29 TINJAUAN PUSTAKA Sumber-Sumber K Tanah Sumber hara

advertisement
29
TINJAUAN PUSTAKA
Sumber-Sumber K Tanah
Sumber hara kalium di dalam tanah adalah berasal dari kerak bumi. Kadar
kalium dari kerak bumi diperkirakan lebih dari 3,11% K2O, sedangkan air laut
mengandung kalium sekitar 0,04 K2O. Rerata kadar kalium pada lapisan olah
tanah pertanian adalah sekitar 0,83% yang mana kadar ini lima kali lebih besar
dari nitrogen dan 12 kali lebih besar dari fosfor. Mineral-mineral primer sebagai
sumber utama kalium adalah mineral biotit (H,K)2(Mg,Fe)2Al2(SiO4)3, muskovit
H2Kal(SiO4)3, dan felspart KalSi3O8. Tingkat ketersediaan kalium dari
mineral-mineral tersebut adalah biotit > muskovit > felspart. Kalium dapat
bertambah kedalam tanah melalui berbagai sumber sisa tanaman, hewan, pupuk
kandang dan pelapukan mineral kalium. Pertambahan kalium dari sisa tanaman
dan hewan merupakan sumber yang penting dalam menjaga keseimbangan kadar
kalium di dalam tanah (Damanik, dkk., 2011).
Pupuk kalium yang banyak digunakan adalah pupuk KCl dan pupuk
K2SO4. Bila pupuk ini dimasukkan ke dalam tanah maka pupuk ini akan
mengalami ionisasi setelah bereaksi dengan air dengan reaksi sebagai berikut:
KCl
K2SO4
K+ + Cl2 K+ + SO42_
Hasil ionisasi pupuk ini menyebabkan meningkatnya konsentrasi kalium di dalam
larutan tanah dan bersama-sama dengan ion K yang dijerap merupakan kalium
yang mudah diserap oleh tanaman. Penambahan pupuk KCl ke dalam tanah
30
diketahui dapat menurunkan pH tanah, meskipun besarnya penurunan bervariasi
dari satu jenis tanah dengan jenis tanah lainnya (Hasibuan, 2006).
Perilaku K Dalam Tanah
Ada tiga bentuk kalium dalam tanah yaitu: (1) kalium dalam bentuk
mineral primer yakni bentuk relatif tidak tersedia, (2) kaliun yang terfiksasi oleh
mineral sekunder yakni bentuk kalium lambat tersedia, (3) kalium dapat
dipertukarkan dan kalium di dalam larutan tanah. Ketiga kalium tersebut berada
dalam keseimbangan seperti disajikan pada gambar 1.
K relatif tidak tersedia (felspart, mika, biotit,
dan lain-lain 90%-98% dari K total)
K segera tersedia
K dapat dipertukarkan dan K dalam
larutan tanah 1-2% dari K total
K lambat tersedia
K tidak dapat dipertukarkan
1-10% dari K total
K tidak dapat
dipertukarkan
K dapat dipertukarkan
K dalam larutan
tanah
Gambar 1. Diagram keseimbangan tiga bentuk kalium dalam tanah
(Damanik, dkk., 2011).
Sumber kalium yang terdapat dalam tanah berasal dari pelapukan mineral
yang mengandung K. Mineral tersebut bila lapuk melepaskan K kelarutan tanah
atau terjerapan tanah dalam bentuk tertukar. Letak kalium dalam lempung
umumnya dalam permukaan dakhil (internal surface) yang sering diduduki oleh
ion Mg2+, Fe3+, Al4+ dan molekul H2O. Perubahan mineral karena pelepasan K
dari mika menjadi montmorilonit sebagai berikut:
Mika
Hidratmik
Illit
Mineral Transisi
(Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Vermikulit/Montmorilonit
31
Jika didalam tanah terdapat mineral tipe 2:1 seperti montmorillonit
ataupun vermikulit, maka kalium yang berasal dari pupuk kalium yang
ditambahkan ke tanah akan diikat (fiksasi) masuk ke dalam kisi-kisi mineral
tersebut sehingga menjadi kurang tersedia bagi tanaman. Kalium dalam bentuk
demikian, tidak dapat digantikan dengan cara pertukaran hara akibatnya kalium
ini lambat tersedia bagi tanaman. Kalium yang terikat lambat laun dapat diubah
kembali menjadi bentuk tersedia dengan demikian ia tetap merupakan cadangan
kalium bagi tanaman (Damanik, dkk., 2011).
Tanaman menyerap ion K+ hasil pelapukan, pelepasan dari situs
pertukaran kation tanah dan dekomposisi bahan organik yang terlarut dalam
larutan tanah. Kadar K-tukar tanah biasanya sekitar 0,5 – 0,6% dari total K tanah.
K-larutan tanah ditambah K-tukar merupakan K yang tersedia dalam tanah.
Ketersediaan K terkait dengan reaksi tanah dan status kejenuhan basa (KB). Pada
pH dan kejenuhan basa yang rendah berarti ketersediaan K juga rendah. Nilai
kritis K adalah 0,10 me/100 gr tanah (setara 3,9 mg/100 gr) atau sekitar 2-3%
jumlah basa tertukar
(Hanafiah, 2005).
Dalam kesuburan tanah, keseimbangan K dengan unsur lain penting
untuk diperhatikan karen sifat fisiologis tanaman yang sering memerlukan K yang
berimbang dengan unsur lain. Selain itu, K mempunyai sifat antagonis dengan
unsur lain. Ketidakseimbangan antara unsur K dan unsur lain menyebabkan
adanya gejala kekahatan pada salah satu unsur (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Kehilangan kalium dalam tanah dapat terjadi dengan beberapa cara
seperti terangkut tanaman bersama pemanenan, tercuci, tererosi, dan terfiksasi.
Kehilangan kalium yang diangkut tanaman disebakan oleh sifat kalium yang dapat
32
diserap tanaman secara berlebihan melebihi kebutuhan yang sebenarnya. Serapan
yang berlebihan ini tidak lagi meningkatkan produksi tanaman, sehingga
menimbulkan pemborosan penggunaan kalium tanah. Kehilangan kalium akibat
tercuci merupakan kehilangan yang paling besar. Jumlah kalium yang hilang
bersama air atau tercuci dapat mencapai 25 kg/ha/tahun, tetapi dapat juga lebih
besar. Besarnya kalium akibat tercuci tergantung pada faktor tanah seperti tekstur
tanah, kapasitas tukar kation, pH tanah, dan jenis tanah (Damanik, dkk., 2011).
Pengaruh K Terhadap Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill.)
Kalium (K) merupakan hara utama ketiga setelah N dan P. Kalium
mempunyai valensi satu dan diserap dalam bentuk ion K+. K yang tergolong unsur
yang mobil dalam tanaman baik dalam sel, dalam jaringan tanaman, maupun
xylem dan floem. Kalium banyak terdapat dalam sitoplasma dan garam kalium
berperan dalam tekanan osmosis sel (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Kebutuhan tanaman akan kalium cukup tinggi dan pengaruhnya banyak
berhubungan dengan pertumbuhan tanaman yang jagur dan sehat. Kalium
berperan meningkatkan resistensi terhadap penyakit tertentu dan meningkatkan
pertumbuhan perakaran. Kalium cenderung menghalangi kerebahan tanaman,
melawan efek buruk akibat pemberian nitrogen yang berlebihan, dan berpengaruh
mencegah kematangan yang dipercepat oleh hara fosfor. Secara umum kalium
berfungsi menjaga keseimbangan baik pada nitrogen maupun pada fosfor
(Damanik, dkk., 2011).
Kedelai memerlukan K dalam jumlah yang relatif besar. Selama
pertumbuhan vegetatif K diserap dalam jumlah yang relatif besar, kemudian
agak menurun setelah biji mulai terbentuk dan akhirnya penyerapan hampir tidak
33
terjadi kira-kira 2-3 minggu sebelum biji masak penuh. Namun demikian biji
kedelai mengandung K yang besar berkisar 60% dari jumlah K yang terdapat
dalam tanaman (Suprapto, 2001).
Limbah Panen Padi
Menurut Kim dan Dale potensi jerami padi kurang lebih 1,4 kali dari hasil
padi. Rata-rata produktivitas padi Sumatera Utara adalah 50,17 ku/ha, sehingga
jumlah jerami yang dihasilkan kurang lebih 77,24 ku/ha. Produksi padi Sumatera
Utara tahun 2013 sebesar 3,73 juta ton (BPS, 2013) dengan demikian produksi
jerami Sumatera Utara diperkirakan mencapai 5,22 juta ton.
Jerami padi dapat digunakan sebagai sumber K, karena sekitar 80 % K
yang diserap tanaman berada dalam jerami. Oleh karena itu, jerami padi
berpotensi sebagai pengganti pupuk K anorganik, baik diberikan dalam bentuk
segar, dikomposkan, maupun dibakar. Jerami selain dapat menggantikan pupuk K
pada takaran tertentu, juga berperan dalam memperbaiki produktivitas tanah
sawah yang dapat meningkatkan efisiensi pupuk dan menjamin kemantapan
produksi (Wihardjaka, 2002 dalam Purba, 2005).
Berdasarkan status K tanah, pemupukan KCl hanya dianjurkan untuk
lahan sawah dengan status K yang rendah yang mengandung K ekstrak HCl 25 %
lebih kecil 10 mg K2O/100g tanah dengan takaran 50 kg KCl/ha/musim dengan
ketentuan mengembalikan jerami sisa panen ke dalam tanah. Dilaporkan juga
bahwa untuk lahan sawah dengan status K sedang dan tinggi tidak perlu dipupuk
KCl karena tanaman padi dapat dipenuhi dari pengembalian jerami dan air
pengairan (BPTP, 2002).
34
Pengembalian jerami setiap musim dapat mensubtitusi keperluan pupuk K,
memperbaiki lingkungan tumbuh tanaman termasuk struktur tanah, memperbaiki
kesuburan tanah, meningkatkan efisiensi serapan hara dan pupuk, serta menjamin
kemantapan produksi. Keadaan tersebut memungkinkan karena pembenaman
jerami pada tanah anaerob akan meningkatkan produksi CH4, meningkatkan
kandungan C-organik, memperlambat pola pelepasan N dan meningkatkan total N
tanah. Bila dibandingkan dengan kotoran hewan, jerami merupakan keunggulan
dalam hal kandungan bahan organik, P2O5 dan K2O yang relatif tinggi
(Abdurachman dan Supriyadi, 2000 dalam Purba, 2005).
Sekam padi merupakan produk samping yang melimpah dari hasil
penggilingan padi, dan selama ini hanya digunakan sebagai bahan bakar untuk
pembakaran batu merah, pembakaran untuk memasak atau dibuang begitu saja.
Penanganan sekam padi yang kurang tepat akan menimbulkan pencemaran
lingkungan. Dari hasil penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa sekitar 20 %
dari berat padi adalah sekam padi, dan bervariasi dari 13 sampai 29 % dari
komposisi sekam adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam
dibakar (Hara, 1986; Krishnarao, dkk., 2000 dalam Putro dan Prasetyoko, 2007).
Kandungan
kimia
sekam
padi
terdiri
atas
50%
selulosa,
25-30% lignin, dan 15-20% silika. Sekam padi sebagai bahan baku untuk
menghasilkan abu sekam padi dari pembakaran sekam padi pada suhu 400°-500°C
akan menjadi silika amorphous dan pada suhu lebih besar dari 1.000°C akan
menjadi silica kristalin. Bahan aktif yang dikandung abu sekam padi adalah
silika, sewaktu sekam padi dibakar menjadi abu (Bakri, 2008).
35
Pemberian arang (biochar) ke tanah berpotensi meningkatkan kadar
C-tanah, retensi air dan unsur hara di dalam tanah. Gani (2009) menyatakan
bahwa keuntungan lain dari biochar adalah bahwa karbon pada biochar bersifat
stabil dan dapat tersimpan selama ribuan tahun di dalam tanah. Hasil penelitian
Nisa (2010) menunjukkan bahwa tanah yang diberi perlakuan biochar 10 ton/ha
dapat menaikkan pH tanah dari 6,78 menjadi 7,40 atau naik 9,14%. Berdasarkan
hasil penelitian Mawardiana, dkk. (2013) menytakan bahwa pemberian NPK dan
residu biochar dapat merubah sifat kimia tanah dengan meningkatnya kadar
K-tersedia, KTK dan pH tanah terutama pada kombinasi perlakuan residu biochar
10 ton/ha dan urea 135 kg/ha.
Download