KEBENARAN ILMIAH BAB I PENDAHULUAN Kata “kebenaran” dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkret maupun abstrak. Jika subyek hendak menuturkan kebenaran artinya adalah proporsi yang benar. Apabila subyek menyatakan kebenaran bahwa proporsi yang diuji itu pasti memiliki kualitas, sifat, karakteristik, hubungan, dan nilai. Hal yang demikian itu karena kebenaran tidak begitu saja terlepas dari kualitas, sifat, hubungan, dan nilai itu sendiri. Dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut tentang teori-teori kebenaran. Sebagai manusia, sepatutnya kita mengerti tentang teori-teori kebenaran dengan tujuan memperkaya pengetahuan serta wawasan kita. BAB II PEMBAHASAN 1. Teori Kebenaran Ilmiah Kebenaran ilmiah berbeda dengan kebenaran non-ilmiah. Kattsoff berpendapat, kebenaran sama dengan proporsi/proposition. Ini lebih tertuju pada makna atau simantik ketimbang pernyataan atau sintaksis. Orang bisa saja membuat pernyataan dengan memakai susunan kalimat yang tepat, namun belum tentu hal itu bermakna. Seperti “Ada makhluk yang berbadan binatang dan berkepala manusia”. Pernyataan ini dilihat dari tata kalimat tentu sudah tepat, karena terdapat subyek, predikat, dan obyek. Akan tetapi dari makna tampak tidak bermakna sama sekali, sehingga tidak bisa dinamakan proporsi. Pernyataan tersebut bila difahami dari kebenaran yang senyatanya memang tidak ada. A. Kebenaran Proporsi Proporsi adalah pernyataan tentang hubungan yang terdapat diantara dua term. Ada tiga hal pokok dalam suatu proporsi, yaitu subyek, predikat, dan tanda (kopula). Contoh : “Setiap manusia adalah tidak kekal”. Term setiap manusia (subyek), dan term tidak kekal (predikat), sedangkan kata adalah merupakan “kopula”. Statemen tersebut dilihat dari struktur kalimatnya adalah sempurna, serta makna yang dimilikinya pun sungguh-sungguh benar. Dengan demikian ia dapat dikatakan sebagai sebuah proporsi. Beberapa jenis proporsi : 1) Berdasarkan bentuk : tunggal dan jamak a. Proporsi tunggal ialah suatu statemen yang hanya mengandung satu pernyataan. b. Proporsi jamak ialah statemen yang mengandung lebih dari satu pernyataan. 2) Berdasarkan hubungan : kategori dan kondisional a. Untuk proporsi kategoris, hubungan antara subyek dengan predikat adalah tanpa adanya syarat. Contoh : Semua manusia adalah bisa bijaksana (afirmatif) Semua manusia adalah bukan laki-laki (negasi) b. Proporsi kondisional, hubungan antara subyek dengan predikat berdasar syarat tertentu, seperti : “ Jika rajin belajar maka akan pandai”. 3) Berdasarkan kualitas : afirmatif dan negatif a. Untuk jenis afirmatif ini, yaitu proporsi yang kopulanya membenarkan (afirmatif) adnya persesuaian hubungan subyek dengan predikat, contoh : “Semua manusia adalah berkaki”. b. Untuk jenis negative, fungsi kopula pada proporsi ini menyatakan bahwa antara subyek dan predikat tidak ada hubungannya sama sekali (negatif). Contoh : “Setiap laki-laki tidak melahirkan”. 4) Berdasarkan kuantitas : Universal dan khusus a. Jenis proporsi yang universal ditandai dengan bentuk predikatnya yang membenarkan atau mengingkari seluruh subyek, seperti : “Semua manusia adalah berkaki dua”. b. Kemudian proporsi jenis khusus adalah apabila subyeknya menunjukkan sebagian, contoh : “Sebagian manusia dalah berjenis perempuan”. 5) Berdasarkan modalitas : a. Proporsi necessary : Proporsi yang secara universal memandang hubungan kualitas benar-nya antara subyek dengan predikat ada dan sudah dengan sendirinya. b. Proporsi assertory : jika hubungan antara subyek dengan predikat berdasar pada pengalaman, dan menurut pengalaman itu sendiri benar. c. Proporsi Problematik : apabila hubungan antara subyek dan predikat merupakan kemungkinan, sehingga ia benar ataupun tidak benar atas syarat-syarat tertentu. d. Berdasarkan isi : verbal dan riil a. Proporsi verbal ialah suatu proporsi yang hubungan suatu predikat terhadap subyeknya merupakan genus. b. Proporsi riil ialah yang predikatnya menyatakan keterangan tambahan atau memberikan keterangan tambahan. B. Kebenaran Pragmatis Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila memiliki kegunaan/manfaat praktis dan bersifat fungsional dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, Yadi mau bekerja di sebuah perusahaan minyak karena diberi gaji tinggi. Yadi bersifat pragmatis, artinya mau bekerja di perusahaan tersebut karena ada manfaatnya bagi dirinya, yaitu mendapat gaji tinggi. C. Kebenaran Korespondensi Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila materi pengetahuan yang terkandung didalamnya berhubungan atau memiliki korespondensi dengan obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut. Teori koresponden menggunakan logika induktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal khusus ke umum. Dengan kata lain kesimpulan akhir ditarik karena ada fakta-fakta mendukung yang telah diteliti dan dianalisa sebelumnya. Contohnya, Jurusan teknik elektro, teknik mesin, dan teknik sipil Undip ada di Tembalang. Jadi Fakultas Teknik Undip ada di Tembalang. D. Kebenaran Koherensi Sesuatu (pernyataan) dianggap benar apabila konsisten dan memiliki koherensi dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Teori koheren menggunakan logika deduktif, artinya metode yang digunakan dalam berpikir dengan bertolak dari hal-hal umum ke khusus. Contohnya, seluruh mahasiswa UIN harus mengikuti kegiatan Ospek. Luri adalah mahasiswa UIN, jadi harus mengikuti kegiatan Ospek. E. Kebenaran Performatif Bagi Lacey A. R, sebagaimana dikutip Ali Mudhofir, menjelaskan bahwa teori kebenaran performatif (performative theory of truth) menekankan pada kata benar. Maksud dari kata itu ialah jika suatu ungkapan dipandang benar jika dapat diwujudkan dalam bentuk tindakan konkrit. Sebaliknya akan menjadi tidak bermakna bila tidak bisa terwujud dalam tampilan senyatanya. Seperti seorang yang mengatakan “Saya bisa membaca Al Qur’an”. Ketika disodorkan mushaf ataupun juz ‘amma kepadanya untuk dibaca, dan ternyata ia bisa maka pernyataannya benar. Akan tetapi itu menjadi tidak bermakna apabila yang terjadi sebaliknya, yaitu ia tidak bisa membacanya. KESIMPULAN Kebenaran ilmiah merupakan pernyataan dan makna sejalur atau sesuai dengan akal. Orang bisa saja membuat pernyataan dengan memakai susunan kalimat yang tepat, namun belum tentu hal itu bermakna. Sebenarnya teori kebenaran ilmiah itu ada delapan, namun dalam makalah ini hanya dipaparkan lima teori yaitu: 1. Kebenaran Proporsi 2. Kebenaran Koherensi 3. Kebenaran Korespondensi 4. Kebenaran Performatif 5. Kebenaran Pragmatis Karena keterbatasan penulis dalam penggalian data maupun kesederhanaan paparan dalam makalah ini, sehingga masih banyak terdapat kekeliruan dalam setiap penulisan ejaan maupun susunan kalimat. Oleh karena itu kritik dan saran serta masukan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dalam upaya penyempurnaan makalah ini selanjutnya. DAFTAR PUSTAKA Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2003. Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005. Feel Like Shil Dejavu, Kebenaran Ilmiah, http///.www.Blog at Wrodpress.com, akses 30 Maret 2011.