Analisis Penerapan Quality Release Dalam Efisiensi Proses Penanganan Kualitas Material Konferensi Nasional Riset Manajemen X “Akselerasi Daya Saing Menuju Keunggulan Organisasi yang Berkelanjutan” Lombok, 20-22 September 2016 Ricky Virona Martono PPM Manajemen, Divisi training ([email protected]) ABSTRAK Konsep Quality Release merupakan efisiensi proses dalam rantai pasok dengan mengurangi kegiatan pengecekan dan pengendalian kualitas material, namun tetap menjaga kualitas material sesuai harapan konsumen. Konsep ini menuntut sistem manajemen kualitas pada tingkat kehandalan yang terbaik dan terintegrasi pada setiap titik di dalam rantai pasok. Tulisan ini ditujukan untuk membahas kunci keberhasilan dan hambatan menerapkan Quality Release pada rantai pasok di Indonesia. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif berupa wawancara dan pengumpulan data di perusahaan pada level supervisor dan manajerial (single case design). Unit analisis mencakup sistem pengendalian kualitas dan risiko pengelolaan material. Hasil analisis menunjukkan keuntungan dan hambatan menerapkan Quality Release. Kedua, tidak semua titik dalam rantai pasok memiliki infrastruktur dan komitmen yang sama baiknya dalam meningkatkan kehandalan proses pengelolaan material, dan ego dan kerahasiaan setiap perusahaan dalam rantai pasok menghambat proses kerjasama untuk mencapai tingkat kehandalan yang lebih baik. Hambatan-hambatan tersebut banyak ditemukan pada perusahaan-perusahaan tradisional di negara berkembang. Kata kunci: Quality Release, pengendalian kualitas, manajemen risiko, single level design Quality Release is process efficiency in supply chain that reduces activities of checking and controlling material quality, meanwhile maintainis material quality as consumer expectations. This concept requires the best reliability and integrated quality management system at any point in the supply chain. This paper is intended to discuss the keys success and barriers in implementing Quality Release concept in industry in Indonesia. Research method applied is qualitative method, such as interview and data collection in the company supervisor and managerial level (single case design). The unit analysis consists of quality control system and risk of material handling. The results show advantages and obstacles applying Quality Release concept. Second, each company in a supply chain does not have the same level of infrastructure capability and commitment to improve the reliability of material management; and, every company’s ego and confidentiality hinder the cooperation to reach a better level of its reliability. Such barriers found more in many traditional companies in developing countries. Key words: Quality Release, pengendalian kualitas, manajemen risiko, single level design PENDAHULUAN Persaingan sebuah rantai pasok dengan rantai pasok lain pada industri sejenis menuntut semua pihak berkoordinasi dalam mengefisienkan prosesnya, yang mana pada akhirnya akan menurunkan biaya rantai pasok (Simchi-Levi, 2014). Menurunkan biaya ini tidak sekedar menghemat biaya, namun maknanya meluas dalam rangka pemenuhan kepuasan konsumen di tengah perubahan pasar yang dinamis (Shiba et al., 1993). Perusahaan dituntut meningkatkan daya saing, efketifitas, dan fleksibilitas dalam koordinasi rantai pasok. Tujuannya adalah menjamin kualitas barang dari hulu sampai ke hilir dengan cara yang efisien. Hal ini penting demi mencapai waktu tenggat pengiriman yang diharapkan konsumen. Untuk memenuhi hal ini, sebuah barang harus dikirim ke konsumen pada waktu yang tepat dan tingkat kualitas barang yang lebih baik dari pesaing. Maka, tuntutan kualitas menjadi sebuah keunggulan bersaing (Svensson, 2011a). Konsep Quality Release merupakan salah satu pendekatan efisiensi proses dalam rantai pasok dengan mengurangi kegiatan pengecekan dan pengendalian kualitas material, namun demikian kualitas material tetap terjaga sesuai yang diharapkan konsumen. Konsep ini menuntut sistem manajemen dan pengendalian kualitas pada tingkat kehandalan yang sama dan terintegrasi pada setiap titik di dalam rantai pasok. Beberapa keuntungan menerapkan Quality Release adalah: beragam bahan baku atau material atau barang jadi yang mengalir dalam rantai pasok tidak lagi melalui proses incoming inspection karena sudah terjamin kualitasnya oleh bagian Quality Control, sehingga mengurangi biaya tenaga kerja, menjaga kualitas barang dengan baik, dan mengurangi waktu tenggat pengiriman barang (Dale, 2014); material dapat langsung digunakan untuk kebutuhan produksi atau dijual, sehingga mengurangi besaran lokasi penyimpanan inventori (Dahlgaard, 2012); membuka peluang perbaikan karena ketidaksesuaian pengendalian kualitas dapat diketahui, sehingga meningkatkan kerjasama dan usaha meningkatkan kualitas antara pembeli dan pemasok (Hellsten dan Klefsjö, 2012). Pada akhirnya, perusahaan dapat mewujudkan proses yang lebih efektif dan efisien dari pesaingnya. Untuk mencapai ini, setiap pemain dalam sebuah rantai pasok didorong untuk mencapai sasaran standar dan sasaran pengendalian kualitas yang setara, sehingga sangatlah penting untuk meneliti keterkaitan dan kerjasama antar berbagai pihak dalam rantai pasok demi meningkatkan Manajemen Kualitas secara bersamaan (Dale, 2014). Makna sasaran kualitas disini dapat dipandang dari berbagai sudut pandang, yaitu: kualitas pada sistem manufaktur (Garvin, 1984), produksi (Garvin, 1984), dan rantai pasok (Steenkamp, 1990). Di sisi lain, kurangnya pemahaman akan pentingnya mencapai tingkat kehandalan manajemen kualitas bersama-sama oleh semua perusahaan menjadi penghambat keberhasilan (Dale, 2014). Hal ini diperparah dengan perbedaan budaya antar perusahaan yang terlibat, misalnya kebiasaan menutupi kesalahan dalam proses pengecekan kualitas (Hellsten dan Klefsjö, 2012). Penghambat lainnya adalah keterbatasan infrastuktur dan peralatan pengendalian kualitas (Svensson, 2011b). Penelitian mengenai koordinasi manajemen kualitas dalam sebuah rantai pasok di Indonesia belum mampu memenuhi tuntutan tersebut karena baru sebatas pada penerapan metode Quality Control di dalam proses internal perusahaan terkait, misalnya penelitian di industri pasta gigi (Shu San Gan, 2014), gula (Rahmawati, 2012), dan genteng (Amri, 2008). Dari sini terlihat bahwa sesungguhnya penelitian mengenai industri produk konsumsi di Indonesia sangat menantang karena usia pakai bahan setengah jadi yang pendek, produknya mudah diperoleh oleh masyarakat, harga terjangkau, sehingga tingkat ketersediaannya di pasar harus tinggi. Untuk mendukung ini diperlukan efisiensi proses waktu tenggat pengiriman. Situasi menjadi kompleks ketika organisasi/perusahaan tidak cukup hanya dengan memperbaiki sistem pengendalian kualitasnya saja, karena kualitas harus dimaknai sebagai pendekatan yang komprehensif dan terintegrasi dengan tujuan perusahaan (Lilja, 2012). Maka konsep Quality Release pun harus sejalan dengan tujuan efisiensi perusahaan yang terlibat. Untuk menjawab tantangan tersebut, penerapan konsep Quality Release menjadi alternatif yang layak diperhitungkan, karena efisiensi yang diperoleh dapat dirasakan oleh pembeli dan pemasok, tidak hanya demi kepentingan internal perusahaan tertentu saja. Dengan kondisi yang dihadapi di atas, penelitian ini membahas: Keuntungan dan faktor penghambat menerapkan Quality Release pada industri gula dan pemasoknya di Indonesia. Bagaimana meningkatkan kesadaran dan pemahaman akan pentingnya mencapai tingkat kehandalan manajemen kualitas bagi setiap perusahaan yang berperan dalam sebuah rantai pasok di Indonesia. METODE PENELITIAN Penelitian ini ditujukan pada perusahaan gula (pembeli) dan perusahaan pemasok bahan mentah gula (pemasok) dalam menerapkan konsep Quality Release di Indonesia. Metode yang digunakan adalah case study berbasis pendekatan deskriptif. Metode ini mampu menggali informasi secara mendalam. Informasi diperoleh melalui wawancara, pengumpulan data di lapangan, dan studi literatur. Kekurangan metode wawancara adalah informasi yang disediakan tergantung pada sudut pandang dari pihak yang diwawancara, maka diperlukan sumber informasi dari pihak pemasok dan pembeli sebagai validasi (Yin, 2003). Untuk meningkatkan validitas dan reliabilitas dari data yang didapatkan, maka dilakukan proses wawancara dengan pertanyaan dan tahapan yang sama kepada pihak pemasok dan konsumen. Maka, wawancara dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama wawancara ditujukan untuk mengumpulkan informasi mengenai rencana, tujuan, harapan, dan hambatan menerapkan konsep Quality Release. Selama proses wawancara, disediakan acuan yang berisi pertanyaan supaya arah wawancara sejalan dengan tujuan penelitian. Informasi tambahan di luar acuan dapat dijadikan pertimbangan dalam menganalisa data. Informan adalah karyawan di perusahaan pembeli dan pemasok yang bekerja pada bidang kerja produksi, penjamin kualitas, logistik dan pengelola penyimpanan material. Karyawan yang dilibatkan bekerja pada level supervisor (single case design) sebagai pengawas harian konsep Quality Release dan level manajer sebagai peramu strategi. Unit analisis mencakup sistem penjamin mutu material (single level analysis). Tahap kedua wawancara ditujukan untuk memvalidasi informasi dengan dua tahap, yaitu: studi lapangan dan wawancara karyawan sebagai pelaksana langsung di lapangan dan kepada manajer dikedua perusahaan dari sudut pandang stratejiknya; studi literatur dari penelitian sejenis. Untuk memperoleh informasi dari karyawan penjual yang berdomisili di Propinsi Nusa Tenggara Barat, dilakukan pengiriman kuesioner melalui surat elektronik. Informasi yang diperoleh dari setiap sesi wawancara terdiri dari: i. Kondisi perusahaan pembeli dan penjual. Perusahaan pembeli dan penjual sudah melakukan kerjasama selama beberapa tahun dan ingin meningkatkan kerjasama efisiensi di bidang pengendalian kualitas. Perusahaan pembeli terletak di kawasan Marunda dan pemasoknya terletak di Propinsi Nusa Tenggara Barat. Ada sekitar dua puluh jenis material yang dikirim pemasok setiap minggunya, termasuk bahan mentah seperti tebu dan kemasan pembungkus gula. Pembeli merupakan perusahaan yang dikelola profesional, dan penjual merupakan usaha skala menengah yang dikelola secara tradisional. Proses pengendalian kualitas barang yang dikirim pemasok membutuhkan waktu sekitar dua sampai lima jam, terdiri dari proses pemeriksaan dokumen, penyimpanan barang sementara untuk menunggu giliran diperiksa, dilanjutkan proses pemeriksaan kualitas barang, dan diakhiri dengan persiapan dokumen yang menyatakan barang sudah lolos pengecekan. Selama ini sering ditemukan produk rusak yang diterima pembeli. Akibatnya, barang kiriman dikembalikan dan digantikan dengan yang baru. Pembeli harus menyesuaikan produksinya karena produk baik yang diterima berkurang, sedangkan pemasok harus menambah jumlah produksi untuk mengirim barang pengganti. Ada proses penangangan tambahan yang artinya merugikan kedua perusahaan. Pihak manajemen ingin memperbaiki kondisi ini. Kegiatan awal dilakukan dengan menumbuhkan kesadaran (awareness) mengenai pentingnya sistem pengendalian kualitas yang baik. Kemudian dilanjutkan dengan menyamakan standar pengendalian kualitas, dan akhirnya perbaikan dikembangkan kepada penerapan konsep Quality Release. Informasi diperoleh ketika kerjasama ini baru berjalan beberapa bulan. ii. Data lapangan Analisis data dilakukan secara kronologis, mulai dari periode pengenalan dan penerapan Quality Release kepada seluruh karyawan terlibat, sampai dengan periode evaluasi. Data yang diperoleh mendeskripsikan kunci keberhasilan dan penghambat, dan kesesuaian dengan teori. Proses ini mengacu pada teknik analisa data collection, data display, dan conclusion (Miles, 1984). Teknik ini merupakan pendekatan yang menyediakan penjelasan secara lengkap dan argumentatif. Informan Manager Quality Assurance Manajer Produksi Supervisor Quality Control Kepala Departemen Pergudangan Studi literatur Metode Wawancara mendalam Wawancara mendalam Informasi yang diperoleh Proses bisnis antara pembeli dan pemasok. Proses produksi, pemesanan dan penanganan inventori. Wawancara mendalam Proses pengendalian kualitas Wawancara mendalam Proses penanganan inventori Mempelajari dan mengkaji teori Penelitian mengenai Quality Control dan atau penelitian terdahulu. Quality Release HASIL dan PEMBAHASAN i. Inisiasi Kerjasama Tujuan akhir menerapkan konsep Quality Release adalah mengefisienkan proses pengendalian kualitas dengan mengurangi kegiatan inspeksi. Hal ini dimungkinkan jika kehandalan sistem kualitas di setiap titik terjamin pada level yang sama. Maka tahap awal adalah mencari peluang jenis barang/material apa yang memberi dampak signifikan terhadap efisiensi proses pengendalian kualitas ini. Tahap berikutnya adalah penyamaan persepsi mengenai fungsi dan tanggungjawab Kualitas antara perusahaan yang bertanggungjawab terhadap material terpilih. Secara detil langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: Perusahaan pembeli membuat Pareto material yang frekuensi penanganannya tinggi dan/atau harganya tinggi. Material dengan frekuensi penanganan tinggi bisa berupa material rutin atau material yang jumlahnya sangat banyak pada setiap kali proses inspeksi. Pertimbangannya adalah dengan memangkas waktu pengendalian dan pengecekan kualitas terhadap material yang sering dikirim pemasok akan memangkas waktu dan biaya pengendalian kualitas (man-hour) secara signifikan. Kedua, pengurangan kegiatan pengendalian kualitas terhadap material yang mahal akan mengurangi modal inventori yang mengendap. Material dikelompokkan menjadi: terpilih sebagai pilot project, disarankan untuk melaksanakan proyek Quality Release di masa mendatang, tidak disarankan karena memiliki data ”reject” tinggi, dan tidak disarankan untuk proyek Quality Release karena masih harus diverifikasi ulang. Memperhitungkan jumlah penghematan dari program Quality Release. Data yang diperlukan adalah: - Jumlah staf inspeksi dan pengendalian kualitas yang melakukan proses pemeriksaan kontrol kualitas untuk tiap jenis material. - Durasi yang diperlukan untuk proses pemeriksaan kontrol kualitas. - Jumlah sample menurut data inspeksi dan pengendalian kualitas dari material yang dipilih. - Upah yang diterima staf inspeksi dan pengendalian kualitas berdasarkan besaran Upah Minimum Regional. - Penghematan man-hour/tahun (dalam orang.jam/tahun) dihitung dengan: Lama proses pemeriksaan kontrol kualitas (jam/unit) x Jumlah sample (unit/tahun) x Jumlah staf QC (orang) = Penghematan man-hour/tahun (orang.jam/tahun) - Untuk penghematan working capital sebesar (Rp/tahun): Penghematan man-hour (orang.jam/tahun) x Upah (Rp/orang/jam) Koordinasi antara pembeli dan pemasok untuk menyampaikan maksud dari program Quality Release, penyamaan persepsi mengenai kriteria kontrol kualitas dari bahan baku (termasuk kalibrasi alat yang digunakan), sampai kepada pelaksanaan dan hak-kewajiban kedua belah pihak. Beberapa kesepakatan yang dicapai adalah: masa percobaan program Quality Release selama satu bulan. Bila durasi ini masih dianggap kurang, maka dapat diperpanjang sampai dua bulan ke depan. Selama masa percobaan dan pelaksanaan program, pemasok bersedia mengirimkan sampel material dan sertifikat yang menyatakan kualitas material sesuai permintaan dan bisa lolos pengendalian kualitas (Certificate of Analysis, COA). Syarat-syarat pelaksanaan kerjasama: pembeli dan pemasok menentukan standar dan spesifikasi pembuatan dan penanganan material, serta prosedur dan kontrol kualitas material. Kedua perusahaan menyepakati jenis material yang digunakan, penyimpanan, dan bagaimana sistem sampling yang dilakukan terhadap material yang akan diproduksi. - Menyamakan persepsi dan standar kualitas dari pembeli dan pemasok. Menyamakan standar kualitas, proses pengecekan, penyimpanan, dokumentasi, pemeliharaan alat ukur, semua karyawan memahami makna dan tujuan dari Quality Release. - Menyepakati kriteria control items (hal-hal yang harus dipatuhi bersama mengenai cara dan kriteria kualitas apa yang diukur) dan bagaimana mengantisipasi perubahan atau perbaikan produk rusak. Aspek yang dinilai adalah: usability, performance, reliability, safety (Svensson, 2011c). - Ketika pembeli dan pemasok sudah menyamakan persepsi, memiliki sistem pengendalian kualitas yang sama baiknya, maka material yang sudah dijamin oleh pemasok tidak perlu diperiksa lagi oleh pemasok. Bila bahan baku sudah sesuai dengan standar kualitas, maka bahan baku ini dinyatakan “release”, atau lolos, dan bisa langsung disimpan di gudang pembeli atau diproduksi. Jika tidak memenuhi standar kualitas, bahan baku dikembalikan dan pemasok harus mengirim bahan baku pengganti dalam jangka waktu yang sudah disepakati. Bila ditemukan produk rusak, kedua belah pihak sepakat menelusuri lebih dalam penyebabnya. Setiap pihak sepakat menanggung kerugian produk rusak sesuai lokasi penyebabnya. Bila ditemukan banyak ketidaksesuaian kualitas material selama satu tahun, maka status ”release” akan dicabut sementara tetapi pemasok tetap berpeluang memperbaiki kinerjanya. Setelah tidak ditemukan masalah selama masa percobaan ini, maka program Quality Release dilaksanakan sepenuhnya. - Kontrol harian dilakukan oleh kedua belah pihak melalui sistem sampling, pengawasan rutin, penerapan visual management, dan komunikasi yang terbuka dan saling membangun supaya masalah segera diselesaikan. Tahap eksekusi: melakukan proses check-list kedatangan material. Langkah ini merupakan proses pelaksanaan program Quality Release, dimana setiap kedatangan bahan baku diperiksa kelengkapannya yang mencakup: COA, sample bahan baku dari setiap nomor produksi bahan baku terkait. Informasi ini akan dijadikan acuan bagi pembeli apakah pemasok sudah melaksanakan kesepakatan dalam program Quality Release dengan baik dan benar. Ada satu karyawan dari perusahaan pembeli dan dari pemasok yang khusus bertanggungjawab terhadap pemantauan kualitas material. Mereka menjadi ujung tombak koordinasi dan pemantauan kualitas material. ii. Pembahasan Dari informasi yang diperoleh, perusahaan pembeli dan penjual sepakat bahwa penerapan konsep Quality Release mampu mengefisienkan proses pengendalian kualitas di titik dimana pembeli menerima material dari penjual. Beberapa material yang diterima pembeli tidak perlu diperiksa ulang dengan jaminan kualitas yang tertera pada COA. Lokasi penerapan Quality Release adalah di titik ketika terjadi serah terima material dari penjual ke pembeli. Ketika material dapat langsung digunakan, maka kegiatan pemeriksaan kualitas dan waktu tunggu material untuk mendapat giliran pemeriksaan otomatis berkurang. Waktu tenggat pun berkurang dari sekitar dua sampai lima jam dapat dikurangi menjadi rata-rata empat puluh lima menit saja. Karena tidak ada waktu menunggu giliran pemeriksaan kualitas, maka tidak diperlukan pula lokasi penyimpanan sementara material, atau mengurangi inventori. Namun demikian, tidak semua material memenuhi standar kualitas karena tetap saja masih ditemukan kesalahan produksi, pengendalian kualitas, dan kalibrasi alat yang kurang baik di sisi penjual. Hal ini menunjukkan bahwa sistem manajemen dan pengendalian kualitas yang handal belum dicapai di semua titik dalam rantai pasok. Pihak manajemen di penjual menyatakan bahwa unsur ego di perusahaannya masih tinggi. Keinginan memperbaiki diri pun sulit karena kebanyakan karyawan sudah merasa puas dengan apa yang dilakukan karena mereka menilai penghasilannya sudah cukup. Hal ini sejalan dengan temuan bahwa kerahasiaan setiap perusahaan dalam rantai pasok menghambat proses kerjasama mencapai tingkat kehandalan yang tinggi (Svensson, 2011c), terlebih pada perusahaan-perusahaan tradisional di negara berkembang (Regnell, 2012). Risiko menerapkan Quality Release memang meloloskan material yang tidak sesuai standar kualitas, sehingga hasil produksi di pihak pembeli tidak baik. Antara pembeli dan penjual harus menyepakati siapa yang menanggung kerugian ini. Selain itu, pembeli dan penjual secara berkala harus saling koordinasi, melihat perkembangan proyek, dan saling mengaudit proses masing-masing. Penyebab faktor keberhasilan dan kegagalan menerapkan Quality Release dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1. Man (manusia) Faktor manusia adalah faktor penentu kelancaran program Quality Release. Di pihak pembeli selalu aktif memantau perkembangan dari setiap pengiriman material serta kelengkapannya. Setiap material yang dinyatakan lolos maupun tidak lolos selalu didokumentasi menurut jenis material, waktu kedatangan, dan besaran atau jumlah material yang dikirim. Setiap kekurangan segera dilaporkan ke penjual. Ditemukan bahwa jenis material yang memiliki tingkat kelolosan rendah adalah yang dikirim sekaligus dalam jumlah besar, dan tidak dipengaruhi oleh jenis material tertentu. Ditemukan bahwa pengiriman dalam jumlah besar karena tingkat produksi di pembeli melonjak tinggi sehingga penjual harus mengejar target produksi. Hal ini membuat penjual mengorbankan kualitas. Ditambah lagi karena banyaknya material yang diproduksi sekaligus mengakibatkan penyimpanan material di penjual melebihi kapasitas. Akibatnya adalah kualitas material menurun karena pengaruh cuaca selama masa tunggu pengiriman. Di sisi penjual, terkadang pengiriman material tidak disertai COA, namun setelah melewati masa percobaan isu ini dapat diselesaikan. Begitu juga ketika material yang akan dikirim penjual pada periode mendekati jam pulang kerja, maka kegiatan pengendalian kualitas dan proses administrasi dilakukan tergesa-gesa. Meski pihak manajemen perusahaan dan pembeli sepakat melakukan perbaikan, kondisi di lapangan berkata lain. Penanggungjawab program di perusahaan pembeli menyatakan siap membantu dan melakukan perbaikan, tapi karyawan di perusahaan penjual menganggap apa yang mereka lakukan sudah benar. Komunikasi yang baik di pihak manajemen tidak dilanjutkan dengan perbaikan di lapangan. Tidak jarang karyawan di perusahaan penjual menutupi kesalahan dalam pengendalian kualitas selama proses produksi dan proses sebelum material dikirim. Kondisi ini menunjukkan komitmen dan budaya kerja yang berbeda di setiap perusahaan. 2. Method (metode) Program Quality Release terutama menjadi tanggungjawab dari departemen Quality Control (QC). Untuk pengiriman material yang tidak disertai dengan COA dan sampel, maka pihak pembeli segera menghubungi penjual supaya pada pengiriman bahan baku yang berikutnya dilengkapi dengan COA dan sampel material. Kedua pihak sepakat melalukan pelatihan dan penyegaran secara berkala mengenai penerapan Quality Release. Tujuannya supaya semua pihak yang terlibat selalu siap dan peduli dengan keberhasilan program ini. Prosedur memperbaiki masalah pun disepakati kedua perusahaan. 3. Machine (sarana penunjang) Sarana penunjang terdiri dari: Check-list diisi bersama antara staf penerima material di pihak pembeli dan pengantar material dari penjual. Informasi yang tertera berfungsi sebagai acuan bagi pembei untuk mengkonfirmasi kepada pihak penjual bila ada ketidaklengkapan pengiriman material. Infrastuktur dan peralatan pengendalian kualitas di penjual terbatas, misalnya pelatihan mengenai sistem pengendalian kualitas belum diperoleh semua karyawan, peralatan yang digunakan untuk mengukur kualitas material, dan lokasi penyimpanan material sebelum dikirim penjual belum cukup kondusif mengingat kebanyakan material yang dikirim sensitif terhadap keadaan cuaca. Sistem komunikasi antara pembeli dan penjual tidak seluruhnya setara. Beberapa divisi di perusahaan penjual sulit dihubungi karena seringkali staf yang bertanggungjawab bekerja di perkebunan sepanjang hari. 4. Material Material yang menjadi pilot project merupakan material yang proses produksinya diawasi dengan baik dan karyawan yang bertanggungjawab terhadap material tersebut dengan sadar mengawasi kualitas material secara intensif. Sehingga memang tidak banyak ditemukan material yang rusak. Penyebab masalah turunnya kualitas material di penjual adalah peralatan penyimpanan material yang terkadang tidak dalam kondisi baik sehingga material tercampur air, debu, dan partikel lainnya dari udara bebas. Untuk mengingatkan para staf penjual akan hal ini, pihak pembeli menyarankan kepada penjual untuk memfasilitasi karyawan dengan visualisasi penanganan material di sekitar tempat penyimpanan. Material yang disarankan untuk disertakan dalam program Quality Release hanya dua sampai tiga kali dalam satu bulan dikirim ke pembeli dengan disertai COA. Namun belum bisa dinyatakan berhasil atau gagal karena kedua perusahaan masih terus mencari penyebab keberhasilan dan kegagalan. Material jenis ini ditargetkan akan diperlakukan sepenuhnya dengan konsep Quality Release setelah enam bulan berjalan. Dapat disimpulkan kesesuaian keuntungan dan faktor penghambat Quality Release dengan studi literatur adalah sebagai berikut: Keuntungan Mencapai Sistem Manajemen Kualitas yang setara di setiap titik Faktor Penghambat Perbedaan budaya antar perusahaan yang terlibat (sesuai) dalam rantai pasok (tidak sesuai) Infrastuktur dan peralatan pengendalian kualitas terbatas Mengefisienkan proses Pengendalian Kualitas (sesuai) (sesuai) Mengurangi lokasi penyimpanan inventori (sesuai) Menutupi kesalahan pengecekan kualitas (sesuai) Membuka peluang perbaikan karena ketidaksesuaian pengendalian kualitas diketahui (tidak sesuai) Dari hasil wawancara terlihat bahwa kerjasama antar perusahaan dalam menerapkan Quality Release tidak harus selalu bersifat eksklusif, karena dengan komitmen dan semangat continuous improvement yang saling menguntungkan kedua belah pihak maka segala hambatan menjadi mungkin untuk diselesaikan. Sehingga, usaha-usaha untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman akan pentingnya mencapai tingkat kehandalan kualitas yang tinggi sangat ditentukan oleh faktor manusia. Bagaimanapun, perbaikan sistem dan disiplin menjalankan perbaikan yang berkelanjutan kembali pada disiplin dan kesadaran faktor manusia. Masukan dari mereka yang terlibat dalam proyek ini untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman adalah: komitmen dan tindakan teladan dari pihak manajemen dalam mencapai sistem manajemen kualitas yang baik; pihak manajemen menciptakan budaya kerja yang mengayomi kebutuhan bawahannya agar mendorong karyawan berpikir dan bekerja lebih disiplin; pihak manajemen memberi arahan mengenai tujuan organisasi dan manfaat menerapkan konsep Quality Release, menyiapkan sistem kerja yang dapat dilaksanakan segenap karyawan untuk mencapai tujuan, serta menerapkan sistem reward dan punishment. Langkah berikutnya adalah menyiapkan tenaga kerja dengan pelatihan dan bimbingan dari pihak atau stakeholder yang berpengalaman, menerapkan visual management agar karyawan selalu ingat kewajibannya, dan menyiapkan sistem sumbang saran sebagai sarana karyawan menyampaikan ide dan masalah yang dihadapi. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa program Quality Release membutuhkan kesiapan tenaga kerja dalam melakukan proses perbaikan berkelanjutan, terutama terkait isu kualitas pengelolaan material (Lilja, 2012). KESIMPULAN dan SARAN Kesimpulan a. Program Quality Release yang dimulai dari 4 jenis material sebagai pilot project memberikan penghematan dalam bentuk man-hour dan working-capital. b. Faktor yang mempengaruhi kelancaran program Quality Release adalah: Di Perusahaan Pembeli: staf Quality Control harus mampu menjaga kelancaran proses release dan staf gudang mampu menjaga penanganan bahan baku agar kualitasnya tetap terjaga. Di Perusahaan Pemasok: harus segeras dilakukan koordinasi bila terjadi kesalahan pelaksanaan prosedural. c. Penghambat kelancaran program Quality Release berpeluang dikurangi komitmen manajemen dan menanamkan budaya kerja yang mendukung continuous improvement bagi karyawan. Saran a. Dilakukan evaluasi berkala bila terjadi hal-hal diluar kesepakatan. b. Pelaksanaan program Quality Release diperluas ke jenis material lain yang berpotensi memberikan penghematan atau pemasok lain yang memiliki data historis yang baik dalam memasok bahan baku. c. Pihak manajemen secara disiplin terus menunjukkan komitmen untuk perbaikan yang berkelanjutan. DAFTAR PUSTAKA Amri. 2008. Analisis Pengendalian Kualitas Produk Dengan Metode Tagucho Pada CV Setia Kawan. Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Malikussaleh. Dahlgaard. 2012. Lean Service: A literature analysis and classification. Total Quality Management & Business Excellence. Dale et al., 2014. Total quality management and theory: An exploratory study of contribution. Total Quality Management, Vol. 12, Issue 4. Garvin, D.A. 1984. What does product quality really mean? Sloan Management Review, pp.2543. Hellsten & Klefsjö, 2012. TQM as a Management Consisting of Values, Techniques and Tools, The TQM Magazine 12. Lilja. 2012. Can Selecting The Right Values Help TQM Implementation? A case study about organisational homogeneity at the Walt Disney Company. Subject of Quality Technology and Management, Department of Engineering and Sustainable Development , Mid Sweden University , Östersund , Sweden. Miles, M.B. 1984. Qualitative Data Analysis: A Sourcebook of New Methods. SAGE Publications Inc. Rahmawati, Suciana. 2012. Analisis Pengendalian Kualitas Gula di PG Tasikmadu Kabupaten Karanganyar. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Regnell, 2012. Requirements Engineering: Foundation for Software Quality. 18th International Working Conference, REFSQ 2012, Essen, Germany. Shiba. 1993. A New American TQM: Four Practical Revolutions in Management. Centre of Quality Management. Productivity Press. Shu, San Gan. 2004. Pengendalian Kualitas Pada Produksi Pasta Gigi. Universitas Kristen Petra. Simchi-Levi. 2014. Stable and Coordinating Contracts for a Supply Chain with Multiple RiskAverse Suppliers. Production and Operations Management. Volume 23, No 3, pp. 379-392. Steenkamp, 1990. Conceptual model of the quality perception process. Journal of Business Research, 21, 309–333. Svensson. 2011. An Empirical Study on the Importance of Quality Requirements in Industry. Proceedings of the 23rd International Conference Software Engineering and Knowledge Engineering, (SEKE’11), Miami Beach, USA. Svensson. 2011. Managing Quality Requirements: A Systematic Review. Proceedings of the 36th EUROMICRO Conference on Software Engineering and Advanced Applications, (SEAA’10), Lille, France. Svensson, et al. 2011. Validity of the Quality Performance Model: Supporting Release Planning of Quality Requirements. IEEE Transaction on Software Engineering. Yin, R.K. 2003. Case Study Research, Design and Methods, 3rd ed., Sage, Thousand Oaks, CA.