BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Makanan Bayi dan Nilai Gizinya Air

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Makanan Bayi dan Nilai Gizinya
Air Susu Ibu dapat mencukupi kebutuhan anak akan zat gizi sampai anak
berumur enam bulan, setelah itu jumlah ASI akan semakin berkurang sedangkann
kebutuhan anak akan zat gizi semakin meningkat seiring dengan bertambahnya
umur anak (Husaini et al. 1984). Pada usia 6-12 bulan ASI hanya mampun
mencukupi tiga perempat dari kebutuhan gizi anak dan sumbangan ASI tersebut
akan semakin menurun dengan bertambahnya umur anak.
2.1.1
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Menurut Samsudin (1995), makanan pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI)
adalah makanan tambahan yang diberikan kepada bayi setelah berusia 4-6 bulan
sampai bayi berusia 24 bulan atau bayi telah siap menerima makanan orang
dewasa. Makanan tambahan bayi umumnya dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
makanan bayi (infant food) untuk bayi yang berusia dibawah enam bulan dan
makanan sapihan (weaning food) untuk bayi berusia 6-36 bulan (Soenaryo 1985).
Makanan pendamping ASI umumnya berbentuk bubur atau biskuit bayi.
Sifat umum produk MP-ASI yang dikehendaki adalah padat energi dan
padat gizi. Komponen gizi yang dibutuhkan bayi antara lain karbohidrat, protein,
lemak, vitamin dan mineral. Serat makanan yang terlalu banyak dapat menganggu
pencernaan bayi. Selain itu produk bayi tidak boleh bersifat kamba (bulky) karena
4
akan cepat memberi rasa kenyang pada bayi. Sifat kamba umumnya terdapat pada
bahan sumber karbohidrat (Astawan, 2000).
Makanan pendamping ASI juga harus mengandung lemak yang bersifat
sebagai sumber energi dan pemberi rasa gurih. Lemak sebaiknya memberikan
sumbangan energi sebesar 25-30% dari total energi MP-ASI. Kadar lemak dapat
ditingkatkan hingga mencapai 10% sejauh teknologi memungkinkan (Sugiyono,
2000).
Standar makanan pendamping ASI sebaiknya mengacu kepada Standar
Nasional Indonesia (SNI 01-3842-1995) tentang Makanan Pelengkap Serealia
Instan untuk Bayi dan Anak (lampiran 1). Standar tersebut mengatur ketentuan
gizi untuk makanan yang khusus diberikan kepada bayi (usia 4 sampai 12 bulan)
dan anak (usia 1 sampai 3 tahun). Ketentuan tersebut juga ditetapkan bahwa
dalam pembuatan makanan bayi dan anak diharuskan adanya penambahan vitamin
dan mineral, serta bahan lain yang diperlukan untuk pertumbuhan bayi dan anak.
2.1.2
Jenis-jenis bubur bayi
Jenis bubur bayi yang beredar dipasaran tidak sebanyak seperti susu bayi.
Kondisi tersebut terjadi karena kurang sadarnya ibu-ibu terhadap makanan apa
yang harus diberikan kepada bayi. Mereka menganggap bayi dengan usia enam
bulan sudah siap mengkonsumsi makanan seperti orang dewasa, perbedaannya
mungkin dari tekstur yang lebih lembut seperti untuk orang dewasa
mengkonsumsi nasi sedangkan untuk bayi bubur atau nasi tim. Hal tersebut tidak
menjadi masalah jika makanan yang diberikan kandungan gizinya bagus karena
5
usia 6 bulan adalah masa pertumbuhan bayi. Akan tetapi walaupun demikian
pemberian makanan pendamping ASI untuk usia enam bulan keatas adalah hal
yang penting, nilai gizi makanan tersebut harus baik dan sesuai dengan kebutuhan
bayi. Oleh karena itu, jenis-jenis bubur bayi harus diketahui oleh seorang ibu agar
pemberian makanan sesuai dengan kondisi bayi.
Berikut adalah jenis-jenis
makanan bayi yang ada dipasaran (Fatmawati, 2004).
1.
Dietetic food
Dietetic food adalah bubur ayam yang diperkaya dengan vitamin dan
mineral lengkap yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Dietetic food dirancang
khusus untuk membantu pengobatan bayi dan anak yang sedang menderita gastro
enteritis pasca dehidrasi, diare, gangguan pertumbuhan dan gangguan kenaikan
berat badan.
Dietetic food dibuat dengan formula bebas laktosa, akan tetapi mengandung
polimer glukosa yang tinggi. Oleh karena itu, produk ini dapatdigunakan untuk
membantu masalah lactose intolerance, malabsorbsi lemak dan malabsorbsi
glukosa yang biasanya diikuti dengan diare, kekurangan kalori, protein, failure to
thrive dan masalah penyerapan gizi lainnya.
2.
Bubur Beras
Bubur beras dibedakan menjadi dua formula, bubur beras putih dengan
kacang hijau dan bubur beras merah. Kedua makanan ini tidak termasuk kepada
makanan sapihan lengkap, oleh karena itu dalam penyajiannya harus ditambah
dengan susu.
6
Bubur beras juga dilengkapi dengan vitamin dan mineral sehingga dapat
memenuhi kebutuhan makanan padat pertama secara optimal.
Bubur beras
dirancang untuk konsumsi masyarakat menengah ke bawah dan dianjurkan
sebagai makanan padat pertama untuk bayi. Bubur beras merah yang ada di pasar
contohnya adalah Cerelac rasa jeruk, apel dan pisang, Milna, Promina, SNM,
Creme Nutricia.
3.
Bubur Susu dan Bubur Tim Ayam
Bubur susu dan bubur tim ayam, keduanya termasuk ke dalam formula
makanan bayi lengkap. Makanan ini dibuat dari bahan-bahan alami bermutu
tinggi dengan komposisi seimbang. Baik bubur susu maupun bubur tim ayam
dirancang untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dari masyarakat golongan
menengah ke atas.
Bubur susu berfungsi untuk menunjang ASI dan memperkenalkan makanan
padat pertama bagi bayi yang telah berumur empat bulan ke atas. Bubur tim ayam
dengan kandungan protein hewani yang cukup tinggi (21%) sangat membantu
dalam penyediaan asam amino esensial tubuh.
2.2 Bahan-Bahan Penyusun
Makanan pendamping ASI umumnya dibuat dari bahan-bahan serealia dan
kacang-kacangan (Puleses atau legumes).
Serealia merupakan sumber
karbohidrat sedangkan kacang-kacangan merupakan sumber protein, dan beberapa
kacang- kacangan juga mengandung kadar lemak yang tinggi dengan asam-asam
lemak yang esensial. Selain kacang-kacangan, dapat juga digunakan ikan sebagai
7
sumber protein. Golongan serealia yang sering digunakan sebagai bahan baku
makanan pendamping ASI adalah apel, jeruk pisang, beras, jagung, gandum dan
sorghum. Bahan- bahan lain yang sering digunakan dalam pembuatan makanan
pendamping ASI antara lain adalah susu, minyak atau lemak, gula dan flavor
(Fatmawati, 2004).
2.2.1
Tepung Beras
Tepung beras adalah salah satu jenis tepung paling sederhana yang
mengandung sebagian besar pati. Tepung beras mengandung protein yang jauh
lebih sedikit daripada tepung terigu. Protein, vitamin dan mineral terdapat dalam
kulit beras (rice bran) (Karta, 2006)
Tabel 1 Komposisi kima tepung beras per 100 g
Komposisi
Nilai Kadar (g)
Protein
7,0
Lemak
0,5
Karbohidrat
80,0
Abu
50
Air
12,0
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1995)
Pati yang terdapat dalam beras (tepung) lebih sederhana. Pati adalah
rangkaian gula yang saling berikatan yang membentuk rantai. Tepung beras
hampir 80% merupakan rantai lurus sederhana yang disebut amilosa (Karta,
2006).
2.2.2 Minyak/ Lemak
Perbedaan lemak hewani dan lemak nabati adalah pada kandungan
sterolnya. Lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan lemak nabati
mengandung sitosterol. Lemak nabati lebih banyak mengandung asam lemak tak
jenuh (oleat, linoleat) dari pada lemak hewani (Ketaren, 1986). Fungsi minyak
8
dan lemak dalam pengolahan bahan pangan adalah untuk kelezatan dan tekstur
serta cita rasa bahan pangan tersebut (Winarno, 1997).
2.2.3 Susu Skim
Susu skim adalah bagian susu yang ditinggal setelah krim diambil sebagian
atau seluruhnya. Susu skim mengandung semua zat makanan dari susu kecuali
lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Susu skim dapat digunakan
oleh orang yang menginginkan nilai kalori yang rendah dalam makanannya
karena hanya mengandung 55% dari seluruh energi susu, dan skim juga dapat
digunakan dalam pembuatan keju rendah lemak dan yogurt susu skim dapat
digunakan sebagai bahan tambahan karena bersifat adesif dan menambah nilai
gizi. Aroma produk yang ditambah susu skim dapat meningkat akibat adanya
kandungan laktosa dalam susu skim tersebut (Buckle, 1987).
2.3 Makanan Instan
Makanan instan umumnya berbentuk kering. Makanan instan lebih praktis
daripada harus membuat sendiri (Marliyati, 2007). Masalah penyimpanan dan
transportasi semakin dipermudah dengan adanya produk pangan instan. Pada
produk pangan instan air dihilangkan, mutu terjaga, tidak mudah terjangkiti bibit
penyakit dan mudah ditangani supaya mudah disantap (Hartomo dan Widiatmoko,
1993).
Bahan-bahan utama makanan instan adalah sumber energi, protein,
vitamin, dan mineral. Untuk sumber energi biasanya berasal dari beras. Sumber
protein pada makanan instan kering umumnya protein nabati berupa kacang-
9
kacangan. Penggunaan sumber protein hewani jarang digunakan karena proses
pembuatan sumber protein hewani relatif mahal (Marliyati, 2007).
Bubur instan merupakan bubur yang telah mengalami proses pengolahan
lebih lanjut sehingga dalam penyajiannya tidak diperlukan proses pemasakan.
Penyajian bubur instan dapat dilkukan hanya dengan menambahkan air panas atau
pun susu sesuai dengan selera (Fellow dan Ellis, 1992).
2.4 Kadar Air
2.4.1
Pengertian Air dan Sifat – Sifat Air
Air adalah substansi kimia dengan rumus kimia H2O: satu molekul air
tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara kovalen pada satu atom
oksigen. Air bersifat tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau pada kondisi
standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) and temperatur 273,15 K (0 °C). Zat
kimia ini merupakan suatu pelarut yang penting, yang memiliki kemampuan
untuk melarutkan banyak zat kimia lainnya, seperti garam-garam, gula, asam,
beberapa jenis gas dan banyak macam molekul organik.
Air adalah pelarut yang kuat, melarutkan banyak jenis zat kimia. Zat-zat
yang bercampur dan larut dengan baik dalam air (misalnya garam-garam) disebut
sebagai zat-zat “hidrofilik” (pencinta air), dan zat-zat yang tidak mudah tercampur
dengan air (misalnya lemak dan minyak), disebut sebagai zat-zat “hidrofobik”
(takut-air). Kelarutan suatu zat dalam air ditentukan oleh dapat tidaknya zat
tersebut menandingi kekuatan gaya tarik-menarik listrik (gaya intermolekul dipoldipol) antara molekul-molekul air. Jika suatu zat tidak mampu menandingi gaya
10
tarik-menarik antar molekul air, molekul-molekul zat tersebut tidak larut dan akan
mengendap dalam air.
2.4.2
Bentuk dan Tipe Air dalam Suatu Bahan
Air yang terdapat dalam suatu bahan makanan terdapat dalam tiga bentuk:
1. Air bebas, terdapat dalam ruang-ruang antarsel dan intergranular dan poripori yang terdapat pada bahan.
2. Air yang terikat secara lemah karena terserap (teradsorbsi) pada permukaan
koloid makromolekulaer seperti protein, pektin pati, sellulosa. Selain itu air
juga terdispersi di antara kolloid tersebut dan merupakan pelerut zat-zat
yang ada di dalam sel. Air yang ada dalam bentuk ini masih tetap
mempunyai sifat air bebas dan dapat dikristalkan pada proses pembekuan.
Ikatan antara air dengan kolloid tersebut merupakan ikatan hidrogen.
3. Air yang dalam keadaan terikat kuat yaitu membentuk hidrat. Ikatannya
berifat ionik sehingga relatif sukar dihilangkan atau diuapkan. Air ini tidak
membeku meskipun pada suhu 00F.
Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan kesegaran dan daya
tahan bahan itu sendiri. Sebagian besar dari perubahan-perubahan bahan makanan
terjadi dalam media air yang ditambahkan atau berasal dari bahan itu sendiri.
Menurut derajat keterikatan air dalam bahan makanan atau bound water dibagi
menjadi 4 tipe, antara lain :
1. Tipe I adalah tipe molekul air yang terikat pada molekul-molekul air melalui
suatu ikatan hydrogen yang berenergi besar. Molekul air membentuk hidrat
11
dengan molekul-molekul lain yang mengandung atom-atom O dan N seperti
karbohidrat, protein atau garam.
2. Tipe II adalah tipe molekul-molekul air membentuk ikatan hydrogen dengan
molekul air lain, terdapat dalam miro kapiler dan sifatnya agak berbeda dari
air murni.
3. Tipe III adalah tipe air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks
bahan seperti membran, kapiler, serat dan lain-lain.
Air tipe inisering
disebut dengan air bebas.
4. Tipe IV adalah tipe air yang tidak terikat dalam jaringan suatu bahan atau
air murni, dengan sifat-sifat air biasa. (F.G. Winarno, 1999)
2.4.3
Kadar Air Dalam Bahan Makanan
Kadar air adalah perbedaan antara berat bahan sebelum dan sesudah
dilakukan pemanasan. Setiap bahan bila diletakkan dalam udara terbuka kadar
airnya akan mencapai keseimbangan dengan kelembaban udara di sekitarnya.
Kadar air bahan ini disebut dengan kadar air seimbang. Setiap kelembaban relatif
tertentu dapat menghasilkan kadar air seimbang tertentu pula. Dengan demikian
dapat dibuat hubungan antara kadar air seimbang dengan kelembaban relatif.
Bila diketahui kurva hubungan antara kadar air seimbang dengan
kelembaban relatif pada hakikatnya dapat menggambarkan pula hubungan antara
kadar air dan aktivitas air. Kurva ini sering disebut kurva Isoterm Sorpsi Lembab
(ISL). Setiap bahan mempunyai ISL yang berbeda dengan bahan lainnya. Pada
kurva tersebut dapat diketahui bahwa kadar air yang sama belum tentu
memberikan Aw yang sama tergantung macam bahannya. Pada kadar air yang
12
tinggi belum tentu memberikan Aw yang tinggi bila bahannya berbeda. Hal ini
dikarenakan mungkin bahan yang satu disusun oleh bahan yang dapat mebgikat
air sehingga air bebas relatif menjadi lebih kecil dan akibatnya bahan jenis ini
mempunyai Aw yang rendah.
2.4.4
Penentuan Kadar Air Dalam Bahan Makanan
Kadar air dalam makanan dapat ditentukan dengan berbagai cara metode
pengeringan (Thermogravimetri) prinsipnya menguapkan air yang ada dalam
bahan dengan pemanasan. Kemudian menimbang bahan sampai berat konstan
berarti semua air sudah diuapkan. Cara ini relatif mudah dan murah.
Kelemahannya antara lain:
1. Bahan lain di samping air juga ikut menguap dan ikut hilang bersama
dengan uap misalnya alkohol, asam asetat, minyak atsiri, dan lain-lain.
2. Dapat terjadi reaksi selama pemanasan yang menghasilkan air atau zat
mudah menguap lain. Contoh gula mengalami dekomposisi atau
karamelisasi, lemak mengalami oksidasi dan sebagainya.
3. Bahan yang mengandung bahan yang dapat mengikat air secara kuat sulit
melepaskan airnya meskipun sudah dipanaskan.
4. Metode Destilasi (Thermovolumetri)
Prinsip penentuan kadar air dengan destilasi adalah menguapkan air
demgan “pembawa” cairan kimia yang mempunyai titik didih lebih tinggi
daripada air dan tidak dapat campur dengan air serta mempunyai berat jenis lebih
rendah daripada air. Zat kimia yang dapat digunakan antara lain: toluen, xylen,
benzen, tetrakhlorethilen dan xylol.
13
Perbedaan kadar air dalam suatu bahan disebabkan karena perbedaan
bahan, metode dan suhu serta proses penyimpanannya Selain itu perbedaan ini
dapat disebabkan karena pengaruh alat-alatnya seperti timbangan analitik yang
sulit stabil dan karena bahan yang digunakan sudah terkontaminasi dengan bahan
lain ketika penyimpanan atau ketika berada dalam desikator.
2.4.1
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengeringan
1. Faktor yang berhubungan dengan udara pengering
Yang termasuk golongan ini adalah: Suhu (Makin tinggi suhu udara maka
pengeringan akan semakin cepat), Kecepatan aliran udara pengering (Semakin
cepat udara maka pengeringan akan semakin cepat), Kelembaban udara (Makin
lembab udara, proses pengeringan akan semakin lambat), Arah aliran udara
(Makin kecil sudut arah udara terhadap posisi bahan, maka bahan semakin cepat
kering)
2. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan
Yang termasuk golongan ini adalah: Ukuran bahan (Makin kecil ukuran
benda, pengeringan akan makin cepat), Kadar air (Makin sedikit air yang
dikandung, pengeringan akan makin cepat).
Untuk mempercepat penguapan air serta menghindari terjadinya reaksi
yang menyebabkan terjadinya air ataupun reaksi yang lain karena pemanasan
maka dapat dilakukan pemanasan dengan suhu rendah dan tekanan vakum.
Dengan demikian akan dihasilkan kadar air yang sebenarnya.
14
Untuk bahan-bahan yang mengandung kadar gula tinggi maka pemanasan
dengan suhu 1000C dapat mengakibatkan pergerakan pada permukaan bahan.
Sehingga terlihat masih memiliki berat kering yang cukup tinggi.
2.5 Kadar Protein
2.5.1
Metode Kjeldahl
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan
nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen.
Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang
sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan
alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan
penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami
modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya
memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang
pendek. Metode ini kurang akurat bila diperlukan pada senyawa yang
mengandung atom nitrogen yang terikat secara langsung ke oksigen atau nitrogen.
Tetapi untuk zat-zat seperti amina,protein,dan lain – lain hasilnya lumayan.
Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam
bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini
adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan
angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk
beras, kedelai, dan gandum angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95,
15
5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang
biasanya mengandung 16% nitrogen.
Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan
didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida
atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan
indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara
makro dan semimakro.
1. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi
dan besar contoh 1-3 g
2. Cara semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu
kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen.
Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam
bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang
besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitaminvitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur
sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan
dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan.
Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga
tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.
Keuntungan dan Kerugian
a.
Keuntungan :
a) Metode Kjeldahl digunakan secara luas di seluruh dunia dan masih
merupakan metode standar dibanding metode lain.
16
b) Sifatnya yang universal, presisi tinggi dan reprodusibilitas baik membuat
metode ini banyak digunakan untuk penetapan kadar protein.
b. Kerugian :
a) Metode ini tidak memberikan pengukuran protein sesungguhnya, karena
tidak semua nitrogen dalam makanan bersumber dari protein.
b) Protein yang berbeda memerlukan faktor koreksi yang berbeda karena
susunan residu asam amino yang berbeda.
c) Penggunaan asam sulfat pada suhu tinggi berbahaya, demikian juga
beberapa katalis.
d) Teknik ini membutuhkan waktu lama.
2.5.2
Metode Dumas Termodifikasi
Sampel dengan massa tertentu dipanaskan dalam tangas pada suhu tinggi
(sekitar 900 oC) dengan adanya oksigen. Cara ini akan melepaskan CO2, H2O
dan N2. Gas CO2 dan H2O dipisahkan dengan melewatkan gas pada kolom
khusus untuk menyerapnya. Kandungan nitrogen kemudian dihitung dengan
melewatkan sisa gas melalui kolom dengan detektor konduktivitas termal pada
ujungnya. Kolom ini akan membantu memisahkan nitrogen dari sisa CO2 dan
H2O. Alat dikalibrasi dengan senyawa analis yang murni dan telah diketahui
jumlah nitrogennya, seperti EDTA (= 9,59 %N). Dengan demikian sinyal dari
detektor dapat dikonversi menjadi kadar nitrogen. Dengan metode Kjeldahl
diperlukan konversi nitrogen dalam sampel menjadi kadar protein, tergantung
susunan asam amino protein.
17
Keuntungan dan kerugian
a. Keuntungan :
1) Jauh lebih cepat dari pada metode Kjeldahl (di bawah 4 menit per
pengukuran, dibandingkan dengan 1-2 jam pada Kjeldahl).
2) Metode ini tidak menggunakan senyawa kimia atau katalis toksik.
3) Banyak sampel dapat diukur secara otomatis.
4) Mudah digunakan.
b. Kerugian :
1) Mahal.
2) Tidak memberikan ukuran protein sesungguhnya, karena tidak
semua nitrogen dalam makanan berasal dari protein.
3) Protein yang berbeda membutuhkan faktor koreksi yang berbeda
karena susunan asam amino yang berbeda.
4) Ukuran sampel yang kecil menyulitkan mendapatkan sampel yang
representatif.
2.5.3
Metode Spektroskopi UV-visible
Sejumlah metode telah ditemukan untuk pengukuran kadar protein
berdasarkan spektroskopi UV-visible. Metode ini berdasarkan kemampuan protein
menyerap (atau membaurkan) cahaya di daerah UV-visible. Atau secara kimiawi
atau fisik memodifikasi protein untuk membuatnya menyerap (atau membaurkan)
cahaya di daerah UV-visible. Prinsip dasar di balik masing-masing uji ini serupa.
Pertama-tama, semua serapan kurva kalibrasi (atau turbiditas) vs kadar
protein disiapkan menggunakan satu seri larutan protein yang sudah diketahui
18
kadarnya. Serapan (atau turbiditas) larutan yang dianalisis kemudan diukur pada
panjang gelombang yang sama, dan kadar protein ditentukan dari kurva kalibrasi.
Perbedaan utama pengujian ini adalah gugus fungsi yang berperan untuk absorbsi
atau pembiasan radiasi elektromagnetik, misalnya ikatan peptida, rantai samping
aromatis, gugus inti dan agregat protein. Sejumlah metode UV-visibe untuk
penetapan kadar protein sebagi berikut :
2.5.3.1 Pengukuran langsung pada 280nm
Tryptophan dan tyrosine mengabsorbsi kuat cahaya uv pada 280 nm.
Kandungan tryptophan dan tyrosine berbagai protein umumnya konstan sehingga
serapan larutan protein pada 280 nm dapat digunakan untuk menentukan
kadarnya.
Keuntungan metode ini karena sederhana untuk dilakukan, non-destruktif,
dan tidak dibutuhkan reagen khusus.
Kerugian utama : asam nukleat juga mengabsorbi kuat pada 280 nm dan
sehingga mengganggu pengukuran protein jika ada dalam kadar yang bermakna.
Namun demikian, metode ini telah berkembang untuk mengatasi masalah
ini, antara lain : dengan pengukuran serapan pada dua panjang gelombang yang
berbeda.
2.5.3.2 Metode Biuret
Warna violet akan terbentuk bila ion cupri (Cu2+) berinteraksi dengan
ikatan peptida dalam suasana basa. Reagen biuret, yang mengandung semua
bahan kimia yang diperlukan untuk analisis sudah tersedia di pasaran. Reagen ini
19
dicampurkan dengan larutan protein, didiamkan 15-30 menit, kemudian diukur
serapannya pada 540 nm.
Keuntungan utama dari teknik ini adalah tidak adanya gangguan dari
senyawa yang menyerap pada panjang gelombang yang lebih rendah. Teknik ini
kurang sensitif terhadap jenis protein karena absorpsi yang terjadi melibatkan
ikatan peptida yang ada di semua protein, bukan pada gugus samping spesifik.
2.5.3.3 Metode Lowry
Metode Lowry mengkombinasikan pereaksi biuret dengan pereaksi lain
(Folin-Ciocalteau phenol) yang bereaksi dengan residu tyrosine dan tryptophan
dalam protein. Reaksi ini menghasilkan warna kebiruan yang bisa dibaca di antara
500 - 750 nm, tergantung sensitivitas yang dibutuhkan. Akan muncul puncak kecil
di sekitar 500 nm yang dapat digunakan untuk menentukan protein dengan
konsentrasi tinggi dan sebuah puncak besar di sekitar 750 nm yang dapat
digunakan untuk menentukan kadar protein dengan konsentrasi rendah. Metode
ini lebih sensitif untuk protein dengan konsentrasi rendah dibanding metode
biuret.
2.5.3.4 Metode pengikatan pewarna
Pewarna dengan muatan negatif (anionik) ditambahkan dalam jumlah
berlebih pada larutan protein yang pH nya telah disesuaikan sehingga protein
menjadi bermuatan positif (misalnya dibuat di bawah titik isoelektrik). Protein
membentuk kompleks tak larut dengan pewarna karena interaksi elektrostatik
antar molekul, tapi masih tersisa pewarna tak terikat yang larut. Pewarna anionik
berikatan dengan gugus kationik dari residu asam amino basa (histidine, arganine
20
dan lysine) dan pada gugus asam amino bebas di ujung. Jumlah pewarna tak
terikat yang tersisa setelah kompleks protein-pewarna dipisahkan (misalnya
dengan sentrifugasi) ditentukan dengan pengukuran serapan. Jumlah protein yang
ada di larutan awal berhubungan dengan jumlah pewarna yang terikat :
[Pewarna terikat] = [Pewarna awal] - [Pewarna bebas]
2.5.3.5 Metode Turbimetri
Molekul protein yang umumnya laruta dapat dibuat mengendap dengan
penambahan senyawa kimia tertentu, seperti asam trikloroasetat. Pengendapan
protein menyebabkan larutan menjadi keruh, sehingga konsentrasi protein dapat
ditentukan dengan mengukur derajat kekeruhan (turbiditas).
Keuntungan dan kerugian
Keuntungan :
Teknik UV-visible merupakan teknik yang cepat dan sederhana, serta
sensitif terhadap protein dengan konsentrasi rendah.
Kerugian :
Sebagian besar teknik UV-visible memerlukan larutan yang encer dan
jernih, serta tidak mengandung senyawa kontaminan yang dapat mengabsorpsi
atau memantulkan cahaya pada panjang gelombang di mana protein akan
dianalisis. Karena diperlukan larutan jernih, maka makanan harus mengalami
sejumlah tahap preparasi sampel sebelum dianalisis, seperti homogenisasi,
ekstraksi pelarut, sentrifugasi, filtrasi, dsb. yang dapat menyita waktu dan tenaga.
Selain itu, kadang-kadang sulit untuk secara kuantitatif mengekstraksi protein dari
21
jenis makanan tertentu, terutama bila makanan tersebut telah mengalami proses
dimana protein menjadi agregat atau terikat secara kovalen dengan senyawa lain.
Kelemahan lain adalah, serapan tergantung pada jenis protein (karena protein
yang berbeda mempunyai sekuens/urutan asam amino yang berbeda pula).
22
Download