundang untuk mengambil dokumen pelelangan umum; e. peserta lelang yang diundang berhak mengambil dokume n pelelangan umum dari Panitia Pengadaan. 5. Penjelasan Lelang (Aanwijzing) a. penjelasan lelang dilakukan di tempat dan pada waktu yang ditentukan, dihadiri oleh para peserta lelang yang terdaftar dalam daftar peserta lelang; b. ketidakhadiran peserta lelang pada saat penjelasan lelang tidak dapat dijadikan www.bpkp.go.id dasar untuk menolak/menggugurkan penawaran; c. dalam acara penjelasan pelelangan umum, harus dijelaskan kepada peserta mengenai: 1) metode pelelangan; 2) cara penyampaian penawaran; 3) dokumen yang harus dilampirkan dalam dokumen penawaran; 4) acara pembukaan dokumen penawaran; 5) metode evaluasi; 6) hal- hal yang menggugurkan penawaran; 7) bentuk perjanjian kerjasama; 8) ketentuan dan cara evaluasi berkenaan dengan preferensi harga atas penggunaan produksi dalam negeri; 9) besaran, masa berlaku dan pihak yang dapat mengeluarkan jaminan penawaran. d. apabila dipandang perlu, Panitia Pengadaan dapat memberikan penjelasan lanjutan dengan cara melakukan peninjauan lapangan; e. pemberian penjelasan mengenai pasal-pasal dokumen pelelangan umum yang berupa pertanyaan dari peserta dan jawaban dari Panitia Pengadaan serta keterangan lain termasuk perubahannya dan peninjauan lapangan, harus dituangkan dalam Berita Acara Penjelasan (BAP) yang ditandatangani oleh Panitia Pengadaan dan minimal 1 (satu) wakil dari peserta yang hadir, dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen pelelangan umum; f. apabila dalam BAP sebagaimana dimaksud pada huruf e terdapat halhal/ketentuan baru atau perubahan penting yang perlu ditampung, maka Panitia Pengadaan harus menuangkan ke dalam adendum dokumen pelelangan umum. 6. Penyampaian dan Pembukaan Dokumen Penawaran a. metode penyampaian dan cara pembukaan dokumen penawaran harus mengikuti ketentuan yang dipersyaratkan dalam dokumen pelelangan umum; b. metode penyampaian dokumen penawaran yang akan digunakan harus dijelaskan pada waktu acara pemberian penjelasan; c. Panitia Pengadaan mencatat waktu, tanggal dan tempat penerimaan dokumen penawaran yang diterima melalui pos pada sampul luar penawaran dan memasukkan ke dalam kotak/tempat pelelangan; d. pada akhir batas waktu penyampaian dokumen penawaran, Panitia Pengadaan membuka rapat pembukaan dokumen penawaran, menyatakan dihadapan para peserta lelang bahwa saat pemasukan dokumen penawaran telah ditutup sesuai waktunya, menolak dokumen penawaran yang terlambat dan/ atau tambahan dokumen penawaran, kemudian membuka dokumen penawaran yang masuk; e. bagi penawaran yang disampaikan melalui pos dan diterima terlambat, Panitia Pengadaan membuka sampul luar dokumen penawaran untuk mengetahui alamat peserta lelang dan memberitahukan kepada peserta lelang yang bersangkutan untuk mengambil kembali seluruh dokumen penawaran. Pengembalian dokumen penawaran disertai dengan bukti serah terima; f. tidak diperkenankan mengubah waktu penutupan penyampaian pena waran untuk hal- hal yang tidak penting. Dalam hal dilakukan perubahan waktu penutupan penyampaian penawaran maka perubahan tersebut harus dituangkan di dalam adendum dokumen pelelangan umum dan disampaikan pada seluruh peserta le lang; g. pembukaan dokumen penawaran: 1) Panitia Pengadaan meminta kesediaan sekurang-kurangnya 2 (dua) wakil dari peserta lelang yang hadir sebagai saksi. Apabila tidak terdapat saksi dari peserta lelang yang hadir, Panitia Pengadaan menunda pembukaan kotak/tempat pemasukan dokumen penawaran sampai dengan waktu tertentu yang telah ditentukan Panitia Pengadaan. Setelah sampai pada batas waktu yang telah ditentukan, wakil peserta lelang tetap tidak ada www.bpkp.go.id 2) 3) 4) 5) 6) 7) 8) 9) yang hadir, acara pembukaan kotak/tempat pemasukan dokumen penawaran dilakukan dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi di luar Panitia Pengadaan yang ditunjuk secara tertulis oleh Panitia Pengadaan; Panitia Pengadaan meneliti isi kotak/tempat pemasukan dokumen penawaran dan menghitung jumlah sampul penawaran yang masuk (tidak dihitung surat pengunduran diri) dan apabila penawaran yang masuk kurang dari 3 (tiga) peserta, pelelangan umum tidak dapat dilanjutkan dan harus diulang, kemudian mengumumkan kembali dengan mengundang calon peserta lelang yang baru; Pembukaan dokumen penawaran untuk setiap sistem dilakukan sebagai berikut: a) Panitia Pengadaan membuka kotak dan sampul I dihadapan peserta lelang. b) Sampul I yang berisi data administrasi dan teknis dibuka, dan dijadikan lampiran berita acara pembukaan dokumen penawaran sampul I. c) Sampul II yang berisi data harga disampaikan kemudian oleh peserta lelang dalam hal telah dinyatakan lulus persyaratan teknis dan administrasi. Panitia Pengadaan memeriksa, menunjukkan dan membacakan di hadapan para peserta lelang mengenai kelengkapan dokumen penawaran, yang terdiri atas: a) surat penawaran yang di dalamnya tercantum masa berlaku penawaran tetapi tidak tercantum harga penawaran; b) jaminan penawaran asli; c) dokumen penawaran teknis dan dokumen pendukung lainnya yang disyaratkan dalam dokumen pelelangan umum. Panitia Pengadaan tidak boleh menggugurkan penawaran pada waktu pembukaan penawaran kecuali untuk penawaran yang terlambat memasukkan/ menyampaikan penawarannya; Panitia Pengadaan segera membuat berita acara pembukaan dokumen penawaran terhadap semua penawaran yang masuk; Setelah dibacakan dengan jelas, berita acara ditandatangani oleh anggota Panitia Pengadaan yang hadir dan 2 (dua) orang wakil peserta lelang yang sah yang ditunjuk oleh para peserta lelang yang hadir; Dalam hal terjadi penundaan waktu pembukaan penawaran, maka penyebab penundaan tersebut harus dimuat dengan jelas di dalam berita acara pembukaan penawaran (BAPP); BAPP dibagikan kepada wakil peserta lelang yang hadir tanpa dilampiri dokumen penawaran. 7. Evaluasi Penawaran dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam dokumen pelelangan. 8. Pembuatan Berita Acara Hasil Pelelangan a. Panitia Pengadaan membuat kesimpulan dari hasil evaluasi yang dituangkan dalam berita acara hasil pelelangan (BAHP). BAHP memuat hasil pelaksanaan pelelangan, termasuk cara penilaian, rumus-rumus yang digunakan, sampai dengan penetapan urutan pemenangnya berupa daftar peserta lelang. BAHP ditandatangani oleh ketua dan semua anggota Panitia Pengadaan atau sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota Panitia; b. BAHP bersifat rahasia sampai dengan saat penandatangan kontrak; c. BAHP harus memuat hal- hal sebagai berikut: 1) Nama semua peserta lelang dan harga penawaran dan/ atau harga penawaran terkoreksi, dari masing- masing peserta lelang; 2) Metode evaluasi yang digunakan; 3) Rumus yang dipergunakan; www.bpkp.go.id 4) Keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu mengenai hal ikhwal pelaksanaan pelelangan; 5) Tanggal dibuatnya berita acara serta jumlah peserta lelang yang lulus dan tidak lulus pada setiap tahapan evaluasi; 6) Penetapan urutan dari 1 (satu) calon pemenang dan 2 (dua) cadangan. Apabila tidak ada penawaran yang memenuhi syarat, BAHP harus mencantumkan pernyataan bahwa pelelangan umum dinyatakan gagal, dan harus segera dilakukan pelelangan ulang. Apabila peserta lelang yang memenuhi syarat kurang dari 3 (tiga), maka peserta lelang tersebut tetap diusulkan sebagai calon pemenang lelang. 9. Penetapan Pemenang Lelang a. Panitia Pengadaan menetapkan calon peme nang lelang berdasarkan hasil evaluasi; b. Panitia Pengadaan membuat dan menyampaikan laporan kepada Menteri/ Ketua Lembaga/Kepala Daerah untuk menetapkan pemenang lelang. Laporan tersebut disertai usulan calon pemenang dan penjelasan atau keterangan lain yang dianggap perlu sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil keputusan. c. Menteri/Ketua Lembaga/Kepala Daerah menetapkan pemenang lelang berdasarkan usulan dari Panitia Lelang. d. Data pendukung yang diperlukan untuk menetapkan pemenang lelang adalah: 1) Dokumen pelelangan umum, beserta adendum (bila ada); 2) Berita acara pembukaan penawaran (BAPP); 3) Berita acara hasil pelelangan (BAHP); 4) Ringkasan proses pelelangan dan hasil pelelangan; 5) Dokume:n penawaran dari calon pemenang lelang dan cadangan calon pemenang yang telah diparaf Panitia Pengadaan dan 2 (dua) wakil peserta lelang; 6) Apabila terjadi keterlambatan dalam menetapkan pemenang lelang dan mengakibatkan penawaran/jaminan penawaran habis masa berlakunya, maka dilakukan konfirmasi kepada seluruh peserta lelang untuk memperpanjang surat penawaran dan jaminan penawaran. Calon pemenang le lang dapat mengundurkan diri tanpa dikenakan sanksi. 10. Pengumuman Pemenang Lelang Pemenang le lang diumumkan dan diberitahukan oleh Panitia Pengadaan kepada para peserta selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya surat penetapan pemenang le lang dari Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah. 11. Sanggahan Peserta Lelang a. Kepada peserta lelang yang berkeberatan atas penetapan pemenang lelang diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis, selambatlambatnya dalam jangka waktu yang memadai. b. Sanggahan disampaikan kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, disertai bukti-bukti terjadinya penyimpangan. c. Sanggahan diajukan oleh peserta lelang baik secara sendiri-sendiri maupun bersama dengan peserta lelang lain. 12. Penerbitan Surat Penetapan Pemenang Lelang a. Menteri/Ketua Lembaga/Kepala Daerah menerbitkan Surat Penetapan Pemenang Lelang sebagai pelaksana Proyek Kerjasama, dengan ketentuan: 1) Tidak ada sanggahan dari peserta lelang; atau 2) Sanggahan yang diterima pejabat yang berwenang menetapkan dalam masa sanggah ternyata tidak benar, atau sanggahan diterima melewati waktu masa sanggah. b. Peserta lelang yang ditetapkan sebagai pemenang wajib menerima keputusan www.bpkp.go.id c. d. e. f. g. h. tersebut. Apabila yang bersangkutan mengundurkan diri dan masa penawarannya masih berlaku maka pengunduran diri tersebut hanya dapat dilakukan berdasarkan alasan yang dapat diterima secara obyektif oleh Menteri/Ketua Lembaga/Kepala Daerah, dengan ketentuan bahwa jaminan penawaran peserta le lang menjadi barang milik negara. Terhadap pemenang mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat diterima dan masa penawarannya masih berlaku, disamping jaminan penawaran yang bersangkutan menjadi barang milik Negara, pemenang tersebut juga dikenakan sanksi berupa larangan untuk mengikuti kegiatan pelelangan umum untuk Proyek Kerjasama selama 2 (dua) tahun. Apabila pemenang lelang urutan pertama yang ditetapkan sebagai pemenang mengundurkan diri, maka penetapan pemenang dapat dilakukan kepada calon pemenang lelang urutan kedua (jika ada), dengan ketentuan: 1) Penetapan pemenang lelang urutan kedua tersebut harus terlebih dahulu mendapat penetapan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah; 2) Masa penawaran calon pemenang lelang urutan kedua masih berlaku atau sudah diperpanjang masa berlakunya. Apabila calon pemenang lelang urutan kedua juga mengundurkan diri, maka penetapan pemenang dapat dilakukan kepada calon pemenang urutan ketiga (jika ada) dengan ketentuan: 1) Penetapan pemenang lelang tersebut harus terlebih dahulu mendapat penetapan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah; 2) Masa berlakunya penawaran calon pemenang lelang urutan ketiga masih berlaku atau sudah diperpanjang; 3) Jaminan penawaran dari pemenang lelang urutan kedua menjadi barang milik negara; 4) Bila calon pemenang kedua mengundurkan diri, dengan alasan yang tidak dapat diterima, dikenakan sanksi sebagaimana tersebut pada butir 12 c di atas. Apabila calon pemenang ketiga mengundurkan diri, dengan alasan yang tidak dapat diterima, maka dikenakan sanksi sebagaimana tersebut pada butir 12 c di atas. Kemudian Panitia Pengadaan melakukan pelelangan ulang, dengan ketentuan bahwa jaminan penawaran dari calon pemenang lelang urutan ketiga menjadi barang milik Negara. Surat Penetapan pemenang harus dibuat paling lambat 5 (lima) hari kerja setelah pengumuman penetapan pemenang lelang dan segera disampaikan kepada pemenang lelang. Salah satu tembusan dari Surat Penetapan Pemenang Lelang disampaikan (tanpa lampiran perjanjian/ kontrak) sekurang-kurangnya kepada unit pengawasan internal. 13. Pelelangan Ulang Pelelangan Ulang dilakukan berdasarkan pertimbangan: a. penawaran yang diajukan tidak memenuhi persyaratan yang ada di dalam dokumen pelelangan; b. hanya terdapat kurang dari 3 (tiga) penawaran yang memenuhi persyaratan yang ada di dalam dokumen pelelangan. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO www.bpkp.go.id invest in PENERAPAN SKEMA PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP DALAM PROYEK PEMBANGUNAN ENERGI LISTRIK Direktorat Perencanaan Infrastruktur BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL © 2015 by Indonesian Investment Coordinating Board. All rights reserved Outline 1 Latar Belakang 2 Proyek Infrastruktur dengan skema KPBU 3 Kebijakan Dan Strategi Di Sektor Ketenagalistrikan 4 Skema Investasi Sektor Ketenagalistrikan IndonesiaInvestment Coordinating Board 2 Latar Belakang Sumber Pembiayaan Infrastruktur RPJMN 2015-2019 APBN + APBD Sasaran Investasi Infrastruktur (Infrastruktur Strategis: Rp 5.452 Trilliun/US$. 460 Milyar) sekitar Rp. 1.178T APBN + APBD – 22% sekitar Rp. 350T BUMN – 6% sekitar Rp. 1.090T Selisih Pendanaan (Financing Gap) sekitar Rp. 93T sekitar Rp. 2.741T KPBU – 20% } Off Balance Sheet – 2% Kesenjangan Pendanaan - 50% Skema Pembiayaan Alternatif 1. KPBU merupakan salah satu skema pembiayaan alternatif bagi penyediaan infrastruktur di Indonesia yang terkait dengan kurangnya kapasitas APBN/APBD untuk mendanai penyediaan seluruh proyek infrastruktur strategis di Indonesia selama periode 2015-2019 2. Angka menunjukkan nilai investasi murni (CAPEX) dan rehabilitasi besar, belum termasuk biaya operasi dan pemeliharaan rutin 3. Angka masih bersifat sementara Sumber: Paparan BAPPENAS, 2014 The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia 3 Proyek Infrastruktur KPBU NO Sektor Dalam USD Milyar APBN APBD BUMN Swasta TOTAL 1 Jalan 28.3 16.7 5.4 16.7 67.1 2 Kereta Api 12.5 - 0.9 10.2 23.6 3 Transportasi Laut 41.5 - 19.9 13.7 75.0 4 7.1 0.4 4.2 2.1 13.8 4.2 - 0.8 - 5.0 6 Transportasi Udara Transportasi Darat (termasuk ASDP) Transportasi Kota 7.5 1.3 0.4 0.4 9.6 7 Ketenagalistrikan 8.3 - 37.1 36.3 81.7 8 0.3 - 12.6 29.3 42.2 1.0 1.3 2.3 18.6 23.2 10 Energy (Minyak dan Gas) Teknologi Informasi dan Telekomunikasi SDA 23.0 5.7 0.6 4.2 33.4 11 Air Minum dan Limbah 18.9 16.5 3.7 2.5 41.6 12 Perumahan 32.0 3.7 1.0 7.3 44.0 184.6 45.4 88.9 141.0 460.0 40.14% 9.88% 19.32% 30.66% 100.00% 5 9 Total Infrastruktur Persentase • Menurut rencana pembangunan lima tahun (RPJMN) 2015-2019, dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi 7%, investasi infrastruktur 2015-2019 harus mencapai USD 460 Miliar • APBN dan APBD mengcover sebesar 50% dari total kebutuhan investasi. • Peluang besar bagi partisipasi investasi swasta (termasuk PPP): USD 141 Miliar (30,66%) The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia 4 Outline 1 Latar Belakang 2 Proyek Infrastruktur dengan skema KPBU 3 Kebijakan Dan Strategi Di Sektor Ketenagalistrikan 4 Skema Investasi Sektor Ketenagalistrikan IndonesiaInvestment Coordinating Board 5 Jenis Infrastruktur dengan skema KPBU (Menurut Perpres No. 38/2015) No Jenis Infrastruktur 1. Infrastruktur Transportasi 11 Infrastruktur Konservasi Energi 2. Infrastruktur Jalan 12 Infrastruktur Fasilitas Perkotaan 3. Infrastruktur SDA dan Irigasi 13 Infrastruktur Fasilitas Pendidikan 4. Infrastruktur Air Minum 14 Infrastruktur Fasilitas Sarana dan Prasarana Olahraga serta Kesenian 5. Infrastruktur Sistem Pengolahan Air Limbah Terpusat 15 Infrastruktur Kawasan 6. Infrastruktur Sistem Pengolahan Air Limbah Setempat 16 Infrastruktur Pariwisata 7. Infrastruktur Sistem Pengolahan Persampahan 17 Infrastruktur Kesehatan 8. Infrastruktur Telekomunikasi dan Informatika 18 Infrastruktur Lembaga Pemasyarakatan 9. Infrastruktur Ketenagalistrikan 19 Infrastruktur Perumahan Rakyat 10. Infrastruktur Minyak dan Gas Bumi dan Energi Terbarukan Ketentuan lebih lanjut pada setiap infrastruktur akan dijelaskan dalam Peraturan Menteri (Masih dalam proses di Bappenas) The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia 6 Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastrukur (1) Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastrukur, mencakup beberapa poin penting, yaitu: • BENTUK KERJASAMA KPBU dapat merupakan gabungan 2 atau lebih jenis infrastruktur • PENANGGUNG JAWAB PROYEK KERJASAMA (PJPK) Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala daerah bertindak selaku PJPK, dan memiliki kewenangan untuk menandatangani nota kesepahaman mengenai PJPK. Yang memuat : 1. Kesepakatan pihak yang menjadi koordinator PJPK 2. Kesepakatan mengenai pembagian tugas dan anggaran dalam rangka penyiapan, transaksi, dan manajemen KPBU 3. Jangka waktu pelaksanaan KPBU PENGADAAN TANAH 1. Pendanaan pengadaan tanah untuk KPBU bersumber dari APBN dan APBD 2. Apabila PJPK adalah BUMN dan BUMD pendanaan pengadaan tanah bersumber dari anggaran BUMN dan BUMD 3. Apabila KPBU layak secara finansial, Badan Usaha Pelaksana dapat membayar kembali sebagian atau seluruh biaya pengadaan tanah Garansi dan Dukungan Pemerintah untuk Proyek Infrastruktur *) • PENINGKATAN INFRASTRUKTUR PADA PROSES PENGADAAN Untuk menyederhanakan prosedur pengadaan proyek infrastruktur PPP, perusahaan asing atau badan usaha yang memenuhi syarat untuk mengikuti tender tanpa mendirikan sebuah perusahaan lokal pertama di Indonesia. Mereka juga dapat masuk ke dalam tender dalam bentuk konsorsium dengan mitra lokal maupun internasional. Namun, setelah mereka diumumkan sebagai pemenang tender, mereka harus mendirikan sebuah badan usaha Indonesia; Proses pra-qualifacilitation sekarang hanya akan diulang sekali. Pengadaan tanah juga dipegang oleh Pihak Badan sebelum masuknya dokumen tender. • JAMINAN PEMERINTAH Disediakan oleh Menteri Keuangan melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) • DUKUNGAN PEMERINTAH Dana Viabilitas Gap (VGF), Dana Land, Geothermal Fund, Izin dan Perizinan, Pembebasan Tanah, Penggunaan Kekayaan Negara, Pakan di Tarif untuk energi terbarukan • PROYEK PERSIAPAN Melalui PT. Sarana Multi Infrastruktur (PT. SMI) untuk mempersiapkan studi pra-kelayakan; peparing dokumen tender; memberikan bantuan selama proses tender; dan memberikan dukungan terhadap realisasi keuangan • FASILITAS FISKAL 1. Tax allowance untuk infrastruktur dan energi terbarukan; Tax Holiday untuk proyek Kilang Minyak 2. Geothermal Fund 3. Feed in Tariff (PLTA Energi, Energi Matahari, dan Limbah Padat untuk Energi) Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastrukur (2) • PENYIAPAN KPBU a. Penyiapan KPBU menghasilkan : 1. Prastudi kelayakan* 2. Rencana dukungan pemerintah dan jaminan pemerintah 3. Penetapan tata cara pengembalian investasi badan usaha pelaksana 4. Pengadaan tanah untuk KPBU b. Biaya penyiapan KPBU dibayarkan dengan tata cara pembayaran berkala, pembayaran secara penuh dan gabungan pembayaran secara berkala dan penuh c. Dibebankan kepada badan usaha pemenang lelang meliputi: 1. Biaya penyiapan 2. Biaya transaksi 3. Imbalan terhadap badan usaha berdasarkan keberhasilan KPBU (succsess fee) 4. Biaya lain yang sah * Prastudi kelayakan menghasilkan kesimpulan, antara lain: 1. Sumber Pembiayaan KPBU 2. Identifikasi kerangka kontraktual, pengaturan, dan kelembagaan 3. Rancangan KPBU dari aspek teknis 4. Usulan dukungan Pemerintah dan Jaaminan Pemerintah yang diperlukan 5. Identifikasi resiko dan rekomendasi mitigasi, serta pengalokasian resiko tersebut, dan 6. Bentuk pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana Tugas BKPM dalam Upaya Penyediaan Infrastruktur Dengan Skema KPBU Berdasarkan MoU antara Menteri Keuangan, Kepala Bappenas dan Kepala BKPM yang ditandatangani pada tanggal 18 Agustus 2010, BKPM memiliki tugas dalam percepatan proyek KPBU infrastruktur sebagai berikut: 1. Mengemas informasi tentang proyek infrastruktur yang siap ditawarkan sehingga menarik bagi investor, termasuk menetapkan: a. Proyek KPBU yang akan dijadikan pionir (“proyek showcase”) dan target penyelesaian masing-masing proyek showcase sampai di dapatkannya pendanaan (financial close); b. Rencana aksi dan peran dari tiap pemangku kepentingan terkait proyek showcase. 5. Menyampaikan daftar para calon investor dan dokumen penunjang kepada penanggungjawab proyek kerjasama di Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah (contracting agency) untuk diproses lebih lanjut. 2. Mencari dan mengidentifikasi investor yang potensial dan menawarkan proyek infrastruktur kepada investor tersebut. 7. Melakukan monitoring atas pelaksanaan rencana aksi dan pemenuhan target dari tiap pemangku kepentingan terkait proyek showcase. 3. Memfasilitasi pemasaran proyek infrastruktur yang siap ditawarkan tersebut melalui kegiatan antara lain : • market sounding; • road show; dan • business forum. 8. Melakukan koordinasi penyelesaian permasalahan yang ditemui terkait proyek showcase (clearing house agent). 6. Memfasilitasi penerbitan perizinan dan nonperizinan yang diperlukan dalam pelaksanaan proyek KPBU melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang Penanaman Modal. 4. Memfasilitasi kerjasama dengan para calon investor dan dukungan Pemerintah The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia 10 Outline 1 Latar belakang 2 Proyek Infrastruktur dengan skema KPBU 3 Kebijakan dan Strategi Di Sektor Ketenagalistrikan 4 Skema Investasi Sektor ketenagalistrikan IndonesiaInvestment Coordinating Board 11 35 Electricity Program Development Of Electricity Infrastructure 2015-2019: 42 GW (7 GW initial plan, 35 GW new program (top down) by PLN • Power Plan : 17.4 GW • Transmission : 50.000 kms • Main station : 743 location by Private (IPP/PPP) • Power Plan : 24.6 GW • Transmission : 360.000 kms CAPEX: USD 45.42 BILLION CAPEX: USD 36.25 BILLION To support economic growth 7% on average in 2015-2019 with electricity demand growth 8.8% and electrification ratio at 97.2% The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia 12 Strategi-strategi Pelaksanaan Proyek 35 ribu MW 1. Mempercepat ketersediaan lahan dengan menerapkan Undang-undang 2/2012 tentang pembebasan lahan 2. Menyediakan proses negosiasi harga dengan menetapkan harga patokan tertinggi untuk swasta dan excess power 3. Mempercepat proses pengadaan dengan mengacu pada Permen ESDM 3/2012 dengan alternatif penunjukan langsung atau pemilihan langsung untuk energi baru terbarukan (EBT), mulut tambang, gas marjinal, ekspansi, dan excess power 4. Memastikan kinerja pengembang dan kontraktor andal dan terpercaya melalui penerpan uji tuntas (due diligence) 5. Mengendalikan proyek melalui project management office (PMO) 6. Memperkuat koordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia 13 Insentif Ketenagalistrikan 1. Bea Masuk Semua proyek investasi PMA maupun PMDN yang disetujui oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal atau oleh Kantor Investasi di masing-masing kabupaten, termasuk PMA yang ada dan perusahaan PMDN memperluas proyek-proyek mereka untuk menghasilkan produk serupa lebih dari 30% dari kapasitas terpasang atau diversifikasi produk mereka, akan diberikan fasilitas berikut: • Bantuan dari bea masuk sehingga tarif akhir menjadi 0%. Bea masuk yang disebutkan dalam Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI). Hal ini diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 176 / PMK.011 / 2009 tanggal 16 November 2009 yang berlaku mulai Desember 2009. • Pada impor barang modal yaitu mesin, peralatan, suku cadang dan peralatan tambahan untuk periode impor dari 2 (dua) tahun, terhitung sejak tanggal ditetapkannya keputusan keringanan bea masuk. • Pada impor barang dan bahan atau bahan baku terlepas dari jenis dan komposisi, yang digunakan sebagai bahan atau komponen untuk menghasilkan barang jadi atau untuk menghasilkan jasa untuk tujuan dua tahun produksi penuh (akumulasi waktu produksi). 2. Tax Allowance • • • • • Pengurangan laba bersih 30% (tiga puluh persen) dari investasi, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) setiap tahun. Berhak atas 129 segmen bisnis sejak 2011, meningkat dari 38 segmen dalam peraturan sebelumnya. Dalam beberapa persyaratan, antara lain: jumlah minimum nilai investasi dan tenaga kerja, dan lokasi proyek tertentu (terutama di luar pulau Jawa). Pengenaan pajak penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut penghindaran pajak berganda perjanjian. Kompensasi kerugian lebih dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun dengan kondisi tertentu (dapat dilihat pada peraturan). The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia 14 Insentive Ketenagalistrikan 3. Tax Holiday • Fasilitas seorang wajib pajak dapat diberikan fasilitas keringanan pajak untuk jangka waktu antara 5 dan 10 tahun, mulai dari dimulainya produksi komersial. • Setelah berakhirnya tax holiday, wajib pajak berhak untuk mendapatkan pengurangan pajak penghasilan dari 50% selama 2 tahun. • Dengan mempertimbangkan tujuan menjaga daya saing industri nasional dan nilai strategis kegiatan usaha tertentu, durasi keringanan pajak dan pengurangan dapat diperpanjang berdasarkan keputusan Menteri Keuangan. The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia 15 Outline 1 Latar belakang 2 Proyek Infrastruktur dengan skema KPBU 3 Kebijakan Dan Strategi Di Sektor Ketenagalistrikan 4 Skema Investasi Sektor Ketenagalistrikan IndonesiaInvestment Coordinating Board 16 Skema Investasi dan Mekanisme Pengadaan UU No 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan Usaha penyediaan tenaga listrik yang dilakukan oleh PT PLN (Persero) selaku Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan tenaga listik secara nasional. Dalam pelaksanaannya PT PLN melakukan upaya-upaya kerjasama dengan investor swasta, baik selaku independent power producer (IPP) maupun sebagai kontraktor (EPC contractor). Dalam melakukan kerjasama, PT PLN dapat bekerjasama dengan swasta melalui mekanisme pelelangan umum, penunjukan langsung atau pemilihan langsung. Apabila pengadaan pembangkit dilakukan sendiri oleh PT PLN yang sumber pembiayaannya berasal dari keuangan negara, maka prosesnya harus melalui pelelangan umum. Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Peraturan Presiden No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia 17 Mekanisme Investasi Listrik Swasta Pelelangan Umum PP No 14 Tahun 2012 Pemilihan Langsung (45 hari) Permen ESDM No 3 Tahun 2015 Penunjukan Langsung (30 hari) Permen ESDM No 3 Tahun 2015 Pada dasarnya pembelian tenaga listrik oleh Pemegang Izin usaha penyediaan tenaga listrik dilakukan melalui pelelangan umum, kecuali memenuhi kondisi untuk dilakukan pemilihan langsung atau penunjukan langsung. Dalam rangka diversifikasi energi pembangkit ke non BBM. Dalam hal pada lokasi pusat pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi terdapat lebih dari 1 pemegang izin untuk penyediaan tenaga listrik. Pembelian tenaga listrik dari pembangkit energi terbarukan, gas marjinal, batubara di mulut tambang, dan energi setempat lainnya. Pembelian kelebihan tenaga listrik. Sistem tenaga listrik setempat dalam kondisi krisis atau darurat penyediaan tenaga listrik, dan/atau Penambahan kapasitas pembangkitan pada pusat pembangkit tenaga listrik yang telah beroperasi pada lokasi yang sama. The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia 18 Skema Investasi Dengan Partisipasi Swasta Pemilik proyek adalah PLN. Engineering Procurement and Construction (EPC) Contract Proyek EPC ditawarkan kepada pihak swasta melalui tender/lelang. Dalam model ini PLN menyediakan pembiayaan. Pemilik proyek sekaligus pelaksana EPC adalah pihak swasta. Keseluruhan pembiayaan berasal dari swasta dan ditransformasikan melalui harga jual tenaga listrik. Proyek pemerintah yang ditawarkan kepada pihak swasta melalui mekanisme tender/lelang. Pemerintah dapat memberikan dukungan atau jaminan pemerintah. Apabila pihak swasta sebagai inisiator proyek, pemerintah dapat memberikan kompensasi. Independence Power Producer (IPP) Public Private Partnership (PPP) Project The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia 19 PROSES PERIZINAN INVESTASI KETENAGALISTRIKAN UNTUK PROYEK IPP (SWASTA) REGULER DAN PERCEPATAN (NONPPP) SEBELUM PTSP Investor (Foreign/ Domestic) Badan Koordinasi Penanaman Modal KESDM PT. PLN (Persero) Kementerian Keuangan BPN Pemerintah Daerah RUPTL PLN Tahapan Prakonstruksi Pelelangan Umum, Pemilihan Langsung Penunjukan Langsung Y App rov al N IUPTL sementara (5 hari) 1.Ijin Prinsip Penanaman Modal 2.Fasilitas pembebasan bea masuk LOI IPPKH + AMDAL •Izin Prinsip (surat dukungan dari Pemda) FTP 2 SJKU (PMK 173/2014) NON FTP 2 •Rekomendasi jetty •UKL-UPL (pembangkit < 10 MW) •Pembebasan lahan •dll Non-Jetty 1.Ijin Terminal Khusus (PermenHu b 51/2011) 2.Ijin Navigasi Hutan & < 10 MW Kemenko Perekonomian Kemenaker (PermenHu b 25/2011) Non Hutan& ≥ 10 MW Kemen PU Untuk PLTA dan PLTM (*) Penggunaa n Jetty AMDAL (PerPres No. 39 Tahun 2014, PerKa BKPM No.12 /2013 jo. No. 5/2013) Persetujuan PKLN (jika perlu) (KepPres No. 39 /1991) 1.Izin Menggun akan Tenaga Kerja Asing (*) Izin bendung 1.Izin Pesawat/ Alat Angkut 2. Izin Pnangkal Petir Non Hutan & < 10 MW IUPTL (5 hari) Financin g Date Rencana Impor Barang (RIB) (jika perlu) Tahapan Konstruksi Pembebasan Bea Masuk (jika perlu) PMK 154/2012 Jo. PMK No. 154/2008 • PermenHU T P.16/Menh ut-II/2014 • Permen LH No. 12/2012 LOI (Letter of Intent) IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan PPA/PJBL(Power Purchase Agreement/ Perjanjian Jual Beli Listrik) IPPof(Independent The Investment Coordinating Board of the Republic Indonesia Power Producer) IUPTL (Ijin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) Keterangan: (Oleh Pihak ketiga) SLO (oleh Pihak Ketiga) (Oleh Pihak ketiga) Huta n&≥ 10 MW KemenHub IPPKH Pertimbanga n Teknis (Ijin Lokasi, Penetapan, perubahan penggunaan tanah) Perka BPN No.2/2011 PPA/PJBL (PLN dan IPP) Tahapan Operasi Kemenhut & LH SLO ( Sertifikat Laik Operasi) PKLN ( Pinjaman komersil luar negeri)) RIB (Rencana Impor Barang ) Harus Dipenuhi Jika Diperlukan 20 Jenis Perizinan Yang Diterbitkan Oleh Instansi (1) BKPM Kementerian ESDM Kementerian Keuangan IZIN PRINSIP PENANAMAN MODAL ASING/INVESTASI IZIN PERSETUJUAN UNTUK PERUBAHAN PEMEGANG SAHAM, MENINGKATKAN MODAL, PERUBAHAN LOKASI PROYEK, DLL IZIN ANGKA PENGENAL IMPORTIR IZIN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (IUPTL-S/T) IZIN OPERASI PENETAPAN WILAYAH USAHA IZIN USAHA JASA PENUNJANG TENAGA LISTIK IZIN JUAL BELI TENAGA LISTRIK LINTAS NEGARA IZIN PEMANFAATAN JARINGAN TENAGA LISTRIK UNTUK KEPENTINGAN TELEKOMUNIKASI, MULTIMEDIA, DAN INFORMATIKA PENUGASAN SURVEI PENDAHULUAN PANAS BUMI IZIN PANAS BUMI PERSETUJUAN USAHA PENUNJANG PANAS BUMI IZIN PENGGUNAAN GUDANG BAHAN PELEDAK PANAS BUMI NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP) SURAT PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK (SPPKP) SURAT JAMINAN KELAYAKAN USAHA (SJKU) NOMOR INDUK KEPABEANAN (NIK) PERSETUJUAN UNTUK PEMBEBASAN BEA MASUK IZIN BENDUNGAN IZIN KONSTRUKSI KEMEN PU & PERA The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia 21 Jenis Perizinan Yang Diterbitkan Oleh Instansi (2) PEMDA KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN. SURAT TANDA DAFTAR PERUSAHAAN UNTUK KANTOR PUSAT SURAT KETERANGAN DOMISILI PERUSAHAAN (SKDP) SURAT KETERANGAN TERDAFTAR (SKT) IZIN LOKASI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN IZIN GANGGUAN IZIN LINGKUNGAN UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DAN JARINGAN TRANSMISI IZIN LINGKUNGAN UNTUK JARINGAN TRANSMISI IZIN REKLAMASI REKOMENDASI RENCANA PEMANFAATAN IZIN REKOMENDASI PEMANFAATAN AIR LAUT IZIN PEMANFAATAN AIR TANAH SURAT PERSETUJUAN KONSTRUKSI KOLAM ABU IZIN PENYIMPANAN LIMBAH B3 SURAT PERSETUJUAN UNTUK TRANSPORTASI LIMBAH B3 IZIN UNTUK MEMBUANG AIR LIMBAH KE LAUT AMDAL UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK AMDAL UNTUK JARINGAN TRANSMISI IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN (IPPKH) SURAT IZIN PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN AIR (SIPPA) REKOMENDASI LAHAN TEKNIS UNTUK PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN (SHGB) BADAN PERTANAHAN & AGRARIA The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia 22 Jenis Perizinan Yang Diterbitkan Oleh Instansi (3) KEMENHUB KEMENAKERTRANS SURAT KONFIRMASI DARI DIREKTORAT TRANSPORTASI UMUM ATAU UDARA BAHWA IZIN TINGGI TUMPUKAN TIDAK DIPERLUKAN IZIN PEMANFAATAN JETTY IZIN PEMBANGUNAN TERMINAL UNTUK KEPENTINGAN SENDIRI IZIN PENGERUKAN TANAH PERSETUJUAN PENGELOLAAN TUKS SERTIFIKAT KEAMANAN KAPAL INTERNASIONAL PERMANEN IZIN PENGADAAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN IZIN PERLINTASAN KERETA API IZIN TEKANAN VESSEL YANG DIKELUARKAN IZIN UAP VESSEL YANG DIKELUARKAN IZIN UNTUK MEMASANG DAN MENGGUNAKAN ALAT PEMADAMAN KEBAKARAN IZIN UNTUK MEMASANG DAN MENGGUNAKAN PELINDUNG PETIR IZIN UNTUK MEMASANG DAN MENGGUNAKAN MESIN PRODUKSI LISTRIK IZIN UNTUK MEMASANG DAN MENGGUNAKAN PERALATAN LIFTING DAN TRANSPORTASI IZIN UNTUK MEMASANG DAN MENGGUNAKAN STEAM BOILER IZIN UNTUK MEMASANG PERALATAN LISTRIK DI TEMPAT KERJA IZIN MENGGUNAKAN TENAGA KERJA ASING IZIN OPERATOR BOILER PERSETUJUAN PINJAMAN KREDIT LUAR NEGERI (PKLN) KEMENKO PEREKONOMIAN DAN KEMENKO KEMARITIMAN The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia 23 Abu Dhabi Level 4 Building B- Al Mamoura Mohammed BinKhalifa Street (15th St) Muroor District, Abu Dhabi, UEA P : +971 26594275 / 26594274 F : +971 26594150 Indonesia Investment Promotion Centre (IIPC) London St. Martins House, 16 St. Martins le Grand, 3rd Floor London, EC1A 4EN, UNITED KINGDOM P : +44 (0) 207 397 8564 F : +44 (0) 207 397 8565 New York 370 Lexington Ave. Suite 1903 New York, NY 10017, UNITED STATES OF AMERICA P : +1 646 885 6600 F : +1 646 885 6601 Singapore 8 Temasek Boulevard, Suntec Tower 3, #33-03 SINGAPORE 038988 P : +65 6334 4410 F : +65 6334 4891 Sydney Gold Field House, 1 Alfred Street, Suite 903 Sydney, NSW 2000, AUSTRALIA P : +612 9252 0091 F : +612 9252 0092 Taipei Indonesian Economic and Trade Office to Taipei Director of Investment Department 6F, No. 550, Rui Guang Road, Neihu District Taipei 114 P : +886 2 8752 6170 ext. 31, +886 2 8752 6084 (direct) F : +886 2 8752 3706 Tokyo Fukoku Seimei Building 23F 2-2-2 Uchisaiwai-cho, Chiyoda-ku Tokyo 100-0011 JAPAN P : +81 3 3500 3878 F : +81 3 3500 3879 Seoul International Financial Centre Seoul, 15 FL Two IFC, 10, Gukjegeumyung-ro, Youngdeungpo-gu, Seoul, 150945 Korea THANK YOU CONTACT US BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM) Jl. Jend. Gatot Subroto No. 44, Jakarta 12190 P.O. Box 3186, Indonesia P : +62 21 5292 1334 F : +62 21 5264 211 E : [email protected] © 2015 by Indonesian Investment Coordinating Board. All rights reserved A LEADING CATALYST IN FACILITATING INDONESIA’S INFRASTRUCTURE DEVELOPMENT Peran SMI Dalam Proyek KPS dan Ketenagalistrikan FGD Skema Public Private Partnership dalam Proyek Ketenagalistrikan Jakarta, 10 Juni 2015 PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) Keberadaan PT SMI Sebagai Katalis Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional Pendirian : 26 Februari 2009 Legalitas Pendirian : PP No 66/2007 jo PP No 75/2008 Izin usaha : KMK No. 396/KMK.010/2009 tanggal 12 Oktober 2009 Kepemilikan: 100% dimiliki oleh Pemerintah Indonesia Visi: Menjadi katalis percepatan pembangunan infrastruktur Nasional yang handal dan terpercaya Misi: 1. Menjadi mitra strategis Pemerintah dalam pengembangan dan upaya percepatan pembangunan infrastruktur di Indonesia 2. Melakukan sinergi dengan pihak ketiga baik swasta, bank, Pemda, BUMN maupun organisasi multilateral dalam rangka meningkatkan kapasitas pendanaan infrastruktur 2 Bentuk Dukungan PT SMI untuk Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional JASA ADVISORY PEMBIAYAAN & INVESTASI Pembiayaan Infrastruktur o Senior loan (KMK, KI) o Complementary perbankan • Take Out Financing • Mezzanine • Promoter Financing • Penyertaan • Subordinated Loan Modal o Jasa Arranger & Underwriter o Standby Lender PPP o Pembiayaan Proyek Geothermal Pembiayaan Pemda (RIDF) “fasilitas pembiayaan yang fleksibel dari sisi tenor dan variasi produk ini melengkapi perbankan” Public Sector Advisory o Training & Capacity Building kepada Pemda o Technical Assistance kepada Pemda Private Sector Advisory o Investment Advisory o Financial Advisory o Training & Capacity Building (Commercial) “memberikan pelayanan konsultasi kepada klien Badan Usaha (swasta & BUMN/D) dalam rangka optimalisasi pembiayaan dan struktur pembiayaan” PENGEMBANGAN PROYEK Project Development Facilities (PDF) o Pengembangan proyek KPS • Proyek KPS Showcase • Proyek KPS Prioritas Dana Pengembangan Proyek Pemda (RIDF) o Proyek KPS o Proyek Non KPS Pengelolaan dana-dana donor “mendampingi pemerintah (pemda atau pusat) untuk mengembangkan proyek termasuk proyek KPS” Fokus Sektor Minyak dan Gas Jalan dan Jembatan Manajemen Persampahan Rumah Sakit Air Minum Pembangunan Kawasan Pengelolaan Limbah Transportasi Pasar Irigasi Ketenagalistrikan Telekomunikasi Pariwisata Sekolah Penjara 3 Proposisi PT SMI sebagai Lembaga Pembiayaan Infrastruktur 70% - 80% Debt 20% 30% Equity Quasi-Equity Investasi Proyek Infrastruktur Tipe Financing Mix Institusi Pembiayaan Sumber Dana Bank • Bank Internasional • Bank Lokal Besar • Bank Asing di Indonesia • Bank Lokal Skala KecilMenengah Misal: Deposito (jangka pendek untuk bank lokal) & Pasar Modal Export Credit Agencies Misal: Pemerintah, Investor Swasta Multilaterals Misal: Negara Anggota Multilateral dan Pasar Modal Lembaga Pembiayaan Infrastruktur (PT SMI/IIF) Misal: Pemerintah, Negara anggota Multilateral, Investor Swasta dan Pasar Modal Subordinated Loan • Investor Strategis Mezzanine Convertibles • Private Equity / Hedge Funds • Lembaga Pembiayaan Misal: Investor Swasta, Multilateral dan Pasar Modal Infrastruktur (PT SMI/PT IIF) Equity 4 Distribusi Portofolio PT SMI Tersebar di Seluruh Indonesia 1 Oil Supply Base, Lhokseumawe, Aceh 2 Road Reconstruction Project, Central Aceh 3 4 Oil Supply Base, Belawan, North Sumatera Mini Hydro Power Plant Tara Bintang, North Sumatera 5 Hydro Power Plant, Asahan, North Sumatera 6 Mini Hydro Power Plant Tara Bintang, North Sumatera 7 Hydro Power Plant, Humbahas, North Sumatera 8 9 10 12 13 14 15 16 17 19 Water Supply Project, Bekasi 20 Cikampek Palimanan Highway 21 Mini Hydro Power Plant Lebak, Banten 22 Water Treatment Plant, Bekasi 2 Urban Flood Control System, Padang, West Sumatera Gas-Fired Power Plant, Tanjung Uncang, Batam Batam Municipal Solid Waste Management Irrigation Project, Empat Lawang, South Sumatera Dompak Port, Tanjung Pinang Mini Hydro Power Plant Lebong, Bengkulu Bypass-B Road, Bandar Lampung 23 24 25 Water Supply Project, Jakarta 18 Underpass Project, Cibubur, Jakarta 27 Ciliwung River Normalization, Jakarta Electrical Substation at Kalibaru Port, Tanjung Priok 28 Pembiayaan dan Investasi Floating, Storage Offloading, Madura 40 Coal Gasification Power Plant, West Kutai Fuel Main Transit Terminal, Tuban, East Java 41 Coal-Fired Power Plant, Tanah Grogot, East Kalimantan Mud Flow in Sidoarjo, East Java 42 Urban Flood Control System, Wonokromo, East Java 43 Panaran Gas-Fired Power Plant, Batam 14 16 15 38 50 River Kujang Drainase Project, Samarinda Tugu Station and Pedestrian Revitalization, Yogyakarta Ambarawa Southern Ring Road, Central Java 32 Bajulmati Reservoir, Banyuwangi 33 Oil Refinery, Bojonegoro, East Java Bulk Port, Gresik Umbulan Water Supply, East Java Pengembangan Proyek 37 38 39 Irrigation Project, Sangkup, North Sulawesi Arar Port Project, Sorong 47 53 54 Road Project, Klamono Kambuaya, Sorong 55 49 Bridge Project, Kali Api, Manokwari 56 48 54 Bridge Wariki Project, Manokwari Floating, Storage Offloading, Natuna, Riau Islands Grindulu Project, Madiun, East Java Bendo Reservoir, Ponorogo, East Java LPG Storage Terminal, Semarang 36 Mini Hydro Power Plant, Mobuya, North Sulawesi 52 Mini Hydro Power Plant Banjarnegara, Central Java Pipeline Construction, Tuban, East Java Marisa Port, Gorontalo 51 Container Port Project Development and Supporting Facilities at Palaran Port, East Kalimantan 53 46 17 34 23 19 18 20 32 Sea Port, Cilegon 22 31 30 21 24 26 27 29 33 35 Wind Energy Power Plant, Sumba 25 28 45 and Lebak Coal-Fired Power Plant Project, Gorontalo 52 50 51 40 42 43 44 39 41 57 Wundulako Irrigation, Kolaka, Southeast Sulawesi 49 Coal Train, East Kalimantan 44 37 11 13 12 31 26 35 8 10 11 30 Bulk Port, Tuban, East Java Soekarno Hatta Airport Rail Link 36 9 Mini Hydro Power Plant South Solok, West Sumatera 29 34 1 6 3 4 5 7 Mini Hydro Power Plant South Solok, West Sumatera Mass Rapid Transit Project, Surabaya 45 Teraju-Batas Balai Bekuak Road, Sanggau Investment Planning Project at Lombok Airport (Development) 46 Pumbiu River Bridge, West Sulawesi Logistic Indobarambai Gas Methane, Banjarmasin 47 Gerak Tempe Reservoir, Wajo, South Sulawesi Lampeong Waterway Project, North Barito 48 Jeneponto-Bantaeng Road, South Sulawesi Jasa Konsultasi/Advisory 57 55 Logistic Murphy Semai Oil, Fakfak 56 Dekai-Oksibil Road Project, Papua Passenger Terminal Project at Supadio Airport, Pontianak, West Kalimantan Proyek dengan tulisan berhighlight merupakan proyek selama tahun 2014 • BTS Tower, Shelter trouhgout Indonesia • Working Capital in Telecommunication 5 Distribusi Portofolio SMI dalam Sektor Ketenagalistrikan Hydro Power Plant 2x90MW, Asahan, North Sumatera Hydro Power Plant 2x5MW, Humbahas, North Sumatera Coal Gasification Power Plant 6 MW, West Kutai Coal Fired Power Plant 2x7,5 MW, Tanah Grogot, East Kalimantan Mini Hydro Power Plant 2x5MW, Tara Bintang, North Sumatera Coal Fired Power Plant 2x12,5 MW Project, Gorontalo Wind Energy Power Plant, Sumba, West Nusa Tenggara and Lebak, Banten Combined Cycle Power Plant 82,1 MW, Panaran, Batam Gas Fire Power Plant 2x35, Tanjung Uncang, Batam Mini Hydro Power Plant 7,5MW South Solok, West Sumatera Mini Hydro Power Plant Lebong 3x3,3 MW, Bengkulu Mini Hydro Power Plant 2x1MW Lebak, Banten Mini Hydro Power Plant 0,3 MW Banjarnegara, Central Java Mini Hydro Power Plant 3x1 MW, Mobuya, North Sulawesi 6 Pembiayaan di Proyek Pembangkit Listrik Corporate Finance Electricity Supply PLN (Off taker) Entitas telah menjaga kegiatan bisnis yang berkesinambungan Sumber pengembalian: dari arus kas entitas, tidak termasuk ke dalam suatu proyek tersendiri Analisa risiko: analisa terhadap kinerja entitas terdahulu termasuk operasional, finansial, track record dan reputasi. Tidak dibutuhkan pembiayaan melalui SPV (Special Purpose Vehicle) Tenor: minimum 5 tahun Proyek belum dalam tahap operasional Sumber pengembalian: arus kas yang dihasilkan dari proyek Analisa risiko: analisa dokumen kontrak, studi kelayakan, legal/ teknis due diligence, dan penyusunan konsolidasi model finansial Pembiayaan melalui Special Purpose Vehicle (SPV) Sumber tambahan dari sponsor, seperti Recourse from sponsors: i.e., jaminan penyelesaian, dukungan, kekurangan kas Panjang tenor: lebih dari 8 tahun Payment Private Company Payment Debt Service Service Contractors Financing Lenders Project Finance Sponsors Electricity Supply PLN (Off taker) Payment Recourse Payment Special Purpose Vehicle Debt Service Contractors Service Financing Lenders 7 Studi Kasus: Investasi Pembangkit Listrik (Renewable Energy) Low Low to Medium Medium Medium to High High • Proven Offtaker* • Certain/Regulated Pricing (<10 MW) • Simple procurement Offtaker : PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) Water Supply • Isu keberlanjutan level debit air (curah hujan,dll) • Catchment area • Akses lokasi yang sulit, mempengaruhi konstruksi • Equity terbatas • Fleksibilitas pendanaan terbatas (akses perbankan dan sumber dana lain) Sponsor • Umumnya menjadi satu dengan sponsor • Manajemen bersifat tradisional Operator Power Plant Machine Supplier • Maintenance rendah Tidak banyak bank atau insitusi pembiayaan lain yang tertarik memberikan pembiayaan ke proyekproyek pembangunan Bank Pemerintah Kontraktor • Menengah ke bawah • Kemampuan manajemen proyek belum teruji • Kurangnya kemampuan untuk menangani cost overrun • Perizinan • Lahan (Pembebasan, atau Izin Pinjam Pakai Kehutanan) • Grid reliability Konsultan Penyiapan Proyek • Small and medium class • Feasibility study kurang komprehensif (probabilitas perubahan design dan cost overrun meningkat) 8 Pertimbangan lender dalam pelaksanaan proyek Renewable Energy Tantangan Akses kepada kondisi lapangan Ketersediaan fasilitas logistik (pelabuhan, jalan) Sumber data primer lapangan (data tahunan tidak tersedia) Ketersediaan perusahaan kontruksi dan material lokal Faktor Risiko Land/site contractual risk Capital cost over-run: perizinan, logistik (fasilitas transport), tertundanya konstruksi, grid interconnection, dll Teknologi: umur penggunaan dan efisiensi dari modul dan peralatan, grid reliability Financial viability dari PLN (PPA jangka panjang) Bencana alam: banjir, kebakaran, gempa bumi Tarif Feed in Tariff eksisting tidak menarik untuk investor mencakup risiko dan menggapai financial return (ROR > 15%) Pasokan teknologi bergantung dari luar negeri Penghalang Keterlibatan Transfer kapasitas dan teknologi: investor lokal tidak berpengalaman dalam membangun dan mengoperasikan utility scale plants, membutuhkan partner yang berpengalaman Proses pembelajaran yang rendah, rendahnya keterlibatan pasar Keterbatasan akses kepada teknologi yang efisien 9 Peran PT SMI dalam Proyek KPS Penyiapan Proyek Identifikasi dan Penetapan Proyek Pembiayaan Pengadaan Konsultan Kajian Kelayakan Pelelangan (Investasi) Evaluasi & Penetapan Pemenang Financial Close & Pengelolaan Kontrak Jaminan Pihak pelaksana Pemerintah (Bappenas/KPPIP) Bappenas/PPP Unit Kementerian Keuangan/SMI SMI IIGF Produk/ Jasa Evaluasi usulan potensial proyek KPS Penyiapan Proyek KPS Jasa Konsultasi untuk transaksi proyek Pembiayaan: SMI Jaminan: IIGF Output PPP Book Unsolicited PPP Projects Outline Business Case (OBC) Pre Feasibility Study Tender Process (PQ-RFQ-Selection) Financial Close Tanggung jawab proyek Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK): • Kementerian/ Lembaga • Pemda • BUMN Pemegang Konsesi (Badan Usaha Pemenang Lelang) 12 Pengembangan Proyek KPS yang sedang berjalan oleh PT SMI Proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Umbulan adalah proyek yang memanfaatkan keberadaan mata air Umbulan. Tujuan proyek tersebut mengalirkan debit air sebesar 4.000 liter/detik dari mata air Umbulan ke daerah penerima manfaat yaitu Pasuruan, Sidoarjo, Surabaya dan Gresik dengan sistem pemompaan dan pipa transmisi sepanjang 97 km. Proyek KPS KA Bandara merupakan proyek penyelenggaraan sarana dan prasarana perkeretaapian dari Bandara Halim Perdanakusuma ke Bandara Soekarno Hatta, KA Bandara ini adalah KA ekspres dengan pelayanan premium yang disediakan untuk calon penumpang pesawat terbang. Proyek KPS Batam bertujuan untuk memberikan solusi dalam menangani permasalahan sampah di Kota Batam, sebagai dampak pertumbuhan populasi dan sentralisasi industri. Proyek pengelolaan sampah dimaksud mencakup pengelolaan tempat pembuangan akhir dengan menggunakan teknologi Waste to Energy. Status: proses lelang Perkiraan biaya proyek: + Rp 2 triliun Status: Pre-FS terselesaikan Perkiraan biaya proyek : + Rp 20 triliun Status : Final Business Case Perkiraan biaya proyek : + Rp 1-1,5 triliun 13 Tahapan Pelaksanaan KPS Seleksi & Prioritisasi Proyek • Analisis kebutuhan (need analysis) • identifikasi dan penetapan prioritas proyek • Analisis Value for Money Studi Kelayakan & Uji Tuntas • Studi Kelayakan • Identifikasi kebutuhan dukungan Pemerintah • Analisis Resiko • Pemilihan bentuk KPS • Uji Tuntas • Penetapan untuk dapat ditenderkan • Market Sounding Proses Tender • Penyiapan dokumen Lelang • Penetapan cara evaluasi • Pembentukan Panitia (Transaction Team) • Proses Lelang • Evaluasi Tender • Penetapan Calon Pemenang Negosiasi • Checklist negosiasi • Pembentukan Tim Negosiasi • Negosiasi draft perjanjian kerjasama • Negosiasi alokasi risiko • Penetapan Pemenang Manajemen Kontrak • Financial closing • Konstruksi • Commissioning • Operasi • Monitoring • Pengalihan di akhir masa konsesi (jika ada) 14 Kenapa Perlu Penyiapan Kelayakan Proyek? 1 Pemerintah perlu diyakinkan bahwa proyek telah layak secara teknis, ekonomis maupun finansial dan tidak memiliki risiko ataupun dampak negatif sosial dan lingkungan yang besar 2 Kebutuhan atas dukungan fiskal dari pemerintah dalam bentuk apapun berikut pilihannya harus diketahui dan dianalisis 3 Pemerintah perlu memiliki informasi selengkap mungkin atas penyusunan dokumen penawaran 4 Guna keperluan lanjut pelaksanaan negosiasi, PJPK harus memiliki kelengkapan informasi yang sama dengan pihak penawar agar dapat memperkuat posisi tawarnya 15 Apa saja yang tercakup dalam “pra-studi kelayakan proyek KPS”? Kajian Hukum • Analisa kelembagaan • Analisa peraturan perundangundangan Kajian Teknis • Analisa teknis • Penyiapan tapak • Rancangan bangun awal • Spesifikasi kelauaran Kajian Kelayakan (Ekonomi & Keuangan) • Analisa biaya manfaat sosial • Analisa pasar • Analisa keuangan • Analisa risiko Kajian Sosial & Lingkungan • Analisa awal dampak lingkungan • Analisa sosial • Rencana pemukiman kembali Kajian Dukungan dan Jaminan Pemerintah • Dukungan pemerintah • Jaminan pemerintah Kajian Bentuk Kerjasama Dalam Penyiadaan Infrastruktur • Bentuk kerjasama Rancangan Pengadaan Badan Usaha Rancangan Ketentuan (term-sheet) Perjanjian Kerjasama 16 Lesson Learned Penyiapan Proyek KPS Kategori SPAM Umbulan Kapasitas dan Kapabilitas PJPK • • • Tim teknis PJPK juga memliliki tugas rutin kedinasan yang menjadi tanggung jawab masing-masing Beberapa keputusan teknis diambil dengan paradigma pengadaan tradisional Pemberian KPI dan pinalti dapat menjadikan proyek berjalan secara lebih optimal Pengalaman Pengadaan & standar dokumen • Belum adanya standarisasi dokumen dan proses pembelajaran yang masih berlangsung oleh semua pihak mengakibatkan perbedaan pendekatan, kedalaman dan sudut pandang, serta inkonsistensi penerapan kebijakan dalam penyiapan proyek Capacity Building • Akuisisi Lahan • Penerapan UU 2/2012 masih dalam tahap pembuktian terutama mengingat lokasi proyek di daerah padat dan komersial sehingga proses pengadaan lahan menjadi relatif kompleks Perizinan & Koordinasi (clearing house) • Dibutuhkan peran clearing house untuk mengatasi kebutuhan sinkronisasi dan koordinasi terkait proses perijinan Penjaminan • Pemahaman atas konsep penjaminan Dukungan Pemerintah (Kepastian atas proses) • Percepatan keputusan dam perkuatan dalam penyusunan usulan VGF Visi Penggunaan KPS & Penyamaan Persepsi • Perlunya penetapan KPS sebagai modalitas pembangunan infrastruktur utama dan penyamaan persepsi dari seluruh stakeholders Identifikasi & Seleksi (proses penetapan) • • • • Proses identifikasi dan seleksi selayaknya dilakukan secara transparan dan komprehensif Pemilihan proyek harus disertai dengan pemikiran kompleksitas eksekusi seperti jumlah stakeholders yg terlibat Proses penyiapan proyek KPS idealnya diselesaikan sebelum tahap transaksi dimulai Penetapan didasarkan atas dokumen studi ekonomi dan VFM dari pemerintah Kerangka Hukum (harmonisasi & perkuatan) • • • Belum lengkapnya peraturan-peraturan petunjuk pelaksanaan penyiapan KPS (e.g. peraturan keuangan daerah) Penyelarasan regulasi sektoral dengan regulasi KPS harus dilakukan (e.g. AMDAL) Belum lengkapnya peraturan-peraturan penyelenggaran penyiapan KPS (e.g. regress) Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan • Kelayakan lingkungan seharusnya dikaji secara holistik (keseluruhan proyek), tidak hanya diperlakukan sebagai kelengkapan administrasi Perlu dipertimbangkan penerapan standar internasional bagi proyek KPS yang memerlukan pembiayaan internasional • 21 Terima Kasih Disclaimer All information presented were taken from multiple sources and considered as true by the time they were written to the knowledge of PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) can not be held responsible from any inacuracy contained in the material. PT SMI follows all internal and external guidelines and regulations that govern the evaluation process on determining the financing feasibility of an infrastructure project. Every decision to finance or not to finance a project is therefore based on a responsible and thorough due diligence process. Any complaint in the process of financing irregularities can be submitted to: Ms. Astried Swastika Corporate Secretary PT SMI Tel : +62 21 5785 1499 Fax : +62 21 5785 4298 Email : [email protected] Public complaints on PT SMI service will be kept strictly confidential and handled by a special committee to ensure that complaints are addressed appropriately.