BAB II KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

advertisement
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Sejarah Kota Jakarta
Sejarah Jakarta bermula dari sebuah bandar kecil di muara sungai
Ciliwung sekitar 500 tahun silam. Selama berabad-abad kemudian kota bandar
ini
berkembang
menjadi
pusat
perdagangan
internasional
yang
ramai.
Pengetahuan awal mengenai Jakarta terkumpul sedikit melalui berbagai prasasti
yang ditemukan di kawasan bandar tersebut. Keterangan mengenai kota Jakarta
sampai dengan awal kedatangan para penjelajah Eropa dapat dikatakan sangat
sedikit.
Laporan para penulis Eropa abad ke-16 menyebutkan sebuah kota
bernama Kalapa, yang tampaknya menjadi bandar utama bagi sebuah kerajaan
Hindu bernama Sunda, beribu kota Pajajaran, terletak sekitar 40 kilometer di
pedalaman, dekat dengan kota Bogor sekarang. Bangsa Portugis merupakan
rombongan besar orang-orang Eropa pertama yang datang ke bandar Kalapa.
Kota ini kemudian diserang oleh seorang muda usia, bernama Fatahillah, dari
sebuah kerajaan yang berdekatan dengan Kalapa. Fatahillah mengubah nama
Sunda Kalapa menjadi Jayakarta pada 22 Juni 1527. Tanggal inilah yang
sekarang diperingati sebagai hari lahir kota Jakarta. Orang-orang Belanda
datang pada akhir abad ke-16 dan kemudian menguasai Jayakarta.
Nama Jayakarta diganti menjadi Batavia. Keadaan alam Batavia yang
berawa-rawa mirip dengan negeri Belanda, tanah air mereka. Mereka pun
membangun kanal-kanal untuk melindungi Batavia dari ancaman banjir. Kegiatan
pemerintahan kota dipusatkan di sekitar lapangan yang terletak sekitar 500 meter
dari bandar. Mereka membangun balai kota yang anggun, yang merupakan
kedudukan pusat pemerintahan kota Batavia. Lama-kelamaan kota Batavia
berkembang ke arah selatan. Pertumbuhan yang pesat mengakibatkan keadaan
lingkungan cepat rusak, sehingga memaksa penguasa Belanda memindahkan
pusat kegiatan pemerintahan ke kawasan yang lebih tinggi letaknya. Wilayah ini
dinamakan Weltevreden.
Semangat nasionalisme Indonesia dicanangkan oleh para mahasiswa di
Batavia pada awal abad ke-20. Sebuah keputusan bersejarah yang dicetuskan
pada tahun 1928 yaitu Sumpah Pemuda berisi tiga buah butir pernyataan , yaitu
bertanah air satu, berbangsa satu, dan menjunjung bahasa persatuan :
Indonesia. Selama masa pendudukan Jepang (1942-1945), nama Batavia diubah
7
lagi menjadi Jakarta. Pada tanggal 17 Agustus 1945 Ir. Soekarno membacakan
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Jakarta dan Sang Saka Merah Putih
untuk pertama kalinya dikibarkan. Kedaulatan Indonesia secara resmi diakui
pada tahun 1949. Pada saat itu juga Indonesia menjadi anggota Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB). Pada tahun 1966, Jakarta memperoleh nama resmi
Ibukota Republik Indonesia. Hal ini mendorong laju pembangunan gedunggedung perkantoran pemerintah dan kedutaan negara sahabat. Perkembangan
yang cepat memerlukan sebuah rencana induk untuk mengatur pertumbuhan
kota Jakarta. Sejak tahun 1966, Jakarta berkembang dengan mantap menjadi
sebuah kota metropolitan modern. Kekayaan budaya berikut pertumbuhannya
yang dinamis merupakan sumbangan penting bagi Jakarta menjadi salah satu
kota metropolitan terkemuka pada abad ke-21.
Pemerintahan Kota Jakarta
Berdasarkan luas wilayah dan jumlah penduduk, Jakarta berkedudukan
sebagai Provinsi, setingkat dengan Provinsi lain yang ada di Indonesia. Sebagai
sebuah Provinsi, Jakarta dikepalai oleh seorang Gubernur yang bertanggung
jawab langsung kepada Presiden Republik Indonesia melalui Menteri Dalam
Negeri. Kota Jakarta memiliki posisi ganda sebagai kota Provinsi dan Ibukota
negara, maka Jakarta memperoleh status sebagai Daerah Khusus Ibukota (DKI).
Badan Perencana Pembangunan Daerah (BAPPEDA) menetapkan kebijakan
yang merupakan petunjuk bagi badan-badan pemerintah daerah serta membantu
Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam menetapkan kebijakankebijakan mengenai perencanaan strategis, pembangunan, dan keuangan untuk
wilayah DKI Jakarta. DKI Jakarta terdiri dari lima kotamadya dan satu kabupaten
administratif, yang berkedudukan sebagai daerah swatantra tingkat dua, di
bawah pengawasan kantor Gubernur. Kelima kotamadya tersebut adalah Jakarta
Utara, Jakarta Timur, Jakarta Barat, Jakarta Selatan, Jakarta Pusat dan
Kabupaten Kepulauan Seribu. setiap kotamadya dikepalai oleh seorang walikota
yang
membantu
mempersiapkan
perencanaan
wilayahnya,
sedangkan
Kepulauan Seribu dikepalai oleh seorang bupati yang bertanggung jawab dalam
bidang keuangan. Masing-masing wilayah kota membawahi sejumlah kecamatan
dan kelurahan. Di seluruh DKI Jakarta terdapat 43 kecamatan dan 265
kelurahan.
8
Letak dan Luas Areal
Jakarta terletak pada lintang 106°22’42" Bujur Timur sampai 106°58’18"
Bujur Timur dan 5°10’12" Lintang Selatan sampai 6°23’54" Lintang Selatan. Luas
wilayah Jakarta berdasarkan SK Gubernur Nomor 1227 tahun 1989, adalah
berupa daratan seluas 661,59 km2 dan berupa lautan seluas 6.977,5 km2.
Wilayah DKI Jakarta memiliki tidak kurang 110 buah pulau yang tersebar di
Kepulauan Seribu, dan sekitar 27 sungai/kanal/saluran yang digunakan sebagai
sumber air minum, usaha perikanan dan usaha perkotaan dan tentunya sangat
penting bagi kehidupan dan penghidupan kota. Wilayah Kota Jakarta dapat
dikategorikan sebagai daerah datar. Ketinggian tanah dari pantai Jakarta sampai
ke Banjir Kanal berkisar antara 0-10 m di atas permukaan laut, diukur dari titik 0
Tanjung Priok. Sedangkan dari banjir Kanal sampai batas paling selatan dari
wilayah DKI berkisar antara 5-50 m di atas permukaan laut. Perbukitan rendah
yang ada pada daerah sebelah Selatan Banjir Kanal dibentuk mengikuti pola
daerah aliran sungai-sungai yang ada. Wilayah Utara sampai sekitar 10 km ke
arah Selatan maksimal tinggi 7 m di atas titik peil Priok. Pada lokasi tertentu
justru letaknya berada di bawah permukaan laut. Bagian Selatan Banjir Kanal
relatif lebih berbukit-bukit dibandingkan dengan wilayah Utara (Biro Pusat
Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2004).
Di sebelah Utara membentang pantai dari Barat sampai ke Timur
sepanjang ± 35 km yang menjadi tempat bermuaranya 9 buah sungai dan 2 buah
kanal. Di sebelah Utara DKI Jakarta berbatasan langsung dengan Laut Jawa,
sebelah Timur berbatasan dengan Bekasi, sebelah Selatan berbatasan dengan
Bogor dan Depok dan sebelah Barat berbatasan dengan Tanggerang. Wilayah
administrasi Provinsi DKI Jakarta terdiri dari lima wilayah kotamadya dan satu
kabupaten administratif, yang berkedudukan sebagai daerah swatantra tingkat
dua dibawah pengawasan kantor gubernur. Kelima wilayah kota tersebut masingmasing dipimpin oleh walikotamadya, yaitu Kotamadya Jakarta Utara (154,01
km2), Kotamadya Jakarta Barat (126,25 km2), Kotamadya Jakarta Timur (187,73
km2), Kotamadya Jakarta Pusat (47,90 km2) dan Kotamadya Jakarta Selatan
(145,73 km2), serta Kabupaten Kepulauan Seribu (11,8 km2).
9
Kondisi Geologis dan Iklim
Geologis
Seluruh dataran terdiri dari endapan Pleistocene terdapat ± 50 m di bawah
permukaan tanah. Bagian selatan terdiri atas lapisan alluvial, sedang dataran
rendah pantai merentang ke bagian pedalaman sekitar 10 km. Di bawahnya
terdapat lapisan endapan yang lebih tua yang tidak tampak pada permukaan
tanah karena tertimbun seluruhnya oleh endapan alluvium. Di wilayah bagian
utara baru terdapat pada kedalaman 10-25 m, makin ke selatan permukaan
keras semakin dangkal 8-15 m. Pada bagian kota tertentu terdapat juga lapisan
permukaan tanah yang keras dengan kedalaman 40 m.
Iklim
Suhu rata-rata per tahun sekitar 280C, curah hujan rata-rata sebesar 1.596
mm per tahun dengan curahan tertinggi di bulan Januari 381 mm, terendah pada
bulan Agustus 70 mm. Kelembaban nisbi rata-rata berkisar antara 76%-85% dan
gerah. Angin yang berhembus di Jakarta adalah angin laut, angin darat dan
angin musim (monsoon). Monsoon adalah angin yang terjadi karena adanya
perbedaan benua dan samudera. Adanya pemanasan yang cukup tinggi antara
daratan dan lautan menyebabkan pola tekanan dari kedua tempat tersebut
berbeda. Sehingga pada siang hari bertiup angin laut karena pada siang hari
daratan lebih panas daripada lautan. Sebaliknya pada malam hari daratan lebih
cepat dingin daripada lautan maka bertiuplah angin darat (Irwan, 1997). Data
jumlah curah hujan rata-rata, tekanan udara, kelembaban dan arah angin kota
Jakarta tahun 1994 sampai dengan 2004 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah curah hujan rata-rata, tekanan udara, kelembaban dan arah
angin Kota Jakarta tahun 1994-2004
Tahun
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
Curah Hujan
(mm)
1.755,00
1.138,00
2.288,90
1.599,00
1.896,80
1.916,80
1.913,80
924,50
2.448,00
1.714,20
1.575,00
Tekanan
(mbs)
1.011,30
1.010,80
1.010,50
1.009,70
1.010,50
1.009,60
1.010,17
1.018,53
1.009,62
1.009,99
1.010,40
Sumber : Badan Meteorologi & Geofisika, 2004
Kelembaban
(%)
78,40
77,30
76,40
77,10
78,10
78,10
77,00
73,00
77,00
77,00
74,00
Arah Angin
(point)
107,50
330,00
212,10
212,10
-
10
Perkembangan kota menyebabkan suhu di kawasan kota naik sekitar 0,40
2,1 C. Perbedaan suhu yang sangat nyata pada malam hari dan siang hari.
Perbedaan suhu minimum kota lebih tinggi dari 2,90C sedangkan suhu
maksimum sekitar 1,40C. Penelitian yang dilakukan oleh Adiyanti (1993) dalam
Widyawati et al (2005) menunjukkan bahwa suhu harian Jakarta di daerah
pinggiran seperti di Pasar Minggu dan tengah kota atau di sekitar Bandara
sangat berbeda. Pada daerah pinggiran kota, perbedaan suhu siang dan malam
hari hanya sekitar 4,95°C. Di tengah kota, perbedaan tersebut sangat besar
hingga mencapai 7,30°C. Perbedaan suhu juga disebabkan oleh tutupan lahan di
sekitarnya. Pada daerah dengan tutupan lahan rumput ataupun pepohonan,
suhu udara tidak menunjukkan perubahan yang tajam antara siang dan malam
hari. Sementara daerah dengan gedung-gedung tinggi ataupun tutupan aspal
yang terbuka menunjukkan perubahan suhu yang tajam.
Pusat Penelitian Geografi Terapan pada tahun 1997 yang melakukan
penelitian serupa, menunjukan bahwa dari interpretasi citra Landsat TM bulan
September 1997 diketahui bahwa suhu terendah Jakarta pada saat itu adalah
antara 20-22°C sedangkan suhu tertinggi > 38°C. Suhu terendah terdapat di
daerah-daerah tampungan air. Wilayah sekitar daerah tampungan air memiliki
suhu yang tidak berbeda jauh, yakni 24-26°C. Di sebagian pinggiran Jakarta
masih ada wilayah dengan suhu antara 24-28°C. Namun demikian, wilayah yang
terluas, lebih dari 70%, memiliki suhu 28-30°C. Pada wilayah terluas ini terdapat
beberapa lokasi yang menunjukkan suhu yang lebih tinggi, yakni 30-32°C.
Kondisi Sosial Budaya dan Ekonomi
Kependudukan
Jumlah penduduk DKI Jakarta berdasarkan hasil registrasi penduduk
pertengahan tahun 2003, tercatat sebanyak 7,44 juta jiwa. Jika luas wilayah
Jakarta sekitar 661,5 Km2 berarti kepadatan penduduknya mencapai 11,2 ribu
per
Km2,
sehingga
menjadikan
Provinsi
ini
sebagai
wilayah
terpadat
penduduknya di Indonesia. Berdasarkan data yang diperoleh dari Biro Pusat
Statistik tahun 2003, diperoleh bahwa penduduk laki-laki lebih banyak dari
penduduk perempuan, seperti yang tampak dari Sex Ratio yang lebih besar dari
100. Sedangkan status kewarganegaannya terdiri dari WNI sebanyak 7,45 juta
jiwa dan WNA sebanyak 4,71 ribu jiwa. Sementara itu pendidikan tertinggi yang
ditamatkan oleh penduduk usia 10 tahun ke atas pada jenjang SLTP/SLTA
11
sekitar 60,01%. Sementara untuk jenjang maksimal tamat SD sekitar 21,36%,
sedangkan jenjang Akademik/PT sebanyak 8,43%. Data pertumbuhan penduduk
kota Jakarta tahun 1999-2003 disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Pertumbuhan penduduk Kota Jakarta tahun 1999-2003
No
1
2
3
4
5
Kotamadya
Jakarta Selatan
Jakarta Timur
Jakarta Pusat
Jakarta Barat
Jakarta Utara
Jumlah
1999
1966113
2053141
1107606
1541004
1158656
7828519
Jumlah Penduduk
2000
2001
2002
1733397
2051222
1056088
1558238
1179756
7580701
1674780
2061911
929259
1565420
1192009
7425380
1691320
2082920
922242
1567522
1179026
7443030
2003
1701555
2094586
897941
1567571
1176355
7440011
r (%)
2003-1999
-3,41
0,50
-5,01
0,43
0,39
-1,25
Sumber : Biro Pusat Statistika 2003
Ket
: r adalah rata-rata pertumbuhan penduduk
Meskipun tingkat pertumbuhan penduduk mengalami penurunan, berkat
program KB yang dinilai berhasil, Jumlah penduduk yang sudah terlampau besar
serta pendatang baru yang cenderung terus bertambah, maka pengaruh
keberhasilan program KB tersebut tidak terlihat nyata hasilnya. Menurut
Soemarwoto (2006), menyatakan bahwa penduduk Jakarta berjumlah 8 juta
orang, tetapi pada hari kerja siang hari penduduknya melonjak menjadi 12 juta.
Empat juta orang setiap hari keluar-masuk Jakarta dari kota-kota satelitnya
(Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi).
Selama ini Pemda DKI Jakarta terus melakukan upaya untuk menyusun
tata ruang perkotaan yang tepat dan memikirkan bagaimana memberi ruang
hidup, makanan, air bersih, pelayanan kesehatan, obat-obatan, pendidikan,
pekerjaan, perumahan dan prasarana transportasi serta berbagai kebutuhan
lainnya kepada penduduk DKI Jakarta. Sementara upaya transmigrasi penduduk
juga terus-menerus dilakukan. Tahun 2003 sebanyak 250 KK atau sekitar 1.021
jiwa diberangkatkan ke Sumatera. Tujuan transmigrasi tersebut adalah wilayah
Sumatera Selatan dan Jambi masing-masing sebanyak 60,14% dan 39,86%.
Perekonomian
Di bidang ekonomi, pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta sampai
dengan tahun 2007 diharapkan akan tetap positif sebagaimana pertumbuhan
yang dicapai pada tahun 2000 dan 2001. Sebelum krisis ekonomi, pertumbuhan
ekonomi Provinsi DKI Jakarta mencapai rata-rata 7% - 8% per tahun, kemudian
selama puncak krisis tahun 1998 dan 1999, pertumbuhan mangalami kontraksi
masing-masing sebesar -17,5% dan -0,29%. Kinerja ekonomi mulai menunjukkan
12
pertumbuhan positif pada tahun 2000 dan 2001 yaitu mencapai masing-masing
3,98% dan 3,64%. Diharapkan untuk tahun 2002 sampai dengan 2007 tetap
akan tercapai pertumbuhan positif antara 4% hingga 6 % per tahun. Hal ini pun
masih akan tergantung pada seberapa jauh keseimbangan politik, penegakan
hukum dan ketertiban masyarakat dapat dicapai dan diperlukan untuk
mendukung aktivitas ekonomi secara kondusif lima tahun kedepan.
Selanjutnya peningkatan diharapkan dapat ditekan dibawah 2 digit per
tahun selama lima tahun kedepan. Seperti telah diketahui, pada tahun 1998 telah
terjadi hiper-inflasi yang mencapai 74,4%, walaupun kemudian dapat ditekan
menjadi sebesar 1,80% pada tahun 1999. Sedangkan untuk tahun 2000 dan
2001 peningkatan mencapai masing-masing 10,29% dan 11,52%, cukup tinggi
namun tidak dapat dihindari karena kebijakan nasional menaikkan harga BBM
dan tarif listrik untuk mengurangi subsidi, serta merosotnya nilai tukar rupiah.
Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang positif, diharapkan angka
pengangguran tahun 2002-2007 terus akan menurun dan dapat ditekan tidak
lebih besar dari 10% mulai tahun 2003. Seperti diketahui pada tahun 1999 angka
pengangguran mencapai angka tertinggi sebesar 13,2% kemudian turun pada
tahun 2000 dan 2001 menjadi 12,08% dan 11,32%. Hal ini ditandai pula oleh
mulai bergeraknya kembali sektor dunia usaha terutama pada industri,
perdagangan dan jasa, sebagai pilar utama perekonomian Provinsi DKI Jakarta.
Kondisi Ruang Terbuka Hijau (RTH)
Menurut Inmendagri No. 5 tahun 1988, luasan RTH yang ideal bagi suatu
kota adalah 40%, maka idealnya Kota Jakarta dengan luas 661,59 km2
membutuhkan luas RTH seluas 264,64 km2. Sejarah pembangunan RTH Kota
Jakarta sampai sekarang hanya tinggal cerita, penurunan signifikan target luasan
RTH merupakan wujud dari ketidakkonsistenan kebijakan Pemprov DKI dalam
mengembangkan RTH kota. Walaupun dari dulu Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta telah membuat berbagai macam program penghijauan. Diawali Gerakan
Penghijauan Kota (1970); Program Hijau Pertamanan Kota (1975); Gerakan
Memasyarakatkan Keindahan, Kebersihan, dan Keteduhan Lingkungan Hidup
(1980); Program Pembangunan Kota Jakarta Berwawasan Lingkungan dengan
Program Pembangunan Hutan Kota (1984); Program Penghijauan Bantaran
Sungai (1988); Program Penghijauan Sejuta Pohon dan Program Penghijauan
13
Sadpraja (1992); Program Jakarta Teduh, Hijau Royo-royo, dan Berkicau (2000);
dan Program Jakarta Hijau (2003).
Jika dalam Rencana Induk Djakarta 1965-1985 ditargetkan luas RTH
sebesar 37,2% (sangat ideal), maka dalam Rencana Umum Tata Ruang (RUTR)
Jakarta 1985-2005 target luas RTH dipangkas menjadi 25,85% (cukup ideal).
Belum puas, luasan RTH dipotong lagi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Jakarta 2000-2010 dengan target hanya sebesar 13,94% (tidak ideal).
Sementara itu, luas RTH di lapangan hanya berkisar 9% (50,53 ha) dari total luas
Kota Jakarta yang 66.152 ha (Joga, 2004).
Menurut Basuni dan Dahlan (2003), luas hutan kota di Provinsi DKI Jakarta
sampai dengan tahun 2003 baru sekitar 370,26 ha dan diantaranya telah
ditetapkan dengan Surat Keputusan Gubernur seluas 140,70 ha yang terdiri dari
10 unit dan tersebar di lima kota. Luas tiap unit berkisar antara 1,75 – 55,40 ha.
Hutan kota lainnya, yaitu sebanyak 13 unit yang luasnya secara keseluruhan
mencapai 229,52 ha sedang dalam proses penetapan. Luasan hutan kota
tersebut tersebar di lima wilayah kota dan meliputi berbagai jenis hutan,
pemakaman, ruang-ruang yang berfungsi sebagai pengamanan, serta lahan
pertanian. Angka ini setara dengan 13,94% dari luas total DKI Jakarta. Namun
demikian, target luas maupun penyebaran hutan kota pada tahun 2010 tersebut
belum ditentukan secara eksplisit.
Persentase ini sangat kurang bila dibandingkan dengan kebutuhan. Tak
heran jika Jakarta kini terus menuai bencana banjir di musim hujan dan
kelangkaan air bersih di musim kemarau, serta kebakaran yang terus merajalela.
Jika dihitung berdasarkan penelitian Lembaga Bina Landsekap, Universitas
Trisakti (2003) dalam Widyastuti (2005) dengan RTH sebesar 13,94%, Jakarta
hanya memiliki kapasitas resapan air sekitar 54% dan kapasitas pengendali
udara sebesar 40%. Bunuh diri ekologis yang dikatakan JO Simmonds sejak
1960-an sebenarnya dialami Kota Jakarta.
DKI pernah memilki RTH sekitar 49% pada tahun 1970-an, tetapi pada
pertengan tahun 1980-an, RTH sudah menyempit menjadi sekitar 36%. Pada
tahun 1999, RTH yang tertinggal sangat sedikit hanya sekitar 7000-an ha atau
sekitar 11%. Perkembangan luas hutan kota DKI Jakarta Tahun 1979-2003
disajikan pada Gambar 1.
14
35000,00
32110,30
30990,32
Luas (ha)
30000,00
27014,23
23551,35
25000,00
20000,00
15000,00
10000,00
7246,64
6190,00
1999
2003
5000,00
0,00
1972
1976
1979
1985
Tahun
Luas hutan kota (ha)
(Sumber : Litbang Kompas, diolah dari Bappeda DKI Jakarta, 2005)
Gambar 1. Perkembangan luas hutan kota DKI Jakarta Tahun 1979 – 2003
Peruntukan RTH sudah banyak mengalami perubahan, Pemprov DKI
menggusur Taman Pemakaman Umum Blok P sekitar 4 ha (1997) menjadi
Kantor Wali Kota Jakarta Selatan (2003), dan menggusur 1.003 makam di TPU
Menteng Pulo di Jakarta Selatan (2001). Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme
berhasil menggusur sebagian hutan lindung Muara Angke menjadi perumahan
Pantai Indah Kapuk, hutan bakau merosot tajam dari 1.200 ha (1998) menjadi
327 ha (2003). Sebagian Waduk Pluit dibangun Mega Mal Pluit, hutan kota
Tomang diganti Mal Taman Anggrek, kawasan Gelora Bung Karno disesaki
Plaza Senayan dan Hotel Mulia (Joga, 2004).
Dalam rencana tata ruang tahun 2005, RTH terbagi kepada tiga daerah;
Barat laut, Timur laut dan Selatan Jakarta. Dalam rencana periode selanjutnya,
rencana tahun 2010 hanya bagian Selatan yang diprioritaskan sebagai kawasan
hijau selain sempadan sungai. Bagian Timur laut Jakarta, meliputi Kelapa
Gading, Cakung, Marunda, Rorotan, Rawa Terate, Pademangan Timur, dan
Sunter Agung tidak lagi diperuntukan sebagai kawasan hijau melainkan
direncanakan menjadi daerah pemukiman dan kawasan ekonomi prospektif,
yaitu kawasan yang memiliki nilai strategis dalam pengembangan kota. Bagian
Barat laut yang meliputi Kapuk, Kapuk Muara, dan Kamal Muara juga bernasib
sama karena tingginya kebutuhan perumahan dan perkembangan kegiatan
perkotaan. Data luas tanah dan penggunaanya di kota Jakarta tahun 2004
disajikan pada Tabel 3.
15
Tabel 3. Luas tanah dan penggunaannya Kota DKI Jakarta Tahun 2004
Kotamadya
Perumahan
Industri
10.428,43
13.542,84
2.968,84
9.032,34
7.495,36
320,76
43.788,57
236,08
1.130,13
92,93
512,17
2.171,39
275,17
4.417,87
Jakarta Selatan
Jakarta Timur
Jakarta Pusat
Jakarta Barat
Jakarta Utara
Kep. Seribu
Jumlah
Perkantoran
dan
Penggudangan
1.757,50
1.798,45
1.068,65
1.253,93
1.474,61
92,71
7.445,85
Taman
190,91
217,77
170,04
209,41
126,56
914,69
Lainnya
Luas
Tanah
1.960,07
2.083,80
489,54
1.607,15
2.952,07
491,77
9.584,40
14.573
18.773
4.790
12.615
14.220
1.181
66.152
Sumber : BPS Provinsi DKI Jakarta, 2004
Pengembangan RTH merupakan keharusan yang tidak dapat ditoleransi.
Pembangunan fisik bangunan diwajibkan vertikal bukan horizontal lagi, yang
telah menggusur RTH, baik legal maupun ilegal. Refungsionalisasi dan relokasi
pemukiman liar yang berdiri di atas bantaran jalur hijau rel kereta api, kali,
tegangan tinggi, atau di bawah jalan layang. Salah satu kelemahan yang sedang
dan terus berjalan dalam pembangunan hutan kota di kota Jakarta pada saat ini
adalah adanya pemanfaatan terhadap daerah tidak terbangun, dan kelemahan
ini
diperkuat
dengan
konsep
pembangunannya
yang
berorientasi
dan
berbasiskan fungsi ekonomi.
Sampai akhir tahun 2004, RTH yang telah ada seluas 6,19 ha atau 9% dari
luas DKI Jakarta. Masih ada pekerjaan rumah untuk mencapai 13,94%.
Kepadatan penduduk di daerah Selatan dan juga di daerah lain yang lebih
rendah dibandingkan dengan daerah padat penduduk, seperti Duri Utara, Duri
selatan, Kredang dan Kali Anyar di Jakarta Barat serta Galur di Jakarta Pusat
bisa menjadikan kondisi yang kondusif bagi Pemprov untuk mensosialisasikan
program RTH ataupun pengalihan kepemilikan lahan menjadi aset pemda
(Widyastuti, 2005).
Berdasarkan data Dinas Pertamanan, tercatat 37 lokasi RTH dengan luas
mencapai 11.928 m2. Lokasi ini digarap Dinas dan Suku Dinas Pertamanan.
Dinas Pertamanan sendiri mengelola 14 RTH di DKI dengan luas 3.392 m2,
selebihnya digarap oleh Suku Dinas (Afriatni, 2005). Penyebaran ruang terbuka
hijau Provinsi DKI Jakarta Tahun 2002 disajikan pada Tabel 4. Sedangkan peta
lokasi hutan kota Provinsi DKI Jakarta Tahun 2003 disajikan pada Gambar 3.
16
Tabel 4. Penyebaran ruang terbuka hijau Provinsi DKI Jakarta Tahun 2002
No.
A
B
C
D
E
Lokasi Area
Jakarta Utara
1. Kebun Bibit Kamal Muara
2. Hutan Wisata Kamal Muara
3. Hutan Lindung Angke Timur
4. Cagar Alam Muara Angke
5. HK Waduk Sunter
6. HK Waduk Pluit
7. HK Kemayoran
8. KB Sukapura
9. KB Kamal
Jakarta Selatan
1. HK Kampus UI
2. HK KB Ragunan
3. HK Situ Babakan
4. HK Situ Mangga Bolong
5. HK Pondok Indah
6. HK Makam Blok P
7. KB Ragunan
8. KB Cianjur
9. KB Lebak Bulus
10. Petukangan Utara
Jakarta Barat
1. HK Srengseng
2. KB Meruya Utara
3. KB Kembangan
4. KB Cengkareng
Jakarta Timur
1. HK Mabes ABRI Cilangkap
2. HK Halim PK
3. HK PT. JIEF
4. HK Arb. Cibubur
5. HK Komplek Koppasus
6. HK Gd. Pemuda Cibubur
7. KB Ujung Menteng
8. KB Cilangkap
9. KB Agro Wisata Cibubur
10. KB Cibubur
11. KB Kelapa Dua Wetan
12. KB Condet
Jakarta Pusat
1. HK Manggala Wanabhakti
Potensi (Ha)
Status Pemilikan
10,51
99,82
44,76
25,02
8,50
13,44
4,60
65,16
3,69
Dep. Kehutanan
Dep. Kehutanan
Dep. Kehutanan
Dep. Kehutanan
BPL Sunter
BPL Pluit
DP3 Kemayoran
Distanhut
Distanhut
54,40
10,00
5,00
5,00
1,00
1,00
14,76
10,05
1,43
4,15
Univ. Indonesia
KBR Ragunan
DPU DKI Jakarta
DPU DKI Jakarta
Perum Pondok Indah
Pemda DKI Jakarta
Distanhut
Distanhut
Distanhut
Distanhut
15,00
0,28
2,24
10,13
Distanhut
Distanhut
Distanhut
Distanhut
15,00
3,50
19,50
25,00
10,00
10,00
3,06
19,05
11,61
11,90
0,48
0,16
Mabes ABRI
TNI AU
PT. JIEF
BKSDA DKI
Kopasus
Menpora
Distanhut
Distanhut
Distanhut
Distanhut
Distanhut
Distanhut
4.00
Dept. Kehutanan
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (2002)
17
1. Hutan Kota Kemayoran
Kawasan hutan ini merupakan kawasan bekas bandara Kemayoran,
dimana
penetapan
lokasinya
didasarkan
atas
surat
Mensesneg
No.
R/34/M/Sekneg/16/1987, yang merupakan bagian ruang terbuka hijau lingkungan
komplek Pekan Raya Jakarta (PRJ). Secara geografis terletak pada 6010'07" LS
dan 106038'32" BT. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan wilayah
Kotamadya Jakarta Pusat, Kecamatan Kemayoran. Konfigurasi lapang kawasan
ini merupakan hamparan dataran, dengan ketinggian 4 meter dari permukaan
laut. Kawasan hutan kota ini dibangun menyusur jalan raya dengan ketebalan
rata-rata 30-40 meter. Kawasan ini berfungsi sebagai pengendali polutan,intrusi
air laut dan sarana rekreasi dengan luasan ± 4,6 ha.
2. Hutan Lindung Angke Kapuk
Fungsi Hutan Lindung Angke Kapuk antara lain : a). sebagai pengatur tata
air, b). pencegah bencana banjir, c). pencegah erosi, d). pemelihara kesuburan
tanah, e). sebagai kawasan pelindung sistem penjaga kehidupan. Secara umum
jenis tumbuhan/vegetasi yang tumbuh di Hutan Lindung Angke Kapuk sangat
homogen, hampir seluruh kawasan ditumbuhi oleh Api-api (Avicennia sp) dan
Bakau -bakauan (Rhizophora sp). Ketebalan hutan lindung berkisar 40 - 60 meter
dan areal ini menjadi barier (pengaman) kawasan yang baik.
Letak dan luas Hutan Lindung Angke Kapuk sesuai dengan Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor: 67/kpts-II/1995 seluas 44,76 Ha yang terletak
memanjang sejajar pantai sepanjang 5 Km dengan lebar 100 meter dari garis
pasang surut pantai. Luas hutan lindung terbagi menjadi dua yaitu oleh kali
Cengkareng Drain di sebelah timur seluas 16,26 ha dengan panjang 2,1 Km dan
sebelah Barat oleh Cengkareng Drain seluas 28,50 ha dengan panjang 2,2 Km.
Secara administratif termasuk dalam dua kelurahan yaitu kelurahan Kapuk
Muara dan kelurahan Kamal Muara, Kecamatan Penjaringan Kotamadya Jakarta
Utara. Batas-batas kawasan Hutan Lindung : Sebelah timur berbatasa dengan
Kali Angke/Suaka Marga Satwa Muara Angke, sebelah Selatan berbatasan
dengan perumahan Pantai Indah Kapuk (PIK), sebelah Barat berbatasan dengan
Taman Wisata Alam, dan sebelah Utara berbatasan langsung dengan Laut Jawa.
18
3. Hutan Kota Manggala Wana Bhakti
Hutan komplek perkantoran Departemen Kehutana pada hakekatnya telah
ditetapkan sebagai wahana penyangga lingkungan fisik perkotaan, dan sebagai
koleksi pelestarian plasma nutfah dari berbagai macam jenis pepohanan yang
mencerminkan kekayaan jenis hutan tropis Indonesia. Terletak di halaman
gedung Departemen Kehutanan, sedangkan secara geografis terletak pada
60103'16" LS dan 106046"11" BT. Secara administratif masuk pada wilayah
Jakarta Selatan, Kecamatan Keboyaran Baru, Kelurahan Senayan.
Konfigurasi lapang kawasan ini merupakan hamparan pelataran gedung
perkantoran Departemen Kehutanan yang dibentuk berdasarkan kaidah landscap
sekitar bentuk dan bangunan. Alokasi penataannya dipaduserasikan dengan
area perparkiran tempat istirahat bagi pengemudi dan dilengkapi sarana umum.
Kawasan ini selain berfungsi sebagai kawasan penyangga lingkungan fisik kritis
perkotaan khususnya pencemaran udara dan kawasan lindung pelestarian
koleksi keanekaragaman jenis dan plasma nutfah juga dimanfaatkan sebagai
tempat peristirahatan pengemudi.
4. Hutan Kota Srengseng
Hutan kota Srengseng yang ditetapkan dengan SK Gubernur Provinsi DKI
Jakarta No. 202 tahun 1995 membentang dengan luas mencapai 15 ha.
Kawasan
ini berfungsi sebagai pelestarian sumber plasma nutfah, kawasan
resapan air, menekan kadar polusi udara, penelitian ilmu dan teknologi. Hutan
kota Srengseng memiliki bentang atau konfigurasi lahan yang beragam; lahan
datar, bergelombang hingga danau dan pulau yg berada di tengah-tengah
kawasan. Keanekaragaman flora dan faunanya merupakan keunikan tersendiri
karena bentuk atau morfologi dan karakteristik masing-masing spesies beragam.
Beberapa jenis tumbuhan (flora) yang dapat dijumpai pada kawasan hutan
kota Srengseng adalah ; Matoa/Rambutan Irian (Pometia pinata), Cempaka
(Michelia champaka), Kayu Manis (Cinamomun burmanii), Tanjung (Mimusops
elengi), Pilang (Acacia vilosa), Buah Nona (Anona squamosa), Sirsak (Anona
muricata), Buni (Antidesma bunius), Saga (Denantera sp), Bambu (Bambusa
spp), Bacang (Mangifera foetida), bambu Kuning (Bambusa sp), Nyamplung
(Calophylium inophylum), Kenari (Canarium comune), Asam Landi (Piteilobium
dulce), Beringin (Ficus benjamina), Rukem (Flacaurtia sp), jakaranda (Jacaranda
equaisetifolia), Bungur (Lagerstroemia speciosa), Mangga (Mangifera spp),
Bunga Saputangan (Manilota glandifora), Kersen (Mutingia cabora), Cemara
19
(Casuarina
equisetifolia),
cauliflora),
Flamboyan
(Paraserianthes
(Casuarina
(Delonix
falcataria),
sumatrana),
regia),
Ketapang
Sempur
(Terminalia
Nam-nam
(Cinometra
(Delinia
sp),
Sengon
catapa),
Pong-pongan
(Oroxylus indicum), Akasia Mangium (Acacia mangium), Salam (Eugenia sp),
Dadap Merah (Eritrea crystagali), Trembesi/Ki Hujan (Samanea saman), Bunga
Kupu-kupu (Bauhemia purpurea), Sawo Kecik (Manilkara kauki), Akasia Daun
Kecil (Acacia auriculiformis), Jati (Tektona grandis), Mahoni (Swietenia
macrophylla), Bintaro, Damar (Agathis damara), Lamtoro Nipah (Nypa frutikan)
serta berbagai macam tumbuhan semak dan tanaman hias. Sedangkan fauna
(hewan) yang dapat dijumpai pada kawasan ini berupa satwa liar antara lain
adalah Burung Raja Udang, Emprit. Beberapa jenis reptil yaitu Kadal (Mabula
sp), Biawak (Varanus salvator), Famili Rodentia dan berbagai macam serangga
(kupu-kupu belalang, gasir dan orong-orong).
5. Hutan Kota Komplek Lanud Halim
Hutan kota Lanud Halim Perdana Kusumah, merupakan bagian dari ruang
terbuka hijau Komplek Angkatan Udara RI, yang ditetapkan berdasarkan SK.
Komandan Lanud No. Shep/14/X/1988, tanggal 21 Oktober 1988. Kawasan ini
pada hakekatnya telah ditetapkan sebagai wahana penyangga lingkungan
kedirgantaraan dan sebagai wahana koleksi pelestarian plasma nutfah dari
berbagai macam jenis pepohonan yang sekaligus bergabung dengan lapangan
Golf Halim.
Pada Awalnya kawasan ini direkomendasikan seluas 300 ha, tetapi
sekarang tinggal 70 ha, karena keperluan lahan untuk perluasan komplek.
Secara geografis terletak pada 60407'11" LS dan 106047’10" BT dan berada pada
wilaya kota Jakarta Timur Kecamatan Makasar, Kelurahan Halim Perdana
Kusuma. Wujud hutan kota ini tertata berbeda dengan kawasan hijau
disekitarnya, yang merupakan hamparan padang Golf. Hal ini dimasudkan
sebagai upaya pemanfaatan fungsi dan jasa biologis tumbuhan dalam meredam
kebisingan suara kapal terbang yang berjarak 700 meter dari pusat perkantoran
Lanud Halim. Kawasan ini diperuntukan sebagai kawasan penyangga lingkungan
fisik kritis perkotaan dari gangguan kebisingan juga merupakan wahana koleksi
keanekaragaman jenis dan plasma nutfah, dan sebagai sarana rekreasi serta
olah raga.
20
6. Hutan Kota Kampus Universitas Indonesia
Hutan kota kampus Universitas Indonesia ditetapkan berdasarkan SK.
Rektor UI No. 84/SK/12/1988, tanggal 31 Oktober 1988, dengan nama Mahkota
Hijau, yang difungsikan sebagai wilayah resapan air, wahana koleksi pelestarian
plasma nutfah, wahana penelitian dan sarana rekreasi alam. Hutan kota kampus
UI seluas 90 ha yang secara geografis terletak pada 60104'15" LS dan 106048’
12" BT. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan 55,4 ha kawasan ini
termasuk wilayah kota Jakarta Selatan, Kecamatan Jagakarsa, Kelurahan
Srengseng Sawah.
Konfigurasi lapangan merupakan hamparan landai dengan kisaran 3-8%
(76,4 ha) dan bergelombang ringan dengan kemiringan lereng 8-25% (13,6 ha)
pada ketinggian tempat 74 meter dari permukaaan laut. Dalam alokasinya
pembangunan hutan kota di kawasan ini terdiri dari dua kelompok yaitu (a)
pembangunan ekosistem perairan seluas 9 ha dan (b) pembangunan hutan kota
seluas 45,5 ha.
7. Hutan Kota ABRI Cilangkap
Hutan kota Mabes ABRI Cilangkap, penunjukan lokasinya berdasarkan
atas persetujuan Asisten Logistik Mabes ABRI surat No. B/2.2/4-07/03/154/S log,
tanggal 19 Oktober 1988, yang merupakan bagian ruang terbuka hijau
lingkungan komplek yang telah diupayakan sebelumnya. Luas kawasan kota ini
semula direkomendasikan 60 ha dan kini 15 ha . Secara geografis terletak pada
60103'00" LS dan 106037’51" BT. Terletak di wilayah kota Jakarta Timur,
Kecamatan Pasar Rebo, Kelurahan Cilangkap dan terletak 3-4 km di sebelah
tenggara komplek Taman Mini Indonesia Indah.
Konfigurasi lapang kawasan ini merupakan hamparan dataran, dengan
ketinggian 40 meter dari permukaan laut dengan kisaran kemiringan lereng 02%. Kawasan ekosisitem tandoon air (situ buatan) di dalam komplek Mabes
ABRI Cilangkap. Kawasan ini berfungsi sebagai kawasan penyangga resapan
air, wahana koleksi keanekaragaman jenis dan plasma nutfah dan sangtuari
satwa, kawasan rekreasi dan olah raga bagi ABRI.
Download