Penerapan Pembelajaran IPS Topik Penyimpangan Sosial PENERAPAN PEMBELAJARAN IPS TOPIK PENYIMPANGAN SOSIAL DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN BERDASARKAN MASALAH UNTUK MENINGKATKAN SOFT SKILLS DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VIII A SMP NEGERI 3 BALAESANG KABUPATEN DONGGALA Edi Kuswandi, 127885030 Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Pascasarjana Universitas Negeri Surabaya. email: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan soft skills dan prestasi belajar siswa setelah diterapkan pembelajaran IPS topik penyimpangan sosial menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah pada siswa kelas VIII A SMP Negeri 3 Balaesang Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah. Jenis penelitian menggunakan Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research) dengan metode deskriptif kuantitatif yang dilakukan dalam dua siklus. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII A berjumlah 28 siswa terdiri dari 12 siswa laki-laki dan 16 siswa perempuan. Instrumen pengumpulan data meliputi lembar pengamatan soft skills siswa, dan tes prestasi belajar (pre test dan post test). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan model pembelajaran berdasarkan masalah soft skills dan prestasi belajar siswa meningkat pada tiap siklus, meliputi keterampilan berkomunikasi meningkat dari siklus I ratarata 75, pada siklus II menjadi 80; keterampilan berperan serta meningkat dari siklus I rata-rata 76, pada siklus II menjadi 83; keterampilan memecahkan masalah meningkat dari siklus I rata-rata 60, pada siklus II menjadi 79, dan keterampilan empati sosial meningkat dari siklus I rata-rata 79, pada siklus II menjadi 86. Peningkatan prestasi belajar siswa sebagai berikut, pree test diperoleh rata-rata sebesar 67, post test siklus I rata-rata sebesar 80, dan post test siklus II rata-rata sebesar 81. Presentase ketuntasan secara klasikal pree test 46%, ketuntasan klasikal post test siklus I diperoleh 75%, sedangkan ketuntasan klasikal post test siklus II meningkat menjadi 86%. Kata kunci: Pembelajaran Berdasarkan Masalah, Soft Skills, Prestasi Belajar Abstract This study aims to find out the increase of soft skills and student achievement after application of social learning studies with the deviation using problem topic based on learning model in the eighth grade students of 3 rd State Junior high School Balaesang A Donggala Central Sulawesi. This type of thesis research use Clasroom Action Research by quantitative descriptive method conducted in two cycles. The subjects were students of grade VIII A numbered 28 students consisted of 12 male student and 16 female students. The instrument used to collect data include soft skills observation sheets of students, and the learning achievement test (pree test and post test). The result showed that the problem based learning model, it turns soft skills and increasing student achievement at each cycle, covering communication skills improved from first cycle an average of 75, on the scond sycle became 80; skills of role increased as well as the first cycle an average of 76, in the second cycle became 83; skill of problem-solving increased from the first cycle an average of 60, on the second cycle became 79, skill of social empathy from the first cycle an average of 79, on the second cycle became 86. The result of increased student achievement as follows, by 67 pre test, post test first cycle of 80, and post test of a second cycle 81. Percentage of pre test 46%, cycle of post test I gained 75%, and second pos test became 86%. Key words: Problem Based Learning, Soft Skills, Student’s Learning Achievement Mengenai tujuan strategis pembelajaran IPS diuraikan dalam Permendiknas Nomor 22 tahun 2006, sebagai berikut. “(1) mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya, (2) memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial, (3) memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan, dan (4) memiliki kemampuan berkomunikasi, berkerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, baik ditingkat lokal, nasional, maupun global”. PENDAHULUAN Pendidikan merupakan aspek penting dalam mewujudkan tujuan pembangunan nasional. Tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur, merata material dan spiritual berdasarkan pancasila dan UUD 1945 dalam bingkai negara kesatuan republik Indonesia yang bersatu, berdaulat, dalam suasana perikehidupan yang aman, tenteram, tertib dan dinamis dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, dan damai. Pembelajaran IPS harus menekankan pada tujuan strategis untuk meningkatkan kompetensi siswa. 1 INTERAKSI . P2TK 2012 terlarang, menonton video porno melalui handpone, pencurian peralatan kendaraan bermotor milik teman, merusak sarana sekolah tidak terulang kembali. Kasus penyimpangan siswa yang masih sering tarjadi di kelas adalah perkelahian antar siswa. Sebagai upaya agar penelitian ini tidak bias, maka peneliti membatasi pada kasus penyimpangan sosial perkelahian antar siswa yang sering terjadi di kelas. Perkelahian antar siswa di kelas berdampak pada kondisi belajar yang tidak nyaman, terjadi persaingan yang tidak sehat, sehingga guru mengalami kesulitan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Mata pelajaran IPS kelas VIII Kompetensi Inti “Memahami Masalah Penyimpangan Sosial” menjadi bahan refleksi bagi peneliti selaku guru IPS di kelas VIII A SMP Negeri 3 Balaesang untuk memanfaatkan materi tersebut sebagai upaya preventif pencegahan terjadinya perilaku penyimpangan perkelahian antar siswa di sekolah. Guru dapat menghubungkan materi penyimpangan sosial dengan kehidupan nyata di sekitar siswa yakni perkelahian antar siswa yang sering terjadi di kelas, siswa dapat menemukan sebab-sebab atau faktor pemicu terjadinya perkelahian antar siswa di kelas, dan berusaha mencari solusi pemecahan masalah kasus perkelahian siswa. Hasil pengamatan awal yang dilakukan peneliti terhadap soft skills siswa kelas VIII A sebelum menerapkan pembelajaran IPS menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah diketahui, keterampilan berkomunikasi memperoleh skor rata-rata 57, keterampilan berperan serta memperoleh skor ratarata 62, keterampilan memecahkan masalah memperoleh skor rata-rata 53, dan keterampilan empati sosial memperoleh skor rata-rata 60. Skor keseluruhan dari empat indikator soft skills siswa tersebut termasuk kategori kurang atau rendah. Rendahnya keterampilan komunikasi di kelas VIII A, ditunjukkan sebagian kecil siswa bertanya atau menjawab pertanyaan ketika diberi pertanyaan lisan oleh guru. Rendahnya keterampilan berperan serta ditunjukkan sebagian kecil siswa berperan serta dalam kegiatan belajar, hanya satu dua orang siswa mendominasi kegiatan diskusi, dan siswa yang mendominasi diskusi adalah siswa yang tercatat berprestasi di kelas. Rendahnya keterampilan memecahkan masalah ditandai sebagian kecil siswa mampu memberi keputusan atau memecahkan masalah yang dihadapi. Rendahnya sikap empati siswa ditandai kurangnya kepedulian terhadap masalah sosial, ketika guru membentuk kelompok diskusi terdapat siswa menolak atau tidak mau menerima kehadiran salah satu temannya karena alasan bahwa temannya tersebut memiliki latar belakang kecerdasan rendah. Disamping permasalahan soft skills yang berada pada kategori rendah, siswa kelas VIII A juga memiliki permasalahan pada prestasi belajar. Data hasil ulangan harian menunjukan bahwa dari 28 siswa mengikuti ulangan harian mendapat nilai diatas KKM sebesar 60.71 % dari KKM mata pelajaran IPS yang telah ditetapkan yaitu 75. Hasil prestasi belajar siswa di kelas VIII A Berdasarkan tujuan strategis pembelajaran IPS di atas, maka pembelajaran IPS dikembangkan agar kompetensi-kompetensi yang dipersyaratkan tercapai secara optimal. Pembelajaran IPS yang menekankan keterampilan-keterampilan belajar disamping pengetahuan dan konsep, dapat mengubah citra mata pelajaran IPS yang dianggap sebagai mata pelajaran “second class” setelah mata pelajaran IPA. Kenyataan di lapangan, pembelajaran IPS lebih menekankan pada aspek pengetahuan dan konsep-konsep (hard skill) tapi kurang penekanan pada keterampilan halus (soft skills) berupa kemampuan mengelola diri dan berhubungan dengan orang lain. Konsep soft skills merupakan pengembangan dari konsep yang selama ini dikenal dengan istilah kecerdasan emosional (emotional intelligence). Secara garis besar soft skills atau keterampilan halus bisa digolongkan kedalam dua kategori yaitu intrapersonal dan interpersonal skills. Gardner (2003: 24) menjelaskan kecerdasan intrapersonal merupakan suatu kemampuan yang saling berkaitan, tetapi cenderung mengarah kedalam diri/internal seseorang. Lain halnya dengan kecerdasan interpersonal merupakan kemampuan untuk memahami orang lain; apa yang memotivasi mereka, dan bagaimana mereka bekerjasama dengan mereka. Siswa dengan soft skills baik memiliki kemampuan memikirkan segala tindakan yang akan dilakukan, mampu bergaul dan membangun relasi, serta berkontribusi atas penyelesaian permasalahan sosial. Permasalahan-permasalahan sosial yang dihadapi masyarakat saat ini adalah semakin maraknya perbuatan penyimpangan sosial. Kasus penyimpangan sosial di kalangan remaja seperti perkelahian pelajar, bolos sekolah, pergaulan bebas, balapan liar, intoleransi, penggunaan obat-obat terlarang, hamil diluar nikah, serta ketidakpedulian terhadap masalah-masalah sosial terjadi karena dunia pendidikan tidak membekali siswa dengan soft skills. Perilaku menyimpang merupakan pelanggaran terhadap nilai, norma, dan aturan yang berlaku di masyarakat. Perilaku penyimpangan juga terjadi di lingkungan sekitar SMP Negeri 3 Balaesang, diantaranya kebiasaan anak muda mengkonsumsi minum-minuman beralkohol, mengedarkan serta mengkonsumsi obat-obat terlarang, dan perkelahian para pemuda yang disebabkan oleh minuman beralkohol. Kondisi lingkungan sekolah yang tidak kondusif tersebut mempengaruhi proses belajar siswa di kelas. Berdasarkan catatan guru Bimbingan Konseling (BK) di SMP Negeri 3 Balaesang, terdapat kasus perilaku menyimpang yang dilakukan siswa diantaranya siswa terlibat dalam penggunaan obat-obat terlarang, menonton video porno melalui handpone, perkelahian antar siswa, pencurian peralatan kendaraan bermotor milik teman, merusak sarana milik sekolah, mencoret-coret dinding sekolah, dan ketidakpedulian terhadap kebersihan lingkungan sekolah. Kasus penyimpangan siswa tersebut ditangani guru Bimbingan Konseling sehingga kasus penggunaan obat 2 Penerapan Pembelajaran IPS Topik Penyimpangan Sosial tersebut belum mencapai kriteria ketuntasan klasikal yang telah ditetapkan yaitu 85 %. Berdasarkan permasalahan di atas, peneliti menerapkan model belajar yang tepat dengan tujuan dapat mengatasi permasalahan soft skills dan prestasi belajar siswa kelas VIII A. Model pembelajaran tersebut adalah model pembelajaran berdasarkan masalah (PBM). Model pembelajaran berdasarkan masalah adalah model pembelajaran yang dirancang dengan mengamati aktivitas siswa dalam proses pembelajaran. Paparan di atas merupakan fenomena dari permasalahan belajar dan pembelajaran yang dihadapi oleh peneliti selaku guru di sekolah tersebut. Permasalahan pembelajaran IPS yang telah diuraikan di atas perlu dilakukan kajian melalui penelitian mengenai penerapan pembelajaran IPS topik penyimpangan sosial dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah untuk meningkatkan soft skills dan prestasi belajar siswa di kelas VIII A SMP Negeri 3 Balaesang Kabupaten Donggala. Keterangan: KBI KBI ≥ 75 KBI < 75 = = = Ketuntasan Belajar Individual Tuntas Tidak Tuntas (SMP Negeri 3 Balaesang) Ketuntasan secara klasikal dianalisis mempertimbangkan bahwa secara klasikal, pembelajaran dapat dikatakan tuntas apabila presentase (P) klasikal yang dicapai sebesar ≥ 85%. Nilai siswa secara klasikal adalah jumlah siswa yang tuntas dibagi dengan jumlah seluruh siswa dikali 100%. Ketuntasan hasil belajar klasikal dihitung menggunakan rumus sebagai berikut. Keterangan: KBK KBK ≥ 75 KBK < 75 METODE a. Analisis Data Peningkatan Soft Skills Siswa Analisis data yang digunakan untuk menganalisis peningkatan soft skills siswa adalah analisis deskriptif. Analisis dilakukan terhadap munculnya empat indikator soft skills dalam pembelajaran IPS topik penyimpangan sosial menggunakan pembelajaran berdasarkan masalah. Indikator tersebut mencakup keterampilan berkomunikasi, keterampilan berperan serta, keterampilan memecahkan masalah, dan keterampilan empati sosial. Analisis peningkatan soft skills siswa dilakukan menggunakan rumus sebagai berikut. = = = Ketuntasan Belajar Klasikal Tuntas Tidak Tuntas (SMP Negeri 3 Balaesang) Analisis untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar siswa juga menggunakan uji-T (paired sample t-test) dengan rumus sebagai berikut. (Rwidikdo, 2007: 55) Keterangan: t = Nilai t hitung = Rata-rata selisih pengukuran 1 dan 2 S = Standar deviasi selisih pengukuran 1 dan 2 N = Jumlah sampel Nilai = Skor perolehan/skor maksimal ideal x 100% Tabel 3.1 Kategori Penilaian Soft Skills Siswa No. Nilai Kuantitatif Kategori 1 Nilai ≥ 80 Sangat Tinggi 2 60 ≤ Nilai < 80 Tinggi 3 40 ≤ nilai < 60 Kurang 4 40 < Nilai Sangat Kurang b. Analisis Data Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Ketuntasan prestasi belajar individual dianalisis dengan mempertimbangkan bahwa secara individu, seorang siswa dapat dikatakan tuntas apabila nilai yang diperoleh siswa secara individual mencapai ≥ 75, apabila nilai siswa kurang dari 75 maka siswa belum tuntas. Ketuntasan individu didasarkan pada KKM mata pelajaran IPS semester ganjil yaitu 75. Perhitungan presentase untuk ketuntasan secara individual menggunakan rumus berikut. Penghitungan paired sampel t test dalam penelitian ini menggunakan bantuan program SPSS 17.0. Adapun syarat untuk dapat melakukan uji-t adalah distribusi variabel adalah normal (uji normalitas) dan kedua variabel mempunyai variansi yang sama (uji homogenitas). Jika dalam pengolahan distribusi data, salah satu distribusi didapatkan hasil tidak normal atau tidak homogen, maka untuk menghitung peningkatan prestasi belajar menggunakan statistik nonparametrik dengan uji wilcoxon. HASIL DAN PEMBAHASAN Data penelitian diperoleh dari penerapan pembelajaran IPS topik penyimpangan sosial menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah di kelas VIII A SMP Negeri 3 Balaesang yang berlangsung dalam 2 siklus. Kegiatan pembelajaran pada siklus I terdiri dari dua kali pertemuan, pertemuan pertama dilaksanakan pada senin, 28 Oktober 2013 pertemuan kedua dilaksanakan pada 2 KBI = 3 INTERAKSI . P2TK 2012 November 2013, sedangkan kegiatan pembelajaran siklus II satu kali pertemuan dilaksanakan pada 4 Novembar 2013. dilaksanakan sebelum pertemuan siklus I. Hasil analisis ketuntasan individual dan klasikal pre test dan post test siswa siklus I disajikan pada tabel 3.1 di bawah ini. 1. Hasil Siklus I a. Analisis Peningkatan Soft Skills Siswa Siklus I Data mengenai soft skills siswa diperoleh dari hasil pengamatan observer. Terdapat dua observer yang bertugas membantu peneliti merekam kemunculan indikator soft skills dalam pembelajaran IPS topik penyimpangan sosial menggunakan pembelajaran berdasarkan masalah. Dalam mengamati kemunculan indikator soft skills (keterampilan berkomunikasi, keterampilan berperan serta, keterampilan memecahkan masalah, dan keterampilan empati sosial) observer menggunakan lembar pengamatan soft skills. Hasil pengamatan indikator soft skills siswa siklus I diperoleh rata-rata keterampilan berkomunikasi sebesar 75 berada pada kategori tinggi, rata-rata keterampilan berperan serta sebesar 76 berada pada kategori tinggi, rata-rata keterampilan memecahkan masalah sebesar 60 berada pada kategori kurang, dan rata-rata keterampilan empati sosial sebesar 79 berada pada kategori tinggi. Skor rata-rata dari empat indikator soft skills tersebut sebesar 72,5 termasuk pada kategori tinggi. Hasil perolehan rata-rata empat indikator soft skills dapat dibuatkan diagram sebagai berikut. Tabel 3.1 Hasil Analisis Ketuntasan Individual dan Klasikal Pre test dan Post test Siklus I Pre test Post test No. Ketuntasan Ketuntasan Sisw Nilai Nilai Indvd a Indvdl Klskl Klskl l 1 50 TT 70 TT 2 80 T 75 T 3 50 TT 75 T 4 80 T 80 T 5 80 T 80 T 6 80 T 80 T 7 60 TT 75 T 8 50 TT 70 TT 9 50 TT 70 TT 10 80 T 85 T 11 80 T 100 T 12 80 T 85 T 13 40 TT 65 TT 14 60 TT 75 T 46% 75% 15 40 TT 65 TT 16 80 T 85 T 17 50 TT 75 T 18 60 TT 70 TT 19 60 TT 75 T 20 80 T 100 T 21 70 TT 80 T 22 80 T 100 T 23 70 TT 75 T 24 80 T 100 T 25 70 TT 80 T 26 80 T 85 T 27 80 T 100 T 28 60 TT 70 TT Rata 67.14 TT 80.17 T 2 Keterangan: T = Tuntas TT = Tidak Tuntas (Sumber: Pengolahan hasil penelitian) Gambar 3.1 Hasil Perolehan Rata-Rata Indikator Soft Skills Siswa Siklus I Dari rata-rata empat indikator soft skills tersebut terdapat 1 indikator mendapat kategori kurang yaitu keterampilan memecahkan masalah. Indikator soft skills yang berada pada kategori kurang perlu diperbaiki pada siklus berikutnya. Alasan mengenai masih terdapat ratarata indikator soft skills berkategori kurang dikarenakan siswa masih menyesuaikan dengan pembelajaran berdasarkan masalah, menurut mereka model pembelajaran tersebut masih tergolong baru. Oleh karena itu, guru harus lebih meningkatkan penguasaan sintak pembelajaran, terutama bagaimana mengantarkan siswa kepada masalah dengan semenarik mungkin sehingga siswa termotivasi untuk menemukan masalah belajarnya sendiri dan mencari solusi pemecahan masalah atas permasalahan yang mereka temukan. Berdasarkan tabel 3.1, diketahui hasil pre test terdapat 15 orang siswa (50%) belum tuntas sedangkan sisanya 13 orang siswa (46%) tuntas. Jumlah tersebut mengalami peningkatan setelah dilakukan pembelajaran berdasarkan masalah yaitu 21 orang siswa (75%) tuntas sedangkan sisanya 7 orang siswa (25%) belum tuntas. Ketuntasan hasil belajar siswa pre test dan post test dapat dibuatkan diagram sebagai berikut. b. Analisis Prestasi Belajar Siklus I 1) Ketuntasan Prestasi Belajar Siswa Siklus I Peningkatan prestasi belajar siswa siklus I menggunakan acuan nilai dasar hasil pre test yang 4 Penerapan Pembelajaran IPS Topik Penyimpangan Sosial Table 3.2 Hasil Uji Wilcoxon Prestasi Belajar IPS Test Statisticsb POST TEST – PRE TEST Z Asymp. Sig. (2-tailed) -4.306a .000 Wilcoxon Signed Ranks Test Gambar 3.2 Diagram Ketuntasan Hasil Belajar Pre Test dan Post Test Siklus I Hasil uji wilcoxon diperoleh nilai signifikansi (asym.sig) 0,000 < 0,005 berarti terdapat pebedaan ratarata prestasi belajar antara pre test dan post test (siklus I). Dari tabel 4.1 juga dapat diketahui rata-rata hasil pre test siswa pada siklus I sebesar 67,14 dengan presentase ketuntasan klasikal sebesar 46%, sedangkan rata-rata hasil post test siswa siklus I sebesar 80,17 dengan presentase ketuntasan klasikal sebesar 75%. Berdasarkan ketentuan SMP Negeri 3 Balaesang ketuntasan klasikal yang ditetapkan adalah 85%, maka prestasi belajar pada siklus I menunjukan secara klasikal siswa belum tuntas belajar, karena siswa yang memperoleh nilai ≥75 hanya sebesar 75% lebih kecil dari persentase ketuntasan yang ditetapkan yaitu sebesar 85%. Perbandingan ketuntasan klasikal pre test dan post test siklus I dapat dibuatkan diagram sebagai berikut. 2. Hasil Siklus II a. Analisis Peningkatan Soft Skills Siswa Siklus II Hasil pengamatan terhadap indikator soft skills siswa pada siklus II diperoleh rata-rata keterampilan berkomunikasi sebesar 80 berada pada kategori sangat tinggi, rata-rata keterampilan berperan serta sebesar 83 berada pada kategori sangat tinggi, rata-rata keterampilan memecahkan masalah sebesar 79 berada pada kategori tinggi, dan rata-rata keterampilan empati sosial sebesar 86 berada pada kategori sangat tinggi. Perolehan rata-rata indikator soft skills siswa siklus II dapat dibuatkan diagram sebagai berikut. Gambar 3.4 Diagram Hasil Perolehan Indikator Soft Skills Siswa Siklus II Gambar 3.3 Diagram Perbandingan Ketuntasan Klasikal Pre Test dan Post Test siklua I Indikator soft skills siswa dalam pembelajaran IPS siklus II secara keseluruhan mendapat skor rata-rata sebesar 82 atau berada pada kategori sangat tinggi. Jumlah rata-rata empat indikator soft skills meningkat bila dibandingkan pada siklus I. Peningkatan rata-rata indikator soft skills siswa disebabkan karena siswa telah menyesuaikan dengan penerapan pembelajaran IPS menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah, sehingga mereka lebih aktif terlibat interaksi belajar dalam diskusi kelompok dan sangat antusias dalam mengikuti proses pembelajaran. Pada siklus II guru dan siswa sudah menyesuaikan dengan penerapan model pembelajaran berdasarkan masalah sehingga dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar sesuai sintak pembelajaran berdasarkan masalah. Pada siklus ini, siswa sudah terbiasa dengan kegiatan belajar menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah, dan indikator soft skills sudah mengalami peningkatan sehingga siswa lebih antusias salam belajar berkomunikasi dan berperan serta dalam belajar dan memecahkan masalah pembelajaran, serta 2) Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Siklus I Berdasarkan hasil uji normalitas dan uji homogenitas nilai pre test dan post test, menunjukkan sebaran data tidak normal dan tidak homogen (tidak memenuhi syarat untuk melakukan uji-t). maka untuk mengetahui peningkatan prestasi belajar IPS dilakukan dengan uji statistik nonparametrik (uji wilcoxon). Pengambilan keputusan dengan melihat nilai signifikansinya (asym.sig), dimana apabila nilai signifikansi < 0,05, maka ada perbedaan rata-rata prestasi belajar antara pre test dan post test, namun jika nilai signifikansinya > 0,05 maka tidak ada perbedaan rata-rata prestasi belajar IPS antara pre test dan post test. Hasil uji wilcoxon disajikan pada table 4.2 berikut. Table 3.2 Hasil Uji Wilcoxon Prestasi Belajar IPS Test Statisticsb POST TEST – PRE TEST Z Asymp. Sig. (2-tailed) Rata-Rata -4.306a .000 5 INTERAKSI . P2TK 2012 telah tumbuh sikap empati di antara siswa, sehingga siswa dengan mudah menerima kehadiran teman yang lain saat diskusi kelompok dan kasus perkelahian antar siswa di kelas yang pernah terjadi tidak terulang kembali. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Ansori (2012) dalam hasil kajiannya mengemukakan bahwa pembelajaran IPS yang menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah terbukti dapat meningkatkan keterampilan sosial siswa. Selanjutnya Ratumanan (dalam trianto, 2007: 68) bahwa pembelajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Hal tersebut diperkuat oleh Peterson (2004) fokus penekanan dalam proses pembelajaran berdasarkan masalah bukan saja pada saat pembelajaran itu berlangsung, tetapi juga bagaimana akibat dari proses belajar tersebut terhadap kehidupan siswa di masa yang datang. Guru harus mengajarkan siswa kecakapankecakapan hidup melalui proses belajar. Apa (pengetahuan dan konten pembelajaran) yang diketahui pembelajar tidak begitu penting dibandingkan dengan bagaimana (kecakapan-kecakapan) yang dimiliki. Soft skills siswa tidak dapat dinilai ketuntasannya hanya dengan beberapa pertemuan pembelajaran sebagaimana ketuntasan penguasan konsep atau materi. Pembentukan indikator-indikator soft skills siswa dalam pembelajaran harus dilakukan secara berkelanjutan dalam pembelajaran, mengingat soft skills sangat dibutuhkan dalam kehidupan siswa hari ini dan masa yang akan datang. Post Test Siklus I Post Test Siklus II Ketuntasan Ketuntasan Nlai Indvd Nilai Indvd Klskl Klskl l l 11 100 T 100 T 12 85 T 91 T 13 65 TT 67 TT 14 75 T 76 T 15 65 TT 67 TT 16 85 T 76 T 17 75 T 80 T 18 70 TT 78 T 19 75 T 76 T 20 100 T 95 T 21 80 T 82 T 22 100 T 100 T 23 75 T 76 T 24 100 T 91 T 25 80 T 80 T 26 85 T 87 T 27 100 T 100 T 28 70 TT 80 T Rata2 80.17 T 81.50 T Keterangan: T = Tuntas TT = Tidak Tuntas (Sumber: Pengolahan hasil penelitian) No. Sisw a Berdasarkan tabel 3.3 di atas, diketahui hasil post test siklus I terdapat 21 orang siswa (75%) telah tuntas sedangkan sisanya 7 orang siswa (25%) belum tuntas, sedangkan pada siklus II terdapat 24 orang siswa (86%) telah tuntas sedangkan sisanya 4 orang siswa (14%) belum tuntas. Ketuntasan hasil belajar siswa post test siklus I dan post test siklus II dapat dibuatkan diagram sebagai berikut. b. Analisis Prestasi Belajar IPS Siklus II 1) Ketuntasan Prestasi Belajar Siswa Data hasil belajar siswa siklus II diperoleh dari hasil post test yang dilaksanakan pada akhir siklus I dan siklus II. Hasil prestasi belajar siswa pada siklus II disajikan pada tabel 4.3, sebagai berikut. Tabel 3.3. Hasil Analisis Ketuntasan Individual dan Klasikal Post Test Siklus I dan Post Test Siklus II No. Sisw a 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Post Test Siklus I Ketuntasan Nlai Indvd Klskl l 70 TT 75 T 75 T 80 T 80 T 75% 80 T 75 T 70 TT 70 TT 85 T Gambar 3.5 Diagram Ketuntasan Prestasi Belajar Post Test I dan Post Test II Post Test Siklus II Ketuntasan Nilai Indvd Klskl l 71 TT 76 T 78 T 82 T 84 T 86,% 78 T 80 T 71 TT 78 T 82 T Nilai rata-rata hasil post test siklus I sebesar 80.17 dengan ketuntasan klasikal sebesar 75%, dan dari 28 siswa, yang telah tuntas sebanyak 21 siswa sedangkan 7 siswa belum mencapai ketuntasan belajar atau mendapat nilai < 75. Perbandingan ketuntasan klasikal post test I dan post test II dapat dibuatkan diagram sebagai berikut. 6 Penerapan Pembelajaran IPS Topik Penyimpangan Sosial menyimpulkan bahwa prestasi belajar siswa pada siklus II mengalami peningkatan dan dianggap berhasil, sehingga peneliti memutuskan penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus. Menurut Sudjana (2008: 11), penilaian yang dilakukan terhadap proses belajar mengajar berfungsi untuk mengetahui keefektifan proses belajar mengajar yang dilakukan guru, dengan fungsi ini guru dapat mengetahui berhasil tidaknya ia mengajar. Rendahnya hasil belajar yang dicapai siswa tidak semata-mata disebabkan kemampuan siswa tetapi juga bisa disebabkan oleh kurang berhasilnya guru dalam mengajar. Selanjutnya Suhartiningsih (2011) dalam kesimpulannya mengungkapkan bahwa implementasi Pembelajaran Berdasarkan Masalah pada mata kuliah Anatomi Fisiologi Manusia di Jurusan Pendidikan Kesejahteraan Keluarga di kategorikan baik dalam menuntaskan hasil belajar mahasiswa. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPS dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Penelitian ini berlangsung dalam dua siklus dengan alasan bahwa pada pelaksanaan siklus II pemecahan masalah terkait peningkatan soft skills dan prestasi belajar siswa telah cukup memuaskan. Menurut Susanto (2008: 59) keputusan untuk menentukan apakah suatu penelitian tindakan kelas dilakukan hanya dalam satu siklus, dua siklus, atau beberapa siklus ditentukan apabila semua hipotesis kerja telah menunjukkan hasil seperti yang diharapkan. Guru adalah jabatan profesi yang menuntut pengetahuan dan keahlian dibidangnya, oleh karena itu penelitian tindakan kelas perlu dilakukan secara berkelanjutan oleh guru sebagai upaya meningkatkan kualitas dan proses pembelajaran IPS di sekolah tempat bertugas. Gambar 3.6 Diagram Ketuntasan Prestasi Belajar Siswa Post Test I dan Post Test II Berdasarkan nilai rata-rata hasil post test siklus II tersebut, maka dapat disimpulkan prestasi belajar siswa secara klasikal melalui penerapan pembelajaran IPS menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah pada siklus II telah tuntas dan telah mencapai standar ketuntasan belajar klasikal sebagaimana yang telah ditetapkan sekolah yakni 85 %, pada siklus II ketuntasan prestasi belajar secara klasikal diperoleh sebesar 86%. 2) Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Siklus II Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenitas nilai post test siklus I dan post test siklus II, menunjukkan bahwa sebaran data normal dan homogen, maka dengan demikian telah memenuhi syarat untuk dilakukan uji-t. Adapun hasil uji-t disajikan pada table berikut. Tabel 3.4 Hasil Uji-t (paired sample t-test) Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Interval of Std. the Erro Difference Std. r Devia Mea Lowe Upp Mean tion n r er t Sig. (2taile df d) 3. Hambatan dan Kendala dalam Pelaksanaan Tindakan Kelas Siklus I dan Siklus II dalam Menerapkan PBM Pair Post 1 test 1– 4.372 .826 .373 27 .121 Post 1.321 3.016 1.599 Test 2 Selama pelaksanaan tindakan, dalam hal ini penerapan pembelajaran IPS topik penyimpangan sosial menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah pada tiap siklus ditemui kendala sebagai berikut. 1. Penerapan model PBM memerlukan waktu lebih panjang, sedangkan alokasi waktu yang disediakan sekolah dalam satu kali pertemuan adalah 2 x 40 menit. Namun, peneliti berusaha untuk manfaatkan waktu dengan sebaik mungkin sehingga seluruh sintak pembelajaran berdasarkan masalah dapat dilaksanakan. 2. Siswa belum pernah mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran berdasarkan masalah, sehingga peneliti sekaligus guru seringkali memotivasi siswa atau memberi pengarahan kepada siswa untuk fokus pada masalah yang dihadapi. 3. Pada siklus I masih terdapat siswa yang tidak mau menerima kehadiran teman yang lain dalam kelompoknya, hal tersebut dikarenakan mereka lebih Berdasarkan hasil uji-t, dapat diambil keputusan bahwa tabel t hitung (-1,599) < t tabel (df=27, α=0,025) adalah 2,051 maka Ho diterima. Jadi tidak ada perbedaan rata-rata antara post test 1 dan post test 2 pada siklus 2. atau dengan kata lain: Sig. (2-tailed) (0,121) > α (0,025), maka Ho diterima. Jadi tidak ada perbedaan rata-rata antara post test 1 dan post test 2 pada siklus 2. Dari hasil uji-t tersebut, diketahui bahwa tidak ada perbedaan ratarata antara post test siklus I dan post test siklus II, namun ketuntatasan secara klasikal pada siklus II telah mencapai standar ketuntasan klasikal sebagaimana yang telah ditetapkan sekolah yakni 85%. Dengan ketuntasan klasikal yang telah mencapai standar, maka peneliti dapat 7 INTERAKSI . P2TK 2012 suka berkelompok dengan siswa berlatar belakang pintar, sehingga ketika mereka bergabung dengan siswa yang mereka anggap tidak pintar siswa tersebut tidak menyukainya. Disamping itu, selama ini sering terjadi hubungan yang tidak baik antara satu siswa dengan siswa yang lain, hingga terjadi kasus perkelahian antar siswa. Melalui penerapan pembelajaran berdasarkan masalah dengan penekanan pada peningkatan empat indikator soft skills (berkomunikasi, berperan serta, memecahkan masalah, dan empati sosial) dan prestasi belajar siswa, menyebabkan sikap siswa yang semula tidak menerima kehadiran yang lain berubah menjadi menerima siapapun yang hadir, perkelahian siswapun tidak terulang lagi, sehingga kondisi belajar menjadi nyaman, interaksi belajar siswa tercipta, dan pada siklus II menunjukkan adanya peningkatan indikator soft skills dan prestasi belajar siswa. 4. Ketika dalam proses pemecahan masalah sebagian siswa belum mampu menuangkan ide/pendapat mereka dalam bentuk tulisan, karena siswa masih memiliki keterbatasan perbendaharaan kata yang disebabkan oleh jarangnya membaca, hal ini disebabkan buku-buku reverensi dan bacaan di SMP Negeri 3 Balaesang masih sangat sedikit. Kondisi siswa tersebut membuat peneliti harus lebih intens mengingatkan dan mengarahkan siswa dalam proses menganalisis proses pemecahan masalah yang dilakukan dalam diskusi kelompok. sekitar siswa dan siswa termotivasi berdiskusi memecahkan masalah tersebut. untuk DAFTAR PUSTAKA Ansori. 2012. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Beracuan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah untuk Meningkatkan Keterampilan Sosial Siswa. Tesis Magister Pendidikan. Surabaya: Unesa. Bancino, Randy, and Zevalknik, Claire. 2007. Soft skills: The New Curriculum for Hard-Core Technical Profesionals. proQuest Education Journals: Techniques; May 2007; 82 (5) pg. 20-22. Beard, Debbie., Schwieger, Dana., and Surendran, Ken. 2010. Integrating Soft Skills Assesment throught University, College, and Programmatic Efforts at an AACSB Accredited Institution. Journal of Information Systems Education, Vol. 19 (2). Dwi Santoso,Agus. 2013. Pengembangan Social Soft Skills Melalui Pembelajaran Berdasarkan Masalah dalam Pembelajaran IPS Pada Pemahaman Multikultural. Tesis Magister Pendidikan. Surabaya: Unesa. Gardner, Howard. 2003. Multiple Intelligence. Edisi Indonesia. Alexander Sindoro (Penerjemah). Lyndon Saputra (Ed.). Batam: Interaksara. Howey, K.R., et al. (2001). Contextual Teaching and Learning Preparing Teacher to Enhance Student Succes in The Work Place and Beyond. Washington: eric Clearinghouse on Teaching and Teacher education. Mitchell, Geana W., Skinner, Leane B., and White, Bonnie J. 2010. Essential Soft Skills For Success in The First Century Workforce as Perceived by Bussiness Educators. The Delta Pi Epsilon Journal: Volume LII, No. 1, Winter, 2010. Mu’in, Abdul. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Sosial, Pembelajaran Langsung, dan Motivasi Belajar Terhadap Peningkatan Berpikir Kritis dan Kepedulian Sosial Siswa. Tesis Magister Pendidikan.Surabaya: Unesa. Peterson, Tim O. 2005. “So you’re Thinking of Trying Problem Based Learning?: Three Critical Success Factors for Implementation”, Journal of Management Education, Vol. 28. Ratumanan. 2011. Penilaian Hasil Belajar Pada Tingkat Satuan Pendidikan Edisi 2, Surabaya: Unesa University Press. Susanto. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Surabaya: Unesa University Press. Sudjana, Nana. 2008. Dasar –dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo. Suhartiningsih. 2011. Implementasi Pembelajaran Berdasarkan Masalah pada Mata Kuliah Anatomi Fisiologi Manusia di Jurusan KESIMPULAN Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran IPS dengan menerapkan model pembelajaran berdasarkan masalah efektif untuk meningkatkan soft skills dan prestasi belajar siswa Kelas VIII A SMP Negeri 3 Balaesang Kabupaten Donggala. a. Saran-saran 1. Pelaksanaan model PBM membutuhkan pengelolaan kelas dan waktu yang baik. Langkahlangkah yang harus dilakukan sebelum pembelajaran adalah guru terlebih dahulu membuat perencanaan sesuai dengan tujuan pembelajaran, terutama dengan masalah-masalah yang harus dikemukakan diawal pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran yang sesuai perlu diperhatikan, agar diskusi kelompok berjalan dengan baik adalah diupayakan setiap kelompok memiliki anggota yang memiliki kemampuan akademis merata. 2. Model PBM memerlukan motivasi tinggi pada guru sehingga ketika guru menerapkan model pembelajaran ini dituntut untuk menguasai materi dan sintak pembelajaran berdasarkan masalah karena keberhasilan pembelajaran akan sangat bergantung bagaimana cara guru mengantarkan siswa kepada masalah-masalah sosial yang ada di 8 Penerapan Pembelajaran IPS Topik Penyimpangan Sosial Pendidikan Kesejahteraan Keluarga. Surabaya: Unesa. Trianto, 2007. Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik: Konsep Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya. Penerbit: Prestasi Pustaka Publisher. 9