perbanyakan larva l3 dari cacing haemoncus contortus yang diambil

advertisement
Prosiding Temu l eknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2005
PERBANYAKAN LARVA L3 DARI CACING HAEMONCUS
CONTORTUS YANG DIAMBIL DARI ABOMASUM
KAMBING DAN DOMBA
M[LINDA f ; . HUTAURUK
Loka Penelitian Kambing Potong, PO BOX 1 Gulang S(iMUT
RINGKASAN
Haemoncus contortus adalah salah satu jenis Cacing nematoda saluran pencernaan dari kelompok Strongylus .
indentifikasi larva ternak ruminansia kecil menunjukkan, bahwa larva jenis Cacing Haemoncus Sp dan
Trichostrongylus Sp merupakan yang tertinggi persentasenya yaitu berkisar 9- 85% untuk Haemoncus Sp dan 3366% untuk Trichosrongvlus Sp (Kosasih Z . 2003), Cacing ini cukup patogenik bagi kambing dan domba yang
terinfeksi . Maka diperlukan penanganan yang serius untuk menguji sesuatu obat cacing atau menganalisis tingkat
resistensi kambing dan domba terhadapjenis cacing tertentu,oleh karena itu diperlukan koleksi dan perbanyakan
larva cacing pada stadium 3 ( 13 ) .
Kata kunci : Haemoncus contortus, Larva ( 13 ), Resistensi, Obat cacing .
Hasil
PENDAHULUAN
Secara umum fungsi usaha ternak kambing dan domba adalah untuk dijadikan tabunggan dan
pemanfaatan pupuk kandang serta usaha tani pertanian, karena pertimbangan harga jual yang cukup
terutama jantan di jual menjelang hari raya idul adha untuk digunakan
tinggi, biasanya ternak
sebagai hewan qurban (Sudjana 1983 ) .
Tatalaksana pemeliharaan pemberian pakan dan perawatan juga perkandangan ternak temasuk
pencegahan dan penanggulangan penyakit sampai saat ini masih belum banyak dilakukan, karena
keterbatasan pengetahuan, dana maupun tingkat kepedulian peternak, sistim pemeliharaan masih
tradisional dan segi kesehatannyapun sering terabaikan, sehingga ternak mudah sekali terserang
penyakit terutama penyakit cacing saluran pencernaan .
Parasit cacing adalah salah satu hambatan yang sering dijurnpai dan parasit ini sangat menggangu
dalam usaha meningkatkan produksi ternak dotnba . Penyakit ini kurang disadari oleh petani peternak
yang dapat menyebabkan penurunan daya tahan ternak, penurunan napsu makan, kehilangan darah dan
protein plasma ke dalam saluran pencernaan, menghambat dan bahkan dapat menyebabkan kematian
terutama pada domba yang masih muda .
Menurut (Soulsby 1982) parasit cacing adalah semua cacing yang hidup di dalam tubuh hewan,
dan acing -cacing ini bisa hidup pada bagian-bagian tubuh saluran pencernaan, hati, jantung, paru -- paru,
ginjal, kelopak mata, di dalam dan di bawah kulit, dari data suvei diketahui bahwa cacing Haemoncus
contortus merupakan parasit patogenik yang menginfeksi domba dan angka infeksi dapat mencapai 80 % .
Dan merupakan penyakit yang menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar, disamping penyakit
kudis (Ronoharjo 1986 ) .
Di Sumatra Utara, infeksi laemoncus contortus dan Eurytrema Pancreaticum adalah masalah serius
pada sekelompok kambing dan domba yang digembalakan di bawah perkebunan pohon karet, dan daerah
penggembalaan yang tercernar atau hijauan pakan ternak yang berasal dari daerah tersebut merupakan
sumber infeksi utama oleh endoparasit, (Charmichael, 1993) .
Handayani and Gatenby .1988 melaporkan pada musim hujan biasanya ternak domba rentan terhadap
penyakit cacing, terutama terhadap ternak domba yang sistim pemeliharaannya dengan cara di gembalakan,
karena infeksi cacing mudah terjadi pada saat domba sedang merumput,sebab rumputnya sudah tercemar
oleh larva cacing, kerena itu untuk menanggulangi terjadinya infeksi cacing yang terus menerus perlu
dilakukan penagannan dengan cara pemberian obat cacing secara berkala .
Kartamulia,dkk ( 1993 ) menyatakan domba sangat menguntungkan di bawah perkebunan pohon
karet dengan pemberian obat anti cacing gastrointestinal setiap 3 bulan . Sekarang ini banyak didapat
penggunaan obat cacing rnulai inenurun tingkat efektifitasnya disebabkan penggunaan obat cacing jangka
waktu yang lama, sehingga cacing saluran pencernaan mulai kebal (resisten ) terhadap beberapajenis obat
cacing, untuk itu perlu ada pengujian efektipitas obat cacing sebelum digunakan .
114
Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2005
Pengujian tentang ke efektifitasnya obat cacing tersebut bisa dilakukan terhadap beberapa jenis
cacing, salah satu diantaranya cacing Haemoncus contortus, dengan menginfeksikan larva 1.3 ke dalam
tubuh ternak kambing dan domba . larva L3 ini disebut larva infeksi, masa incubasinya 1-3 minggu
yaitu dari L3 berkembang menjadi cacing muda dan kemudian menjadi dewasa yang hidup di dalam
Abomasum dan usus kecil . dan ini bisa dibuktikan dengan melalui jumlah telur cacing pada pemeriksaan
tinja kambing dan domba .
Dalam tulisan ini dibahas tentang cara memperbanyak larva L3 Haemoncus contortus yang cacingnya
diambil dari Abomasum dan dibuat pembiakan untuk mendapatkan larva L3 yang akan di infeksikan
kepada ternak kambing dan domba .
MATERI DAN METODA
A . Materi
-
Fermiculite .
Tinja kering yang sudah distrerilkan,
Aquades dan air kran .
Telor cacing Haemoncus contortus murni .
B . Alat
Alat yang digunakan : Mikroskop, Haemositometer, botol bertutup dan permukaan lebar ukuran
500 ml, petridis, pipet pateur, botol semprot, mortal, pinset, gunting, kawat kecil, saringan, sarung
tangan lemari es, beker gelas ukuran I liter .
C Metoda
1 . Koleksi Cacing
Cacing dewasa diambil dari abumasum kambing dan domba yang diduga terinfeksi cacing dari
rumah potong hewan atau tempat lain, dengan membelah abomasum domba atau kambing dan mengambil
semua isinya, kemudian dicuci dengan air keran dan disaring dengan saringan yang halus dimana
cacing - cacing tersebut tidak lolos dari saringan, selanjutnya diambil dengan memakai kawat kecil
yang dibengkokkan, dan dipilih hanya cacing Haemoncus contortuc yang betina saja yang ciri cirinya :
a . Betina
- Panjang 18 - 33 mm
- Mempunyai Vulva Flap .
- Dikepala ada cervical papilae .
b . Jantan
- Panjang 10 - 20 mm
- Mempunyi Bursa capulatrix .
Cacing-cacing itu dibersihkan dengan NaCI physiologis dan dimasukkan dalam gelas piala
yang berisi larutan NaCl, letakkan dalam incubator pada suhu 37 ° C selama 2-3 jam supaya cacing
bertelur ( Whitelock 1978 ) telur akan keluar dengan sendirinya kemudian cacingnya digerus dengan
mortal agar telor yang masih menempel dalam usus cacing keluar, bersihkan dengan air keran lalu
dibuat suspensi .
2 . Pembiakan Telor cacing
Media yang digunakan adalah campuran vermiculite dengan tinja kambing dan domba yang
sudah disterilkan dalam oven pada suhu 105 ° C selama 24 jam dengan perbandingan I : I lalu diaduk
dengan penambahan air keran sampai lembab, masukkan ke dalam botol yang permukaanya lebar
dan pakai tutup , isi sebanyak 2/3 botol dan sedikit dipadatkan, buat lubang di tengah dengan batang
pengaduk untuk sirkulasi udara .
1 15
Prosiding Ternu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2005
Suspensi telur yang diperoleh disemprotkan kepermukaan media dengan memakai pipet pasteur,
kemudian tutup botol secara lepas dan dieramkan (disimpan) pada suhu kamar ( 27° C ) di dalamlemari
gelap selama 5 - 7 hari untuk mendapatkan larva fase L3 .
Selanjutnya pemanenan larva dengan cara mengganti tutup botol dengan cawan petridis kemudian
membalikkannya dengan cepat, cawan petri diisi dengan air hangat agar larva yang sudah menetas
keluar dari dalam botol dan berkumpul dalam air yang ada di petri .
Biarkan 20-30 menit, kemudian larva diambil dengan pipet pasteur dan tampung dalam beaker
gelas, tambahkan lagi air ke dalam petri untuk panen yang kedua kali dan tunggu 30 menit lagi .
Larva yang terkumpul di simpan dalam lemari es 4 ° C -5 ° C setiap 2 hari air diganti dengan
membuang air yang diatas beker , tinggalkan setengah bagian dan tambahkan air yang baru . larva yang
sudah terkumpul sudah siap untuk diinfeksikan kepada ternak
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari pembiakan telur cacing haemoncus contortus yang diperoleh dalam Setiap pemanenan
tergantung banyaknya telur cacing yang terdapat dalam tubuh cacing tersebut .
KESIMPULAN
Untuk mendapatkan larva fase L3 Haemoncus contortus yang murni dibutuhkan kemampuan
untuk mengidentifikasikan cacing dewasa, karena sangat menentukan keberhasilan isolasi larva .
Proses penyimpanan larva L3 yang sudah di kumpulkan dilakukan dengan mengganti media
air dalam setiap 2 hari agar larva bertahan hidup dan disimpan di lemari es pada suhu 4 ° C - 5 ° C .
UCAPAN TERIMA KASIH
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Ir Aron Batubara
MSc, Bapak Imaniyanto sebagai tehnisi laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih Bapak
Dr. Simon P Gingting sebagai kepala Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih yang sudah menberi
masukan dan saran sehingga tulisan ini bisa tersaji .
DAFTAR BACAAN
Asia ed c Devendra International Developmen Research Centre Ottawa P .280 .
Charmichael I .H 1943 endoparasit dan ektoparasit sebagai kendala produktivitas ruminansia kecil di
daerah tropis lembab dalam produksi kambing dan domba di Indonesia ed Manika Wodziea
. Tomas zewska J Made Mustika R Wiradarya Universitas sebalas maret surakarta .
Handayani S W and gatenby 1988 effeec of management system, legume feeding and anthelmentic
treatment on the performance of lambs in Nort Sumatra Trop Anim Hlth Prod .20 : 122-128 .
Kartamulia .1 . S .Karokaro and J De Boer . 1993 economic analysis of sheep grazing in rubber plantation
a case study of op M M Memmang Muda Working paper No 145 .
Kosasih .Z . ,2003 . Metode larva culture sebagai tehnik untuk mengidentifikasi jenis cacing Nematoda
saluran pencernaan pada ruminansia kecil .
Ronoharjo P . and A .J Wilson 1986 . Disease problems of Small ruminant in Indonesia in proceedings of
small ruminant production systems in south and southeart
Soejana .TD .1983 Peranan ternak domba pada periode hari raya korban di kodya Bandung . Ilmu dan
Peternakan I ( 3 ) ; 75-78 .
1 16
Download