SAPI SUMBA ONGOLE MEMILIKI DAYA TARIK ISTIMEWA Sapi lokal untuk bahan penggemukan semakin langka, setelah sapi PO, simetal, limousine sekarang banyak feedlot mencari bakalan dari jenis sapi Bali, sapi Madura, sapi kupang, dan sapi Sumba Ongole. Sapi Sumba Ongole ( SO ) adalah sapi ongole asli Indonesia berasal dari Sumba, Nusa Tenggara Timur dengan perawakan seperti sapi ongole ( jawa ), warna asli putih, memiliki rangka dan perfoma produksi yang lebih baik dari sapi ongole. Frame yang tinggi panjang, bertanduk, perototan dan pertulangan kuat. Di daerah asalnya sapi ini diperlihara dalam lahan penggembalaan ( ranch ) dengan panasnya sinar matahari di area ribuan hektar, pemilik sapi biasanya memiliki ratusan ekor sapi dan menandai sapinya dengan sobekan di telinga atau dengan cap bakar di paha. Kelebihan pemeliharaan system ranch di sana adalah mendukung pembentukan rangka yang panjang karena sapi bisa exercise dengan cukup, mendapatkan vitamin D cukup dari sinar matahari, dan mendapatkan sebagian mineral ( Ca ) dari tanah atau bebatuan di sekitar ranch. Kelemahan dari system ranch adalah tingginya kejadian inbreeding, recording reproduksi dan produksi relative susah, susahnya kontrol penyakit parasiter ( cacing ), sapi kecil akan selalu kalah dalam kompetisi perebutan pakan. Pada musim kemarau, ranch akan sangat kekurangan air, akibat dari asupan air yang rendah akan terjadi kekurangan rumput, rendahnya perfoma reproduksi dan produksi, meningkatnya kematian pedet karena susu induk yang kurang mencukupi. Kurangnya rumput dan air pada musim kemarau menyebabkan menurunya kondisi fisik sapi sehingga kejadian penyakit meningkat seperti demam tiga hari ( Bovine Epiferal Fever ), kekurusan ( skinny ) dan weakness ( kelemahan ). Saat musim kemarau terjadi peningkatan kejadian masuknya benda asing ( kain, plastik, kayu, lidi, paku, kawat ) ke dalam tubuh sapi yang dapat mengganggu fungsi alat pencernakan, jantung, paru paru dan system organ lain. Penggemukan SO Mobilisasi sapi Sumba Ongole dari Sumba ke Jawa untuk tujuan penggemukan sudah berjalan lebih dari 20 tahun yang lalu. Sapi dibawa melaui kapal laut melewati pelabuhan di Surabaya, dan dibawa ke Jawa, di Jawa Barat penampungan sementara sapi banyak dilakukan di Tambun, Bekasi sebelum dibawa ke feedlot masing masing antara lain di Subang, Bandung, Sukabumi, Bogor, atau Banten. Para pengusaha penggemukan memilih sapi SO untuk penggemukan karena memiliki beberapa keuntungan seperti: sapi SO mudah beradaptasi dengan pakan penggemukan dengan system koloni, sapi dalam koloni baru dalam pen akan cepat mengenal kawan dalam satu koloni, tidak banyak terjadi perkelahian antar sapi ( hanya 1-2 hari ). Tahap awal penggemukan dimulai dari penimbangan masing masing sapi untuk menentukan grade berdasarkan berat badan, pen, dan target pakan. Pemberian multi vitamin dan obat cacing sangat membantu meningkatkan kecernaan pakan yang dikonversi menjadi daging. Fase pakan dibedakan menjadi 3 yaitu starter ( DOF 1 – 10 ), grower ( 11-60 hari ), dan Finisher ( 60 hari – waktu jual ). Persentase hijauan tinggi pada saat starter dan akan terus dikurangi sampai finisher / waktu jual, pakan konsentrat diberikan sebaliknya yaitu dari sedikit dan menigkat secara bertahap. Pada awal 2008, sapi yang dikelola di feedlot mempunyai rangka yang panjang panjang dan bobot badan awal 400 – 600 kg ( masuk dalam kelas Heavy – ekstra heavy ). Kecilnya angka penyusutan karena transportasi ( < 2% ) dan average feed intake yang selalu meningkat dari hari ke hari ( 2,3 % - 2,6 % dry matter intake ) menghasilkan perfoma yang luar biasa. Dalam jangka waktu pemeliharaan ( Days On Feed ) 90 hari SO jantan, akan didapatkan kenaikan berat badan 1.6 – 2.0 kg / ekor/ hari, dan rata rata karkas yang dihasilkan di atas 52.5%. Para jagal dan penjual daging sangat menyukai hasil panen penggemukan SO karena selain % karkas tinggi juga tekstur daging yang padat, sedikit atau tanpa lemak dan kematangan daging ( berwarna merah ) yang sangat pas untuk produksi bakso. Pada 2008 harga sapi SO jantan masih berkisar Rp. 22.500 – Rp. 23.000 dan indukan ( cow ) Rp. 18.000 – Rp. 19.000 /kg berat badan hidup. Pada saat itu harga karkas masih sekitar Rp. 45.000,00, sehingga apabila sapi berat 400 kg ( 400 X Rp. 22.500 = Rp.9.000.000,00 ) dipotong mendapatkan 53% karkas ( 212 kg ) seharga Rp. 9.540.000,00 artinya ada keuntungan Rp. 540.000,00 / ekor bagi jagal. Akhir akhir ini, sapi bakalan yang datang dari Sumba relative lebih kecil kecil ( 250 kg ) dan kondisi badan yang kurang ideal. Sapi dengan berat 250 – 300 kg ini termasuk dalam kategori light – ekstra light, membutuhkan waktu pemeliharaan yang lebih lama yaitu di atas 120 hari. Kenaikan berat badan yang dihasilkan lebih rendah hanya sekitar 1.0 – 1.1 kg/ekor/hari, begitu juga karkas yang didapatkan hanya 50% saja. Makin rendahnya grade sapi bakalan yang masuk ke kandang penggemukan mengindikasikan telah terkurasnya sapi bakalan dengan bobot besar, meningkatnya kejadian inbreeding, atau populasi ternak tidak diimbangangi jumlah pakan yang tersedia terlebih pada musim kemarau. Kondisi awal sapi SO bakalan masih kurus Sapi SO hasil penggemukan siap potong Pengembang biakan SO ( Breeding ) Semakin menurunnya kualitas sapi SO dan makin tingginya kebutuhan sapi lokal untuk bakalan penggemukan, menuntut pengusaha ternak untuk mengembangbiakan sapi SO dengan system intensif melalui perbaikan managemen pemeliharaan, perkawinan, pakan dan budidaya. Pengembangbiakan sapi SO secara intensif ditujukan untuk pemurnian dan masih menggunakan perkawinan alami. Sapi SO memiliki perfoma reproduksi yang sangat baik, hasil budidaya yang kami dapatkan kebuntingan > 90 % dengan rataan perkawinan 1-2 kali, mas produktif sampai 10 tahun, jarak antar kelahiran 12 – 13 bulan. Dalam perkembangan transfer embrio, sapi SO berreaksi sangat memuaskan terhadap superovulasi pada produksi embrio seperti yang pernah kami lakukan menghasilkan 20 buah embrio fertile kualitas excellent. Perfoma keturunan yang dihasilkan meliputi pertumbuhan yang lebih cepat, pada keturunan betina akan mencapai masa pubertas pada umur 13 bulan dengan berat badan 280 kg, dan berat badan indukan bisa mencapai 500kg. Pada beberapa pengamatan pemeliharaan, sapi SO tingkat reproduksinya sangat jelek di daerah yang dingin di dataran tinggi. Pemberian pakan untuk breeding tidak membutuhkan pakan dengan kualitas terbaik. Hal ini selain untuk memperkecil biaya untuk produksi pedet juga karena sapi SO memiliki kecernaan yang baik terhadap pakan yang diberikan. Pakan untuk pemeliharaan sapi breeding yang kami berikan meliputi konsentrat 1- 3 kg ( protein kasar 10-11 %, TDN 65% ) dan rumput lapangan atau jerami fermentasi dengan sedikit supplement vitamin E dan Selenium sudah sangat mencukupi. Kondisi induk dan pedet yang telah bunting Dari ranch di Sumba Pedet hasil breeding dengan pola intensif Jerami fermentasi sebagai pakan breeding Dara siap kawin umur 13 bulan berat 280 kg Dalam dialognya di media electronic beberapa waktu yang lalu, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, Sekda NTT, KTNA, dan para ahli peternakan dan pertanian berkomitmen penuh untuk memajukan pengembangan sapi Sumba Ongole. Dalam penjelasannya, Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan mengatakan akan mengkombinasikan manajemen pemeliharaan dan bionutrisi untuk mengdapatkan hasil optimal, sementara factor kekeringan pada musim kemarau yang bisa membuat kematian pedet hingga 60% akan ditanggulangi dengan pembuatan sarana dan prasarana sumber air. Balai Inseminasi Buatan di daerah atau milik kementrian pusat juga sudah waktunya untuk memproduksi semen beku SO sehingga akan cepat menyebar luas ke seluruh pesosok Indonesia. Semoga kerja keras yang sinergis mampu mengangkat Sumba Ongole menjadi problem solving bagi ketergantungan Import. Amieen.. Drh. Joko Susilo Medis Veteriner Balai Penyidikan dan Pengujian Veteriner Regional III Lampung Direktorat Kesehatan Hewan, Dirjennak Keswan Kementrian Pertanian RI