BioSMART Volume 4, Nomor 2 Halaman: 11-17 ISSN: 1411-321X Oktober 2002 Isolasi dan Karakterisasi Gen Homolog LEAFY/FLORICAULA pada Jati (Tectona grandis L.f.) Isolation and characterization of a LEAFY/FLORICAULA homologue gene of teak (Tectona grandis L.f) 1 NITA ETIKAWATI1, ADI PANCORO2 Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126 2 Program Studi Biologi FMIPA Institut Teknologi Bandung Diterima: 27 Mei 2002. Disetujui: 31 Juli 2002 ABSTRACT LEAFY (LFY) gene is one of the genes that has been known to be responsible for the initiation of flowering in Arabidopsis and this gene is conserved in Angiosperm. The 3’ end of LFY/FLO homologue gene of teak (Tectona grandis L.f.) has been successfully isolated using 3’RACE-PCR strategy. Analysis of the 577 base pair 3’RACE-PCR product using the data base from GenBank revealed that the sequence had strong similarity with FLORICAULA (FLO) gene from Antirrhinum majus and from other species of herbs and woods. It indicated that the gene was responsible to control flowering and included in the LFY/FLO genes family. Comparison of the predicted amino acid sequence of teak LFY/FLO homologue with the homologue from other species revealed high homology at the carboxyl end. Key words: isolatation, characterization, LEAFY/FLORICAULA homologue gene, teak (Tectona grandis L.f). PENDAHULUAN Transisi dari fase vegetatif ke fase generatif merupakan peristiwa penting dalam perkembangan tumbuhan berbunga. Transisi ini dilakukan tumbuhan berbunga yang sudah dewasa (Moore, 1989), serta dikontrol faktor-faktor eksternal dan internal (Lea dan Leegood, 1993; Levy dan Dean, 1998; Pineiro dan Coupland, 1998; Koornneef et al., 1998; Hempel et al., 2000). Sejauh ini proses transisi fase vegetatif ke generatif belum banyak dipahami (Koornneef et al., 1998), namun dari hasil studi fisiologi pembungaan telah dibuat tiga model pengaturan pembungaan. Model pembungaan pertama didasarkan pada konsep florigen, suatu hormon yang bertindak sebagai sinyal pembungaan dan akan segera menginduksi pembungaan apabila ditransmisikan dari daun ke tunas apikal. Pada kondisi fotoperiodisme yang cocok, daun akan memproduksi florigen, yang selanjutnya dikirim ke tunas apikal melalui floem. Usaha mengisolasi florigen dari floem telah banyak dilakukan, namun sampai saat ini belum berhasil, sehingga memunculkan model pembungaan kedua (Moore, 1989; Levy dan Dean, 1998). Model pembungaan kedua didasarkan pada hipotesis penyebaran makanan pada tumbuhan. Perlakuan yang ditujukan untuk menginduksi pembungaan menyebabkan peningkatan jumlah hasil asimilasi yang dikirim ke tunas apikal (Levy dan Dean, 1998). Model pembungaan ketiga adalah kontrol multifaktor, yang melibatkan sejumlah promotor dan inhibitor. Proses pembungaan dapat terjadi karena interaksi faktor lingkungan dan gen. Gen-gen tertentu bertanggung jawab menginduksi atau menghambat pembungaan, sedang gengen lainnya berinteraksi dengan lingkungan atau beraksi secara otonom (Levy dan Dean 1998; Pineiro dan Coupland, 1998; Koornneef et al., 1998; Hempel et al., 2000). Analisis genetik pembungaan Pisum sativum dan Arabidopsis mendukung model pembungaan ini. Gen-gen yang terlibat dalam proses transisi dari fase vegetatif ke generatif keduanya telah berhasil diisolasi, serta dapat dibedakan menjadi gen penghambat dan penginduksi pembungaan (Weller et al., 1997; Koornneef et al., 1998; Pineiro dan Coupland, 1998). Pada Arabidopsis terdapat gen-gen kunci dalam proses pembungaan, antara lain gen LEAFY (LFY). Gen ini akan mengaktivasi gen-gen yang mengatur organogenesis bunga, yaitu gen AGAMOUS (AG) dan APETALA3 (AP3) (Weigel dan Nilsson, 1995). Penelitian Blasquez et al. (1997) menunjukkan bahwa ekspresi gen LFY sudah cukup untuk inisiasi pembungaan. Gen ini juga berperan memantapkan identitas primordia bunga sehingga tidak kembali ke fase vegetatif. Menurut Page et al. (1999) gen LFY dan APETALA1 (AP1) bertanggung jawab dalam penentuan status suatu meristem. Pada Arabidopsis terdapat pengaturan ekspresi gen LFY secara kuantitatif untuk mengatur waktu pembungaan pertama. Pada kondisi hari panjang gen LFY diekspresikan selama perkembangan tumbuhan bahkan pada tahap awal perkembangan vegetatif. Ekspresi akan meningkat tajam menjelang terjadinya pembungaan. Pada kondisi hari pendek, ekspresi gen LFY sangat rendah dan akan meningkat secara bertahap selama pertumbuhan vegetatif (Blasquez et al., 1997). © 2002 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta 12 BioSMART Vol. 4, No. 2, Oktober 2002, hal. 11-17 Gen LFY merupakan suatu gen yang terkonservasi. Penelitian pada berbagai tumbuhan menunjukkan adanya gen yang homolog dengan gen ini, seperti gen FLORICAULA (FLO) pada Antirrhinum, gen Eucalyptus LeaFy (ELF) pada Eucalyptus, dan gen NEEDLY pada Pinus radiata (Weigel dan Nilsson, 1995; Southerton et al., 1998; Mouradov et al., 1998). Gen LFY diekspresikan baik pada fase vegetatif maupun generatif. Pengaturan gen dapat dilakukan apabila karakterisasinya diketahui, sebagai langkah awal perlu dilakukan isolasi. Berdasarkan data-data di atas, tidak tertutup kemungkinan jati (Tectona grandis L.f.) juga memiliki gen LFY yang homolog dengan tanaman lain, sehingga dapat dilakukan isolasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi daerah 3’ gen homolog LFY/FLO pada jati dengan cara mengamplifikasi daerah 3’ cDNA menggunakan primer DNA yang dirancang dari daerah gen homolog LFY/FLO yang memiliki homologi tinggi. pada suhu 53oC selama 1 menit dan pemanjangan pada suhu 72oC selama 1½ menit. Proses diakhiri dengan satu siklus pemanjangan pada suhu 72oC selama 5 menit. Hasil PCR1 digunakan sebagai cetakan untuk nested-PCR. Komponen nested-PCR A (50 mM Tris-Cl, 125 mM KCl 10xdapar PCR; 3,75 mM MgCl2; 0,666 mM dNTP mix; 0,66 µM GSP2; 0,66 µM UAP; Produk PCR1; air deionisasi steril) dimasukkan ke dalam tabung 200 µl steril, kemudian dimasukkan ke mesin PCR. Selanjutnya dilakukan predenaturasi pada suhu 94oC selama 2 menit, lalu ditambah dengan komponen nested-PCR B (50 mM Tris-Cl, 125 mM KCl 10xdapar PCR 3,75 mM MgCl2; 2-3 U Taq DNA polimerase; air deionisasi steril), dicampur, kemudian tabung dimasukkan kembali ke mesin PCR. Proses amplifikasi dilanjutkan dengan 35 siklus denaturasi pada suhu 94oC selama 1 menit, penempelan primer pada suhu 52oC selama 1 menit dan pemanjangan pada suhu 72oC selama 1½ menit. Proses diakhiri dengan satu siklus pemanjangan pada suhu 72oC selama 5 menit. BAHAN DAN METODE Penyambungan hasil PCR dengan vektor Hasil nested PCR dimurnikan dengan QIAquick PCR purification kit (Qiagen). Selanjutnya hasil pemurnian disambungkan ke vektor. Hasil nested PCR sebanyak 2 µl yang telah dimurnikan, 50 ng vektor pAMP1, 1x annealing buffer (20mM Tris-Cl; 50 mM KCl; 1,5 mM MgCl2) sebanyak 1µl dan 1 unit urasil deoksiglikosilase (UDG) dicampur dalam tabung 1,5 ml, kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu 37oC. Hasil reaksi sebanyak 5 µl digunakan untuk transformasi. Bahan penelitian Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah jati (Tectona grandis L.f.) yang ditanam di kampus ITB Bandung. Bagian tanaman yang diteliti adalah daun muda, tunas perbungaan, serta tunas vegetatif pada bagian apikal dan lateral cabang. Isolasi RNA Isolasi RNA mengacu pada Lessard et al. (1997) yaitu dengan menggunakan guanidium isotiosianat. Selanjutnya RNA total yang diperoleh dimurnikan dengan litium klorida (Gibco). Sebanyak 5 g hasil pemurnian digunakan untuk sintesis untai cDNA yang pertama. RACE-PCR Sistem 3’RACE-PCR yang digunakan adalah 3’ rapid amplification of cDNA ends kit (Gibco). Sistem ini meliputi sintesis untai cDNA, PCR1 dan nested-PCR. RNA total sebanyak 11 µl (5 µg RNA total) dilakukan transkripsi balik dengan menggunakan enzim reverse transkriptase (“Superscript II RT”). PCR1 dan nested-PCR dilakukan dengan metode hot start PCR. Primer untuk PCR1 dan nested-PCR dirancang dengan menambahkan dUMP pada ujung 5. Urutan basa GSP1 (LFY1) sebagai berikut: 5’CAUCAUCAUCAUATGMGICAYTAYGTICAYTGYTA YGC-3’, sedang urutan basa GSP2 (LFY2) adalah 5’CAUCAUCAUCAUCA YTGYTAYGCIYTICAYTG-3’. Komponen PCR A (20 mM Tris-Cl, 50 mM KCl 10xdapar PCR; 1,5 mM MgCl2; 2,5 mM dNTP mix; 0,6 µM GSP2; 0,26 µM UAP; cDNA; air deionisasi steril) dimasukkan ke dalam tabung 200 µl steril, kemudian dimasukkan ke mesin PCR. Selanjutnya dilakukan predenaturasi pada suhu 94oC selama 2 menit, kemudian ditambah dengan komponen PCR B (20 mM Tris-Cl, 50 mM KCl 10xdapar PCR; 1,5 mM MgCl2; 0,5 U Taq DNA polimerase; air deionisasi steril). Setelah dicampur, tabung dimasukkan kembali ke mesin PCR dan dilanjutkan dengan 35 siklus denaturasi, penempelan primer dan pemanjangan. Denaturasi pada suhu 94oC selama 1 menit, penempelan Transformasi DNA Transformasi DNA dilakukan sesuai prosedur CloneAmp pAmp1 System for Rapid Cloning of Amplification Products kit (Gibco). Sebanyak 50 µl sel kompeten dari kit (E. coli DH5α) ditambah dengan 3 µl hasil ligasi, dicampur, dan diinkubasi dalam es selama 30 menit. Kemudian dilakukan kejutan panas dengan cara memasukkan tabung pada penangas suhu 37oC selama 20 detik, lalu dipindahkan ke dalam es selama 2 menit. Selanjutnya ditambah 0,95 ml medium SOC (2% bacto tryptone; 0,5% bactoyeast extract; 10 mM NaCl; 2,5 mM KCl; 20 mM Mg2+; 20 mM glukosa) pada suhu kamar. Tabung diagitasi selama 1 jam pada suhu 37oC dengan kecepatan 250 rpm. Selanjutnya kultur sebanyak 100 µl ditumbuhkan ke dalam medium Luria Bertani (LB) padat yang mengandung 100 µg/ml amfisilin, 100 µl IPTG dan 20 µl Xgal. Cawan petri diinkubasi semalam pada suhu 37oC. Koloni tunggal yang berwarna putih susu diambil secara aseptik untuk diisolasi plasmidnya. Prosedur isolasi plasmid menggunakan metode dari Xiang et al. (1994). Selanjutnya dilakukan pemotong-an plasmid dengan enzim EcoR1 dan BamH1 untuk melihat apakah plasmid mengandung sisipan yang diharapkan. Sekuensing DNA Sekuensing DNA dilakukan di Lembaga Biologi Molekular Eijkman, Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Dua jenis plasmid dari hasil transformasi yang berisi sisipan yang berbeda disekuensing untuk dianalisis urutan DNA-nya. ETIKAWATI dan PANCORO – Gen LFY/FLO pada Tectona grandis 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi RNA Hasil isolasi RNA disa jikan pada Gambar 1A dan 1B. A B Gambar 1. A. Elektroferogram hasil isolasi RNA total daun, bunga dan tunas jati. Keterangan: (1) 18,5 µg RNA total daun, (2) 30,15 µg RNA total bunga, (3) 11µg RNA total tunas; B. Elektroferogram hasil purifikasi RNA total dengan litium klorida Keterangan: (1) 11,5 µg RNA daun, (2) 15,5 µg RNA bunga, (3) 5,5 µg RNA tunas. Analisis urutan DNA Urutan DNA yang diperoleh dibandingkan dengan database dari GenBank untuk mengetahui apakah DNA yang diperoleh adalah gen LFY. Perbandingan dilakukan dengan fasilitas internet menggunakan program Basic Local Alignment Search Tool (BLAST) dari National Center for Biotechnology Information (NCBI) (Alphey, 1997; Scholer, 1998). Multiple alignment DNA dan asam amino dilakukan dengan menggunakan program Clustal X. Metode ini dipakai untuk mengetahui kesamaan antara potongan gen yang diperoleh dengan gen kelompok yang sama dari spesies lain. Gambar 2. Elektroferogram Hasil PCR 1. Keterangan: (1), (2) cetakan diencerkan 10 x; (3), (4) cetakan tanpa pengenceran; (5) ladder 100 pb; (6) cetakan diencerkan 25 x; (7) cetakan dengan pengenceran 50 x; (8) cetakan diencerkan 100 x; (9) cetakan diencerkan 200x. Tanda panah menunjukkan jalur yang digunakan sebagai cetakan untuk “nested” PCR. 3’RACE-PCR Metode 3’RACE merupakan teknik yang digunakan untuk memperpanjang daerah ujung 3’ dari suatu gen dengan menggunakan mRNA sebagai cetakan. Sistem RACE yang dipakai memberikan fasilitas cetakan dari RNA total, sehingga tidak perlu dilakukan pemurnian mRNA dari RNA total. Pada sistem ini kloning hasil PCR menggunakan sistem UDG dengan vektor kloning pAMP1. Penambahan 5’-CAUCAUCAUCAU-3’ pada ujung 5’ dari kedua primer dimaksudkan agar hasil PCR memiliki ujung yang komplemen dengan vektor pAMP1. Pada kedua tahap PCR digunakan metode hot start PCR. Metode tersebut dipilih karena hasil amplifikasi yang diperoleh relatif lebih spesifik. Penambahan enzim Taq DNA polimerase dilakukan setelah denaturasi cetakan, hal ini cukup riskan karena kemungkinan kontaminasi saat penambahan enzim cukup besar (Newton dan Graham, 1997). Hasil PCR yang pertama disajikan pada Gambar 2, tampak banyak sekali pita yang diperoleh, hal ini menunjukkan bahwa hasil PCR1 masih belum spesifik. Jalur yang memiliki pita agak jelas yaitu jalur 1, 6 dan 8 dipilih sebagai cetakan untuk nested PCR. Hasil nested PCR disajikan pada Gambar 3, pita yang didapatkan sudah lebih spesifik. Pada jalur 6 Gambar 3, pita yang didapatkan jauh lebih spesifik dari hasil PCR yang pertama. Jalur 3, 4, 5 dan 7 menunjukkan pita yang jauh lebih jelas dari pada jalur yang lain, selanjutnya jalur tersebut dipurifikasi menggunakan kit dari Qiagen yaitu QIAquick PCR purification. Hasil purifikasi disajikan pada Gambar 4, selanjutnya hasil purifikasi tersebut disambungkan ke vektor pAMP1 dengan metode UDG. Gambar 3. Elektroferogram hasil amplifikasi “nested”-PCR. Keterangan: (1) ladder 100 pb; (2) cetakan dari jalur 1 PCR1 tanpa pengenceran; (3) cetakan dari jalur1 PCR1 pengenceran 10 x; (4) cetakan dari jalur 6 PCR1 tanpa pengenceran; (5) cetakan dari jalur 6 PCR1 pengenceran 10 x; (6) cetakan dari jalur 8 PCR1 tanpa pengenceran; (7) cetakan dari jalur 8 PCR1 pengenceran 10 x. Tanda panah menunjukkan jalur yang dipurifikasi. 14 BioSMART Vol. 4, No. 2, Oktober 2002, hal. 11-17 Gambar 4. Hasil purifikasi nested PCR dengan QIAquick PCR Purification (Qiagen). Keterangan: (1) hasil purifikasi jalur 3 dan 4 nested PCR; (2) hasil purifikasi jalur 5 dan 7 nested PCR. Gambar 5. Elektroferogram hasil pemotongan plasmid dengan enzim EcoR1 dan BamH1. Keterangan: (1) ladder 100 pb; (2) plasmid yang tidak dipotong; (3) plasmid dengan sisipan panjang 640 pb; dan (4) plasmid dengan sisipan panjang 520 pb. Kloning dengan sistem UDG. Sistem UDG kit dari Gibco digunakan untuk mengkloning 3’RACE. Hasil PCR direaksikan dengan UDG sehingga akan dihasilkan ujung 3’ overhang yang komplemen dengan ujung 5’ dari vektor pAMP1, sehingga penyambungan hasil PCR dengan vektor dapat dilakukan. Selanjutnya dilakukan transformasi vektor rekombinan ke inang. Transformasi dilakukan pada bakteri E. coli DH5α dengan efek kejutan panas. Hasil transformasi yang didapatkan tidak seperti yang diharapkan. Jumlah koloni yang tumbuh pada cawan rata-rata hanya dua koloni dan berwarna putih. Ketidakberhasilan transformasi ini diduga disebabkan tabung yang digunakan pada saat optimasi pertumbuhan sel terlalu kecil (1,5 ml), sehingga proses aerasi tidak optimal dan bakteri tidak dapat tumbuh dengan baik. Karger et al. (1997) melakukan percobaan transformasi dengan menggunakan tabung berbagai bentuk dan ukuran, hasil percobaan menunjukkan bahwa efisiensi transformasi tertinggi diperoleh bila digunakan tabung polipropilen berukuran 11x17 mm dan waktu untuk kejutan panas adalah 45 detik (bervariasi antara 30-90 detik). Selanjutnya dilakukan pengulangan transformasi karena bentuk dan ukuran tabung mempengaruhi keberhasilan transformasi, maka tabung untuk optimasi pertumbuhan sel digunakan tabung polipropilen, namun hasil yang didapatkan masih tetap sama. Kemungkinan besar penyebab ketidakberhasilan transformasi ini adalah kondisi sel kompeten E. coli DH5α dari kit sudah tidak bagus, sehingga kemampuan untuk hidup menjadi rendah. Koloni putih yang diperoleh dari hasil transformasi diduga merupakan koloni yang positif mengandung sisipan, karena vektor pAMP1 memiliki dua penanda yaitu gen resisten terhadap amfisilin dan gen lacZ. Adanya sisipan menyebabkan gen lacZ tidak dapat mengkode βgalaktosidase, sehingga X-gal tidak dapat diubah menjadi galaktosa dan substansi yang berwarna biru. Langkah pertama yang dilakukan adalah isolasi plasmid dari koloni yang berwarna putih (Xiang et al, 1994). Setelah plasmid Gambar 6. Urutan basa dari DNA sisipan 1 (472 pb). Gambar 7. Urutan basa dari DNA sisipan 2 (577 pb). ETIKAWATI dan PANCORO – Gen LFY/FLO pada Tectona grandis berhasil diisolasi dilakukan pemotongan dengan enzim restriksi EcoR1 dan BamH1 untuk mengetahui apakah plasmid yang diperoleh mengandung sisipan atau tidak. Hasil pemotongan plasmid disajikan pada Gambar 5, plasmid yang diperoleh mengandung dua sisipan dengan panjang sekitar 520 dan 640 pb. Sekuensing DNA Sekuensing DNA dilakukan untuk mengetahui urutan DNA sisipan, sehingga dapat diketahui apakah urutan DNA tersebut merupakan gen LFY atau bukan. Urutan DNA sisipan yang diperoleh memiliki panjang masing-masing 472 dan 577 pb (Gambar 6 dan 7). Pada sisipan 2 kodon stop ditunjukkan pada urutan basa ke 320. Adanya ekor poli-A pada urutan basa tersebut menunjukkan bahwa urutan DNA yang diperoleh merupakan hasil dari 3’RACE-PCR. Sequences producing significant alignments : gb| M55525.1| AMAFLO gb| AF181663.1| AF181663 gb| U16174.1| NTNFL2S3 gb| AF197936.1| AF197936 gb| U16172.1| NTNFL1S3 gb| AF034806.1| AF034806 gb| AF030171.1| AF030171 gb| U93196.1| PBU93196 gb| AF059320.1| AF059320 emb| Z18362.1| BOBOFHA gb| AF106841.1| AF106841 dbj| AB022667.1| AB022667 Antirrhinum majus flouricaula (flo) mRNA, … Actinidia deliciosa leafy/flouricaula, … Nicotiana tabacum NFL2 protein gene, e … Lycopersicon esculentum FLOURICAULA/L … Nicotiana tabacum NFL1 protein gene, e … Eucalyptus globulus subsp. Globulus … Petunia x hybrida ALF protein (alf) … Populus balsamifera subsp. trichocarpa … Cucumis sativus transcription activa … Brassica oleracea gene encoding BOFH … Gnetum gnemon GnegnLFY protein (Gneg … Gnetum parvifolium GpLFY mRNA, comp … 15 Score (bits) 163 139 131 127 127 119 117 86 82 74 58 58 E Value 9E-38 1E-30 3E-28 5E-27 5E-27 1E-24 5E-24 2E-14 3E-13 6E-11 4E-06 4E-06 Gambar 6. Hasil analisis DNA sisipan (577 pb) dengan GenBank. Score E (bits) Value Sequences producing significant alignments sp | P23915 | FLO_ANTMA FLORICAULA PROTEIN ALF PROTEIN (ABERRANT LEAF AND FLOWER P…. sp | 022621 | ALF_PETHY FLORICAULA/LEAFY HOMOLOG 1 (NFL1) sp | 040504 | FL1_TOBAC FLORICAULA/LEAFY HOMOLOG 2 (NFL2) sp | 040504 | FL2_TOBAC UNIFOLIATA PROTEIN sp | 048559 | UNI_PEA sp | 004064 | FLLH_POPTR FLORICAULA/LEAFY HOMOLOG LEAFY PROTEIN sp | 000958 | LFY_ARATH sp | 005536 | BOFH_BRAOL PUTATIVE TRANSCRIPTION FACTOR BOHF LEAFY/FLOURICAULA HOMOLOG FL1 (ELF1) sp | 064953 | FL1_EUCGL PUTATIVE TRANSCRIPTION FACTOR FL (RFL) sp | 024175 | FL_ORYSA FLORICAULA/LEAFY-LIKE PROTEIN (PRFLL) sp | 004116 | FLL_PINRA sp | 004407 | NEED_PINRA FLORICAULA/LEAFY-LIKE PROTEIN FL1 (NEE… 182 177 170 168 166 166 155 152 148 139 131 128 2E-46 6E-45 8E-43 2E-42 2E-41 2E-41 2E-38 3E-37 2E-36 1E-33 5E-31 4E-30 Analisis urutan basa DNA Analisis urutan basa yang pertama kali dilakukan adalah dengan membandingkan kedua urutan DNA yang diperoleh (472 dan 577 pb). Perbandingan dengan program Gambar 7. Hasil analisis asam amino yang diperoleh dengan GenBank. Genetyx-Mac menunjukkan bahwa kedua urutan DNA tersebut 70,92% identik, perbedaan pada dasarnya terletak pada daerah ekor poli-A. Untuk analisis tinggi dengan protein FLO Antirrhinum majus. Selanjutnya dilakukan multiple alignment DNA dan selanjutnya digunakan urutan DNA dengan panjang 577 asam amino dengan program Clustal X untuk melihat pb. Selanjutnya untuk mengetahui apakah urutan basa yang kesamaan dengan DNA dan asam amino kelompok diperoleh adalah gen LFY, maka dilakukan analisis dengan LFY/FLO dari spesies lain. Hasil alignment dengan protein database dari GenBank dengan fasilitas internet ELF1 dari Eucalyptus globulus, BOFH dari Brassica menggunakan program BLAST dari NCBI oleracea, LFY dari Arabidopsis thaliana, PTLF dari (www.ncbi.nlm.nih.gov). Hasil analisis dengan GenBank Populus balsaminefera, FLO dari Antirrhinum majus, NFL menunjukkan bahwa urutan basa sisipan 2 (577 pb) yang dari Nicotiana tabacum, ALF dari Petuniaxhybrida, dan diperoleh memiliki kesamaan yang tinggi dengan urutan UNI dari Pisum sativum disajikan pada Gambar 10. Asam amino yang diperoleh memiliki kesamaan tinggi basa gen kelompok LFY/FLO spesies-spesies lain dari kelompok pohon dan herba (Gambar 8). Urutan basa pada daerah ujung karboksil (C). Pada ujung C dari gensisipan 2 memiliki tingkat kesamaan yang paling tinggi gen tersebut terdapat bagian-bagian yang sangat terkonserdengan gen FLO Antirrhinum majus. Hasil tersebut vasi, asam amino pada daerah ini hampir semuanya identik. menunjukkan bahwa urutan DNA yang diperoleh Protein LFY/FLO memiliki daerah yang kaya prolin pada ujung N dan memiliki daerah yang kaya asam di tengahmerupakan kelompok gen LFY/FLO. Analisis selanjutnya adalah dengan membandingkan tengah urutan asam amino (Alvarez dan Smith, 1994). urutan asam amino yang diperoleh dengan cara translasi Motif tersebut menunjukkan bahwa protein LFY/FLO balik sisipan 2 dengan asam amino dari kelompok berperan sebagai faktor transkripsi. Namun berhubung LFY/FLO spesies lain, hasilnya menunjukkan bahwa urutan asam amino yang didapat baru sebagian kecil saja tingkat kesamaan asam amino yang diperoleh dengan asam maka motif dari protein yang diperoleh belum dapat dilihat, amino kelompok LFY/FLO cukup tinggi (Gambar 9). namun dapat diketahui bahwa urutan yang diperoleh Potongan protein yang diperoleh memiliki kesamaan paling memiliki kesamaan yang tinggi pada daerah ujung C. BioSMART Vol. 4, No. 2, Oktober 2002, hal. 11-17 16 CLUSTAL X (1.8) multiple sequence alignment: UNI PTLF NFL ALF ELF1 BOFH LFY FLO Jati MDPDAFTASLFKWDPRTVLSTAPSPRPQLLDYAVTPTTAP---------MTYHPARLPRE MDPEAFTASLFKWDTR---AMVPHPN-RLLEMVPPPQQPP---------AAAFAVR-PRE MDPEAFSASLFKWDPR---GAMPPPT-RLLEAAVAPPPPPPALPPPQPLSAAYSIK-TRE MDPEAFSASLFKWDPR---GAMPPPN-RLLEAVAPPQPPPPPLPPPQPLPPAYSIR-TRE -DPEAF--------------------------------------------AVVGLR---T -DPEGFTSGLFRWNPTRVMVQAPTPI--PPPQQQSPATPQ---------TAAFGMR---MDPEGFTSGLFRWNPTRALVQAPPPV--PPPLQQQPVTPQ---------TAAFGMR---MDPDAF---LFKWDHR---TALPQPN-RLLDAVAPPPPPPPQ-------APSYSMR-PRE ------------------------------------------------------------ UNI PTLF NFL ALF ELF1 BOFH LFY FLO Jati LGGLEELFQAYGIRYYTAAKIAELGFTVSTLVDMKDDELDDMMNSLSQIFRWDLLVGERY LCGLEELFQAYGIRYYTAAKIAELGFTVNTLLDMKDEELDEMMNSLSQIFRWDLLVGERY LGGLEELFQAYGIRYYTAAKIAELGFTVNTLLDMKDEELDDMMNSLSQIFRWELLVGERY LGGLEEMFQAYGIRYYTAAKITELGFTVNTLLDMKDDELDDMMNSLSQIFRWELLVGERY MGGLEELFEAYGIRYLTASRIAEMGFTANTLLDMKEEELDDMMNSLSHIFRWDLLVGERY LGGLEGLFGPYGVRFYTAAKIAELGFTASTLVGMKDEELEDMMNSLSHIFRWELLVGERY LGGLEGLFGPYGIRFYTAAKIAELGFTASTLVGMKDEELEEMMNSLSHIFRWELLVGERY LGGLEELFQAYGIRYYTAAKIAELGFTVNTLLDMRDEELDEMMNSLCQIFRWDLLVGERY ------------------------------------------------------------ UNI PTLF NFL ALF ELF1 BOFH LFY FLO Jati GIKAAIRAERRRLDEEEI----KRRGLLSGDT-----TNALDALSQE----GLSEEPVVQ GIKAAVRAERRRLDEEDP----RRRQLLSGDNN----TNTLDALSQE----GFSEEPVQQ GIKAAIRAERRRLEEEEL----RRRGHLLSDGG----TNALDALSQE----GLSEEPVQQ GIKAAIRAERRRLEEEEG----RRR-HILSDGG----TNVLDALSQE----GLSEEPVQQ GIKAAIRAERRRLLEADD-----RRHHLHSTD-----HALLDALSHQ----GLSEEQVVQ GIKAAVRAERRRLQEEEEEESSRRRHLLLSAAGDSGTHLALDALSQEDDWTGLSQEPVQH GIKAAVRAERRRLQEEEEEESSRRRHLLLSAAGDSGTHHALDALSQEDDWTGLSEEPVQQ GIKAAVRAERRRIDEEEV----RRRHLLLGDT-----THALDALSQE----GLSEEPVQQ ------------------------------------------------------------ UNI PTLF NFL ALF ELF1 BOFH LFY FLO Jati R-EKEAMGSGGGST---WEVAVVEERRKRQQIRRRRMKM-----KG----NDHGENEEGE --DKEAAGSGGRGT---WEAVAAGERKK--QSGRK---------KG----QRKVVDLDGD Q-EREAVGSGGGGTT--WEVVAAAGGGRMKQRRRKKVVAAGREKRGGASAEEDEETEEGQ Q-EREAAGSGGGGTA--WEVVAP-GGGRMRQRRRKKVVVG-RERRG-SSMEEDEDTEEGQ HSEKDQLGRAGSGD----TAGTSWGAQQQRKKHRHRH--------HITAMKGAATEEDEE QDQTDAAGINGGGRGGYWEAGQTTIKKQQQRRRKKR----------LYVSETDDDGNEGE QDQTDAAGNNGGGGSGYWDAGQGKMKKQQQQRRRKKP--------MLTSVETDEDVNEGE --EKEAMGSGGGGVGGVWEMMGAGGRKAPQRRRKNYKGR-----SRMASMEEDDDDDDDE ------------------------------------------------------------ UNI PTLF NFL ALF ELF1 BOFH LFY FLO Jati EEE-EDNIS---GGGVGGGERQREHPFIVTEPAEVARGKKNGLDYLFHLYEQCREFLIQV DE------H---GGAIC--ERQREHPFIVTEPGEVARGKKNGLDYLFHLYEQCRDFLIQV ED--DWNIN-DASGGIS--ERQREHPFIVTEPGEVARGKKNGLDYLFHLYEQCRDFLIQV EDNEDYNINNEGGGGIS--ERQREHPFIVTEPGEVARGKKNGLDYLFHLYEQCRDFLIQV DEEEVEEMR-----------RQREHPFIVTEPGEVARGKKNGLDYLFHLYDQCRDFLLQV DDDGMDIVNG---SGVGM-ERQREHPFIVTEPGEVARGKKNGLDYLFHLYEQCREFLLQV DDDGMDNGNG--GSGLGT-ERQREHPFIVTEPGEVARGKKNGLDYLFHLYEQCREFLLQV TEGAEDDEN-----IVS--ERQREHPFIVTEPGEVARGKKNGLDYLFHLYEQCRDFLIQV ------------------------------------------------------------ UNI PTLF NFL ALF ELF1 BOFH LFY FLO Jati QAIAKERGEKCPTKVTNQVFRYAKKAGASYINKPKMRHYVHCYALHCLDEEVSNELRRGF QSIAKERGEKCPTKVTNQVFRYAKKAGASYINKPKMRHYVHCYALHCLDEDASNALRRAF QNIAKERGEKCPTKVTNQVFRYAKKAGASYINKPKMRHYVHCYALHCLDEEASNALRRAF QNIAKERGEKCPTKVTNQVFRFAKKAGASYINKPKMRHYVHCYALHCLDEDASNALRRAF QSLAKERGEKCPTKVTNQVFRYAKKAGASYINKPKMRHYVHCYALHCLDEHASNALRKSF QTIAKDRGEKCPTKVTNQVFRYAKKSGANYINKPKMRHYVHCYALHCLDEEASNALRSAF QTIAKDRGEKCPTKVTNQVFRYAKKSGASYINKPKMRHYVHCYALHCLDEEASNALRRAF QTIAKERGEKCPTKVTNQVFRYAKKAGANYINKPKMRHYVHCYALHCLDEAASNALRRAF -----------------------------------------CYALHCLDEATSNALRRAF *********.** **.* UNI PTLF NFL ALF ELF1 BOFH LFY FLO Jati KERGENVGAWRQACYKPLVAIAAR-QGWDIDAIFNAHPRLSIWYGPTKLRQLCHAERNGKERGENVGAWRQACYKPLVAIASR-QGWDIDSIFNAHPRLAIWYVPTKLRQLCYAERNSKERGENVGAWRQACYKPLVAIAAR-QGWDIDTIFNAHPRLAIWYVPTKLRQLCHSERSNA KERGENVGAWRQACYKPLVAIAAR-QGWDIDAIFNGHPRLSIWYVPTKLRQLCHSERSNKERGENVGAWRQACYHPLVTIAGRRAGWDIDAIFNAHPRLCIWYVPTKLRQLCHAHRHSS KVRGENVGSWRQACYKPLVDIACR-HGWDIDAVFNAHPRLSIWYVPTKLRQLCHLERNNA KERGENVGSWRQACYKPLVNIACR-HGWDIDAVFNAHPRLSIWYVPTKLRQLCHLERNNA KERGENVGAWRQACYKPLVAIAAR-QGWDIDTIFNAHPRLSIWYVPTKLRQLCHAERSSA KERGENVGAWRQACYKPLVAVAAR-QGWDIDAIFNAHPRLSIWYVPTKLRQLCHAERSS* ******:******:***:* * *****::**.****.*** ********:.*. ETIKAWATI dan PANCORO – Gen LFY/FLO pada Tectona grandis UNI PTLF NFL ALF ELF1 BOFH LFY FLO Jati --AAASSSVSFGT---THLPF----------------------------------------ATSSSSVSGTG---GHLPF--------------------------------------AAAAASSSVSGGGGGGDHLPHF-------------------------------------AAAAASTSVSGGG--VDHLPHF-------------------------------------ASAASSASTSTSAPTAHHLELPY------------------------------------EAAAATLVGGISCRDRLRLDALGFN----------------------------------VAAAAALVGGISCTGSSTSGRGGCGGDDLRF----------------------------AVAATSSITGGGP--ADHLPF--------------------------------------CNAATSSITAAAG--VDHLPFIVIFDRWPLYFLYISLVKETSFSSGRSNSTMFTFLVKPS *::: . UNI PTLF NFL ALF ELF1 BOFH LFY FLO Jati --------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------NFLSEGIGWVKHKVTNLKFRIGIGAK 17 Gambar 10. Hasil multiple alignment potongan protein homolog LFY/FLO jati dengan kelompok protein LFY/FLO. Protein UNI dari Pisum sativum, protein PTLF dari Populus balsaminefera, protein NFL dari Nicotiana tabacum, protein ALF dari Petuniaxhybrida, protein ELF1 dari Eucalyptus globulus, protein BOFH dari Brassica olearacea, protein LFY dari Arabidopsis thaliana dan protein FLO dari Antirrhinum majus. Tanda bintang menunjukkan semua asam amino identik, tanda hubung menunjukkan adanya gap, tanda titik dua menunjukkan adanya dua asam amino yang tidak identik, tanda titik menunjukkan satu asam amino yang tidak identik. Gen yang diperoleh dengan metode ini baru sebagian maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut sehingga dapat diperoleh gen yang utuh. 5’RACE-PCR dapat dilakukan untuk memperpanjang daerah ujung 5’. Hasil dari 3’RACE dapat digabungkan dengan 5’RACE sehingga akan didapatkan cDNA yang utuh. Hasil dari 3’ RACE dapat digunakan untuk merancang primer untuk reverse transkriptase-PCR (RT-PCR), dengan RT-PCR tersebut dapat diperoleh cDNA yang utuh. Gen yang utuh (intron dan ekson) dapat diperoleh dengan membuat pustaka genom. Sekrining dapat dilakukan dengan menggunakan hasil dari 3’RACE-PCR sebagai probe. Proses regulasi ekspresi gen LFY pada jati dapat dipelajari apabila gen yang utuh berhasil diisolasi. KESIMPULAN Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa urutan DNA yang diperoleh diidentifikasi sebagai gen yang termasuk ke dalam kelompok gen LFY/FLO yang bertanggungjawab dalam mengontrol pembungaan dan gen yang diperoleh masih merupakan potongan ujung 3’ gen homolog LFY/FLO jati. DAFTAR PUSTAKA Alphey, L. 1997. DNA Sequencing from Experimental Methods to Bioinformatics. Berlin: BIOS Scientific Publishers Ltd. Alvarez, J. and D.R. Smyth. 1994. Flowering in Arabidopsis an Atlas of Morphology and Development. Edited by J. Bowman. Berlin: Springer-Verlag. Blasques, M.A., L.N. Soowal, I. Lee, and D. Weigel. 1997. LEAFY expression and flower initiation in Arabidopsis. Development 124: 3835-3844. Hempel, F.D., D.R. Welch, and L.J. Feldman. 2000. Floral induction and determination: where is flowering controlled? Trends in Plant Science 5 (1): 17-21. Karger, D.B., S. Rollins, and D.S. Link. 1997. Competents cells: large volume transformations. In Focus. Life Technologies tm. 19 (2). Koornneef, M., C. Alonso-Blanco, J.M. Peeters, and W. Soppe. 1998. Genetic control of flowering time in Arabidopsis. Plant Molecular Biology 49: 345-370. Lea, P.J. and R.C. Leegood. 1993. Plant Biochemistry and Molecular Biology. New York: John Wiley and Sons. Lessard, P., V. Decroocq, and M. Thomas. 1997. Extraction of RNA, cloning and substractive hybridisation. In Clarck, M.S. (ed.). Plant Molecular Biology, a Laboratory Manual. Berlin: Springer-Verlag. Levy, Y.Y. and C. Dean. 1998. Transition to flowering. The Plant Cell 10: 1973-1989. Moore, T.C. 1989. Biochemistry and Physiology of Plant Hormones. Berlin: Springer-Verlag. Mouradov, A., T. Glassick, B. Hamdorf, L. Murphy, B. Fowler, S. Maria, and R.D. Teasdale. 1998. Needly, a Pinus radiata ortholog of FLORICAULA/LEAFY genes, expressed in both reproductive and vegetative meristem. Plant Biology 95: 6537-6542. Newton, R. and A. Graham. 1997. PCR. Berlin: Springer BIOS Scientific Publisher. Page, T., R. Macknigth, C.H. Yang, and C. Dean, 1999. Genetic interactions of the Arabidopsis flowering time gene FCA, with genes regulating floral initiation. The Plant Journal 17 (3): 231- 239. Pineiro and G. Coupland. 1998. The control of flowering time and floral identity in Arabidopsis. Plant Physiology 117: 1-8. Scholer, G.D. 1998. BLAST sequence alignment dan database searching. In Bioinformatic A Practical Guide to the Analysis of Genes and Proteins. Edited by Baxwanis, A.D. and B.F.F. Oveilette. New York: John Wiley and Sons, Inc Southerton, S.G., S.H. Strauss, M.R. Olive, R.L. Harcourt, V. Decroocq, X. Zhu, D.J. Llewellyn, W.J. Peacock, and E.S. Dennis. 1998. Eucalyptus has a functional equivalent of the Arabidopsis floral meristem identity gene Leafy. Plant Molecular Biology 37.897-910. Weigel, D. and O. Nilsson. 1995. A developmemtal switch sufficient for flower initiation in diverse plant. Nature 377: 495-500. Weller, J.L., J.B. Reid, S.A. Taylor, and I.C. Murfet. 1997. The genetic control of flowering in pea. Trends in Plant Science 2 (11): 412-418. Xiang, C., H. Wang, P. Sjiel, P. Berger, and D.J. Guerra. 1994. A modified alkaline lysis miniprep protocol using a single microcentrifuge tube. BioTechniques 17 (1): 30-32.