PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA RUMBIA TAHUN 2008 – 2027 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BOMBANA, Menimbang : a. bahwa kota Rumbia merupakan Ibukota Kabupaten Bombana yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat, maka perlu dilakukan upaya penataan dan pemanfaatan ruang secara efisien, efektif, serasi, seimbang dan lestari serta berdayaguna dan berhasilguna dalam penyelenggaraan otonomi daerah guna mewujudkan masyarakat yang maju, aman, damai dan sejahtera; b. bahwa dalam upaya mengakselarasi pencapaian tujuan pembangunan, sesuai maksud dan tujuan pembentukan Kabupaten Bombana sebagai daerah otonom, maka perlu dukungan sarana dan prasarana pembangunan perkotaan yang handal dan produktif; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan b tersebut diatas, perlu membentuk Peraturan Daerah Kabupaten Bombana tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Rumbia Tahun 2008 - 2027; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar PokokPokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2034); 2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 1964 Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara dengan mengubah Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan-Tenggara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2687); 3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831); 4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3215); 5. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Pokok-Pokok Pertahanan dan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3234), Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3368); 6. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik. Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274); 1 7. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419); 8. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 1982 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3215); 9. Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 134,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247); 10. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2003 tentang Pembentukan Kabupaten Bombana, Kabupaten Wakatobi, dan Kabupaten Kolaka Utara di Propinsi Sulawesi Tenggara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4339); 11. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumberdaya Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 37,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377); 12. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53 ,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389); 13. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 4411); 14. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 15. Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapakali diubah terakhir dengan Undang– Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor, 4844); 16. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724); 17. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 18. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Udang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4374); 19. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 30, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3226); 20. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373); 21. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4145); 2 22. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593); 23. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006, tentang Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 86, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4655); 24. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737; 25. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 1989 tentang Kawasan Industri; 26. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung; 27. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara Nomor 70); 28. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2006 tentang Jenis dan Bentuk Produk Hukum Daerah; 29. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 16 Tahun 2006 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah; Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BOMBANA dan BUPATI BOMBANA MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA RUMBIA TAHUN 2008 – 2027. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan : 1. Daerah adalah Kabupaten Bombana. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Bombana. 3. Kepala Daerah adalah Bupati Bombana. 4. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Rumbia yang selanjutnya disingkat RTRW Kota Rumbia adalah Arahan Kebijaksanaan dan Strategi Pemanfaatan Ruang Wilayah Kota Rumbia. 5. Wilayah Tata Ruang Kota Rumbia meliputi Kecamatan Rumbia dan Kecamatan Rumbia Tengah. 6. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. 7. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan. 8. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. 3 9. Kawasan Tertentu adalah Kawasan yang ditetapkan secara nasional memiliki nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan. 10. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya. 11. Tata Ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik direncanakan maupun tidak. 12. Penataan Ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 13. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. 14. Pusat Pengembangan adalah pusat kegiatan Pengembangan yang akan memberikan dampak terhadap wilayah-wilayah sekitarnya. 15. Sub Wilayah Pembangunan Pengembangan. adalah Wilayah Belakang (hinterland) dari wilayah 16. Pusat Pertumbuhan adalah tempat berkumpulnya kegiatan dominan yang mampu menggerakkan dinamika pertumbuhan ekonomi serta memiliki keterkaitan secara vertikal dan horisontal dan merupakan pusat pelayanan bagi wilayah belakangnya dalam hal penyediaan barang dan jasa serta mempunyai fungsi sentral. 17. Bagian Wilayah Kota disingkat BWK adalah suatu wilayah dari Kota Rumbia yang terbentuk secara fungsional dan administrasi dalam rangka pencapaian daya guna pelayanan fasilitas kota. BAB II AZAS, TUJUAN, SASARAN DAN FUNGSI Bagian Pertama Azas Pasal 2 RTRW Kota Rumbia disusun atas azas : a. manfaat yaitu memanfaatkan ruang secara optimal semua kepentingan yang tercermin dalam penentuan jenjang fungsí pelayanan kegiatan dan sistem prasarana wilayah yang berwawasan antara manusia dan lingkungan yang tercermin dari pola intensitas lingkungan; b. keseimbangan dan kelestarian yaitu menciptakan keseimbangan dan keserasian fungsi intensitas pemanfaatan ruang dalam status wilayah; c. Kelestarian yaitu menciptakan hubungan yang serasi demi pemanfaatan ruang; d. keterbukaan yaitu bahwa setiap orang dapat memperoleh keterangan mengenai produk perencanaan tata ruang guna berperan serta dalam proses pemanfaatan ruang; e. berkelanjutan yaitu bahwa penataan ruang setiap orang/badan hukum mendapat perlindungan hukum berdasarkan prinsip persamaan dan keadilan. Bagian Kedua Tujuan Pasal 3 RTRW Kota Rumbia bertujuan: a. terwujudnya pemanfaatan ruang wilayah Kota Rumbia sebagai ibu kota Kabupaten Bombana yang serasi, seimbang dan optimal sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung lingkungan serta sesuai dengan kebijaksanaan pembangunan nasional dan daerah yang berdasarkan wawasan nusantara; b. terwujudnya pengaturan pemanfaatan ruang kawasan lindung dan kawasan budidaya; 4 c. Tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas dan seimbang untuk: 1) mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur dan sejahtera; 2) mewujudkan keterpaduan dan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; 3) meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya buatan agar berdaya guna dan berhasil guna; 4) mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan alam manusia akibat perkembangan; 5) mewujudkan keseimbangan pertimbangan kesejahteraan, ketertiban, keamanan dan kenyamanan. Bagian Ketiga Sasaran Pasal 4 Sasaran RTRW Kota Rumbia adalah untuk : a. terarahnya pengelolaan kawasan fungsi lindung; b. memberikan arahan pengembangan kawasan budidaya, sistem pusat-pusat permukiman, sistem prasarana wilayah pada kawasan yang perlu diprioritaskan pengembangannya; c. memberikan arahan pengelolaan kawasan perdesaan, kawasan perkotaan dan kawasan tertentu; d. terarahnya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang menyangkut tata guna tanah, tata guna air, tata guna udara, tata guna sumberdaya alam, serta kebijaksanaan penunjang penataan ruang yang direncanakan. Bagian Keempat Fungsi Pasal 5 Fungsi RTRW Kota Rumbia: a. sebagai matra ruang Visi, Misi dan Rencana Strategi Daerah Kabupaten Bombana, serta menjadi acuan untuk menyusun Rencana Program Jangka Menengah (RPJM) Kabupaten Bombana; b. sebagai dasar kebijaksanaan pokok tentang pemanfaatan ruang di Kabupaten Bombana sesuai dengan kondisi wilayah dan berazaskan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan; c. untuk mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah di Kabupaten Bombana; d. sebagai arahan lokasi investasi yang dilakukan Pemerintah, Masyarakat dan pihak Swasta; e. sebagai acuan Pemerintah Kabupaten Bombana dalam menyusun Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kota Rumbia dan Rencana Detail Tata Bangunan dan Lingkungan serta Rencana Teknik Ruang Kota Rumbia Kabupaten Bombana; f. sebagai dasar untuk pengendalian pemanfaatan ruang. BAB III KEDUDUKAN, WILAYAH PERENCANAAN DAN JANGKA WAKTU RENCANA Pasal 6 Kedudukan RTRW Kota Rumbia adalah : a. merupakan penjabaran dari rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Sulawesi Tenggara, Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bombana yang merupakan MATRA ruang dari Visi Misi dan Rencana Strategi Kabupaten Bombana; 5 b. sebagai pedoman penyusunan program/ proyek pembangunan sektoral daerah; c. menjadi dasar penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan, Rencana Teknik Ruang Kota Rumbia sebagai Ibu Kota Kabupaten Bombana dan pengendalian pemanfaatan ruang . Pasal 7 Wilayah perencanaan dalam RTRW Kota Rumbia adalah Daerah dalam pengertian wilayah administrasi Pemerintahan Kecamatan Rumbia dan Rumbia Tengah dan daerah hinterland kota dalam wilayah Administrasi kecamatan Rumbia dan Rumbia Tengah Kabupten Bombana. Pasal 8 Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Rumbia adalah 20 ( dua puluh ) tahun. BAB IV STRATEGI PEMANFAATAN RUANG Pasal 9 Strategi Pemanfaatan ruang mencakup : a. strategi Pengolahan Kawasan Lindung; b. strategi Pengembangan Kawasan Budidaya; c. strategi Pengelolaan Bagian Wilayah Kota ( BWK ); d. strategi Pengembangan Sistem Prasarana dan Sarana; e. strategi Pengembangan Kawasan Prioritas. Pasal 10 Untuk menjamin kelestarian lingkungan hidup dan keseimbangan pemanfaatan sumber daya alam sesuai prinsip pembangunan berkelanjutan, maka strategi pengelolaan kawasan lindung adalah sebagai berikut : a. kawasan lindung sesuai dengan fungsinya masing-masing yaitu : 1) melindungi kawasan bawahnya ( fungsi hidrologi ) ; 2) melindungi kawasan setempat; 3) sebagai habitat atau memberi perlindungan bagi aneka ragam flora dan fauna serta ekosistemnya ; 4) kawasan yang rawan terhadap bencana alam ; b. pengelolaan/pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan lindung tesebut agar sesuai dengan fungsi lindung yang telah ditetapkan ; c. bentuk-bentuk pengelolaan/ pengendalian sebagaimana dimaksud pada huruf ( b ) diatas adalah pengerahan pemanfaatan, pemantauan/ monitoring dan penegakan hukum terhadap kegiatan-kegiatan yang merupakan pelanggaran. Pasal 11 Untuk meningkatkan keterkaitan potensi dan daya dukung antar wilayah dan keselarasan serta keterpaduan kawasan budidaya, maka strategi pengembangan kawasan budidaya adalah sebagai berikut ; a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan-kegiatan budidaya yang produktif maupun pemanfaatan kawasan permukiman secara optimal yang serasi, seimbang sesuai dengan daya dukung lingkungan dan Visi Kabupaten Bombana; b. kegiatan-kegiatan budidaya pertanian dalam arti luas harus memperhatikan aspek keberlanjutan, berwawasan lingkungan yang serasi dan seimbang; 6 c. untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf ( b ) diatas, harus memperhatikan batas-batas antara kawasan budidaya dan kawasan lindung, sehingga tidak akan mengganggu kawasan lindung dan sebaliknya tidak membatasi dan menghambat pembangunan daerah; d. untuk melakukan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam huruf ( a ) diatas, maka harus memperhatikan keseimbangan antara ruang tebuka (open space), dengan ruang terbangun minimum 40% : 60%; e. pemanfaatan ruang dimaksud dalam huruf ( a ) adalah untuk kawasan budidaya sesuai arahan tata ruang guna lahan/ tanah yang tertuang dalam RTRW ; f. pengembangan permukiman akan dilakukan dalam bentuk intensifikasi lahan permukiman yang ada dan mengembangkan permukiman baru yang berwawasan lingkungan serasi dan seimbang dengan pola 1 : 3 : 6 ; g. pengendalian pemanfaatan ruang pada kawasan budidaya dimaksudkan agar tidak terjadi konflik antar kegiatan dan/ atau antar sektor ; h. pengendalian pemanfaatan seperi dimaksud dalam huruf ( e ) diatas, berupa pengarahan dan pemanfaatan secara umum dan bila diperlukan akan di susun bentuk-bentuk pengarahan pemanfaatan ruang yang lebih rinci Rencana Teknik Ruang Kota ( RTRK ) dan Rencana Detail Tata Bangunan dan Lingkungan ( RDTBL ). Pasal 12 Untuk mengembangkan sub pusat kota yang menjadi satu kesatuan hirarki dengan Kota Rumbia dan Rumbia Tengah sebagai kawasan Ibu Kota Kabupaten dan agar berfungsi sebagai pusat – pusat pertumbuhan maka strategi pengembangan dan pengelolaan kawasan adalah sebagai berikut : a. pemanfaatan fungsi pusat pertumbuhan pada Ibukota Kecamatan sebagai kutub pertumbuhan dan fungsi Ibukota Kabupaten Bombana; b. pemanfaatan fungsi Bagian Wilayah Kota-Kota dengan Hirarki yang lebih rendah, sehingga membentuk sistem kota yang terkait dengan pusat pertumbuhan; c. pengembangan serta peningkatan fungsi Ibukota Kabupaten terutama sebagai Pusat Pelayanan Tingkat Kabupaten; d. peningkatan keterkaitan antar kota baik secara fungsional dengan pengembangan fungsi pelayanan wilayah yang terintegrasi satu sama lain maupun secara spesial dengan meningkatkan aksesibilitas, terutama melalui pengembangan jaringan jalan ; e. menggunakan pola pengembangan model konsentris, teori sektor dan pengembangan atau Central Bussiness Dictrict ( CBD ) sebagai model pengembangan pusat-pusat pertumbuhan. Pasal 13 Untuk meningkatkan Pembangunan Prasarana Wilayah, maka strategi Pengembangan sistem Prasarana Wilayah adalah sebagai berikut : a. pengembangan jaringan transportasi utama yang terdiri atas jaringan transportasi darat dengan arteri utama adalah Ruas jalan Tampobatu-Bukit Langkapa serta Pengembangan Poros Jalan lainnya; b. untuk kota dengan fungsi sebagai pusat Kecamatan ditingkatkan dengan pengembangan Jaringan Jalan mengikuti pengembangan interregional sebagai mana dimaksud pada huruf a diatas; c. pengembangan transportasi laut melalui pengembangan sarana pelabuhan di daerah Tanjung Lakeni dan Pelabuhan Belanda selain mengoptimalkan fungsi pelabuhan Kasipute; d. pengembangan dan peningkatan prasarana pendukung perkotaan yaitu; telepon, air minum dan listrik selaras dengan strategi peningkatan pelayanan ibukota Kabupaten. Pasal 14 Strategi Pengembangan Wilayah Prioritas adalah sebagai berikut : a. pengembangan wilayah prioritas senantiasa mempertimbangkan kondisi obyektif suatu kawasan/ wilayah, khususnya potensi yang dimiliki baik sumber daya manusia maupun sumber daya alamnya dengan tetap mempertimbangkan aspek pertahanan keamanan; 7 b. Mempertimbangkan tingkat kemajuan daerah dari aspek ekonomi, sosial budaya, dan politik, sebagai kriteria penentuan kawasan; c. Kawasan prioritas yang diidentifikasi adalah sebagai berikut : a. BWK I, seluas 3.916,13 Ha sementara yang dapat dibangun seluas 3.055,30 Ha (78.02 %) yang terdiri dari 2.239,07 Ha (57.18 %) dapat dibangun tanpa pertimbangan kelerengan dan 816,23 Ha (20.84 %) dapat dibangun dengan pertimbangan, sedangkan kawasan yang tidak dapat dibangun seluas 860.86 Ha (21.98 %) dari luas kawasan BWK I. Kawasan BWK I meliputi: Kelurahan Lampopala, Kelurahan Lantawonua dan Kelurahan Lameroro; b. BWK II, seluas 1.260,58 Ha sementara yang dapat dibangun seluas 683,08 Ha (54.19 %) terdiri dari lahan yang dapat dibangun tanpa pertimbangan kelerengan seluas 641.39 Ha (0.88 %), kawasan yang dapat dibangun dengan pertimbangan seluas 41.82 Ha (3.32 %) sedangkan kawasan yang tidak dapat dibangun seluas 577.37 Ha (45.80 % ). Kawasan BWK II meliputi : Sebagian Kelurahan Doule, Kelurahan Lampopala, Kelurahan Kasipute, dan sebagian Kelurahan Lauru; c. BWK III, seluas 2.075,45 Ha sementara yang dapat dibangun seluas 1.272,66 Ha (61.29 %) terdiri dari lahan yang dapat dibangun tanpa pertimbangan kelerengan seluas 1.265,83 Ha (60.99 %), kawasan yang dapat dibangun dengan pertimbangan seluas 6.83 Ha (0,33 %) sedangkan kawasan yang tidak dapat dibangun karena kelerengan adalah seluas 802.79 Ha (38.68 %); Kawasan BWK III meliputi: Sebagian Kelurahan Lauru, Desa Lampata, Kelurahan Kampung Baru, Kelurahan Poea dan sebagian Desa Toli-Toli. d. Wilayah lautan meliputi kawasan perairan kepulauan Masaloka dan kawasan Tanjung Lakeni. BAB V RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA RUMBIA Bagian pertama Kawasan Lindung Pasal 15 Kawasan Lindung terdiri dari : a. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahnya; b. kawasan perlindungan setempat; c. kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya; d. kawasan rawan bencana; e. kawasan penyanggah. Pasal 16 Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan dibawahnya sebagaimana tercantum pada pasal 15 huruf (a) meliputi : a. wilayah sekitar pegunungan yang mempunyai tingkat kecuraman diatas 45 % dan saat ini merupakan daerah yang mempunyai potensi air bersih; b. sebagian besar terdapat didaerah sebelah selatan yang merupakan daerah dengan potensi air bersih. Pasal 17 Kawasan perlindungan setempat sebagaimana tercantum pada pasal 15 huruf (b) meliputi daerah-daerah yang direncanakan untuk mempertahankan swasembada pertanian : a. kawasan sempadan pantai meliputi daratan sepanjang tepian membentang dari Kelurahan Lameroro, terus kesebelah Timur melewati Kelurahan Lampopala sampai Desa Lampata, sebagian Desa Toli-Toli yang lebarnya proposional dengan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) Meter dari titik pasang tertinggi daratan; 8 b. c. kawasan sempadan sungai dengan lebar minimal 100,00 Meter di kiri kanan sungai dengan lebar sempadan lebih besar dari 50,00 Meter dari tepi sungai saat pasang tertinggi. Garis Sempadan Sungai bertanggul dikawasan perkotaan ditetapkan minimal 50,00 Meter dari kaki terluar tanggul; kawasan sekitar mata air di sebelah selatan yang meliputi kawasan sekurang-sekurangnya dengan jari-jari 200,00 Meter sekitar mata air. Pasal 18 Kawasan Suaka Alam, Pelestarian Alam dan Cagar Budaya sebagaimana tercantum dalam pasal 15 huruf (c) meliputi : a. kawasan pelestarian alam berada di Desa Lantowonua. b. kawasan bernilai historis yaitu Gunung Kahar dan Pelabuhan Belanda. c. kawasan pantai berhutan bakau yang mencakup kawasan dengan jarak minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis lurut terendah kearah darat. d. kawasan cagar budaya yaitu kawasan sekitar kuburan Wonua Sangia di Desa Lantowonua. Pasal 19 Kawasan rawan bencana sebagaimana tercantum dalam pasal 15 huruf (d) karena mempunyai titik kerendahan dan berpotensi banjir serta wilayah yang berada diketinggian dengan tingkat kelerengan diatas 45 %. 1. daerah genangan air dan banjir, yaitu : a. pada daerah aliran sungai b. pada daerah sekitar Keluruhan Doule, Desa Lampopala dan Kelurahan Kasipute. 2. daerah rawan kebakaran karena kekumuhan lingkungan, yaitu : a. Kelurahan Kasipute b. Desa Lampopala c. Kelurahan Doule d. Kelurahan Kampung Baru 3. Daerah rawan longsor, yaitu : a. tebing ruas jalan antara Desa Toli-Toli sampai Lauru. b. Tebing berkontur > 30 % yang berada disebelah selatan. c. Jalan poros kawasan Perkantoran Bukit Langkapa. Pasal 20 Kawasan penyangga adalah wilayah yang merupakan Sub Urban meliputi wilayah sekitar Kelurahan Lameroro yang berbatasan dengan Desa Lantowua serta pinggiran Desa Toli-Toli. Bagian kedua Arahan Pengembangan Kawasan Pasal 21 Arahan pengembangan Kawasan Kota Rumbia dan Rumbia Tengah terdiri dari : a. kawasan perdagangan dan jasa; b. kawasan pemerintahan; c. kawasan pertanian; d. kawasan perindustrian; e. kawasan pariwisata; f. kawasan permukiman; g. kawasan olah raga dan rekreasi; 9 h. kawasan pendidikan; dan i. kawasan kesehatan. Pasal 22 Kawasan perdagangan dan jasa sebagaimana tercantum, dalam pasal 21 huruf (a) terdiri dari kawasan perdagangan dan jasa yang berada di sepanjang jalur masuk sebelah selatan ke pusat kota lama dari arah Tugu di Kelurahan Lameroro. Pasal 23 Kawasan pemerintahan sebagaimana tercantum dalam pasal 21 huruf (b) terdiri dari kawasan Pemerintahan seluas ± 28 Ha di Kelurahan Lameroro sampai di Bukit Langkapa. Pasal 24 Kawasan Pertanian sebagaimana tercantum dalam pasal 21 huruf (c) terdiri dari: Wilayah sekitar sebelah kiri arah masuk dari arah Kabupaten Konawe Selatan (Kelurahan Lameroro) dan sepanjang jalur masuk ke-Kota Kasipute. Pasal 25 Kawasan Perindustrian sebagaimana tercantum dalam pasal 21 huruf (d) terdiri dari: Wilayah sekitar tanjung Lakeni yang di tunjang oleh rencana keberadaan kawasan pelabuhan. Pasal 26 Kawasan Pariwisata sebagaimana tercantum dalam pasal 21 huruf (e) terdiri dari: Wisata budaya disekitar kuburan Wonua Sangia di Desa Lantowonua dan wisata alam bahari disepanjang jalur menuju tanjung Lakeni. Pasal 27 Kawasan Permukiman sebagaimana tercantum dalam pasal 21 huruf (f) yang berada disemua bagian wilayah kota, dengan arahan persebaran menurut wilayah sebagai berikut : luas lahan permukiman di BWK I seluas 304,57 Ha. luas lahan permukiman di BWK II seluas 192,32 Ha. luas lahan permukiman di BWK III seluas 305,53 Ha. Pasal 28 Kawasan Olahraga dan rekreasi sebagaimana tercantum dalam pasal 21 huruf (g) terdiri dari : a. obyek Wisata Alam terletak di Wilayah Sekitar Mata Air dan Air Terjun yang berada disebelah Selatan kota. b. obyek Wisata Bahari/Pantai, terletak disepanjang jalur menuju Tanjung Lakeni. Pasal 29 Kawasan Pendidikan sebagaimana tercantum dalam pasal 21 huruf (h) berada dalam bagian Wilayah Kota III di sekitar Desa Lampata. Pasal 30 Kawasan Kesehatan sebagaimana tercantum dalam pasal 21 huruf (i) berada pada Kelurahan Poea. 10 Bagian Ketiga Pola Pengembangan Sistem Pusat-Pusat Permukiman Pasal 31 Sistem pusat-pusat permukiman di Kota Rumbia dalam konteks wilayah satu sama lain, baik secara spasial maupun secara fungsional terdiri : a. Daerah Kelurahan Lameroro berfungsi sebagai pusat pemerintahan Kabupaten dan kegiatan pelayanan jasa pemerintahan; b. Desa Lantowonua sebagai pusat cagar budaya dan pengembangan Pemukiman; c. Kelurahan Lampopala, Kelurahan Doule dan Kelurahan Kasipute berfungsi sebagai kawasan perdagangan skala Kota Rumbia dan Industri Rumah Tangga; d. Desa Toli-Toli berfungsi sebagai kawasan Perindustrian. e. Kelurahan Poea berfungsi sebagai kawasan Kesehatan; f. Kelurahan Doule berfungsi sebagai kawasan permukiman skala menengah dan pelayanan perdagangan dan jasa skala Kota Rumbia; g. Kelurahan Kasipute berfungsi sebagai pusat perdagangan dan permukiman; h. Kelurahan Lauru berfungsi sebagai kawasan permukiman, pendidikan, perdagangan, dan jasa. Bagian Keempat Pengembangan Wilayah Prioritas Pasal 32 Wilayah prioritas Kabupaten Bombana dibagi kedalam beberapa wilayah prioritas terdiri dari : a. pengembangan kawasan pusat pemerintahan di wilayah Kelurahan Lameroro dan kawasan Bukit Langkapa; b. pengembangan kawasan pusat pergudangan dan pelabuhan diwilayah Desa Lampata. Pasal 33 Wilayah prioritas Kota Rumbia Kabupaten Bombana yang perlu mendapatkan perhatian untuk dikembangkan terdiri dari : a. kawasan yang mempunyai berbagai keterbatasan Sumber Daya terletak di Desa Lampopala dan Kelurahan Doule; b. kawasan yang tergolong kritis karena berfungsi sebagai hutan lindung terdapat di Kelurahan Lantowonua, Kelurahan Poea dan Kelurahan Doule; c. kawasan yang berperan menunjang sektor-sektor strategis/unggul di desa Lampata dan Kelurahan Poea. BAB VI POLA PENGEMBANGAN SISTEM PRASARANA WILAYAH Bagian Pertama Sistem Prasarana dan Transportasi Pasal 34 Sistem prasarana wilayah transportasi diarahkan untuk menunjang perkembangan daerah dibidang sosial, perdagangan, pariwisata serta pertahanan keamanan. Pasal 35 (1) Jaringan transportasi darat terdiri dari : a. jalan arteri primer yang menghubungkan Pusat Pemerintahan Provinsi dengan Ibu Kota Kabupaten atau antara Ibu Kota Kabupaten dalam wilayah Provinsi; b. jalan arteri Sekunder yang menghubungkan kawasan Primer dengan Kawasan Sekunder Pertama dan atau menghubungkan antara Kawasan Sekunder Utama dengan Kawasan Sekunder Kedua; 11 c. jalan kolektor adalah yang meliputi jalan yang menghubungkan kawasan-kawasan strategis; d. jalan lokal meliputi jalan dalam kawasan tertentu yang menghubungkan pusat-pusat kawasan kedua dengan kawasan Sekunder ketiga. (2) Lokasi dan Fungsi Pelabuhan Laut : a. pelabuhan Tanjung Lakeni berfungsi sebagai pelabuhan transito atau pelabuhan nusantara yang selanjutnya dapat diusulkan mejadi Badan Usaha Milik Negara Perum Pelabuhan; b. pelabuhan Kasipute yang berstatus pelabuhan khusus, melayani penumpang antar pulau didalam wilayah Bombana dan wilayah sekitar Sulawesi Tenggara. Bagian Kedua Sistem Prasarana Wilayah Pasal 36 (1) Pengembangan dan penyediaan prasarana dan sarana wilayah dilakukan dengan memperhatikan fungsinya serta diupayakan untuk mendorong percepatan pertumbuhan perekonomian daerah dan pemerataan pembangunan disegala bidang. (2) Pengembangan sebagaimana tersebut pada ayat (1) pasal ini adalah : a. pengembangan sistem prasarana jalan, yaitu peningkatan status dan/ atau fungsi jalan yang sudah sesuai arahan rencana, arahan pengembangan jalan lingkar arah Kelurahan Lameroro menuju tanjung Lakeni, pembangunan jalan antara Tampobatu menuju Kelurahan Lampopala serta pembuatan jalan-jalan lingkungan baru; b. peningkatan Pelabuhan Laut yang berfungsi sebagai pelabuhan antar pulau (nusantara) berupa pelabuhan samudera atau pelabuhan peti kemas; c. pelabuhan perikanan yang terletak BWK III sekitar pelabuhan Belanda di Desa Lampata. BAB VII PELAKSANAAN RTRW KOTA RUMBIA Pasal 37 Peraturan Daerah ini menjadi pedoman bagi pelaksanaan dan pengendalian rencana Tata Ruang Daerah serta penyusunan program dan proyek pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah, swasta dan masyarakat didaerah. Pasal 38 Peta-peta rencana lokasi pemanfaatan ruang, struktur Tata Ruang dan kawasan prioritas dengan skala ketelitian 1 : 50.000 untuk skala kota serta peta dengan tingkat ketelitian 1 : 25.000 untuk skala BWK sebagaimana terlampir merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan Daerah ini. Pasal 39 Rencana Tata Ruang Kota Rumbia sebagai wilayah Ibukota Kabupaten BOMBANA bersifat terbuka untuk umum dan ditempatkan dikantor Pemerintah Daerah dan ditempat-tempat yang mudah dilihat oleh masyarakat. BAB VIII HAK DAN KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT Pasal 40 (1) Setiap orang berhak menikmati manfaat ruang termasuk pertambahan nilai ruang sebagai akibat penetepan ruang; (2) Setiap orang berhak untuk : a. mengetahui rencana tata ruang secara tepat dan mudah; 12 b. berperan serta dalam menyusun rencana Tata Ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang; c. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi yang dialaminya sebagai akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayahnya; e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; f. mengajukan tuntutan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila ada kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang menimbulkan kerugian. Pasal 41 Dalam pemanfaatan ruang setiap orang wajib: a. mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan; b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang; c. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan d. berkewajiban berperan serta dalam memelihara kualitas ruang. BAB IX PENGENDALIAN Pasal 42 (1) Pengendalian pemanfaatan ruang Kota Rumbia diselenggarakan melalui kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang. (2) Pengawasan terhadap pemanfaatan ruang diselenggarakan dalam bentuk pelaporan, pemantauan dan evaluasi. (3) Penertiban pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RTRW Kota Rumbia dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 43 (1) Pengendalian pemanfaatan Ruang Kota Rumbia guna menjamin pencapaian tujuan dan sasaran rencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 dan 4 peraturan daerah ini pelaksanaannya dilakukan oleh Bupati. (2) Bupati menyelenggarakan koordinasi terpadu atas penetapan Ruang Wilayah Kota Rumbia sebagai Ibukota Kabupaten Bombana. (3) Pemantauan dan atau pencegahan dampak negatif atas segala kegiatan pembangunan berdasar Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Bupati atau pejabat yang ditunjuk. Pasal 44 (1) Pengedalian pembangunan fisik kawasan budidaya dilakukan melalui kewenangan perizinan yang ada pada instansi teknis, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Pelaksanaan tindakan penertiban dilakukan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan RTRW Kota Rumbia. Perizinan Pasal 45 (1) Izin pemanfaatan Ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dibatalkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten menurut kewenangannya sesuai dengan Peraturan perundang-Undangan; (2) Izin pemanfaatan Ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal demi hukum; 13 (3) Izin pemanfaatan Ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Rumbia dibatalkan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya; dan (4) Setiap pejabat Pemerintah Daerah yang menerbitkan izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Kota Rumbia dan Rumbia Tengah. BAB X PENINJAUAN KEMBALI RENCANA TATA RUANG WILAYAH Pasal 46 (1) Pengendalian Tata Ruang Wilayah Kota Rumbia dan Rumbia Tengah dapat ditinjau kembali atau disempurnakan kembali untuk disesuaikan dengan perkembangan keadaan. (2) Peninjauan dan penyempurnaan kembali sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini dilakukan paling kurang 5 (lima) tahun dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah. BAB XI KETENTUAN PIDANA Pasal 47 (1) Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada pasal 41Setiap orang yang tidak mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada pasal 41 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (bulan) dan denda paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). (2) Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran. BAB XII KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 48 (1) Penyidikan atas tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada pasal 18 dilaksanakan oleh penyidik pegawai Negeri Sipil (PPNS) dilingkungan Pemerintah Daerah. (2) Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas; b. meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau Badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak Pidana Pelanggaran Peraturan Daerah ini; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau Badan sehubungan dengan tindak Pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini; e. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini; g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang lain dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; 14 j. menghentikan penyidikan setelah mendapat petunjuk dari penyidik bahwa tidak terdapat cukup bukti atas peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana, dan selanjutnya melalui penyidik memberitahukan hal tersebut kepada penuntut umum atau tersangka atau keluarganya; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana pelanggaran Peraturan Daerah ini menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. (3) Dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan koordinasi. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 49 Hal-hal yang belum cukup diaturkan dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan/Keputusan Bupati. BAB XIV KETENTUAN PENUTUP Pasal 50 Peraturan Daerah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Bombana. Ditetapkan di R u m b i a pada tanggal, 16 – 7 - 2008 BUPATI BOMBANA, T.T.D DR. H. ATIKURAHMAN, MS Diundangkan di R u m b i a pada tanggal, - 2008 SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN BOMBANA, Drs. H. IDRUS EFFENDY KUBE, M.Si Pembina Utama Muda, IV/c Nip. 010 072 339 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA TAHUN 2008 NOMOR 9 SERI : E NOMOR 09. 15 PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOMBANA NOMOR 9 TAHUN 2008 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA RUMBIA I. PENJELASAN UMUM Bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang maka strategi dan arahan ruang wilayah pada umumnya serta wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara pada khususnya perlu dijabarkan ke dalam strategi dan struktur pemanfaatan ruang wilayah Kota Rumbia sebagai Ibukota Kabupaten Bombana. Ruang yang meliputi ruang daratan, lautan dan udara beserta sumber daya alam yang terkandung di dalamnya diperuntukkan bagi kehidupan dan penghidupan kegiatan manusia dan mahluk lainnya membutuhkan ruang sebagaimana lokasi berbagai pemanfaatan ruang atau sebaliknya suatu ruang dapat mewadahi berbagai kegiatan sesuai dengan kondisi alam setempat dan teknologi yang diterakan. Meskipun suatu ruang tidak dihuni manusia seperti ruang hampa udara, lapisan di bawah erak bumi, kawah gunung berapi, tetapi ruang tersebut mempunyai pengaruh terhadap kehidupan dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan dan kelangsungan hidup. Didasari bahwa ketersediaan ruang itu sendiri tidak terbatas, sehingga bila pemanfaatan ruang diatur dengan baik, kemungkinan besar terdapat pemborosan pemanfaatan ruang dan penurunan kualitas ruang. Oleh karena itu, diperlukan pemanfaatan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang dan estetika lingkungan. Penataan ruang sebagai proses perencanaan, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan satu kesatuan sistem yang tidak terpisahkan satu sama lainnya. Untuk mencapai tujuan penataan ruang diperlukan peraturan perundang-undangan dalam satu kesatuan sistem yang harus memberi dasar yang jelas, tegas dan menyeluruh guna menjamin kepastian hukum bagi upaya pemanfaatan ruang. Untuk itu Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota memiliki ciri sebagai berikut: a. Sederhana tetapi dapat mencakup kemungkinan perkembangan pemanfaatan ruang pada masa depan sesuai dengan keadaan, waktu dan tempat. b. Menjamin keterbukaan rencana tata ruang bagi masyarakat sehingga dapat mendorong peran serta masyarakat dalam pemanfaatan ruang yang berkualitas dalam segala segi pemerintahan. c. Mengandung sejumlah ketentuan proses dan prosedur perencanaan tata ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang sebagai dasar. Istilah dan pengertian yang terdapat pada pasal ini dimaksudkan sebagai keseragaman pengertian atas Peraturan Daerah ini. Pasal 1 Cukup jelas Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas 16 Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Fungsi RTRW Kota Rumbia sebagai matra dari Visi, Misi dan Rencana Strategis Kabupaten Bombana dan menjadi acuan untuk menyusun Rencana Program Jangka Menengah (RPJM) dan memberikan arahan kebijaksanaan tentang pemanfaatan ruang sesuai kondisi wilayah serta memberikan kejelasan arahan investasi yang dilakukan pemerintah, masyarakat dan swasta. Pasal 6 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Rumbia sebagai Ibukota Kabupaten Bombana menjadi acuan Pemerintah Daerah untuk mengarahkan lokasi dan pemanfaatan ruang dalam menyusun program pembangunan yang berkaitan dengan pemanfaatan ruang di daerah sekaligus memberikan rekomendasi pengarahan pemanfaatan ruang. Penyusunan Visi, Misi dan Rencana Program Jangka Menengah berikutnya harus memperhatikan Rencana Rencana Tata Ruang Wilayah Kota ini, Rencana Detail Kawasan dan penyusunannya termasuk pemberian izin lokasi pembangunan. Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Yang dimaksud dengan jangka waktu 20 (dua puluh) tahun adalah waktu yang ditetapkan 20 tahun kedepan dan apabila dalam perjalanan selama dalam ukuran waktu 20 tahun strategi pemanfaatan ruang dan struktur tata ruang di wilayah Kabupaten Bombana yang bersangkutan memberikan peninjauan kembali dapat diadakan penyempurnaan paling tidak 5 tahun sekali. Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Tujuan pengelolaan kawasan lindung untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup, dengan sasaran fungsi lingkungan adalah sebagai berikut: Meningkatkan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, tumbuhan dan satwa serta nilai sejarah dan budaya bangsa. Mempertahankan keanekaragaman tumbuhan, satwa tipe ekosistem dan keunikan alam. Kawasan yang memberikan perlindungan kawasan dibawahnya dilaksanakan untuk melindungi dan mencegah terjadinya erosi, bencana banjir, sedimentasi dan menjaga fungsi hidrologis tanah untuk menjamin ketersediaan unsur hara tanah, air tanah dan permukaan. Dalam kawasan lindung tidak berarti bahwa tidak boleh ada kegiatan di dalamnya, namun kegiatan tersebut tidak boleh mengganggu fungsi lindung yang telah ditetapkan. Yang dimaksud dengan penegakan hukum ialah penegakan hukum bukan hanya terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini tetapi penegakan terhadap perangkat hukum yang telah ditetapkan berkaitan dengan kawasan lindung. Pasal 11 Cukup jelas Pasal 12 Yang dimaksud dengan kota-kota yang menjadi satu kesatuan hierarki dengan ibukota kabupaten adalah kota-kota yang berfungsi sebagai pusat pertumbuhan antar wilayah dan mempunyai interaksi dengan wilayah disekitarnya. Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 17 Cukup jelas Pasal 16 Yang dimaksud dengan kawasan hutan lindung adalah kawasan hutan yang memiliki sifat khusus yang memberikan perlindungan terhadap kawasan sekitarnya maupun bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegahan banjir dan erosi serta memelihara kesuburan tanah. Yang dimaksud dengan kawasan bergambut adalah kawasan yang unsur pembentuk tanahnya sebagian besar berupa sisa-sisa bahan organik yang tertimbun dalam jangka waktu yang cukup lama. Pasal 17 Yang dimaksud dengan sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai. Yang dimaksud dengan sempadan sungai adalah kawasan sepanjang kiri kanan sungai termasuk sungai buatan, kanal, saluran irigasi primer yang mempunyai manfaatn penting untuk mempertahankan fungsi sungai. Sungai yang dimaksud dalam hal ini adalah sungan yang memiliki DAS sama atau lebih besar dari 500 km2 dengan sempadan minimal 100 meter dari tepi sungai saat pasang tertinggi, sementara yang dimaksud dengan sungai kecil adalah sungai yang memiliki DAS kurang dari 500 km2. Sempadan sungai ini dimaksudkan untuk melindungi dari kegiatan manusia yang dapat mengganggu dan merusak kualitas sungai, kondisi fisik pinggir sungai dan dasar sungai serta mengamankan aliran sungai. Ketentuan batas sempadan sungai dimaksud adalah sekurangkurangnya 100 meter kiri kanan sungai besar dan 50 meter kiri kanan anak sungai yang melintas di luar wilayah permukiman, sedangkan sungai yang berada di wilayah permukiman sempadan sungai adalah diperkirakan cukup untuk membuat jalan inspeksi atau kira-kira antara 10 meter hingga 15 meter. Yang dimaksud dengan kawasan sekitar danau/waduk adalah kawasan tertentu disekeliling danau/waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi waduk/danau. Perlindungan kawasan sekitar danau/waduk dimaksudkan adalah untuk melindungi danau/waduk untuk kegiatan budidaya yang dapat megganggu kelestarian fungsi danau/waduk. Yang dimaksud dengan kawasan sekitar mata air adalah kawasan sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi mata air. Perlindungan kawasan mata air terhadap kegiatan budidaya yang dapat merusak kualitas air dan kondisi fisik kawasan sekitarnya. Pasal 18 Yang dimaksud dengan kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya. Yang dimaksud dengan kawasan suaka dan perairan lainnya adalah daratan yang memiliki ekosistem khas di lautan maupun di perairan lainnya, yang merupakan habitat alami yang memberikan tempat maupun perlindungan bagi perkembangan keanekaragaman tumbuhan dan satwa yang ada. Yang dimaksud dengan suaka marga satwa adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap perkembangan secara alami. Yang dimaksud taman hutan raya adalah kawasan pelestarian yang terutama untuk tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa, alami atau buatan, jenis asli dan atau tak asli, pengembangan ilmu pengetahuan, ilmu pendidikan dan latihan, budidaya pariwisata dan rekreasi. Yang dimaksud taman wisata alam adalah kawasan pelestarian alam di darat, maupun di laut yang terutama dimanfaatkan untuk pariwisata dan rekreasi alam. Yang dimaksud dengan hutan pantai berhutan bakau adalah kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan yang berfungsi memberi perlindungan pantai lautan. 18 Pasal 19 Yang dimaksud kawasan rawan bencana adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam. Jenis bencana yang diperkirakan mempunyai potensi cukup besar adalah bencana banjir dan/atau tanah longsor. Pasal 20 Yang dimaksud kawasan rawan bencana adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam. Jenis bencana yang diperkirakan mempunyai potensi cukup besar adalah bencana banjir dan/atau tanah longsor. Pasal 21 Kawasan perdagangan dan jasa adalah kawasan dengan luasan tertentu menjadi suatu pusat pengembangan kawasan perekonomian dalam rangka meningkatkan pendapatan daerah. Kawasan pemerintahan adalah suatu pusat kawasan yang dijadikan sebagai pusat pelayanan masyarakat di tingkat Kabupaten. Kawasan pertanian adalah pengembangan areal budidaya pertanian bagi pengembangan ekonomi masyarakat. Kawasan perindustrian adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri pengolahan yang dilengkapi dengan prasarana, sarana dan fasilitas penunjang lainnya yang disediakan dikelolah oleh perusahaan kawasan industri. Kawasan pariwisata adalah kawasan dengan luas tertentu untuk pembangunan dan penyediaan sarana dalam memenuhi kebutuhan pariwisata. Kawasan permukiman adalah kawasan yang merupakan bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung baik kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dengan kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Kawasan olah raga dan rekreasi adalah suatu kawasan yang menjadi pusat penentuan kegiatan olah raga dan rekreasi. Kawasan pendidikan adalah suatu pusat pengembangan kawasan untuk kegiatan pendidikan di tingkat skala Kabupaten Bombana. Kawasan kesehatan adalah suatu kawasan yang menjadi pusat pengembangan pelayanan bidang kesehatan di tingkat skala Kabupaten Bombana. Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas 19 Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Sistem jaringan jalan transportasi yang dimaksud adalah sistem yang menciptakan keterkaitan dan keterikatan yang padu dalam rangka kristalisasi perwilayahan se Kabupaten Bombana pada khususnya dan Provinsi Sulawesi Tenggara pada umumnya. Pasal 35 Yang dimaksud dengan jalan arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan dibatasi secara efisien. Yang dimaksud dengan jalan arteri sekunder adalah jalan yang melayani dan menghubungkan kawasan sekunder pertama dan kedua. Yang dimaksud dengan jalan kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan/pembagian dengan ciri-ciri perjalanan jarak sedang dengan kecepatan rata-rata sedang. Pasal 36 Ayat (1) cukup jelas Ayat (2) Pelabuhan perikanan yang dimaksud adalah pelabuhan yang dibangun dengan prasarana penunjang yang memadai agar berfungsi optimal dalam rangka peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan pemberdayaan masyarakat nelayan. Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Penetapan skala 1:50.000 berdasarkan pertimbangan bahwa RTRW hanya berisi arah pengelolaan, arahan pengembangan dengan arahan kebijaksanaan yang belum merupakan pedoman operasional. Pasal 39 Setiap penyusunan Rencana Tata Ruang bertujuan agar pemanfaatan ruang dapat lebih terkoordinir dengan semua sektor dan unsur yang akan memanfaatkan rencana tersebut. Oleh karena itu Rencana Tata Ruang yang telah disusun harus terbuka bagi yang akan memanfaatkannya dan tidak merupakan suatu dokumen yang bersifat rahasia. Pasal 40 Cukup jelas Pasal 41 20 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Rumbia sebagai wilayah ibukota Kabupaten Bombana tidak bersifat statis tetapi bersifat dinamis artinya dapat disesuaikan dengan tuntutan perkembangan pembangunan pada masa sekarang dan pada masa yang akan datang. Pasal 42 Ayat (1) pelanggaran dimaksud dalam pasal ini adalah pelanggaran terhadap Peraturan Daerah Ayat (2) bahwa pengrusakan dan pencemaran lingkungan diatur dengan peraturan perundangundangan lainnya yang diancam Pidana sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas Pasal 46 Cukup jelas Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Cukup jelas Pasal 49 Cukup jelas Pasal 50 Cukup jelas 21