5 AKTIVITAS DAN STABILITAS SENYAWA

advertisement
5 AKTIVITAS DAN STABILITAS SENYAWA ANTIBAKTERI
DARI EKSTRAK Chaetoceros gracilis
5.1 Pendahuluan
5.1.1 Latar belakang
Produk alam dari laut dapat digunakan untuk berbagai tujuan tergantung
struktur kimia dan karakteristiknya, antara lain untuk bahan nutrasetika,
farmasetika dan berbagai bahan tambahan lainnya (Nontji 1999). Senyawasenyawa yang digunakan untuk farmasetika dan nutrasetika biasanya memiliki
aktifitas biologis.
Produk alam laut dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) sumber
biomolekul yang mudah diperoleh; (2) senyawa yang memiliki aktivitas biologis
yang meliputi : 1) senyawa antimikroba; 2) senyawa aktif fisiologikal; 3) senyawa
aktif farmasetika; 4) senyawa sitotoksik dan antitumor; (3) toksin laut. Beberapa
jenis organisme laut yang potensial sebagai sumber obat antara lain makroalga,
mikroalga, sponge, soft coral maupun ikan (Kobayashi dan Satari 1999).
Mikroalga memiliki substansi organik yang berlimpah di dalam selnya
yang disebut dengan metabolit intraseluler. Selain itu juga menghasilkan produk
yang disekresikan ke medium tumbuhnya yang disebut metabolit ekstraseluler.
Substansi ekstraseluler dapat dihasilkan dari proses sekresi sel yang sehat
maupun dari sel yang lisis atau mati (Stewart 1974).
Beberapa mikroalga (diatom) yang juga mempunyai komponen aktif
antibakterial antara lain Skeletonema costatum, Thalassiosira spp, Bacteriastrum
elegans, Chaetoceros socialis, C. lauderi. Komponen yang mempunyai aktivitas
antibakterial tersebut tergolong asam lemak (Metting dan Pyne 1986). Ekstrak
kasar intraselular Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium Guillard
dan
diekstraksi
menggunakan
pelarut
metanol
mempunyai
aktivitas
penghambatan terhadap bakteri B. subtilis, E. coli dan Pseudomonas sp (Pribadi
1998). Setyaningsih et al. (2006) melaporkan bahwa Chaetoceros gracilis yang
ditumbuhkan dalam medium Guillard menghasilkan ekstrak kasar (crude extract)
yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif Staphylococcus
aureus dan bakteri Gram negatif Vibrio harveyi.
Medium pertumbuhan untuk Chaetoceros gracilis pada
umumnya
Guillard, namun mikroalga ini juga dapat tumbuh dalam medium pupuk NPSi.
Penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa Chaetoceros gracilis yang
40
ditumbuhkan dalam medium NPSi tanpa penambahan CO2 menghasilkan berat
kering 0,16 g/L.
Ekstrak Chaetoceros gracilis yang ditumbuhkan dalam medium Guillard
mempunyai aktivitas antibakteri, namun ekstrak Chaetoceros gracilis yang
ditumbuhkan dalam medium NPSi belum diketahui aktivitas dan stabilitas
komponen aktifnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang aktivitas
antibakteri, potensi aktivitasnya dibandingkan antibiotik komersial, pengaruh
penyimpanan terhadap aktivitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis.
5.1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) Menganalisis aktivitas senyawa
antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis dibandingkan antibiotik komersial; (2)
Menganalisis stabilitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis yang
disimpan pada suhu rendah.
5.2 Bahan dan Metode
5.2.1 Bahan dan alat
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah mikroalga laut
jenis Chaetoceros gracilis yang merupakan koleksi dari Pusat Penelitian
Oseanografi,
LIPI, Jakarta.
Setelah Chaetoceros gracilis disegarkan,
selanjutnya dikultivasi di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan, Departemen
Teknologi Hasil Perairan.
Mikroalga sebagai bahan baku pada penelitian ini
dipanen pada akhir fase logaritmik. Bakteri uji yang digunakan meliputi bakteri
Gram positif (Bacillus cereus ATCC 13091, Staphylococcus aureus ATCC
25923), bakteri Gram negatif (Escherichia coli ATCC 25922 dan Vibrio harveyi).
Bahan kimia yang digunakan antara lain media untuk pertumbuhan Chaetoceros
gracilis, metanol, media Nutrien Agar, Mueller Hinton Agar, Nutrien Broth,
antibiotik komersial seperti kloramfenikol, tetrasiklin, oksitetrasiklin, ampisilin.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat untuk
kultivasi Chaetoceros gracilis seperti flask atau akuarium, pompa aerator, lampu,
luxmeter, dan sebagainya. Alat untuk panen biomasa terdiri dari filter keramik,
pompa filter. Peralatan untuk ekstraksi antara lain magnetic stirrer, rotary vacuum
evaporator, kertas cakram (paper disc), glass beads, vorteks, dan lain-lain. Alat
untuk uji aktivitas antibakteri antara lain clean bench, refrigerator, cawan petri,
mikro pipet, serta alat gelas lain yang digunakan di laboratorium.
41
5.2.2 Metode penelitian
Tahap penelitian ini untuk mengetahui aktivitas dan stabilitas ekstrak
Chaetoceros gracilis meliputi: (1) Kultivasi Chaetoceros gracilis dalam medium
NPSi dan pemanenan biomasanya; (2) Ekstraksi dan aktivitas antibakteri dari
ekstrak Chaetoceros gracilis; (3) Analisis potensi daya hambat antibakteri dari
ekstrak Chaetoceros gracilis dibandingkan antibiotik komersial; (4) Analisis
stabilitas ekstrak Chaetoceros gracilis selama penyimpanan.
(1) Kultivasi dan pemanenan Chaetoceros gracilis
Chaetoceros gracilis dikultivasi dalam flask atau akuarium yang berisi
medium NPSi, yang dilengkapi dengan aerasi.
Sebagai sumber cahaya
digunakan lampu neon 20 Watt (2500 lux) yang diberikan secara terus menerus.
Biomasa dipanen pada akhir fase logaritmik dengan cara filtrasi, selanjutnya
biomasa tersebut dikeringkan.
(2) Ekstraksi antibakteri dari Chaetoceros gracilis
Metode ekstraksi senyawa antibakteri dari Chaetoceros merupakan
modifikasi dari metode yang dilakukan Naviner et al. (1999) dan Wang (1999).
Biomas sel Chaetoceros gracilis yang
telah dikeringkan, dipecah selnya
menggunakan glass bead dan vorteks. Tujuan pemecahan sel ini antara lain
agar komponen aktif yang ada di dalam sel mudah keluar sehingga diperoleh
ekstrak intraseluler. Kemudian diekstraksi dengan pelarut metanol menggunakan
metode maserasi yang dikombinasi dengan pengadukan, lalu dilakukan
penyaringan menggunakan kertas saring Whatman 0,42 µm untuk memperoleh
filtrat. Filtrat dievaporasi menggunakan rotary vacuum evaporator pada suhu 3537 oC. Hasil ekstraksi yang diperoleh ditimbang dan dianggap sebagai ekstrak
kasar
(crude
extracts)
yang
mengandung
komponen
aktif.
Ekstraksi
menggunakan heksan juga dilakukan dengan metode yang sama. Perhitungan
nilai rendemen ekstrak adalah sebagai berikut:
Rendemen
A
100%
B
Keterangan:
A = Berat ekstrak intraseluler (gram)
B = Berat biomassa (gram)
42
5.2.3 Prosedur analisis
(1) Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis pada
Ekstrak yang diperoleh diaplikasikan pada beberapa jenis bakteri patogen
Gram negatif Escherichia coli ATCC 25922 dan Vibrio harveyi, serta bakteri
Gram positif Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Bacillus cereus ATCC
13091. Metode analisis yang digunakan adalah metode difusi agar.
1) Persiapan media pertumbuhan bakteri uji
- Media Nutrien Broth (NB) yang sudah disiapkan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi sebanyak 9 ml. Media NB diperlukan untuk menumbuhkan
bakteri uji dalam media cair
- Media Mueller Hinton Agar yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi masing-masing sebanyak 15 ml. Media ini digunakan untuk
menumbuhkan bakteri pada saat uji aktivitas antibakteri
- Media Nutrien Broth dan Mueller Hinton Agar selanjutnya disterilisasi ke
dalam autoklaf selama 15 menit, pada suhu 121 oC
- Bakteri-bakteri
uji
terlebih
dahulu
disegarkan
dengan
cara
menginokulasikan ke dalam media NB steril dan diinkubasi pada suhu 37
o
C (B. cereus, S. aureus, E. coli) dan 30 oC (V. harveyi). Setelah 24 jam
dilihat hasilnya, yaitu dengan mengamati kekeruhan pada media yang
digunakan.
Adanya kekeruhan menunjukkan bahwa bakteri yang
diinokulasikan mengalami pertumbuhan. Bakteri yang memiliki OD > 0,5 ini
digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri.
- Sterilisasi juga dilakukan pada sejumlah cawan petri yang diperlukan untuk
menumbuhkan bakteri, pada tip mikro pipet, paper disc, erlenmeyer, dan
botol sampel.
3)
Analisis senyawa antibakteri
- Bakteri uji sebanyak 20-50 µl dari suspensi dengan OD lebih besar dari 0.5
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi
15 ml media Mueller
Hinton Agar steril yang belum beku (suhu sekitar 45oC).
Kemudian
dihomogenkan dengan menggunakan vortex, selanjutnya dituangkan ke
dalam cawan petri. Tahap ini dilakukan terhadap semua bakteri uji yang
digunakan
- Media pada cawan petri tersebut didiamkan di dalam clean bench selama
sekitar 15 menit hingga membeku.
43
- Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan dengan metode difusi agar, yaitu
menggunakan kertas cakram (paper disc) berukuran 6 mm. Kertas cakram
steril yang telah disiapkan ditetesi sebanyak 10 µl ekstrak mikroalga yang
mengandung senyawa antibakteri.
Selanjutnya diletakkan pada cawan
petri yang berisi Mueller Hinton Agar yang telah memadat
- Cawan petri tersebut dimasukkan ke dalam refrigerator selama 30 menit
dengan maksud agar difusi ekstrak antibakteri dapat berjalan dengan baik,
kemudian diinkubasi ke dalam inkubator pada suhu 37 oC untuk E. coli, S.
aureus,
B. cereus dan 30 oC
untuk V. harveyi dengan posisi terbalik
selama 18 jam.
- Pengamatan dilakukan dengan mengukur zona bening di sekitar kertas
cakram (paper disc).
Daya hambat ekstrak antibakteri dari mikroalga
ditentukan dengan cara mengurangi diameter zona bening yang terbentuk
di sekitar kertas cakram dengan diameter kertas cakram yang mengandung
ekstrak.
Suatu zat aktif dikatakan memiliki potensi yang tinggi sebagai antibakteri,
jika pada konsentrasi rendah mempunyai daya hambat yang besar. Ketentuan
kekuatan antibakteri sebagai berikut: daerah hambatan 20 mm atau lebih berarti
sangat kuat, daerah hambatan 10-20 mm (kuat), daerah hambatan 5-10 mm
(sedang), daerah hambatan 5 mm atau kurang (lemah) (Davis dan Stout 1971).
(2) Analisis potensi daya hambat relatif antibakteri terhadap berbagai antibiotik
komersial
Sebelum dilakukan penentuan potensi daya hambat ekstrak C. gracilis,
dilakukan uji aktivitas penghambatan dari ekstrak dan beberapa antibiotik
komersial
terhadap bakteri
uji.
Potensi antibakteri dilakukan dengan
membandingkan diameter hambatan yang terbentuk di sekitar paper disc yang
telah diberi ekstrak dengan paper disc lain yang mengandung antibiotik
komersial (kloramfenikol, tetrasiklin, oksitetrasiklin, ampisilin dengan konsentrasi
300µg/disk). Potensi daya hambat dapat diukur dengan rumus sebagai berikut :
Diameter hambatan ekstrak
% Potensi daya hambat =
x 100 %
Diameter hambatan antibiotik
44
(3) Analisis stabilitas ekstrak antibakteri
Stabilitas ekstrak dilakukan untuk mengetahui pengaruh penyimpanan
terhadap kestabilan ekstrak Chaetoceros gracilis yang diperoleh.
Ekstrak C.
gracilis disimpan selama 1, 2 3, dan 6 bulan, selanjutnya diuji aktivitas
antibakterinya menggunakan metode difusi agar, seperti pada uji aktivitas
antibakteri.
5.3 Hasil dan Pembahasan
5.3.1 Ekstrak antibakteri dari C. gracilis
Ekstraksi senyawa antibakteri dilakukan dengan cara mengekstrak
senyawa aktif yang terkandung dalam sel Chaetoceros gracilis.
Ekstraksi
merupakan suatu proses yang secara selektif memisahkan beberapa zat yang
diinginkan dari campurannya dengan bantuan pelarut. Salah satu faktor penting
dan menentukan keberhasilan ekstraksi menggunakan pelarut adalah pemilihan
jenis pelarut yang digunakan. Pada penelitian ini ekstraksi dilakukan dengan
menggunakan pelarut organik, yaitu metanol dan heksan yang digunakan secara
terpisah. Metode ekstraksi menggunakan pelarut organik adalah sebagai berikut:
bahan yang akan diekstrak, kontak langsung dengan pelarut pada waktu tertentu,
kemudian diikuti dengan melakukan pemisahan bahan yang telah diekstrak
(Danesi 1992).
Tahap awal ekstraksi untuk biomas sel Chaetoceros gracilis pada
penelitian ini adalah pemecahan sel (cell disruption). Pemecahan sel dilakukan
menggunakan glass bead dan vorteks. Glass bead mampu memecah sel seperti
cyanobacteria, yeast, spora, dan mikroalga.
Efektivitas glass bead sebagai
pemecah sel tergantung dari ukuran glass bead dan lama pemecahan sel. Sel
bakteri akan pecah dengan lebih efektif menggunakan glass bead berukuran
0,1 mm, sedangkan glass bead 0,5 mm efektif untuk sel mikroalga. Jumlah glass
bead minimal 50% dari total volume larutan biomasa yang digunakan (Grima et
al. 2004). Secara umum semakin besar perbandingan glass bead dan volume
pelarut maka proses pemecahan selnya akan semakin cepat (Goldberg 2008).
Proses pemecahan sel akan mempermudah pemecahan struktur dinding sel
tersebut sehingga komponen dalam sel akan keluar dan terikat dalam pelarut
yang digunakan.
Pelarut yang digunakan pada tahap maserasi ini adalah metanol dan
heksan secara terpisah. Pada akhir tahap ekstraksi dihasilkan rata-rata
45
rendemen ekstrak kasar metanol sebesar 34,52%, dan ekstrak kasar heksan
sebesar 16,34%. Rendemen ekstrak metanol lebih besar dibandingkan ekstrak
heksan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harborne (1987) bahwa metanol
merupakan pelarut yang baik untuk semua tujuan ekstraksi awal.
Metanol
mampu mengekstraksi senyawa organik, sebagian lemak serta tanin (Heat dan
Reineccius 1986). Metanol termasuk ke dalam golongan alkohol yang
mempunyai berat molekul rendah.
Proses ekstraksi pada penelitian ini dilakukan dengan kombinasi
pemecahan sel dan pengadukan (stirring) yang menggunakan magnetic stirrer.
Proses stirring bertujuan untuk merusak dinding sel mikroalga, sehingga
komponen yang masih terdapat dalam sel dapat keluar dan memperbesar
kemungkinan tumbukan antara partikel, sehingga komponen yang telah keluar
dapat terikat serta larut dalam pelarut dan memperbesar pengikatan komponen
dengan pelarut yang digunakan. Ekstrak Chaetoceros gracilis disajikan pada
Gambar 8. Ekstrak Chaetoceros gracilis yang diperoleh berwarna coklat, lengket.
Hal ini sesuai dengan kandungan kimia Chaetoceros gracilis, dimana mikroalga
ini mengandung asam lemak.
Gambar 8 Ekstrak Chaetoceros gracilis
5.3.2 Aktivitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis
Senyawa antibakteri adalah senyawa yang dapat membunuh atau
menghambat pertumbuhan bakteri.
Bahan kimia yang dapat membunuh
organisme disebut sidal, misalnya bakterisidal, fungisidal dan algasidal. Bahan
bakterisidal merupakan bahan kimia yang memiliki aktivitas membunuh bakteri,
sedangkan bahan kimia yang dapat menghambat pertumbuhan organisme tetapi
tidak membunuh organisme tersebut disebut statik, misalnya bakteriostatik,
fungistatik, algasitik (Madigan et al. 2003).
Adanya aktivitas bakterisida dari
ekstrak mikroalga ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening (zona
hambatan) pada sekitar paper disc. Hasil uji aktivitas antibakteri dari ekstrak
Chaetoceros gracilis disajikan pada Tabel 2 dan Gambar 9.
Diameter zona
46
hambat ekstrak metanol dan ekstrak heksan selengkapnya disajikan pada
Lampiran 3 dan 4.
Tabel 2 Diameter zona hambat bakteri dari ekstrak C. gracilis
Vibrio
E. coli
harveyi ATCC 25922
Sampel
S. aureus
ATCC 25923
B. cereus
ATCC 13091
Diameter zona hambat (mm)
Ekstrak metanol
6±0,4
4±0,5
6±0,6
7±0,8
Ekstrak heksan
7±0,4
4±0,5
6±0,5
8±0,5
Kloramfenikol
35±0,7
35±0,7
31±0,7
35±0,7
Metanol
0
0
0
0
Heksan
0
0
0
0
Berdasarkan Tabel 2 dapat dikatakan bahwa
C. gracilis yang
ditumbuhkan dalam medium NPSi menghasilkan senyawa aktif yang bersifat
antibakterial, yang memiliki aktivitas penghambatan terhadap Staphylococcus
aureus ATCC 25923, Vibrio harveyi, Escherichia coli ATCC 25922, Bacillus
cereus ATCC 13091 (Gambar 9).
Diameter zona hambat yang dihasilkan dari ekstrak-heksan relatif lebih
besar dibanding ekstrak-metanol. Hal ini sesuai dengan sifat heksan yang non
polar yang mana menarik senyawa non polar seperti asam lemak, sehingga
aktivitas ekstrak heksan (crude extracts) yang dihasilkan lebih besar. Pelarut
metanol dan heksan tidak menghambat pertumbuhan bakteri uji, hal ini
ditunjukkan dengan hasil uji aktivitas antibakteri negatif atau tidak ada zona
hambat. Diameter zona hambat dari kloramfenikol lebih besar daripada ekstrak
yang diperoleh dari ekstraksi, karena kloramfenikol memiliki tingkat kemurnian
yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak Chaetoceros gracilis, yang mana ekstrak
Chaetoceros gracilis masih merupakan ekstrak kasar (crude extract).
47
EH
EH
H
H
K
M
K
M
EM
EM
Bacillus cereus
Staphylococcus aureus
EH
H
K
EH
M
EM
Vibrio harveyi
K
H
M
EM
Escherichia coli
Gambar 9 Zona hambat ekstrak Chaetoceros gracilis pada bakteri uji
(EH = ekstrak heksan; EM = ekstrak metanol; K = kloramfenikol;
M =metanol; H = heksan)
Pada penelitian ini adanya aktivitas antibakteri pada Chaetoceros gracilis
diduga karena kandungan asam lemaknya. Hal ini sesuai dengan pernyataan
Wang (1999) serta Metting dan Pyne (1986) bahwa komponen aktif dari
Chaetoceros adalah asam lemak. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa
aktivitas antibakteri dari ekstrak heksan lebih besar daripada ekstrak metanol.
Heksan merupakan pelarut yang baik untuk melarutkan lemak dibandingkan
metanol, diduga asam lemak yang terlarut dalam heksan lebih banyak
dibandingkan dalam metanol, sehingga aktivitasnya lebih besar.
Penelitian antibakteri dari Chaetoceros juga telah dilakukan oleh Wang
(1999), yang mana melaporkan bahwa budidaya kekerangan dan moluska yang
menggunakan Chaetoceros sebagai pakannya, memberikan efek antibiotik alami
yang
dapat membebaskan hewan air tersebut dari bakteri patogen Vibrio
sehingga sea food ini aman untuk dikonsumsi. Selain itu ekstrak alga laut
Chaetoceros menunjukkan aktivitas antibakteri yang dapat menghambat
48
pertumbuhan bakteri seperti Methicilline Resistant Staphylococcus aureus
(MRSA), Vancomycin Resistant Enterococcus (VRE), Vibrio vulnificus, Vibrio
cholerae.
5.3.3 Potensi relatif antibakteri dari ekstrak C. gracilis dibandingkan
antibiotik komersial
dengan
Ekstrak C. gracilis yang diperoleh dibandingkan potensi daya hambatnya
terhadap beberapa jenis antibiotik komersial seperti kloramfenikol, ampisilin,
tetrasiklin dan oksitetrasiklin.
Hal ini bertujuan untuk melihat sejauh mana
ekstrak Chaetoceros gracilis memiliki potensi daya hambat terhadap bakteri uji
bila dibandingkan dengan antibiotik komersial tersebut.
Hasil pengamatan aktivitas antibakteri dari ekstrak Chaetoceros gracilis
dan antibiotik komersial terhadap bakteri uji dapat dilihat Gambar 10, sedangkan
diameter zona hambat dan potensi relatif selengkapnya disajikan pada Lampiran
5 dan 6. Ekstrak Chaetoceros gracilis yang dikultivasi pada medium NPSi
memiliki aktivitas daya hambat terhadap pertumbuhan beberapa bakteri patogen,
namun aktivitasnya lebih kecil dibandingkan dengan antibiotik komersial seperti
kloramfenikol, ampisilin, tetrasiklin dan oksitetrasiklin.
Hal ini dikarenakan
ekstrak Chaetoceros gracilis yang digunakan masih merupakan ekstrak kasar
(crude extracts).
Mekanisme penghambatan setiap antibiotik tidak sama satu dengan
lainnya.
Kloramfenikol merupakan antibiotik yang awalnya diisolasi dari
Streptomyces venesuelae pada tahun 1947, kini diproduksi secara sintetik,
memiliki
spektrum
penghambatan
yang
luas,
bersifat
bakteriostatik,
mengganggu sintesis protein bakteri, bereaksi dengan unit 50S ribosom dan
akan menghambat pembentukan ikatan peptida pada rantai polipeptida yang
sedang terbentuk (Naim 2003).
Diameter zona hambat (mm)
49
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
Ekstrak
Kloramfenikol
Ampisilin
Tetrasiklin Oksitetrasiklin
Gambar 10 Diameter zona hambatan dari ekstrak dan antibiotik komersial
terhadap pertumbuhan bakteri (
= B. cereus;
= V. harveyi)
Tetrasiklin
merupakan
kelompok
antibiotik
yang
dihasilkan
oleh
Streptomyces. Beberapa antibiotik yang segolongan dengan tetrasiklin adalah
oksitetrasiklin, klortetrasiklin dan demetilklortetrasiklin.
Antibiotik ini bersifat
bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterisidal pada konsentrasi tinggi.
Efek
tetrasiklin terhadap bakteri adalah menghambat transpor silang membran dan
menghambat metabolisme fosforilasi oksidatif dan glukosa. Golongan tetrasiklin
yang
pertama
Streptomyces
ditemukan
aureofaciens.
adalah
klortetrasiklin
Kemudian
yang
ditemukan
dihasilkan
oleh
oksitetrasiklin
dari
Streptomyces rimosus. Tetrasiklin sendiri dibuat secara semisintetik dari
klortetrasiklin, tetapi dapat juga diperoleh dari spesies Streptomyces lain.
Golongan tetrasiklin termasuk antibiotika yang bersifat bakteriostatik dan bekerja
dengan jalan menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling
sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotika tetrasiklin ke dalam ribosom
bakteri Gram negatif; pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik,
kedua ialah sistem transportasi aktif. Setelah antibiotika tetrasiklin masuk ke
dalam ribosom bakteri, maka berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi
masuknya komplek tRNA-asam amino pada lokasi asam amino, sehingga bakteri
tidak dapat berkembang biak. Tetrasiklin menghambat perlekatan tRNA yang
membawa asam amino ke ribosom sehingga penambahan asam amino ke rantai
polipeptida yang sedang dibentuk terhambat (Naim 2003).
Ampisilin merupakan salah satu dari penisilin sintetik yang diproduksi
secara kimiawi dari modifikasi sisi rantai penisilin. Antibiotik ini masuk ke dalam
50
membran luar bakteri Gram negatif menembus ke peptidoglikan yang kemudian
mengganggu sintesis dinding sel bakteri dengan cara mengganggu cross linking
peptidoglikan.
Sintesis dinding sel mungkin terjadi tetapi cross linking tidak
terjadi, sehingga dinding sel menjadi lebih lemah dan terjadi autolisis, lama
kelamaan sel mengalami lisis.
Potensi relatif penghambatan ekstrak Chaetoceros gracilis terhadap
antibiotik komersial disajikan pada Gambar 11. Aktivitas daya hambat masingmasing antibiotik komersial terhadap V. harveyi dan B. cereus
tidak sama.
Potensi relatif ekstrak C. gracilis dibandingkan antibiotik komersial seperti
kloramfenikol, ampisilin, tetrasiklin dan oksitetrasiklin terhadap Vibrio harveyi
berturut-tutrut sebesar 21,18, 21, dan 22 % pada konsentrasi 300 µg/disc.
Artinya kemampuan ekstrak C. gracilis dalam menghambat pertumbuhan V.
harveyi masih rendah. Potensi relatif ekstrak C. gracilis dibandingkan antibiotik
komersial seperti kloramfenikol, ampisilin, tetrasiklin dan oksitetrasiklin terhadap
Bacillus cereus berturut-turut sebesar 21, 18, 18, dan 18% pada konsentrasi 300
µg/disc.
Artinya
kemampuan ekstrak
C.
gracilis
dalam
menghambat
pertumbuhan B. cereus juga masih rendah.
Potensi relatif (%)
25
20
15
10
5
0
Kloramfenikol
Ampisilin
Tetrasiklin
Oksitetrasiklin
Antibiotik
Gambar 11 Potensi relatif daya hambat ekstrak C. gracilis terhadap 4 jenis
antibiotik komersial pada konsentrasi sama (
= B. cereus;
= V. harveyi )
Rendahnya
kemampuan
ekstrak
Chaetoceros
gracilis
dalam
menghambat pertumbuhan bakteri ini diduga karena ekstrak Chaetoceros gracilis
yang digunakan merupakan ekstrak kasar, sedangkan antibiotik komersial
51
merupakan senyawa antibiotik yang lebih murni, selain itu masing-masing
memiliki mekanisme penghambatan yang berbeda.
Berdasarkan Gambar 11
juga dapat dikatakan bahwa masing-masing senyawa antimikroba
memiliki
kemampuan penghambatan terhadap bakteri yang berbeda. Naim (2003)
menyatakan bahwa mode kerja dari kloramfenikol adalah mengikat ribosom 50S
dan menghambat aktivitas peptidil transferase. Tetrasiklin dan oksitratseklin
merupakan antibiotik yang mempunyai mode kerja menghambat sintesis protein,
mengikat ribosom 30 S, sedangkan ampisilin mengganggu sintesis dinding sel
bakteri dengan cara mengganggu cross linking peptidoglikan.
5.3.4 Stabilitas ekstrak Chaetoceros gracilis selama penyimpanan
Penyimpanan dapat mempengaruhi stabilitas aktivitas suatu komponen
aktif. Metode penyimpanan bahan yang mengandung komponen aktif yang tidak
benar dapat menurunkan aktivitasnya.
Pada penelitian ini ekstrak disimpan
dalam freezer pada refrigerator dengan suhu sekitar -18 - (-20)oC selama
beberapa bulan. Analisis aktivitas antibakteri dilakukan pada ekstrak yang telah
disimpan selama 1, 2, 3 dan 6 bulan. Aktivitas antibakteri dari ekstrak C. gracilis
selama penyimpanan dapat dilihat pada Gambar 12, sedangkan diameter zona
hambat selengkapnya disajikan pada Lampiran 7.
Ekstrak Chaetoceros gracilis termasuk bahan alami. Pada penelitian ini,
ekstrak Chaetoceros gracilis yang disimpan pada suhu rendah sampai 6 bulan
masih memiliki aktivitas antibakteri yang sama dengan awal.
Berdasarkan
Gambar 12 dapat dikatakan bahwa aktivitas ekstrak Chaetoceros gracilis
selama penyimpanan tidak berubah, dimana diameter hambatan pada bakteri V.
harveyi 6 mm, pada bakteri E. coli 4 mm, S. aureus 6 mm, dan B. cereus 7 mm.
Hal ini menunjukkan bahwa penyimpanan suhu rendah dapat mempertahankan
aktivitas antibakteri.
Diameter zona hambat (mm)
52
8
7
6
5
4
3
2
1
0
0 bulan
1 bulan
2 bulan
3 bulan
6 bulan
Gambar 12 Aktivitas antibakteri ekstrak C. gracilis selama penyimpanan dalam
refrigerator (
= V. harveyi;
= E. coli;
= S. aureus;
= B. cereus)
Hasil penelitian ini didukung oleh Akbar (2008) yang menyebutkan
bahwa ekstrak C. gracilis yang ditumbuhkan dalam mendium Guillard pada suhu
ruang, dan disimpan selama 2 bulan pada suhu rendah (-18 oC) masih memiliki
aktivitas antibakteri sama dengan awal. Ekstrak yang disimpan selama 2 bulan
memiliki aktivitas antibakteri sama dengan ekstrak yang tidak disimpan.
5.4 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulka bahwa:
(1) Aktivitas antibakteri dari ekstrak C. gracilis lebih kecil (diameter zona hambat
7±0,8 mm untuk B. cereus dan 6 ±0,8 mm untuk V. harveyi) dibandingkan
antibiotik kloramfenikol (diameter zona hambat 34 ±1,0 mm untuk untuk B.
cereus dan 34 ±1,1 mm untuk V. harveyi), ampisilin (39 ±1,0 mm untuk untuk
B. cereus dan 29 ±1,4 mm untuk V. harveyi), tetrasiklin (32 ±1,1 mm untuk
untuk B. cereus dan 34 ±1,1 mm untuk V. harveyi), dan oksitetrasiklin (32
±1,1 mm untuk untuk B. cereus dan 33 ±1,4 mm untuk V. harveyi), sehingga
spektrum penghambatannya belum menyamai antibiotik komersial.
(2) Potensi relatif ekstrak C. gracilis terhadap antibiotik komersial masih kecil,
yaitu 21 %; 18 %; 21 %; 22 % terhadap kloramfenikol, ampisilin, tetrasiklin,
oksitetrasiklin untuk Bacillus cereus, serta 18 %; 21 %; 18 %; 18 % terhadap
kloramfenikol, ampisilin, tetrasiklin, oksitetrasiklin untuk Vibrio harveyi.
(3) Ekstrak C. gracilis yang disimpan selama 6 bulan pada suhu –18- (-20) oC
masih memiliki aktivitas antibakteri yang sama dengan yang disimpan pada 0,
1, 2 dan 3 bulan
Download