6 KERUSAKAN BAKTERI OLEH SENYAWA

advertisement
6 KERUSAKAN BAKTERI OLEH SENYAWA ANTIBAKTERI DARI
EKSTRAK Chaetoceros gracilis
6.1
Pendahuluan
6.1.1 Latar belakang
Mikroalga merupakan biota perairan yang selama ini pemanfaatannya di
Indonesia masih terbatas untuk pakan larva.
Sesungguhnya mikroalga
mempunyai potensi untuk dikembangkan karena dapat menghasilkan komponen
aktif dan kandungan kimia yang cukup potensial. Rosa et al. (2005) menyatakan
bahwa mikroalga telah lama dikenal karena memiliki aktivitas biologikal seperti
pigmen, vitamin, lemak, sterol dan protein, selain itu juga menjadi sumber yang
potensial untuk produk komersial di bidang akuakultur dan kosmetika.
Salah satu jenis mikroalga yang memiliki aktifitas biologikal adalah
Chaetoceros. Chaetoceros gracilis merupakan salah satu mikroalga laut yang
menghasilkan komponen aktif seperti antibakteri yang mana merupakan
antibakteri alami yang aman penggunaannya. Hasil penelitian Pribadi (1998)
menunjukkan bahwa Chaetoceros gracilis memiliki aktivitas antibakteri terhadap
Bacillus subtilis, Escherichia coli dan Pseudomonas sp.
Komponen yang mempunyai aktivitas antibakterial dalam Chaetoceros
tergolong asam lemak (Metting dan Pyne 1986; Wang 1999. Komponen aktif
pada Chaetoceros dapat menghambat bakteri Gram negatif dan positif (Wang
1999). Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Chaetoceros gracilis yang
ditumbuhkan dalam medium NPSi memiliki aktivitas antibakteri yang dapat
menghambat pertumbuhan bakteri Gram postif Staphylococcus aureus dan
Bacillus cereus serta bakteri Gram negatif Vibrio harveyi dan Escherichia coli.
Efektivitas antibakteri untuk setiap bakteri tidak sama, karena masingmasing bakteri memiliki struktur dinding sel yang berbeda. Struktur dinding sel
bakteri Gram positif berbeda dengan bakteri Gram negatif. Pada bakteri Gram
positif mengandung
teikuronat.
90% peptidoglikan serta lapisan tipis asam teikoat dan
Bakteri Gram negatif memiliki lapisan di luar dinding sel yang
mengandung 5 -10% peptidoglikan, selain itu juga terdiri dari protein,
lipopolisakarida dan lipoprotein. Bakteri Gram negatif mempunyai dua lapisan
lipid (bilayer lipid) yang disebut lapisan lipopolisakarida (LPS).
Lapisan ini
tersusun atas fosfolipid, polisakarida dan protein (Madigan et al. 2003).
Polisakarida dalam dinding sel biasanya mengandung asam amino N-
54
asetilglukosamin dan asam N-asetilmuramat. Pada gula amino ini terikat rantairantai peptida pendek.
Lapisan peptidoglikan lebih tebal (40 lapisan) pada
dinding sel bakteri Gram positif daripada dinding sel bakteri Gram negatif (1-5
lapisan) (Lewis et al. 2007). Bakteri Gram negatif memiliki dua lapisan lipid yang
dipisahkan oleh peptidoglikan. Ada juga outer membrane yang menempel pada
lapisan lipopolisakarida memperkuat sel dan melindungi dari lingkungan luar.
Pada membran ini ada porin dengan diameter 1-2 mm yang mengatur akses
larutan ke membran sitoplasma (Moat et al. 2002).
Antimikroba dapat merusak membran sitoplasma dan mempengaruhi
integritasnya. Kerusakan pada membran dapat menyebabkan terjadinya
peningkatan permeabilitas dan terjadi kebocoran sel, yang diikuti dengan
keluarnya materi intraselular. Minyak atsiri dapat bereaksi dengan fosfolipid dari
membran sel yang menyebabkan permeabilitas meningkat dan unsur pokok
penyusun sel hilang (Kim et al. 1995). Setiap zat yang mampu merusak dinding
sel atau mencegah sintetisnya akan menyebabkan sel peka terhadap tekanan
osmotik. Adanya tekanan osmotik dalam sel bakteri akan menyebabkan
terjadinya lisis (Setyabudi dan Gan 1995). Asam lemak dapat menghambat
pertumbuhan sel bakteri Gram positif Staphylococcus aureus dan S. pyogenes,
serta bakteri Gram negatif Escherichia coli dan Pseudomonas aeruginosa.
Mekanisme penghambatan antibakteri asam lemak ini belum jelas tetapi diduga
mengganggu sintesis asam lemak (Zheng et al. 2005).
Setiap jenis bakteri memiliki sensitifitas yang berbeda terhadap
komponen aktif atau zat antimikroba. Mekanisme hambatan senyawa aktif
terhadap bakteri juga berbeda-beda. Pada penelitian ini dilakukan kajian
mekanisme kerusakan sel bakteri patogen setelah dikontakkan dengan ekstrak
C. gracilis yang ditumbuhkan dalam medium NPSi.
6.1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kerusakan bakteri yang
meliputi kebocoran sel (protein dan asam nukleat), gangguan dinding sel, serta
morfologi sel bakteri setelah kontak dengan ekstrak Chaetoceros gracilis.
55
6.2 Bahan dan Metode
6.2.1 Bahan dan alat
(1) Bahan baku
Chaetoceros gracilis yang telah diekstraksi dan beberapa bakteri uji yang
meliputi bakteri Gram positif (Bacillus cereus ATCC 13091, Staphylococcus
aureus ATCC 25923) serta bakteri Gram negatif (Escherichia coli ATCC 25922
dan Vibrio harveyi).
(2) Alat
Alat-alat yang digunakan pada tahap percobaan ini juga sama dengan
alat-alat yang digunakan pada tahap sebelumnya. Untuk analisis mekanisme
hambatan digunakan alat-alat seperti water bath shaker, spektrofotometer,
sentrifus, mikroskop, mikroskop elektron (JEOL JIM 5310nLV), dan alat gelas
yang digunakan di laboratorium.
6.2.2 Metode penelitian
Mekanisme hambatan atau kerusakan sel bakteri akibat kontak dengan
ekstrak Chaetoceros gracilis dilakukan terhadap bakteri Bacillus cereus dan
Vibrio harveyi yang memiliki aktivitas antibakteri paling besar (daerah hambatan
paling besar). Pengamatan mekanisme kerja ekstrak dilakukan dengan cara
menganalisis kerusakan dinding sel bakteri dengan cara mengukur zat
pembentuk dinding sel dan menganalisis kerusakan membran sel dengan cara
mengamati kebocoran sel, serta mengamati morfologi sel sebelum dan setelah
kontak dengan ekstrak Chaetoceros gracilis.
6.2.3 Prosedur analisis
Metode untuk mengamati kerusakan tersebut antara lain dengan
mengukur pra zat penyusun dinding sel (N-asetil glukosamin), menganalisis
kebocoran sel bakteri dan menganalisis morfologi sel bakteri menggunakan
scanning electron microscopy (SEM).
(1) Analisis N-asetil-glukosamin (Reissig 1955 yang diacu Bintang 1993)
Percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan pengaruh
senyawa antibakteri (ekstrak Chaetoceros gracilis) terhadap dinding sel bakteri
dengan cara mengukur kadar N-asetil-glukosamin sebagai prazat mukopeptida
penyusun dinding sel.
56
Sebanyak 250 µg bakteri uji dicampur dengan 3 ml larutan antibakteri
(ekstrak Chaetoceros gracilis), dalam air suling steril dengan kadar 40 µg/ml dan
diinkubasi pada suhu 37 oC selama 1 jam, lalu disentrifugasi 7000 rpm pada 4 oC
selama 10 menit. Kemudian sel bakteri tersebut dibilas dengan air suling steril
dan disentrifugasi 7000 rpm pada 4 oC selama 10 menit. Sebagai pembanding
digunakan sel bakteri sama tanpa antibakteri (ekstrak C. gracilis) dan langsung
dibilas dengan air suling steril. Masing-masing perlakuan ditambahkan 0,5 ml
TCA (Trichloro Acid) 10 % suhu 4 oC dan diinkubasi pada
suhu 4 oC selama 1
jam, lalu disentrifugasi 7000 rpm selama 10 menit.
Fase
cair
ditambahkan
eter
dengan
volume
yang
sama
untuk
mengeluarkan TCA, dengan cara mengocok campuran ini pada vorteks dan
dibiarkan supaya eter terpisah, lalu eter dibuang.
Larutan bebas TCA
ditambahkan 75 µl HCl 0,25 N dan dimasukkan ke dalam penangas air mendidih
selama 5 menit. Lalu ditambah 150 µl NaOH 0,125 N dalam Na2B4O7 2% dan
dipanaskan pada penangas air mendidih selama 7 menit. Kemudian dicampur
dengan 1350 µl dimetil aminobenzaldehida 1 % dalam campuran asam asetat
dan asam klorida dengan perbandingan 95 : 5, lalu dibiarkan selama 20 menit
pada suhu 37 oC, selanjutnya dibaca serapan optiknya pada panjang gelombang
550 nm. Bila terjadi kekeruhan, artinya terjadi penimbunan N-asetil glukosamin.
(2) Analisis kebocoran sel bakteri (Bunduki et al. 1995)
Pengamatan kebocoran sel dilakukan untuk mempelajari bagaimana
ekstrak mengganggu permeabilitas membran sel.
Mekanisme perusakan
membran sel merupakan salah satu tanda tidak normalnya sel setelah ada
perlakuan ekstrak. Analisa kebocoran sel dilakukan dengan menggunakan alat
Spektro UV-VIS RS Digital Spectrophotometer LaboMed, Inc. pada panjang
gelombang 280 nm dan 260 nm. Panjang gelombang 280 nm digunakan untuk
mengukur kadar nitrogen dari protein sel, sedangkan panjang gelombang 260
nm untuk mengukur kadar nitrogen dari nukleus sel.
Sebanyak 10 ml kultur murni disentrifugasi
selama 10 menit.
Filtrat
dibuang lalu ditambahkan 5 ml larutan garam fisiologis (0,85% NaCl) dalam
endapan sel pada tabung reaksi, kemudian diaduk menggunakan vorteks agar
sel homogen dalam larutan fisiologis.
Selanjutnya ditambahkan ekstrak dan
dibiarkan selama 24 jam. Sebagai pembanding digunakan sel bakteri sama
tanpa penambahan ekstrak. Selanjutnya suspensi disentrifugasi pada 10 000
rpm selama 10 menit dan supernatan disaring dengan kertas saring untuk
57
memisahkan selnya.
Analisis dilakukan dengan mengamati OD dari cairan
supernatan, menggunakan spektrofotometer (Spectro UV-Vis RS) pada panjang
gelombang 280 dan 260 nm.
(3)
Analisis perubahan morfologi sel bakteri (Bozolla dan Russel 1992)
Analisis perubahan morfologi sel dilakukan untuk mempelajari perubahan
morfologi terhadap struktur sel akibat penggunaan ekstrak yang mengandung
senyawa antibakteri, yang meliputi kerusakan morfologi sel,
struktur bakteri,
serta kerusakan dinding sel. Mula-mula bakteri dibuat tersuspensi dalam ekstrak,
kemudian diinkubasi pada inkubator goyang dengan kecepatan 100 rpm.
Selanjutnya cairan disentrifugasi dan dibuang supernatannya, lalu ditambahkan
glutaraldehida 2% dan direndam. Kemudian disentrifugasi lagi, dibuang larutan
fiksatif, lalu ditambahkan bufer caccodylate dan dibiarkan beberapa menit,
disentrifugasi lagi, dibuang bufernya lalu ditambahkan osmium tetra oksida.
Selanjutnya disentrifugasi lagi, dibuang larutannya, ditambahkan alkohol 50%,
lalu ditambahkan alkohol lagi, disentrifugasi lagi, ditambahkan butanol.
Kemudian dibuat ulasan suspeni pada cover slip, lalu dikeringkan. Selanjutnya
spesimen yang sudah jadi dilihat menggunakan mikroskop elektron (SEM) JEOL,
JIM-5310 LV.
6. 3 Hasil dan Pembahasan
6.3.1 Pengaruh ekstrak Chaetoceros gracilis terhadap kebocoran sel
Kebocoran sel bakteri pada penelitian ini dimaksudkan untuk melihat
kerusakan atau gangguan permeabilitas pada membran sel bakteri. Analisis
kebocoran akibat pemberian ekstrak dilakukan dengan mengukur kekeruhan
medium pertumbuhan bakteri yang telah diberi ekstrak dibandingkan tanpa
ekstrak dengan menggunakan spektrofotometer. Kerusakan membran diukur dari
bahan-bahan yang dilepaskan oleh sel bakteri yang dapat diserap pada panjang
gelombang 260 nm (N nitrogen dalam asam nukleat) dan 280 nm (N nitrogen
dalam protein). Mekanisme perusakan membran sel merupakan salah satu tanda
tidak normalnya sel setelah ada perlakuan ekstrak. Hasil analisis kebocoran sel
dapat dilihat pada Gambar 13.
Hasil penelitian (Gambar 13) menunjukkan bahwa nilai OD
nm
260 nm dan
OD280
pada semua bakteri uji dipengaruhi oleh penggunaan ekstrak C.gracilis.
Bakteri yang dikontakkan dengan ekstrak memiliki nilai OD lebih besar daripada
tanpa ekstrak. Hal ini menunjukkan terjadinya pelepasan asam nukleat dan
58
protein ke dalam medium pertumbuhannya.
Berdasarkan analisis ini dapat
dikatakan bahwa sel bakteri uji mengalami kerusakan atau kebocoran akibat
Nilai absorbansi protein dan
asam nukleat
adanya ekstrak Chaetoceros gracilis.
0.200
0.180
0.160
0.140
0.120
0.100
0.080
0.060
0.040
0.020
0.000
Gambar 13 Pengaruh ekstrak C. gracilis terhadap kebocoran asam nukleat
(
= OD 260 nm) dan kebocoran protein sel ( = OD 280 nm)
Kebocoran sel bakteri terjadi diduga karena rusaknya ikatan hidrofobik
komponen penyusun membran. Kim et al. (1995) menyatakan bahwa kebocoran
sel terjadi karena ikatan hidrofobik yang terdiri dari komponen penyususn
membran seperti protein dan fosfolipid rusak, serta larutnya komponenkomponen lain yang berikatan secara hidrofilik dan hidrofobik. Lin et al. (2000)
juga menyatakan bahwa kondisi ini dapat meningkatkan permeabilitas membran
sel, sehingga memudahkan masuknya komponen antibakteri ke dalam sel serta
mengakibatkan keluarnya substansi sel seperti protein dan asam nukleat yang
menyebabkan terjadinya kerusakan sel. Menurut Ultee et al. (1998) senyawa
aktif dapat menyerang membran sitoplasma dan mempengaruhi integritas
membran sitoplasma sehingga mengakibatkan kebocoran materi intraselular.
Adanya gugus hidrofobik pada senyawa antimikroba menyebabkan perubahan
komposisi dan pelarutan pada membran sel yang akhirnya membran mengalami
kerusakan.
Pada penelitian ini terjadi kebocoran sel bakteri uji, yang menunjukkan
terjadinya kerusakan membran sel bakteri.
Bahan aktif dari C. gracilis yang
berperan dalam penghambatan bakteri diduga asam lemak. Karena asam lemak
dapat mengganggu membran bakteri. Zheng et al. (2005) melaporkan bahwa
asam lemak dapat menghambat pertumbuhan sel bakteri Gram positif
59
Staphylococcus aureus dan S. pyogenes, serta bakteri Gram negatif Escherichia
coli dan Pseudomonas aeruginosa. Mekanisme penghambatan antibakteri asam
lemak belum jelas.
Heat et al. (2001) menyatakan bahwa biosintesa lipid
menjadi target untuk bahan antibakteri. Lipid merupakan komponen utama untuk
pertumbuhan sel, sehingga biosintesis lipid merupakan target yang baik untuk
intervensi terapeutik dalam penyakit yang disebabkan oleh bakteri Gram negatif.
Komposisi lipid pada bakteri lebih sederhana dibanding manusia, oleh karena itu
sangat ideal untuk pengembangan obat baru.
Ekstrak C. gracilis pada penelitian ini mengandung asam lemak jenuh
seperti kaprilat, miristat, palmitat, laurat, miristoleat, pentadekanoat, stearat,
heneikosanoat, behenat, serta asam lemak tidak jenuh seperti palmitoleat,
heptadekanoat, elaidat, oleat, linoleat, arakhidonat, linolenat, dokosadienoat,
eikosapentaenoat dan dokosaheksaenoat. Menurut Zheng et al. (2005) asam
lemak tidak jenuh seperti asam palmitoleat, asam oleat, asam linolenat dan asam
arakhidonat, serta asam lemak jenuh stearat memiliki aktivitas antibakteri. Hal ini
sesuai dengan yang dinyatakan Metting dan Pyne (1986) serta Wang (1999)
dimana komponen aktif yang dimiliki Chaetoceros adalah golongan asam lemak.
Zheng et al. (2005) menyatakan bahwa mekanisme aktivitas antibakteri jenis
asam lemak belum jelas. Asam lemak tidak jenuh rantai panjang (C16-C20)
memiliki
aktivitas
antibakteri
terhadap
Staphylococcus,
Streptococcus,
Mycobacterium, Helicobacter, dan Bacilli. Dilika et al. (2000) melaporkan bahwa
asam lemak linoleat dan oleat memiliki aktivitas antibakteri yang dapat melawan
Bacillus megaterium dengan MIC 0,2 dan 0,05 mM. Kedua asam lemak ini juga
menghambat pertumbuhan Pseudomonas phaseolicola. Selain itu asam lemak
linoleat juga mempunyai aktivitas penghambatan terhadap Streptococcus mutans
dan B. larvae. Kedua asam lemak ini mempunyai aktivitas sinergistik.
Chaetoceros gracilis mengandung asam lemak antara lain asam
palmitoleat, asam oleat, asam linoleat, asam linolenat, asam arakhidonat, asam
stearat yang diduga memiliki aktivitas antibakteri. Menurut Zheng et al. (2005)
asam lemak tidak
jenuh menunjukkan aktivitas penghambatan lebih besar
dibanding asam lemak jenuh. Asam linoleat menunjukkan aktivitas antibakterial
yang merupakan antimikroba pada bahan pangan tambahan dan antibakteri
dalam herbal. Asam linoleat ini juga diduga menghambat pertumbuhan dengan
cara meningkatkan permeabilitas membran bakteri, tetapi reaksi mekanisme
hambatannya belum jelas. Senyawa aktif dalam triclosan adalah asam linoleat
60
yang telah ditargetkan sebagai biocide yang memiliki spektrum luas, dimana
digunakan sebagai bahan tambahan antibakteri yang berperan sebagai biocide
non spesifik (Zheng et al. 2005). Adanya kandungan asam lemak yang memiliki
aktivitas antibakteri dalam Chaetoceros gracilis memerlukan penelitian lanjutan
untuk pengembangan bidang farmasetika dan pangan.
6.3.2 Pengaruh ekstrak Chaetoceros gracilis terhadap dinding sel bakteri
Unit dasar dari dinding sel bakteri tersusun atas peptidoglikan, dimana
memberikan kekuatan pada sel bakteri, selain itu berperan juga sebagai dasar
membran sitoplasma. Peptidoglikan tersusun atas N-asetilglukosamin dan Nasetilmuramat serta beberapa asam amino seperti L-alanin, D-alanin, D-glutamat
dan lisin. N-asetilglukosamin merupakan prazat mukopeptida pembentuk dinding
sel bakteri, yang mana dapat terganggu oleh adanya antibiotik.
Kerusakan dinding sel bakteri dapat dilihat dengan mengukur prazat
mukopeptida penyusun dinding sel yang ditandai dengan kekeruhan pada media.
Penelitian ini bertujuan menentukan pengaruh penggunaan ekstrak Chaetoceros
gracilis yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap kerusakan dinding sel
bakteri. Hasil analisis prazat disajikan pada Gambar 14. Bakteri yang medium
pertumbuhanya
ditambah
ekstrak
Chaetoceros
gracilis
menghasilkan
absorbansi (optical density) lebih besar dibanding tanpa penambahan ekstrak,
artinya di dalam medium ada penimbunan N-asetil glukosamin sebagai prazat
mukopetida penyusun dinding sel bakteri. Hal ini menunjukkan terjadinya
gangguan atau kerusakan dalam dinding sel bakteri.
Absorbansi N-asetil glukosamin
0.060
0.050
0.040
0.030
0.020
0.010
0.000
S. aureus
B. cereus
V. harveyi
E. coli
Gambar 14 Pengaruh ekstrak C. gracilis terhadap kandungan N-asetil
glukosamin ( = tanpa ekstrak,
= penambahan ekstrak).
61
Struktur dinding sel
bakteri
Gram positif tidak sama dengan bakteri
Gram negatif. Dinding sel bakteri Gram negatif memiliki dua lapisan lipid (bilayer
lipid), yang disebut lapisan lipopolisakarida (LPS).
Lapisan ini tersusun atas
fosfolipid, polisakarida dan protein (Madigan et al. 2003). Hasil analisis prazat
mukopeptida pembentuk dinding sel bakteri yang diduga N-asetil glukosamin
menunjukkan bahwa ekstrak menyebabkan kerusakan dinding sel bakteri.
Penelitian serupa telah dilakukan Bintang (1993) yang melaporkan bahwa
senyawa aktif yang dihasilkan oleh Streptococcus lactis dapat menghambat
pembentukan dinding sel bakteri Eschericha coli, mekanisme penghambatannya
adalah menghambat kerja enzim fosfatase alkalis pada tahap awal pembentukan
dinding sel bakteri, sehingga terjadi penimbunan pra zat pembentuk dinding sel.
Kandungan
pra
zat
pembentuk
dinding
sel
bakteri
seperti
N-
asetilglukosamin yang ditunjukkan dengan hasil serapan optik pada bakteri S.
aureus dan B. cereus lebih besar dibanding bakteri E. coli. Hal ini terjadi karena
struktur dinding sel bakteri tersebut berbeda, sehingga efek antibakteri terhadap
bakteri juga berbeda. Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif yang
mempunyai dua lapisan lipid,
sedangkan bakteri Gram
positif
seperti
Stapylococcus aureus dan Bacillus cereus hanya memiliki satu lapisan, sehingga
antibiotik lebih mudah menembus ke dalam sel bakteri Stapylococcus aureus
dan Bacillus cereus.
Pada penelitian ini kontak ekstrak dengan bakteri dapat menyebabkan
kerusakan dinding sel bakteri. Rusaknya dinding sel bakteri diduga karena
adanya reaksi antara senyawa aktif dari ekstrak dengan dinding sel bakteri .
Menurut Kabara et al. (1972) cara kerja obat antara lain merubah permeabilitas
dari dinding sel. Hal ini dapat terjadi karena keluarnya nutrien atau terjadinya
difusi metabolit esensial. Ultee et al. (1998) melaporkan bahwa mekanisme kerja
antimikroba ada yang mempunyai spektrum luas, sempit dan ada yang hanya
efektif terhadap mikroorganisme tertentu. Pengaruh antibiotik terhadap dinding
sel dapat terjadi akibat akumulasi asam lemak maupun asam organik dari bahan
(antimikroba) dalam bentuk tidak terdisosiasi akan menyebabkan perubahan
terhadap komposisi penyusun dinding sel. Senyawa aktif dapat bereaksi dengan
dinding sel bakteri dan membran sel. Selain itu kerusakan pada dinding sel
bakteri juga dapat disebabkan oleh terjadinya tekanan osmotik.
62
6.3.3 Pengaruh ekstrak C gracilis terhadap morfologi sel bakteri
(1) Bacillus cereus
Bacillus cereus adalah bakteri patogen, Gram positif berbentuk batang
berspora, banyak ditemukan air, debu maupun tanah, yang mana sporanya
tahan panas.
Bakteri ini menghasilkan ekstraselular toksin dan enzim.
Eksotoksin B. cereus dapat menyebabkan diare. Bahan pangan yang sering
ditumbuhi bakteri ini antara lain nasi, susu, jagung, sayuran, daging, sosis,
puding.
Bakteri
ini
sensitif
terhadap
Butylated
hydoxyanisole
(BHA),
pertumbuhannya dapat dihambat pada konsentrasi <500 ppm (Jay 2000).
Bacillus cereus termasuk mikroorganisme yang memiliki dinding sel.
Seperti yang disajikan pada Gambar 15, Bacillus cereus terlihat utuh.
Sel
Bacillus cereus menjadi berubah setelah dilakukan kontak langsung dengan
ekstrak Chaetoceros gracilis (Gambar 16). Perubahan morfologi sel B. cereus
ditunjukkan dengan perubahan pada selnya, dimana setelah kontak dengan
ekstrak, sel Bacillus cereus mengalami kerusakan.
Gambar 15 Sel Bacillus cereus tanpa perlakuan (perbesaran 20 000 x)
Hasil analisis kebocoran sel menunjukkan bahwa sel bakteri mengalami
lisis, dimana mengalami gangguan membran sel.
Gangguan tersebut
ditunjukkan dengan terjadinya kebocoran protein dan asam nukleat. Chaetoceros
gracilis hasil penelitian ini mengandung asam lemak seperti stearat, palmitoleat,
linoleat, oleat, linolenat, arakhidonat yang menurut Zheng et al. (2005) asam
lemak jenis tersebut memiliki aktivitas antibakteri. Berdasarkan hal ini komponen
yang memiliki aktivitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis diduga asam
lemak.
63
Gambar 16
Sel Bacillus cereus yang dikontakkan dengan ekstrak C. gracilis
(perbesaran 20 000 x)
(2) Vibrio harveyi
Vibrio harveyi merupakan bakteri Gram negatif yang sering menyebabkan
gangguan kesehatan pada larva udang. Tingginya mortalitas larva di panti benih
udang kebanyakan dikarenakan Luminescent vibriosis yang disebabkan oleh
Vibrio harveyi atau Vibrio splendidus.
Hasil analisis kebocoran menunjukkan bahwa Vibrio harveyi mengalami
kebocoran akibat kontak dengan ekstrak C. gracilis. Demikian juga hasil analisis
prazat yang menunjukkan bahwa bakteri ini mengalami lisis. Hasil analisis
biokimia ini didukung dengan hasil pengamatan menggunakan SEM. Sel bakteri
yang tidak dikontakkan dengan ekstrak Chaetoceros
gracilis terlihat utuh
(Gambar 17), sedangkan yang dikontakkan dengan ekstrak Chaetoceros gracilis
terlihat mengalami kerusakan (Gambar 18).
Gambar 17 Sel Vibrio harveyi tanpa perlakuan (perbesaran 20 000 x)
Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa Chaetoceros memiliki
antibakteri yang termasuk dalam golongan asam lemak. Chaetoceros gracilis
pada penelitian ini juga mengandung asam lemak. Kabara et al. (1972)
64
menyatakan bahwa asam-asam lemak terutama asam laurat dapat menghambat
enzim yang terlibat pada produksi energi dan pembentukan komponen struktural
sehingga dapat mengganggu pembentukan dinding selnya.
Mekanisme
kerusakan dinding sel dapat disebabkan oleh adanya akumulasi komponen
lipofilik yang terdapat pada dinding sel atau membran sel.
Gambar 18 Sel Vibrio harveyi yang dikontakkan dengan ekstrak Chaetoceros
gracilis (perbesaran 20 000 x)
6.4 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan :
(1)
Bakteri uji setelah kontak dengan ekstrak mengalami kebocoran sel.
(2)
Kontak
antara
bakteri
uji
dengan
ekstrak
Chaetoceros
gracilis
mengakibatkan kebocoran sel bakteri.
(3)
Sel bakteri uji (B. cereus dan V. harveyi) mengalami perubahan (kerusakan)
morfologi setelah kontak dengan ekstrak Chaetoceros gracilis.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disarankan untuk
dilakukan penelitian lebih lanjut tentang reaksi mekanisme hambatan antibakteri.
Download