Isolasi dan Karakterisasi Gen Homolog LEAFY

advertisement
BioSMART
Volume 4, Nomor 2
Halaman: 11-17
ISSN: 1411-321X
Oktober 2002
Isolasi dan Karakterisasi Gen Homolog LEAFY/FLORICAULA pada Jati
(Tectona grandis L.f.)
Isolation and characterization of a LEAFY/FLORICAULA homologue gene of teak
(Tectona grandis L.f)
1
NITA ETIKAWATI1, ADI PANCORO2
Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta 57126
2
Program Studi Biologi FMIPA Institut Teknologi Bandung
Diterima: 27 Mei 2002. Disetujui: 31 Juli 2002
ABSTRACT
LEAFY (LFY) gene is one of the genes that has been known to be responsible for the initiation of flowering in Arabidopsis and this
gene is conserved in Angiosperm. The 3’ end of LFY/FLO homologue gene of teak (Tectona grandis L.f.) has been successfully isolated
using 3’RACE-PCR strategy. Analysis of the 577 base pair 3’RACE-PCR product using the data base from GenBank revealed that the
sequence had strong similarity with FLORICAULA (FLO) gene from Antirrhinum majus and from other species of herbs and woods. It
indicated that the gene was responsible to control flowering and included in the LFY/FLO genes family. Comparison of the predicted
amino acid sequence of teak LFY/FLO homologue with the homologue from other species revealed high homology at the carboxyl end.
Key words: isolatation, characterization, LEAFY/FLORICAULA homologue gene, teak (Tectona grandis L.f).
PENDAHULUAN
Transisi dari fase vegetatif ke fase generatif merupakan
peristiwa penting dalam perkembangan tumbuhan
berbunga. Transisi ini dilakukan tumbuhan berbunga yang
sudah dewasa (Moore, 1989), serta dikontrol faktor-faktor
eksternal dan internal (Lea dan Leegood, 1993; Levy dan
Dean, 1998; Pineiro dan Coupland, 1998; Koornneef et al.,
1998; Hempel et al., 2000). Sejauh ini proses transisi fase
vegetatif ke generatif belum banyak dipahami (Koornneef
et al., 1998), namun dari hasil studi fisiologi pembungaan
telah dibuat tiga model pengaturan pembungaan.
Model pembungaan pertama didasarkan pada konsep
florigen, suatu hormon yang bertindak sebagai sinyal
pembungaan dan akan segera menginduksi pembungaan
apabila ditransmisikan dari daun ke tunas apikal. Pada
kondisi fotoperiodisme yang cocok, daun akan
memproduksi florigen, yang selanjutnya dikirim ke tunas
apikal melalui floem. Usaha mengisolasi florigen dari
floem telah banyak dilakukan, namun sampai saat ini
belum
berhasil,
sehingga
memunculkan
model
pembungaan kedua (Moore, 1989; Levy dan Dean, 1998).
Model pembungaan kedua didasarkan pada hipotesis
penyebaran makanan pada tumbuhan. Perlakuan yang
ditujukan untuk menginduksi pembungaan menyebabkan
peningkatan jumlah hasil asimilasi yang dikirim ke tunas
apikal (Levy dan Dean, 1998).
Model pembungaan ketiga adalah kontrol multifaktor,
yang melibatkan sejumlah promotor dan inhibitor. Proses
pembungaan dapat terjadi karena interaksi faktor
lingkungan dan gen. Gen-gen tertentu bertanggung jawab
menginduksi atau menghambat pembungaan, sedang gengen lainnya berinteraksi dengan lingkungan atau beraksi
secara otonom (Levy dan Dean 1998; Pineiro dan
Coupland, 1998; Koornneef et al., 1998; Hempel et al.,
2000). Analisis genetik pembungaan Pisum sativum dan
Arabidopsis mendukung model pembungaan ini. Gen-gen
yang terlibat dalam proses transisi dari fase vegetatif ke
generatif keduanya telah berhasil diisolasi, serta dapat
dibedakan menjadi gen penghambat dan penginduksi
pembungaan (Weller et al., 1997; Koornneef et al., 1998;
Pineiro dan Coupland, 1998).
Pada Arabidopsis terdapat gen-gen kunci dalam proses
pembungaan, antara lain gen LEAFY (LFY). Gen ini akan
mengaktivasi gen-gen yang mengatur organogenesis bunga,
yaitu gen AGAMOUS (AG) dan APETALA3 (AP3)
(Weigel dan Nilsson, 1995). Penelitian Blasquez et al.
(1997) menunjukkan bahwa ekspresi gen LFY sudah cukup
untuk inisiasi pembungaan. Gen ini juga berperan
memantapkan identitas primordia bunga sehingga tidak
kembali ke fase vegetatif. Menurut Page et al. (1999) gen
LFY dan APETALA1 (AP1) bertanggung jawab dalam
penentuan status suatu meristem.
Pada Arabidopsis terdapat pengaturan ekspresi gen
LFY secara kuantitatif untuk mengatur waktu pembungaan
pertama. Pada kondisi hari panjang gen LFY diekspresikan
selama perkembangan tumbuhan bahkan pada tahap awal
perkembangan vegetatif. Ekspresi akan meningkat tajam
menjelang terjadinya pembungaan. Pada kondisi hari
pendek, ekspresi gen LFY sangat rendah dan akan
meningkat secara bertahap selama pertumbuhan vegetatif
(Blasquez et al., 1997).
© 2002 Jurusan Biologi FMIPA UNS Surakarta
12
BioSMART Vol. 4, No. 2, Oktober 2002, hal. 11-17
Gen LFY merupakan suatu gen yang terkonservasi. Penelitian pada berbagai tumbuhan menunjukkan adanya gen
yang homolog dengan gen ini, seperti gen FLORICAULA
(FLO) pada Antirrhinum, gen Eucalyptus LeaFy (ELF)
pada Eucalyptus, dan gen NEEDLY pada Pinus radiata
(Weigel dan Nilsson, 1995; Southerton et al., 1998;
Mouradov et al., 1998). Gen LFY diekspresikan baik pada
fase vegetatif maupun generatif.
Pengaturan gen dapat dilakukan apabila karakterisasinya diketahui, sebagai langkah awal perlu dilakukan isolasi. Berdasarkan data-data di atas, tidak tertutup kemungkinan jati (Tectona grandis L.f.) juga memiliki gen LFY
yang homolog dengan tanaman lain, sehingga dapat dilakukan isolasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan
mengkarakterisasi daerah 3’ gen homolog LFY/FLO pada
jati dengan cara mengamplifikasi daerah 3’ cDNA
menggunakan primer DNA yang dirancang dari daerah gen
homolog LFY/FLO yang memiliki homologi tinggi.
pada suhu 53oC selama 1 menit dan pemanjangan pada
suhu 72oC selama 1½ menit. Proses diakhiri dengan satu
siklus pemanjangan pada suhu 72oC selama 5 menit. Hasil
PCR1 digunakan sebagai cetakan untuk nested-PCR.
Komponen nested-PCR A (50 mM Tris-Cl, 125 mM
KCl 10xdapar PCR; 3,75 mM MgCl2; 0,666 mM dNTP
mix; 0,66 µM GSP2; 0,66 µM UAP; Produk PCR1; air
deionisasi steril) dimasukkan ke dalam tabung 200 µl steril,
kemudian dimasukkan ke mesin PCR. Selanjutnya
dilakukan predenaturasi pada suhu 94oC selama 2 menit,
lalu ditambah dengan komponen nested-PCR B (50 mM
Tris-Cl, 125 mM KCl 10xdapar PCR 3,75 mM MgCl2; 2-3
U Taq DNA polimerase; air deionisasi steril), dicampur,
kemudian tabung dimasukkan kembali ke mesin PCR.
Proses amplifikasi dilanjutkan dengan 35 siklus denaturasi
pada suhu 94oC selama 1 menit, penempelan primer pada
suhu 52oC selama 1 menit dan pemanjangan pada suhu
72oC selama 1½ menit. Proses diakhiri dengan satu siklus
pemanjangan pada suhu 72oC selama 5 menit.
BAHAN DAN METODE
Penyambungan hasil PCR dengan vektor
Hasil nested PCR dimurnikan dengan QIAquick PCR
purification kit (Qiagen). Selanjutnya hasil pemurnian
disambungkan ke vektor. Hasil nested PCR sebanyak 2 µl
yang telah dimurnikan, 50 ng vektor pAMP1, 1x annealing
buffer (20mM Tris-Cl; 50 mM KCl; 1,5 mM MgCl2)
sebanyak 1µl dan 1 unit urasil deoksiglikosilase (UDG)
dicampur dalam tabung 1,5 ml, kemudian diinkubasi
selama 30 menit pada suhu 37oC. Hasil reaksi sebanyak 5
µl digunakan untuk transformasi.
Bahan penelitian
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah
jati (Tectona grandis L.f.) yang ditanam di kampus ITB
Bandung. Bagian tanaman yang diteliti adalah daun muda,
tunas perbungaan, serta tunas vegetatif pada bagian apikal
dan lateral cabang.
Isolasi RNA
Isolasi RNA mengacu pada Lessard et al. (1997) yaitu
dengan menggunakan guanidium isotiosianat. Selanjutnya
RNA total yang diperoleh dimurnikan dengan litium
klorida (Gibco). Sebanyak 5 g hasil pemurnian digunakan
untuk sintesis untai cDNA yang pertama.
RACE-PCR
Sistem 3’RACE-PCR yang digunakan adalah 3’ rapid
amplification of cDNA ends kit (Gibco). Sistem ini meliputi
sintesis untai cDNA, PCR1 dan nested-PCR. RNA total
sebanyak 11 µl (5 µg RNA total) dilakukan transkripsi
balik dengan menggunakan enzim reverse transkriptase
(“Superscript II RT”). PCR1 dan nested-PCR dilakukan
dengan metode hot start PCR. Primer untuk PCR1 dan
nested-PCR dirancang dengan menambahkan dUMP pada
ujung 5. Urutan basa GSP1 (LFY1) sebagai berikut: 5’CAUCAUCAUCAUATGMGICAYTAYGTICAYTGYTA
YGC-3’, sedang urutan basa GSP2 (LFY2) adalah 5’CAUCAUCAUCAUCA YTGYTAYGCIYTICAYTG-3’.
Komponen PCR A (20 mM Tris-Cl, 50 mM KCl
10xdapar PCR; 1,5 mM MgCl2; 2,5 mM dNTP mix; 0,6
µM GSP2; 0,26 µM UAP; cDNA; air deionisasi steril)
dimasukkan ke dalam tabung 200 µl steril, kemudian
dimasukkan ke mesin PCR. Selanjutnya dilakukan
predenaturasi pada suhu 94oC selama 2 menit, kemudian
ditambah dengan komponen PCR B (20 mM Tris-Cl, 50
mM KCl 10xdapar PCR; 1,5 mM MgCl2; 0,5 U Taq DNA
polimerase; air deionisasi steril). Setelah dicampur, tabung
dimasukkan kembali ke mesin PCR dan dilanjutkan dengan
35 siklus denaturasi, penempelan primer dan pemanjangan.
Denaturasi pada suhu 94oC selama 1 menit, penempelan
Transformasi DNA
Transformasi DNA dilakukan sesuai prosedur CloneAmp
pAmp1 System for Rapid Cloning of Amplification
Products kit (Gibco). Sebanyak 50 µl sel kompeten dari kit
(E. coli DH5α) ditambah dengan 3 µl hasil ligasi,
dicampur, dan diinkubasi dalam es selama 30 menit.
Kemudian dilakukan kejutan panas dengan cara
memasukkan tabung pada penangas suhu 37oC selama 20
detik, lalu dipindahkan ke dalam es selama 2 menit.
Selanjutnya ditambah 0,95 ml medium SOC (2% bacto
tryptone; 0,5% bactoyeast extract; 10 mM NaCl; 2,5 mM
KCl; 20 mM Mg2+; 20 mM glukosa) pada suhu kamar.
Tabung diagitasi selama 1 jam pada suhu 37oC dengan
kecepatan 250 rpm. Selanjutnya kultur sebanyak 100 µl
ditumbuhkan ke dalam medium Luria Bertani (LB) padat
yang mengandung 100 µg/ml amfisilin, 100 µl IPTG dan
20 µl Xgal. Cawan petri diinkubasi semalam pada suhu
37oC. Koloni tunggal yang berwarna putih susu diambil
secara aseptik untuk diisolasi plasmidnya. Prosedur isolasi
plasmid menggunakan metode dari Xiang et al. (1994).
Selanjutnya dilakukan pemotong-an plasmid dengan enzim
EcoR1 dan BamH1 untuk melihat apakah plasmid
mengandung sisipan yang diharapkan.
Sekuensing DNA
Sekuensing DNA dilakukan di Lembaga Biologi Molekular Eijkman, Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo,
Jakarta. Dua jenis plasmid dari hasil transformasi yang
berisi sisipan yang berbeda disekuensing untuk dianalisis
urutan DNA-nya.
ETIKAWATI dan PANCORO – Gen LFY/FLO pada Tectona grandis
13
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi RNA
Hasil isolasi RNA disa jikan pada Gambar 1A dan 1B.
A
B
Gambar 1. A. Elektroferogram hasil isolasi RNA total daun,
bunga dan tunas jati. Keterangan: (1) 18,5 µg RNA total daun, (2)
30,15 µg RNA total bunga, (3) 11µg RNA total tunas; B.
Elektroferogram hasil purifikasi RNA total dengan litium klorida
Keterangan: (1) 11,5 µg RNA daun, (2) 15,5 µg RNA bunga, (3)
5,5 µg RNA tunas.
Analisis urutan DNA
Urutan DNA yang diperoleh dibandingkan dengan
database dari GenBank untuk mengetahui apakah DNA
yang diperoleh adalah gen LFY. Perbandingan dilakukan
dengan fasilitas internet menggunakan program Basic
Local Alignment Search Tool (BLAST) dari National
Center for Biotechnology Information (NCBI) (Alphey,
1997; Scholer, 1998). Multiple alignment DNA dan asam
amino dilakukan dengan menggunakan program Clustal X.
Metode ini dipakai untuk mengetahui kesamaan antara
potongan gen yang diperoleh dengan gen kelompok yang
sama dari spesies lain.
Gambar 2. Elektroferogram Hasil PCR 1. Keterangan: (1), (2)
cetakan diencerkan 10 x; (3), (4) cetakan tanpa pengenceran; (5)
ladder 100 pb; (6) cetakan diencerkan 25 x; (7) cetakan dengan
pengenceran 50 x; (8) cetakan diencerkan 100 x; (9) cetakan
diencerkan 200x. Tanda panah menunjukkan jalur yang
digunakan sebagai cetakan untuk “nested” PCR.
3’RACE-PCR
Metode 3’RACE merupakan teknik yang digunakan
untuk memperpanjang daerah ujung 3’ dari suatu gen dengan menggunakan mRNA sebagai cetakan. Sistem RACE
yang dipakai memberikan fasilitas cetakan dari RNA total,
sehingga tidak perlu dilakukan pemurnian mRNA dari
RNA total. Pada sistem ini kloning hasil PCR
menggunakan sistem UDG dengan vektor kloning pAMP1.
Penambahan 5’-CAUCAUCAUCAU-3’ pada ujung 5’ dari
kedua primer dimaksudkan agar hasil PCR memiliki ujung
yang komplemen dengan vektor pAMP1.
Pada kedua tahap PCR digunakan metode hot start
PCR. Metode tersebut dipilih karena hasil amplifikasi yang
diperoleh relatif lebih spesifik. Penambahan enzim Taq
DNA polimerase dilakukan setelah denaturasi cetakan, hal
ini cukup riskan karena kemungkinan kontaminasi saat penambahan enzim cukup besar (Newton dan Graham, 1997).
Hasil PCR yang pertama disajikan pada Gambar 2,
tampak banyak sekali pita yang diperoleh, hal ini
menunjukkan bahwa hasil PCR1 masih belum spesifik.
Jalur yang memiliki pita agak jelas yaitu jalur 1, 6 dan 8
dipilih sebagai cetakan untuk nested PCR. Hasil nested
PCR disajikan pada Gambar 3, pita yang didapatkan sudah
lebih spesifik. Pada jalur 6 Gambar 3, pita yang didapatkan
jauh lebih spesifik dari hasil PCR yang pertama. Jalur 3, 4,
5 dan 7 menunjukkan pita yang jauh lebih jelas dari pada
jalur yang lain, selanjutnya jalur tersebut dipurifikasi
menggunakan kit dari Qiagen yaitu QIAquick PCR
purification. Hasil purifikasi disajikan pada Gambar 4,
selanjutnya hasil purifikasi tersebut disambungkan ke
vektor pAMP1 dengan metode UDG.
Gambar 3. Elektroferogram hasil amplifikasi “nested”-PCR.
Keterangan: (1) ladder 100 pb; (2) cetakan dari jalur 1 PCR1
tanpa pengenceran; (3) cetakan dari jalur1 PCR1 pengenceran 10
x; (4) cetakan dari jalur 6 PCR1 tanpa pengenceran; (5) cetakan
dari jalur 6 PCR1 pengenceran 10 x; (6) cetakan dari jalur 8
PCR1 tanpa pengenceran; (7) cetakan dari jalur 8 PCR1 pengenceran 10 x. Tanda panah menunjukkan jalur yang dipurifikasi.
14
BioSMART Vol. 4, No. 2, Oktober 2002, hal. 11-17
Gambar 4. Hasil purifikasi nested PCR dengan QIAquick PCR
Purification (Qiagen). Keterangan: (1) hasil purifikasi jalur 3 dan
4 nested PCR; (2) hasil purifikasi jalur 5 dan 7 nested PCR.
Gambar 5. Elektroferogram hasil pemotongan plasmid dengan
enzim EcoR1 dan BamH1. Keterangan: (1) ladder 100 pb; (2)
plasmid yang tidak dipotong; (3) plasmid dengan sisipan panjang
640 pb; dan (4) plasmid dengan sisipan panjang 520 pb.
Kloning dengan sistem UDG.
Sistem UDG kit dari Gibco digunakan untuk mengkloning 3’RACE. Hasil PCR direaksikan dengan UDG sehingga akan dihasilkan ujung 3’ overhang yang komplemen
dengan ujung 5’ dari vektor pAMP1, sehingga
penyambungan hasil PCR dengan vektor dapat dilakukan.
Selanjutnya dilakukan transformasi vektor rekombinan
ke inang. Transformasi dilakukan pada bakteri E. coli
DH5α dengan efek kejutan panas. Hasil transformasi yang
didapatkan tidak seperti yang diharapkan. Jumlah koloni
yang tumbuh pada cawan rata-rata hanya dua koloni dan
berwarna putih. Ketidakberhasilan transformasi ini diduga
disebabkan tabung yang digunakan pada saat optimasi
pertumbuhan sel terlalu kecil (1,5 ml), sehingga proses
aerasi tidak optimal dan bakteri tidak dapat tumbuh dengan
baik. Karger et al. (1997) melakukan percobaan
transformasi dengan menggunakan tabung berbagai bentuk
dan ukuran, hasil percobaan menunjukkan bahwa efisiensi
transformasi tertinggi diperoleh bila digunakan tabung
polipropilen berukuran 11x17 mm dan waktu untuk kejutan
panas adalah 45 detik (bervariasi antara 30-90 detik).
Selanjutnya dilakukan pengulangan transformasi karena
bentuk dan ukuran tabung mempengaruhi keberhasilan
transformasi, maka tabung untuk optimasi pertumbuhan sel
digunakan tabung polipropilen, namun hasil yang
didapatkan masih tetap sama. Kemungkinan besar
penyebab ketidakberhasilan transformasi ini adalah kondisi
sel kompeten E. coli DH5α dari kit sudah tidak bagus,
sehingga kemampuan untuk hidup menjadi rendah.
Koloni putih yang diperoleh dari hasil transformasi
diduga merupakan koloni yang positif mengandung sisipan,
karena vektor pAMP1 memiliki dua penanda yaitu gen
resisten terhadap amfisilin dan gen lacZ. Adanya sisipan
menyebabkan gen lacZ tidak dapat mengkode βgalaktosidase, sehingga X-gal tidak dapat diubah menjadi
galaktosa dan substansi yang berwarna biru. Langkah
pertama yang dilakukan adalah isolasi plasmid dari koloni
yang berwarna putih (Xiang et al, 1994). Setelah plasmid
Gambar 6. Urutan basa dari DNA sisipan 1 (472 pb).
Gambar 7. Urutan basa dari DNA sisipan 2 (577 pb).
ETIKAWATI dan PANCORO – Gen LFY/FLO pada Tectona grandis
berhasil
diisolasi
dilakukan
pemotongan dengan enzim restriksi
EcoR1
dan
BamH1
untuk
mengetahui apakah plasmid yang
diperoleh mengandung sisipan atau
tidak. Hasil pemotongan plasmid
disajikan pada Gambar 5, plasmid
yang diperoleh mengandung dua
sisipan dengan panjang sekitar 520
dan 640 pb.
Sekuensing DNA
Sekuensing DNA dilakukan
untuk mengetahui urutan DNA
sisipan, sehingga dapat diketahui
apakah urutan DNA tersebut
merupakan gen LFY atau bukan.
Urutan
DNA
sisipan
yang
diperoleh
memiliki
panjang
masing-masing 472 dan 577 pb
(Gambar 6 dan 7). Pada sisipan 2
kodon stop ditunjukkan pada urutan
basa ke 320. Adanya ekor poli-A
pada
urutan
basa
tersebut
menunjukkan bahwa urutan DNA
yang diperoleh merupakan hasil
dari 3’RACE-PCR.
Sequences producing significant alignments :
gb| M55525.1| AMAFLO
gb| AF181663.1| AF181663
gb| U16174.1| NTNFL2S3
gb| AF197936.1| AF197936
gb| U16172.1| NTNFL1S3
gb| AF034806.1| AF034806
gb| AF030171.1| AF030171
gb| U93196.1| PBU93196
gb| AF059320.1| AF059320
emb| Z18362.1| BOBOFHA
gb| AF106841.1| AF106841
dbj| AB022667.1| AB022667
Antirrhinum majus flouricaula (flo) mRNA, …
Actinidia deliciosa leafy/flouricaula, …
Nicotiana tabacum NFL2 protein gene, e …
Lycopersicon esculentum FLOURICAULA/L …
Nicotiana tabacum NFL1 protein gene, e …
Eucalyptus globulus subsp. Globulus …
Petunia x hybrida ALF protein (alf) …
Populus balsamifera subsp. trichocarpa …
Cucumis sativus transcription activa …
Brassica oleracea gene encoding BOFH …
Gnetum gnemon GnegnLFY protein (Gneg …
Gnetum parvifolium GpLFY mRNA, comp …
15
Score
(bits)
163
139
131
127
127
119
117
86
82
74
58
58
E
Value
9E-38
1E-30
3E-28
5E-27
5E-27
1E-24
5E-24
2E-14
3E-13
6E-11
4E-06
4E-06
Gambar 6. Hasil analisis DNA sisipan (577 pb) dengan GenBank.
Score E
(bits) Value
Sequences producing significant alignments
sp | P23915 | FLO_ANTMA FLORICAULA PROTEIN
ALF PROTEIN (ABERRANT LEAF AND FLOWER P….
sp | 022621 | ALF_PETHY
FLORICAULA/LEAFY HOMOLOG 1 (NFL1)
sp | 040504 | FL1_TOBAC
FLORICAULA/LEAFY HOMOLOG 2 (NFL2)
sp | 040504 | FL2_TOBAC
UNIFOLIATA PROTEIN
sp | 048559 | UNI_PEA
sp | 004064 | FLLH_POPTR FLORICAULA/LEAFY HOMOLOG
LEAFY PROTEIN
sp | 000958 | LFY_ARATH
sp | 005536 | BOFH_BRAOL PUTATIVE TRANSCRIPTION FACTOR BOHF
LEAFY/FLOURICAULA HOMOLOG FL1 (ELF1)
sp | 064953 | FL1_EUCGL
PUTATIVE TRANSCRIPTION FACTOR FL (RFL)
sp | 024175 | FL_ORYSA
FLORICAULA/LEAFY-LIKE PROTEIN (PRFLL)
sp | 004116 | FLL_PINRA
sp | 004407 | NEED_PINRA FLORICAULA/LEAFY-LIKE PROTEIN FL1 (NEE…
182
177
170
168
166
166
155
152
148
139
131
128
2E-46
6E-45
8E-43
2E-42
2E-41
2E-41
2E-38
3E-37
2E-36
1E-33
5E-31
4E-30
Analisis urutan basa DNA
Analisis urutan basa yang pertama kali dilakukan adalah dengan
membandingkan kedua urutan
DNA yang diperoleh (472 dan 577
pb). Perbandingan dengan program
Gambar 7. Hasil analisis asam amino yang diperoleh dengan GenBank.
Genetyx-Mac menunjukkan bahwa
kedua urutan DNA tersebut 70,92%
identik, perbedaan pada dasarnya
terletak pada daerah ekor poli-A. Untuk analisis tinggi dengan protein FLO Antirrhinum majus.
Selanjutnya dilakukan multiple alignment DNA dan
selanjutnya digunakan urutan DNA dengan panjang 577
asam amino dengan program Clustal X untuk melihat
pb.
Selanjutnya untuk mengetahui apakah urutan basa yang kesamaan dengan DNA dan asam amino kelompok
diperoleh adalah gen LFY, maka dilakukan analisis dengan LFY/FLO dari spesies lain. Hasil alignment dengan protein
database dari GenBank dengan fasilitas internet ELF1 dari Eucalyptus globulus, BOFH dari Brassica
menggunakan
program
BLAST
dari
NCBI oleracea, LFY dari Arabidopsis thaliana, PTLF dari
(www.ncbi.nlm.nih.gov). Hasil analisis dengan GenBank Populus balsaminefera, FLO dari Antirrhinum majus, NFL
menunjukkan bahwa urutan basa sisipan 2 (577 pb) yang dari Nicotiana tabacum, ALF dari Petuniaxhybrida, dan
diperoleh memiliki kesamaan yang tinggi dengan urutan UNI dari Pisum sativum disajikan pada Gambar 10.
Asam amino yang diperoleh memiliki kesamaan tinggi
basa gen kelompok LFY/FLO spesies-spesies lain dari
kelompok pohon dan herba (Gambar 8). Urutan basa pada daerah ujung karboksil (C). Pada ujung C dari gensisipan 2 memiliki tingkat kesamaan yang paling tinggi gen tersebut terdapat bagian-bagian yang sangat terkonserdengan gen FLO Antirrhinum majus. Hasil tersebut vasi, asam amino pada daerah ini hampir semuanya identik.
menunjukkan bahwa urutan DNA yang diperoleh Protein LFY/FLO memiliki daerah yang kaya prolin pada
ujung N dan memiliki daerah yang kaya asam di tengahmerupakan kelompok gen LFY/FLO.
Analisis selanjutnya adalah dengan membandingkan tengah urutan asam amino (Alvarez dan Smith, 1994).
urutan asam amino yang diperoleh dengan cara translasi Motif tersebut menunjukkan bahwa protein LFY/FLO
balik sisipan 2 dengan asam amino dari kelompok berperan sebagai faktor transkripsi. Namun berhubung
LFY/FLO spesies lain, hasilnya menunjukkan bahwa urutan asam amino yang didapat baru sebagian kecil saja
tingkat kesamaan asam amino yang diperoleh dengan asam maka motif dari protein yang diperoleh belum dapat dilihat,
amino kelompok LFY/FLO cukup tinggi (Gambar 9). namun dapat diketahui bahwa urutan yang diperoleh
Potongan protein yang diperoleh memiliki kesamaan paling memiliki kesamaan yang tinggi pada daerah ujung C.
BioSMART Vol. 4, No. 2, Oktober 2002, hal. 11-17
16
CLUSTAL X (1.8) multiple sequence alignment:
UNI
PTLF
NFL
ALF
ELF1
BOFH
LFY
FLO
Jati
MDPDAFTASLFKWDPRTVLSTAPSPRPQLLDYAVTPTTAP---------MTYHPARLPRE
MDPEAFTASLFKWDTR---AMVPHPN-RLLEMVPPPQQPP---------AAAFAVR-PRE
MDPEAFSASLFKWDPR---GAMPPPT-RLLEAAVAPPPPPPALPPPQPLSAAYSIK-TRE
MDPEAFSASLFKWDPR---GAMPPPN-RLLEAVAPPQPPPPPLPPPQPLPPAYSIR-TRE
-DPEAF--------------------------------------------AVVGLR---T
-DPEGFTSGLFRWNPTRVMVQAPTPI--PPPQQQSPATPQ---------TAAFGMR---MDPEGFTSGLFRWNPTRALVQAPPPV--PPPLQQQPVTPQ---------TAAFGMR---MDPDAF---LFKWDHR---TALPQPN-RLLDAVAPPPPPPPQ-------APSYSMR-PRE
------------------------------------------------------------
UNI
PTLF
NFL
ALF
ELF1
BOFH
LFY
FLO
Jati
LGGLEELFQAYGIRYYTAAKIAELGFTVSTLVDMKDDELDDMMNSLSQIFRWDLLVGERY
LCGLEELFQAYGIRYYTAAKIAELGFTVNTLLDMKDEELDEMMNSLSQIFRWDLLVGERY
LGGLEELFQAYGIRYYTAAKIAELGFTVNTLLDMKDEELDDMMNSLSQIFRWELLVGERY
LGGLEEMFQAYGIRYYTAAKITELGFTVNTLLDMKDDELDDMMNSLSQIFRWELLVGERY
MGGLEELFEAYGIRYLTASRIAEMGFTANTLLDMKEEELDDMMNSLSHIFRWDLLVGERY
LGGLEGLFGPYGVRFYTAAKIAELGFTASTLVGMKDEELEDMMNSLSHIFRWELLVGERY
LGGLEGLFGPYGIRFYTAAKIAELGFTASTLVGMKDEELEEMMNSLSHIFRWELLVGERY
LGGLEELFQAYGIRYYTAAKIAELGFTVNTLLDMRDEELDEMMNSLCQIFRWDLLVGERY
------------------------------------------------------------
UNI
PTLF
NFL
ALF
ELF1
BOFH
LFY
FLO
Jati
GIKAAIRAERRRLDEEEI----KRRGLLSGDT-----TNALDALSQE----GLSEEPVVQ
GIKAAVRAERRRLDEEDP----RRRQLLSGDNN----TNTLDALSQE----GFSEEPVQQ
GIKAAIRAERRRLEEEEL----RRRGHLLSDGG----TNALDALSQE----GLSEEPVQQ
GIKAAIRAERRRLEEEEG----RRR-HILSDGG----TNVLDALSQE----GLSEEPVQQ
GIKAAIRAERRRLLEADD-----RRHHLHSTD-----HALLDALSHQ----GLSEEQVVQ
GIKAAVRAERRRLQEEEEEESSRRRHLLLSAAGDSGTHLALDALSQEDDWTGLSQEPVQH
GIKAAVRAERRRLQEEEEEESSRRRHLLLSAAGDSGTHHALDALSQEDDWTGLSEEPVQQ
GIKAAVRAERRRIDEEEV----RRRHLLLGDT-----THALDALSQE----GLSEEPVQQ
------------------------------------------------------------
UNI
PTLF
NFL
ALF
ELF1
BOFH
LFY
FLO
Jati
R-EKEAMGSGGGST---WEVAVVEERRKRQQIRRRRMKM-----KG----NDHGENEEGE
--DKEAAGSGGRGT---WEAVAAGERKK--QSGRK---------KG----QRKVVDLDGD
Q-EREAVGSGGGGTT--WEVVAAAGGGRMKQRRRKKVVAAGREKRGGASAEEDEETEEGQ
Q-EREAAGSGGGGTA--WEVVAP-GGGRMRQRRRKKVVVG-RERRG-SSMEEDEDTEEGQ
HSEKDQLGRAGSGD----TAGTSWGAQQQRKKHRHRH--------HITAMKGAATEEDEE
QDQTDAAGINGGGRGGYWEAGQTTIKKQQQRRRKKR----------LYVSETDDDGNEGE
QDQTDAAGNNGGGGSGYWDAGQGKMKKQQQQRRRKKP--------MLTSVETDEDVNEGE
--EKEAMGSGGGGVGGVWEMMGAGGRKAPQRRRKNYKGR-----SRMASMEEDDDDDDDE
------------------------------------------------------------
UNI
PTLF
NFL
ALF
ELF1
BOFH
LFY
FLO
Jati
EEE-EDNIS---GGGVGGGERQREHPFIVTEPAEVARGKKNGLDYLFHLYEQCREFLIQV
DE------H---GGAIC--ERQREHPFIVTEPGEVARGKKNGLDYLFHLYEQCRDFLIQV
ED--DWNIN-DASGGIS--ERQREHPFIVTEPGEVARGKKNGLDYLFHLYEQCRDFLIQV
EDNEDYNINNEGGGGIS--ERQREHPFIVTEPGEVARGKKNGLDYLFHLYEQCRDFLIQV
DEEEVEEMR-----------RQREHPFIVTEPGEVARGKKNGLDYLFHLYDQCRDFLLQV
DDDGMDIVNG---SGVGM-ERQREHPFIVTEPGEVARGKKNGLDYLFHLYEQCREFLLQV
DDDGMDNGNG--GSGLGT-ERQREHPFIVTEPGEVARGKKNGLDYLFHLYEQCREFLLQV
TEGAEDDEN-----IVS--ERQREHPFIVTEPGEVARGKKNGLDYLFHLYEQCRDFLIQV
------------------------------------------------------------
UNI
PTLF
NFL
ALF
ELF1
BOFH
LFY
FLO
Jati
QAIAKERGEKCPTKVTNQVFRYAKKAGASYINKPKMRHYVHCYALHCLDEEVSNELRRGF
QSIAKERGEKCPTKVTNQVFRYAKKAGASYINKPKMRHYVHCYALHCLDEDASNALRRAF
QNIAKERGEKCPTKVTNQVFRYAKKAGASYINKPKMRHYVHCYALHCLDEEASNALRRAF
QNIAKERGEKCPTKVTNQVFRFAKKAGASYINKPKMRHYVHCYALHCLDEDASNALRRAF
QSLAKERGEKCPTKVTNQVFRYAKKAGASYINKPKMRHYVHCYALHCLDEHASNALRKSF
QTIAKDRGEKCPTKVTNQVFRYAKKSGANYINKPKMRHYVHCYALHCLDEEASNALRSAF
QTIAKDRGEKCPTKVTNQVFRYAKKSGASYINKPKMRHYVHCYALHCLDEEASNALRRAF
QTIAKERGEKCPTKVTNQVFRYAKKAGANYINKPKMRHYVHCYALHCLDEAASNALRRAF
-----------------------------------------CYALHCLDEATSNALRRAF
*********.** **.*
UNI
PTLF
NFL
ALF
ELF1
BOFH
LFY
FLO
Jati
KERGENVGAWRQACYKPLVAIAAR-QGWDIDAIFNAHPRLSIWYGPTKLRQLCHAERNGKERGENVGAWRQACYKPLVAIASR-QGWDIDSIFNAHPRLAIWYVPTKLRQLCYAERNSKERGENVGAWRQACYKPLVAIAAR-QGWDIDTIFNAHPRLAIWYVPTKLRQLCHSERSNA
KERGENVGAWRQACYKPLVAIAAR-QGWDIDAIFNGHPRLSIWYVPTKLRQLCHSERSNKERGENVGAWRQACYHPLVTIAGRRAGWDIDAIFNAHPRLCIWYVPTKLRQLCHAHRHSS
KVRGENVGSWRQACYKPLVDIACR-HGWDIDAVFNAHPRLSIWYVPTKLRQLCHLERNNA
KERGENVGSWRQACYKPLVNIACR-HGWDIDAVFNAHPRLSIWYVPTKLRQLCHLERNNA
KERGENVGAWRQACYKPLVAIAAR-QGWDIDTIFNAHPRLSIWYVPTKLRQLCHAERSSA
KERGENVGAWRQACYKPLVAVAAR-QGWDIDAIFNAHPRLSIWYVPTKLRQLCHAERSS* ******:******:***:* * *****::**.****.*** ********:.*.
ETIKAWATI dan PANCORO – Gen LFY/FLO pada Tectona grandis
UNI
PTLF
NFL
ALF
ELF1
BOFH
LFY
FLO
Jati
--AAASSSVSFGT---THLPF----------------------------------------ATSSSSVSGTG---GHLPF--------------------------------------AAAAASSSVSGGGGGGDHLPHF-------------------------------------AAAAASTSVSGGG--VDHLPHF-------------------------------------ASAASSASTSTSAPTAHHLELPY------------------------------------EAAAATLVGGISCRDRLRLDALGFN----------------------------------VAAAAALVGGISCTGSSTSGRGGCGGDDLRF----------------------------AVAATSSITGGGP--ADHLPF--------------------------------------CNAATSSITAAAG--VDHLPFIVIFDRWPLYFLYISLVKETSFSSGRSNSTMFTFLVKPS
*::: .
UNI
PTLF
NFL
ALF
ELF1
BOFH
LFY
FLO
Jati
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------NFLSEGIGWVKHKVTNLKFRIGIGAK
17
Gambar 10. Hasil multiple alignment potongan protein homolog LFY/FLO jati dengan kelompok protein LFY/FLO. Protein UNI dari
Pisum sativum, protein PTLF dari Populus balsaminefera, protein NFL dari Nicotiana tabacum, protein ALF dari Petuniaxhybrida,
protein ELF1 dari Eucalyptus globulus, protein BOFH dari Brassica olearacea, protein LFY dari Arabidopsis thaliana dan protein FLO
dari Antirrhinum majus. Tanda bintang menunjukkan semua asam amino identik, tanda hubung menunjukkan adanya gap, tanda titik dua
menunjukkan adanya dua asam amino yang tidak identik, tanda titik menunjukkan satu asam amino yang tidak identik.
Gen yang diperoleh dengan metode ini baru sebagian
maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut sehingga dapat
diperoleh gen yang utuh. 5’RACE-PCR dapat dilakukan
untuk memperpanjang daerah ujung 5’. Hasil dari 3’RACE
dapat digabungkan dengan 5’RACE sehingga akan
didapatkan cDNA yang utuh. Hasil dari 3’ RACE dapat
digunakan untuk merancang primer untuk reverse
transkriptase-PCR (RT-PCR), dengan RT-PCR tersebut
dapat diperoleh cDNA yang utuh. Gen yang utuh (intron
dan ekson) dapat diperoleh dengan membuat pustaka
genom. Sekrining dapat dilakukan dengan menggunakan
hasil dari 3’RACE-PCR sebagai probe. Proses regulasi
ekspresi gen LFY pada jati dapat dipelajari apabila gen
yang utuh berhasil diisolasi.
KESIMPULAN
Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa urutan DNA yang diperoleh diidentifikasi sebagai
gen yang termasuk ke dalam kelompok gen LFY/FLO yang
bertanggungjawab dalam mengontrol pembungaan dan gen
yang diperoleh masih merupakan potongan ujung 3’ gen
homolog LFY/FLO jati.
DAFTAR PUSTAKA
Alphey, L. 1997. DNA Sequencing from Experimental Methods to
Bioinformatics. Berlin: BIOS Scientific Publishers Ltd.
Alvarez, J. and D.R. Smyth. 1994. Flowering in Arabidopsis an Atlas of
Morphology and Development. Edited by J. Bowman. Berlin:
Springer-Verlag.
Blasques, M.A., L.N. Soowal, I. Lee, and D. Weigel. 1997. LEAFY
expression and flower initiation in Arabidopsis. Development 124:
3835-3844.
Hempel, F.D., D.R. Welch, and L.J. Feldman. 2000. Floral induction and
determination: where is flowering controlled? Trends in Plant Science
5 (1): 17-21.
Karger, D.B., S. Rollins, and D.S. Link. 1997. Competents cells: large
volume transformations. In Focus. Life Technologies tm. 19 (2).
Koornneef, M., C. Alonso-Blanco, J.M. Peeters, and W. Soppe. 1998.
Genetic control of flowering time in Arabidopsis. Plant Molecular
Biology 49: 345-370.
Lea, P.J. and R.C. Leegood. 1993. Plant Biochemistry and Molecular
Biology. New York: John Wiley and Sons.
Lessard, P., V. Decroocq, and M. Thomas. 1997. Extraction of RNA,
cloning and substractive hybridisation. In Clarck, M.S. (ed.). Plant
Molecular Biology, a Laboratory Manual. Berlin: Springer-Verlag.
Levy, Y.Y. and C. Dean. 1998. Transition to flowering. The Plant Cell 10:
1973-1989.
Moore, T.C. 1989. Biochemistry and Physiology of Plant Hormones.
Berlin: Springer-Verlag.
Mouradov, A., T. Glassick, B. Hamdorf, L. Murphy, B. Fowler, S. Maria,
and R.D. Teasdale. 1998. Needly, a Pinus radiata ortholog of
FLORICAULA/LEAFY genes, expressed in both reproductive and
vegetative meristem. Plant Biology 95: 6537-6542.
Newton, R. and A. Graham. 1997. PCR. Berlin: Springer BIOS Scientific
Publisher.
Page, T., R. Macknigth, C.H. Yang, and C. Dean, 1999. Genetic
interactions of the Arabidopsis flowering time gene FCA, with genes
regulating floral initiation. The Plant Journal 17 (3): 231- 239.
Pineiro and G. Coupland. 1998. The control of flowering time and floral
identity in Arabidopsis. Plant Physiology 117: 1-8.
Scholer, G.D. 1998. BLAST sequence alignment dan database searching.
In Bioinformatic A Practical Guide to the Analysis of Genes and
Proteins. Edited by Baxwanis, A.D. and B.F.F. Oveilette. New York:
John Wiley and Sons, Inc
Southerton, S.G., S.H. Strauss, M.R. Olive, R.L. Harcourt, V. Decroocq,
X. Zhu, D.J. Llewellyn, W.J. Peacock, and E.S. Dennis. 1998.
Eucalyptus has a functional equivalent of the Arabidopsis floral
meristem identity gene Leafy. Plant Molecular Biology 37.897-910.
Weigel, D. and O. Nilsson. 1995. A developmemtal switch sufficient for
flower initiation in diverse plant. Nature 377: 495-500.
Weller, J.L., J.B. Reid, S.A. Taylor, and I.C. Murfet. 1997. The genetic
control of flowering in pea. Trends in Plant Science 2 (11): 412-418.
Xiang, C., H. Wang, P. Sjiel, P. Berger, and D.J. Guerra. 1994. A
modified alkaline lysis miniprep protocol using a single
microcentrifuge tube. BioTechniques 17 (1): 30-32.
Download