PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING

advertisement
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING
DIPADU DENGAN STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISION (STAD)
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR BIOLOGI
SISWA KELAS X SMA NEGERI 2 MALANG
Rona Desyta Sonja, Triastono Imam Prasetyo, Agung Witjoro
Jurusan Pendidikan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Malang
Jalan Semarang 5 Malang 65145, Indonesia
E-mail: [email protected]
ABSTRAK: Berdasarkan observasi awal, proses pembelajaran di SMA Negeri
2 Malang belum menerapkan pendekatan saintifik secara lengkap sesuai dengan
tuntutan kurikulum 2013 yang terdiri dari lima pengalaman belajar pokok yaitu
mengamati, menanya, mengumpulkan data, mengasosiasikan dan
mengkomunikasikan. Hasil ujian bab 1 materi ruang lingkup biologi, kerja
ilmiah dan keselamatan kerja baru mencapai ketuntasan klasikal sebesar 6,25%
dari 85% yang ditetapkan. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas
(PTK). Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian ini
dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus terdiri atas empat tahap, yaitu:
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dipadu
dengan STAD dapat meningkatkan hasil belajar Biologi siswa (kognitif dan
afektif) kelas X SMA Negeri 2 Malang. Ketuntasan klasikal hasil belajar afektif
meningkat dari 65,87% menjadi 86,45%, sedangkan ketuntasan klasikal hasil
belajar kognitif meningkat dari 40,62% menjadi 90,62%.
Kata Kunci: model pembelajaran inkuiri terbimbing, STAD, hasil belajar.
ABSTRACT: The learning process in Senior high School 2 Malang not
applying the scientific approach in full accordance with the curriculum in 2013
which consists of five basic learning experiences that is observe, ask, collect
data, to associate and communicate. The test results of chapter 1 the material
scope of biology, scientific work and safety showed that the classical
completeness just reached 6.25% of the 85% set. The type of this research is a
classroom action research (CAR). It used a qualitative approach. This research
was conducted in two cycles. Each cycle consists of four stages: planning,
action, observation and reflection. The results of this research showed that the
implementation of guided inquiry learning model combined with STAD can
improve student learning outcomes Biology (cognitive and affective) for grade
X Senior High School 2 Malang. Classical completeness affective learning
outcomes increased from 65.87% to 86.45%, while the classical completeness
cognitive learning outcomes increased from 40.62% to 90.62%.
Keyword: guided inquiry learning model, STAD, learning outcomes.
Pendidikan merupakan aspek penting bagi kehidupan manusia dalam
kemajuan suatu bangsa. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan,
pemerintah melakukan perubahan dan pengembangan, baik dari kurikulum
maupun metode mengajar guru. Menurut Kemendikbud (2013) pengembangan
kurikulum menjadi amat penting sejalan dengan kontinuitas kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni budaya serta perubahan masyarakat di masa
depan. Aneka kemajuan dan perubahan tersebut melahirkan tantangan internal dan
eksternal di bidang pendidikan. Oleh karena itu, implementasi Kurikulum 2013
1
2
merupakan langkah strategis dalam menghadapi globalisasi dan tuntutan
masyarakat Indonesia di masa depan. Kurikulum 2013 menuntut guru untuk
menerapkan pendekatan ilmiah atau scientific approach pada proses
pembelajaran. Pendekatan ilmiah (scientific approach) dalam pembelajaran
sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, mencoba, mengolah,
menyajikan, menyimpulkan, dan mencipta untuk semua mata pelajaran
(Sudarwan, 2013). Berdasarkan Permendikbud nomor 81A tahun 2013 mengenai
implementasi kurikulum 2013, proses pembelajaran terdiri atas lima pengalaman
belajar pokok yaitu mengamati, menanya, mengumpulkan informasi,
mengasosiasi, dan mengkomunikasikan.
Berdasarkan observasi saat pembelajaran di kelas X MIA-4 SMA Negeri 2
Malang pada tanggal 27 Agustus 2014, diketahui bahwa kegiatan belajar diawali
dengan penjelasan dari guru selanjutnya siswa mengerjakan LKS kemudian
dilakukan pembahasan bersama. Kegiatan mengamati, dan mengumpulkan data
sudah dilakukan siswa dalam pembelajaran, namun terdapat tiga kegiatan pokok
yang belum nampak dilakukan yaitu kegiatan menanya, mengasosiasikan dan
mengkomunikasikan. Kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa kelas X MIA-4
SMA Negeri 2 terlihat masih bergantung kepada penjelasan dari guru. Siswa
kurang termotivasi untuk mencari pengetahuan terkait dengan pelajaran. Siswa
ada kecenderungan bergantung pada catatan dari guru sehingga tidak
menggunakan sumber lain untuk belajar. Hal tersebut menyebabkan pemahaman
terhadap materi kurang sehingga mempengaruhi hasil belajar khususnya hasil
belajar kognitif siswa. Berdasarkan hasil ujian bab 1 materi ruang lingkup biologi,
kerja ilmiah dan keselamatan kerja diketahui bahwa ketuntasan klasikal baru
mencapai 6,25% dari 85% yang ditetapkan. Hasil tersebut membuktikan bahwa
diperlukan suatu tindakan untuk dapat meningkatkan hasil belajar siswa melalui
pendekatan dan model yang sesuai dengan pembelajaran biologi dan tuntutan
kurikulum yang dijalankan sekarang ini yaitu kurikulum 2013.
Menurut Permendikbud nomor 65 tahun 2013 untuk memperkuat
pendekatan saintifik disarankan untuk menerapkan belajar berbasis penelitian
(inquiry learning). Hal tersebut karena sintaks model inkuiri sudah didasarkan
pada pendekatan saintifik yaitu menuntut siswa untuk mengenal permasalahan
sampai dengan menyimpulkan serta mengkomunikasikannya. Sanjaya (2006)
menyatakan bahwa model inkuiri adalah suatu strategi pembelajaran yang
menekankan pada proses berpikir kritis untuk mencari dan menemukan sendiri
jawaban. Model inkuiri terbimbing adalah salah satu model pembelajaran inkuiri
yang menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan
menemukan, guru bukan sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator
dan motivator siswa.
Penerapan pendekatan saintifik dalam model inkuiri terbimbing, menuntut
siswa untuk melakukan kegiatan ilmiah sehingga siswa menjadi aktif mencari,
mengolah, mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan yang diperoleh
sehingga siswa memiliki pengalaman belajar yang nyata. Hal tersebut mampu
meningkatkan pemahaman siswa terhadap pelajaran. Meningkatnya pemahaman
siswa terhadap pelajaran mempengaruhi hasil belajar siswa khususnya hasil
belajar kognitif. Penerapan pendekatan saintifik dalam model inkuiri diharapkan
dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang rendah berdasarkan hasil observasi.
3
Hasil observasi lain yaitu kegiatan belajar di kelas dilakukan secara
individu sehingga informasi yang didapat hanya berasal dari guru, tidak ada saling
tukar pendapat antar siswa. Menurut Budiarti (2011) pembelajaran kooperatif
yang dipandang efektif menciptakan interaksi yang positif dan terstruktur dalam
menciptakan masyarakat belajar (Learning Community). Siswa tidak hanya
belajar dari guru, tetapi juga dari teman (Tutorial Sebaya). Salah satu model
kooperatif adalah Student Team Achievement Division yang biasa disebut (STAD).
Model kooperatif STAD memiliki beberapa manfaat positif jika diterapkan pada
siswa karena kegiatan pembelajaran dilakukan secara kooperatif atau
berkelompok.
Penerapan inkuiri terbimbing dipadu dengan STAD dilakukan untuk
mempermudah siswa karena dalam inkuiri terbimbing siswa dituntut melakukan
langkah-langkah ilmiah seperti merumuskan masalah, membuat hipotesis,
observasi, pengumpulan data, interpretasi data, menyimpulkan dan
mengkomunikasikan. Langkah ilmiah tersebut lebih baik dilakukan secara
kooperatif karena dalam prosesnya siswa akan saling membantu dalam kegiatan
diskusi untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan dengan saling
menyampaikan pendapatnya dalam satu kelompok. Selain penyelesaian
permasalahan yang cepat karena dilakukan dengan berdiskusi kelompok, siswa
juga memiliki ketrampilan untuk menyampaikan pendapat dengan percaya diri
dan dapat menghargai pendapat orang lain.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang
diterapkan dalam pembelajaran ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK).
Prosedur dan langkah-langkah dalam penelitian ini mengikuti prinsip dasar
penelitian tindakan kelas yaitu menggunakan prosedur kerja yang bersifat siklus.
Penelitian ini dilakukan melalui 3 siklus dan setiap siklus meliputi tahapan
perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan refleksi yang diikuti dengan
perencanaan ulang. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, tes, dan
dokumentasi. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar
observasi keterlaksanaan model inkuiri terbimbing dipadu STAD oleh guru dan
siswa, lembar penilaian afektif, tes hasil belajar kognitif, dan catatan lapangan.
Keterlaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri
terbimbing dipadu dengan STAD dapat diukur dengan menggunakan lembar
observasi keterlaksanaan pembelajaran oleh guru dan siswa. Kategori tingkat
keberhasilan tindakan oleh guru dan siswa bisa dilihat pada Tabel 3.2. Untuk
menentukan persentanse keterlaksanaan model pembelajaran digunakan rumus
sebagai berikut.
𝑁=
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟
𝑥 100%
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙 𝑎𝑠𝑝𝑒𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑎𝑡𝑖
4
Tabel 3.2 Tabel Persentase Keterlaksanaan Pembelajaran
Persentase penilaian
80 – 100
66 – 79
56 – 65
40 – 55
30 – 39
Sumber: Arikunto (2012).
Taraf kualitas
Baik sekali
Baik
Cukup
Kurang
Gagal
Nilai dengan huruf
A
B
C
D
E
Hasil belajar yang dianalisis dalam penelitian ini meliputi aspek kognitif
dan afektif. Hasil belajar kognitif diukur dengan menggunakan tes akhir siklus
PTK. Indikator ketuntasan hasil belajar apabila siswa yang mendapat skor sama
atau lebih besar dari KKM sebesar 75. Kriteria ketuntasan klasikal menurut
sekolah minimal adalah 85%. Keberhasilan hasil belajar kognitif dapat diukur
dengan persentase ketuntasan sebagai berikut:
Persentase ketuntasan belajar klasikal=
∑ siswa yang tuntas
∑ seluruh siswa
x 100%
Aspek afektif dianalisis menggunakan rubrik penilaian afektif yang diberi
skor dengan rentangan skor 1-4. Lembar penilaian afektif ini diamati pada setiap
kelompok untuk setiap kali pertemuan. Indikator ketuntasan hasil belajar apabila
siswa yang mendapat skor sama atau lebih besar dari KKM sebesar 70. Hasil
penghitungan skor afektif dianalisis berdasarkan tabel skala nilai yang bisa
dilihat pada Tabel 3.3 di bawah.
Tabel 3.3 Skala Nilai Afektif
Nilai
Konversi
80-100
SB
70-79
B
60-69
C
-59
K
Sumber: rapor SMA Negeri 2 Malang
Keterangan
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
HASIL PENELITIAN
Keterlaksanaan pembelajaran dengan dalam model inkuiri terbimbing
dipadu dengan STAD terdapat peningkatan baik keterlaksanaan pembelajaran oleh
guru maupun siswa. Keterlaksanaan pembelajaran dengan model inkuiri
terbimbing dipadu dengan STAD oleh guru mengalami peningkatan dari siklus I
yaitu 95% menjadi 100% pada siklus II. Keterlaksanaan pembelajaran dengan
dalam model inkuiri terbimbing dipadu dengan STAD oleh siswa juga mengalami
peningkatan dari siklus I sebesar 70,42% menjadi 79,59%.
5
Peningkatan keterlaksanaan pembelajaran dapat dilihat pada Gambar 4.10.
120
100
80
Guru
60
Siswa
40
Column1
20
0
Siklus I
Siklus II
Gambar 4.10 Grafik Peningkatan keterlaksanaan pembelajaran dengan model inkuiri
terbimbing dipadu dengan STAD pada siklus I dan II
Berdasarkan hasil analisis data siklus I dan II, diketahui bahwa terdapat
peningkatan persentase ketuntasan belajar siswa, baik aspek kognitif maupun
afektif. Pada siklus I ketuntasan klasikal aspek kognitif sebesar 40,62% dan
mengalami peningkatan pada siklus II sebesar 90,62%, untuk ketuntasan klasikal
aspek afektif pada siklus I sebesar 65,87% dengan rincian kegiatan diskusi
kelompok sebesar 75%, kegiatan presentasi lisan sebesar 83,6%, kegiatan diskusi
kelas sebesar 39,06% mengalami peningkatan pada siklus II sebesar 86,45%
dengan rincian kegiatan diskusi kelompok sebesar 100%, kegiatan presentasi lisan
sebesar 96,86%, kegiatan diskusi kelas sebesar 62,5%. Peningkatan hasil belajar
aspek kognitif dan afektif dapat dilihat pada Gambar 4.11 dan 4.12.
100
80
60
Kognitif
40
Column2
Column1
20
0
Siklus I
Siklus II
Gambar 4.11 Grafik Peningkatan Hasil Belajar Kognitif Siswa
120
100
80
Diskusi kelompok
60
Presentasi lisan
40
Diskusi kelas
20
0
Siklus I Siklus II
Gambar 4.12 Grafik Peningkatan Hasil Belajar Afektif Siswa
6
PEMBAHASAN
Keterlaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri
terbimbing dipadu dengan STAD.
Keterlaksanaan pembelajaran dilihat dari dua aspek yaitu, keterlaksanaan
kegiatan pembelajaran oleh guru dan siswa. Hasil analisis menunjukkan adanya
peningkatan pada kedua aspek tersebut. Persentase keterlaksanaan pembelajaran
dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dipadu dengan STAD oleh siswa
dari siklus I ke siklus II secara berturut-turut adalah 70,42% dan 79,59%.
Peningkatan yang ditunjukkan berdasarkan hasil tersebut sebesar 9,17%.
Berdasarkan kriteria persentase keterlaksanaan pembelajaran pada Tabel 3.2
keterlaksanaan kegiatan pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dipadu
STAD oleh siswa termasuk dalam kriteria baik. Persentase keterlaksanaan
kegiatan pembelajaran oleh guru dari siklus I ke siklus II berturut-turut adalah
95% dan 100%. Peningkatan yang ditunjukkan berdasarkan hasil tersebut sebesar
5%. Berdasarkan kriteria persentase keterlaksanaan pembelajaran pada Tabel 3.2
keterlaksanaan kegiatan pembelajaran dengan model inkuiri terbimbing dipadu
STAD oleh guru termasuk dalam kriteria baik sekali. Peningkatan persentase
keterlaksanaan pembelajaran dari siklus I ke akhir siklus II sangat mungkin
terjadi karena dalam melakukan kegiatan pembelajaran dari satu pertemuan ke
pertemuan berikutnya baik guru maupun siswa sama–sama melakukan perubahan
dan perbaikan. Semakin sering pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri
terbimbing dipadu dengan STAD itu dilakukan akan menyebabkan siswa menjadi
terlatih dengan kegiatan pembelajaran dan semakin siap dalam setiap
pertemuannya. Guru juga melakukan perbaikan dalam pelaksanaan kegiatan
mengajar berdasarkan refleksi dari kegiatan mengajar pada siklus sebelumnya
sehingga pada siklus II keterlaksanaan pembelajaran dengan model inkuiri
terbimbing dipadu dengan STAD dapat meningkat dan dilaksanakan dengan baik
sekali. Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian Hazanah (2011) yang
menunjukkan peningkatan keberhasilan penerapan pembelajaran STAD dipadu
dengan model inkuiri terbimbing. Keberhasilan tersebut terjadi bila langkahlangkah STAD dan inkuiri terbimbing dapat dipenuhi baik oleh guru maupun
siswanya. Peningkatan keberhasilan tindakan menunjukkan adanya perubahan
pada guru dan siswa menjadi lebih baik.
Penelitian ini menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing dipadu
dengan STAD. Tahap pertama, guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok
secara heterogen berdasarkan jenis kelamin maupun kemampuan kognitifnya.
Tahap selanjutnya, guru mengenalkan permasalahan kepada siswa dan siswa
mengamati hal tersebut. Guru kemudian membimbing siswa untuk bertanya
terkait dengan permasalahan tersebut dan juga membimbing siswa untuk
mengajukan hipotesis sesuai dengan permasalahan yang diajukan. Selanjutnya
siswa mengerjakan LKS untuk membahas permasalahan yang terkait dengan
materi. Kegiatan mengerjaan LKS tersebut disebut sebagai tahap pengumpulan
data. Setiap anggota kelompok mencari informasi yang berkaitan dengan
permasalahan (observasi). Tahap selanjutnya adalah mengasosiasi yaitu dilakukan
dengan cara menginterpretasi data agar informasi yang diperoleh dapat digunakan
untuk menjawab permasalahan dengan tepat. Kegiatan tersebut dilakukan secara
berkelompok sehingga terjadi tukar menukar pendapat antar anggota kelompok.
Tahap selanjutnya adalah mengkomunikasikan hasil diskusi masing-masing
7
kelompok untuk didiskusikan di kelas. Berdasarkan hasil diskusi kelas, maka akan
diperoleh kesimpulan pembelajaran dan selanjutnya guru melakukan evaluasi
secara lisan untuk mengetahui pemahaman siswa. Guru akan mengumumkan 3
kelompok yang paling kompak dan aktif dan diberikan penghargaan, pada
langkah akhir.
Pada siklus I, pada dasarnya semua kelompok antusias dalam
melakukakan kegiatan pembelajaran tersebut, namun masih terdapat beberapa
kekurangan. Pada kegiatan menanya, siswa cenderung mengajukan pertanyaan
yang tidak sesuai dengan materi yang akan dibahas, sehingga guru harus
senantiasa mengarahkan dan membimbing siswa agar dapat bertanya sesuai
dengan materi yang akan dibahas. Kekurangan yang lain yaitu pada sintaks
menanya dan membuat hipotesis, hanya beberapa anggota kelompok saja yang
aktif misalnya ketika mengajukan pertanyaan maupun hipotesis tidak didiskusikan
dahulu dengan anggota kelompok yang lain sehingga kekompakan dalam
kelompok kurang. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari
dilaksanakannya STAD pada pembelajaran kurang dicapai pada siklus I. Hal ini
didukung dengan pernyataan Majid (2013) fungsi utama dari tim dalam STAD
adalah untuk memastikan bahwa semua anggota tim benar-benar belajar. Anggota
tim melakukan yang terbaik untuk tim dan tim harus melakukan yang terbaik
untuk anggotanya. Sanjaya (2006) juga menyatakan bahwa penilaian
pembelajaran secara kooperatif STAD dilakukan terhadap kelompok sehingga
setiap kelompok akan mempunyai ketergantungan positif yaitu setiap individu
memiliki tanggung jawab terhadap kelompok. Setiap individu akan saling
membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok,
sehingga setiap individu memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan
kontribusi demi keberhasilan kelompok. Permasalahan yang lain yaitu pada
kegiatan mengkomunikasikan, siswa yang mewakili kelompoknya untuk
presentasi cenderung tetap. Terdapat pula beberapa siswa yang kurang
memperhatikan dan melakukan kegiatan yang lain ketika sedang ada kelompok
yang melakukan presentasi.
Solusi untuk kekurangan maupun permasalahan yang dikemukakan di atas
yaitu guru harus sering menginformasikan kepada siswa bahwa pada akhir
pembelajaran akan ada hadiah dengan kriteria penilaian salah satunya adalah
kekompakan antar anggota kelompok agar siswa terpicu semangat
kekompakannya. Guru menyampaikan jika hanya beberapa siswa yang aktif
dalam kelompok maka akan mempengaruhi hasil penilaian. Saat presentasi,
perwakilan kelompok yang maju juga harus berganti-ganti agar kesempatan yang
diperoleh untuk setiap anggota sama rata. Guru juga selalu memantau proses
diskusi kelompok dengan cara berkeliling dari satu kelompok ke kelompok lain
agar siswa tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan kegiatan di luar
pembelajaran. Pada siklus II permasalahan yang dihadapi pada siklus I berkurang
rata-rata siswa sudah aktif dan kekompakan antar anggota kelompok juga baik.
Hasil belajar siswa
Hasil analisis data siklus I dan II menunjukkan peningkatan persentase
ketuntasan belajar siswa, baik aspek kognitif maupun afektif. Ketuntasan klasikal
aspek afektif pada siklus I sebesar 65,87% dengan rincian kegiatan diskusi
kelompok sebesar 75%, kegiatan presentasi lisan sebesar 83,6%, kegiatan diskusi
8
kelas sebesar 39,06%. Ketuntasan klasikal aspek afektif pada siklus II sebesar
86,45% dengan rincian kegiatan diskusi kelompok sebesar 100%, kegiatan
presentasi lisan sebesar 96,86%, kegiatan diskusi kelas sebesar 62,5%.
Berdasarkan analisis data, ketuntasan klasikal aspek afektif pada siklus I
meningkat pada siklus II dengan persentase 65,87% menjadi 86,45% dengan
rincian kegiatan diskusi kelompok meningkat sebanyak 25%, kegiatan presentasi
lisan meningkat sebanyak 13,26%, dan kegiatan diskusi kelas meningkat sebesar
23,44. Berdasarkan hasil analisis tersebut, persentase ketuntasan klasikal aspek
afektif pada siklus II dapat melampaui standar minimal yang ditentukan sekolah
yaitu 85%.
Peningkatan dalam hal diskusi kelompok yang berkaitan dengan
kekompakan antar anggota kelompok, presentasi lisan, serta diskusi kelas yang
berkaitan dengan kemampuan siswa dalam memberikan tanggapan dapat terjadi
karena dengan penerapan model inkuiri terbimbing dan STAD ini siswa lebih
memahami permasalahan yang dibahas sebab mereka melakukan semua langkah
ilmiah secara mandiri bersama kelompoknya sehingga membuat siswa lebih aktif
dalam mengemukakan pendapatnya baik dalam kelompoknya sendiri maupun
pada diskusi kelas. Hal tersebut didukung dengan pernyataan Bruner dalam Tanto
(2008) penemuan/inkuiri terbimbing dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam
menyampaikan ide, menyampaikan pertanyaan serta mendorong pebelajar
berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri. Berdasarkan hasil analisis,
penerapan model ini dapat meningkatkan interaksi antar siswa khususnya
kekompakan antar anggota kelompok agar dapat menyelesaikan permasalahan
yang dikerjakan demi keberhasilan kelompok, jika salah seorang anggota
kelompok lebih paham dengan apa yang dibahas maka siswa tersebut dapat
menjelaskannya kepada anggota kelompok yang lain sehingga semua anggota
dapat dengan percaya diri mengemukakan pendapat kelompoknya ketika diskusi
kelas. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Sanjaya (2006) pembelajaran secara
kooperatif STAD menimbulkan ketergantungan positif yaitu setiap individu
memiliki tanggung jawab terhadap kelompok. Setiap individu akan saling
membantu, mereka akan mempunyai motivasi untuk keberhasilan kelompok.
Berdasarkan analisis data, pada siklus I dan II persentase ketuntasan
klasikal hasil belajar kognitif secara berturut-turut adalah 40,62% dan 90,62%.
Berdasarkan data tersebut dapat dikatakan bahwa terjadi peningkatan hasil belajar
kognitif dari siklus I ke siklus II sebesar 50% sehingga pada siklus II persentase
ketuntasan klasikal aspek kognitif dapat melampaui standar minimal yang
ditentukan sekolah yaitu 85%. Penelitian lain yang dilakukan oleh Hazanah
(2011) mengenai penerapan STAD dengan inkuiri terbimbing juga menunjukkan
peningkatan aspek kognitif dari siklus I ke siklus II sebesar 6,6.
Peningkatan tersebut dapat terjadi karena dengan penerapan model inkuiri
terbimbing dan STAD ini siswa dituntut untuk melakukan kegiatan ilmiah.
Kegiatan ilmiah tersebut menuntut siswa menjadi aktif mencari, mengolah,
mengkonstruksi, dan menggunakan pengetahuan yang mereka dapat sehingga
siswa memiliki pengalaman belajar yang nyata dilakukan oleh siswa sendiri. Hal
tersebut mampu meningkatkan pemahaman siswa terhadap pelajaran.
Meningkatnya pemahaman siswa terhadap pelajaran terbukti mempengaruhi hasil
belajar siswa khususnya hasil belajar kognitif.
9
Hal tersebut didukung dengan pernyataan Markaban (2006) bahwa dengan
metode inkuiri terbimbing pembelajaran yang disajikan dan materi yang
dipelajari, membekas lebih lama karena siswa terlibat dalam proses
menemukannya. Penerapan model STAD juga mempengaruhi peningkatan
pemahaman siswa terhadap materi sehingga berdampak pada nilai kognitif. Hal
tersebut didukung pula oleh hasil penelitian Mamu (2013) yang menunjukkan
STAD berpengaruh signifikan terhadap pemahaman konsep siswa. Pembelajaran
menggunakan STAD memungkinkan siswa dapat bekerja sama, saling berdiskusi,
saling memberi dukungan dan bantuan dengan temannya dalam kelompok untuk
dapat memahami materi yang dipelajari. Proses belajar yang dilakukan dengan
strategi pembelajaran menggunakan STAD, dapat memberikan kontribusi pada
peningkatan pemahaman siswa terhadap konsep yang dipelajari bersama teman
kelompok.
KESIMPULAN
1. Penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dipadu dengan STAD dapat
meningkatkan hasil belajar Biologi siswa (kognitif dan afektif) kelas X SMA
Negeri 2 Malang.
2. Ketuntasan klasikal hasil belajar afektif meningkat dari 65,87% menjadi
86,45%, sedangkan ketuntasan klasikal hasil belajar kognitif meningkat dari
40,62% menjadi 90,62%.
SARAN
Guru sebaiknya membentuk struktur anggota kelompok yaitu salah satu
anggota kelompok menjadi ketua, moderator, notulen serta sebagai anggota.
Semua anggota tersebut memiliki hak yang sama untuk mengeluarkan pendapat
sehingga diskusi kelompok berjalan dengan lancar dan semua anggota aktif.
DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, S. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Budiarti, R. 2011. Penerapan Metode Pembelajaran Kooperatif Student Teams
Achievement Divisions (STAD) Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep
Siswa Pada Pokok Bahasan Sistem Pencernaan Makanan Kelas XI IPA
Man Sukoharjo. Skripsi. Surakarta. Universitas Sebelas Maret.
Hazanah, A. 2011. Penerapan metode pembelajaran kooperatif Student Team
Achievement Division (STAD) dipadu inkuiri terbimbing untuk
meningkatkan motivasi belajar dan hasil belajar siswa kelas VIII SMPN 1
Malang oleh Aniatul Hazanah. Skripsi Tidak Diterbitkan. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Mamu, H. D. 2013. Keterampilan Berpikir Kritis dan Pemahaman Konsep IPA
Biologi Dalam Pembelajaran Berstrategi Kooperatif Tipe STAD.
Prosiding Seminar Nasional Sains dan Matematika II Jurusan Pendidikan
MIPA FKIP UNTAD 2013 ISBN 978-602-8824-49-1. Hal 35-41.
Markaban. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan
Penemuan Terbimbing: Modul Paket Pembinaan, (Online),
(http://www.diknas/modul/pembelajaran.go.id, diakses tanggal 30 Agustus
2014)
Majid, A. 2013. Strategi Pembelajaran. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
10
Permendikbud. 2013a. Jurnal Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan.
Permendikbud. 2013a. Jurnal Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 81a Tahun 2013 Tentang
Implementasi Kurikulum. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sudarwan. 2013. Pendekatan-pendekatan Ilmiah dalam Pembelajaran.
Pusbangprodik
Tanto, T. 2008. Efektivitas Penerapan Metode Inkuiri pada
PembelajaranEkonomi untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Kelas XIA2 SMA N Negeri 4 Malang. Skripsi tidak diterbitkan. Malang. FE UM
Download