peran budaya organisasi dalam perusahaan: suatu

advertisement
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012
PERAN BUDAYA ORGANISASI DALAM PERUSAHAAN:
SUATU TINJAUAN
Primadona
Dosen Politeknik Negeri Padang
Jurusan Administrasi Niaga
email: [email protected]
ABSTRACT
This research aims to look at the role of organizational culture in creating and building
a business in accordance with the company's goals organization. Culture is an
important element to be considered by the management company. Corporate culture
does not present itself in the organization, but it needs to be formed and studied because
corporate culture is basically a set of values and behavior patterns are learned, shared
by all members of the organization and passed on from one to the next generation. The
role of culture in creating corporate or organizational culture should achieve superior
business, which it can be done by knowing the corporate culture, build and nurture a
corporate culture, knowing determinants by management in shaping the organization's
culture, learn the culture of the company and to create and maintain a corporate
culture.
Keywords: corporate culture, socialization, superior business
1. PENDAHULUAN
Disadari atau tidak budaya organisasi sangat mempengaruhi keberhasilan
organisasi dalam mencapai tujuannnya. Prilaku karyawan yang merupakan unsur pokok
dalam perusahaan masuk di lingkaran terbentuknya budaya organisasi. Setiap unsur
yang berada dalam organisasi penting untuk dimahami bahwa budaya organisasi
ternyata bukan sekedar mempengaruhi berjalannya organisasi tapi dapat mempengaruhi
kinerja yang dihasilkan oleh organisasi. Seperti yang diungkapkan oleh Sule dan
Saefullah (2005:71), “budaya organisasi penting sekali untuk dipahami karena banyak
pengalaman menunjukan bahwa ternyata budaya organisasi ini tidak saja berbicara
mengenai bagaimana sebuah organisasi khususnya organisasi bisnis menjalankan
kegiatannya sehari-hari, tetapi juga sangat mempengaruhi bagaimana kinerja yang
dicapai oleh sebuah organisasi bisnis”. Mereka juga mencontohkan pada sebuah
perusahaan Levi-Strauss menganggap bahwa salah satu kunci kesuksesan bisnisnya
adalah karena budaya organisasi yang telah dibangun di sebuah bangunan selama
kurang lebih 68 tahun.
Budaya organisasi diibaratkan individu yang memiliki kepribadian. Individu di
dalam perusahaan ada yang bersifat kaku, ramah, inovatif, atau konservatif. Dan sifatsifat ini selanjutnya dapat digunakan untuk memperkirakan sikap dan perilaku individu
yang ada di dalam organisasi. Budaya yang dibangun dalam organisasi akan
menimbulkan sifat-sifat tertentu dan akhirnya membangun budaya organisasi itu sendiri
secara menyeluruh.
Karena sudah sangat berkembangnya bisnis ini membuat para manajer berfikir
untuk dapat membuat tempat dan bangunan baru dengan tujuan supaya bisnis lebih
maju dan berkembang dari semula. Tapi yang terjadi justru perusahaan merasa para
ISSN 1858–3717
11
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012
karyawan tidak menikmati tempat bisnis yang baru dengan semua fasilitas jauh lebih
baik dari sebelumnya dan sangat modern. Hal ini diperlihatkan dari kinerja perusahaan
yang menurun. Akhirnya Manajer perusahaan Levi-Strauss mengambil keputusan untuk
memindahkan kembali perusahaan ketempat semula. Analisa yang didapat adalah
karyawan ternyata menganggap bahwa gedung dan tempat usaha yang lama lebih
membuat mereka merasa nyaman dalam bekerja, karena kesannya yang informal dan
dapat melakukan interaksi secara lebih mudah. Ternyata budaya informal yang
dibangun di perusahaan Levi-Strauss memegang kunci kesuksesan bisnisnya.
Dalam membentuk budaya organisasi, jika suatu perusahaan itu merupakan
suatu perusahaan baru maka, pihak manajemen perusahaan mempunyai pengaruh yang
sangat besar dalam membentuk budaya organisasi karena selama itu baik karyawan
ataupun unsur lainnya belum terkontaminasi dengan hal-hal lain yang dapat
mempengaruhi terbentuknya budaya organisasi sehingga pengaruh visi perusahaan yang
diciptakan oleh manajemen perusahaan mempunyai peluang yang besar dalam
menciptakan suatu budaya yang akan mempermudah tercapainya tujuan organisasi.
Dibandingkan dengan organisasi yang sudah terbentuk lama, budaya yang
dominan yang sudah terbentuk dengan kuatnya dalam organisasi akan sulit untuk
diubah di kemudian hari jika budaya organisasi itu terbentuk dari karakteristikkarakteristik permanen dan relatif stabil seperti yang diungkapkan Robbins (1999:296).
Menurut Luthans (1998) dalam Sopiah (2008:129), menyebutkan ada sejumlah
karakteristik yang penting dari budaya organisasi, yaitu:
1. Aturan-aturan Perilaku
Yaitu bahasa, teminologi dan ritual yang biasa dipergunakan oleh anggota
organisasi.
2. Norma
Adalah standar perilaku yang meliputi petunjuk bagaimana melakukan sesuatu.
Lebih jauh dimasyarakat kita kenal adanya norma agama, norma sosial, norma
susila, norma adat, dll.
3. Nilai-nilai Dominan
Adalah nilai utama yang diharapkan dari organisasi untuk dikerjakan oleh para
anggota, misalnya tingginya kualitas produk, rendahnya tingkat absensi, tingginya
produktivitas dan efisiensi, serta tingginya disiplin kinerja.
4. Filosofi
Adalah kebijakan yang dipercaya organisasi tentang hal-hal yang disukai para
karyawan dan pelanggannya. Seperti kepuasan anda adalah harapan kami,
konsumen adalah raja, dll.
5. Peraturan-peraturan
Adalah aturan yang tegas dari organisasi. Pegawai baru harus mempelajari
peraturan ini agar keberadaannya dapat diterima di dalam organisasi.
6. Iklim Organisasi
Adalah keseluruhan perasaan yang meliputi hal-hal fisik, bagaimana para anggota
berinteraksi dan bagaimana para anggota organisasi mengendalikan dari dalam
berhubungan dengan pelanggan atau pihak luar organisasi.
Melihat uraian diatas, ternyata keberhasilan perusahaan dalam mencapai
tujuannya sangat besar dipengaruhi oleh budaya organisasi. Untuk menjalankan
kegiatan dalam perusahaan dan apalagi dalam menentukan kinerja perusahaan ternyata
sangat besar ditentukan oleh budaya organisasi. Untuk itu penting bagi manajer untuk
memperhatikan peranan budaya organisasi dalam menentukan perencanaan perusahaan
guna mencapai tujuannya.
ISSN 1858–3717
12
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012
2. TINJAUAN PUSTAKA
Bukanlah sesuatu yang mudah untuk memahami konsep budaya organisasi oleh
seorang manajer. Kendala yang sering muncul adalah belum adanya kesepakatan atas
konsep tentang budaya organisasi dan akibatnya menimbulkan penafsiran yang berbedabeda dalam menjalankan fungsi dari organisasi.
2.1 Budaya Organisasi
Menurut Robbins (1999:279), “budaya organisasi merujuk kepada suatu sistem
pengertian bersama yang dipegang oleh anggota-anggota suatu organisasi, yang
membedakan organisasi tersebut dari organisasi lainnya”. Sedangkan Smircich (1983)
dalam Sopiah (2008:127) menyatakan bahwa ada 2 kubu berkaitan dengan budaya
organisasi. Kubu yang pertama berpandangan bahwa,” organization is a culture”,
artinya kubu yang pertama mengatakan bahwa budaya organisasi adalah hasil budaya
dan aliran ini lebih menekankan pentingnya penjelasan deskriptif atas sebuah
organisasi. Sedangkan kubu yang kedua berpendapat ,”organization has culture”, kubu
ini lebih menekankan pada faktor penyebab terjadinya budaya dalam organisasi dan
implementasinya terhadap organisasi tersebut, misalnya dengan melakukan pendekatan
manajerial.
Aliran yang kedua menurut Sobirin (1997) lebih tepat diterapkan dalam
kepentingan organisasi karena penekanan ada pada pentingnya budaya sebagai variabel
yang dapat mempengaruhi efektivitas organisasi. Dari beberapa pendapat diatas nampak
ada kesepakatan yang luas bahawa budaya organisasi mengacu kepada suatu sistem
makna bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu dan membedakan
organisasi itu dari organisasi-organisasi lain (Robbins, 1999:279).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Robbins (1999:279) ada tujuh
karakter utama yang menjadi elemen-elemen penting dalam menciptakan budaya
organisasi, yaitu:
1. Inovasi dan pengambilan resiko, maksudnya adlaah tingkat daya pendorong
karyawan untuk bersikap inovatif dan berani mengambil resiko.
2. Perhatian terhadap detail, tingkat tuntutan terhadap karyawan untuk mapu
memperlihatkan ketepatan, analisis, dan perhatian terhadap detail.
3. Orientasi terhadap hasil, tingkat tuntutan terhadap manajemen untuk lebih
memusatkan perhatian pada teknik dan proses yang digunakan untuk meraih hasil
tersebut.
4. Orientasi terhadap individu, tingkat keputusan manajemen didalam
mempertimbangkan efek-efek hasil terhadap individu yang ada didalam organisasi.
5. Orientasi terhadap tim, tingkat aktivitas pekerjaan yang diatur dalam tim, bukan
secara perorangan.
6. Agresivitas, tingkat tuntutan terhadap orang-orang agar berlaku agresif dan
bersaing dan tidak bersikap santai.
7. Stabilitas, tingkat penekanan aktivitas organisasi dalam mempertahankan status quo
berbanding pertumbuhan.
Masing-masing karakteristik ini berada dalam suatu kesatuan, dari tingkat yang
rendah menuju tingkat yang lebih tinggi. Menilai suatu organisasi dengan menggunakan
tujuh karakter ini akan menghasilkan gambaran mengenai budaya organisasi tersebut.
Gambaran tersebut kemudian menjadi dasar untuk perasaan saling memahami yang
dimiliki anggota organisasi mengenai organisasi mereka, bagaimana segala sesuatu
dikerjakan berdasarkan pengertian bersama tersebut dan cara-cara anggota organisasi
seharusnya bersikap.
ISSN 1858–3717
13
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012
2.2 Dimensi-dimensi Budaya Organisasi
Robbins (1999:283) telah mengungkapkan dimensi-dimensi yang digunakan
dalam membedakan budaya organisasi. Sedangkan menurut Gibson (1996) dalam
Sopiah (2008:130) mengemukakan 4 unsur budaya yaitu:
1. Penghindaran Atas Ketidakpastian
Adalah tingkat dimana anggota masyarakat merasa tidak nyaman dengan
ketidakpastian dan ambiguitas. Perasaan ini mengarahkan mereka untuk
mempercayai kepastian dan menjanjikan serta untuk memelihara lembaga-lembaga
yang melindungi penyesuaian. Masyarakat yang memiliki penghindaran
ketidakpastian yang kuat terus menjaga kepercayaan dan perilaku yang ketat dan
tidak toleran terhadap orang dan ide yang menyimpang. Sebaliknya, masyarakat
dengan penghindaran ketidakpastian yang lemah terus menjaga suasana yang santai
dimana praktik dianggap lebih dari pada prinsip dan penyimpangan lebih dapat
ditoleransi.
2. Maskulin vs Feminim
Tingkat maskulinitas adalah kecenderungan dalam masyarakat akan prestasi,
kepahlawanan, ketegasan dan keberhasilan materil. Sedangkan lawannya adalah
feminalitas, berarti kecenderungan akan hubungan, kesederhanaan, perhatian pada
yang lemah dan kualitas hidup. Isu utama pada dimensi ini adalah cara masyarakat
mengalokasikan peran sosial atas perbedaan jenis kelamin.
3. Indivisualisme vs Kebersamaan/ Kolektivitas
Individualisme adalah kecenderungan dalam kerangka sosial dimana individu
dianjurkan untuk menjaga diri sendiri dan keluarganya. Kolektivisme berarti
kecenderungan dimana individu dapat mengharapkan kerabat, suku atau kelompok
lainnya melindungi mereka sebagai ganti atas loyalitas mutlak yang mereka
berikan.
4. Jarak Kekuasaan
Adalah ukuran dimana anggota suatu masyarakat menerima bahwa kekuasaan
dalam lembaga atau organiasasi tidak didistribusikan secara merata. Hal ini
mempengaruhi perilaku anggota yang kurang berkuasa dan yang berkuasa. Isu
utama dimensi ini adalah bagaimana suatu masyarakat menangani perbedaan di
antara penduduk ketika hal ini terjadi. Hal ini mempunyai konsekuaensi logis
terhadap cara orang-orang membangun lembaga dan organisasi mereka.
Sedangkan munurut Hatch (1997) dalam Sopiah (2008:131) budaya organisasi
ditemukan dalam tingkatan, yaitu:
1. Artefak, pada tingkat ini budaya bersifat kasat mata tetapi seringkali tidak dapat
diartikan, misalnya lingkungan fisik organisasi, teknologi dan cara berpakaian.
Analisis pada tingkat ini cukup rumit karena mudah diperoleh tetapi sulit
ditafsirkan.
2. Nilai, nilai memiliki tingkat kesadaran yang lebih tinggi dari pada artefak. Nilai ini
sulit diamati secara langsung sehingga untuk menyimpulkannya seringkali
diperlukan wawancara dengan anggota organisasi yang mempunyai posisi kunci
atau dengan menganalisis kandungan artafek seperti dokumen.
3. Asumsi Datar, merupakan bagian penting dari budaya organisasi. Pada tingkat ini
budaya diterima begitu saja, tidak kasat mata dan tidak disadari. Asumsi ini
merupakan reaksi yang bermula dari nilai-nilai yang didukung. Bila asumsi telah
diterima maka kesadaran akan menjadi tersisih. Dengan kata lain perbedaan antara
asumsi dengan nilai terletak pada apakah nilai-nilai tersebut masih diperdebatkan
dan diterima apa adanya atau tidak.
ISSN 1858–3717
14
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012
Sedangkan Schein (1985) juga pernah memberikan beberapa asumsi dasar yang
membentuk budaya organisasi. Asumsi ini merupakan sebuah alat yang dapat dipakai
untuk menilai budaya suatu organisasi, karena asumsi menunjukan apa yang dipercayai
oleh anggota sebagai kenyataan dan karenanya mempengaruhi apa yang mereka
pahami, mereka pikirkan dan mereka rasakan (Sopiah, 2008:132). Untuk lebih jelasnya
mengenai asumsi-asumsi dasar yang dikemukan oleh Schein (1985:168) dapat dilihat
dibawah ini:
1. Hubungan dengan lingkungan
Aspek ini mengamati asumsi yang lebih mendasar tentang hubungan manusia
dengan alam dan lingkungan, yang dapat dinilai dengan cara bagaimana anggotaanggota kunci organisasi memandang hubungan tersebut. Terdapat 3 dimensi dari
aspek ini, yaitu:
a. Bagaimana mereka memandang peran organisasi dalam masyarakat, yang mana
hal ini dapat dilihat melalui jenis produk yang dihasilkan atau cara pelayanan
yang diberikan, atau dimana pasar utamanya atau segmentasi pelanggan yang
dibidik.
b. Apa pandangan mereka terhadap lingkungan yang relevan dengan organisasi,
apakah lingkungan ekonomi, politik, teknologi, sosial atau lainnya.
c. Bagaimana pandangan mereka tentang posisi organisasi terhadap
lingkungannya, apakah organisasi mendominasi atau didominasi oleh atau
seimbang dengan lingkungan tersebut.
2. Hakikat Kegiatan Manusia
Aspek ini menyangkut pandangan semua anggota organisasi tentang hal-hal benar
apa yang perlu dikerjakan oleh manusia atas dasar asumsi mengenai realitas,
lingkungan dan sifat manusia di atas.
3. Hakikat Realitas dan Kebenaran
Aspek ini menyangkut pandangan anggota-anggota organisasi tentang kaidah
linguistik dan keperilakukan yang menetapkan mana yang rill dan mana yang tidak,
mana yang fakta, bagaimana kebenaran akhirnya ditentukan dan apakah kebenaran
diungkapkan atau ditemukan. Terdapat 4 kriteria dimensi disini, yaitu: (a) realitas
fisik yang menyangkut persoalan kriteria objektiv atas fakta, (b) Realitas sosial
yang mempersoalkan konsensus atau opini, kebiasaan dan prinsip, (c) Realitas
subjectiv yang mempersoalkan pengalaman subjectiv atas pendapat, kecenderungan
dan cita rasa pribadi, (d) Kriteria kebenaran yang berarti bagaimana kebenaran itu
seharusnya ditentukan, apakah oleh tradisi, dogma, moral atau agama, pendapat
orang bijak atau yang berwenang, proses hukum, revolusi konflik, uji coba atau
pengujian ilmiah.
4. Hakikat Waktu
Aspek ini berkaitan dengan pandangan anggota organisasi tentang orientasi dasar
waktu. Terdapat 2 dimensi aspek ini, yaitu: (a) Arahan fokus menyangkut masa
lalu, kini dan masa yang akan datang, (b) Apakah ukuran waktu yag relevan yang
berlaku dalam organisasi tersebut mempergunakan satuan detik, menit, jam dan
seterusnya.
2.3 Karakteristik Budaya Organisasi
Menurut Gordon and Cummincs dalam Sopiah (2008:133), terdapat sepuluh
karakteristik budaya organisasi yang bedara pada dimensi struktural dan perilaku, yaitu:
1. Inisiatif individual
Merupakan tingkat tanggung jawab, kebebasan, dan independensi yang dimiliki
oleh individu.
ISSN 1858–3717
15
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012
2. Toleransi terhadap tindakan beresiko
Menerangkan sejauh mana para anggota dianjurkan untuk bertindak agresif,
inovatif dan berani untuk mengambil resiko.
3. Arah
Sejauh mana organisasi tersebut menciptakan sasaran dan harapan mengenai
prestasi dengan jelas.
4. Integrasi
Sejauh mana unit-unit dalam organisasi di dorong untuk bekerja dengan cara yanbg
terkoordinasi.
5. Dukungan dari manajemen
Sejauh mana para manajemer dapat berkomunikasi dengan jelas, memberi bantuan
serta dukungan terhadap bawahan mereka.
6. Kontrol
Sejumlah peraturan dan pengawasan langsung yang digunakan untuk mengawasi
dan mengendalikan perilaku anggota.
7. Identitas
Sejauh mana para anggota mengidentifikasi dirinya secara keseluruhan dengan
organisasinya ketimbang dengan kelompok kerja tertentu atau dengan bidang
keahlian profesional.
8. Sistem Imbalan
Sejauh mana alokasi imbalan (misalnya kenaikan gaji dan promosi) didasarkan atas
kriteria prestasi pegawai sebagai kebalikan dari senioritas, sikap pilih kasih dan
sebagainya.
9. Toleransi Terhadap Konflik
Sejauh mana para pegawai didorong untuk mengemukakan konflik dan kritik
secara terbuka.
10. Pola-pola komunikasi
Sejauh mana komunikasi organisasi dibatasi oleh hirarki kewenangan formal dalam
organisasi tersebut.
Sedangkan menurut Kluckhon dan Strodtbeck dalam Sopiah (2008:134)
mengemukan kelompok dimensi budaya organisasi kedalam enam dimensi. Menurutnya
ada enam dimensi budaya dasar yang mana masing-masing dimensi ini memiliki
variasi yang membedakan antara budaya yang satu dengan yang lain. Keenam dimensi
itu yaitu:
1. Hubungan dengan lingkungan yang memiliki variasi dominasi terhadap lingkungan,
harmoni dengan lingkungan dan tunduk atau didominasi oleh lingkungan.
2. Orientasi waktu yang memiliki variasi pada orientasi masa lalu, masa kini dan masa
depan.
3. Kodrat atau sifat dasar manusia yang bervariasi tentang pandangan bahwa pada
dasarnya manusia itu baik atau buruk atau campuran baik dan buruk.
4. Orientasi kegiatan yang memiliki variasi penekanan untuk melakukan tindakan,
penekanan untuk menjadi atau melakukan sesuatu, dan apenekanan pada upaya
untuk megendalikan kegiatan.
5. Fokus tanggung jawab yang mempunyai variasi individualistis, kelompok atau
hirarkis.
6. Konsep ruang yang variasinya bertumpun pada kepemilikan ruang yang terbagi
pada variasinya bertumpu pada kepemilikan ruang yang terbagi pada variasi
pribadi, publik atau umum dan campuran antara keduanya.
ISSN 1858–3717
16
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012
Sedangkan riset yang terbaru dilakukan oleh Recardo dan Jolly (2003) dalam
Sopiah (2008:134) mengungkap bahwa terdapat delapan dimensi untuk menilai budaya
organisasi, yaitu:
1. Communication (Komunikasi)
Disini terdapat sejumlah tipe dari sistem komunikasi dan cara serta bagaimana
komunikasi digunakan, termasuk arah komunikasi, top down atau bottom up versus
three way, apakah komunikasi disaring atau terbuka, bagaimana konflik dihindari
atau dipecahkan, baik melalui jalur formal maupun informal.
2. Training and development (Pelatihan Dan Pengembangan)
Indikasi penting untuk menilai komitmen manajemen adalah ketersediaan
kesempatan untuk mengembangkan diri bagi para karyawan dan bagaimana
keterampilan yang diperoleh itu dapat diterapkan dalam pekerjaan, serta apakah
pendidikan bagi karyawan ditujukan untuk kebutuhan sekarang atau untuk masa
yang akan datang.
3. Rewadr (Imbalan)
Dimensi ini dilihat dari prilaku apa yang mendapatkan imbalan, tipe imbalan yang
digunakan apakah secara pribadi atau kelompok, apakah semua karyawan
mendapatkan bonus, kriteria apa yang digunakan untuk menilai kemajuan
karyawan.
4. Decision Making (Membuat Keputusan)
Pada dimensi ini dibicarakan bagaimana keputusan dibuat dan konflik dipecahkan.
Apakah keputusan tersebut dilakukan secara cepat atau lambat.
5. Risk Taking (Pengambilan Resiko)
Dimensi ini fokus pada bagaimana kreativitas dan inovasi dinilai dan dihargai.
Apakah pengambilan resiko itu sudah didukung dan diperhitungkan, apakah ada
aketerbukaan terhadap ide-ide baru, untuk level mana manajemen mendukung
saran-saran untuk perbaikan. Apakah karyawan akan dihukum dengana mencoba
ide-ide baru atau menanyakan cara melaksanakan ide tersebut.
6. Planning (Perencanaan)
Apakah organisasi menekankan pada rencana jangka pendek atau jangka panjang,
Apakah perencanaan bersifat reaktif ataub proaktif, Untuk apa strategi dan tujuan
dan visi organisasi disampaikan kepada karyawan. Apakah proses perencanaaan
bersifat informala atau terstruktur, pada level apa karyawan mempunyai komitmen
terhadap pencapaian strategi bisnis serta tujuan organisasi.
7. Team Work (Kerja Sama)
Dimensi ini berhubungan dengan jumlah, tipe dan keefektifan tim dalam organisasi.
Dibatasi atau tidak dibatasi meliputi kerjasama dengan departemen yang berbeda,
sejumlaha kepercayaan diantara beberapa fungsi atau unit yang berbeda dan
dukungan terhadap proses kerja.
8. Management Practice (Praktek Manajemen)
Dimensi terakhir yang menjadi ukuran adalah keadilan dan konsistensi, penyediaan
lingkungan kerja yang aman, serta bagaimana manajemen mendukung adanya
perbedaan.
3. PEMBAHASAN
Dalam membangun budaya organisasi dan khususnya untuk organisasi bisnis
maka dapat dilakukan dengan mengenal budaya yang ada didalam organisasi tersebut
atau perusahaan tersebut secara langsung agar dapat menjalankan organisasi sesuai
dengan visi dan tujuan perusahaan.
ISSN 1858–3717
17
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012
3.1 Peranan Budaya Perusahaan atau Organisasi
Dalam lingkungan kehidupan, manusia akan dipengaruhi oleh budaya dimana
dia berada, seperti nilai-nilai, keyakinan sosial atau masyarakat yang kemudian
menghasilkan budaya sosial atau budaya masyarakat. Hal yang sama juga terjadi pada
anggota organisasi, dengan segala nilai, keyakinan dan perilakunya dalam organisasi
yang kemudian akan menciptakan budaya organisasi.
Menurut Sopiah (2008:136), “budaya perusahaan pada dasarnya mewakili
norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi, termasuk mereka
yang berada dalam hirarki organisasi”. Bagi organisasi yang masih di dominasi oleh
pendiri, misalnya maka budaya akan menjadi wahana untuk mengkomunikasikan
harapan-harapan pendiri kepada para pekerja lainnya. Demikian pula jika perusaaan
dikelola oleh seorang manajer senior yang otokratis yang menerapkan gaya
kepemimpinan top down. Disini budaya juga akan berperan untuk mengkomunikasikan
harapan-harapan manajer senior itu.
WT Heelen & Hunger (1996) dalam Sopiah (2008:136) secara spesifik
mengemukakan sejumlah peran penting yang dimainkan oleh budaya perusahaan, yaitu:
1. Membantu menciptakan rasa memiliki jati diri bagi pekerja
2. Dapat dipakai untuk mengembangkan ikatan pribadi dengan perusahaan
3. Membantu stabilisasi perusahaan sebagai suatu sistem sosial
4. Menyajikan pedoman perilaku sebagai hasil dari norma-norma perilaku yang
sudah terbentuk.
Dari uraian diatas akhirnya dapat disimpulkan bahwa budaya perusahaan sangat
penting perannya di dalam mendukung terciptanya suatu organisasi yang efektif.
3.2 Membangun dan Membina Budaya Perusahaan
Selama ini kita sering memandang budaya perusahaan itu sudah berada di dalam
perusahaan dan akan dapat dengan mudah disesuaikan dengan tujuan perusahaan.
Pertanyaannya adalah bagaimana membangun dan membina budaya perusahaan
tersebut agar dapat seiiring dengan tujuan perusahaan karena ini adalah pertanyaan yang
sangat penting untuk dijawab. Pada dasarnya untuk dapat menciptakan dan membangun
budaya perusahaan atau organisasi yang kuat akan memerlukan waktu dan tahap yang
lama untuk dapat mencapainya. Bisa saja dalam perjalannnya perusahaan mengalami
pasang surut dalam menerapkan budaya perusahaan yang tentu berbeda dari suatu masa
kemasa yang lainnya.
Meskipun demikian, Menurut Sopiah (2008:136) tahapan-tahapan pembentukan
atau pembangunan budaya perusahaan itu dapat diidentifikasi sebagai berikut :
1. Seseorang (biasanya pendiri) datang dengan ide atau gagasan tentang sebuah
usaha baru.
2. Pendiri membawa orang-orang kunci yang merupakan para pemikir, dan
menciptakan kelompok inti yang mempunyai visi yang sama dengan pendiri.
3. Kelompok inti memulai serangkaian tindakan untuk menciptakan organisasi,
mengumpulkan dana, menentukan jenis dan tempat usaha dan lain-lainnya yang
relevan.
4. Orang-orang lain dibawa kedalam organisasi untuk berkarya bersama-sama
dengan pendiri dan kelompok inti, memulai sebuah sejarah bersama.
Pembinaan perusahaan lebih lanjut menurut Sopiah (2008) dapat dilakukan
dengan serangkaian langkah sosialisasi sebagai berikut:
1. Seleksi pegawai yang objektif
ISSN 1858–3717
18
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012
2. Penempatan orang dalam pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan
bidangnnya,”the right man on the right place the right time”.
3. Peolehan dan peningkatan kemahiran melalui pengalaman.
4. Pengukuran prestasi dan pemberian imbalan yang sesuai.
5. Penghayatan akan nilai-nilai kerja atau hal lain yang penting.
6. Ceritera-ceritera dan faktor organisasi yang menumbuhkan semangat dan
kebanggaan.
7. Pengakuan dan promosi bagi karyawan yang berprestasi
Tentu saja nilai-nilai yang disebutkan di atas masih dapat ditambah dengan
langkah-langkah lain sepanjang memiliki makna yang sama, yakni memantapkan
budaya perusahaan. Hal lain yang penting adalah bahwa langkah-langkah tersebut harus
dilakukan secara terus menerus dan konsisten dengan disertai komitmen pemimpin
perusahaan.
3.3 Faktor Penentu dan Manajemen Terbentuknya Budaya Organisasi
Seringkali kita bertanya dari mana asalnya atau datangnya budaya organisasi
yang adal dalam perusahaan. Menurut Tisnawati (2005:72), berdasarkan teori empiris
dan teoritis, “budaya organisasi merupakan nilai-nilai dan keyakinan yang dipegang
oleh sebuah organisasi dari sejak organisasi tersebut terbentuk, tumbuh dan
berkembang”. Apa yang dirasakan, yang di alami oleh setiap perusahaan dari mulut
mereka membangun bisnisnya hingga kesuksesannya bahkan juga tidak terkecuali
kegagalan yang pernah dialaminya, membangun sebuah budaya dalam organisasi.
Sebuah perusahaan akan menemukan bahwa dari sekian tahun perjalanan bisnisnya,
banyak hal yang kemudian dapat dijadikan nilai-nilai dan norma yang dapat dipegang
teguh oleh organisasi untuk meraih sukses dalam jangka panjang.
Berdasarkan pemahaman diatas, faktor penentu terbentuknya budaya organisasi
adalah pengalaman yang dijalani oleh organisasi itu sendiri. Pengalaman bisa berupa
kesuksesan maupun kegagalan. Kesuksesan bisa disebabkan karena adanya konsep
bisnis yang tepat, pendekatan manajemen yang baik, dan lain-lain. Sebaliknya
kegagalan dapat disebabkan oleh ketidaktepatan konsep bisnis yang dijalankan,
pendekatan manajemen yang buruk, atau bahkan mungkin faktor eksternal yang tidak
sanggup diantisipasi oleh perusahaan. Fase-fase kesuksesan dan kegagaalan ini pada
dasarnya menentukan bagaimana budaya organisasi terbentuk dan diyakini kemudian
oleh organisasi tersebut sebagai sebuah konsep normai dan nilai yang dianut dan
memengaruhi keseluruhan cara kerja perusahaan.
Bagaimana manajemen semestinya dapat mengelola dan bertindak berdasarkan
budaya organisasi yang dianut dan dijalani, yang pada dasarnya budaya organisasi ini
jelas dari kepentingannya, namun tidak mudah untuk diidentifikasi karena cenderung
tidak terwujud (Tisnawati, 2005:74). Manajer seharusnya harus tahu dan mengerti
budaya organisasi apa yang sedang dianut perusahaan dan manajemen juga harus punya
komitmen untuk mempertahankan atau justru mengambil keputusan untuk melakukan
perubahan yang disesuaikan dengan tujuan organisasi yang akan dicapai dalam jangka
panjang.
Banyak dalam beberapa perusahaan besar justru melakukan perubahan terhadap
budaya organisasi. Berdasarkan hal itu tidak semua atau setiap perusahaan harus
mempertahankan budaya organisasi yang ada. Perubahan tujuan organisasi dan
pengaruh faktor eksternal perusahaan kadang kala juga menjadi dasar dalam melakukan
perubahan budaya organisasi. Yang jelas sekali misalnya adanya perkembangan
teknologi dan ilmu pengetahuan yang begitu cepat, dan dalam konteks ini barangkali
setiap perusahaan perlu melakukan penyesuaian dan perubahan yang terkait dengan
ISSN 1858–3717
19
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012
budaya organisasi. Apabila selama ini perusahaan cenderung bekerja lambat dan sering
tidak sesuai dengan waktu maka perusahaan ini akan sulit menyesuaikan diri dengan
perubahan yang terlalu cepat ini.
Berdasarkan uraian diatas, para manajer harus tahu betul budaya organisasi
seperti apa yang semestinya harus dibangun dan segera untuk dilakukan dan budaya
organisasi seperti apa yang harus dipertahankan. Oleh karena itu kemampuan para
manajer untuk memahami skenario budaya dan lingkungan dimana perusahaan akan
berinteraksi sangatlah dibutuhkan. Hal ini sebagaimana dijelaskan diatas, terkait dengan
kemampuan adaptasi dari perusahaan itu sendiri. Kadangkala para manajer perlu
memasukan orang luar agar budaya organisasi berubah. Misalnya saja, perusahaan yang
memperkerjakan orang asing diperusahaannya walaupun mayoritas pekerjanya adalah
orang lokal. Kebijakan ini salah satunya dilakukan dengan harapan bahwa orang asing
tersebut dapat memengaruhi bagaimana orang-orang diperusahaan bekerja.
3.4 Cara Karyawan Memelajari Budaya Perusahaan
Budaya perusahaan harus dipelajari dan tidak akan dapat terbentuk dengan
sendirinya.Untuk itu harus ada usaha khusus agar karyawan yang sudah lama bekerja
pada perusahaan dapat mentransformasikan elemen-elemen budaya perusahaan itu
kepada karyawan yang baru. Proses transformasi elemen-elemen itu dapat saja
dilakukan dengan cara, yaitu (Sopiah, 2008:138):
1. Cerita-cerita
Karyawan lama dapat saja menceritakan bagaimana perjuangan pendiri organisasi
selama ini di dalam memajukan organisasinya atau bagaimana perjuangan pendiri
organisasi dalam memulai usaha sehingga kemudian menjadi maju seperti sekarang
dan menjadi hal yang baik untuk disebar-luaskan. Bagaimana sejarah pasang surut
perusahaan dan bagaimana perusahaan mengatasi kemelut dalam situasi tak
menentu merupakan kisah yang dapat mendorong dan memotivasi karyawan untuk
bekerja keras jika mereka mau memahaminya.
2. Ritual/Upacara-Upacara
Semua masyarakat memiliki corak ritual sendiri-sendiri. Di dalam perusahaan tidak
jarang ditemui acara-acara ritual yang sudah mengakar dana amenjadi bagian hidup
perusahaan sehingga tetap dipelihara keberadaannya.
3. Simbol-simbol Material
Simbo-simbol atau lambang-lambang material seperti pakaian seragam, ruang
kantor dan lain-lain atribut fisik yang dapat diamati merupakan unsur penting
budaya organisasi yang harus diperhatikan sebab dengan simbol-simbol itulah
dapat dengan cepat diidentifikasi bagaimana nilai, keyakinan, norma dan berbagai
hal lain itu menjadi milik bersama dan dipatuhi anggota organisasi.
4. Bahasa
Bahasa merupakan salah satu media terpenting di dalam mentransformasiakan nilai.
Dalam suatu organisasi atau perusahaan, tiap bidang, divisi, strata atau
semacamnya memeiliki bahasa atau jargon yang khas, yang kadang-kadang hanya
dipahami oleh kalangan itu sendiri. Hal ini penting karena untuk dapat diterima di
suatu lingkungan dan menjadi bagian dari lingkungan, salah satu syaratnya adalah
memahami bahasa yang berlaku di lingkungan itu. Dengan demikian menjadi jelas
bahasa merupakan unsur penting dalam budaya perusahaan.
3.5 Menciptakan dan Mempertahankan Budaya
Suatu budaya organisasi itu dalam perusahaan tidak terbentuk dan tidak muncul
begitu saja. Bila sudah terbetuk dengan bagus, dan budaya tidak akan menghilang
ISSN 1858–3717
20
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012
begitu saja. Banyak proses dan langkah-langkah yang selama ini sudah dilakukan oleh
segenap unsur perusahaan atau organisasi. Apa yang akan mengukuhkan dan
mempertahankan kekuatan tersebut bila kekuatan bila kekuatan tersebut sudah berada
dalam posisi yang dinginkan. Banyak organisasi justru tidak punya kemampuan untuk
mempertahankan ataupun menciptakan budaya yang sudah dibangun di dalam
perusahaan. Menurut Robbins (1999:284) cara menciptakan dan mempertahankan
budaya adalah:
1. Bagaimana Suatu Budaya Berawal
Para pendiri organisasi merupakan sumber utama terbentuknya budaya organisasi,
bisa saja itu berasal dari kebiasaan, tradisi, cara-cara umum dalam mengerjakan
suatu pekerjaan yang selama ini sudah dilakukan dalam suatu organisasi. Para
pendiri suatu organisasi secara alamiah sangat berpengaruh dalam menciptakan
budaya organisasi pada awalnya. Ini disebabkan karena pada awal berdiri
organisasi pendiri tidak dibatasi oleh kebiasaan-kebiasaan dan budaya organisasi
yang sduah ada. Selain itu ruang lingkup yang masih kecil menyebabkan pendiri
akan lebih mudah untuk menjalankan visi pada keseluruhan perangkat organisasi.
Selain itu besarnya pengaruh pendiri organisasi di dalam menciptakan budaya
organisasi adalah karena ide-ide yang dipunyai masih asli dan mereka biasanya
juga memiliki bias tentang cara bagaimana ide-ide tersebut bisa terpenuhi. Budaya
organisasi dihasilkan dari interaksi antara bias dan asumsi para pendiri dengan apa
yang dipelajari selanjutnya oleh anggota awal organisasi dan pengalaman mereka
sendiri. Untuk Lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 3.1.
____________________________________________________________________
Manajemen
Puncak
Filisofi Pendiri
Organisasi
Budaya
Organisasi
Kriteria Seleksi
Sosialisasi
Sumber: Robbins (1999:290)
_____________________________________________________________________
Gambar 3.1 Asal budaya
2. Menjaga Suatu Budaya Tetap Hidup
Bila suatu budaya sudah berlaku, praktik-praktik di dalam organisasi berfungsi
untuk menjaga budaya tersebut dengan cara mengekspos karyawan agar
memiliki pengalaman yang serupa. Sebagai contoh, banyak praktek-praktek
sumber daya manusia suatu organisasi yang mengukuhkan kembali budaya
mereka. Proses seleksi, kriteria evaluasi kinerja, praktik-praktik pemberian
penghargaan, kegiatan-kegiatan pelatihan peningkatan karier dan prosedur
promosi, semuanya harus dipastikan bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan
ini sesuai dengan budaya organisasi tersebut, penghargaan diberikan kepada
siapa yang mendukung budaya tersebut, dan hukuman (bahkan pemecatan)
diberikan kepada mereka yang menentang budaya tersebut.
Ada tiga kekuatan yang memainkan peran penting dalam memainkan budaya
serta mempertahankannya yaitu praktek-praktek seleksi, tindakan-tindakan
ISSN 1858–3717
21
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012
manajemen, dan model sosialisasi. Untuk model sosialisasi dapat dilihat lebih
jelasnya pada gambar 3.2.
__________________________________________________________________
Proses Sosialisasi
Hasil
Produktivitas
Kedatangan
Orientasi
Metamerfosis
Komitmen
Perputaran
Sumber: Robbins (1999:288)
_______________________________________________________________________________
Gambar 3.2 Model Sosialisasi Budaya Organisasi
Tahap kedatangan terjadi sebelum karyawan tersebut bergabung dengan
organisasi, dan mereka datang dengan serangkaian nilai-nilai, sikap, dan tuntutan yang
sudah ada. Proses selanjutnya masuk kedalam organisasi dimulai dengan tahap
orientasi. Pada tahap ini masing-masing individu mengalami dikatomi yang mungkin
terjadi antara harapan mereka sendiri, yaitu mengenai pekerjaan, rekan kerja, pimpinan,
dan organisasi itu sendiri secara umum dengan realita. Lalu anggota-anggota baru harus
menyelesaikan permasalahan-permasalah yang ditemui selama masa orientasi. Untuk
melakukan ini mereka harus melewati masa perubahan dan disini kita menyebutnya
tahap metamerfosis. Dari tahap tadi maka akan melihatkan produkstivitas yang terjadi
di dalam organisasi dan begitu juga dengan komitmen dan perputaran yang merupakan
hasil dari model sosialisasi.
3.6 Implikasi bagi Para Manajer
Pada saat sebuah organisasi baru terbentuk, biasanya pihak manajemen
mempunyai pengaruh yang sangat kuat dalam menentukan kebijakan budaya organisasi.
Tetapi kalau organisasi sudah terbentuk lama maka, budaya dominan yang dianut
organisasi juga sudah akan terbentuk dengan kuat. Seandainya karakteristik tersebut
sudah permanen dan relatif stabil dan akan susah sekali mengubahnya dikemudian hari.
Pembentukan budaya tersebut memerlukan waktu yang lama dan di saat sudah
terbentuk maka budaya tersebut akan menjadi kuat. Budaya organisasi yang kuat maka
akan mampu menghadapi perubahan-perubahan dan juga dapat menghadapi faktorfaktor eksternal yang kurang mampu dikendalikan. Tetapi kalau budaya itu sudah kuat
dalam organisasi tetapi jika manajemen ingin melakukan perubahan maka akan sulit
dilakukan apalagi dalam waktu yang singkat.
Menurut Robbins (1999:296) untuk dapat mempermudah mengubah suatu
budaya jika semua kondisi-kondisi berikut muncul :
a. Krisis yang dramatis, kejadian ini akan menggoyahkan status quo dan
memunculkan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan budaya yang
diterapkan pada waktu itu.
b. Pergantian Kepemimpinan, pemimpin baru yang memberikan serangkaian nilainilai penting alternatif, dapat saja dianggap lebih mampu menanggulangi suatu
ISSN 1858–3717
22
Polibisnis, Volume 4 No. 2 Oktober 2012
krisis. Hal ini tentu akan mempengaruhi eksekutif kepala organisasi, dan
mungkin juga mencakup semua posisi manajemen senior.
c. Organisasi Baru dan Berukuran Kecil, semakin muda ukuran organisasi semakin
kurang pengakaran budaya organisasi tersebut. Dengan begitu menjadi lebih
mudah bagi pihak manajemen untuk menyampaikan nilai-nilai budaya barunya
pada saat organisasi tersebut masih berukuran kecil.
d. Budaya yang Lemah, semakin luas suatu budaya diakui dan semakin tinggi
kesepakatan anggota-anggota organisasi terhadap nilai-nilainya, semakin sulit
untuk mengubah budaya tersebut. Budaya yang masih lemah lebih dapat diubah
dari pada budaya yang sudah kuat.
4. SIMPULAN
Budaya perusahaan merupakan unsur penting yang perlu diperhatikan oleh
manajemen perusahaan. Budaya perusahaan tidak muncul dengan sendirinya di
kalangan organisasi, tetapi perlu dibentuk dan dipelajari karena pada dasarnya budaya
perusahaan adalah sekumpulan nilai dan pola perilaku yang dipelajari, dimiliki bersama
oleh semua anggota organisasi dan diwariskan dari suatu ke genarasi berikutnya.
Didalam memulai terbentuknya budaya perusahaan atau organisasi sangat dipengaruhi
oleh visi dan sipendiri dari perusahaan. Terbentuknya budaya organisasi dimulai dari
filosofi pendiri organisasi dan setelah itu dilakukan penetapan kriteria seleksi untuk
dapat menciptakan budaya yang seusai dengan tujuan perusahaan. Untuk dapat
menghasilkan sebuah budaya organisasi maka peran manajemen puncak dan sosialisasi
sangat diperlukan untuk dapat menhasilkan budaya yang sesuai dengan harapan
manajemen dalam perusahaan.
Peranan budaya perusahaan atau organisasi dalam menciptakan budaya untuk
dapat mencapai bisnis yang unggul maka dapat dilakukan dengan mengetahui budaya
perusahaan ,membangun dan membina budaya perusahaan, mengetahun faktor penentu
oleh manajemen dalam membentuk budaya organisasi, mempelajari budaya perusahaan
dan menciptakan serta mempertahankan budaya perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Robbins.S. 1999.Perilaku Organisasi. Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta : Gelora Aksara
Pratama Erlangga.
Sopiah. 2008. Perilaku Organisasional. Yogyakarta : Penerbit Andi
Sule dan Saefullah. 2005. Pengantar Manajemen. Edisi I. Jakarta : Prenada Media
Schein. 1985. Organizational Culture and Leadership. San Fransisco: Jossey-Bass
Sobirin , Ahma, 1997, Organizational Culture, Kosep, Kontroversi dan Manfaatnya
untuk Pengembangan Organisasi, JaaI. Vol. 1 No. 2. September, 152-185
ISSN 1858–3717
23
Download