PENDAHULUAN Latar Belakang Populasi sapi perah di Indonesia diperkirakan sebanyak 487.000 ekor yang sebagian besar adalah bangsa sapi Friesian Holstein (FH) (Direktorat Jenderal Peternakan 2009) dan tersebar di sentra-sentra produksi sapi perah di pulau Jawa seperti di Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Produksi susu di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur dan Jawa Tengah pada tahun 2009 adalah 225.215, 312.270 dan 89.748 ton. Tingkat produksi susu dari peternakan sapi perah di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan laju kebutuhannya, sehingga masih terdapat kesenjangan antara produksi dan kebutuhan susu. Beberapa hal yang menyebabkan kesenjangan antara produksi susu dan pemenuhan konsumsi susu tersebut adalah rendahnya populasi dan potensi genetik sapi perah, serta kondisi manajemen pemeliharaan yang kurang baik. Pemilihan pejantan dan betina unggul melalui seleksi bertujuan untuk mendapatkan sumber materi genetik bagi generasi berikutnya. Sifat produksi susu biasanya digunakan sebagai dasar seleksi pada sapi perah. Produksi susu merupakan sifat kuantitatif yang dikendalikan banyak gen dan ekspresinya merupakan akumulasi dari pengaruh genetik, lingkungan dan interaksi keduanya. Seleksi dapat diakselerasi melalui pemanfaatan penciri genetik dengan menggunakan teknik molekuler. Seleksi berdasarkan marker genetik untuk penciri sifat tertentu akan menjadikan seleksi berlangsung lebih awal, sehingga pemeliharaan ternak-ternak yang tidak produktif dapat dihindari. Selain itu, penerapan marker genetik dalam program pemuliaan ternak dapat mempercepat peningkatan kualitas genetik ternak. Gen hormon pertumbuhan atau Growth Hormone (GH), gen reseptor hormon pertumbuhan atau Growth Hormone Receptor (GHR) dan hormonhormon lainnya seperti Insulin Like Growth Factor 1 (IGF1) banyak digunakan dalam studi gen kandidat terhadap sifat-sifat produksi ternak, selanjutnya digunakan sebagai marker genetik dalam seleksi. Hal ini dikarenakan hormonhormon tersebut merupakan hormon regulator pertumbuhan dan perkembangan tubuh ternak (Davis et al. 1999). 2 Penelitian mengenai keragaman gen GH dan hubungannya dengan produksi susu telah dilakukan pada sapi perah di luar negeri, misalnya pada sapi Friesian Holstein (FH) Hungaria (Balogh et al. 2009), sapi Holstein Iran (Mohammadabadi et al. 2010) dan Sapi FH Polandia (Olenski et al. 2010). Berdasarkan hasil beberapa studi tersebut diketahui bahwa GH bersama dengan GHR berperan penting dalam mengatur pertumbuhan kelenjar mammari dan produksi susu, metabolisme, laktasi dan komposisi tubuh. Tujuan 1. Mengidentifikasi keragaman genetik gen Growth Hormone (GH) dan gen Growth Hormone Receptor (GHR) 2. Menganalisis hubungan antara keragaman genotipe gen Growth Hormone (GH) dan Growth Hormone Receptor (GHR) dengan produksi susu kumulatif parsial pada sapi FH. Manfaat 1. Diperoleh informasi tentang keragaman genetik gen GH dan GHR pada sapi perah Friesian Holstein di sentra produksi Jawa Barat 2. Didapatkan informasi genetik sapi FH dari pejantan di stasiun bibit sehingga diketahui sumbangan pejantan IB terhadap frekuensi genotipe dan alel dari gen GH dan GHR pada sapi FH betina 3. Informasi asosiasi gen GH dan GHR dengan produksi susu kumulatif parsial. Kerangka Pemikiran Produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik, fisiologi dan lingkungan. Besarnya pengaruh genetik terhadap sifat produksi susu ditentukan melalui analisis keragaman genetik gen pengontrol sifat produksi susu (gen GH dan GHR). Pemeriksaan keragaman genetik dilakukan pada sapi FH betina yang berasal dari dua manajemen pemeliharaan yang berbeda, yaitu sapi FH yang dipelihara secara intensif di stasiun bibit pemerintah (BET Cipelang, BPPT Cikole) dan sapi yang berasal dari peternakan semi intensif yaitu di peternakan rakyat Desa Pasir Kemis dan Cilumber. Peternakan rakyat ini merupakan 3 peternakan binaan KPSBU Lembang. Sumbangan pejantan IB terhadap keragaman genetik gen GH dan GHR pada betina turunannya, ditentukan melalui analisis sampel yang berasal dari BBIB Lembang dan BBIB Singosari. Besarnya pengaruh keragaman genetik terhadap sifat fenotipik (produksi susu) dianalisis melalui hubungan antara keragaman gen GH dan GHR dengan produksi susu kumulatif parsial. Pemeriksaan hubungan ini dilakukan pada peternakan dengan sistem manajemen pemeliharaan intensif (BPPT Cikole), dengan tujuan untuk minimalisasi pengaruh lingkungan terhadap ekspresi gen. Kerangka pemikiran ini diringkas dalam Gambar 1. Sapi Perah di BPPT Cikole, KPSBU Pasir Kemis dan KPSBU Cilumber, BIB Singosari, BIB Lembang dan BET Cipelang Genotipe Fenotipe Gen GH dan GHR Sifat Produksi Susu PCR-RFLP Produksi susu kumulatif parsial (BPPT Cikole) Polimorfisme Hubungan antara varian gen GH dan GHR dengan produksi susu kumulatif parsial Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.