penerapan sistem public private partnership (ppp)

advertisement
LAPORAN PENGKAJIAN HUKUM
TENTANG
PENERAPAN SISTEM PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP)
DALAM PROYEK PEMBANGUNAN ENERGI LISTRIK
Disusun oleh Tim
Di bawah Pimpinan :
Prof. Dr. I.B.R. Supancana, S.H., M.H.
BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI
JAKARTA, 2015
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa, berkat
kasih dan karunia-Nya, maka laporan akhir dari Tim Pengkajian Hukum
tentang “PENERAPAN SISTEM PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP)
DALAM PROYEK PEMBANGUNAN ENERGI LISTRIK”, telah dapat kami
selesaikan dengan baik.
Tim pengkajian ini di bentuk dalam rangka pelaksanaan pembinaan
dan pembaharuan hukum nasional berdasarkan Keputusan Menteri Hukum
Dan HAM RI Nomor : PHN-06.LT.02.01 Tahun 2015 tanggal 26 Maret 2015
tentang pembentukan tim Pengkajian Hukum tentang Penerapan Sistem
Public Private Partnership dalam Proyek Pembangunan Energi Listrik. Dalam
rangka pelaksanaan kegiatan pengkajian ini, Tim telah melakukan beberapa
kegiatan antara lain Rapat Tim, pengumpulan bahan - bahan pengkajian baik
melalui berbagai literatur maupun dalam kegiatan focus group discussion
(FGD) , penyusunan wawancara dan rapat dengan nara sumber.
Laporan ini merupakan hasil kajian yang dilakukan secara
komprehensif terhadap berbagai permasalahan hukum dan regulasi terkait
dengan kegiatan pembangunan infrastruktur energi listrik yang dilaksanakan
dengan skema PPP. Berdasarkan kajian ini diperoleh hasil bahwa
pembangunan infrastruktur dengan menggunakan skema PPP seringkali
dihadapkan dengan berbagai permasalahn baik yang berkaitan dengan
regulasi maupun masalah hukum lainnya.
Beberapa permasalahan yang teridentifikasi menyangkut aspek
regulasi antara lain masih adanya aturan yang tidak harmonis, multitafsir dan
tumpang tindih serta aturan yang tidak dapat dilaksanakan serta aturan yang
menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Sementara permasalahan hukum yang
dihasilkan berdasarkan kajian ini terkait dengan jaminan secara umum
pelaksanaan dari investasi : Pengadaan tanah; Perizinan; Koordinasi vertical
horizontal; Hubungan dengan masyarakat; Jaminan & perlindungan investasi
non komersial.
Tentunya masih terdapat banyak kekurangan dan kekeliruan dalam
hasil pengkajian ini. Untuk itu, saran dan kritikan selalu diharapkan dari
semua pihak. Kegiatan pengkajian ini juga tidak akan berhasil tanpa dukungan
dan bantuan semua pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini kami
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum &
HAM ;
2. Ibu Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sistem Hukum
Nasional
3. Dr. Emil Dardak (PT. IIGF - Indonesia Infrastructure Guarantee Fund
Project )
4. Bapak Darwin Trisna Djajawinata (PT . SMI)
5. Bp. Dendy Apriadi (BKPM )
6. Juga pihak lain yang telah banyak membantu selesainya tim pengkajian
ini.
Terakhir, sebagai hasil pengkajian hukum semoga laporan akhir ini mampu
memberikan manfaat dan berguna bagi pengembangan dan pembinaan
hukum nasional, terutama dalam kaitanya dengan penerapan sistem public
private partnership terutama dalam proyek pembangunan ketenagalistrikan .
Jakarta, 25 Desember 2015
Tim Pengkajian Hukum tentang Penerapan
Sistem Public Private Partnership dalam
Proyek Pembangunan Energi Listrik
Ketua,
Prof. Dr. I.B.R. Supancana, S.H.,M.H.
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
BAB
PENDAHULUAN
II
A.
Latar Belakang
1
B.
Identifikasi Masalah
7
C.
Maksud dan Tujuan Pengkajian
7
D.
Kerangka Pemikiran
8
E.
Kerangka Konsepsional
15
F.
Metode Kerja Tim Pengkajian
15
G.
Teknik Pengumpulan Data
17
H.
Sistematika Pengkajian
18
I.
Jangka Waktu Pelaksanaan
18
J.
Personalia Tim Pengkajian
19
KEBIJAKAN,
PENGATURAN
DAN
KELEMBAGAAN
PUBLIC
PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) DALAM PROYEK PEMBANGUNAN
ENERGI LISTRIK
A.
Kebijakan Pembangunan Infrastruktur Di Bidang
20
Ketenagalistrikan - Program Pemerintah 35.000 MW
Untuk Indonesia
B.
Kerangka Peraturan Pembangunan Infrastruktur Dengan
36
Skema Public Private Partnership (PPP)
C.
Kelembagaan Pembangunan Infrastruktur Dengan Skema
Public Private Partnership (Ppp) Di Indonesia
BAB
III
40
ANALISIS PERMASALAHAN
A.
Umum
45
1. Pengadaan Tanah
45
2. Perizinan
50
a. Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan
50
Umum (Pasal 10-11 Uu No.30 Th 2009)
b. Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan
Sendiri (Permen Esdm 35/2013)
53
c. Usaha Perbaikan Perizinan
3. Koordinasi Vertikal & Horisontal (terkait penegakan
hukum)
53
65
4. Jaminan & Perlindungan Investasi (terkait resiko non
66
komersial)
a. Resiko Non-Komersial dalam Investasi Kelistrikan
66
dan Perlindungannya
b. Macam-macam Resiko Non-Komersial
66
c. Perlindungan terhadap Resiko Non-Komersial
67
d. Perlindungan terhadap Resiko Non-Komersial dari
69
Kegiatan Investasi di Indonesia
B.
Berdasarkan Kasus
69
1. PLTU Batang (Prof. Dr. IBR. Supancana)
69
2. Kasus
Micro-Hidro
oleh
PT.
Ilthabi
Energia
di
72
Kabupaten Bener Meriah, Aceh
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
77
B.
Rekomendasi
78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Listrik merupakan sarana pendukung kegiatan masyarakat baik dalam
upaya untuk meningkatkan kesejahteraan maupun untuk mendorong
pembangunan ekonomi. Kebutuhan masyarakat akan energi listrik semakin
meningkat, seiring dengan semakin pesatnya pembangunan di bidang
teknologi, industri dan informasi. Namun, hingga saat ini listrik masih
menjadi beban berat pemerintah yang harus selalu di carikan solusi atau
jalan keluar yang tepat. Selain masalah minimnya pasokan listrik untuk
konsumsi rumah tangga di beberapa wilayah,1 masalah
Listrik juga
berkaitan erat dengan dunia industri yang secara tidak langsung akan
menyentuh pada pemenuhan kesejahteraan masyararakat. Minim serta
mahalnya energi listrik berimbas langsung pada dunia industri,2 listrik yang
mahal akan menyebabkan meningkatnya biaya produksi dan biasanya akan
dibebankan pada harga yang harus ditanggung oleh konsumen. Sedangkan
minimnya pasokan energi listrik di suatu daerah menyebabkan pengusaha
akan berpikir dua kali untuk mendirikan usaha di wilayah tertentu, hal
tersebut berimbas pada tidak meratanya persebaran perekonomian.
Berdasarkan
kondisi
tersebut
pemerintah
selalu
memprioritaskan
pemenuhan akan listrik baik itu untuk kesejahteraan rakyat serta untuk
mendukung pembangunan nasional.
1
Minimnya ketersediaan listrik, membuat PLN memberlakukan pemadaman listrik secara bergilir.
Kondisi geografis Indonesia yang tersebar dan terdiri atas ribuan pulau diduga mengakibatkan
tidak meratanya pusat-pusat beban listrik. http://www.pln.co.id/blog/info-pemadamanjakarta/ di unduh pada tanggal 21 Maret 2015
2
Hampir semua dunia industri membutuhkan listrik dalam pengoperasiannya, baik itu industri di
bidang pangan, sandang , transportasi serta tidak terkecuali di bidang pariwisata.
1
Di Indonesia, hingga saat ini penyediaan listrik masih diatur dan
dikendalikan langsung oleh pemerintah, melalui Direktorat Jenderal
Ketenagalistrikan, Kementerian ESDM yang mempunyai tugas merumuskan
serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang
ketenagalistrikan3 dan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Status PLN pada
tahun 1972, sesuai dengan Peraturan Pemerintah No.17, ditetapkan sebagai
Perusahaan Umum Listrik Negara dan sebagai Pemegang Kuasa Usaha
Ketenagalistrikan (PKUK) dengan tugas menyediakan tenaga listrik bagi
kepentingan umum. Seiring dengan kebijakan Pemerintah yang memberikan
kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan
listrik, maka sejak tahun 1994 status PLN beralih dari Perusahaan Umum
menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dan juga sebagai PKUK dalam
menyediakan listrik bagi kepentingan umum hingga sekarang.4
Berdasarkan hasil proyeksi kebutuhan listrik yang telah diolah dari
Buku Outlook Energi Indonesia 2014 (OEI 2014)5 dari selama periode
2012-2035 pemanfaatan tenaga listrik total di semua sektor diperkirakan
akan terus meningkat secara signifikan hingga lebih dari 5 kali, yaitu akan
mencapai 903 TWh pada tahun 2035 atau tumbuh sebesar 7,4% per tahun.
Tingginya pertumbuhan pemanfaatan tenaga listrik tersebut sejalan dengan
pertambahan
signifikan,
jumlah
penduduk,
perkembangan
pertumbuhan perekonomian
industri, kemajuan
teknologi
yang
serta
meningkatnya standar kenyamanan hidup bagi masyarakat luas. Selama
perioda 2013 – 2035, sektor industri mengalami laju pertumbuhan yang
cukup tinggi yaitu sebesar 8,7% per tahun (skenario dasar) dan 10,3% per
tahun (skenario tinggi). Pada tahun 2035, sektor industri mendominasi
pemanfaatan listrik, dimana untuk skenario dasar rasio pemanfaatan
lsitrik mencapai 45%, sedangkan konsumen listrik terkecil adalah sektor
3
4
5
https://www.djk.esdm.go.id/index.php/tentang-kami/tugas-fungsi diunduh pada tanggal 21
Maret 2015
http://www.pln.co.id/blog/profil-perusahaan/ diunduh pada tanggal 25 Maret 2015
Outlook energi Indonesia 2014 : pengembangan energi untuk mendukung program substitusi
BBM Indonesia energy outlook 2014 : energy development in supporting fuel substitution
program / Agus Sugiyono ... [et al.]. -- Jakarta : Pusat
2
transportasi, sekitar 0,1% s.d. 0,4% karena hanya digunakan pada
angkutan kereta api, khususnya di wilayah Jabodetabek.
Meningkatnya konsumsi listrik pada masyarakat di Indonesia yang
tidak diikuti penambahan infrastruktur kelistrikan berakibat pada minimnya
pemenuhan kebutuhan listrik pada beberapa wilayah di Indonesia. Hal
tersebut berarti masih ada beberapa wilayah di Indonesia yang tidak teraliri
atau menikmati listrik seperti wilayah Indonesia lainnya.6 Presiden Indonesia
periode
2014-2019,
Joko Widodo
dalam nawa
cita
mentargetkan
terwujudnya pemenuhan kebutuhan energi listrik sebesar 100% untuk
seluruh wilayah Indonesia.7 Berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh PLN
pada tahun 2014, bahwa di Indonesia hingga saat ini rasio elektrifikasi baru
mencapai 81%, artinya masih ada 19% penduduk Indonesia (lagi) yang
belum menikmati listrik.8
Sudah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah baik melalui
PLN maupun Kementerian ESDM untuk mensukseskan program 99%
elektrifikasi
sebagaimana
ditargetkan
oleh
Presiden
Joko
Widodo.
Pemerintah telah melakukan pemetaan wilayah mana yang masih minim
pasokan listrik dan mengembangkan berbagai potensi sumber energi listrik,
baik konvensional seperti pembangunan berbagai pembangkit tenaga listrik
seperti Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), Pembangkit Listrik Tenaga
Uap (PLTU) maupun memanfaatkan
energi terbarukan yang lebih
memungkinkan untuk di kembangkan sesuai dengan potensi dan kondisi
6
Di Jawa Barat misalnya. Sekira 26 persen wilayah ini, belum teraliri listrik, di Kampung Cijukung
yang berada di tengah Waduk Cirata, masih belum teraliri listrik. Di Jawa Tengah, sekira 300
warga di Kabupaten Sleman, belum memasang listrik di rumahnya. Di Kecamatan Prambanan,
ada sekira delapan dusun di dua desa yang belum teraliri listrik, yaitu Desa Gayamharjo dan
Wukirsari. Di Desa Gayam Harjo, sedikitnya ada enam dusun, yakni Dusun Watuadeg,
Gambirsari, Kalinongko Lor, Nawung, Gayam dan Rejosari. Serta Desa Wukirsari, terdapat dua
dusun, yaitu Dusun Klumprit I dan Losari II yang belum teraliri listrik dari pemerintah. Dari
delapan dusun itu, sedikitnya ada sekira 216 rumah tangga yang belum menerima aliran listrik,
karena tidak ada jaringan dan biaya. Hal ini harus menjadi perhatian pemerintah. Di Jawa
Timur, listrik tidak dapat dijumpai di Kabupaten Madiun, Jawa Timur. Data diolah kembali dari
http://daerah.sindonews.com/read/798480/29/jutaan-rakyat-indonesia-belum-menikmatilistrik-1382713441 diakses pada tanggal 9 April 2015
7
Dokumen nawa cita, Kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi-JK diakses pada tanggal 10
Maret 2015
8
http://www.pln.co.id/blog/hln-ke-69-27-oktober-2014-bersama-memajukan-kelistrikanindonesia/
3
wilayah atau daerah di Indonesia.9 Pemerintah juga telah memprogramkan
pembangunan
sarana
penyediaan
tenaga
listrik,
yang
tentunya
membutuhkan sumber daya yang cukup besar baik itu dalam bentuk
pendanaan dan usaha-usaha pendukung lainnya, seperti perijinan. Hingga
saat ini program pembangunan sektor ketenagalistrikan di Indonesia masih
sangat tergantung pada upaya pemerintah dalam penyediaan aspek
pendanaan. Dari sisi pendanaan, diperkirakan kebutuhan aggaran untuk
program infrastruktur rakyat melalui desa, termasuk program mengaliri
listrik ke seluruh desa di Tanah Air mencapai Rp 385 triliun tahun 2015
sampai 2019 mendatang.10
Berdasarkan data perencanaan yang demikian, pemerintah sadar
bahwa mereka tidak akan mampu memenuhi hanya dengan kemampuan
APBN saja. Pemerintah telah membuka peluang terhadap masuknya pihak
swasta dengan membuat skema atau sistem public private partnership (PPP)
yang meliputi kegiatan umum pemerintah dengan pihak swasta melalui
kerjasama antara publik dan sektor swasta untuk usaha investasi dalam
pengadaan infrastruktur, contoh yang paling mudah adalah jalan tol. Khusus
dalam kerjasama pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik, pemerintah
juga sudah membuka pintu untuk masuknya puhak swasta sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang No 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan ,
yang diatur dalam pasal 4 :
(1) Pelaksanaan usaha penyediaan tenaga listrik oleh Pemerintah
dan pemerintah daerah dilakukan oleh badan usaha milik
negara dan badan usaha milik daerah.
9
Salah satu yang ingin diwujudkan Jokowi-JK dalam pemenuhan kebutuhan sumber bahan baku
energi listrik adalah dengan memanfaatkan dan mengoptimalkan sumber daya energi
alternatif, khususnya melalui panas bumi (geothermal). Pengembangan energi terbarukan
masuk dalam salah satu target agenda politik Jokowi-JK. Indonesia merupakan salah satu
negara yang memiliki potensi panas bumi terbesar di dunia, potensi panas di Indonesia
tersebar di 251 lokasi pada 26 provinsi dengan total potensi energi 27.140 MW atau setara
219 miliar ekui-valen Barrel minyak. Kendati dalam jangka panjang penggunaan energi
terbarukan pada akhirnya akan menghasilkan biaya energi dan listrik yang murah, namun
untuk investasi awal khususnya dalam bidang teknologi, energi terbarukan bukan barang
murah. Butuh investasi besar untuk mewujudkan hal tersebut. Terlebih, selain pemanfaatan
energi alternatif, semua desa di Indonesia juga ditargetkan dapat teraliri listrik karena masih
banyak desa yang dianggap belum teraliri listrik.
10
Rencana Pembangunan INFRASTRUKTUR 2015-2019
data di akses dari
bappenas.go.id/index.php/download_file/. Diakses pada tanggal 6 Maret 2015
4
(2) Badan usaha swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat dapat
berpartisipasi dalam usaha penyediaan tenaga listrik.
Hadirnya pihak swasta diharapkan mampu memberikan dukungan berupa
pendanaan yang tidak dapat dipenuhi seluruhnya oleh APBN termasuk juga
dukungan profesionalisme seperti kecepatan dan ketepatan kinerja pihak
swasta.11
Selain
telah
diatur
dalam
Undang-Undang
tentang
Ketenagalistrikan, peningkatan peran kerjasama antara pemerintah dengan
swasta telah diatur juga dalam beberapa peraturan teknis lainnya, yaitu PP
No. 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah, Perpres No. 67 Tahun 2005
tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur Perpres ini telah diperbaiki menjadi Perpres No. 13 Tahun
2010, khusus untuk energi listrik terdapat beberapa aturan teknis seperti PP
No 23 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 14
Tahun 2012 tentang Kegiatan Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, Perpres 78
tahun 2010 tentang Penjaminan Infrastruktur Dalam Proyek Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha yang dilakukan melalui Badan Usaha
Penjaminan Infrastruktur, ada juga PP no 50 tahun 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerja Sama Daerah. Pemerintah juga telah dibentuk juga unit
khusus PPP atau Badan yang bertugas secara aktif untuk memfasilitasi
Kerjasama pemerintah dan swasta saat ini adalah BAPPENAS, melalui
Direktorat Pengembangan Kerjasama Pemerintah dan Swasta (PKPS).
Meskipun sudah banyaknya aturan dan adanya lembaga yang
menangani sistem PPP dalam pelaksanaan usaha listrik ternyata belum
mampu menjawab minimnya ketersediaan energi listrik di Indonesia.
11
Disinggung juga dalam cetak biru Masyarakat Ekonomi ASEAN ( MEA ) mengenai pendanaan
proyek-proyek infrastuktur, bahwa pendanaan memberikan konstribusi penting bagi
pertumbuhan ekonomi.Sejalan dengan upaya ASEAN untuk mempercepat integrasi ekonomi,
maka investasi yang lebih besar diperlukan terutama dalam pembangunan infrasuktur
kawasan. Dengan demikian penerapan skema pembiayaan yang inovatif untuk meningkatkan
keterlibatan sektor swasta menjadi sangat penting. Tindakan yang di sarankan dalam cetak biru
adalah dengan meningkatkan partisipasi sektor swasta dan organisasi internasional dalam
pembiyaan pembangunan infrastruktur di kawasan, seperti ASEAN power grind, trans-ASEAN gas
pipeline, Singapore-kunming rail link dan ASEAN highway network, serta mengurangi atau
menghapuskan hambatan-hambatan investasi/pembiyaan proyek-proyek infrastuktur kawasan.
5
Fenomena mengemuka yang menjadi hambatan adalah belum harmonisnya
aturan tentang KPS dengan aturan investasi lainnya. Kendala dalam
pelaksanaan atau implementasi kerjasama pun juga mengemuka antara lain
investor tidak mendapat profit atau keuntungan seperti yang diharapkan,
termasuk juga investor belum mendapatkan jaminan kepastian terhadap
investasinya.12 Dari sisi investor pemerintah juga harus berhati-hati dan
selektif dalam memilih investor, sehingga tercapai apa yang menjadi tujuan
pemerintah. Ketika pemerintah berusaha untuk menarik investor, tentunya
pemerintah juga perlu untuk mengemas skema investasi yang patut
dikembangkan, dipasarkan, dan dijual kepada investor. Inti dari keberhasilan
penerapan sistem public private partneship sangat bergantung pada
kesepakatan bersama antara pihak pemerintah dengan pihak swasta. Setiap
pihak membawa misi sendiri-sendiri, pihak pemerintah
berusaha
meminimalisasi keseluruhan biaya dan memastikan pelayanannya bermutu
tinggi, sementara pihak swasta berupaya untuk memaksimalkan keuntungan.
Berdasarkan latar belakang tersebut Badan Pembinaan Hukum
Nasional ( BPHN ) menganggap perlu untuk melakukan kegiatan pengkajian
hukum tentang Penerapan Sistem Public Private Partnership dalam Proyek
Pembangunan Energi Listrik dengan melakukan inventarisasi faktor-faktor
pendorong dan penghambat penerapan sistem public private partnership
dalam proyek pembangunan energi listrik untuk selanjutnya memberikan
rekomendasi yang dapat dijadikan bahan bagi pembentukkan atau
pembaharuan peraturan perundang-undangan dan kebijakan.
12
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/06/02/1935020/PLTU.Batang.Tertunda.Negara.
Rugi.Rp.9.T riliun.per.Tahun
6
B. Identifikasi Masalah
Dari
latar
belakang
tersebut
maka
dapat
diiidentifikasikan
permasalahan hukum sebagai berikut :
1.
Bagaimana
sistem
public
private
partnership
dalam
proyek
pembangunan energi listrik direpresentasikan dan diproyeksikan dalam
banyak instrumen hukum maupun kebijakan di Indonesia?
2.
Bagaimana hukum melindungi kedua belah pihak, baik pihak investor
maupun negara dalam penerapan model public private partnership ?
3.
Mengapa model pembangunan energi listrik dengan sistem public
private partnership merupakan model yang efektif dalam menjawab
kebutuhan akan krisis energi listrik di Indonesia ?
C. Maksud dan Tujuan Pengkajian
Pengkajian hukum dimaksudkan untuk mendapatkan pemikiran dari
teoritisi dan praktisi berkaitan dengan (menginventarisasi) permasalahan
(issues) untuk dijadikan bahan awal dalam mendukung pembentukan
(peraturan perundang-undangan pusat dan daerah) dan pengembangan
hukum
Maksud dari pengkajian hukum ini adalah untuk mendapatkan masukan
atau pemikiran tentang permasalahan yang timbul seputar penerapan sistem
public private partnership dalam proyek pembangunan energi listrik dilihat
dari berbagai aspek antara lain aspek hukum, sosial, ekonomi dan politik
yang nantinya akan dijadikan bahan awal yang bertujuan untuk membentuk
suatu peraturan perundang-undangan yang baru ataupun dalam rangka
melakukan pembinaan hukum nasional.
Tujuan dilakukannya kegiatan Pengkajian ini, adalah:
1.
Untuk mengetahui gambaran dan permasalah serta menginventarisir
tentang penerapan sistem public private partnership dalam proyek
pembangunan energi listrik?
7
2.
Untuk mengetahui bagaimana instrumen hukum maupun kebijakan di
Indonesia mempresentasikan dan memproyeksikan sistem public
private partnership dalam proyek pembangunan energi listrik
3.
Untuk mengetahui bagaimana hukum sudah melindungi kedua belah
pihak, baik pihak investor maupun negara dalam penerapan model
public private partnership
4.
Untuk mengetahui efektivitas pembangunan energi listrik dengan sistem
public private partnership dalam menjawab kebutuhan akan krisis energi
listrik di Indonesia
D. Kerangka Pemikiran
Konsep pembangunan infrastruktur dengan skema kerjasama
pemerintah dan swasta
Infrastruktur memiliki peran yang vital bagi pertumbuhanekonomi
nasional. Karena melibatkan kegiatan konstruksi yangmasif, selama masa
pembangunannya pun sektor infrastruktur mampu memberikan kontribusi
yang cukup signifikan bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto.13
Untuk menyediakan infrastruktur, Pemerintah dapat memilih peran
sebagai Spending Agency dengan melakukan pembelanjaan APBN/D, atau
Licensing Agency
dengan memberikan izin usaha infrastruktur kepada
Badan Usaha (bisa juga menugaskan Badan Usaha dengan/tanpa penanaman
modal negara). Dalam KPS,
pemerintah memainkan peran sebagai
Contracting Agency, suatu peran yang melibatkan fungsi yang berbeda,
namun dapat turut melibatkan peranan sebagai Spending Agency dan
Licensing Agency.
13
Wibowo, A.and Alfen, H.W.2012. Fine-tunning theValue and Cost of Capital of Risky PPP
InfrastructureProjects, Engineering, Construction, and Architectural Management (diterima
untuk diterbitkan)
8
Tingkat keterlibatan
Tingkat keterlibatan swasta
tinggi
swasta rendah
Spending Agency
Contracting Agency
Licensing Agency
 Pemerintah selaku
 Pemerintah
 Pemerintah
klien
belanja
sebagai mitra
selaku penerbit
APBN/D
 Risiko
izin
 Kontrak
sebagai
dialokasikan
 Umumnya tidak
user/buyer
antara Badan
melibatkan
 Dalam infrastruktur
Usaha
&
kewajiban fiskal
umumnya belanja
Pemerintah
maupun
aset
 Dapat
keterlibatan
 Kewajiban
fiskal
melibatkan
fisik/teknis
langsung (direct)
peran
 Pendanaan
pemerintah
penuh
dari
sebagai
swasta
licensing
agency serta
spending
agency yang
umumnya
tertera sebagai
kewajiban
dalam kontrak
 Umumnya
melibatkan
kewajiban
fiskal langsung
& kontinjen
Kebutuhan untuk menemukan cara-cara alternatif dalam mendanai
pembangunan infrastruktur mendorong dibuatnya skema pembiayaan
kerjasama antara pemerintah dan pihak swasta. Kerjasama ini dapat
menggunakan sistem public
private
partnership
(PPP). PPP dapat
didefinisikan sebagai 14
an agreement or contract, between a public entity and a private party,
under which : (a) private party undertakes government function for
14
Christopher Bovis, Public-private partnership in the European Union, Routledeg critical studies
in public management; 2014, New York, NY 10017. Hal 1
9
specified period of time, (b) the private party receives compensation for
performing the function, directly or indirectly, (c) the private party is
liable for the risks arising from performing the function and, (d) the
public facilities, land or other resources may be transferred or made
available to the private party.
Sistem atau skema PPP merupakan model yang digunakan dalam
membangun proyek infrastruktur di Indonesia. Skema ini terus didorong
oleh pemerintah karena dianggap merupakan solusi atas berbagai
permasalahan dalam pembangunan infrastruktur. Dalam perjalanannya,
sistem ini sudah beberapa kali dipraktekkan, namun ternyata masih ada
celah yang perlu diperbaiki.
Terdapat banyak terminologi PPP, istilah ini mengemuka tatkala
kemampuan fiskal pemerintah dalam penyediaan infrastruktur bagi publik
sangat terbatas sementara kebutuhan akan kuantitas dan kualitas
infrastruktur yang ada terus meningkat. William J. Parente15 dari USAID
Environmental Services Program mendefinisikan PPP sebagai an agreement
or contract, between a public entity and a private party, under which : (a)
private party undertakes government function for specified period of time, (b)
the private party receives compensation for performing the function, directly or
indirectly, (c) the private party is liable for the risks arising from performing
the function and, (d) the public facilities, land or other resources may be
transferred or made available to the private party.
Sementara pihak Worldbank mendefinikan PPP sebagai Public private
partnership denote a sophisticated interface between public authorities and
private sector undertakings, which aims at delivering infrastrukture projects
as well as public services. 16
15
Parente, William J, dalam Miharjana, Dodi,Feasibility Analysis and Risks in PPP Projects dalam
Workshop : Fundamental Principles and Techniques for Effective Public Private Partnerships in
Indonesia , Jakarta, 2006
16
http://ppp.worldbank.org/public-private-partnership/ diunduh pada tanggal 23 Mai 2015,
pukul 10.34 WIB
10
Menurut EU institutions, PPP refers to ‘form of cooperation between
public authorities and the world of bussines which aim to ensure the funding,
contruction , renovation, management or maintenance of an infrastructure or
the the provision of a service. The term of PPP is not defined at EU level. PPP
denote a contractual format between publicauthorities and private sector
undertakings. Such relations aim at delivering infrastructure projects, as well
as many other schemes in areas covering transport, public health, education,
public safety and waste management and water distribution and have the
following characteristics: the relatively long duration of the relationship ; the
funding source for the project; the strategic role of the private sector in the
sense that it is expected to provide input into different stages of the project such
as design, completions, implementation and funding and finally the distribution
of risks between the public and private sectors and the expectation that private
sector will assume substantial risk.
Secara teknis, PPP dapat diartikan sebagai skema kerjasama di mana
pemerintah mentransfer risiko yang biasanya pemerintah emban ke pihak
swasta dengan janji kompensasi finansial atas risiko yang ditransfer ke
swasta. Proyek infrastruktur banyak diintervensi oleh risiko yang kompleks,
yang berpotensi berdampak negatif terhadap efektifitas proyek KPS. Oleh
karena itu, efektifitas pelaksanaan PPP sangat tergantung kepada alokasi dan
manajemen risiko yang baik antara pihak publik (pemerintah) dan investor
swasta.
Berdasarkan berbagai definisi diatas dapat disimpulkan bahwa skema
atau model PPP merupakan suatu perjanjian kerja sama atau kontrak, antara
instansi pemerintah dengan badan usaha/pihak swasta, dimana:
a. pihak swasta melaksanakan sebagian fungsi pemerintah selama waktu
tertentu
b. pihak swasta menerima kompensasi atas pelaksanaan fungsi tersebut,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
c. pihak swasta bertanggungjawab atas resiko yang
timbul akibat
pelaksanaan fungsi tersebut, dan
11
d. fasilitas pemerintah, lahan atau aset lainnya dapat diserahkan atau
digunakan oleh pihak swasta
Model PPP memang bukan model yang lahir dan di kembangkan di Indonesia.
Karena PPP merupakan skema pembangunan infrastruktur yang pertama
kali dipakai di Inggris pada tahun 1990-an. Pertama kali dipakai untuk
membangun bandar udara di London. Model atau skema PPP yang di kenal
secara internasional dapat di gambarkan dalam bagan sebagai berikut :
Principal
Vendor
Long term suply agreement
Tender
Syndicate loan
Off taker
Conssension agreement
(Pihak yang akan membeli
energi yang akan
dihasilkan)
Power purchase agreement/
energi sales contract
Promotor
Share holder agreement
investor
Kontraktor
Operator
(Pihak yang
membangun)
EPC Contract
Skema ini terus didorong oleh pemerintah dalam membangun infrastruktur,
walaupun dalam perjalanannya skema atau model ini masih ditemukan
beberapa hal yang perlu diperbaiki. Beberapa hal yang sering menjadi
masalah dalam skema PPP adalah kesenjangan kepentingan. Sektor swasta
mendapatkan peran membangun, mengendalikan, dan mengoperasikan
proyek-proyek prasarana dibawah pengawasan dan regulasi pemerintah.
Pihak swasta di tuntut untuk melakukan pengelolaan yang yang efektif dan
menciptakan disiplin kuat dalam memilih dan menyiapkan proyek,
konstruksi dan operasinya. Sedangkan pemerintah diharapkan mengambil
risiko yang sesuai dengan porsinya seperti menggaransi tidak akan ada
nasionalisasi
perusahaan,
termasuk
juga
risiko
dalam
menjamin
ketersediaan lahan.
12
Kesenjangan kepentingan menjadi salah satu hal yang mengemuka
dalam penerapan sistem PPP. Pada titik inilah pihak pemerintah dan pihak
swasta secara bersama-sama dituntut untuk mampu bekerjasama mengatasi
tantangan yang muncul akibat adanya perbedaan kepentingan. Pelaksanaan
PPP akan semakin baik ketika pemerintah mampu menyediakan iklim
kondusif yang mampu mendukung PPP. Situasi yang kondusif untuk PPP
antara lain:
1. Peraturan atau regulasi yang mendukung;
2. Kerangka kebijakan yang berpihak pada kedua belah pihak secara
seimbang;
3. Prosedur yang jelas, dan terinci;
4. Budaya kompetisi yang sehat;
5. Transparansi dalam setiap transaksi;
6. Tentunya pihak pemerintah harus cukup paham dengan sistem PPP.
Untuk menciptakan sebuah hubungan/kerjasama yang sukses maka
sangat penting untuk memahami tujuan dan kepentingan dari masingmasing pelaku dalam sistem PPP. Termasuk juga adanya perlindungan dari
sisi hukum secara maksimal terhadap penerapan sistem public private
partnership (PPP) perlu dikedepankan guna mensukseskan pembangunan.
Dengan pemahaman yang sama diharapkan tidak ada kesenjangan
kepentingan antara pihak pemerintah maupun pihak swasta, apalagi
kesenjangan tersebut sampai berujung pada tidak tuntasnya tujuan
pembangunan.
Pengkajian ini dimaksudkan untuk menghimpun aspek-aspek hukum
Penerapan Sistem Public Private Partnership dalam Proyek Pembangunan
Energi Listrik. Mulai dari menginventarisir hal-hal apa sajakah yang
merupakan kepentingan pemerintah dan swasta. Untuk selanjutnya
memberikan rekomendasi yang dapat dijadikan bahan bagi penyempurnaan
kebijakan negara dalam upaya memenuhi kebutuhan energi listrik kepada
masyarakat.
13
Pembuatan kebijakan dan peraturan pada dasarnya merupakan
intervensi strategis atas suatu kondisi. Untuk itu, perlu dipilih intervensi
yang betul-betul cocok dan membawa perubahan saat digulirkan di rimba
peraturan.
E. Kerangka Konsepsional
PPP atau Kemitraan Pemerintah Swasta (KPS) dapat diterjemahkan
sebagai : Sebuah perjanjian kontrak antara swasta dan pemerintah, yang
keduanya bergabung bersama dalam sebuah kerjasama untuk menggunakan
keahlian dan kemampuan masing-masing untuk meningkatkan pelayanan
kepada publik dimana kerjasama tersebut dibentuk untuk menyediakan
kualitas pelayanan terbaik dengan biaya yang optimal untuk publik .
Dalam Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama
Pemerintah dengan
Badan
Usaha
Dalam
Penyediaan
Infrastruktur
Kerjasama Pemerintah Dan Badan Usaha Yang Selanjutnya Disebut sebagai
KPBU adalah Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha dalam
penyediaan infrastruktur untuk kepentingan umum dengan mengacu pada
spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya oleh Menteri / Kepala
Lembaga / Kepala Daerah/ Badan Usaha Milik Negara/ Badan Usaha Milik
Daerah, yang sebagian atau seluruhnya menggunakan sumber daya Badan
Usaha dengan memperhatikan pembagian risiko diantara para pihak.
Dalam pengkajian ini yang akan dipakai sebagai konsep PPP adalah
adanya pola kerjasama atau sebuah kesepakatan kontraktual antara sektor
publik dan swasta untuk pembiayaan, pengembangan, operasi atau
pengelolaan fasilitas atau layanan umum. Pembiayaan dilakukan oleh badan
usaha
sehingga
tidak
berpengaruh
langsung
terhadap
anggaran (APBN/APBD).
14
F. Metode Kerja Tim Pengkajian
Dalam Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia R.I.
Nomor : PHN-06.LT.02.01 Tahun 2015 tanggal 26 Maret 2015 tentang
pembentukan tim Pengkajian Hukum tantang Penerapan Sistem Public
Private Partnership dalam Proyek Pembangunan Energi Listrik disebutkan
bahwa tim bertugas pertama menginventarisir dan mengidentifikasi
permasalahan-permasalahan hukum; kedua mempelajari dan menganalisis;
ketiga memberikan rekomendasi, berupa upaya dan langkah yang perlu
diambil dalam rangka pembinaan dan pembaharuan hukum menuju
terbentuknya suatu Sistem Hukum Nasional yang dicita-citakan.
Dalam rangka menyelesaikan tugas tersebut maka langkah-langkah
yang dapat dilakukan antara lain; melakukan rapat pertama tim, selain
agenda
perkenalan
anggota
tim,
juga
diagendakan
diskusi
untuk
mengidentifikasi permasalahan-permasalahan yang kemudian ditetapkan
menjadi rumusan permasalahan Pengkajian Hukum judul pengkajian hukum
yang telah ditetapkan oleh BPHN.Lebih lanjut permasalahan hukum yang
telah dipilih tersebut dianalisa atau dikaji atau ditinjau/didekati dari
berbagai
aspek,
baik
secara
intern
(hukum)
maupun
ekstern
(interdisipliner) atau interdepartemental (oleh ketua dan anggota Tim).
Setelah disepakati sejumlah permasalahan hukum, maka tahap
berikutnya adalah pembagian tugas pengkajian hukum yaitu melakukan
analisis atau kajian terhadap permasalahan-permasalahan hukum yang telah
ditetapkan. Sedangkan pola analisis yaitu permasalahan hukum yang telah
dipilih dianalisis dari sudut intern dan ekstern oleh masing-masing anggota
Tim Pengkajian sesuai dengan bidang atau keahlian dan kepakaran dari
masing-masing anggota Tim Pengkajian Hukum.
Sesuai dengan Surat Keputusan tersebut maka Pengkajian Hukum
dilaksanakan mulai dari bulan April sampai dengan Desember 2015.
Pengkajian Hukum ini dilakukan
dengan
metode kerja sebagai
berikut :
15
 Studi
kepustakaan, masing-masing anggota
mengumpulkan
dan
mempelajari bahan literatur yang berkaitan dengan materi yang akan
dikaji
 Anggota Tim menulis kertas kerja (berupa makalah) seusuai dengan
topik yang telah ditugaskan, kemudian didiskusikan dalam rapat tim.
 Jika diperlukan maka Tim Pengkajian dapat mengundang pihak lain
(nara sumber) untuk didengar pendapatnya mengenai masalah yang
masih perlu diketahui kejelasannya.
G. Teknik Pengumpulan Data
1. Studi Literatur
Pengkajian ini dimulai dengan melakukan tinjauan literatur dari
sejumlah laporan studi terdahulu, peraturan perundang-undangan di
bidang ketenagalistrikan maupun kerjasama pemerintah dengan swasta,
dokumen kebijakan, serta sumber sumber tertulis lain seperti bukubuku dan jurnal, yang terkait dengan penerapan sistem PPP dalam
proyek pembangunan energi listrik.
2. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam dilakukan untuk menggali informasi dari para
nara sumber untuk menjawab pertanyaan penelitian. Tim berupaya
memperoleh informasi
seputar
investasi di bidang infrastruktur,
khususnya yang menggunakan sistem PPP.
3. Diskusi Kelompok Terfokus (Focus Group Discussion)
Pengumpulan data juga dilakukan dengan melakukan diskusi kelompok
terfokus atau focus group discussion (FGD. Sudah dilaksanakan pada
tanggal 10 Juni 2015, bertempat di ruang rapat Kepala BPHN. Kegiatan
FGD menghadirkan 3 (tiga) orang Narasumber yang ahli dan kompeten
di bidang PPP , sebagai berikut:
16
1. Dr. Emil Dardak ( Executive Vice President mewakili Ibu Sinthya
Roesly Dirut PT. IIGF( Indonesia Infrastructure Guarantee Fund
Project )
2. Bapak Darwin Trisna Djajawinata (mewakili Ibu Ema Martini yang
merupakan Dirut PT . SMI)
3. Bp. Dendy Apriadi (mewakili Direktur Perencanaan Infrastruktur
BKPM )
H. Sistematika Pengkajian
Bab I
Pendahuluan yang berisi latar belakang pemilihan model
atau skema PPP dalam pembangunan infrastruktur pada
umumnya, pokok permasalahan yang akan dibahas,tujuan
serta manfaat dari kegiatan pengkajian ini, kerangka
pemikiran metode kerja tim pengkajian dan personalia
anggota tim.
Bab II
Kebijakan
pembangunan
infrastruktur
di
bidang
ketenagalistrikan, Pengaturan dan Kelembagaan PPP
Bab III
Merupakan bagian analisis permasalahan yang dibagi
dalam dua bagian, pertama umum : pengadaan tanah,
perizinan, koordinasi vertikal dan horizontal , hubungan
dengan masyarakat dan jaminan serta perlindungan
investasi. Dan bagian kedua merupakan analisis yang
berdasarkan kasus PLTU Batang , PLTA Micro Hydro Aceh
Bab IV
Penutup, berisi Kesimpulan dan Rekomendasi
17
I.
Jangka Waktu Pelaksanaan
Kegiatan Pengkajian ini akan dilaksanakan dari bulan Maret sampai
dengan bulan Desember 2015.
J.
Personalia Tim Pengkajian
Tim Pengkajian Hukum tentang Perlindungan Masyarakat Adat di
Daerah Perbatasan dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan
HAM RI Nomor PHN-06.LT.02.01 tahun 2015, dengan susunan personalia
tim sebagai berikut:
Ketua
: Prof. Dr. I.B.R. Supancana, S.H.,M.H.
Sekretaris
: Tyas Dian Anggraeni, S.H.,M.H.
Anggota
:
1. Dra. Evi Djuniarti
2. Ismail, SH
3. Henry Donal, SH. MH
4. Syprianus Aristeus, SH. MH
5. Drs. Tri Handoko, ( Kementerian ESDM)
6. Harry Hartoyo (Sekjen MKI )
Staf Sekretariat
: Iis Trisnawati, SH
Narasumber
: PT PLN
18
BAB II
KEBIJAKAN , PENGATURAN
DAN KELEMBAGAAN PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP)
DALAM PROYEK PEMBANGUNAN ENERGI LISTRIK
A. KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN
INFRASTRUKTUR
DI
BIDANG
KETENAGALISTRIKAN - PROGRAM PEMERINTAH 35.000 MW UNTUK
INDONESIA
“target 35.000 MW bukanlah target yang ringan, tapi harus dicapai dengan kerja
keras. Listrik yang cukup adalah kunci bagi tercapainya pertumbuhan ekonomi
dan kesejahteraan masyarakat.”
(Presiden Joko Widodo, 7 April 2015)
Pemadaman listrik yang dialami hampir setiap daerah saat ini
disebabkan kekurangan pasokan listrik. Nila hal ini tidak mendapat
perhatian khusus dan upaya terobosan luar biasa,k maka krisis listrik bisa
terjadi dalam 3-4 tahun kedepan. Kondisi ini bukan hanya kurang mndukung
aktivitas masyarakat, tetapi juga dapat menurunkan daya saing industri dan
menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.
Cadangan listrik yang terbatas adalah cermin dari ketidakmampuan
pasokan dalam mengimbangi pertumbuhan kebutuhan. Penyebabnya adalah
tertinggalnya
pembangunan
pembangkit
sebesar
6,5%
dibanding
pertumbuhan permintaan listrik sebesar 8,5% dalam lima tahun terakhir.
Ketertinggalan itu akibat terkendala berbagai permasalahan, seperti
pembebasan lahan, regulasi, dan perizinan, pendanaan, hingga negosiasi
harga jual listrik antara pihak swasta dengan PLN.
Saat ini total kapasitas terpasang nasional sebesar 50.000MW yang
dibangun PLN berdiri. Dengan memperhitungkan proyeksi pertumbuhan
19
ekonomi 6-7% setahun, dalam lima tahun ke depan dibutuhkan tambahan
kapasitas listrik sebesar 35.000 MW atau 7.000 MW per tahun. Oleh karena
itu, pemerintah tidak memiliki pilihan lain kecuali harus menambah
kapasitas listrik sebesar 35.000 MW. Program kelistrikan ini menjadi
program strategis nasional yang dikukuhkan dalam dokumen Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.
Program 35.000 MW membutuhkan dana investasi yang sangat besar :
di atas Rp. 1.100 triliun. Untuk tetap menjaga kemampuan finansial, PLN
akan membangun pembangkit sebesar 10.000 MW. Adapun sisanya, 25.000
MW, akan ditawarkan ke pihak swasta atau independent power producer/IPP.
Untuk merealisasikan program itu, sejumlah peraturan telah
diterbitkan dan diberlakukan. Peraturan termaksud anatar lain : UU 2/2012
(tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum), Perpres 30/2015
(tentang perubahan atas Perpres 71/2012 tentang penyelenggaraan
pengadaan tanah untuk kepentingan umum), Permen ESDM 3/2015 (tentang
prosedur pembelian tenaga listrik), serta Kepmen ESDM 74/21/MEM/2015
(tentang pengesahan rencana usaha penyediaan tenaga listrik 2015-2024).
Mengingat sedemikian strategisnya program 35.000 MW, dukungan penuh
dari segenap pemangku kepentingan sangat dibutuhkan.
20
Tabel Proyeksi Kebutuhan Listrik
Tahun
Pertumbuhan Ekonomi
Bebas Puncak
2015
6.1%
36.787 MW
2019
7.1%
50.531 MW
2024
7.0&
74.536 MW
Penduduk Indonesia
Pelanggan PLN
Perumbuhan Ekonomi
2015 = 257,9 Juta
2015 = 60,3 Juta
6,1% - 7,1 %
2024 = 284,8 Juta
2024 = 78,4 Juta
Tambahan Kapasitas
Rasio Elektrifikasi
Perumbuhan
Kebutuhan Listrik
2015-2024
2015 = 84%
2015 – 219,1 TWH
70.400 MW
2024 = 99,4%
2024
=
(tumbuh
464,2
TWH
8,7%
pertahun)
Sumber : data RUPTL PLN tahun 2015
Berdasarkan paparan data tersebut dapat dipastikan bahwa kebutuhan akan
energi listrik akan selalu meningkat setiap tahunnya. Tentunya pemerintah
tidak cukup hanya mengandalkan pembangkit listrik yang sudah ada. Selain
ketersediaannya yang masih kurang, pembangkit listrik yang ada pun sudah
banyak yang dalam kondisi “tua”.1 Hal lain yang perlu mendapatkan
perhatian adalah rencana atau program pemerintah dalam pengelolaan
energi. Dalam Outlook Energi BPPT 2014 disebutkan bahwa konsumsi BBM
terbesar adalah dari sektor transportasi. Rencana pemerintah dalam
pembangunan mass rapid transport (MRT), KRL super cepat, dan dorongan
1
www.pln.co.id/dataweb/RUPTL/RUPTL%20PLN%202015-2024.pdf di akses pada tanggal
12 Agustus 2015 pukul 13.00 WIB
21
untuk beralih dari kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan
berbahan bakar listrik atau hibrid, perlu disikapi serius dari operator
penyedia listrik, karena kesemua sistem transportasi tersebut membutuhkan
energi listrik dengan daya yang cukup besar. Sebagai contoh, untuk mengisi
(charging ) baterai mobil listrik dengan teknologi fast
charging akan
membutuhkan daya +/- 5250 watt dengan waktu pengisian selama 4 jam,
dan daya sebesar 42000 watt untuk pengisisan selama ½ jam. Jika terdapat
100 mobil yang di-charging dalam waktu bersamaan maka akan diperlukan
daya 4,2MW. Pemakaian daya sebesar itu akan sangat mempengaruhi
kestabilan jaringan listrik, ketika beban berkapasitas besar masuk kesebuah
jaringan secara tiba-tiba maka tegangan dan frekuensi jaringan kelistrikakan
akan turun, apalagi jika waktu pengisian baterai mobil listrik dilakukan saat
beban
puncak bisa
mengakibatkan jaringan collapse sehingga terjadi
blackout . 2
Pemerintah sangat menyadari bahwa pemenuhan kebutuhan energi listrik
harus segera dicarikan solusinya. Kebutuhan mendesak saat ini adalah
menyelesaikan segera 7.000 MW yang sudah dalam proses konstruksi serta
membangun 35.000 MW (10.000 MW oleh PLN dan 25.000 MW oleh swasta)
dengan tepat waktu dan sesuai prinsip Good Governance. Sebagai tindak
lanjut, pemerintah bersama PLN telah mempersiapkan beberapa strategi.
2
Buku Outlook Energi Indonesia 2014, Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya
Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
22
STRATEGI IMPLEMENTASI
No.
ISU
Strategi
1.
Lahan
Mempercepat ketersediaanya dengan
menerapkan UU 2/2012 (tentang
pembebasan tanah)
2.
Negosiasi Harga
Menyediakan prosesnya dengan
menetapkan harga patokan tertinggi untuk
swasta dan excess power
3.
Pengadaan
Mempercepat proses dengan mengacu
pada Permen ESDM 3/2012 dengan
alternatif penunjukan langsung atau
pemilihan langsung untuk energi baru
terbarukan (EBT), mulut tambang, gas
marjinal, ekspansi, dan excess power (
syarat dan ketentuan berlaku)
4.
Perizinan
Mempercepat dan menyederhanakan
prosesnya melalui pelayanan terpadu satu
pintu (PTSP)
5.
Pengembang dan
Memastikan kinerjanya andal-terpercaya
kontraktor
(qualified) melalui penerapan uji-tuntas
(due diligence)
6.
Manajemen Proyek
Mengendalikan proyek melalui project
management office (PMO)
7.
Koordinasi Lintas
Memperkuat dengan para pemangku
Sektor
kepentingan terkait.
*mengacu pada Permen ESDM 3/105
23
PENGADAAN PENGEMBANG LISTRIK SWASTA (IPP) : MUDAH, CEPAT,
AKUNTABEL
PLTA
PLTG
Gas
Marjinal
Excess
Power
Penunjukan
langsung
Kondisi
Sistem Krisis
Pemasukan
proposal oleh
calon
pengembang
IPP
Dibangun dilokasi yang sama
Uji Tuntas Oleh
Procurement
Agent
Ekspansi
Evaluasi
Harga
Dibangun disistem
yang sama
Terdaftar
dalam
RUPTL
20152024?
Tanda
Tangan
Kontrak
1 peminat
PLTUMulut
Tambang
Lebih dari
1 peminat
Diversifikasi
Energi
Pemilihan
Langsung
Pelelangan
Umum
Pemasukan
dokumen lelang
oleh para calon
pengembang IPP
Bukan Ragam
Pilihan
*evaluasi paruh waktu, setelah program berjalan > 2 tahun
**evaluasi keuangan dan tekhnik
24
*proses pengadaan IPP dilaksanakan oleh panitia pengadaan PLN atau
Procurement Agent.
*Bagan diadaptasi dari Permen No. 03/2015

Ekspansi dan penambahan pembangkit sudah dilakukan sesuai kebijakan
pemerintah, selain itu, pengadaannya dipermudah dan transparan, sinergikoordinasi dikedepankan, serta memanfaatkan bahan bakar batubara dan
bahan bakar gas secara lebih efektif.

Menerapkan inovasi tkhnologi pembangkit yang mendukung percepatan,
seperti : pembangkit listrik bergerak (mobile power plant) berbahan bakar
gas serta pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di remote area.
25
DAFTAR PENGADAAN PEMBANGKIT 35.000N MW BERDASARKAN
RENCANA USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK 2015 – 2024
(Kepmen 0074.K/21/MEM/2015)
Pengembang Listrik Swasta
25.904 MW
Proyek Pengadaanya Sudah Berlangsung
No.
1.
Jenis
PLTU
Lokasi
Jawa-
Kapasitas
Metode
(MW)
Pengadaan
1x1000
Penunjukan
1(exp.Cirebon)/Jawa
Langsung
Barat
2.
PLTA
Hasang(FTP2)/Sumatera
40
Utara
3.
PLTA
Penunjukan
Langsung
Malea/Sulawesi Selatan
90
Penunjukan
Langsung
4.
PLTU
Jeneponto-2
2x112,5
(Exp.Jeneponto)
Penunjukan
Langsung
/Sulawesi Selatan
5.
PLTB
Samas / DIY
50
Penunjukan
Langsung
6.
PLTA
Meurebo / Aceh
56
Penunjukan
Langsung
7.
PLTA
Merangin / Jambi
350
Penunjukan
Langsung
8.
PLTU
Sumsel 6
2x300
(Exp.Sp Belimbing
9.
PLTA
Karangkates
Penunjukan
Langsung
& 137
Kesamben / Jawa Timur
Penunjukan
Langsung
26
10.
PLTU
Jawa-5 (FTP2) / Banten
2x1.000
Pemilihan
Langsung
11.
PLTU
Kalbar-1 /
2x100
Pelelangan
2x50
Pelelangan
2x600
Pelelangan
1x600
Pelelangan
2x150
Pelelangan
Kalimantan Bbarat
12.
PLTU
Kendari 3 /
Sulawesi Tenggara
13.
PLTU
Sumsel-9 /
Sumatera Selatan
14.
PLTU
Sumsel-10 /
Sumatera selatan
15.
PLTU
Sumbagsel-1 MT /
Sumatera selatan
16.
PLTU
Meulaboh 3&4 / Aceh
2x200
Pelelangan
17.
PLTU
Bengkulu / Bengkulu
2x100
Pelelangan
18.
PLTU
Sulbagut-1 / Sulut /
2x50
Pelelangan
2x300
Pelelangan
100
Pelelangan
2x1.000
Pelelangan
Gorontalo
19.
PLTU
Sumsel-1 MT /
Sumatera Selatan
20.
PLTG
Bangka Peaker /
Bangka Belitung
21.
PLTU
Jawa-7 / Banten
*Sudah melewati masa pendaftaran
27
Proyek Pengadaanya Akan Dibuka (Penunjukan Langsung)
No.
1.
2.
Jenis
PLTG/U
PLTU
Lokasi
Senipah Exp. (ST) /
Kapasitas
Metode
(MW)
Pengadaan
1x35
Penunjukan
Kalimantan Timur
Langsung
Kaltim
Penunjukan
4
(Exp.-2 2x100
Embalut)
Langsung
/ Kalimantan Timur
3.
PLTU
Jawa-4 (Exp. Tj.Jati B)/
2x1000
Jawa tengah
4.
PLTU
Langsung
Sulbagut3(Exp.Molotabu)
Penunjukan
2x50
/
Penunjukan
Langsung
Gorontalo
5.
PLTA
Wai Tina/Maluku
12
Penunjukan
Langsung
6.
PLTA
Sidikalang-1/Sumatera
15
Utara
7.
PLTA
Tabulahan/ sulawesi
Langsung
20
Barat
8.
PLTA
Masupu / sulawesi
10.
11.
PLTA
PLTU
PLTU
Salu uro/ sulawesi
36
PLTA
Penunjukan
Langsung
95
Penunjukan
Selatan
Langsung
Sumsel-7 (exp. Sumsel-5) 1x300
Penunjukan
/ sulawesi selatan
Langsung
Jawa-8 (exp. Cilacap)/
1x1000
Jawa tengah
12.
Penunjukan
Langsung
Barat
9.
Penunjukan
Kalaena-1 / sulawesi
Selatan
Penunjukan
Langsung
54
Penunjukan
Langsung
28
13.
PLTA
Paleleng / sulawesi
40
Selatan
14.
15.
16.
PLTA
Langsung
Poso 1 / sulawesi
PLTU
PLTA
Penunjukan
120
Penunjukan
Tengah
Langsung
Jawa-9 (exp.banten) / 1x600
Penunjukan
banten
Langsung
Air putih / sumatera
21
barat
Penunjukan
Langsung
Proyek Yang Pengadaannya Akan Dibuka (Pelelangan)
No.
JENIS
Lokasi
Kapasitas (MW) Metode
Pengadaan
1.
PLTU
Muko muko /
2x7
Pelelangan
2x600
Pelelangan
Bengkulu
2.
PLTU
Jambi / jambi
3.
PLTMG
Luwuk
/ 40
Pelelangan
sulawesi
Tengah
4.
PLTGU
Riau / riau
250
Pelelangan
5.
PLTGU
Jawa-1 / jawa
2x800
Pelelangan
Barat
6.
PLTU
Sinabang / aceh
2x7
Pelelangan
7.
PLTG/MG
Pontianak
100
Pelelangan
Sumut/ belawan 250
Pelelangan
peaker/
kalimantan barat
8.
PLTGU/MGU
/
Sumatera utara
9.
PLTGU/MGU
Sulbagut 3 /
200
Pelelangan
29
Sulawesi utara
10.
PLTGU/MGU
Sulsesl
/ 150
Pelelangan
200
Pelelangan
Peaker jawa / 400
Pelelangan
sulawesi
Selatan
11.
PLTGU/MGU
Kalselteng /
Kalimantan
selatan / tengah
12.
PLTGU/MGU
bali-1
/
jawa
barat
13.
PLTGU/MGU
Peaker jawa / 500
bali-2
/
Pelelangan
jawa
timur
14.
PLTGU/MGU
Peaker jawa / 500
Pelelangan
bali-3 / banten
15.
PLTGU/MGU
Peaker jawa / 450
bali-4/
Pelelangan
jawa
barat
16.
PLTG/MG
Jambi peaker /
100
Pelelangan
1x800
Pelelangan
250
Pelelangan
250
Pelelangan
250
Pelelangan
2x50
Pelelangan
Jambi
17.
PLTGU
Jawa-3 / jawa
Timur
18.
PLTGU/MGU
Sumbagut-1/
sumatera utara
19.
PLTGU/MGU
Sumbagut-3/
sumatera utara
20.
PLTGU/MGU
Sumbagut-4/
Aceh
21.
PLTU
Sulut-3/
30
sulawesi
Utara
22.
PLTGU/MGU
TB.Karimun/
40
Pelelangan
riau
23.
PLTGU/MGU
Natuna-2 / riau
25
Pelelangan
24.
PLTMG
Tanjung pinang- 30
Pelelangan
2/
Riau
25.
PLTMG
Dabo singkep-1/
16
Pelelangan
Riau
26.
PLTMG
Bengkalis / riau
18
Pelelangan
27.
PLTMG
Selat panjang-1 / 15
Pelelangan
riau
28.
PLTMG
Tanjung batu / 15
Pelelangan
riau
29.
PLTG/MG
Belitung /
30
Pelelangan
1x660
Pelelangan
2x600
Pelelangan
Bangka-1 /Kep. 2x100
Pelelangan
kep.Bangka
belitung
30.
PLTU
Jawa-10 / jawa
Tengah
31.
PLTU
Riau kemitraan /
Riau
32.
PLTU
Bangka belitung
33.
PLTU
Kalselteng-3/
2x100
Pelelangan
2x200
Pelelangan
25
Pelelangan
kalimantan
tengah
34.
PLTU
Kalbar-2/
kalimantan barat
35.
PLTG/MG
Natuna-3 / riau
31
36.
PLTMG
Dabosingkep-2 / 16
Pelelangan
riau
37.
PLTU
Kaltim-3
/ 2x200
Pelelangan
kalimantan
timur
PT. PLN
(PERSERO)
10.681 MW
Proyek Yang Pengadaanya Sudah Berlangsung
No.
Proyek Pembangkit
1.
PLTU/Lontar ekspansi
2.
PLTG/MG
Lokasi
Banten
Gorontalo gorontalo
Kapasitas
Metode
(MW)
Pengadaan
1x315
Pelelangan
10
Pelelangan
Peaker
3.
PLTA/Upper Cisokan PS
Jabar
1.040
Pelelangan
4.
PLTMG Karimun Jawa
Jateng
4
Pelelangan
5.
PLTGU Grati Peaker
Jatim
450
Pelelangan
6.
PLTGU Lombok Peaker
NTB
150
Pelelangan
7.
PLTA Asahan III
Sumut
2x87
Pelelangan
8.
PLTD Tersebar untuk Tersebar
68
Pelelangan
daerah
Perbatasan
dan
P.
Terluar
32
Proyek Yang Pengadaannya Akan Dibuka (Pelelangan)
No.
Proyek Pembangkit
Lokasi
Kapasitas
Metode
(MW)
Pengadaan
1.
PLTP Hululais
Bengkulu
55
Pelelangan
2.
PLTU Indramayu
Jabar
1000
Pelelangan
3.
PLTGU Muara karang
Jakarta
500
Pelelangan
4.
PLTGU Jawa-2 /
Jakarta
800
Pelelangan
Jatim
150
Pelelangan
Jawa barat
650
Pelelangan
Tj.priok)
5.
PLTGU Grati add on
blok 2
6.
PLTGU Muara Tawar
add on unit 2,3,4
7.
PLTU Kalselteng 2
Kalteng
2x100
Pelelangan
8.
PLTG/PLTMG
Lampung
200
Pelelangan
Lampung Peaker
9.
PLTP Tulehu
Maluku
20
Pelelangan
10.
PLTU Lombok (FTP 2)
NTB
2x50
Pelelangan
11.
PLTU Lombok 2
NTB
50
Pelelangan
12.
PLTU Timor 1
NTT
2x25
Pelelangan
13.
PLTP Mataloko
NTT
20
Pelelangan
14.
PLTP Ulumbu 5
NTT
5
Pelelangan
15.
PLTG/PLTMG Riau
Riau
200
Pelelangan
Peaker
16.
PLTU Sulses barru 2
Sulsel
1x100
Pelelangan
17.
PLTGU Makasar Peaker
Sulsel
450
Pelelangan
18.
PLTGU Sulses Peaker
Sulsel
450
Pelelangan
19.
PLTU Sulsel 2
Sulsel
200
Pelelangan
20.
PLTU Palu 3
Sulteng
2x50
Pelelangan
21.
PLTU Bau-Bau
Sultra
2x25
Pelelangan
22.
PLTU Sulut 1
Sulut
2x25
Pelelangan
33
23.
PLTG/PLTMG Mobile
Tersebar
1,565
Pelelangan
Power Plant Tersebar
24.
PLTMG Tersebar
Tersebar
665
Pelelangan
25.
PLTGU/MGU Tersebar
Tersebar
450
Pelelangan
26.
PLTG/MG Tersebar
Tersebar
250
Pelelangan
27.
PLTM Tersebar
Tersebar
50
Pelelangan
CATATAN :
 Tabel ini mencakup rincian proyek pembangkit yang dilelangkan,
namun bukan merupakan pengumuman lelang
 Pengumuman lelang akan diumumkan secara terpisah di media
massa sesuai dengan jadwal yang ditetapkan oelh PLN dan dapat
diakses melalui laman www.pln.co.id
KEBUTUHAN PENDANAAN (Triliun Rupiah) 2015-2019
Rincian
PLN
Swasta
Total
Pembangkitan
199
615
814
-
313
615
1.127
Transmisi
dan 313
Gardu Induk
Total
512
34
Dengan rahmat Tuhan YME dan Juga dukungan segenap pemangku
kepentingan, pada 2015 ini PLN akan menandatangani kontrak
pembangunan pembangkit sebesar 10.000 MW sebagai tahap I dari total
keseluruhan 35.000 MW.
Keinginan pemerintah untuk segera mencarikan solusi atas pemenuhan energi
listrik di Indonesia disertai dengan kesadaran bahwa pemerintah dalam hal ini
PLN tidak mempunyai kemampuan pendanaan yang cukup. Pilihan model atau
skema PPP, merupakan salah satu pilihan yang banyak dipilih oleh Negaranegara maju dalam pemenuhan kebutuhan infrastruktur di Negaranya.
Mengapa model ini banyak dipilih oleh Negara-negara maju ? Melalui kajian ini,
tim berharap menemukan jawaban apakah model ini lebih efektif dan tepat
guna dalam pemenuhan kebutuhan energi listrik.
35
B. KERANGKA PERATURAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DENGAN
SKEMA PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP)
Pemerintah mengalami keterbatasan finansial untuk pendanaan di sektor
ketenagalistrikan sehingga peran swasta masih sangat diharapkan, oleh karena
itu maka berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2005 dan
Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2006 sebagai perubahan Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 1989, dimungkinkan pembelian tenaga listrik bagi
PKUK dan PIUKU dari koperasi, BUMD, swasta, swadaya masyarakat, dan
perorangan
setelah
mendapat
persetujuan
Menteri,
Gubernur,
atau
Bupati/Walikota sesuai kewenangannya. Saat ini pemerintah Indonesia telah
merancang paket-paket peraturan perundang-undangan untuk mempercepat
penyediaan infrastruktur di Indonesia yang terbagi dalam :
a. Peraturan terkait skema pembiayaan infrastruktur melalui KPS
1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005
tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam
Penyediaan Infrastruktur Jo PERPRES 13 Tahun 2010 Jo PERPRES 56
Tahun 2011 Jo PERPRES 66 tahun 2013.
Perpres No. 67 Tahun 2005 dan perubahannya yang mengklasifikasi
proyek dalam delapan jenis infrastruktur yaitu transportasi, jalan,
pengairan,
air
minum,
air
limbah,
telekomunikasi,
ketenagalistrikan, minyak dan gas bumi. Untuk proyek bernuansa
KPS yang tidak masuk dalam sektor infrastruktur dikelompokkan
lain-lain.
2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015
tentang
kerjasama pemerintah dengan badan usaha dalam
penyediaan infrastruktur.

Mengatur tentang bentuk kerjasama KPBU dapat merupakan
gabungan 2 atau lebih jenis infrastruktur
36

Penanggung
jawab
proyek
kerjasama
(PJPK)
Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala daerah bertindak selaku
PJPK, dan memiliki kewenangan untuk menandatangani nota
kesepahaman mengenai PJPK. Yang memuat :

Kesepakatan pihak yang menjadi koordinator PJPK
1. Kesepakatan mengenai pembagian tugas dan anggaran
dalam rangka penyiapan, transaksi, dan manajemen KPBU
2. Jangka waktu pelaksanaan KPBU

PENGADAAN TANAH
1. Pendanaan pengadaan tanah untuk KPBU bersumber dari
APBN dan APBD
2. Apabila PJPK adalah BUMN dan BUMD pendanaan
pengadaan tanah bersumber dari anggaran BUMN dan
BUMD
3. Apabila KPBU layak secara finansial, Badan Usaha
Pelaksana dapat membayar kembali sebagian atau seluruh
biaya pengadaan tanah
Peraturan presiden ini menjadi regulasi baru bagi pelaksanaan
proyek kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU) di bidang
infrastruktur. Kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU)
adalah suatu kerja sama antara pemerintah dan badan usaha dalam
hal
penyediaan
infrastruktur
di
mana
badan
usaha
(BUMN/BUMD/PT swasta/badan hukum asing/koperasi) berperan
memberikan sumber dayanya baik secara finansial maupun nonfinansial dan pemerintah (menteri/kepala lembaga/kepala daerah
atau BUMN/BUMD) menetapkan spesifikasi dari pembangunan
infrastruktur terkait (pasal 1 angka 6-7 Perpres No. 38 Tahun
2015).
ketersediaan
berkesinambungan
infrastruktur
merupakan
yang
kebutuhan
memadai
mendesak,
dan
untuk
mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka
37
meningkatkan
perekonomian
nasional,
menyejahterakan
masyarakat, dan meningkatkan daya saing Indonesia dalam
persaingan global. Guna mendorong dan meningkatkan kerjasama
antara
pemerintah
dan
badan
usaha
dalam
penyediaan
infrastruktur dan layanan sosial, diperlukan pengaturan guna
melindungi dan menjaga kepentingan konsumen, masyarakat, dan
badan usaha secara berkeadilan.
Kerjasama pemerintah dan badan usaha (KPBU) pasca Perpres No.
38 Tahun 2015 menarik. Pertama, Perpres No. 38 Tahun 2015
mengatur lebih banyak jenis infrastruktur dibandingkan peraturan
yang mengatur sebelumnya yaitu Peraturan presiden Nomor 67
Tahun 2005. Jenis infrastruktur baru di Perpres No. 38 Tahun 2015
antara lain infrastruktur konservasi energi, fasilitas perkotaan,
fasilitas pendidikan, fasilitas sarana dan prasarana olahraga serta
kesenian,
kawasan,
pariwisata,
kesehatan,
lembaga
pemasyarakatan, dan perumahan rakyat. Jenis infrastruktur yang
disebut kembali atau lingkupnya diperluas di Perpres No. 38 Tahun
2015 antara lain infrastruktur transportasi, jalan, air minum, sistem
pengelolaan air limbah terpusat, sistem pengelolaan air limbah
setempat, sistem pengelolaan persampahan, ketenagalistrikan,
serta infrastruktur sumber daya air dan irigasi, infrastruktur
telekomunikasi dan informatika, dan juga infrastruktur minyak, gas
bumi, dan energi terbarukan
b. Peraturan untuk percepatan penyediaan lahan untuk kepentingan
umum. Dipayungi oleh Undang-Undang No 2 Tahun 2012 tentang
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang
memastikan terselesaikannya pembebasan lahan dalam jangka waktu
maksimum 583 hari
38
c. Revisi dan perbaikan peraturan infrastruktur secara sektoral untuk
mendukung Peraturan Presiden terkait KPS;
1. PERMEN PPN / KEA BAPPENAS NO 3 TAHUN 2012 ( PANDUAN
UMUM KPS)
d. Pembentukan
institusi
baru
untuk
mendukung
penyediaan
infrastruktur seperti KPPIP, PT. PII sebagai BUMN penjamin risiko
KPS, dan PT. SMI dan PT. IIF sebagai BUMN pendukung pembiayaan
KPS;
1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2014
Tentang Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas
Aturan ini menggantikan Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005
tentang Penyediaan Infrastruktur sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2011 . Perpres ini sekaligus
menjadi dasar hukum pembentukan Komite Untuk Percepatan
Penyediaan Infrastruktur Prioritas. Komite ini diketuai oleh Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian dan beranggotakan Menteri
Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kepala
Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Dalam
melaksanakan
tugasnya,
KPPIP
melibatkan
kementerian, lembaga, pemerintah daerah, badan usaha, dan pihak
lainnya yang lingkup tugas dan fungsinya berkaitan dengan upaya
percepatan penyediaan infrastruktur prioritas. Selain itu, KPPIP juga
dapat merekrut tenaga ahli perseorangan, institusi dan/atau badan
usaha dan membentuk panel konsultan.
2. PP No 66 tahun 2007 jo PP No 75 tahun 2008 tentang pembentukan
PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI)
39
e. Beragam dukungan seperti jaminan ( Government Guarantee ) dan
lain sebagainya.
1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2010
tentang penjaminan infrastruktur dalam proyek kerja sama
pemerintah dengan badan usaha yang dilakukan melalui badan usaha
penjaminan infrastruktur.
C. KELEMBAGAAN
PEMBANGUNANA INFRASTRUKTUR DENGAN
SKEMA PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP (PPP) DI INDONESIA
Dalam
rangka
mempercepat
pembangunan
di
bidang
ketenagalistrikan pada tahun 2006, berdasarkan Peraturan Presiden
Nomor 72 Tahun 2006, dibentuklah Tim Koordinasi Percepatan
Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik, yang diketuai Menko
Perekonomian, dengan anggota Menteri Keuangan, Menteri Negara
BUMN, Menteri ESDM dan Ketua Bapenas. Sehari-hari, kerja tim ini
dilaksanakan oleh Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi
(LPE) Departemen ESDM.
Sedangkan untuk skema atau model PPP, lembaga yang
bertanggung jawab atas koordinasi dalam pelaksanaan program PPP
Indonesia adalah kementerian Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas). Untuk lembaga pelaksana PPP di sektor
infrastruktur yang berbeda wajib bekerja sama dengan Bappenas untuk
memutuskan proyek mana yang harus diproduksi sebagai PPP.
Kemudian Kementerian Keuangan membuat rekomendasi tentang
dukungan fiskal untuk proyek-proyek infrastruktur Indonesia yang
40
secara ketat dibatasi. Dengan demikian, koordinasi sangat penting untuk
pembangunan infrastruktur menjadi efektif. 3
Pemerintah menyadari kebutuhan untuk menciptakan kerangka
koordinasi yang efektif dengan kepemimpinan politik yang kuat untuk
memperkuat program infrastruktur secara umum dan PPP pada
khususnya. Atas inisiatif BAPPENAS, kementerian keuangan dan
kementerian koordinasi urusan ekonomi, KPPIP (komite untuk
Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas) telah dikembangkan dan
dirancang untuk menjadi lembaga yang terpercaya.
Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI)
yang dibentuk pada tahun 2005. Pemerintah membentuk Komite
Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KKPPI) yang memiliki
tugas untuk merumuskan strategi dan
koordinasi pelaksanaan
percepatan penyediaan infrastruktur. Peran KKPPI dirasa masih belum
optimal karena beban koordinasinya yang tidak dilengkapi dengan
kewenangannya.
mempercepat
Pada
akhirnya
penyelesaian
dirasa
perlu untuk melakukan
pembangunan
infrastruktur
melalui
pengambilan keputusan yang cepat dan memberikan solusi atas akar
permasalahan yang ada. Karena dalam revitalisasi ini, diperlukan fungsi
koordinasi dalam penyusunan rencana percepatan dan standar kriteria
untuk
prioritasi
dan
penyiapan
proyek
infrastruktur
serta
pengembangan skema pendanaan dengan model PPP atau KPS. Maka
dilakukan revitalisasi KKPPI dengan membentuk Komite Percepatan
Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) yang telah diatur dalam
Peraturan Presiden Nomor 75 tahun 2014.
KPPIP bertanggung jawab langsung kepada Presiden. KPPIP terdiri
atas, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian selaku ketua, dengan
3
Republic of Indonesia Ministry of National Development Planning / National Development
Planning Agency, Public Private Partnerships – Infrastructure project plan in indonesia 2015, Jakarta
2015
41
beranggotakan Menteri Keuangan; Menteri Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional; dan
Kepala Badan Pertanahan Nasional.
KPPIP juga dilengkapi dengan tim pelaksana harian yang terdiri atas
beberapa orang eselon I dari berbagai kementerian dan mempunyai
tugas membuat keputusan yang dilakukan secara kolektif.
Tim ini diketuai
: Deputi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah
– Kemenko Perekonomian,
Wakil Ketua
: Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian
Sekretaris
: Staf Ahli Bidang Pembangunan Daerah - Kemenko
Perekonomian
Wakil Sekretaris
: Kepala Biro Hukum, Persidangan dan Hubungan
Masyarakat Kemenko Bidang Perekonomian,
Anggota
: Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Kemenko
Bidang Kemaritiman, Deputi Bidang Koordinasi
Pengelolaan Energi, Sumber Daya Alam, dan
Lingkungan
Hidup
-
Kemenko
Bidang
Perekonomian, Direktur Jenderal Anggaran –
Kementerian
Keuangan,
Pengelolaan
dan
Kementerian
Keuangan,
Prasarana
Bappenas,
-
Direktur
Pembiayaan
Deputi
Jenderal
Resiko
Sarana
Direktur
–
dan
Jenderal
Pengadaan Tanah - Kementerian Agraria dan Tata
Ruang, Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan
Tata Lingkungan – Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan, Sekretaris Kementerian –
Kementerian
Direktorat
Badan
Jenderal
Usaha
Sumber
Milik
Daya
Negara,
Ilmu
42
Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan
Tinggi,
Direktorat
PembangunanDaerah
Jenderal
-
Kementerian
Bina
Dalam
Negeri, Direktorat Jenderal Bina Keuangan Daerah
- Kementerian Dalam Negeri.
Dalam Perpres ini diatur juga tugas KPPIP :
a. menetapkan strategi dan kebijakan dalam rangka percepatan
Penyediaan Infrastruktur Prioritas;
b. memantau dan mengendalikan pelaksanaan strategi dan
kebijakan dalam rangka percepatan Penyediaan Infrastruktur
Prioritas;
c. memfasilitasi
peningkatan
kelembagaan terkait
kapasitas
aparatur
dan
dengan Penyediaan Infrastruktur
Prioritas;
d. menetapkan standar kualitas Prastudi Kelayakan dan tata cara
evaluasinya;
e. memfasilitasi penyiapan Infrastruktur Prioritas; dan
f. melakukan penyelesaian terhadap permasalahan yang timbul
dari pelaksanaan Penyediaan Infrastruktur Prioritas.
Komisi ini melaksanakan penyiapan infrastruktur prioritas yang
meliputi:
a. penetapan Infrastruktur Prioritas;
b. penetapan rencana aksi Penyediaan Infrastuktur Prioritas;
c. pengalokasian dana penyiapan Infrastruktur Prioritas;
d. penyiapan Prastudi Kelayakan;
e. penetapan sumber pendanaan dan skema pembiayaan;
f. pengadaan tanah Infrastruktur Prioritas; dan
g. perizinan Infrastruktur Prioritas.
43
Berdasarkan Perpres tersebut sudah menegaskan bahwa KPPIP
memiliki fungsi-fungsi koordinasi, prioritasi, monitoring, evaluasi,
dan sosialisasi program bagi penyediaan infrastruktur prioritas di
Indonesia. Namun fungsi-fungsi penyiapan proyek, implementasi
proyek, dukungan fiskal dan lainnya akan tetap dijalankan oleh
Kementerian dan Lembaga (K//L) atau instansi terkait. KPPIP
diposisikan sebagai kantor manajemen proyek untuk proyek-proyek
prioritas. KPPIP memiliki peran penting dalam pengembangan
proyek-proyek prioritas dan pelaksanaan, mulai dari proyek pilihan
hingga terobosan. KPPIP juga memiliki peran sentral dalam
mengkoordinasikan para pemangku kepentingan terkait dalam
pelaksanaan
proyek-proyek
pengembangan, pemantauan
prioritas
melalui
fasilitasi
serta memberikan insentif dan
disinsentif skema untuk mempercepat realisasi proyek.
44
BAB III
ANALISIS PERMASALAHAN
A. UMUM
Analisis
terhadap
permasalahan
dalam
pembangunan
infrastruktur ketenagalistrikan di Indonesia dengan menggunakan
skema atau model PPP, hampir sama dengan investasi pada umumnya
seperti : Jaminan secara umum pelaksanaan dari sisi investasi ;
Pengadaan
tanah;
Perizinan;
Koordinasi
vertikal
horizontal;
Hubungan dengan masyarakat; Jaminan & perlindungan investasi non
komersial. Pada Bab III ini akan diuraikan hasil analisis berdasarkan
setiap permasalahan.
1. PENGADAAN TANAH
Masalah pengadaan tanah masih menjadi kendala utama dalam
pembangunan infrastruktur di Indonesia. Ketakutan bahwa bisa
mendapatkan akses tanahnya, atau sudah punya aksesnya tetapi
harga sudah terlalu tinggi, sehingga sudah tidak sesuai dengan apa
yang sudah direncanakan sebelumnya. Masalah pengadaan tanah juga
menjadi salah satu kendala utama dalam industri tenaga listrik.
Permasalahan yang ada tidak hanya terjadi di sektor hulu atau
pembangkit listrik. Pembangunan infrastruktur transmisi dan
distribusi juga mengalami kendala, khususnya kesulitan mendapatkan
lahan untuk tapak tower, harga tanah yang mahal serta reaksi dari
masyarakat yang tidak mau rumahnya dilalui jalur transmisi.
Didalam Undang-Undang Pokok Agraria selain menjamin hakhak warga negara atas tanah, juga menyatakan bahwa tanah berfungsi
45
sosial. Hal ini membawa konsekuensi bahwa pemegang hak atas tanah
tidaklah dibenarkan menggunakan atau tidak menggunakan tanah
sekehendak hatinya, akan tetapi harus juga memperhatikan
kepentingan masyarakat sekitarnya dan kepentingan umum.
Sebagai upaya perlindungan terhadap hak-hak pihak yang
berhak dan kepentingan pembangunan untuk kepentingan umum,
Presiden Republik Indonesia telah mengesahkan Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah
bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum yang kemudian
mengesahkan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Presiden
Nomor 71 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum, yang mengatur secara
lebih rinci setiap tahap penyelenggaraan pengadaan tanah bagi
pembangunan untuk kepentingan umum.Peraturan pelaksana dari
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 bukan berbentuk peraturan
pemerintah, karena diharapkan tidak banyak peraturan pelaksana
dari undang-undang ini. Kalaupun terdapat peraturan pelaksana,
maka peraturan pelaksana ini hendaknya merupakan hal-hal teknis
secara komprehensif.
Selanjutnya Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2012
ditindaklanjuti dengan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional
RI Nomor 5 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Pengadaan Tanah; Peraturan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 72
Tahun 2012 tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah; dan Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor
13/PMK.02/2013 tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung
Penyelenggaraan Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk
46
Kepentingan Umum yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara.
Lebih lanjut dikatakan, berlakunya Undang-Undang Nomor 2
Tahun
2012
menandakan
bahwa
Pengadaan
Tanah
bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum menghadapi babak baru,
pengadaan tanah di alam demokrasi yang menjamin tanah untuk
kepentingan umum tersedia dan menjamin hak rakyat tetap dihormati
dan dilindungi. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 diberlakukan
dengan tujuan menjamin terselenggaranya pembangunan untuk
kepentingan umum dengan mengedepankan prinsip penghormatan
terhadap hak-hak asasi manusia, keseimbangan antara kepentingan
pribadi dan kepentingan umum dan pemberian ganti kerugian yang
berkeadilan.
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 mengatur
mengenai tahap pengadaan tanah, yang meliputi; tahap perencanaan,
tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap penyerahan hasil.
Setiap tahap pengadaan tanah dalam Undang-undang Nomor 2 Tahun
2012, jelas instansi mana yang bertanggung jawab dan apa hak-hak
masyarakat atau pemegang hak atas tanah. Pada tahap perencanaan,
maka instansi yang bertanggungjawab untuk melakukan perencanaan
adalah instansi yang memerlukan tanah. Pada tahap persiapan, maka
instansi pemerintah yang bertanggungjawab adalah Gubernur dan
instansi yang memerlukan tanah. Selanjutnya tahap pelaksanaan
instansi yang berwenang adalah Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia.
"Berlainan
dengan
peraturan
sebelumnya
dimana
pelaksana Pengadaan Tanah adalah suatu Panitia yang bersifat ad hoc,
menurut UU ini, pelaksana adalah bersifat tetap.
Dalam Undang-Undang ini diatur juga bahwa terdapat berbagai
peraturan sektoral yang harus diikuti dalam pengadaan tanah untuk
kepentingan umum. Dengan Undang-Undang ini, maka semua
47
pengadaan tanah untuk kepentingan umum tunduk pada UndangUndang ini. Bahkan pelepasan objek Pengadaan Tanah yang dimiliki
atau dikuasai oleh Instansi Pemerintah dan/atau BUMN dan/atau
BHMN harus sudah selesai dilaksanakan paling lama 60 (enam puluh)
hari kerja sejak penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan
Umum. Setelah pelaksanaan Pengadaan Tanah selesai, Badan
Pertanahan Nasional RI menyerahkan hasil pengadaan tanah kepada
instansi yang memerlukan tanah. Instansi bersangkutan kemudian
dapat mulai melaksanakan kegiatan pembangunan. Disamping itu
instansi yang memerlukan tanah juga wajib mendaftarkan tanah yang
telah diperolehnya paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak
penyerahan hasil Pengadaan Tanah.
Selanjutnya untuk memenuhi program pemerintah terutama
dalam mewujudkan nawa cita pihak Kementrian Agraria dan Tata
Ruang/Kepala
mendukung
Badan
program
Pertanahan
Presiden
Nasional
itu.
Salah
menyiapkan
satunya
cara
dengan
membekukan lahan proyek pemerintah. Kementerian Agraria tidak
akan membuka celah pada pemilik atau pihak ketiga memainkan
harga tanah. Aturan itu mengatur, dalam waktu tertentu pemilik tanah
tidak dapat menjual kepada pihak lain kecuali kepada pemerintah.1
Aturan hukum terkait rencana itu sedang dirumuskan oleh
Kementerian Agraria dan Tata Ruang. Aturan hukum yang dimaksud
juga mengatur tentang perpanjangan hak guna usaha, misalnya, jika
ada lahan pemerintah yang dibutuhkan, negara bisa mengambilnya.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang juga akan memperbaiki
cara pembebasan lahan agar lebih manusiawi. Selama ini, pemilik
tanah banyak yang menolak lahannya dibeli pemerintah karena ada
1
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN
ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 71 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN
PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM
48
proses yang kurang bagus di lapangan. Untuk pembebasan lahan ratarata diserahkan pada perusahaan atau pemegang proyek. Akhirnya
masyarakat pasti beranggapan bahwa ini proyek swasta.
Untuk
mengatasi masalah ini, pemerintah mewacanakan pembentukan bank
tanah atau land bank di Indonesia. Pembentukan bank tanah perlu
dilakukan untuk meningkatkan kedaulatan pemerintah dan menjamin
pembangunan
proyek-proyek
infrastruktur
dapat
berjalan
sebagaimana mestinya. Dengan adanya land bank, nantinya lembaga
inilah yang akan melakukan pembelian tanah sebelum proyek
pembangunan infrastruktur dimulai.
Saat
ini,
pemerintah
terus
melakukan
pembahasan
pembentukan bank tanah dalam bentuk Badan Layanan Umum (BLU)
dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Ide dari BLU bank tanah ini
adalah ketika sudah mendapat indikasi daerah-daerah ini diperlukan
untuk pembangunan infrastruktur, maka BLU itu yang akan
melakukan pembelian atas tanah terlebih dahulu, kemudian, ketika
akhirnya proyek ini jadi akan direalisasikan, maka pihak yang
menjalankan proyek, apakah kementerian, apakah investor, tinggal
membeli dari BLU tersebut. Sebab jika pembebasan tanah baru
dilakukan setelah proyek diluncurkan, hal tersebut dikhawatirkan
akan menghambat pelaksanaan proyek sendiri. Apabila mengikuti
prosedur dengan dimulai dari launching proyeknya, dilakukan lelang,
baru pengadaan tanah, biasanya proyek ini tidak akan jadi atau akan
lama terealisasi. Berdasarkan pengalaman yang ada ketika bocor
informasi akan adanya pembelian tanah untuk proyek pemerintah
maka harga tanah ini akan naik luar biasa sehingga akhirnya malah
menyulitkan dari land acquisitionnya.
49
2. PERIZINAN
a. Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan
Umum (Pasal 10-11 UU No. 30 Th 2009)
Pembahasan
perizinan
pembangunan
ketenagalistrikan
dimulai dari jenis usaha penyediaan tenaga listrik :

pembangkitan tenaga listrik;

transmisi tenaga listrik;

distribusi tenaga listrik; dan/atau

penjualan tenaga listrik
Usaha penyediaan listrik diselenggarakan berdasarkan Izin
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum
(IUPTL) yang diterbitkan oleh Menteri/Gubernur/ BupatiWalikota sesuai kewenangannya. Dilaksanakan oleh badan
usaha milik negara,badan usaha milik daerah, badan usaha
swasta, koperasi, dan swadaya masyarakat yang berusaha di
bidang penyediaan tenaga listrik. Izin Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik untuk Kepentingan Umum (IUPTL) diterbitkan
oleh menteri sesuai dengan Permen ESDM Nomor 35/2013:
1. Penetapan Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
a. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Sementara
(IUPTL-S) (kecuali untuk usaha Penjualan) ditetapkan
Direktur Jenderal, dengan Jangka Waktu 2 tahun dan
dapat diperpanjang 1 kali.
Untuk PLTP jangka waktu yang diberikan 3 tahun dan
dapat diperpanjang.
Untuk IUPLTS berada dikawasan hutan jangka waktu
yang diberikan 4 tahun dan dapat diperpanjang.
50
b. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPTL)
ditetapkan Menteri, dengan jangka waktu paling lama
30 tahun dan dapat diperpanjang.
2. Pemegang IUPTL melaporkan kegiatan usahanya setiap 6
bulan kepada Direktur Jenderal.
3. IUPTL harus diubah apabila terdapat perubahan kapasitas
pembangkit tenaga listrik, jenis usaha, nama badan usaha,
atau wilayah usaha.
4. IUPTL berakhir karena habis masa berlakunya dan tidak
diajukan perpanjangan, dikembalikan oleh pemegang Izin
Usaha Penyediaan Tenaga Listrik, atau dicabut oleh
Menteri.
51
II. TATA CARA PERMOHONAN IUPTLS DAN IUPTL
(Sesuai Permen ESDM Nomor 35/2013)
Persyaratan IUPTL Sementara
 Persyaratan Administratif:
1. Identitas pemohon;
2. Profil Pemohon;
3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
A. IUPTL- Sementara
Permohonan
IUPTL Sementara
Kepada Kepala BKPM
20 hari kerja setelah
permohonan diterima
lengkap
Penerbitan IUPL Sementara
Oleh Kepala BKPM
 Persyaratan Teknis:
1. Studi kelayakan awal;
2. surat penetapan sebagai calon pengembang UPL dari pemegang IUPL selaku
calon pembeli tenaga listrik atau penyewa Jaringan Tenaga Listrik untuk usaha
pembangkitan, usaha transmisi, atau usaha distribusi tenaga listrik.
Persyaratan IUPTL

1.
2.
3.
4.
5.
B. IUPL
Permohonan IUPTL
kepada Kepala BKPM
30 hari kerja setelah
permohonan diterima
lengkap
Penerbitan IUPTL
Oleh Kepala BKPM
Persyaratan Administratif:
Identitas pemohon;
Pengesahan sebagai badan hukum Indonesia;
Profil pemohon;
NPWP; dan
Kemampuan pendanaan.
 Persyaratan Teknis:
1.
Studi kelayakan IUPL;
2.
Lokasi instalasi kecuali untuk Usaha Penjualan Tenaga Listrik
3.
izin lokasi dari instansi yang berwenang kecuali untuk Usaha Penjualan Tenaga Listrik;
4.
Diagram satu garis (single line diagram);
5.
Jenis dan kapasitas usaha;
6.
Jadwal Pembangunan;
7.
Jadwal Pengoperasian
8.
persetujuan harga jual tenaga listrik dan
Kesepakatan jual beli TL
 untuk Usaha Pembangkitan
Kesepakatan sewa jaringan
 untuk Usaha Transmisi atau Distribusi
9.
Penetapan wilayah usaha (sesuai Permen ESDM No 28/2012) dan RUPTL untuk
Usaha Distribusi, Penjualan, atau Terintegrasi
 Persyaratan Lingkungan
 Sesuai peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup
52
b. Usaha Penyediaan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan Sendiri
(Permen ESDM 35/2013 )
1. Kewenangan Menteri : usaha penyediaan tenaga listrik untuk
kepentingan sendiri yang fasilitas instalasinya lintas provinsi.
2. Dilaksanakan oleh Instasi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Badan
Usaha berbadan hukum Indonesia (BUMN, BUMD, Swasta, Koperasi,
Swadaya Masyarakat) , dan Perseorangan.
3. Penetapan Izin untuk Kepentingan Sendiri (Permen ESDM 35/2013)
a. Izin Operasi (IO)
•
Kapasitas > 200 kVA
•
ditetapkan Menteri, dengan Jangka Waktu 10 tahun dan
dapat diperpanjang
•
melaporkan kegiatan usahanya setiap 6 bulan
b. Surat Keterangan Terdaftar
•
Kapasitas > 25 kVA s/d 200 kVA
•
Diterbitkan Surat
Keterangan Terdaftar oleh Direktur
Jenderal.
•
melaporkan kegiatan usahanya setiap 12 bulan
c. Penyampaian Laporan kepada Direktur Jenderal

Kapasitas sampai dengan 25 kVA

c. USAHA PERBAIKAN PERIZINAN
Presiden RI mengeluarkan Inpres Nomor 4 Tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat di BKPM.
PTSP Pusat dimaksudkan untuk mengitegrasikan perizinan dari 22
Kementerian /Lembaga agar dapat diselesaikan dalam satu tempat. Pada
akhir Tahun 2015 BKPM Pusat akan terintegrasi dengan pelayanan PTSP
53
di 24 Provinsi dan 120 PTSP di Kabupaten/Kota. Berdasarkan latar
belakang tersebut, keluarlah Permen ESDM Nomor 35 Tahun 2015
tentang Pendelegasian wewenang pemberian izin usaha ketenagalistrikan
yang menjadi kewenangan dalam rangka Pelaksanaan Terpadu Satu Pintu
kepada Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan beberapa
point penting sebagai berikut :
1. Menteri
Energi
dan
Sumber
Daya
Mineral
mendelegasikan
kewenangan pemberian izin usaha ketenagalistrikan yang menjadi
kewenangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
kepada
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dengan hak subtitusi;
2. Kewenangan pemberian izin usaha didelegasikan kepada Kepala
Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang terdiri dari :
1. Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik;
2. Izin Operasi;
3. Penetapan Wilayah Usaha;
4. Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik;
5. Izin Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara;
6. Izin Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik Untuk Kepentingan
Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika;
7. Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi;
8. Izin Panas Bumi;
9. Persetujuan Usaha Penunjang Panas Bumi; dan
10. Izin Penggunaan Gudang Bahan Peledak Panas Bumi.
Saat ini terdapat 22 kementerian / Lembaga yang terlibat di PTSP Pusat :
Kementerian / Lembaga
Kelompok izin
Kementerian ESDM
10 kelompok izin
Kem. Lingkungan Hidup dan
Kehutanan :
35 kelompok izin
Kementerian ESDM
10 kelompok izin
Kem. Lingkungan Hidup dan Kehutanan
35 kelompok izin
54
Kementerian Perindustrian
11 kelompok izin
Kem. Agraria, Tata Ruang, dan BPN
1 kelompok izin
Kementerian Perdagangan
7 kelompok izin
Kementerian Pertanian
5 kelompok izin
Kementerian Keuangan
2 kelompok izin
Kementerian Perhubungan
7 kelompok izin
Kementerian Hukum dan HAM
1 kelompok izin
Kementerian Kesehatan
9 kelompok izin
Kementerian Pariwisata
19 kelompok izin
Kementerian Komunikasi &
Informatika
14 kelompok izin
Kementerian Ketenagakerjaan
5 kelompok izin
Kementerian PU dan Perumahan
Rakyat
7 kelompok izin
Kementerian Kelautan dan
Perikanan
1 kelompok izin
Kementerian Pendidikan &
Kebudayaan
1 kelompok izin
Kementerian Pertahanan
1 kelompok izin
KEPOLISIAN RI
1 kelompok izin
BPOM
1 kelompok izin
BSN
1 kelompok izin
LEMSANEG
PT. PLN Persero
55
Dari total 22 Kementerian / lembaga terdapat 10 Kementerian yang
berhubungan dengan sektor listrik. PTSP Pusat siap melayani seluruh perizinan
investasi bidang usaha, kecuali sektor hulu migas dan perbankan . PTSP Pusat
memiliki 77 petugas penghubung (liaison officer- LO) yang berasal dari 22
Kementerian/Lembaga siap melayani investor . Para LO bertugas di front office
dan back office:
1. Tugas LO front office : menerima permohonan perizinan dan konsultasi
pada investor
2. Tugas LO back office : melakukan pemrosesan izin
Berdasarkan data tersebut, terlihat bahwa pemerintah sangat menyadari bahwa
salah satu hambatan pembangunan adalah masalah perizinan. Saat ini
pemerintah sudah melakukan berbagai strategi untuk mempermudah kegiatan
investasi di bidang ketenagalistrikan. Hal ini dapat dibandingkan dalam proses
perizinan investasi ketenagalistrikan sebelum PTSP dengan proses perizinan
investasi sesudah di PTSP kan.
56
Gambar Proses perizinan investasi ketenagalistrikan untruk proyek IPP (swasta) reguler dan
percepatan (non-PPP ) sebelum PTSP
PROSES PERIZINAN INVESTASI KETENAGALISTRIKAN UNTUK PROYEK IPP
(SWASTA) REGULER DAN PERCEPATAN (NON-PPP) SEBELUM PTSP
Investor
(Foreign/
Domestic)
Badan
Koordinasi
Penanaman
Modal
KESDM
PT. PLN (Persero)
Kementerian Keuangan
BPN
Pemerintah
Daerah
RUPTL PLN
Tahapan Prakonstruksi
Pelelangan
Umum,
Pemilihan
Langsung
Penunjukan
Langsung
Y
App
rov
al
N
IUPTL
sementara
(5 hari)
1. Ijin Prinsip
Penanaman
Modal
2. Fasilitas
pembebasan
bea masuk
LOI
IPPKH + AMDAL
•Izin Prinsip
(surat dukungan
dari Pemda)
FTP
2
SJKU
(PMK
173/2014)
NON FTP 2
• Rekomendasi jetty
• UKL-UPL
(pembangkit < 10
MW)
• Pembebasan lahan
• dll
KemenHub
Non-Jetty
1.Ijin Terminal
Khusus
(PermenHu
b 51/2011)
2.Ijin Navigasi
Hutan &
< 10 MW
Kemenko
Perekonomian
Kemenaker
(PermenHu
b 25/2011)
Non Hutan&
≥ 10 MW
Kemen PU
Untuk PLTA
dan PLTM (*)
Penggunaa
n Jetty
AMDAL
PPA/PJBL (PLN dan IPP)
Persetujuan
PKLN
(jika perlu)
(KepPres No.
39 /1991)
1.Izin
Menggun
akan
Tenaga
Kerja
Asing
(*) Izin
bendung
1.Izin
Pesawat/
Alat
Angkut
2. Izin
Pnangkal
Petir
Non Hutan &
< 10 MW
IUPTL (5
hari)
Financin
g Date
Rencana
Impor
Barang (RIB)
(jika perlu)
Tahapan Konstruksi
Pembebasan
Bea Masuk
(jika perlu)
PMK
154/2012 Jo.
PMK No.
154/2008
• PermenHU
T
P.16/Menh
ut-II/2014
• Permen LH
No.
12/2012
Keterangan:
(Oleh Pihak ketiga)
SLO
(oleh Pihak Ketiga)
(Oleh Pihak ketiga)
Huta
n& ≥
10
MW
IPPKH
Pertimbanga
n Teknis (Ijin
Lokasi,
Penetapan,
perubahan
penggunaan
tanah)
Perka BPN
No.2/2011
(PerPres No. 39
Tahun 2014,
PerKa BKPM
No.12 /2013
jo. No.
5/2013)
Tahapan Operasi
Kemenhut & LH
LOI (Letter of Intent)
IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan
PPA/PJBL(Power Purchase Agreement/
Perjanjian Jual Beli Listrik)
IPP (Independent Power Producer)
IUPTL (Ijin Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik)
SLO ( Sertifikat Laik Operasi)
PKLN ( Pinjaman komersil luar
negeri))
RIB (Rencana Impor Barang )
Harus
Dipenuhi
Jika
Diperlukan
57
PROSES PERIZINAN INVESTASI KETENAGALISTRIKAN SESUDAH DI PTSP
1. Izin Prinsip Penanaman Modal Asing/Investasi
2. Izin Persetujuan untuk Perubahan Pemegang Saham,
Meningkatkan Modal, Perubahan Lokasi Proyek, dll.
3. Izin Angka Pengenal Importir.
PLN
PTSP
PUSAT
Invest
or
KESD
M
1. RUPTL
2. Pengadaan (Lelang,
Pemilihan langsung,
Penunjukan langsung)
BPN
3. PPA/PJBL
4. Financing Date.
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listri
Izin Operasi
Penetapan Wiayah Usaha
Izin Usaha Jasa Penunjang Tenaga Listrik
Izin Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara
Izin Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik untuk
Kepentingan Telekomunikasi, Multimedia, dan
Informatika
7. Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi
8. Izin Panas Bumi
9. Persetujuan Usaha Penunjang Panas Bumi
10.Izin Penggunaan Gudang Bahan Peledak Panas Bumi
Kemenhub
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Kemenkeu
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP)
Surat Jaminan Kelayakan Usaha (SJKU)
Nomor Induk Kepabeanan (NIK)
Persetujuan Untuk Pembebasan Bea Masuk
1.
2.
3.
4.
AMDAL untuk Pembangkit Listrik
Amdal untuk Jaringan Transmisi
Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH)
Surat Izin Pemanfaatan dan Penggunaan Air (SIPPA)
Kemenko
Ekon
Kem PU Pera
Kemenhut & LH
PTSP
Provi
nsi/Ka
b/Kot
a
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
SURAT TANDA DAFTAR PERUSAHAAN UNTUK KANTOR PUSAT
SURAT KETERANGAN DOMISILI PERUSAHAAN (SKDP)
SURAT KETERANGAN TERDAFTAR (SKT)
IZIN LOKASI
IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
IZIN GANGGUAN
IZIN LINGKUNGAN UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DAN JARINGAN TRANSMISI
IZIN LINGKUNGAN UNTUK JARINGAN TRANSMISI
9.
IZIN REKLAMASI
REKOMENDASI RENCANA PEMANFAATAN
IZIN REKOMENDASI PEMANFAATAN AIR LAUT
IZIN PEMANFAATAN AIR TANAH
SURAT PERSETUJUAN KONSTRUKSI KOLAM ABU
IZIN PENYIMPANAN LIMBAH B3
SURAT PERSETUJUAN UNTUK TRANSPORTASI LIMBAH B3
IZIN UNTUK MEMBUANG AIR LIMBAH KE LAUT
Perizinan Daerah 10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
1. Surat Konfirmasi dari Direktorat Transportasi Umum atau
Udara bahwa Izin Tinggi Tumpukan Tidak Diperlukan
2. Izin Pemanfaatan Jetty
3. Izin Pembangunan Terminal untuk Kepentingan Sendiri
4. Izin Pengerukan Tanah
5. Persetujuan Pengelolaan Tuks
6. Sertifikasi Keamanan Kapal Internasional Permanen
7. Izin Pengadaan Sarana Bantu Navigasi Pelayaran
8. Izin Perlintasan Kereta Api
1. Persetujuan Pinjaman Kredit Luar Negeri (PKLN)
Kemenaker
1.
2.
3.
4.
5.
1. Rekomendasi Lahan Teknis untuk Pembangunan Pembangkit
Listrik
2. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
1. Izin Tekanan Vessel Yang Dikeluarkan
2. Izin Uap Vessel Yang Dikeluarkan
3. Izin Untuk Memasang dan Menggunakan Alat Pemadam
Kebakaran
4. Izin Untuk Memasang dan Menggunakan Pelindung Petir
5. Izin Untuk Memasang dan Menggunakan Mesin Produksi
Listrik
6. Izin Untuk Memasang dan Menggunakan Peralatan Lifting dan
Transportasi
7. Izin Memasang dan Menggunakan Steam Boiler
8. Izin Untuk Memasang Peralatan Listrik di Tempat Kerja
9. Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA)
10.Izin Operator Boiler
1. Izin Bendungan
2. Izin Konstruksi
58
PROSES PERIZINAN INVESTASI KETENAGALISTRIKAN IPP DI PTSP PUSAT
Investor
(Foreign/
Domestic)
PTSP Pusat
PT. PLN (Persero)
Kemenkumham
BPMPTSP
KLHK
BPN
Tahapan Prakonstruksi
Izin Lokasi (14 hari kerja)
*)
(tidak perlu jika sudah ada
IPPKH)
Pengesahan
Badan hukum (1 hari)
• Pertimbangan
Teknis Lahan
(SPKT) (7 hari
kerja)
RPTKA,IMTA
(3 hari kerja)
Kemenko
Perekonomian
Non-Jetty
RUPTL PLN
Ijin Prinsip
Penanaman Modal (3
hari)
KemenHub
IMB *)
Izin Terminal Khusus *)
(5 hari)
(jika menggunakan
jetty)
Persetujuan PKLN
(jika terdapat
pinjaman dari luar
negeri)
IPPKH (52 hari kerja)
(jika menggunakan
kawasan hutan)
Izin Lingkungan (10 hari
kerja) *)
(UKL/UPL atau Amdal,
Amdal Lalin, Izin
Gangguan)
IUPTL
sementara
(5 hari)
PPA/PJBL (PLN dan IPP)
(60 hari kerja)
• Hak Atas
Tanah (50
hari kerja) *)
TDP (3 hari) *)
IUPTL
(5 hari)
Financing
Date
Keterangan:
*) paralel
Fasilitas bea masuk (7
hari kerja)
Harus
Dipenuhi
Jika
Diperlukan
Operasional
Konstruksi
Berita Acara
COD
SLO
Catatan singkatan:
LOI (Letter of Intent)
IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan)
PPA/PJBL(Power Purchase Agreement/
Perjanjian Jual Beli Listrik)
IPP (Independent Power Producer)
IUPTL (Ijin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik)
RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga
Kerja Asing)
IMTA (Izin Menggunakan TKA)
SLO ( Sertifikat Laik Operasi)
PKLN ( Pinjaman komersil luar
negeri))
RIB (Rincian Impor Barang )
59
STATUS PENYELESAIAN PERIZINAN
DARI BULAN JANUARI S.D. 18 SEPTEMBER 2015 (2)
No.
1. a.
b.
Izin Usaha Ketenagalistrikan
JUMLAH
PEMOHON
JUMLAH
TERBIT
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik
Sementara (IUPL-S)
40
33
Izin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (IUPL)
Tetap
27
24
1
1
13
13
165
161
13
2
1
1
260
235
2.
Izin Opresi
3.
Izin Usaha Penunjang Tenaga Listrik
(IUJPTL)
4.
Surat Keterangan Terdaftar untuk Panas
Bumi
5.
Penetapan Wilayah Usaha Penyediaan
Tenaga Listrik
6.
Izin Penggunaan Gudang Bahan Peledak
Panas Bumi
Total
23
60
Berdasarkan data pada tabel diatas mengenai data dari Kementerian ESDM
status penyelesaian perizianan dari bulan Januari sampai dengan September
2015 dapat dilihat bahwa :
•
Jumlah pemrosesan Izin Usaha Ketenagalistrikan yang telah diterbitkan sejak
soft launching di PTSP Pusat yaitu tanggal 15 Januari 2015 sampai dengan
tanggal 15 September 2015 adalah sebanyak 235 (dua ratus tiga puluh lima)
Izin Usaha Ketenagalistrikan;
•
Rata-rata waktu penerbitan Izin Usaha Ketenagalistrikan dari 235 IUPTLS/IUPTL-T dan Wilayah Usaha serta usaha penunjang lainnya yaitu 4,64 hari
atau 5 (lima) hari kerja dengan jumlah rata-rata pengunjung 15 orang di
setiap harinya;
•
Terdapat 4 (empat) Izin/Non Izin Usaha Ketenagalistrikan yang belum ada
permohonan dokumen ke PTSP Pusat di BKPM, yaitu:
1. Izin Jual Beli Tenaga Listrik Lintas Negara;
2. Izin
Pemanfaatan
Jaringan
Tenaga
Listrik
Untuk
Kepentingan
Telekomunikasi, Multimedia dan Informatika;
3. Penugasan Survei Pendahuluan Panas Bumi;
4. Izin Panas Bumi;
Keinginan pemerintah untuk memperbaiki permasalah seputar proses perizinan
yang disikapi dengan PTSP perlu diapresiasi. Kehadiran PTSP merupakan
tindakan nyata adanya perubahan positif untuk meningkatkan invesatsi.
Walaupun demikian berdasarkan evaluasi masih terdapat beberapa hal yang
memerlukan perbaikan seperti :
1. Proses perizinan yang dilaksanakan oleh BKPM kurang berjalan efektif
karena tidak semua perizinan yang terkait dengan pembangkit listrik di
limpahkan di BKPM, tercatat hanya 4 izin terkait ketenagalistrikan yang di
limpahkan di BKPM;
2. Terbatasnya fasilitas penunjang kinerja pelayanan konsultasi dan koordinasi
di PTSP di BKPM;
3. Tunjangan Kinerja dan Bobot Kerja tidak sesuai dengan tunjangan yang
diterima mengingat tugas, tanggung jawab, bobot kerja dan resiko yang
61
diemban oleh LO PTSP Kementerian ESDM bidang Ketengalistrikan sebagai
pelaksana dan pengambil keputusan;
4. Tidak lengkapnya persyaratan
dari pemohon IUPTL-S, IUPTL Tetap,
Wilayah Usaha Penyediaan Tenaga Listrik;
5. Pertimbangan Teknis atau Rekomendasi Teknis dari PT PLN (Persero) tidak
dapat dilengkapi;
Berdasarkan hasil evaluasi tersebut terdapat beberapa kondisi agar PTSP
menjadi optimal yaitu :
1. Sosialisasi PTSP untuk pelayanan perizinan bidang Ketenagalistrikan secara
maksimal kepada penguna dan pihak yang berkepentingan (stakeholders);
2. Penambahan Pegawai Kementerian yang di tugaskan PTSP di Front Office
(FO) PTSP khusus untuk melayani konsultasi peraturan dan perundangundangan di sektor Ketegalistrikan;
3. Diperlukan Rekomendasi Teknis dari Kementerian ESDM sesuai waktu yang
diharapkan, untuk proses:
1. Penetapan Wilayah Usaha Tenaga Listrik
2. Izin Jual Beli Listrik Lintas Negara,
3. Izin Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik untuk
Kepentingan Telekomunikasi, Multimedia, dan Iformatika
4. Penugasan Survey Pendahuluan PanasBumi;
5. Izin Panas Bumi;
6. Persetujuan Usaha Penunjang Panas Bumi;
4. Peningkatan pelayanan perizinan sektor ketenagalistrikan sitim Elektronik
(on-line);
62
Strategi penyederhanaan perizinan yang digunakan dalam PTSP :
Metode
Pendekatan
Harmonisasi
1. Hapus, Gabung, Sederhanakan
dan Limpahkan (HGSL)
2. Penyederhaan administrasi
proses perizinan
Perizinan yang memerlukan waktu
penyelesaian cukup lama
1. Perizinan lahan/pertanahan
2. Perizinan Lingkungan
3. Perizinan Daerah
1. Pemetaan perizinan tumpang
tindih
2. Rapat koordinasi Interkem
3. Rekomendasi HGSL
63
Konstruksi/Realisasi
REALISASI PENYEDERHANAAN PERIZINAN KEGIATAN PENGUSAHAAN KETENAGALISTRIKAN
TDP
3
TDP*)
Capaian Perbaikan Perizinan Sektor Ketenagalistrikan
(IPP Pemilihan
Penetapan Wilayah
Usaha Panas Bumi
5
Penetapan Wilayah Usaha Panas Bumi
Langsung)
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL)
45
Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL)
PLN
PLN
Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dengan PT. PLN
60
Perjanjian Jual Beli Listrik (PJBL) dengan PT. PLN
Persero
Persero
Pengadaan Non-Pembangkit Listrik Tenaga Surya &
45
Pengadaan Non-Pembangkit Listrik Tenaga Surya &
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi
Ferifikasi fs 5 bulan wilayah
Pusat 3 minggu
Penetapan Kuota Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Penetapan Kuota Pembangkit Listrik Tenaga Surya
Perizinan, penetapan dan permohonan penugasan
14
Perizinan, penetapan dan permohonan penugasan
(Energi Baru Terbarukan/EBT atau Non EBT)
(Energi Baru Terbarukan/EBT atau Non EBT)
Pertimbangan Teknis Lahan (SKPT)
30
Pertimbangan Teknis Lahan (SKPT)
Izin Lokasi/SITU
14
Izin Lokasi *) tidak diperlukan apabila sdh ada IPKH
Izin Pelepasan Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan
120
Izin Pelepasan Kawasan Hutan dari Menteri Kehutanan
Izin Lingkungan dan AMDAL
115
Izin Lingkungan*) Diintegrasikan /AMDAL/
pemprakarsa
AMDAL LALIN
90
AMDAL LALIN
Izin Gangguan
14
Izin Gangguan
Hak Atas Tanah (HGB)
165
Hak Atas Tanah (HGB) *)
Izin Mendirikan Bangunan
14
Izin Mendirikan Bangunan
Ijin terminal khusus dan navigasi dari Kemenhub (Jetty)
81
Ijin penetapan lokasi terminal khusus dari Kemenhub *)
Ketenagakerjaan
23
Ketenagakerjaan
Utilitas (air, telepon)
14
Utilitas (air, telepon) *)
BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan
1
BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan *)
Pembebasan bea impor dari Kemenkeu (IUPTL)
7
SK Pembebasan bea impor dari dari BKPM *)
Fasilitas fiskal pengembangan EBT dari Kemenkeu
10
Fasilitas fiskal pengembangan EBT dari Kemenkeu*)
Rincian Impor Barang (RIB)
7
Rincian Impor Barang (RIB)
Sertifikat Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan
3
Sertifikat Kompetensi Tenaga Teknik Ketenagalistrikan
Sertifikat Badan Usaha
3
Sertifikat Badan Usaha
Sertifikat Laik Operasi
5
Sertifikat Laik Operasi
Izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
umum (untuk kepentingan sendiri: 14 hari, untuk
kepentingan sementara: 20 hari)
30
Total Penyelesaian
923
3
5
0
60
45
14
7
14
52
10
50
14
5
3
14
1
7
Persyaratan
kontraktor
5
Izin usaha penyediaan tenaga listrik untuk kepentingan
umum
Total Penyelesaian
5
251
64
3. KOORDINASI VERTIKAL & HORISONTAL ( terkait penegakan
hukum )
Penentuan atau pemilihan pembangunan infrastruktur dengan
model PPP atau KPS berbeda dari pengadaan barang biasa. Dalam
Perpres nomor 4 tahun 2015 tentang Pengadaan Barang dan Jasa
diperbolehkan penunjukkan langsung. Tapi hal tersebut apabila
pengadaan dananya dari APBN, kalau dengan model atau skema PPP
dana diperoleh dari investor. Karena itu cara memilih investor
tentunya tidak bisa sekaku yang ada di Perpres nomor 4 tahun 2015.
Hal ini tentunya yang perlu mendapat mendapat perhatian dari
pemerintah bahwa sistem pemilihan partner/investor ini tidak kaku.
Kepastian dan komunikasi yang baik merupakan salah satu faktor
suksesnya pembangunan infastruktur dengan skema PPP.
Berdasarkan hasil kajian diperoleh data bahwa salah satu hal
penghambat penggunaan skema atau model PPP dalam pembangunan
infrstruktur karena proses pelaksanaan skema ini melibatkan banyak
lembaga negara. Siapa yang akan mengkoordinasi sangat penting,
karena diharapkan jangan sampai kegagalan proyek dibebankan pada
investor.
Hingga saat ini lembaga yang bertanggung jawab dalam hal
koordinasi
pelaksanaan
program
PPP
di
Indonesia
adalah
kementerian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
Oleh karena itu untuk lembaga negara lain yang kebetulan sedang
melaksanakan proyek pembangunan infrastruktur dengan skema PPP
wajib bekerja sama dengan Bappenas untuk memutuskan proyek
mana yang dapat dilaksanakan dengan skema PPP dan proyek mana
yang tidak. Setelah proyek pembangunan selesai di inventerisir
kemudian
diserahkan
kepada
Kementerian
Keuangan
untuk
mengeluarkan rekomendasi tentang dukungan fiskal untuk proyekproyek infrastruktur tersebut.
Pemerintah sangat menyadari bahwa kebutuhan untuk
menciptakan kerangka koordinasi yang efektif dengan kepemimpinan
65
politik yang kuat untuk memperkuat program infrastruktur secara
umum dan PPP pada khususnya tidaklah mudah . Atas inisiatif
BAPPENAS, kementerian keuangan dan kementerian koordinasi
urusan ekonomi, KPPIP (komite untuk Percepatan Penyediaan
Infrastruktur Prioritas) yang sudah ada kemudian dikembangkan dan
dirancang untuk menjadi lembaga yang terpercaya. Peran KKPPI
dirasa masih belum optimal karena beban koordinasinya yang tidak
dilengkapi dengan kewenangannya.
Selain itu keberadaan lembaga ini belum di dukung oleh
sumber daya manusia yang handal dan kompeten. Padahal lembaga
ini yang diharapkan menjadi garda depan pelaksanaan pembangunan
infrastruktur dengan skema PPP . Lembaga khusus pelaksanaan
pembangunan infrastruktur dengan skema PPP harus dengan
penempatan
SDM
yang
berkualitas.
Harus
sering
dilakukan
peningkatan kapasitas SDM tentang skema PPP melalui pelatihan,
seminar, dan capacity building
dan yang paling penting adalah
meningkatkan pemahaman terhadap kebijakan PPP kepada instansi
pelaksana guna mendukung komunikasi dengan investor.
4. JAMINAN & PERLINDUNGAN INVESTASI ( terkait risiko non
komersial )
a. Resiko Non-Komersial dalam Investasi Kelistrikan dan
Perlindungannya
Setiap kegiatan investasi selalu berpotensi resiko, demikian
pula dalam kegiatan kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha di
bidang kelistrikan dengan skema PPP.
b. Macam-macam Resiko Non-Komersial:
Resiko non-komersial secara umum dipahami sebagai resiko
yang ditimbulkan oleh masalah-masalah seperti: currency transfer;
expropriation
dan
tindakan-tindakan
yang
serupa
seperti
nasionalisasi, penyitaan; pelanggaran kontraktual; perang dan
kerusuhan sipil. Disamping ke 4 kategori tersebut, para pihak dapat
66
menambahkan resiko komersial tersebut sesuai dengan kesepakatan.
Salah satu bentuk resiko non-komersial yang dapat ditambahkan
adalah Resiko Politik. Secara normal resiko politik diasosiasikan
dengan kondisi, kebijakan serta tindakan dari negara tuan rumah
(host-country) seperti: exprorpriation, confiscation, nasionalisasi,
penjualan aset secara paksa, perubahan dalam perjanjian/kontrak,
menaikkan pajak
repatriasi
dan royalti, penambahan kewajiban, larangan
keuntungan,
perubahan
pemerintahan,
instabilitas
eksternal, perubahan kebijakan fiskal, rating hutang negara,
perbaikan infrastruktur, dll.
Aspek resiko yang terkait dengan konsesi dapat terjadi dalam
berbagai situasi, seperti: keterlambatan pemberian konsesi, jangka
waktu konsesi, penetapan tarif oleh Pemerintah, permasalahanpermasalahan yang timbul dalam masyarakat, peraturan perundangundangan terkait, komitmen terhadap kontrak konsesi, eksklusivitas
konsesi dan serta persaingan dari fasilitas yang ada.
c. Perlindungan terhadap Resiko Non-Komersial:
Sebagaimana diketahui Multilateral Investment Guarantee
(MIGA)
mempunyai
peranan
yang
sangat
penting
dalam
mempromosikan dan melindungi investasi asing yang terkait dengan
Resiko Non-Komersial. Kegiatan-kegiatan lain yang dilakukan oleh
MIGA, mencakup namun tidak terbatas pada: penelitian, promosi
investasi, informasi investasi, kesempatan investasi, memberikan
bantuan dan saran-saran teknis. MIGA jjuga mendorong negaranegara anggotanya untuk membuat perjanjian tentang perlindungan
dan jaminan investasi. Konvensi MIGA juga menyediakan mekanisme
penyelesaian sengketa , baik melalui negosias, konsiliasi
atau
arbitrase. Dalam hal cara-cara penyelesaian sengketa secara
amicable gagal, kemudian sengketa tersebut diajukan kepada the
International Center for Settlement of Investment’s Disputes (ICSID).
67
Negara-negara
anggota
MIGA
harus
memperoleh
perlindungan dan jaminan terhadap resiko non-komersial dari
kegiatan investasi
mereka. Jaminan dan perlindungan investasi
terkait dengan currency transfer, biasanya timbul sehubungan
dengan kebijakan dan penetapan yang dilakukan oleh host-country
untuk membatasi currency transfer ke negara lain atau akan dijamin
oleh negara lain, termasuk kegagalan pemerintah daerah untuk
bertindak selama jangka waktu yang wajar atas dasar permintaan
investor untuk melakukan transfer. Resiko expropriation dan
tindakan serupa dapat terjadi karena tindakan pembentuk hukum
dalam
yang diperlukan sehingga menimbulkan kerugian bagi
pemegang hak jaminan yang memiliki atau mengendalikan hak atau
kerugian yang sangat
fundamental yang sangat penting terkait
dengan investasi yang dilakukan.
Resiko yang diakibatkan oleh pelanggaran kontrak terjadi
ketika Pemerintah dianggap
melanggar
kontrak yang telah
ditandatanganinya dengan investor dimana investor tidak memiliki
suatu forum untuk
menyelesaikan sengketa tersebut di depan
pengadilan atau arbitrase. Resiko tersebut juga dapat terjadi karena
kurang nya keputusan terkait penyelesaian sengketa karena adanya
pelanggaran kontrak ,
atau jika terdapat suatu putusan namun
putusan tersebut tidak dapat diimplementasikan.
Sementara itu resiko karena perang atau karena kerusuhan
sipil
termasuk tindakan militer atau keresahan sipil
di mana
investor melakukan investasi. Investasi yang dilindungai, atau yang
disebut juga “elligible investment” mencakup: equity interest,
termasuk pinjaman, baik jaminan jangka menengah maupun jangka
panjang terhadap pemegang equity di
termasuk bentuk dari investasi
MIIGA.
dalam perusahaan, dan
langsung yang ditetapkan oleh
Dalam prakteknya pada mayoritas keputusan MIGA,
pengertian “elligible investment” dapat diperluas.
68
d. Perlindungan terhadap Resiko Non_komersial dari kegiatan
Investasi di Indonesia:
Sebagai negara anggota MIGA, ketentuan tentang jaminan dan
perlindungan investasi , khususnya terkait resiko non-komersial juga
berlaku di Indonesia. Dengan membandingkan perlindungan
investasi
non-komersial
internasional
,
terdapat
terhadap
kegiatan
kebutuhan
bagi
investasi
secara
Indonesia
untuk
mengembangkan prinsip-prinsip serta mekanisme regulasi terhadap
resiko non-komersial.
Berdasarkan hasil FGD tim PPP, diperoleh beberapa masukan bahwa
PPP cocok untuk kasus di mana: proyek itu kepentingan umum, tidak
visible sehingga ada value gap funding. Aspek kedua, kalau ada
keraguan investor terhadap counter party. Di luar itu tidak perlu PPP.
B. BERDASARKAN KASUS
1. PLTU Batang ( Prof. IBR Supancana )
PLTU Batang dinyatakan oleh pemerintah sebagai proyek
strategis yang telah masuk dalam rencana Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia ( MP3EI ), serta menjadi
proyek “fast track” PPP/KPS oleh Bappenas. Dengan “exposure”
seperti itu, proyek PLTU Batang seolah menjadi anak emas IPP
(Independent Power Producer) pertama dengan skema PPP/KPS, dan
menjadi salah satu cerita sukses partisipasi swasta di sektor
kelistrikan.2
PLTU Batang ini memiliki kapasitas 2x 1.000 MW, proyek ini
seharusnya dimulai pada tahun 2012 lalu dan mulai beroperasi pada
tahun 2016 mendatang. Proyek itu dibiayai melalui kerja sama
pemerintah dan swasta melalui skema public private partnership PPP
2
http://infrastructure-roundtable.com/index.php/studi/kasus-7 diunduh pada tanggal 12 September
2015
69
antara Indonesia dan Jepang dengan nilai sekitar USD 4 millar dollar
atau sekitar Rp 54 trilliun. Proyek ini bertujuan untuk memasok
listrik bagi lebih dari 13 juta penduduk di Jawa dan Bali.PLTU Batang
merupakan bagian dari program pemerintah Jokowi untuk pengadaan
listrik tambahan sebesar 35.000 MW melalui belasan pembangkit
listrik baru.
Tetapi proyek yang dibiayai Jepang ini tertunda selama empat
tahun karena masalah pembebasan lahan. Masalah mengemuka saat
tidak terjadi kesepakatan pembelian tanah seluah 29 Ha, serta
keberatan LSM Internasional Greenpeace yang menyatakan bahwa
memperkirakan PLTU Batang ini akan mengeluarkan emisi 226 kg
merkuri per tahunnya. Dengan hanya 0.907 gram merkuri yang
mencemari danau, proyek ini berpotensi untuk menyebabkan ikan
yang berada dalam area seluas 0.1km2 tidak layak untuk dikonsumsi.
Selain itu, pembangunan PLTU ini juga dianggap menyalahi aturan
kawasan pantai Ujungnegoro-Roban yang diperuntukkan sebagai
Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) melalui Kep. Bup Batang
No. 523/283/2005 dan Taman Wisata Alam Laut Daerah melalui PP
No. 26 Tahun 2008. Oleh karena itu, pembangunan PLTU Batang ini
sedikit banyak menimbulkan kontroversi di tengah masyarakat.
Proyek pembangunan PLTU Batang memang jauh dari mulus.
Masih banyak warga yang tak bersedia menyerahkan tanah mereka
untuk proyek raksasa yang disebut terbesar di Asia Tenggara itu.
Masih banyak petani setempat mengatakan tak mau melepaskan
tanah miliknya dengan pertimbangan merupakan tanah warian dan
kekhawatiran akan menghambat pekerjaannya sebagai petani.
Selain
masalah
pembebasan
lahan,
masalah
dampak
lingkungan juga mengemuka. LSM yang bergerak di bidang
lingkungan, Greenpeace menyayangkan sikap pemerintah yang
terkesan memaksakan pembangunan yang masih dibayangi sengketa
lahan dengan warga dan membawa ancaman dampak lingkungan
yang tinggi. Pihak Greenpeace Indonesia, menyebutkan PLTU ini
70
memberikan dampak lingkungan dan mengancam kedaulatan pangan
di Kabupaten Batang, karena lokasi proyek mengambil lahan
persawahan produktif masyarakat.
Di sisi lain, Greenpeace menyebutkan air buangan dari operasi
PLTU akan mencemari perairan dan juga merusak terumbu karang,
sehingga berdampak pada hasil tangkapan para nelayan tradisional
yang mencari ikan di perairan dan pantai Ujungnegoro-Roban, yang
merupakan salah satu perairan kaya ikan di wilayah Pantura Jawa
Tengah.
Presiden Joko Widodo menangkap isu tersebut, dan pada
akhirnya memutuskan bahwa proyek pembangunan PLTU Batang ini
harus diteruskan dan pemerintah harus turun tangan untuk
menyelesaikan masalah yang timbul seputar pembebasan lahan dan
dampak terhadap lingkungan hidup. Sikap Presiden tersebut
ditegaskan dengan meresmikan proyek pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Uap PLTU di Batang, Jawa Tengah pada tanggal 28
Agustus 2015.
Presiden menegaskan pemerintah akan membantu menangani
proyek-proyek yang terhambat karena masalah perijinan atau
pembebasan lahan. Presiden menegaskan juga bahwa mulai saat ini
tidak ada lagi proyek yang berhenti, mangkrak yang tidak bisa
diselesaikan karena perizinan maupun karena pembebasan lahan
maupun masalah lainnnya. Presiden ingin membuktikan bahwa
pemerintah bisa menyelesaikan persoalan yang ada terkait dengan
investasi. Pilihan ini diambil untuk mencegah krisis listrik pada tahun
2019, pemerintah secara lintas sektoral melakukan terobosan untuk
mengatasi hambatan dalam pembangunan pembangkit listrik.
Guna
menindaklanjuti
hal
tersebut
Presiden
telah
memerintahkan sejumlah pihak yang terkait seperti Kementerian
ESDM, Kementerian Agraria dan Tata Ruang, termasuk juga Pihak
Dirjen Ketenagalistrikan bahkan pihak Gubernur Jawa Tengah untuk
membantu penyelesaian pembebasan lahan. Pihak Gubernur Jawa
71
Tengah, Ganjar Pranowo setelah Presiden meresmikan proyek PLTU
Batang telah mengupayakan dialog dengan warga yang belum mau
menjual lahannya. Gubernur mengatakan bahwa dialog yang
dibangun
harus
menguntungkan
pihak
masyarakat,
sehingga
nantinya yang disepakati adalah ganti untung bukan ganti rugi.
Terkait dengan isu bahwa pembangunan pembangkit listrik tersebut
akan mengganggu ketahanan pangan di Kabupaten Batang, segera
dijawab oleh Presiden. Bahwa pengadaan lahan untuk pembangunan
pembangkit listrik tersebut sudah dihitung dengan tepat dan tidak
semua lahan pertanian digunakan sehingga tidak akan mengganggu
ketahanan pangan.
2. Kasus Micro - Hidro oleh PT Ilthabi Energia di Kabupaten Bener
Meriah, Aceh
PT Ilthabi Energi bekerjasama dengan PD Gayo, membangun
Pembangkit Listrik Micro Hidro dengan kapasitas 7 Megawatt. Karena
kapasitasnya di bawah 10 Mega, maka dapat dilakukan penunjukan
langsung (tanpa tender) dari Kementerian ESDM, dalam hal ini
Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan. Hal ini dilakukan agar tidak
bertentangan dengan Perpres no 80 tentang Pengadaan Barang dan
Jasa. Skema yang dilaksanakan adalah skema PPP di mana PT PLN
bertindak sebagai Off-takernya.
Tahap-tahap Perijinan dalam proyek ini adalah:
1. SKIP , atau surat
dari Bupati untuk melakukan penyelidikan
umum (general survey). Setelah kegiatan tersebut maka harus
dipresentasikan kepada Bupati untuk memperoleh ijin prinsip.
2. Setelah ijin prinsip, dilakukan kegiatan feasibility study.
3. Atas dasar laporan feasibility study, dikeluarkan surat ijin
lingkungan oleh Bupati setelah menunjuk Konsultan. Mengingat
proyek ini adalah proyek yang di bawah 10 Megawatt, maka
72
cukup dilakukan kegiatan UKL-UPL, artinya tidak perlu dilakukan
AMDAL.
4. Setelah hasil UKL-UPL dipresentasikan ke Bupati dan dinyatakkan
layak, maka oleh Bupati dikeluarkan Surat Ijin Lingkungan.
5. Selanjutnya atas dasar rekomendasi dari BPN setelah melakukan
penelitian tentang daerah setempat, dikeluarkan ijin lokasi dari
Bupati.
6. Bupati Bener Meriah sangat mendukung kegiatan PT Ilthabi,
karena listrik yang dihasilkan oleh proyek pembangkit listrik
micro hidro ini akan digunakan juga untuk listrik pabrik gula, yang
penanaman tebunya dilakukan bekerjasama dengan Kementrian
Transmigrasi. Listrik yang dihasilkan juga untuk mendukung
tambang pasir silikon.
7. Pengadaan tanah yang sudah dibebaskan untuk kepentingan
proyek ini adalah seluas 35 Ha.
8. Perijinan lain yang perlu diperoleh dalam proyek adalah dari
Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya dari Direktorat Jenderal
Sumber Daya Air. Minimal 10 persen air yang digunakan harus
dilimpahkan ke sungai untuk melindungi biota. Hal mana harus
dicek dan dicek pelaksanaannya.
9. Surat ijin yang diperoleh adalah Surat Ijin Pemanfatan dan
Penggunaan Air (SIPPA).
10. Karena menggunakan Enerji Baru dan Terbarukan (EBTKE), maka
mengajukan pendaftaran untuk memperoleh surat penetapan
penggunaan air untuk pembangkit listrik enerji
terbarukan.
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh penetapan
tersebut meliputi, antara lain: dokumen-dokumen hukum yang
diperlukan , PLN sudah melakukan verifikasi secara teknis, serta
ijin-ijin lainnya.
11. Selanjutnya mengajukan aplikasi ke PLN untuk menandatangani
Power Purchase Agreement (PPA) dengan jangka waktu 20 tahun
dan tanpa eskalasi.
73
12. Setelah PPA ditandatangani , kepada PT
Ilthabi diberikan
kesempatan selama 15 bulan untuk Financial Closure dan
PT
Ilthabi harus mengajukan ijin usaha pembangkit tenaga listrik
sementara dari ESDM.
13. Setelah Financial Closure baru kemudian dikeluarkan ijin tetap.
Tahapan yang telah dilalui oleh PT Ilthabi:
1. Pada saat ini proses yang dilalui oleh PT Ilthabi masih pada tahap
pra PPA.
2. Kegiatan yang dilakukan mengenai study grade connection, yang
merupakan bagian dari FS.
3. Jangka waktu yang sudah dilalui selama ini sudah 4 tahun, namun
masih pada tahap pra PPA.
Permasalahan yang Dihadapi:
1. Distribution line bermasalah.
2. Di Indonesia , untuk jaringan transmisi, swasta masih diminta
bantuannya, padahal masalah ini seharusnya menjadi kewajiban
PLN. Dengan demikian hal ini akan menjadi beban tambahan bagi
swasta.
3. Masalah lain yang menunjukkan kelemahan adalah masalah
Koordinasi yang masih kurang.
4. Di Indonesia lebih dari 130 an PPA ditolak, pintu tidak dibuka oleh
PLN. Hal ini disebabkan oleh kekhawatiran Direksi PLN dianggap
melanggar Peraturan Menteri Keuangan terkait Performance –
Based Regulation. Untuk mengatasi masalah ini, PLN mintta
bantuan Menteri BUMN untuk mengatasinya.
5. Akses pembiayaan oleh bank-bank pemerintah juga harus lebih
dibuka mengingat perbankan kita tidak siap terhadap proictbased financing. Diperlukan training bagi analis perbankan untuk
memberikan kepada mereka pemahaman mengenai hal ini.
74
6. Selama
ini
Key
Performance
Indicator
dari
berbagai
Kementerian/Lembaga masih bersifat sektoral.
7. Harus ada dukungan terhadap Green Capital.
75
76
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Public private partnership (PPP) merupakan skema yang paling tepat digunakan
dalam
pembangunan
infrastruktur
mengingat
keterbatasan
anggaran
pemerintah. Partisipasi dunia usaha atau pihak swasta melalui skema PPP sudah
banyak diterapkan dalam berbagai kegiatan pembangunan infrastruktur seperti
pembangunan Jalan Tol, Pelabuhan, Penyediaan Air Minum termasuk juga dalam
proyek pembangunan energi listrik. Untuk mendukung optimalisasi penerapan
skema PPP, pemerintah Indonesia juga telah membuat berbagai paket peraturan
perundang-undangan pendukung. Salah satunya adalah Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 tentang
kerjasama pemerintah
dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Pemerintah juga telah
membuat berbagai institusi baru untuk mendukung penyediaan infrastruktur
seperti KPPIP, PT. PII sebagai BUMN penjamin risiko KPS, dan PT. SMI dan PT.
IIF sebagai BUMN pendukung pembiayaan KPS.
2. Dalam
perkembangannya
kegiatan
pembangunan
infrastruktur
dengan
menggunakan skema PPP yang melibatkan peran swasta bersama dengan
pemerintah masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Dari sisi regulasi yang
seharusnya melindungi kedua belah pihak, baik pihak swasta sebagai investor
investor maupun negara, dalam praktiknya masih belum optimal. Banyak hal
yang perlu dibenahi untuk menarik minat badan usaha berinvestasi di sektor
infrastruktur karena sektor ini merupakan jenis investasi jangka panjang dan
membutuhkan dana yang besar. Regulasi yang ada harus mampu menjawab dan
melindungi pihak swasta maupun pemerintah dalam berbagai permasalah yang
timbul seperti : pengadaan tanah, perizinan, hubungan dengan masyarakat dan
jaminan serta perlindungan investasi.
77
3. Pada tanggal 7 April 2015 Presiden Joko Widodo telah mencanangkan program
35.000 MW. Program kelistrikan ini menjadi program strategis nasional yang
dikukuhkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2015-2019. PPP merupakan model yang efektif dalam menjawab
keberhasilan program tersebut karena melibatkan peran swasta. Pemerintah
menyadari betul akan keterbatasan dana yang dimiliki sehingga keterlibatan
pihak swasta sangat dibutuhkan.
B. REKOMENDASI
1. Walaupun berbagai paket peraturan perundang-undangan sudah disiapkan dan
khususnya yang mengatur skema PPP yaitu Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 tentang kerjasama pemerintah dengan badan
usaha dalam penyediaan infrastruktur. Namun komitmen pemerintah untuk
mengoptimalkan model kerjasama ini sangat dibutuhkan. Komitmen ini
termasuk berupa dukungan politis dan jaminan terhadap investasi terutama
dalam hal pengadaan tanah dan hubungan dengan masayarakat.
2. Mekanisme koordinasi juga merupakan salah satu persoalan harus segera
diatasi. Tidak dibutuhkan adanya pembentukan lembaga baru yang menangani
PPP di bidang ketenagalistrikan hanya saja kehadiran berbagai institusi seperti
Komite Kebijakan Percepatan Penyediaan Infrastruktur (KPPIP), PT. PII
(Penjamin Infrastruktur Indonesia) sebagai penjamin risiko, dan PT. SMI
(Sarana Multi Infrastruktur) sebagai pendukung pembiayaan dengan model
PPP, Bappenas, BKPM dan berbagai lembaga lain harus semakin dioptimalkan
dan lebih intens dalam berkoordinasi dengan Kementerian ESDM sebagai
Kementerian yang menangani pengadaan energi listrik maupun PLN. Selain itu
dibutuhkan penguatan SDM yang memahami kebijakan dengan skema PPP agar
mampu berkomunikasi secara baik dengan pihak investor.
78
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
BAPPENAS/National Development Agency „PPP BOOK 2011‟.
BAPPENAS/National Development Agency „Masterplan Percepatan Dan Perluasan
Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025‟.
BAPPENAS/National Development Agency „Public Private Partnerships. Infrastructure
Projects Plan inIndonesia 2011‟. Presentation, October 2011.
Burger, Philippe and Ian Hawkesworth (2011), „How To Attain Value for Money:
Comparing PPP and Traditional Infrastructure Public Procurement‟, OECD Journal on
Budgeting, Volume 2011(1).
Burger, Philippe, Justin Tyson, Izabela Karpowicz, and Maria Delgado Coelho. (2009),
„The Effects of the Financial Crisis on Public-Private Partnerships‟. IMF Working Paper.
Buku Outlook Energi Indonesia 2014, Pusat Teknologi Pengembangan Sumber Daya
Energi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Bovis, Christopher, Public-private partnership in the European Union, Routledeg critical
studies in public management; 2014, New York, NY 10017.
Corbacho, Ana and Gerd Schwartz, “PPPs and Fiscal Risks: Should Governments Worry?”
in IMF publication, Public Investment and PPPs—Addressing Infrastructure Challenges
and Managing Fiscal Risks (2008).
Kiryanto, Ryan, Menimbang Skema Pembiayaan Infrastruktur , Bussiness News No.
7944, 16 April 2010.
Marsudi, Djiteng, Pembangkitan energi listrik, Penerbit Erlangga, Jakarta, 2005
OECD (2008), Public-Private Partnerships: In Pursuit of Risk Sharing and Value for
Money, OECD Publishing, Paris.
OECD Reviews of Regulatory Reform INDONESIA PUBLIC-PRIVATE PARTNERSHIP
GOVERNANCE: POLICY, PROCESS AND STRUCTURE ; September 2012
Outlook energi Indonesia 2014 : pengembangan energi untuk mendukung program
substitusi BBM Indonesia energy outlook 2014 : energy development in supporting fuel
substitution program / Agus Sugiyono ... [et al.]. -- Jakarta : Pusat
Parente, William J, dalam Miharjana, Dodi,Feasibility Analysis and Risks in PPP Projects
dalam Workshop : Fundamental Principles and Techniques for Effective Public Private
Partnerships in Indonesia , Jakarta, 2006
Republic of Indonesia Ministry of National Development Planning / National
Development
Planning Agency, Public Private Partnerships – Infrastructure project
plan in indonesia 2015, Jakarta 2015
Supancana, I.B.R., Aspek-aspek Kontraktual pada Pembangunan dan Pengoperasian
Proyek –proyek Infrastruktur dengan Pola BOOT (Bioltd, Own, Operate and Transfer ),
Center For Regulator Reseach, 2006.
United Nations (2007), Guidebook on Promoting Good Governance in Public-Private
Partnerships, United Nations, New York
Wibowo, A.and Alfen, H.W.2012. Fine-tunning theValue and Cost of Capital of Risky PPP
InfrastructureProjects, Engineering, Construction, and Architectural Management
(diterima untuk diterbitkan)
Wibrisono, A. et al. „Unlocking the Public-Private Partnerships Deadlock in Indonesia;
The World Bank
Office Jakarta. May 2011.
INTERNET
Dokumen nawa cita, Kpu.go.id/koleksigambar/VISI_MISI_Jokowi- JK
https://bhimasenapower.wordpress.com/
http://www.pln.co.id/blog/hln-ke-69-27-oktober-2014-bersama-memajukankelistrikan-indonesia/
bappenas.go.id/index.php/download_file/.
http://pppindonesia.co.id/Content/journal/artikel_eria_120712.pdf
http://www.pln.co.id/blog/info-pemadaman-jakarta/
https://www.djk.esdm.go.id/index.php/tentang-kami/tugashttp://pppindonesia.co.id/
http://www.pln.co.id/blog/profil-perusahaan/
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/06/02/1935020/PLTU.Batang.Tertun
da.Negara.Rugi.Rp.9.T riliun.per.Tahun
http://daerah.sindonews.com/read/798480/29/jutaan-rakyat-indonesia-belummenikmati-listrik-1382713441
http://www.jurnalasia.com/2015/07/11/jepang-komitmen-berinvestasi-di-indonesia/
http://ppp.worldbank.org/public-private-partnership/
www.pln.co.id/dataweb/RUPTL/RUPTL%20PLN%202015-2024.pdf
DAFTAR PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-Undang No 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 tentang Kerjasama
Pemerintah dengan Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur Jo PERPRES 13
Tahun 2010 Jo PERPRES 56 Tahun 2011 Jo PERPRES 66 tahun 2013.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2015 tentang kerjasama
pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur.
Permen PPN / KEA BAPPENAS Nomor 3 Tahun 2012 ( Panduan Umum KPS)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2014 Tentang Percepatan
Penyediaan Infrastruktur Prioritas
Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Penyediaan Infrastruktur
Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2011 pembentukan Komite Untuk Percepatan
Penyediaan Infrastruktur Prioritas.
PP No 66 tahun 2007 jo PP No 75 tahun 2008 tentang pembentukan PT Sarana Multi
Infrastruktur (SMI)
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2010 tentang penjaminan
infrastruktur dalam proyek kerja sama pemerintah dengan badan usaha yang dilakukan
melalui badan usaha penjaminan infrastruktur
Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2006 Tim Koordinasi Percepatan Pembangunan
Pembangkit Tenaga Listrik
PT PENJAMINAN INFRASTRUKTUR INDONESIA (PERSERO)
Selaku BUPI - Pelaksana Mekanisme Single Window Penjaminan Infrastruktur
PENJAMINAN INFRASTRUKTUR PROYEK KPBU MELALUI BUPI
DISKUSI PPP DALAM PROYEK LISTRIK, BPHN
Emil E.Dardak, PhD
Indonesia Infrastructure Guarantee Fund
Jakarta, 10 June 2015
• Perpres 38/2015 menjadi landasan regulasi baru bagi pelaksanaan proyek
Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) di bidang infrastruktur
• Penjaminan infrastruktur melalui BUPI diatur dalam Perpres 78/2010 dan PMK
260/2010  apakah ada perubahan paska diterbitkannya Perpres 38/2015?
BACKGROUND
Latar Belakang
• Paparan ini bertujuan menjelaskan mengenai skema Penjaminan Infrastruktur
dengan mengacu kepada Perpres 78/2010 dan PMK 260/2010 (Regulasi
Penjaminan Infrastruktur) dan Perpres 38/2015 (Regulasi KPBU)
2
Jaminan Pemerintah adalah kompensasi finansial yang diberikan oleh menteri
yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan
kekayaan negara kepada Badan Usaha Pelaksana melalui skema pembagian
risiko untuk Proyek Kerja Sama. - Pasal 1 (no 14), Perpres 38/2015
Penjaminan Infrastruktur adalah pemberian jaminan atas kewajiban finansial
PJPK yang dilaksanakan berdasarkan perjanjian penjaminan – Pasal 1 (no 15),
Perpres 38/2015
Pasal 17, Perpres 38/2015
(1) Pemerintah dapat memberikan Jaminan Pemerintah terhadap KPBU
(2) Jaminan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan
dalam bentuk Penjaminan Infrastruktur
Berdasarkan pasal-pasal diatas, maka kompensasi finansial dari Menteri
Keuangan kepada Badan Usaha dapat diberikan dalam bentuk jaminan atas
kewajiban finansial PJPK berdasarkan perjanjian penjaminan
PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PERPRES 38/2015
Penjaminan Infrastruktur
3
Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, tata cara & mekanisme
Jaminan Pemerintah diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan
Jaminan pemerintah harus disertakan dalam dokumen pelelangan
Jaminan pemerintah dapat diberikan melalui Badan Usaha Penjaminan
Infrastruktur dan diatur dalam Peraturan Presiden tersendiri
PT PII (Persero) adalah BUPI yang bertindak sesuai aturan diatas dan diatur
tersendiri dalam Perpres 78/2010 dan PMK 260/2010. Paparan ini tidak
membahas yang berkaitan dengan Jaminan Pemerintah diluar BUPI
PENJAMINAN INFRASTRUKTUR DALAM PERPRES 38/2015
Butir-butir utama Penjaminan Infrastruktur
4
Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF) atau
Penjaminan Infrastruktur Indonesia adalah lembaga
keuangan yang didirikan Pemerintah Republik Indonesia
dibawah naungan Kementerian Keuangan
•
IIGF didirikan dalam rangka mendukung upaya Pemerintah RI
dalam mendorong peran investasi swasta untuk
pembangunan infrastruktur (Kerjasama Pemerintah Swasta)
Memahami Konteks Kewajiban Pemerintah dalam Proyek KPS Infrastruktur
Pemerintah
Kontrak
3 Hal Utama terkait Kewajiban Pemerintah
Badan Usaha
• Kontrak kerjasama antara pemerintah
dengan Badan Usaha mengatur hak &
kewajiban masing-masing pihak.
1.
Pemerintah akan menentukan apa saja yang
menjadi kewajibannya  perlu pertimbangan
apakah kewajiban yang akan ditanggung
menimbulkan risiko bagi pemerintah?
2. Pembebanan risiko yang tidak sesuai prinsip
pembagian yang adil berpotensi membuat proyek
tidak layak investasi bagi perbankan
3. Badan Usaha turut menanggung risiko apabila
pemerintah tidak mampu memenuhi janji dalam
kontrak
LATAR BELAKANG – KEWAJIBAN PEMERINTAH
•
 Untuk menyediakan infrastruktur, Pemerintah dapat memilih peran sebagai Spending Agency
dengan melakukan pembelanjaan APBN/D, atau Licensing Agency dengan memberikan izin usaha
infrastruktur kepada Badan Usaha (bisa juga menugaskan Badan Usaha dengan/tanpa penanaman
modal negara).
 Dalam KPS, pemerintah memainkan peran sebagai Contracting Agency, suatu peran yang
melibatkan fungsi yang berbeda, namun dapat turut melibatkan peranan sebagai Spending
Agency dan Licensing Agency.
Tingkat Keterlibatan Swasta
Tinggi
Tingkat Keterlibatan Swasta
Rendah
Spending
Agency
 Pemerintah selaku klien
belanja APBN/D
 Kontrak sebagai
user/buyer
 Dalam infrastruktur
umumnya belanja aset
 Kewajiban fiskal
langsung (direct)
Contracting
Agency
 Pemerintah sebagai mitra
 Risiko dialokasikan antara Badan Usaha
& Pemerintah
 Dapat melibatkan peran pemerintah
sebagai licensing agency serta
spending agency yang umumnya
tertera sebagai kewajiban dalam
kontrak
 Umumnya melibatkan kewajiban fiskal
langsung & kontinjen
Licensing
Agency
 Pemerintah selaku
penerbit izin
 Umumnya tidak
melibatkan
kewajiban fiskal
maupun keterlibatan
fisik/teknis
 Pendanaan penuh
dari swasta
Pemerintah juga memiliki peran regulator dalam
pengusahaan infrastruktur
6
SEKILAS MENGENAI INFRASTRUKTUR & SKEMA KPBU
Opsi Peran Pemerintah dalam Penyediaan Infrastruktur
Market
Interface
Aspek
Kebijakan
Publik
Aspek Pengelolaan
Teknis & Keuangan
Pelaksana Pelelangan
Pengelola Kontrak
Pemberi Izin
• Melaksanakan lelang, menentukan kriteria
penawaran, merancang perjanjian kerjasama
• Mengelola kontrak dengan Badan Usaha
• Memberikan izin yang diperlukan untuk pelaksanaan
kegiatan penyediaan infrastruktur
Penanggung jawab
Risiko Politik
• Bertanggung jawab menanggung hal-hal yang berkaitan dengan
kebijakan sektor publik baik oleh PJPK maupun oleh badan
pemerintah selain PJPK
Pelaksana Off-take
•Berlaku jika pemerintah melakukan pembayaran atas kinerja
dan/atau jika pemerintah mendistribusikan layanan infrastruktur ke
pengguna akhir
Pengelola Risiko
Teknis
• Jika pemerintah menanggung risiko teknis (selain offtake)
Pemberi Dukungan
Fiskal/Lainnya
• Berkaitan dengan peran pemerintah memberikan subsidi atau
dukungan
7
SEKILAS MENGENAI INFRASTRUKTUR & SKEMA KPBU
Peran Contracting Agency/PJPK
 Dalam kemitraan, hubungan
kontraktual menentukan pembagian
risiko antara pemerintah dengan swasta
sesuai prinsip alokasi risiko (risk borne
by party best able to manage the risk)
 Risiko yang ditanggung pemerintah
dituangkan dalam kewajiban
kontraktual
Sumber Risiko
Mengalihkan risiko ke swasta
meningkatkan persepsi risiko
investasi & premi yang
berdampak pada harga atau
kelayakan investasi
Mengambil risiko dari
pihak swasta tidak
serta merta
mengurangi biaya
proyek
Dampak Risiko
Konsekuensi Kontraktual
• Kerugian finansial
• Kehilangan pendapatan
• Penambahan biaya
• Menanggulangi risiko
• Menanggung biaya
• Memberikan kompensasi
 Konsekuensi kontraktual dalam bentuk kewajiban finansial akan
memberikan perlindungan investasi  mempengaruhi bankability
PII berperan dalam kaitan dengan kewajiban
finansial pemerintah di kontrak KPS
8
KONTEKS PERAN SERTA PII DALAM KPS
Kewajiban Finansial
Peraturan Presiden
No. 67/2005*
Peraturan Presiden
no. 78/2010
Peraturan Menteri
Keuangan no.260/2010
Single Window Mechanism for
Guarantee Provision
1. Meningkatkan kelayakan Proyek (creditworthiness)
Proyek KPS Infrastruktur
2. Menyediakan penjaminan pada Proyek KPS di
bidang Infrastruktur
Tujuan
Pendiriaan
PII
KONTEKS PERAN SERTA PII DALAM KPS
Tujuan Pendirian PT PII
3. Meningkatkan tata kelola (governance), konsistensi dan
transparansi dalam proses pemberian penjaminan.
4. Meminimalisir kemungkinan terjadinya Sudden Shock
terhadap APBN dan ring fencing ekposur kewajiban
kontijensi Pemerintah
9
Tujuan Utama Pembentukan dan Manfaat Penjaminan PT PII
Perpres 78/2010
PMK 260/201
Mekanisme Satu Pelaksana untuk Penjaminan Infrastruktur
PROYEK
CREDIBILITY
 Memastikan proyek
layak secara teknik
dan finansial
 Meningkatkan
credibility Proyek di
mata mitra swasta
 Pengawasan
pelaksanaan proyek
dilakukan bersama
dengan PJPK
 Meningkatkan
kompetisi, sehingga
menghasilkan biaya
yang paling optimal
RISIKO
BANKABILITY
 Risiko akan dikelola
oleh para pihak
yang lebih efisien
menanggungnya
 Lebih mudah
mendapatkan
pendanaan dari
bank
 Rencana mitigasi
risiko lebih jelas
 Mendapatkan
tingkat suku bunga
yang kompetitif
* sebagaimana telah diubah dengan Perpres 13/2010, Perpres 56/2011 dan Perpres 66 Tahun 2013
PROFIL PT PII (IIGF)
Perpres 67/2005*
PT PENJAMINAN INFRASTRUKTUR INDONESIA (PERSERO)
Selaku BUPI - Pelaksana Mekanisme Single Window Penjaminan Infrastruktur
70%
30%
Bank (Debt)
( 70% )
Kementerian
PU (via BPJT)
Mekanisme
Anggaran
Perjanjian KPS
Kewajiban Pemerintah & BUJT
Jaminan
Regres
Kementerian
Keuangan)
Badan
Usaha Jalan
Tol
PII
Equity
( 30% )
Tarif Tol
Pengguna
Tol
STRUKTUR PROYEK & PENJAMINAN
Struktur Transaksi dan Peran PT PII (Contoh Sektor Jalan Tol)
Membayarkan kewajiban
regres PU (PMK 260/2010)
1
2
Profil PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia
30 Desember 2009 (PP 35/2009)
Modal Dasar
Struktur Modal
: Rp. 9 T
Modal Disetor : Rp. 4,5 T (dari APBN 2009, 2010, 2011, 2012)
Ekuitas saat ini : Rp 5,2 T
Kepemilikan
Dasar Hukum
Mandat Utama
100% Pemerintah Indonesia
• Perpres No.67/2005, j.o. Perpres No.13/2010, Perpres No. 56/2011 dan Perpres 66
tahun 2013
• Perpres No. 78 tahun 2010
• Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 260/PMK.011/2010
• Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2009
• Peraturan Pemerintah No. 88 tahun 2010
• Peraturan Pemerintah No. 55/2011
• Peraturan Pemerintah No. 68/2012
Menyediakan Penjaminan untuk kewajiban finansial PJPK/Penanggung Jawab Proyek
Kerjasama (Kementerian/Lembaga/BUMN dan BUMD) berdasarkan Perjanjian
Kerjasama Infrastruktur KPS antara PJPK & Badan Usaha
PROFIL PT PII
Tanggal Pembentukan
PT PENJAMINAN INFRASTRUKTUR INDONESIA (PERSERO)
Selaku BUPI - Pelaksana Mekanisme Single Window Penjaminan Infrastruktur
Penilaian atas kewajaran guna memastikan
bankability & fairness serta alokasi risiko
Evaluasi Proyek
Alokasi Risiko
Kepatuhan Regulasi
Kompetisi
Studi Kelayakan
Project viability
Komitmen PJPK
Aspek yang diperhatikan
Perjanjian KPS
PROFIL & OPERATIONAL MODEL PT PII
Proses Penentuan Pemberian Penjaminan untuk Proyek Potensial
Klausul Arbitrase
Klausul yang
mengikat pada
Perjanjian KPS
maupun Perjanjian
Penjaminan
Dengan bantuan
konsultan kompeten,
independen dan
terpercaya di bidangnya
• PT PII akan melakukan penilaian kelayakan
teknis, keuangan, sosial & lingkungan
untuk setiap proyek yang akan dijamin
sebagaimana diamanatkan regulasi
• Penentuan alokasi risiko yang adil & wajar
• Proses pengadaan badan usaha yang
kompetitif
15
PENUTUP
Penutup
17
www.bpkp.go.id
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 67 TAHUN 2005
TENTANG
KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN BADAN USAHA
DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a. bahwa ketersediaan infrastruktur yang memadai dan berkesina mbungan merupakan
kebutuhan mendesak untuk mendukung pelaksanaan pembangunan nasional dalam
rangka meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, serta untuk
meningkatkan daya saing Indonesia dalam pergaulan global;
b. bahwa untuk mempercepat pembangunan infrastruktur, dipandang perlu mengambil
langkah-langkah yang komprehensif guna menciptakan iklim investasi untuk
mendorong keikutsertaan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur berdasarkan
prinsip usaha secara sehat;
c. bahwa untuk mendorong dan meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan badan
usaha dalam penyediaan infrastruktur dan jasa pelayanan terkait, perlu pengaturan
guna melindungi dan mengamankan kepentingan konsumen, masyarakat, dan badan
usaha secara adil;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan
huruf c, perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang Kerjasama Pemerintah Dengan
Badan Usaha Dalam Penyediaan Infrastruktur;
Mengingat:
1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor
120, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4430) sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2005
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 36);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
PERATURAN PRESIDEN TENTANG KERJASAMA PEMERINTAH DENGAN
BADAN USAHA DALAM PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden ini yang dimaksud dengan:
1. Menteri/Kepala Lembaga adalah pimpinan kementerian/ lembaga yang ruang
lingkup, tugas dan tanggung jawabnya meliputi sektor infrastruktur yang diatur dalam
Peraturan Presiden ini.
2. Kepala Daerah adalah gubernur bagi daerah propinsi, atau bupati bagi daerah
kabupaten, atau walikota bagi daerah kota.
3. Penyediaan Infrastruktur adalah kegiatan yang meliputi pekerjaan konstruksi untuk
membangun atau meningkatkan kemampuan infrastruktur dan/ atau kegiatan
pengelolaan infrastruktur dan/ atau pemeliharaan infrastruktur dalam rangka
meningkatkan kemanfaatan infrastruktur.
4. Badan Usaha adalah badan usaha swasta yang berbentuk perseroan terbatas, Badan
Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), dan koperasi.
www.bpkp.go.id
5. Proyek Kerjasama adalah Penyediaan Infrastruktur yang dilakukan melalui Perjanjian
Kerjasama atau pemberian Izin Pengusahaan antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah dengan Badan Usaha.
6. Perjanjian Kerjasama adalah kesepakatan tertulis untuk Penyediaan Infrastruktur
antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha yang ditetapkan
melalui pelelangan umum.
7. Izin Pengusahaan adalah izin untuk Penyediaan Infrastruktur yang diberikan oleh
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah kepada Badan Usaha yang ditetapkan
melalui pelelangan.
8. Dukungan Pemerintah adalah dukungan yang diberikan oleh Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah kepada Badan Usaha dalam rangka pelaksanaan Proyek
Kerjasama berdasarkan Perjanjian Kerjasama.
BAB II
TUJUAN, JENIS, BENTUK DAN PRINSIP KERJASAMA
Pasal 2
(1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur.
(2) Dalam pelaksanaan kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah bertindak selaku penanggung jawab Proyek Kerjasama.
Pasal 3
Proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah dengan Badan Usaha dilakukan dengan tujuan untuk:
a. mencukupi kebutuhan pendanaan secara berkelanjutan dalam Penyediaan
Infrastruktur melalui pengerahan dana swasta;
b. meningkatkan kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan melalui persaingan sehat;
c. meningkatkan kualitas pengelolaan dan pemeliharaan dalam Penyediaan
Infrastruktur;
d. mendorong digunakannya prinsip pengguna membayar pelayanan yang diterima, atau
dalam hal- hal tertentu mempertimbangkan kemampuan membayar pengguna.
Pasal 4
(1) Jenis Infrastruktur yang dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha mencakup:
a. infrastruktur transportasi, meliputi pelabuhan laut, sungai atau danau, bandar
udara, jaringan rel dan stasiun kereta api;
b. infrastruktur jalan, meliputi jalan tol dan jembatan tol;
c. infrastruktur pengairan, meliputi saluran pembawa air baku;
d. infrastruktur air minum yang meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan
transmisi, jaringan distribusi, instalasi pengolahan air minum;
e. infrastruktur air limbah yang meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan
pengumpul dan jaringan utama, dan sarana persampahan yang meliputi
pengangkut dan tempat pembuangan;
f. infrastruktur telekomunikasi, meliputi jaringan telekomunikasi;
g. infrastruktur ketenagalistrikan, meliputi pembangkit, transmisi atau distribusi
tenaga listrik; dan
h. infrastruktur minyak dan gas bumi meliputi pengolahan, penyimpanan,
pengangkutan, transmisi, atau distribusi minyak dan gas bumi.
(2) Infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikerjasamakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku di sektor yang bersangkutan.
Pasal 5
(1) Kerjasama Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha dalam
Penyediaan Infrastruktur sebagaimana dimaksud dalam pasa1 2 ayat (1), dapat
dilaksanakan melalui:
a. Perjanjian Kerjasama; atau
www.bpkp.go.id
b. Izin Pengusahaan.
(2) Bentuk kerjasama Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur, ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dengan Badan Usaha sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 6
Kerjasama penyediaan Infrastruktur antara Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah
dengan Badan Usaha dilakukan berdasarkan prinsip:
a. adil, berarti seluruh Badan Usaha yang ikut serta dalam proses pengadaan harus
memperoleh perlakuan yang sama;
b. terbuka, berarti seluruh proses pengadaan bersifat terbuka bagi Badan Usaha yang
memenuhi kualifikasi yang dipersyaratkan;
c. transparan, berarti semua ketentuan dan informasi yang berkaitan dengan Penyediaan
Infrastruktur termasuk syarat teknis administrasi pemilihan, tata cara evaluasi, dan
penetapan Badan Usaha bersifat terbuka bagi seluruh Badan Usaha serta masyarakat
umumnya;
d. bersaing, berarti pemilihan Badan Usaha melalui proses pelelangan;
e. bertanggung-gugat, berarti hasil pemilihan Badan Usaha harus dapat
dipertanggungjawabkan;
f. saling menguntungkan, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur dilakukan berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang seimbang
sehingga memberi keuntungan bagi kedua belah pihak dan masyarakat dengan
memperhitungkan kebutuhan dasar masyarakat;
g. saling membutuhkan, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam penyediaan
Infrastruktur dilakukan berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang
mempertimbangkan kebutuhan kedua belah pihak;
h. saling mendukung, berarti kemitraan dengan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastruktur dilakukan dengan semangat saling mengisi dari kedua belah pihak.
BAB III
IDENTIFIKASI DAN PENETAPAN PROYEK YANG DILAKUKAN
BERDASARKAN PERJANJIAN KERJASAMA
Pasal 7
(1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah melakukan identifikasi proyek-proyek
Penyediaan Infrastruktur yang akan dikerjasamakan dengan Badan Usaha, dengan
mempertimbangkan paling kurang:
a. kesesuaian dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional/ daerah dan
rencana strategis sektor infrastruktur;
b. kesesuaian lokasi proyek dengan Rencana Tata Ruang Wilayah;
c. keterkaitan antarsektor infrastruktur dan antarwilayah;
d. analisa biaya dan manfaat sosial.
(2) Setiap usulan proyek yang akan dikerjasamakan harus disertai dengan:
a. pra studi kelayakan;
b. rencana bentuk kerjasama;
c. rencana pembiayaan proyek dan sumber dananya; dan
d. rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses dan cara penilaian.
Pasal 8
Dalam melakukan identifikasi proyek yang akan dikerjasamakan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah melakukan konsultasi publik.
Pasal 9
(1) Berdasarkan hasil identifikasi proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan hasil
konsultasi publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah menetapkan prioritas proyek-proyek yang akan
www.bpkp.go.id
dikerjasamakan dalam daftar prioritas proyek.
(2) Daftar prioritas proyek sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan terbuka
untuk umum dan disebarluaskan kepada masyarakat.
BAB IV
PROYEK KERJASAMA ATAS PRAKARSA BADAN USAHA
Pasal 10
Badan Usaha dapat mengajukan prakarsa Proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur
yang tidak termasuk dalam daftar prioritas proyek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah.
Pasal 11
(1) Proyek atas prakarsa Badan Usaha wajib dilengkapi dengan:
a. studi kelayakan;
b. rencana bentuk kerjasama;
c. rencana pembiayaan proyek dan sumber dananya; dan
d. rencana penawaran kerjasama yang mencakup jadwal, proses dan cara penilaian.
(2) Proyek atas prakarsa Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
mempertimbangkan pula ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
Pasal 12
(1) Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah mengevaluasi proyek atas prakarsa Badan
Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(2) Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) proyek
atas prakarsa Badan Usaha memenuhi persyaratan kelayakan, proyek atas prakarsa
Badan Usaha tersebut diproses melalui pelelangan umum sesuai dengan ketentuan
dalam Peraturan Presiden ini.
Pasal 13
(1) Badan Usaha yang prakarsa Proyek Kerjasamanya diterima oleh Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah, diberikan kompensasi.
(2) Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat berbentuk:
a. pemberian tambahan nilai; atau
b. pembelian prakarsa proyek kerjasama termasuk Hak Kekayaan Intelektual yang
menyertainya oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah atau oleh pemenang
tender.
Pasal 14
(1) Pemberian tambahan nilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a,
paling banyak 10% (sepuluh persen) dari nilai tender pemrakarsa dan diumumkan
secara terbuka sebelum proses pengadaan.
(2) Pembelian prakarsa proyek kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2)
huruf b, merupakan penggantian oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah atau
oleh pemenang tender atas biaya yang telah dikeluarkan oleh Badan Usaha
pemrakarsa.
(3) Besarnya tambahan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan biaya penggantian
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah berdasarkan pertimbangan dari penilai independen, sebelum proses
pengadaan.
BAB V
TARIF AWAL DAN PENYESUAIAN TARIF
Pasal 15
(1) Tarif awal dan penyesuaiannya secara berkala ditetapkan untuk memastikan tingkat
pengembalian investasi yang meliputi penutupan biaya modal, biaya operasional dan
www.bpkp.go.id
keuntungan yang wajar dalam kurun waktu tertentu.
(2) Dalam hal penetapan tarif awal dan penyesuaiannya tidak dapat dilakukan sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tarif ditentukan berdasarkan
tingkat kemampuan pengguna.
(3) Dalam hal tarif ditetapkan berdasarkan tingkat kemampuan pengguna sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah memberikan
kompensasi sehingga dapat diperoleh tingkat pengembalian investasi dan keuntungan
yang wajar.
(4) Besaran kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), didasarkan pada perolehan
hasil kompetisi antar peserta lelang dan dipilih berdasarkan penawaran besaran
kompensasi terendah.
(5) Kompensasi hanya diberikan pada Proyek Kerjasama penyediaan Infrastruktur yang
mempunyai kepentingan dan kemanfaatan sosial, setelah Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah melakukan kajian yang lengkap dan menyeluruh atas
kemanfaatan sosial.
BAB VI
PENGELOLAAN RESIKO DAN DUKUNGAN PEMERINTAH
Pasal 16
(1) Resiko dikelola berdasarkan prinsip alokasi resiko antara Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah dan Badan Usaha secara memadai dengan mengalokasikan
resiko kepada pihak yang paling mampu mengendalikan resiko dalam rangka
menjamin efisiensi dan efektifitas dalam Penyediaan Infrastruktur.
(2) Pengelolaan resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dituangkan dalam
Perjanjian Kerjasama.
Pasal 17
(1) Dukungan Pemerintah kepada Badan Usaha dilakukan dengan memperhatikan prinsip
pengelolaan dan pengendalian resiko keuangan dalam Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
(2) Pengendalian dan pengelolaan resiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
dilaksanakan oleh Menteri Keuangan atau Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan
Daerah dalam hal Dukungan Pemerintah diberikan oleh Pemerintah Daerah.
(3) Dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri
Keuangan atau Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah, berwenang untuk:
a. memperoleh data dan informasi yang diperlukan dari pihak-pihak yang terkait
dengan proyek kerjasama Penyediaan Infrastruktur yang memerlukan Dukungan
Pemerintah;
b. menyetujui atau menolak usulan pemberian Dukungan Pemerintah kepada Badan
Usaha dalam rangka Penyediaan Infrastruktur, berdasarkan kriteria yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam hal Dukungan Pemerintah diberikan
oleh Pemerintah Pusat, atau Kepala Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah
dalam hal Dukunga n Pemerintah diberikan oleh Pemerintah Daerah;
c. menetapkan tata cara pembayaran kewajiban Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah yang timbul dari proyek Penyediaan Infrastruktur dalam hal penggantian
atas hak kekayaan intelektua l, pembayaran subsidi, dan kegagalan pemenuhan
Perjanjian Kerjasama.
BAB VII
TATA CARA PENGADAAN BADAN USAHA
DALAM RANGKA PERJANJIAN KERJASAMA
Pasal 18
Pengadaan Badan Usaha dalam rangka Perjanjian Kerjasama dilakukan melalui
pelelangan umum.
www.bpkp.go.id
Pasal 19
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah membentuk panitia pengadaan.
Pasal 20
Tata cara pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, meliputi:
a. persiapan pengadaan;
b. pelaksanaan pengadaan;
c. penetapan pemenang; dan
d. penyusunan perjanjian kerjasama.
Pasal 21
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah menetapkan pemenang lelang berdasarkan
usulan dari panitia pengadaan.
Pasal 22
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, dan Pasal 21 diatur
lebih lanjut dalam Lampiran Peraturan Presiden ini, yang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari Peraturan Presideh ini.
BAB VIII
PERJANJIAN KERJASAMA
Pasal 23
(1) Perjanjian Kerjasama paling kurang memuat ketentuan mengenai:
a. lingkup pekerjaan;
b. jangka waktu;
c. jaminan pelaksanaan;
d. tarif dan mekanisme penyesua iannya;
e. hak dan kewajiban, termasuk alokasi resiko;
f. standar kinerja pelayanan;
g. larangan penga lihan Perjanjian Kerjasama atau penyertaan saham pada Badan
Usaha pemegang Perjimjian Kerjasama sebelum Penyediaan Infrastruktur
beroperasi secara komersial;
h. sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian;
i. pemutusan atau pengakhiran perjanjian;
j. laporan keuangan Badan Usaha dalam rangka pelaksanaan perjanjian, yang
diperiksa secara tahunan oleh auditor independen, dan pengumumannya dalam
media cetak yang berskala nasional;
k. mekanisme penyelesaian sengketa yang diatur secara berjenjang, yaitu
musyawarah mufakat, mediasi, dan arbitrase/ pengadilan;
l. mekanisme pengawasan Kinerja Badan Usaha dalam pelaksanaan perjanjian;
m. pengembalian infrastruktur dan/ atau pengelolaannya kepada Menteri/Kepala
Lembaga/Kepala Daerah;
n. keadaan memaksa;
o. hukum yang berlaku, yaitu hukum Indonesia.
(2) Dalam hal Penyediaan Infrastruktur dilaksanakan dengan melakukan pembebasan
lahan oleh Badan Usaha, besarnya Jaminan Pelaksanaan sebaga imana dimaksud pada
ayat (1) huruf c, dapat ditentukan dengan memperhitungkan biaya yang telah
dikeluarkan Badan Usaha untuk pembebasan lahan dimaksud.
(3) Perjanjian Kerjasama mencantumkan dengan jelas status kepemilikan aset yang
diadakan selama jangka waktu perjanjian.
Pasal 24
(1) Paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan setelah Badan Usaha
menandatangani Perjanjian Kerjasama, Badan Usaha harus telah memperoleh
pembiayaan untuk Proyek Kerjasama.
(2) Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipenuhi oleh
www.bpkp.go.id
Badan Usaha, Perjanjian Kerjasama berakhir dan jaminan pelelangan dapat dicairkan.
Pasal 25
(1) Dalam hal terdapat penyerahan penguasaan aset yang dimiliki atau dikuasai oleh
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah kepada Badan Usaha untuk pelaksanaan
Proyek Kerjasama, dalam Perjanjian Kerjasama harus diatur:
a. tujuan penggunaan aset dan larangan untuk mempergunakan aset untuk tujuan
selain yang telah disepakati;
b. tanggung jawab pengoperasian dan pemeliharaan termasuk pembayaran pajak dan
kewajiban lain yang timbul akibat penggunaan aset;
c. hak dan kewajiban pihak yang menguasai aset untuk mengawasi dan memelihara
kinerja aset sela ma digunakan;
d. larangan bagi Badan Usaha untuk mengagunkan aset sebagai jaminan kepada
pihak ketiga;
e. tata cara penyerahandan/ atau pengembalian aset.
(2) Dalam hal Perjanjian Kerjasama mengatur penyerahan penguasaan aset yang
diadakan oleh Badan Usaha selama jangka waktu perjanjian, Perjanjian Kerjasama
harus mengatur:
a. kondisi aset yang akan dialihkan;
b. tata cara pengalihan aset;
c. status aset yang bebas dari segala jaminan kebendaan atau pembebanan dalam
bentuk apapun pada saat aset diserahkan kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah;
d. status aset yang bebas dari tuntutan pihak ketiga;
e. pembebasan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dari segala tuntutan yang
timbul setelah penyerahan aset;
f. kompensasi kepada Badan Usaha yang melepaskan aset.
Pasal 26
Dalam kaitannya dengan penggunaan Hak Kekayaan Intelektual, Perjanjian Kerjasama
harus memuat jaminan dari Badan Usaha bahwa:
a. Hak Kekayaan Intelektual yang digunakan sepenuhnya terbebas dari segala bentuk
pelanggaran hukum;
b. Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah akan dibebaskan dari segala gugatan atau
tuntutan dari pihak ketiga manapun yang berkaitan dengan penggunaan Hak
Kekayaan Intelektual dalam Penyediaan Infrastruktur;
b. Sementara penyelesaian perkara sedang berjalan karena adanya gugatan atau tuntutan
sebagaimana dimaksud pada huruf b maka:
1) kelangsungan Penyediaan Infrastruktur tetap dapat dilaksanakan;
2) mengusahakan lisensi sehingga penggunaan Hak Kekayaan Intelektual tetap dapat
berlangsung.
BAB IX
PENYEDIAAN INFRASTRUKTUR BERDASARKAN
IZIN PENGUSAHAAN
Pasal 27
Pengadaan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur berdasarkan Izin Pengusahaan
dilakukan melalui lelang izin (auction).
Pasal 28
Tata cara lelang izin sebagaimana dimaksud Pasal 27, diatur lebih lanjut oleh
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah, dengan menerapkan prinsip sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6.
www.bpkp.go.id
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 29
Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini:
1. Perjanjian Kerjasama yang telah ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan
Presiden ini tetap berlaku;
2. Proses pengadaan yang telah dilakukan dan ditetapkan pemenangnya berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan
Usaha Swasta Dalam Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur, namun
Perjanjian Kerjasama belum ditandatangani, maka Perjanjian Kerjasama dibuat sesuai
dengan Peraturan Presiden ini;
3. Perjanjian Kerjasama yang telah ditandatangani berdasarkan Keputusan Presiden
Nomor 7 Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta Dalam
Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur, namun belum tercapai pemenuhan
pembiayaan, maka ketentuan kewajiban pemenuhan pembiayaan dilaksanakan sesuai
dengan ketentuan Pasal 24 Peraturan Presiden ini.
BAB XI
PENUTUP
Pasal 30
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, maka Keputusan Presiden Nomor 7
Tahun 1998 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta Dalam
Pembangunan dan/atau Pengelolaan Infrastruktur, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 31
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 November 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
www.bpkp.go.id
LAMPIRAN
:
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR
: 67 Tahun 2005
TANGGAL
: 9 November 2005
TATA CARA PENGADAAN BADAN USAHA
DALAM RANGKA PERJANJIAN KERJASAMA
A. Perencanaan Pengadaaan
1. Menteri/Ketua Lembaga/Kepala Daerah membentuk Panitia Pengadaan;
2. Anggota Panitia Pengadaan terdiri dari unsur-unsur yang memahami:
a. tata cara pengadaan;
b. substansi pekerjaan/kegiatan yang bersangkutan;
c. hukum perjanjian;
d. aspek teknis;
e. aspek keuangan.
3. Jadwal pelaksanaan pengadaan: penyusunan jadwal pelaksanaan pengadaan harus
memberikan alokasi waktu yang cukup untuk semua tahapan proses pengadaan.
4. Harga Perhitungan Sendiri (HPS) harus dilakukan dengan cermat.
5. Dokumen pelelangan umum paling kurang memuat:
a. undangan kepada para peserta lelang;
b. instruksi kepada peserta lelang yang paling kurang memuat:
1) umum: lingkup pekerjaan, sumber dana, persyaratan dan kualifikasi
peserta lelang, jumlah dokumen penawaran yang disampaikan, dan
peninjauan lokasi kerja;
2) isi dokumen pelelangan umum, penjelasan isi dokumen pelelangan umum,
dan perubahan isi dokumen pelelangan umum;
3) persyaratan bahasa yang digunakan dalam penawaran, penulisan harga
penawaran, mata uang penawaran dan cara pembayaran, masa berlaku
penawaran, surat jaminan penawaran, usulan penawaran alternatif oleh
peserta lelang, bentuk penawaran, dan penandatanganan surat penawaran;
4) cara penyampulan dan penandaan sampul penawaran, batas akhir waktu
penyampaian penawaran, perlakuan terhadap penawaran yang terlambat,
serta larangan untuk perubahan dan penarikan penawaran yang telah
masuk;
5) prosedur pembukaan penawaran, kerahasiaan dan larangan, klarifikasi
dokumen penawaran, pemeriksaan kelengkapan dokumen penawaran,
koreksi aritmatik, konversi ke dalam mata uang tunggal, sistem evaluasi
penawaran meliputi kriteria, formulasi dan tata cara evaluasi, serta
penilaian preferensi harga;
c. rancangan perjanjian kerjasama;
d. daftar kuantitas dan harga;
e. spesifikasi teknis dan gambar;
f. bentuk surat penawaran;
g. bentuk kerjasama;
h. bentuk surat jaminan penawaran;
i. bentuk surat jaminan pelaksanaan;
j. dalam dokumen pelelangan umum harus dijelaskan metode penyampaian
dokumen penawaran.
B. Pelaksanaan Pengadaan:
1. Pengumuman dan Pendaftaran Peserta
a. Panitia Pengadaan harus mengumumkan secara luas tentang adanya
pelelangan umum;
b. isi pengumuman paling kurang memuat: nama dan alamat Menteri/Ketua
Lembaga/Kepala Daerah yang akan mengadakan pelelangan umum, uraian
www.bpkp.go.id
singkat mengenai pekerjaan yang akan dilaksanakan, perkiraan nilai
pekerjaan, syarat-syarat peserta lelang, tempat, tanggal, hari, dan waktu untuk
mengambil dokumen pelelangan umum;
c. agar pengumuman sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat mencapai
sasaran secara luas, efisien, dan tepat sesuai dengan jangkauan masyarakat
dan pengusaha yang dituju, maka pengumuman diatur sebagai berikut:
pengumuman pelelangan/prakualifikasi menggunakan surat kabar dan siaran
radio pemerintah daerah/ swasta yang mempunyai jangkauan pembaca dan
pendengar nasional/internasional.
2. Prakualifikasi, mencakup penilaian terhadap:
a. surat izin usaha pada bidang usahanya;
b. kewenangan untuk menandatangani kontrak secara hukum;
c. status hukum perusahaan, dalam arti perusahaan tidak dalam pengawasan
pengadilan, tidak bangkrut, kegiatan usahanya tidak sedang dihentikan, dan/
atau tidak sedang menjalani sanksi pidana;
d. pengalaman dalam Proyek Kerjasama Penyediaan Infrastruktur sejenis;
e. kemampuan menyediakan fasilitas dan peralatan serta personil;
f. surat dukungan keuangan dari bank; dan
g. ketersediaan peralatan khusus, tenaga ahli spesialis yang diperlukan, atau
pengalaman tertentu, untuk pekerjaan khusus/ spesifik/ teknologi tinggi.
3. Tata Cara Prakualifikasi:
a. pengumuman prakualifikasi untuk pelelangan umum;
b. pendaftaran dan pengambilan dokumen prakualifikasi;
c. penyampaian dokumen prakualifikasi oleh peserta lelang;
d. evaluasi dokumen prakuaIifikasi;
e. penetapan daftar peserta lelang yang lulus prakualifikasi oleh Panitia
pengadaan;
f. pengesahan hasil prakualifikasi oleh Panitia Pengadaan;
g. pengumuman hasil prakualifikasi;
h. pengajuan keberatan oleh peserta lelang yang tidak lulus prakualifikasi kepada
Menteri/Ketua Lembaga/Kepala Daerah, apabila ada;
i. penelitian dan tindak lanjut atas sanggahan terhadap hasil prakualifikasi;
j. evaluasi ulang oleh Panitia Pengadaan apabila sanggahan/keberatan penyedia
barang/jasa terbukti benar dan pengumuman hasil evaluasi ulang.
4. Penyusunan Daftar Peserta, Penyampaian Undangan dan Pengambilan Dokumen
Pelelangan Umum
a. daftar peserta lelang yang akan diundang harus disahkan oleh Menteri/Ketua
Lembaga/Kepala Daerah;
b. apabila peserta lelang yang lulus prakualifikasi kurang dari 3 (tiga) maka
dilakukan pengumuman dan proses prakualifikasi ulang dengan mengundang
peserta lelang yang baru;
c. apabila setelah pengumuman lelang/prakualifikasi diulang, ternyata tidak ada
tambahan calon peserta lelang yang baru atau keseluruhan peserta lelang
masih kurang dari 3 (tiga) peserta, maka Panitia Pengadaan melanjutkan
proses pelelangan umum;
d. semua calon peserta lelang yang tercatat dalam daftar peserta lelang harus
diundang untuk mengambil dokumen pelelangan umum;
e. peserta lelang yang diundang berhak mengambil dokume n pelelangan umum
dari Panitia Pengadaan.
5. Penjelasan Lelang (Aanwijzing)
a. penjelasan lelang dilakukan di tempat dan pada waktu yang ditentukan,
dihadiri oleh para peserta lelang yang terdaftar dalam daftar peserta lelang;
b. ketidakhadiran peserta lelang pada saat penjelasan lelang tidak dapat dijadikan
www.bpkp.go.id
dasar untuk menolak/menggugurkan penawaran;
c. dalam acara penjelasan pelelangan umum, harus dijelaskan kepada peserta
mengenai:
1) metode pelelangan;
2) cara penyampaian penawaran;
3) dokumen yang harus dilampirkan dalam dokumen penawaran;
4) acara pembukaan dokumen penawaran;
5) metode evaluasi;
6) hal- hal yang menggugurkan penawaran;
7) bentuk perjanjian kerjasama;
8) ketentuan dan cara evaluasi berkenaan dengan preferensi harga atas
penggunaan produksi dalam negeri;
9) besaran, masa berlaku dan pihak yang dapat mengeluarkan jaminan
penawaran.
d. apabila dipandang perlu, Panitia Pengadaan dapat memberikan penjelasan
lanjutan dengan cara melakukan peninjauan lapangan;
e. pemberian penjelasan mengenai pasal-pasal dokumen pelelangan umum yang
berupa pertanyaan dari peserta dan jawaban dari Panitia Pengadaan serta
keterangan lain termasuk perubahannya dan peninjauan lapangan, harus
dituangkan dalam Berita Acara Penjelasan (BAP) yang ditandatangani oleh
Panitia Pengadaan dan minimal 1 (satu) wakil dari peserta yang hadir, dan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari dokumen pelelangan umum;
f. apabila dalam BAP sebagaimana dimaksud pada huruf e terdapat halhal/ketentuan baru atau perubahan penting yang perlu ditampung, maka
Panitia Pengadaan harus menuangkan ke dalam adendum dokumen pelelangan
umum.
6. Penyampaian dan Pembukaan Dokumen Penawaran
a. metode penyampaian dan cara pembukaan dokumen penawaran harus
mengikuti ketentuan yang dipersyaratkan dalam dokumen pelelangan umum;
b. metode penyampaian dokumen penawaran yang akan digunakan harus
dijelaskan pada waktu acara pemberian penjelasan;
c. Panitia Pengadaan mencatat waktu, tanggal dan tempat penerimaan dokumen
penawaran yang diterima melalui pos pada sampul luar penawaran dan
memasukkan ke dalam kotak/tempat pelelangan;
d. pada akhir batas waktu penyampaian dokumen penawaran, Panitia Pengadaan
membuka rapat pembukaan dokumen penawaran, menyatakan dihadapan para
peserta lelang bahwa saat pemasukan dokumen penawaran telah ditutup sesuai
waktunya, menolak dokumen penawaran yang terlambat dan/ atau tambahan
dokumen penawaran, kemudian membuka dokumen penawaran yang masuk;
e. bagi penawaran yang disampaikan melalui pos dan diterima terlambat, Panitia
Pengadaan membuka sampul luar dokumen penawaran untuk mengetahui
alamat peserta lelang dan memberitahukan kepada peserta lelang yang
bersangkutan untuk mengambil kembali seluruh dokumen penawaran.
Pengembalian dokumen penawaran disertai dengan bukti serah terima;
f. tidak diperkenankan mengubah waktu penutupan penyampaian pena waran
untuk hal- hal yang tidak penting. Dalam hal dilakukan perubahan waktu
penutupan penyampaian penawaran maka perubahan tersebut harus
dituangkan di dalam adendum dokumen pelelangan umum dan disampaikan
pada seluruh peserta le lang;
g. pembukaan dokumen penawaran:
1) Panitia Pengadaan meminta kesediaan sekurang-kurangnya 2 (dua) wakil
dari peserta lelang yang hadir sebagai saksi. Apabila tidak terdapat saksi
dari peserta lelang yang hadir, Panitia Pengadaan menunda pembukaan
kotak/tempat pemasukan dokumen penawaran sampai dengan waktu
tertentu yang telah ditentukan Panitia Pengadaan. Setelah sampai pada
batas waktu yang telah ditentukan, wakil peserta lelang tetap tidak ada
www.bpkp.go.id
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)
9)
yang hadir, acara pembukaan kotak/tempat pemasukan dokumen
penawaran dilakukan dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi di luar
Panitia Pengadaan yang ditunjuk secara tertulis oleh Panitia Pengadaan;
Panitia Pengadaan meneliti isi kotak/tempat pemasukan dokumen
penawaran dan menghitung jumlah sampul penawaran yang masuk (tidak
dihitung surat pengunduran diri) dan apabila penawaran yang masuk
kurang dari 3 (tiga) peserta, pelelangan umum tidak dapat dilanjutkan dan
harus diulang, kemudian mengumumkan kembali dengan mengundang
calon peserta lelang yang baru;
Pembukaan dokumen penawaran untuk setiap sistem dilakukan sebagai
berikut:
a) Panitia Pengadaan membuka kotak dan sampul I dihadapan peserta
lelang.
b) Sampul I yang berisi data administrasi dan teknis dibuka, dan
dijadikan lampiran berita acara pembukaan dokumen penawaran
sampul I.
c) Sampul II yang berisi data harga disampaikan kemudian oleh peserta
lelang dalam hal telah dinyatakan lulus persyaratan teknis dan
administrasi.
Panitia Pengadaan memeriksa, menunjukkan dan membacakan di hadapan
para peserta lelang mengenai kelengkapan dokumen penawaran, yang
terdiri atas:
a) surat penawaran yang di dalamnya tercantum masa berlaku penawaran
tetapi tidak tercantum harga penawaran;
b) jaminan penawaran asli;
c) dokumen penawaran teknis dan dokumen pendukung lainnya yang
disyaratkan dalam dokumen pelelangan umum.
Panitia Pengadaan tidak boleh menggugurkan penawaran pada waktu
pembukaan penawaran kecuali untuk penawaran yang terlambat
memasukkan/ menyampaikan penawarannya;
Panitia Pengadaan segera membuat berita acara pembukaan dokumen
penawaran terhadap semua penawaran yang masuk;
Setelah dibacakan dengan jelas, berita acara ditandatangani oleh anggota
Panitia Pengadaan yang hadir dan 2 (dua) orang wakil peserta lelang yang
sah yang ditunjuk oleh para peserta lelang yang hadir;
Dalam hal terjadi penundaan waktu pembukaan penawaran, maka
penyebab penundaan tersebut harus dimuat dengan jelas di dalam berita
acara pembukaan penawaran (BAPP);
BAPP dibagikan kepada wakil peserta lelang yang hadir tanpa dilampiri
dokumen penawaran.
7. Evaluasi Penawaran dilakukan sesuai dengan ketentuan yang telah diatur dalam
dokumen pelelangan.
8. Pembuatan Berita Acara Hasil Pelelangan
a. Panitia Pengadaan membuat kesimpulan dari hasil evaluasi yang dituangkan
dalam berita acara hasil pelelangan (BAHP). BAHP memuat hasil
pelaksanaan pelelangan, termasuk cara penilaian, rumus-rumus yang
digunakan, sampai dengan penetapan urutan pemenangnya berupa daftar
peserta lelang. BAHP ditandatangani oleh ketua dan semua anggota Panitia
Pengadaan atau sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota Panitia;
b. BAHP bersifat rahasia sampai dengan saat penandatangan kontrak;
c. BAHP harus memuat hal- hal sebagai berikut:
1) Nama semua peserta lelang dan harga penawaran dan/ atau harga
penawaran terkoreksi, dari masing- masing peserta lelang;
2) Metode evaluasi yang digunakan;
3) Rumus yang dipergunakan;
www.bpkp.go.id
4) Keterangan-keterangan lain yang dianggap perlu mengenai hal ikhwal
pelaksanaan pelelangan;
5) Tanggal dibuatnya berita acara serta jumlah peserta lelang yang lulus dan
tidak lulus pada setiap tahapan evaluasi;
6) Penetapan urutan dari 1 (satu) calon pemenang dan 2 (dua) cadangan.
Apabila tidak ada penawaran yang memenuhi syarat, BAHP harus
mencantumkan pernyataan bahwa pelelangan umum dinyatakan gagal, dan
harus segera dilakukan pelelangan ulang. Apabila peserta lelang yang
memenuhi syarat kurang dari 3 (tiga), maka peserta lelang tersebut tetap
diusulkan sebagai calon pemenang lelang.
9. Penetapan Pemenang Lelang
a. Panitia Pengadaan menetapkan calon peme nang lelang berdasarkan hasil
evaluasi;
b. Panitia Pengadaan membuat dan menyampaikan laporan kepada Menteri/
Ketua Lembaga/Kepala Daerah untuk menetapkan pemenang lelang. Laporan
tersebut disertai usulan calon pemenang dan penjelasan atau keterangan lain
yang dianggap perlu sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil
keputusan.
c. Menteri/Ketua Lembaga/Kepala Daerah menetapkan pemenang lelang
berdasarkan usulan dari Panitia Lelang.
d. Data pendukung yang diperlukan untuk menetapkan pemenang lelang adalah:
1) Dokumen pelelangan umum, beserta adendum (bila ada);
2) Berita acara pembukaan penawaran (BAPP);
3) Berita acara hasil pelelangan (BAHP);
4) Ringkasan proses pelelangan dan hasil pelelangan;
5) Dokume:n penawaran dari calon pemenang lelang dan cadangan calon
pemenang yang telah diparaf Panitia Pengadaan dan 2 (dua) wakil peserta
lelang;
6) Apabila terjadi keterlambatan dalam menetapkan pemenang lelang dan
mengakibatkan penawaran/jaminan penawaran habis masa berlakunya,
maka dilakukan konfirmasi kepada seluruh peserta lelang untuk
memperpanjang surat penawaran dan jaminan penawaran. Calon
pemenang le lang dapat mengundurkan diri tanpa dikenakan sanksi.
10. Pengumuman Pemenang Lelang
Pemenang le lang diumumkan dan diberitahukan oleh Panitia Pengadaan kepada
para peserta selambat-lambatnya 2 (dua) hari kerja setelah diterimanya surat
penetapan pemenang le lang dari Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah.
11. Sanggahan Peserta Lelang
a. Kepada peserta lelang yang berkeberatan atas penetapan pemenang lelang
diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis, selambatlambatnya dalam jangka waktu yang memadai.
b. Sanggahan disampaikan kepada Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah,
disertai bukti-bukti terjadinya penyimpangan.
c. Sanggahan diajukan oleh peserta lelang baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama dengan peserta lelang lain.
12. Penerbitan Surat Penetapan Pemenang Lelang
a. Menteri/Ketua Lembaga/Kepala Daerah menerbitkan Surat Penetapan
Pemenang Lelang sebagai pelaksana Proyek Kerjasama, dengan ketentuan:
1) Tidak ada sanggahan dari peserta lelang; atau
2) Sanggahan yang diterima pejabat yang berwenang menetapkan dalam
masa sanggah ternyata tidak benar, atau sanggahan diterima melewati
waktu masa sanggah.
b. Peserta lelang yang ditetapkan sebagai pemenang wajib menerima keputusan
www.bpkp.go.id
c.
d.
e.
f.
g.
h.
tersebut. Apabila yang bersangkutan mengundurkan diri dan masa
penawarannya masih berlaku maka pengunduran diri tersebut hanya dapat
dilakukan berdasarkan alasan yang dapat diterima secara obyektif oleh
Menteri/Ketua Lembaga/Kepala Daerah, dengan ketentuan bahwa jaminan
penawaran peserta le lang menjadi barang milik negara.
Terhadap pemenang mengundurkan diri dengan alasan yang tidak dapat
diterima dan masa penawarannya masih berlaku, disamping jaminan
penawaran yang bersangkutan menjadi barang milik Negara, pemenang
tersebut juga dikenakan sanksi berupa larangan untuk mengikuti kegiatan
pelelangan umum untuk Proyek Kerjasama selama 2 (dua) tahun.
Apabila pemenang lelang urutan pertama yang ditetapkan sebagai pemenang
mengundurkan diri, maka penetapan pemenang dapat dilakukan kepada calon
pemenang lelang urutan kedua (jika ada), dengan ketentuan:
1) Penetapan pemenang lelang urutan kedua tersebut harus terlebih dahulu
mendapat penetapan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah;
2) Masa penawaran calon pemenang lelang urutan kedua masih berlaku atau
sudah diperpanjang masa berlakunya.
Apabila calon pemenang lelang urutan kedua juga mengundurkan diri, maka
penetapan pemenang dapat dilakukan kepada calon pemenang urutan ketiga
(jika ada) dengan ketentuan:
1) Penetapan pemenang lelang tersebut harus terlebih dahulu mendapat
penetapan Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah;
2) Masa berlakunya penawaran calon pemenang lelang urutan ketiga masih
berlaku atau sudah diperpanjang;
3) Jaminan penawaran dari pemenang lelang urutan kedua menjadi barang
milik negara;
4) Bila calon pemenang kedua mengundurkan diri, dengan alasan yang tidak
dapat diterima, dikenakan sanksi sebagaimana tersebut pada butir 12 c di
atas.
Apabila calon pemenang ketiga mengundurkan diri, dengan alasan yang tidak
dapat diterima, maka dikenakan sanksi sebagaimana tersebut pada butir 12 c
di atas. Kemudian Panitia Pengadaan melakukan pelelangan ulang, dengan
ketentuan bahwa jaminan penawaran dari calon pemenang lelang urutan
ketiga menjadi barang milik Negara.
Surat Penetapan pemenang harus dibuat paling lambat 5 (lima) hari kerja
setelah pengumuman penetapan pemenang lelang dan segera disampaikan
kepada pemenang lelang.
Salah satu tembusan dari Surat Penetapan Pemenang Lelang disampaikan
(tanpa lampiran perjanjian/ kontrak) sekurang-kurangnya kepada unit
pengawasan internal.
13. Pelelangan Ulang
Pelelangan Ulang dilakukan berdasarkan pertimbangan:
a. penawaran yang diajukan tidak memenuhi persyaratan yang ada di dalam
dokumen pelelangan;
b. hanya terdapat kurang dari 3 (tiga) penawaran yang memenuhi persyaratan
yang ada di dalam dokumen pelelangan.
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
www.bpkp.go.id
invest in
PENERAPAN SKEMA PUBLIC PRIVATE PARTNERSHIP DALAM
PROYEK PEMBANGUNAN ENERGI LISTRIK
Direktorat Perencanaan Infrastruktur
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL
© 2015 by Indonesian Investment Coordinating Board. All rights reserved
Outline
1
Latar Belakang
2
Proyek Infrastruktur dengan skema KPBU
3
Kebijakan Dan Strategi Di Sektor Ketenagalistrikan
4
Skema Investasi Sektor Ketenagalistrikan
IndonesiaInvestment Coordinating Board
2
Latar Belakang
Sumber Pembiayaan Infrastruktur RPJMN 2015-2019
APBN + APBD
Sasaran
Investasi
Infrastruktur
(Infrastruktur
Strategis:
Rp 5.452
Trilliun/US$.
460 Milyar)
sekitar Rp. 1.178T
APBN + APBD –
22%
sekitar Rp. 350T
BUMN – 6%
sekitar Rp. 1.090T
Selisih
Pendanaan
(Financing Gap)
sekitar Rp. 93T
sekitar Rp. 2.741T
KPBU – 20%
}
Off Balance Sheet
– 2%
Kesenjangan
Pendanaan - 50%
Skema
Pembiayaan
Alternatif
1. KPBU merupakan salah satu skema pembiayaan alternatif bagi penyediaan infrastruktur di Indonesia yang
terkait dengan kurangnya kapasitas APBN/APBD untuk mendanai penyediaan seluruh proyek infrastruktur
strategis di Indonesia selama periode 2015-2019
2. Angka menunjukkan nilai investasi murni (CAPEX) dan rehabilitasi besar, belum termasuk biaya operasi dan
pemeliharaan rutin
3. Angka masih bersifat sementara
Sumber: Paparan BAPPENAS, 2014
The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia
3
Proyek Infrastruktur KPBU
NO
Sektor
Dalam USD Milyar
APBN
APBD
BUMN
Swasta
TOTAL
1
Jalan
28.3
16.7
5.4
16.7
67.1
2
Kereta Api
12.5
-
0.9
10.2
23.6
3
Transportasi Laut
41.5
-
19.9
13.7
75.0
4
7.1
0.4
4.2
2.1
13.8
4.2
-
0.8
-
5.0
6
Transportasi Udara
Transportasi Darat
(termasuk ASDP)
Transportasi Kota
7.5
1.3
0.4
0.4
9.6
7
Ketenagalistrikan
8.3
-
37.1
36.3
81.7
8
0.3
-
12.6
29.3
42.2
1.0
1.3
2.3
18.6
23.2
10
Energy (Minyak dan Gas)
Teknologi Informasi dan
Telekomunikasi
SDA
23.0
5.7
0.6
4.2
33.4
11
Air Minum dan Limbah
18.9
16.5
3.7
2.5
41.6
12
Perumahan
32.0
3.7
1.0
7.3
44.0
184.6
45.4
88.9
141.0
460.0
40.14%
9.88%
19.32%
30.66%
100.00%
5
9
Total Infrastruktur
Persentase
• Menurut rencana pembangunan lima tahun (RPJMN) 2015-2019, dalam rangka mencapai pertumbuhan ekonomi 7%, investasi
infrastruktur 2015-2019 harus mencapai USD 460 Miliar
• APBN dan APBD mengcover sebesar 50% dari total kebutuhan investasi.
• Peluang besar bagi partisipasi investasi swasta (termasuk PPP): USD 141 Miliar (30,66%)
The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia
4
Outline
1
Latar Belakang
2
Proyek Infrastruktur dengan skema KPBU
3
Kebijakan Dan Strategi Di Sektor Ketenagalistrikan
4
Skema Investasi Sektor Ketenagalistrikan
IndonesiaInvestment Coordinating Board
5
Jenis Infrastruktur dengan skema KPBU
(Menurut Perpres No. 38/2015)
No
Jenis Infrastruktur
1.
Infrastruktur Transportasi
11
Infrastruktur Konservasi Energi
2.
Infrastruktur Jalan
12
Infrastruktur Fasilitas Perkotaan
3.
Infrastruktur SDA dan Irigasi
13
Infrastruktur Fasilitas Pendidikan
4.
Infrastruktur Air Minum
14
Infrastruktur Fasilitas Sarana dan Prasarana
Olahraga serta Kesenian
5.
Infrastruktur Sistem Pengolahan Air Limbah
Terpusat
15
Infrastruktur Kawasan
6.
Infrastruktur Sistem Pengolahan Air Limbah
Setempat
16
Infrastruktur Pariwisata
7.
Infrastruktur Sistem Pengolahan
Persampahan
17
Infrastruktur Kesehatan
8.
Infrastruktur Telekomunikasi dan Informatika
18
Infrastruktur Lembaga Pemasyarakatan
9.
Infrastruktur Ketenagalistrikan
19
Infrastruktur Perumahan Rakyat
10.
Infrastruktur Minyak dan Gas Bumi dan
Energi Terbarukan
Ketentuan lebih lanjut pada setiap infrastruktur akan dijelaskan dalam Peraturan Menteri (Masih
dalam proses di Bappenas)
The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia
6
Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastrukur (1)
Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dalam Penyediaan
Infrastrukur, mencakup beberapa poin penting, yaitu:
• BENTUK KERJASAMA
KPBU dapat merupakan gabungan 2 atau lebih jenis infrastruktur
• PENANGGUNG JAWAB PROYEK KERJASAMA (PJPK)
Menteri/Kepala Lembaga/ Kepala daerah bertindak selaku PJPK, dan memiliki kewenangan
untuk menandatangani nota kesepahaman mengenai PJPK. Yang memuat :
1. Kesepakatan pihak yang menjadi koordinator PJPK
2. Kesepakatan mengenai pembagian tugas dan anggaran dalam rangka penyiapan, transaksi,
dan manajemen KPBU
3. Jangka waktu pelaksanaan KPBU
 PENGADAAN TANAH
1. Pendanaan pengadaan tanah untuk KPBU bersumber dari APBN dan APBD
2. Apabila PJPK adalah BUMN dan BUMD pendanaan pengadaan tanah bersumber dari
anggaran BUMN dan BUMD
3. Apabila KPBU layak secara finansial, Badan Usaha Pelaksana dapat membayar kembali
sebagian atau seluruh biaya pengadaan tanah
Garansi dan Dukungan Pemerintah untuk Proyek
Infrastruktur *)
•
PENINGKATAN INFRASTRUKTUR PADA PROSES PENGADAAN
Untuk menyederhanakan prosedur pengadaan proyek infrastruktur PPP, perusahaan asing atau badan usaha yang
memenuhi syarat untuk mengikuti tender tanpa mendirikan sebuah perusahaan lokal pertama di Indonesia. Mereka juga
dapat masuk ke dalam tender dalam bentuk konsorsium dengan mitra lokal maupun internasional. Namun, setelah mereka
diumumkan sebagai pemenang tender, mereka harus mendirikan sebuah badan usaha Indonesia; Proses pra-qualifacilitation
sekarang hanya akan diulang sekali.
Pengadaan tanah juga dipegang oleh Pihak Badan sebelum masuknya dokumen tender.
•
JAMINAN PEMERINTAH
Disediakan oleh Menteri Keuangan melalui PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII)
•
DUKUNGAN PEMERINTAH
Dana Viabilitas Gap (VGF), Dana Land, Geothermal Fund, Izin dan Perizinan, Pembebasan Tanah, Penggunaan Kekayaan
Negara, Pakan di Tarif untuk energi terbarukan
•
PROYEK PERSIAPAN
Melalui PT. Sarana Multi Infrastruktur (PT. SMI) untuk mempersiapkan studi pra-kelayakan; peparing dokumen tender;
memberikan bantuan selama proses tender; dan memberikan dukungan terhadap realisasi keuangan
•
FASILITAS FISKAL
1. Tax allowance untuk infrastruktur dan energi terbarukan; Tax Holiday untuk proyek Kilang Minyak
2. Geothermal Fund
3. Feed in Tariff (PLTA Energi, Energi Matahari, dan Limbah Padat untuk Energi)
Perpres No. 38 Tahun 2015 tentang Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastrukur (2)
• PENYIAPAN KPBU
a. Penyiapan KPBU menghasilkan :
1. Prastudi kelayakan*
2. Rencana dukungan pemerintah dan jaminan pemerintah
3. Penetapan tata cara pengembalian investasi badan usaha pelaksana
4. Pengadaan tanah untuk KPBU
b. Biaya penyiapan KPBU dibayarkan dengan tata cara pembayaran berkala, pembayaran secara
penuh dan gabungan pembayaran secara berkala dan penuh
c. Dibebankan kepada badan usaha pemenang lelang meliputi:
1. Biaya penyiapan
2. Biaya transaksi
3. Imbalan terhadap badan usaha berdasarkan keberhasilan KPBU (succsess fee)
4. Biaya lain yang sah
* Prastudi kelayakan menghasilkan kesimpulan, antara lain:
1. Sumber Pembiayaan KPBU
2. Identifikasi kerangka kontraktual, pengaturan, dan kelembagaan
3. Rancangan KPBU dari aspek teknis
4. Usulan dukungan Pemerintah dan Jaaminan Pemerintah yang diperlukan
5. Identifikasi resiko dan rekomendasi mitigasi, serta pengalokasian resiko tersebut, dan
6. Bentuk pengembalian investasi Badan Usaha Pelaksana
Tugas BKPM dalam Upaya Penyediaan Infrastruktur Dengan Skema KPBU
Berdasarkan MoU antara Menteri Keuangan, Kepala Bappenas dan Kepala BKPM yang ditandatangani
pada tanggal 18 Agustus 2010, BKPM memiliki tugas dalam percepatan proyek KPBU infrastruktur
sebagai berikut:
1. Mengemas informasi tentang proyek infrastruktur yang
siap ditawarkan sehingga menarik bagi investor,
termasuk menetapkan:
a. Proyek KPBU yang akan dijadikan pionir
(“proyek showcase”) dan target penyelesaian
masing-masing proyek showcase sampai di
dapatkannya pendanaan (financial close);
b. Rencana aksi dan peran dari tiap pemangku
kepentingan terkait proyek showcase.
5. Menyampaikan daftar para calon investor dan dokumen
penunjang kepada penanggungjawab proyek kerjasama di
Kementerian/Lembaga atau Pemerintah Daerah
(contracting agency) untuk diproses lebih lanjut.
2. Mencari dan mengidentifikasi investor yang potensial
dan menawarkan proyek infrastruktur kepada investor
tersebut.
7. Melakukan monitoring atas pelaksanaan rencana aksi dan
pemenuhan target dari tiap pemangku kepentingan terkait
proyek showcase.
3. Memfasilitasi pemasaran proyek infrastruktur yang siap
ditawarkan tersebut melalui kegiatan antara lain :
•
market sounding;
•
road show; dan
•
business forum.
8. Melakukan koordinasi penyelesaian permasalahan yang
ditemui terkait proyek showcase (clearing house agent).
6. Memfasilitasi penerbitan perizinan dan nonperizinan yang
diperlukan dalam pelaksanaan proyek KPBU melalui
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di bidang Penanaman
Modal.
4. Memfasilitasi kerjasama dengan para calon investor
dan dukungan Pemerintah
The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia
10
Outline
1
Latar belakang
2
Proyek Infrastruktur dengan skema KPBU
3
Kebijakan dan Strategi Di Sektor Ketenagalistrikan
4
Skema Investasi Sektor ketenagalistrikan
IndonesiaInvestment Coordinating Board
11
35 Electricity Program
Development Of Electricity Infrastructure 2015-2019:
42 GW (7 GW initial plan, 35 GW new program (top down)
by PLN
• Power Plan : 17.4 GW
• Transmission : 50.000 kms
• Main station : 743 location
by Private (IPP/PPP)
• Power Plan : 24.6 GW
• Transmission : 360.000 kms
CAPEX: USD 45.42 BILLION
CAPEX: USD 36.25 BILLION
To support economic growth 7% on average in 2015-2019 with electricity
demand growth 8.8% and electrification ratio at 97.2%
The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia
12
Strategi-strategi Pelaksanaan Proyek 35 ribu MW
1. Mempercepat ketersediaan lahan dengan menerapkan Undang-undang 2/2012
tentang pembebasan lahan
2. Menyediakan proses negosiasi harga dengan menetapkan harga patokan tertinggi
untuk swasta dan excess power
3. Mempercepat proses pengadaan dengan mengacu pada Permen ESDM 3/2012
dengan alternatif penunjukan langsung atau pemilihan langsung untuk energi baru
terbarukan (EBT), mulut tambang, gas marjinal, ekspansi, dan excess power
4. Memastikan kinerja pengembang dan kontraktor andal dan terpercaya melalui
penerpan uji tuntas (due diligence)
5. Mengendalikan proyek melalui project management office (PMO)
6. Memperkuat koordinasi dengan para pemangku kepentingan terkait
The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia
13
Insentif Ketenagalistrikan
1. Bea Masuk
Semua proyek investasi PMA maupun PMDN yang disetujui oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal
atau oleh Kantor Investasi di masing-masing kabupaten, termasuk PMA yang ada dan perusahaan PMDN
memperluas proyek-proyek mereka untuk menghasilkan produk serupa lebih dari 30% dari kapasitas
terpasang atau diversifikasi produk mereka, akan diberikan fasilitas berikut:
• Bantuan dari bea masuk sehingga tarif akhir menjadi 0%. Bea masuk yang disebutkan dalam Buku Tarif
Bea Masuk Indonesia (BTBMI). Hal ini diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 176 /
PMK.011 / 2009 tanggal 16 November 2009 yang berlaku mulai Desember 2009.
• Pada impor barang modal yaitu mesin, peralatan, suku cadang dan peralatan tambahan untuk periode
impor dari 2 (dua) tahun, terhitung sejak tanggal ditetapkannya keputusan keringanan bea masuk.
• Pada impor barang dan bahan atau bahan baku terlepas dari jenis dan komposisi, yang digunakan
sebagai bahan atau komponen untuk menghasilkan barang jadi atau untuk menghasilkan jasa untuk
tujuan dua tahun produksi penuh (akumulasi waktu produksi).
2. Tax Allowance
•
•
•
•
•
Pengurangan laba bersih 30% (tiga puluh persen) dari investasi, dibebankan selama 6 (enam) tahun
masing-masing sebesar 5% (lima persen) setiap tahun.
Berhak atas 129 segmen bisnis sejak 2011, meningkat dari 38 segmen dalam peraturan sebelumnya.
Dalam beberapa persyaratan, antara lain: jumlah minimum nilai investasi dan tenaga kerja, dan lokasi
proyek tertentu (terutama di luar pulau Jawa).
Pengenaan pajak penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar
10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut penghindaran pajak berganda perjanjian.
Kompensasi kerugian lebih dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun dengan kondisi
tertentu (dapat dilihat pada peraturan).
The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia
14
Insentive Ketenagalistrikan
3. Tax Holiday
• Fasilitas seorang wajib pajak dapat diberikan fasilitas keringanan pajak untuk
jangka waktu antara 5 dan 10 tahun, mulai dari dimulainya produksi
komersial.
• Setelah berakhirnya tax holiday, wajib pajak berhak untuk mendapatkan
pengurangan pajak penghasilan dari 50% selama 2 tahun.
• Dengan mempertimbangkan tujuan menjaga daya saing industri nasional dan
nilai strategis kegiatan usaha tertentu, durasi keringanan pajak dan
pengurangan dapat diperpanjang berdasarkan keputusan Menteri Keuangan.
The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia
15
Outline
1
Latar belakang
2
Proyek Infrastruktur dengan skema KPBU
3
Kebijakan Dan Strategi Di Sektor Ketenagalistrikan
4
Skema Investasi Sektor Ketenagalistrikan
IndonesiaInvestment Coordinating Board
16
Skema Investasi dan Mekanisme Pengadaan
UU No 30 Tahun 2009
tentang Ketenagalistrikan
 Usaha penyediaan tenaga listrik yang dilakukan oleh PT PLN (Persero)
selaku Pemegang Kuasa Usaha Ketenagalistrikan mempunyai kewajiban
untuk memenuhi kebutuhan tenaga listik secara nasional.
 Dalam pelaksanaannya PT PLN melakukan upaya-upaya kerjasama
dengan investor swasta, baik selaku independent power producer (IPP)
maupun sebagai kontraktor (EPC contractor).

Dalam melakukan kerjasama, PT PLN dapat bekerjasama dengan swasta
melalui mekanisme pelelangan umum, penunjukan langsung atau
pemilihan langsung.

Apabila pengadaan pembangkit dilakukan sendiri oleh PT PLN yang
sumber pembiayaannya berasal dari keuangan negara, maka prosesnya
harus melalui pelelangan umum.
Peraturan Pemerintah No
14 Tahun 2012 tentang
Kegiatan Usaha
Penyediaan Tenaga Listrik
Peraturan Presiden No 54
Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah
The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia
17
Mekanisme Investasi Listrik Swasta
Pelelangan Umum
PP No 14 Tahun 2012
Pemilihan Langsung
(45 hari)
Permen ESDM No 3 Tahun
2015
Penunjukan Langsung
(30 hari)
Permen ESDM No 3 Tahun
2015
 Pada dasarnya pembelian tenaga listrik oleh Pemegang Izin usaha
penyediaan tenaga listrik dilakukan melalui pelelangan umum, kecuali
memenuhi kondisi untuk dilakukan pemilihan langsung atau
penunjukan langsung.


Dalam rangka diversifikasi energi pembangkit ke non BBM.
Dalam hal pada lokasi pusat pembangkit tenaga listrik yang telah
beroperasi terdapat lebih dari 1 pemegang izin untuk penyediaan
tenaga listrik.

Pembelian tenaga listrik dari pembangkit energi terbarukan, gas
marjinal, batubara di mulut tambang, dan energi setempat lainnya.
Pembelian kelebihan tenaga listrik.
Sistem tenaga listrik setempat dalam kondisi krisis atau darurat
penyediaan tenaga listrik, dan/atau
Penambahan kapasitas pembangkitan pada pusat pembangkit tenaga
listrik yang telah beroperasi pada lokasi yang sama.



The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia
18
Skema Investasi Dengan Partisipasi Swasta
 Pemilik proyek adalah PLN.
Engineering Procurement
and Construction (EPC)
Contract
 Proyek EPC ditawarkan kepada pihak swasta melalui tender/lelang.
 Dalam model ini PLN menyediakan pembiayaan.


Pemilik proyek sekaligus pelaksana EPC adalah pihak swasta.
Keseluruhan pembiayaan berasal dari swasta dan ditransformasikan
melalui harga jual tenaga listrik.

Proyek pemerintah yang ditawarkan kepada pihak swasta melalui
mekanisme tender/lelang.
Pemerintah dapat memberikan dukungan atau jaminan pemerintah.
Apabila pihak swasta sebagai inisiator proyek, pemerintah dapat
memberikan kompensasi.
Independence Power
Producer (IPP)
Public Private Partnership
(PPP) Project


The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia
19
PROSES PERIZINAN INVESTASI KETENAGALISTRIKAN UNTUK PROYEK IPP (SWASTA) REGULER DAN PERCEPATAN (NONPPP) SEBELUM PTSP
Investor
(Foreign/
Domestic)
Badan
Koordinasi
Penanaman
Modal
KESDM
PT. PLN (Persero)
Kementerian Keuangan
BPN
Pemerintah
Daerah
RUPTL PLN
Tahapan Prakonstruksi
Pelelangan Umum,
Pemilihan
Langsung
Penunjukan
Langsung
Y
App
rov
al
N
IUPTL
sementara
(5 hari)
1.Ijin Prinsip
Penanaman
Modal
2.Fasilitas
pembebasan
bea masuk
LOI
IPPKH + AMDAL
•Izin Prinsip
(surat dukungan
dari Pemda)
FTP
2
SJKU
(PMK
173/2014)
NON FTP 2
•Rekomendasi jetty
•UKL-UPL
(pembangkit < 10
MW)
•Pembebasan lahan
•dll
Non-Jetty
1.Ijin Terminal
Khusus
(PermenHu
b 51/2011)
2.Ijin Navigasi
Hutan &
< 10 MW
Kemenko
Perekonomian
Kemenaker
(PermenHu
b 25/2011)
Non Hutan&
≥ 10 MW
Kemen PU
Untuk PLTA
dan PLTM (*)
Penggunaa
n Jetty
AMDAL
(PerPres No. 39
Tahun 2014,
PerKa BKPM
No.12 /2013
jo. No.
5/2013)
Persetujuan
PKLN
(jika perlu)
(KepPres No.
39 /1991)
1.Izin
Menggun
akan
Tenaga
Kerja
Asing
(*) Izin
bendung
1.Izin
Pesawat/
Alat
Angkut
2. Izin
Pnangkal
Petir
Non Hutan &
< 10 MW
IUPTL (5
hari)
Financin
g Date
Rencana
Impor
Barang (RIB)
(jika perlu)
Tahapan Konstruksi
Pembebasan
Bea Masuk
(jika perlu)
PMK
154/2012 Jo.
PMK No.
154/2008
• PermenHU
T
P.16/Menh
ut-II/2014
• Permen LH
No.
12/2012
LOI (Letter of Intent)
IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan
PPA/PJBL(Power Purchase Agreement/
Perjanjian Jual Beli Listrik)
IPPof(Independent
The Investment Coordinating Board of the Republic
Indonesia Power Producer)
IUPTL (Ijin Usaha Penyediaan Tenaga Listrik)
Keterangan:
(Oleh Pihak ketiga)
SLO
(oleh Pihak Ketiga)
(Oleh Pihak ketiga)
Huta
n&≥
10
MW
KemenHub
IPPKH
Pertimbanga
n Teknis (Ijin
Lokasi,
Penetapan,
perubahan
penggunaan
tanah)
Perka BPN
No.2/2011
PPA/PJBL (PLN dan IPP)
Tahapan Operasi
Kemenhut & LH
SLO ( Sertifikat Laik Operasi)
PKLN ( Pinjaman komersil luar
negeri))
RIB (Rencana Impor Barang )
Harus
Dipenuhi
Jika
Diperlukan
20
Jenis Perizinan Yang Diterbitkan Oleh Instansi (1)


BKPM
Kementerian ESDM











Kementerian Keuangan
IZIN PRINSIP PENANAMAN MODAL ASING/INVESTASI
IZIN PERSETUJUAN UNTUK PERUBAHAN PEMEGANG SAHAM, MENINGKATKAN MODAL,
PERUBAHAN LOKASI PROYEK, DLL
IZIN ANGKA PENGENAL IMPORTIR
IZIN USAHA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK (IUPTL-S/T)
IZIN OPERASI
PENETAPAN WILAYAH USAHA
IZIN USAHA JASA PENUNJANG TENAGA LISTIK
IZIN JUAL BELI TENAGA LISTRIK LINTAS NEGARA
IZIN PEMANFAATAN JARINGAN TENAGA LISTRIK UNTUK KEPENTINGAN TELEKOMUNIKASI,
MULTIMEDIA, DAN INFORMATIKA
PENUGASAN SURVEI PENDAHULUAN PANAS BUMI
IZIN PANAS BUMI
PERSETUJUAN USAHA PENUNJANG PANAS BUMI
IZIN PENGGUNAAN GUDANG BAHAN PELEDAK PANAS BUMI





NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)
SURAT PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK (SPPKP)
SURAT JAMINAN KELAYAKAN USAHA (SJKU)
NOMOR INDUK KEPABEANAN (NIK)
PERSETUJUAN UNTUK PEMBEBASAN BEA MASUK


IZIN BENDUNGAN
IZIN KONSTRUKSI
KEMEN PU & PERA
The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia
21
Jenis Perizinan Yang Diterbitkan Oleh Instansi (2)
PEMDA
KEMENTERIAN LINGKUNGAN
HIDUP DAN KEHUTANAN.
















SURAT TANDA DAFTAR PERUSAHAAN UNTUK KANTOR PUSAT
SURAT KETERANGAN DOMISILI PERUSAHAAN (SKDP)
SURAT KETERANGAN TERDAFTAR (SKT)
IZIN LOKASI
IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
IZIN GANGGUAN
IZIN LINGKUNGAN UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK DAN JARINGAN TRANSMISI
IZIN LINGKUNGAN UNTUK JARINGAN TRANSMISI
IZIN REKLAMASI
REKOMENDASI RENCANA PEMANFAATAN
IZIN REKOMENDASI PEMANFAATAN AIR LAUT
IZIN PEMANFAATAN AIR TANAH
SURAT PERSETUJUAN KONSTRUKSI KOLAM ABU
IZIN PENYIMPANAN LIMBAH B3
SURAT PERSETUJUAN UNTUK TRANSPORTASI LIMBAH B3
IZIN UNTUK MEMBUANG AIR LIMBAH KE LAUT




AMDAL UNTUK PEMBANGKIT LISTRIK
AMDAL UNTUK JARINGAN TRANSMISI
IZIN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN (IPPKH)
SURAT IZIN PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN AIR (SIPPA)


REKOMENDASI LAHAN TEKNIS UNTUK PEMBANGUNAN PEMBANGKIT LISTRIK
SERTIFIKAT HAK GUNA BANGUNAN (SHGB)
BADAN PERTANAHAN &
AGRARIA
The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia
22
Jenis Perizinan Yang Diterbitkan Oleh Instansi (3)

KEMENHUB
KEMENAKERTRANS







SURAT KONFIRMASI DARI DIREKTORAT TRANSPORTASI UMUM ATAU UDARA BAHWA IZIN
TINGGI TUMPUKAN TIDAK DIPERLUKAN
IZIN PEMANFAATAN JETTY
IZIN PEMBANGUNAN TERMINAL UNTUK KEPENTINGAN SENDIRI
IZIN PENGERUKAN TANAH
PERSETUJUAN PENGELOLAAN TUKS
SERTIFIKAT KEAMANAN KAPAL INTERNASIONAL PERMANEN
IZIN PENGADAAN SARANA BANTU NAVIGASI PELAYARAN
IZIN PERLINTASAN KERETA API










IZIN TEKANAN VESSEL YANG DIKELUARKAN
IZIN UAP VESSEL YANG DIKELUARKAN
IZIN UNTUK MEMASANG DAN MENGGUNAKAN ALAT PEMADAMAN KEBAKARAN
IZIN UNTUK MEMASANG DAN MENGGUNAKAN PELINDUNG PETIR
IZIN UNTUK MEMASANG DAN MENGGUNAKAN MESIN PRODUKSI LISTRIK
IZIN UNTUK MEMASANG DAN MENGGUNAKAN PERALATAN LIFTING DAN TRANSPORTASI
IZIN UNTUK MEMASANG DAN MENGGUNAKAN STEAM BOILER
IZIN UNTUK MEMASANG PERALATAN LISTRIK DI TEMPAT KERJA
IZIN MENGGUNAKAN TENAGA KERJA ASING
IZIN OPERATOR BOILER

PERSETUJUAN PINJAMAN KREDIT LUAR NEGERI (PKLN)
KEMENKO PEREKONOMIAN
DAN KEMENKO KEMARITIMAN
The Investment Coordinating Board of the Republic of Indonesia
23
Abu Dhabi
Level 4 Building B- Al Mamoura Mohammed BinKhalifa Street (15th St) Muroor District, Abu
Dhabi, UEA
P : +971 26594275 / 26594274
F : +971 26594150
Indonesia Investment Promotion Centre (IIPC)
London
St. Martins House, 16 St. Martins le Grand, 3rd Floor London, EC1A 4EN, UNITED KINGDOM
P : +44 (0) 207 397 8564
F : +44 (0) 207 397 8565
New York
370 Lexington Ave. Suite 1903 New York, NY 10017, UNITED STATES OF AMERICA
P : +1 646 885 6600
F : +1 646 885 6601
Singapore
8 Temasek Boulevard, Suntec Tower 3, #33-03 SINGAPORE 038988
P : +65 6334 4410
F : +65 6334 4891
Sydney
Gold Field House, 1 Alfred Street, Suite 903 Sydney, NSW 2000, AUSTRALIA
P : +612 9252 0091
F : +612 9252 0092
Taipei
Indonesian Economic and Trade Office to Taipei Director of Investment Department
6F, No. 550, Rui Guang Road, Neihu District Taipei 114
P : +886 2 8752 6170 ext. 31, +886 2 8752 6084 (direct)
F : +886 2 8752 3706
Tokyo
Fukoku Seimei Building 23F 2-2-2 Uchisaiwai-cho, Chiyoda-ku Tokyo 100-0011 JAPAN
P : +81 3 3500 3878
F : +81 3 3500 3879
Seoul
International Financial Centre Seoul, 15 FL Two IFC, 10, Gukjegeumyung-ro, Youngdeungpo-gu,
Seoul, 150945 Korea
THANK YOU
CONTACT US
BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL (BKPM)
Jl. Jend. Gatot Subroto No. 44, Jakarta 12190
P.O. Box 3186, Indonesia
P : +62 21 5292 1334
F : +62 21 5264 211
E : [email protected]
© 2015 by Indonesian Investment Coordinating Board. All rights reserved
A LEADING CATALYST IN FACILITATING INDONESIA’S INFRASTRUCTURE DEVELOPMENT
Peran SMI Dalam Proyek
KPS dan Ketenagalistrikan
FGD Skema Public Private Partnership dalam
Proyek Ketenagalistrikan
Jakarta, 10 Juni 2015
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero)
Keberadaan PT SMI Sebagai Katalis Percepatan
Pembangunan Infrastruktur Nasional
Pendirian :
26 Februari 2009
Legalitas
Pendirian : PP No 66/2007 jo PP No 75/2008
Izin usaha : KMK No. 396/KMK.010/2009
tanggal 12 Oktober 2009
Kepemilikan:
100% dimiliki oleh Pemerintah Indonesia
Visi:
Menjadi katalis percepatan pembangunan
infrastruktur Nasional yang handal dan
terpercaya
Misi:
1. Menjadi mitra strategis Pemerintah dalam
pengembangan dan upaya percepatan
pembangunan infrastruktur di Indonesia
2. Melakukan sinergi dengan pihak ketiga
baik swasta, bank, Pemda, BUMN
maupun organisasi multilateral dalam
rangka meningkatkan kapasitas
pendanaan infrastruktur
2
Bentuk Dukungan PT SMI untuk
Percepatan Pembangunan Infrastruktur Nasional
JASA ADVISORY
PEMBIAYAAN &
INVESTASI
 Pembiayaan Infrastruktur
o Senior loan (KMK, KI)
o Complementary perbankan
• Take Out Financing • Mezzanine
• Promoter Financing • Penyertaan
• Subordinated Loan
Modal
o Jasa Arranger & Underwriter
o Standby Lender PPP
o Pembiayaan Proyek
Geothermal
 Pembiayaan Pemda (RIDF)
“fasilitas pembiayaan yang
fleksibel dari sisi tenor dan
variasi produk ini melengkapi
perbankan”
 Public Sector Advisory
o Training & Capacity
Building kepada Pemda
o Technical Assistance
kepada Pemda
 Private Sector Advisory
o Investment Advisory
o Financial Advisory
o Training & Capacity
Building (Commercial)
“memberikan pelayanan
konsultasi kepada klien Badan
Usaha (swasta & BUMN/D) dalam
rangka optimalisasi pembiayaan
dan struktur pembiayaan”
PENGEMBANGAN
PROYEK
 Project Development
Facilities (PDF)
o Pengembangan proyek KPS
• Proyek KPS Showcase
• Proyek KPS Prioritas
 Dana Pengembangan Proyek
Pemda (RIDF)
o Proyek KPS
o Proyek Non KPS
 Pengelolaan dana-dana
donor
“mendampingi pemerintah
(pemda atau pusat) untuk
mengembangkan proyek
termasuk proyek KPS”
Fokus Sektor
Minyak dan
Gas
Jalan dan
Jembatan
Manajemen
Persampahan
Rumah Sakit
Air Minum
Pembangunan
Kawasan
Pengelolaan
Limbah
Transportasi
Pasar
Irigasi
Ketenagalistrikan
Telekomunikasi
Pariwisata
Sekolah
Penjara
3
Proposisi PT SMI sebagai Lembaga Pembiayaan Infrastruktur
70% - 80%
Debt
20%
30%
Equity
Quasi-Equity
Investasi Proyek Infrastruktur
Tipe
Financing Mix
Institusi Pembiayaan
Sumber Dana
Bank
• Bank Internasional
• Bank Lokal Besar
• Bank Asing di Indonesia
• Bank Lokal Skala KecilMenengah
Misal: Deposito (jangka pendek untuk bank
lokal) & Pasar Modal
Export Credit Agencies
Misal: Pemerintah, Investor Swasta
Multilaterals
Misal: Negara Anggota Multilateral dan Pasar
Modal
Lembaga Pembiayaan
Infrastruktur (PT SMI/IIF)
Misal: Pemerintah, Negara anggota Multilateral,
Investor Swasta dan Pasar Modal
Subordinated
Loan
• Investor Strategis
Mezzanine
Convertibles
• Private Equity / Hedge Funds
• Lembaga Pembiayaan
Misal: Investor Swasta, Multilateral dan Pasar
Modal
Infrastruktur (PT SMI/PT IIF)
Equity
4
Distribusi Portofolio PT SMI Tersebar di Seluruh Indonesia
1
Oil Supply Base,
Lhokseumawe, Aceh
2
Road Reconstruction
Project, Central Aceh
3
4
Oil Supply Base, Belawan,
North Sumatera
Mini Hydro Power Plant Tara
Bintang, North Sumatera
5
Hydro Power Plant,
Asahan, North Sumatera
6
Mini Hydro Power Plant Tara
Bintang, North Sumatera
7
Hydro Power Plant,
Humbahas, North Sumatera
8
9
10
12
13
14
15
16
17
19
Water Supply Project,
Bekasi
20
Cikampek Palimanan
Highway
21
Mini Hydro Power Plant
Lebak, Banten
22
Water Treatment Plant,
Bekasi
2
Urban Flood Control System,
Padang, West Sumatera
Gas-Fired Power Plant,
Tanjung Uncang, Batam
Batam Municipal Solid
Waste Management
Irrigation Project, Empat
Lawang, South Sumatera
Dompak Port,
Tanjung Pinang
Mini Hydro Power Plant
Lebong, Bengkulu
Bypass-B Road, Bandar
Lampung
23
24
25
Water Supply Project,
Jakarta
18
Underpass Project,
Cibubur, Jakarta
27
Ciliwung River
Normalization, Jakarta
Electrical Substation at
Kalibaru Port, Tanjung Priok
28
Pembiayaan dan Investasi
Floating, Storage
Offloading, Madura
40
Coal Gasification Power
Plant, West Kutai
Fuel Main Transit Terminal,
Tuban, East Java
41
Coal-Fired Power Plant, Tanah
Grogot, East Kalimantan
Mud Flow in Sidoarjo,
East Java
42
Urban Flood Control System,
Wonokromo, East Java
43
Panaran Gas-Fired
Power Plant, Batam
14
16
15
38
50
River Kujang Drainase
Project, Samarinda
Tugu Station and Pedestrian
Revitalization, Yogyakarta
Ambarawa Southern
Ring Road, Central Java
32
Bajulmati Reservoir,
Banyuwangi
33
Oil Refinery,
Bojonegoro, East Java
Bulk Port, Gresik
Umbulan Water
Supply, East Java
Pengembangan Proyek
37
38
39
Irrigation Project,
Sangkup, North Sulawesi
Arar Port Project,
Sorong
47
53
54
Road Project, Klamono
Kambuaya, Sorong
55
49
Bridge Project, Kali
Api, Manokwari
56
48
54
Bridge Wariki Project,
Manokwari
Floating, Storage Offloading,
Natuna, Riau Islands
Grindulu Project,
Madiun, East Java
Bendo Reservoir,
Ponorogo, East Java
LPG Storage
Terminal, Semarang
36
Mini Hydro Power Plant,
Mobuya, North Sulawesi
52
Mini Hydro Power Plant
Banjarnegara, Central Java
Pipeline Construction,
Tuban, East Java
Marisa Port,
Gorontalo
51
Container Port Project
Development and Supporting
Facilities at Palaran Port,
East Kalimantan
53
46
17 34 23
19
18
20
32
Sea Port, Cilegon
22
31
30
21
24 26
27
29 33 35
Wind Energy Power Plant, Sumba
25 28
45
and Lebak
Coal-Fired Power Plant
Project, Gorontalo
52
50
51
40 42 43
44
39
41
57
Wundulako Irrigation, Kolaka,
Southeast Sulawesi
49
Coal Train, East
Kalimantan
44
37
11 13
12
31
26
35
8
10
11
30
Bulk Port,
Tuban, East
Java
Soekarno Hatta Airport
Rail Link
36
9
Mini Hydro Power Plant
South Solok, West Sumatera
29
34
1
6 3
4 5
7
Mini Hydro Power Plant
South Solok, West Sumatera
Mass Rapid Transit
Project, Surabaya
45
Teraju-Batas Balai
Bekuak Road, Sanggau
Investment Planning Project at
Lombok Airport (Development)
46
Pumbiu River Bridge,
West Sulawesi
Logistic Indobarambai Gas
Methane, Banjarmasin
47
Gerak Tempe Reservoir,
Wajo, South Sulawesi
Lampeong Waterway
Project, North Barito
48
Jeneponto-Bantaeng
Road, South Sulawesi
Jasa Konsultasi/Advisory
57
55
Logistic Murphy
Semai Oil, Fakfak
56
Dekai-Oksibil Road
Project, Papua
Passenger Terminal Project at
Supadio Airport, Pontianak, West
Kalimantan
Proyek dengan tulisan berhighlight merupakan proyek
selama tahun 2014
• BTS Tower, Shelter
trouhgout Indonesia
• Working Capital in
Telecommunication
5
Distribusi Portofolio SMI dalam Sektor Ketenagalistrikan
Hydro Power Plant 2x90MW,
Asahan, North Sumatera
Hydro Power Plant
2x5MW, Humbahas,
North Sumatera
Coal Gasification Power
Plant 6 MW, West Kutai
Coal Fired Power Plant 2x7,5 MW,
Tanah Grogot, East Kalimantan
Mini Hydro Power Plant
2x5MW, Tara Bintang,
North Sumatera
Coal Fired Power Plant
2x12,5 MW Project,
Gorontalo
Wind Energy Power Plant, Sumba,
West Nusa Tenggara and Lebak,
Banten
Combined Cycle
Power Plant 82,1 MW,
Panaran, Batam
Gas Fire Power
Plant 2x35, Tanjung
Uncang, Batam
Mini Hydro Power Plant
7,5MW South Solok,
West Sumatera
Mini Hydro Power Plant
Lebong 3x3,3 MW,
Bengkulu
Mini Hydro Power Plant
2x1MW Lebak, Banten
Mini Hydro Power Plant
0,3 MW Banjarnegara,
Central Java
Mini Hydro Power Plant 3x1 MW,
Mobuya, North Sulawesi
6
Pembiayaan di Proyek Pembangkit Listrik
Corporate Finance
Electricity
Supply
PLN
(Off taker)

Entitas telah menjaga kegiatan bisnis yang
berkesinambungan

Sumber pengembalian: dari arus kas entitas, tidak
termasuk ke dalam suatu proyek tersendiri

Analisa risiko: analisa terhadap kinerja entitas
terdahulu termasuk operasional, finansial, track
record dan reputasi.

Tidak dibutuhkan pembiayaan melalui SPV
(Special Purpose Vehicle)

Tenor: minimum 5 tahun

Proyek belum dalam tahap operasional

Sumber pengembalian: arus kas yang dihasilkan dari
proyek

Analisa risiko: analisa dokumen kontrak, studi
kelayakan, legal/ teknis due diligence, dan penyusunan
konsolidasi model finansial

Pembiayaan melalui Special Purpose Vehicle (SPV)

Sumber tambahan dari sponsor, seperti Recourse from
sponsors: i.e., jaminan penyelesaian, dukungan,
kekurangan kas

Panjang tenor: lebih dari 8 tahun
Payment
Private
Company
Payment
Debt Service
Service
Contractors
Financing
Lenders
Project Finance
Sponsors
Electricity
Supply
PLN
(Off taker)
Payment
Recourse
Payment
Special Purpose
Vehicle
Debt
Service
Contractors
Service
Financing
Lenders
7
Studi Kasus: Investasi Pembangkit Listrik (Renewable Energy)
Low
Low to Medium
Medium
Medium to High
High
• Proven Offtaker*
• Certain/Regulated Pricing (<10
MW)
• Simple procurement
Offtaker :
PT Perusahaan
Listrik Negara (PLN)
Water Supply
• Isu keberlanjutan level debit
air (curah hujan,dll)
• Catchment area
• Akses lokasi yang sulit,
mempengaruhi konstruksi
• Equity terbatas
• Fleksibilitas pendanaan terbatas
(akses perbankan dan sumber
dana lain)
Sponsor
• Umumnya menjadi satu
dengan sponsor
• Manajemen bersifat
tradisional
Operator
Power Plant
Machine Supplier
• Maintenance rendah
Tidak banyak bank atau
insitusi pembiayaan lain
yang tertarik memberikan
pembiayaan ke proyekproyek pembangunan
Bank
Pemerintah
Kontraktor
• Menengah ke bawah
• Kemampuan manajemen
proyek belum teruji
• Kurangnya kemampuan untuk
menangani cost overrun
• Perizinan
• Lahan
(Pembebasan,
atau Izin
Pinjam Pakai
Kehutanan)
• Grid reliability
Konsultan Penyiapan
Proyek
• Small and medium class
• Feasibility study kurang
komprehensif (probabilitas
perubahan design dan cost
overrun meningkat)
8
Pertimbangan lender dalam pelaksanaan
proyek Renewable Energy
Tantangan
 Akses kepada kondisi
lapangan
 Ketersediaan fasilitas
logistik (pelabuhan,
jalan)
 Sumber data primer
lapangan (data tahunan
tidak tersedia)
 Ketersediaan
perusahaan kontruksi
dan material lokal
Faktor
Risiko
 Land/site contractual risk
 Capital cost over-run:
perizinan, logistik
(fasilitas transport),
tertundanya konstruksi,
grid interconnection, dll
 Teknologi: umur
penggunaan dan
efisiensi dari modul dan
peralatan, grid reliability
 Financial viability dari
PLN (PPA jangka
panjang)
 Bencana alam: banjir,
kebakaran, gempa bumi
Tarif
 Feed in Tariff eksisting
tidak menarik untuk
investor mencakup risiko
dan menggapai financial
return (ROR > 15%)
 Pasokan teknologi
bergantung dari luar
negeri
Penghalang
Keterlibatan
 Transfer kapasitas dan
teknologi: investor lokal
tidak berpengalaman
dalam membangun dan
mengoperasikan utility
scale plants,
membutuhkan partner
yang berpengalaman
 Proses pembelajaran
yang rendah, rendahnya
keterlibatan pasar
 Keterbatasan akses
kepada teknologi yang
efisien
9
Peran PT SMI dalam Proyek KPS
Penyiapan Proyek
Identifikasi dan
Penetapan
Proyek
Pembiayaan
Pengadaan
Konsultan
Kajian
Kelayakan
Pelelangan
(Investasi)
Evaluasi &
Penetapan
Pemenang
Financial
Close &
Pengelolaan
Kontrak
Jaminan
Pihak
pelaksana
Pemerintah
(Bappenas/KPPIP)
Bappenas/PPP Unit Kementerian Keuangan/SMI
 SMI
 IIGF
Produk/
Jasa
Evaluasi usulan
potensial proyek
KPS
 Penyiapan Proyek KPS
 Jasa Konsultasi untuk transaksi proyek
 Pembiayaan: SMI
 Jaminan: IIGF
Output
 PPP Book
 Unsolicited PPP
Projects
 Outline Business Case (OBC)
 Pre Feasibility Study
 Tender Process (PQ-RFQ-Selection)
Financial Close
Tanggung
jawab
proyek
Penanggung Jawab Proyek Kerjasama (PJPK):
• Kementerian/ Lembaga
• Pemda
• BUMN
Pemegang
Konsesi
(Badan Usaha
Pemenang Lelang)
12
Pengembangan Proyek KPS yang sedang berjalan oleh PT SMI
Proyek Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM) Umbulan adalah
proyek
yang
memanfaatkan
keberadaan mata air Umbulan.
Tujuan
proyek
tersebut
mengalirkan debit air sebesar
4.000 liter/detik dari mata air
Umbulan ke daerah penerima
manfaat yaitu Pasuruan, Sidoarjo,
Surabaya dan Gresik dengan
sistem pemompaan dan pipa
transmisi sepanjang 97 km.
Proyek KPS KA Bandara merupakan
proyek penyelenggaraan sarana dan
prasarana
perkeretaapian
dari
Bandara Halim Perdanakusuma ke
Bandara
Soekarno
Hatta,
KA
Bandara ini adalah KA ekspres
dengan pelayanan premium yang
disediakan untuk calon penumpang
pesawat terbang.
Proyek KPS Batam bertujuan untuk
memberikan
solusi
dalam
menangani permasalahan sampah
di Kota Batam, sebagai dampak
pertumbuhan
populasi
dan
sentralisasi
industri.
Proyek
pengelolaan
sampah
dimaksud
mencakup
pengelolaan
tempat
pembuangan
akhir
dengan
menggunakan teknologi Waste to
Energy.
Status: proses lelang
Perkiraan biaya proyek:
+ Rp 2 triliun
Status: Pre-FS terselesaikan
Perkiraan biaya proyek :
+ Rp 20 triliun
Status : Final Business Case
Perkiraan biaya proyek :
+ Rp 1-1,5 triliun
13
Tahapan Pelaksanaan KPS
Seleksi &
Prioritisasi Proyek
• Analisis
kebutuhan (need
analysis)
• identifikasi dan
penetapan
prioritas proyek
• Analisis Value for
Money
Studi
Kelayakan
& Uji Tuntas
• Studi Kelayakan
• Identifikasi
kebutuhan
dukungan
Pemerintah
• Analisis Resiko
• Pemilihan bentuk
KPS
• Uji Tuntas
• Penetapan untuk
dapat ditenderkan
• Market Sounding
Proses
Tender
• Penyiapan
dokumen Lelang
• Penetapan cara
evaluasi
• Pembentukan
Panitia
(Transaction
Team)
• Proses Lelang
• Evaluasi Tender
• Penetapan Calon
Pemenang
Negosiasi
• Checklist negosiasi
• Pembentukan Tim
Negosiasi
• Negosiasi draft
perjanjian
kerjasama
• Negosiasi alokasi
risiko
• Penetapan
Pemenang
Manajemen
Kontrak
• Financial closing
• Konstruksi
• Commissioning
• Operasi
• Monitoring
• Pengalihan di
akhir masa
konsesi (jika ada)
14
Kenapa Perlu Penyiapan Kelayakan Proyek?
1
Pemerintah perlu diyakinkan bahwa proyek telah layak secara teknis,
ekonomis maupun finansial dan tidak memiliki risiko ataupun dampak
negatif sosial dan lingkungan yang besar
2
Kebutuhan atas dukungan fiskal dari pemerintah dalam bentuk apapun
berikut pilihannya harus diketahui dan dianalisis
3
Pemerintah perlu memiliki informasi selengkap mungkin atas penyusunan
dokumen penawaran
4
Guna keperluan lanjut pelaksanaan negosiasi, PJPK harus memiliki
kelengkapan informasi yang sama dengan pihak penawar agar dapat
memperkuat posisi tawarnya
15
Apa saja yang tercakup dalam “pra-studi kelayakan proyek KPS”?
Kajian Hukum
• Analisa
kelembagaan
• Analisa
peraturan
perundangundangan
Kajian Teknis
• Analisa teknis
• Penyiapan
tapak
• Rancangan
bangun awal
• Spesifikasi
kelauaran
Kajian
Kelayakan
(Ekonomi &
Keuangan)
• Analisa biaya
manfaat sosial
• Analisa pasar
• Analisa
keuangan
• Analisa risiko
Kajian Sosial &
Lingkungan
• Analisa awal
dampak
lingkungan
• Analisa sosial
• Rencana
pemukiman
kembali
Kajian
Dukungan dan
Jaminan
Pemerintah
• Dukungan
pemerintah
• Jaminan
pemerintah
Kajian Bentuk
Kerjasama
Dalam
Penyiadaan
Infrastruktur
• Bentuk
kerjasama
Rancangan Pengadaan Badan Usaha
Rancangan Ketentuan (term-sheet) Perjanjian Kerjasama
16
Lesson Learned Penyiapan Proyek KPS
Kategori
SPAM Umbulan
Kapasitas dan Kapabilitas
PJPK
•
•
•
Tim teknis PJPK juga memliliki tugas rutin kedinasan yang menjadi tanggung jawab masing-masing
Beberapa keputusan teknis diambil dengan paradigma pengadaan tradisional
Pemberian KPI dan pinalti dapat menjadikan proyek berjalan secara lebih optimal
Pengalaman Pengadaan &
standar dokumen
•
Belum adanya standarisasi dokumen dan proses pembelajaran yang masih berlangsung oleh semua pihak
mengakibatkan perbedaan pendekatan, kedalaman dan sudut pandang, serta inkonsistensi penerapan kebijakan
dalam penyiapan proyek
Capacity Building
•
Akuisisi Lahan
•
Penerapan UU 2/2012 masih dalam tahap pembuktian terutama mengingat lokasi proyek di daerah padat dan
komersial sehingga proses pengadaan lahan menjadi relatif kompleks
Perizinan & Koordinasi
(clearing house)
•
Dibutuhkan peran clearing house untuk mengatasi kebutuhan sinkronisasi dan koordinasi terkait proses perijinan
Penjaminan
•
Pemahaman atas konsep penjaminan
Dukungan Pemerintah
(Kepastian atas proses)
•
Percepatan keputusan dam perkuatan dalam penyusunan usulan VGF
Visi Penggunaan KPS &
Penyamaan Persepsi
•
Perlunya penetapan KPS sebagai modalitas pembangunan infrastruktur utama dan penyamaan persepsi dari
seluruh stakeholders
Identifikasi & Seleksi
(proses penetapan)
•
•
•
•
Proses identifikasi dan seleksi selayaknya dilakukan secara transparan dan komprehensif
Pemilihan proyek harus disertai dengan pemikiran kompleksitas eksekusi seperti jumlah stakeholders yg terlibat
Proses penyiapan proyek KPS idealnya diselesaikan sebelum tahap transaksi dimulai
Penetapan didasarkan atas dokumen studi ekonomi dan VFM dari pemerintah
Kerangka Hukum
(harmonisasi & perkuatan)
•
•
•
Belum lengkapnya peraturan-peraturan petunjuk pelaksanaan penyiapan KPS (e.g. peraturan keuangan daerah)
Penyelarasan regulasi sektoral dengan regulasi KPS harus dilakukan (e.g. AMDAL)
Belum lengkapnya peraturan-peraturan penyelenggaran penyiapan KPS (e.g. regress)
Ekonomi, Sosial, dan
Lingkungan
•
Kelayakan lingkungan seharusnya dikaji secara holistik (keseluruhan proyek), tidak hanya diperlakukan sebagai
kelengkapan administrasi
Perlu dipertimbangkan penerapan standar internasional bagi proyek KPS yang memerlukan pembiayaan
internasional
•
21
Terima Kasih
Disclaimer
All information presented were taken from multiple sources and
considered as true by the time they were written to the knowledge of
PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero). PT Sarana Multi
Infrastruktur (Persero) can not be held responsible from any
inacuracy contained in the material. PT SMI follows all internal and
external guidelines and regulations that govern the evaluation
process on determining the financing feasibility of an infrastructure
project. Every decision to finance or not to finance a project is
therefore based on a responsible and thorough due diligence
process.
Any complaint in the process of financing irregularities can be
submitted to:
Ms. Astried Swastika
Corporate Secretary PT SMI
Tel : +62 21 5785 1499
Fax : +62 21 5785 4298
Email : [email protected]
Public complaints on PT SMI service will be kept strictly confidential
and handled by a special committee to ensure that complaints are
addressed appropriately.
Download