UPAYA MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN KOGNITIF ANAK USIA 5-6 TAHUN MELALUI PENERAPAN METODE EKSPERIMEN DI PAUD MAWAR KELURAHAN PETISAH HULU MEDAN T.A 2014/2015 Febriyanti Siagian [email protected] PAUD MAWAR KEL. PETISAH HULU ABSTRAK Permasalahan dalam penelitian ini adalah perkembangan kemampuan kognitif anak usia 5-6 tahun di PAUD Mawar tidak sesuai dengan tahapan usianya. Beberapa penyebabnya antara lain media yang tersedia di sekolah jumlahnya terbatas seperti puzzle, balok, plastisin, dsb. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan kemampuan kognitif anak usia 5-6 tahun di PAUD Mawar Kelurahan Petisah Hulu Medan T.A 2014/2015. Subjek penelitian ini adalah anak kelas kelompok B yang berjumlah 20 orang (7 orang anak laki-laki dan 13 orang anak perempuan). Hasil dari penelitian kemampuan kognitif anak pada siklus I pertemuan I terdapat 5 orang anak (25%) tergolong cukup dan 15 orang anak (75%) tergolong kurang dan pada pertemuan ke 2 terdapat 11 orang anak (55%) tergolong cukup dan 9 orang anak (45%) tergolong kurang. Hal ini menunjukkan bahwasanya hasil belum mencapai kriteria keberhasilan sehingga perlu dilakukan perbaikan tindakan pembelajaran pencampuran warna dengan dengan cara mengikutsertakan anak dalam kegiatan eksperimen yang dilakukan. Hal ini dilakukan untuk membuat anak tertarik dalam kegiatan yang akan dilakukan. Kemudian pada siklus II pertemuan I terdapat 12 orang anak (60%) tergolong baik dan 8 orang anak (20%) tergolong cukup. Pada pertemuan 2 terdapat 7 orang anak (35%) tergolong sangat baik dan 13 orang anak (65%) tergolong baik. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa melalui kegiatan pencampuran warna dapat menigkatkan kemampuan kognitif anak. Oleh karena itu, kegiatan pencampuran warna menggunakan metode eksperimen dapat diterapkan sebagai salah satu alternatif dalam meningkatkan kemampuan kognitif anak di kelas B PAUD Mawar. Kata kunci : kemampuan kognitif, metode eksperimen, pencampuran warna PENDAHULUAN Sesuai dengan perkembangan IPTEK, setiap manusia mengusahakan agar warga negaranya kreatif dan dapat mengikuti perkembangan zaman. Untuk mencapai hal tersebut, salah satu usaha yang dilakukan adalah mendidik anak sedini mungkin sehingga potensi yang dimiliki anak dapat berkembang agar nantinya anak akan menjadi pribadi yang dewasa dan dapat berdiri sendiri. Demikian halnya di Indonesia, telah melakukan hal tersebut yaitu dengan didirikannya lembaga pendidikan yang dapat mendidik anak sedini mungkin 17 yang disebut dengan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD). Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu lembaga pendidikan prasekolah yang diharapkan dapat menjadi fasilitator bagi perkembangan anak. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan dengan bertujuan untuk memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara menyeluruh, karena usia dini merupakan fase yang fundamental dalam mempengaruhi perkembangan anak. Sesuai dengan karakteristik anak usia dini aktif, rasa ingin tahu yang tinggi, banyak bertanya dan senang bereksplorasi dengan lingkungannya, yang tercermin dalam kegiatan pembelajaran yang menyenangkan bagi anak (Sujiono, 2004:2). Dalam bidang pendidikan seroang anak dari lahir memerlukan pelayanan yang tepat dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan disertai dengan pemahaman mengenai karakteristik anak sesuai pertumbuhan dan perkembangannya akan sangat membantu dalam menyesuaikan proses belajar bagi anak dengan usia kebutuhan, dan konsidi masing-masing, baik secara intelektual, emosional dan sosial. Keberhasilan program pendidikan melalui proses belajar mengajar di sekolah sebagai lembaga pendidikan formal sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: siswa, kurikulum, tenaga kependidikan, biaya, sarana dan prasarana serta faktor lingkungan. Apabila faktor-faktor tersebut dapat terpenuhi sudah tentu akan memperlancar proses belajar-mengajar yang akan menunjang pencapaian hasil belajar yang maksimal yang pada akhirnya akan meningkatkan mutu pendidikan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan disekolah antara lain dengan memperbaiki mutu belajar mengajar. Pada anak usia dini ada beberapa aspek perkembangan yang harus di stimulasi, salah satunya perkembangan kognitif. Kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (intelegensi) yang menandai seseorang dengan berbagai ide-ide belajar. Woolfok dalam Susanto (2010:57) mengemukakan bahwa kognitif merupakan satu atau beberapa kemampuan untuk memperoleh dan menggunakan pengetahuan dalam rangka memecahkan masalah dan beradaptasi dengan lingkungannya. Pada hakikatnya kognitif adalah suatu proses berfikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan memperimbangkan suatu kejadian atau peristiwa (Piaget dalam Tedjasaputra, 2001). Proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (intelegensi) yang mencirikan seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada ide-ide dan belajar. Bagi anak PAUD kognitif lebih bersifat pasif atau statis karena anak masih belum dapat berfikir lebih luas dalam menyelesaikan tugasnya di sekolah. Sebagaimana dijelaskan dalam UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional No.20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 14 menyatakan bahwa suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak usia sejak lahir sampai dengan 6 tahun dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan dasar dan tahap selanjutnya. 18 Pengembangan kognitif anak yang dimaksud adalah agar anak mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar melalui panca inderanya, sehingga dengan pengetahuan yang didapatnya tersebut anak akan dapat melangsungkan hidupnya dan menjadi manusia yang utuh sesuai dengan kodratnya sebagai makhluk Tuhan yang harus memberdayakan apa yang ada di dunia ini untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Proses kognisi meliputi berbagai aspek, seperti persepsi, ingatan, pikiran, simbol, penalaran dan pemecahan masalah. Hal yang dibutuhkan anak agar tumbuh menjadi anak yang cerdas adalah adanya upaya-upaya pendidikan seperti terciptanya lingkungan belajar yang kondusif, memotivasi anak untuk belajar dan bimbingan serta arahan dari guru untuk dapat mengembangkan kognitif anak. Seorang guru haruslah mampu mengembangkan kemampuan kognitif pada anak dengan cara mengembangkan daya persepsinya berdasarkan apa yang dia lihat, dengar dan rasakan, sehingga anak akan memiliki pemahaman yang utuh dan komprehensif, melatih ingatannya terhadap semua peristiwa dan kejadian yang pernah dialaminya, mengembangkan pemikiranpemikirannya dalam rangka menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwa lainnya, memahami berbagai simbol yang terbesar di dunia sekitarnya dan mampu memecahkan persoalan hidup yang dihadapinya, sehingga pada akhirnya ia akan menjadi individu yang menolong dirinya sendiri. Kognitif merupakan suatu proses dan produk pikiran untuk mencapai pengetahuan yang berupa aktivitas mental seperti mengingat, menyimbolkan, mengenal ukuran, menyelesaikan tugas, mengkategorikan, memecahkan masalah, menciptakan dan berfantasi. Perkembangan kognitif adalah perkembangan kemampuan atau kecerdasan otak anak. Kemampuan kognitif berkaitan dengan pengetahuan kemampuan berfikir dan kemampuan memecahkan masalah. Kemampuan kognitif juga erat hubungannya dengan anak agar dapat berpikir, karena tanpa kemampuan kognitif mustahil anak dapat memahami kegiatan yang disajikan kepadanya. Salah satu sumber belajar yang luas dalam pembelajaran anak usia dini adalah alat permainan yang menarik dan menyenangkan bagi anak. Berdasarkan pengamatan dilapangan penulis melihat pada anak usia 5-6 tahun (kelompok B) yang berjumlah 20 orang , penulis melihat rendahnya perkembangan anak pada aspek kognitif. Hal tersebut dapat dilihat dari kurangnya kemampuan anak dalam memahami materi pembelajaran yang diberikan guru. Diantara 20 orang anak hanya 13 anak yang dapat menguasai materi pembelajaran. Selain itu, masih terdapat beberapa orang anak yang belum mampu mengembangkan kognitifnya, sedangkan 7 anak belum kelihatan pengembangan kognitifnya. Hal ini disebabkan karena kurangnya kesabaran anak dalam menyelesaikan tugasnya, rendahnya kemampuan anak untuk melakukan kegiatan yang diberikan oleh guru, anak masih jarang untuk melakukan percobaan dengan menggunakan metode eksperimen, kurangnya menggunakan media di sekolah sehingga membuat anak jenuh di dalam kelas, keinginan guru yang masih rendah dalam menciptakan media dengan kegiatan eksperimen yang jarang dilakukan, kurangnya fasilitas yang ada di sekolah sehingga membuat anak kurang kreatif dalam mengerjakan tugasnya dengan baik dan guru kurang 19 peka dalam menuntun anak pada saat mempraktekkan kegiatan bereksperimen di dalam kelas. Salah satu upaya yang dapat dilakukan penulis untuk mengembangkan kemampuan kognitif anak dengan baik adalah dapat menyiapkan pembelajaran dengan cara bereksperimen. Sebab melalui eksperimen atau percobaan anak dapat melakukan percobaan dengan mengalami dan membuktikan sendiri apa yang sedang dipelajarinya. Artinya dalam kegiatan pembelajaran yang menggunakan metode eksperimen, anak diberikan kesempatan untuk mengalami sendiri atau melakukan sendiri, mengikuti proses, mengamati objek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan tentang suatu permasalahan terkait materi yang diberikan. Sehingga pemahaman anak akan lebih kuat dan mendalam serta dapat menimbulkan kepercayaan kepada anak bahwa yang dipelajari merupakan sesuatu yang benar dan dapat dipertanggung-jawabkan. Dalam meningkatkan kemampuan kognitif anak, sangat diharapkan agar guru lebih kreatif dalam memilih metode apa yang akan digunakan dan sesuai dengan perkembangan anak, sehingga anak tertarik dan tidak merasa bosan. Karena itu guru memerlukan tekhnik baru dalam mengajar, antara lain seperti metode eksperimen, melalui metode eksperimen anak akan lebih tertarik untuk mengikuti pembelajaran, dengan tujuan untuk melibatkan aktivitas anak, atas pertimbangan tersebut, guru dituntut untuk lebih kreatif dalam memciptakan dan menggunakan metode eksperimen yang dapat memotivasi anak dalam kegiatan pembelajarannya. Metode eksperimen dapat diimplementasikan pada pembelajaran yang dapat meningkatkan perkembangan kognitif anak, karena pada dasarnya anak-anak sangatlah menyukai sebuah permainan seperti melakukan suatu eksperimen. Melalui metode eksperimen anak dapat mempelajari sesuatu yang rumit serta anak dapat berpikir bagaimana melakukan eksperimen yang sederhana dan menghasilkan sebuah percobaan yang menarik bagi anak. Salah satu sumber belajar yang luas dalam pembelajaran anak usia dini adalah membuat campuran warna yang menarik dan menyenangkan bagi anak. Dunia anak tidak terlepas dari dunia bermain dan hampir semua kegiatan anak bermain menggunakan metode eksperimen. Permainan ini tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan anak. Guru PAUD hendaknya memiliki pemahaman yang baik tentang permainan yang digunakan untuk pembelajaran di PAUD. Selain untuk pembelajaran di PAUD, permainan ini juga dapat memenuhi kebutuhan naluri bermain anak dan sebagai sumber belajar yang sangat diperlukan untuk mengembangkan aspek-aspek perkembangan anak usia dini. Aspek-aspek tersebut hendaknya dikembangkan secara serempak sehingga anak lebih siap menghadapi lingkungannya dan mengikuti jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Guru PAUD juga sebaiknya memiliki kemampuan merancang alat permainan untuk pembelajaran di sekolah PAUD. Anak usia dini biasanya menyukai alat permainan dengan bentuk yang sederhana, tidak rumit, dan berwarna terang. Jadi guru membuat sebuah percobaan kepada anak dengan melakukan kegiatan mencampurkan warna melalui metode eksperimen, karena melalui metode eksperimen dapat mengembangkan kecerdasan kognitif anak usia dini. 20 Selanjutnya menurut Peraturan Pemerintahan No.58 Tahun 2009, maka yang termasuk dalam kemampuan kognitif anak usia dini adalah (1) pengetahuan umum dan sains, (2) konsep bentuk dan warna, (3) konsep bilangan, lambang bilangan dan huruf, (4) memecahkan masalah dalam kegiatan sehari-hari. Sesuai dengan peraturan pemerintahan tersebut, maka penulis lebih fokus pada poin ke-2 yaitu konsep bentuk dan warna. Disamping itu pula salah satu upaya yang dapat diterapkan dalam meningkatkan perkembangan kognitif anak adalah dengan menggunakan metode eksperimen karena metode eksperimen meupakan salah satu sarana untuk menumbuhkan sikap dan minat anak untuk mengembangkan kognitif anak. Dengan system pembelajaran metode eksperimen , anak lebih aktif mengikuti pembelajaran dalam kelas dengan cara melibatkan permainan yang disukainya. Berdasarkan uraian di atas maka peneliti merasa penting untuk melakukan penelitian ini yang berjudul “Upaya Mengembangkan Kemampuan Kognitif Anak Usia 5-6Tahun Melalui Penerapan Metode Eksperimen Di PAUD Mawar Kelurahan Petisah Hulu Medan”. METODE Jenis Penelitian Sesuai dengan masalah yang diteliti, maka jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yaitu kegiatan yang dilakukan di dalam kelas. Penelitian tindakan kelas tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari guru yang dilakukan oleh anak. Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah anak usia 5-6 Tahun di PAUD MAWAR Medan yang berjumlah 20 orang, yang terdiri dari 17orang anak perempuan dan 13 orang anak laki-laki. Sedangkan objek penelitian ini mengembangkan kognitif anak melalui ekperimen pencampuran warna. Desain Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini menggunakan desain Kemmis dan Taggart (Arikunto 2012:16). Adapun siklus I dan siklus II masing-masing terdiri dari empat komponen yaitu : 1. Perencanaan (planning), 2. Pelaksanaan (acting), 3. Pengamatan (observing), dan 4. Refleksi (reflect). Perencanaan n Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan Pengamatan ? Perencanaan Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan Pengamatan Prosedur Penelitian Sesuai dengan jenis penelitian ini, yaitu penelitian tindakan kelas, maka penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk 21 2 siklus, yaitu siklus I dan siklus II. Pada siklus I dan siklus II terdiri dari empat tahapan yaitu perencanan (planning), pelaksanaan tindakan (acting), pengamatan (observing), refleksi (reflecting). Siklus I 1. Perencanaan Pada tahap perencanaan, peneliti bersama guru kelas membahas teknis pelaksanaan penelitian tindakan kelas, antara lain : a. Menentukan tema yang akan diajarkan sesuai dengan silabus. b. Menyusun Rencana Kegiatan Harian (RKH). c. Mempersiapkan bahan dan peralatan yang akan digunakan untuk bereksperimen. d. Mempersiapkan setting kelas untuk kegiatan pencampuran warna. e. Membuat lembar observasi tentang perkembangan kognitif anak. 2. Pelaksanaan Setelah perencanaan disusun, maka dilanjutkan ke tahap berikutnya yaitu tahap pelaksaaan tindakan. Dalam pelaksanaan tindakan peneliti yang menjadi guru, sedangkan guru kelas dilibatkan sebagai pengamat yang bertugas memberikan masukan dan kritikan yang berguna dalam proses selanjutnya. Kegiatan yang dilakukan adalah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan skenario pembelajaran yang telah disusun dengan menonjolkan kegiatan yang ingin diterapkan yaitu pencampuran warna. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah : a. Peneliti masuk ke dalam kelas dan memberi salam kepada anak. b. Menyanyikan beberapa lagu yang berhubungan dengan tema yang akan diajarkan. c. Memberitahukan kepada anak kegiatan apa yang akan dilakukan. d. Memberitahukan kepada anak bagaimana cara untuk melakukan kegiatan pencampuran warna. e. Membimbing dan mengarahkan anak sewaktu kegiatan berlangsung. f. Peneliti dan anak memberikan respon terhadap hasil pencampuran warna yang telah dibuat. g. Peneliti bertanya apa yang anak rasakan selama kegiatan pencampuran warna. h. Anak mengungkapkan perasaannya pada saat pencampuran warna. i. Peneliti menyimpulkan kegiatan yang telah dilakukan dan menutup kegiatan belajar. 3. Pengamatan Peneliti melakukan pengamatan pada saat kegiatan sedang berlangsung untuk mengetahui kondisi keaktifan anak dalam mengikuti kegiatan. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perubahan yang telah terjadi pada saat pelaksanaan di siklus II. 4. Refleksi Refleksi dilakukan untuk menganalisis dan memberikan makna terhadap data yang diperoleh dan mengambil kesimpulan dari tindakan perbaikan yang telah dilakukan. Hasil refleksi ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk tahap perencanaan pada siklus berikutnya. Siklus II 1. Perencanaan Dari hasil evaluasi dan analisa yang dilakukan pada tindakan pertama dengan menemukan alternatif permasalahan yang muncul pada siklus I yang selanjutnya diperbaiki pada siklus II dengan kegiatan yang dilakukan dalam perencanaan yang masih sama yaitu : a. Menentukan tema yang akan diajarkan sesuai dengan silabus. 22 b. Menyusun Rencana Kegiatan Harian (RKH). c. Mempersiapkan bahan dan peralatan yang akan digunakan. d. Mempersiapkan setting kelas untuk kegiatan pencampuran warna. e. Menyiapkan lembar observasi tentang perkembangan kognitif anak. 2. Pelaksanaan Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap ini adalah melaksanakan rencana pembelajaran yang telah direncanakan dan telah dikembangkan dari pelaksanaan siklus I, setelah mengetahui hambatan untuk mengembangkan kemampuan kognitif anak, peneliti melaksanakan program perbaikan terhadap anak yang masih mengalami kesulitan dalam mengembangkan kemampuan kognitif anak dengan materi yang sama dengan menggunakan kegiatan pencampuran warna. Perbedaan antara Siklus I dengan Siklus II adalah pada strategi belajarnya. Pada siklus I anak-anak duduk sesuai dengan kelompoknya, sedangkan pada siklus II anak yang kemampuan kognitifnya belum berkembang dengan baik ditempatkan bersama anak yang kemampuan kognitifnya sudah berkembang sesuai dengan usianya. Guru tetap terus memotivasi anak-anak yang kurang mampu melakukan kegiatan pencampuran warna dalam upaya mengembangkan kemampuan kognitif mereka. Kegiatan yang dilaksanakan dalam tahap ini adalah melaksanakan rencana pembelajaran yang telah direncanakan dan telah dikembangkan dari pelaksaan siklus I, berupa proses pembelajaran yang sesuai dengan rencana pembelajaran. 3. Pengamatan Peneliti melakukan pengamatan pada kegiatan yang sedang berlangsung dan melihat keaktifan anak pada saat mengikuti kegiatan. Pengamatan ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perubahan yang terjadi pada pelaksanaan di siklus II. 4. Refleksi Kegiatan refleksi yang dilakukan untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan pada proses tindakan dan sesudah tindakan. Mengkaji dan membedakan hasil siklus I dengan siklus II. Refleksi ini dilakukan untuk menarik kesimpulan dari hasil tindakan yang dilakukan pada siklus II, apakah dari kegiatan pencampuran warna dapat mengembangkan kemampuan kognitif anak. Teknik Pengumpulan Data Alat yang digunakan untuk mengumpulkan data pada penelitian ini adalah lembar observasi kognitif anak selama proses kegiatan pembelajaran berlangsung. Kisi-kisi kemampuan kognitif anak didasari oleh karakteristik perkembangan kognitif anak usia 5-6 tahun. Sedangkan kisi-kisi lembar observasi guru yang akan diamati selama kegiatan pencampuran warna berlangsung adalah sebagai berikut : No Indikator Penilaian . S B C K B 1. Menyediakan alat dan bahan yang akan digunakan. 2. Mengkondisikan anak untuk dapat duduk dengan nyaman, tertib. 3. Memberitahukan kepada anak kegiatan apa 23 yang akan dilakukan. 4. Memperkenalka n pada anak alat dan bahan dipergunakan. 5. Menjelaskan langkah-langkah kegiatan pencampuran warna. 6. Membimbing dan mengarahkan anak selama kegiatan dilakukan. 7. Memberikan pujian pada anak. 8. Menilai hasil kerja anak. Keterangan : SB : Sangat Baik C : Cukup B : Baik K : Kurang Teknik Analisis Data Data hasil observasi dianalisis dengan menggunakan teknik analisis persentase. Peneliti menjumlahkan data kemandirian anak selama pelaksanaan tindakan kemudian dibagi dengan jumlah anak tersebut sehingga diperoleh nilai rata-rata. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran 2013/2014. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan tindakan. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada siklus I dilakukan 2 kali pertemuan dengan kegiatan metode eksperimen, yang dilakukan hanya menggunakan gambar. Peneliti langsung melibatkan anak kelompok B PAUD Mawar Petisah Medan dengan melakukan kegiatan pencampuran warna yang bertujuan untuk mengembangkan kemampuan kognitif anak sesuai dengan usianya. Penelitian ini dilakukan selama 2 siklus dengan menggunakan kegiatan yang sama pada setiap siklusnya yaitu kegiatan pencampuran warna. Kegiatan tersebut dapat mengembangkan kemampuan kognitif anak kelompok B. Chart Title 15 10 5 0 Pertemuan I Pertemuan II Dilihat pada diagram diatas siklus I pertemuan 1 terdapat 5 orang anak (25%) tergolong cukup dan 15 orang anak (75%) tergolong kurang dan pada pertemuan ke 2 terdapat 11 orang anak (55%) tergolong cukup dan 9 orang anak (45%) tergolong kurang. Dari observasi yang dilakukan dapat diketahui perkembangan kemampuan kognitif anak masih kurang berhasil hal ini disebabkan karena saat kegiatan berlangsung banyak anak yang belum mengerti berkosentrasi saat peneliti mengeksperimenkan kegiatan pencampuran warna. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan perbaikanperbaikan yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak. Adapun hasil refleksi siklus I yaitu: • Pada awal kegiatan ini anak memiliki respon yang baik terhadap kehadiran peneliti, hal ini tampak 24 dari semangatnya anak menyambut peneliti. • Masih ada anak yang belum bisa melakukan kegiatan pencampuran warna pada saat peneliti mengeksperimenkan kegiatan tersebut. Oleh karena itulah pada tindakan kedua ini anak diikutsertakan dalam mengeksperimenkan kegiatan yang akan dilakukan. Pada siklus II dilakukan 2 kali pertemuan yang dilaksanakan penelitian dengan memperbaiki kesulitan yang dihadapi anak untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak dengan maksimal. Chart Title 15 10 5 0 Pertemuan I Pertemuan II Pada siklus II terjadi peningkatan perkembangan yang siknifikan, pada pertemuan I terdapat 12 orang anak (60%) tergolong baik dan 8 orang anak (20%) tergolong cukup. Pada pertemuan 2 terdapat 7 orang anak (35%) tergolong sangat baik dan 13 orang anak (65%) tergolong baik. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan selama siklus I dan siklus II dapat dilihat bahwa kegiatan pencampuran warna dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak. Dapat dilihat pada siklus I dan siklus II, kemampuan anak sudah tergolong baik. Hal ini dapat dilihat pada diagram di atas yakni analisis dan refleksi siklus II diperoleh kesimpulan bahwa kegiatan mencampurkan warna dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak usia 5-6 Tahun kelompok B di PAUD Mawar Medan Kelurahan Petisah T.A 2014/2015. Dengan demikian pertanyaan peneliti dapat terjawab bahwa kegiatan metode eksperimen merupakan salah satu upaya yang dapat mengembangkan kemampuan kognitif anak di kelompok B PAUD Mawar Petisah Medan. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pengamatan yang telah dilakukan, kesimpulan dari penelitian ini adalah: (1) Dengan penerapan metode eksperimen dapat meningkatkan kemampuan kognitif anak usia 5-6 tahun, (2) Hasil observasi dan refleksi pada siklus I pertemuan 1 terdapat 5 orang anak (25%) tergolong cukup dan 15 orang anak (75%) tergolong kurang dan pada pertemuan ke 2 terdapat 11 orang anak (55%) tergolong cukup dan 9 orang anak (45%) tergolong kurang. Kemudian pada siklus II dilakukan 2 kali pertemuan yang dilaksanakan penelitian dengan memperbaiki kesulitan yang dihadapi anak untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak dengan maksimal. Pada siklus II terjadi peningkatan perkembangan yang siknifikan, pada pertemuan I terdapat 12 orang anak (60%) tergolong baik dan 8 orang anak (20%) tergolong cukup. Pada pertemuan 2 terdapat 7 orang anak (35%) tergolong sangat baik dan 13 orang anak (65%) tergolong baik, dan (3) dari observasi setiap siklus jelaslah terlihat bahwa dengan menggunakan metode eksperimen kemampuan kognitif anak semakin berkembang. Anak bukan saja paham tentang pencampuran warna tapi anak sudah mampu menulis dan menggambarkan alat-alat komunikasi yang sederhana. 25 DAFTAR RUJUKAN Anwar, Khairul. 2011. Model Dan Pendekatan Pembelajaran. Universitas Negeri Medan. Colvin (dalam Yuliani Nurani Sujiono). 2009. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta : Universitas Terbuka. Djamarah dan Zain. 2006. Model Dan Pendekatan Pembelajaran. Universitas Negeri Medan. Faizi. 2013. Model Dan Pendekatan Pembelajaran. Universitas Negeri Medan. Hanariati. 2010. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta : Universitas Terbuka. Hunt. 2001. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta : Universitas Terbuka. Lehhrin, Lindzey, dan Spuhier. 2000. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. Locke, John. 2002. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Munandar, Gardner. 2000. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Piaget, Jean (dalam Suyadi). 2009. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta: Universitas Terbuka. Piaget, Jean (dalam Tedjasaputra), 2001. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta: Universitas Terbuka. Roestiyah. 2009. Model Dan Pendekatan Pembelajaran. Universitas Negeri Medan. Sagala, Saiful. 2009. Model Dan Pendekatan Pembelajaran. Universitas Negeri Medan. Sujiono, Yuliani Nurani, dkk. 2009. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta: Universitas Terbuka. ----------, Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta : PT Indeks Susanto, Ahmad. 2011. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta : Kencana Prenada Media Group. Suyadi (dalam Yuliani Nurani Sujiono). 2009. Metode Pengembangan Kognitif. Jakarta: Universitas Terbuka. Witherington (dalam Susanto). 2011. Metode Pengembangan Kognitif. Yus, Anita. 2011. Penilaian Perkembangan Belajar Anak Taman Kanak-Kanak. Jakarta : Kencana Prenada Media Group 26