Instrumen Hukum HAM

advertisement
Perspektif Hukum
Internasional atas Hak Asasi
Manusia (HAM)
Hikmahanto Juwana
SH (UI), LL.M (Keio University, Jepang),
Ph.D (University of Nottingham, Inggris)
Guru Besar Hukum Internasional
Fakultas Hukum UI
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
1
PEMAHAMAN DASAR
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
2
Apa itu Hukum dan Apa itu HAM?

Definisi Hukum atau HAM akan bergantung
pada persepsi


Salah satu persepsi Hukum adalah sebagai suatu
cabang/disiplin ilmu
Salah satu cara untuk memberikan persepsi
terhadap HAM adalah dengan menyebut
karakteristiknya
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
3
Mengapa HAM dipermasalahkan
dalam Hukum Internasional?

Bayangkan dua kejadian berikut:

Bisakah Saudara melihat anak tetangga dipukuli
sampai sekarat oleh orang tuanya?


Apa yang bisa Saudara lakukan, bila memanggil polisi
bukan suatu opsi?
Bila ada dua orang berkelahi perlukah aturan
sehingga perkelahian mereka dilakukan secara
terhormat?
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
4
Kejadian 1


Keinginan agar anak tidak diperlakukan
secara semena-mena oleh orang tua
merupakan keinginan dari semua pihak
Permasalahannya apa yang bisa kita lakukan
terhadap anak tetangga, mengingat anak
tersebut tidak berada di rumah kita?
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
5



Apakah kita bisa begitu saja memasuki rumah
tetangga kita?
Bila bisa, apakah kita tidak akan dianggap
memasuki rumah orang lain tanpa izin?
Lalu apa legitimasi kita untuk mencampuri
urusan orang lain?
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
6

Gambaran diatas dapat digunakan sebagai
analogi salah satu permasalahan HAM dalam
perspektif hukum internasional





Anak merupakan warga negara suatu negara
Orang tua merupakan Pemerintah
Perlakuan secara semena-mena merupakan analogi dari
pelanggaran HAM
Rumah dapat diibaratkan sebagai kedaulatan negara
Kepedulian kita sebagai tetangga adalah kepedulian
negara lain
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
7
Kejadian 2



Bila ada orang berkelahi dan menggunakan segala
cara, apakah kondisi seperti ini dapat dibenarkan?
Tentu ini tidak dapat dibenarkan, disini diperlukan
aturan-aturan dan rambu-rambu yang harus dipatuhi
sehingga adu jotos seperti yang terjadi di ring tinju
Pertanyaannya adalah siapa yang membuat aturan
tersebut? Apakah masing-masing pihak yang
berkelahi?
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
8




Gambaran diatas dapat memberi pencerahan
dalam hal Negara berperang satu sama lain
Orang yang berkelahi dianalogikan sebagai
Negara
Perkelahian adalah Perang
Pertanyaannya adalah apakah perang harus
dilakukan secara beradab atau tidak?
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
9



Bila perang harus dilakukan secara beradab dimana
beradab-tidaknya perang ditentukan pada ada
tidaknya aturan maka aturan apa yang harus berlaku
dan siapa yang membentuknya?
Satu hal yang jelas, aturan yang dibuat oleh satu
negara tidak mungkin diberlakukan kepada negara
lain yang memiliki kedaulatan
Disinilah pentingnya Hukum Internasional
mengingat cabang ilmu hukum ini yang melandasi
hubungan antar negara
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
10

Berdasarkan dua kejadian yang digambarkan,
yang menjadi rumusan masalah HAM dalam
konteks hukum internasional adalah:
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
11
Rumusan Masalah Pertama
Bagaimana sebuah (atau sejumlah) negara
dapat membuat negara lain agar
menghormati HAM warga negaranya,
sementara ada prinsip ‘larangan campur
tangan (non-intervention principle)’ dimana
negara dilarang untuk terlibat dalam urusan
internal negara lain?
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
12
Rumusan Masalah Kedua
Bagaimana agar dalam konflik bersenjata
ada aturan-aturan yang dipatuhi oleh pihakpihak yang berkonflik sehingga konflik
dianggap beradab dan menjunjung HAM
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
13
Menjawab Rumusan Masalah Pertama


Dalam rumusan masalah pertama, masalah
muncul karena dipicu pertentangan antara
keinginan agar orang dihormati harkat
martabatnya dimana saja di muka bumi ini
dengan masalah kedaulatan negara
Untuk menerobos sekat kedaulatan negara
maka dilakukan cara pembentukan instrumen
internasional yang mengatur masalah HAM
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
14

Instrumen internasional dapat berbentuk:



Deklarasi (bukan merupakan produk hukum
internasional); dan
Perjanjian internasional (merupakan produk
hukum internasional)
Instrumen internasional diikuti oleh Negara,
bukan individu ataupun entitas hukum lainnya
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
15
Menjawab Rumusan Masalah Kedua


Dalam rumusan masalah kedua, masalah
muncul karena dalam konflik bersenjata
diperlukan aturan berikut sanksi yang
bukan merupakan produk nasional
Aturan ini harus dapat disepakati oleh
negara-negara yang merupakan
masyarakat internasional
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
16


Berdasarkan kebutuhan inilah sejak lama
masyarakat internasional membentuk
berbagai aturan yang dikualifikasikan sebagai
hukum internasional untuk diberlakukan pada
masa perang
Bentuk dari aturan ini adalah


Perjanjian internasional; dan
Kebiasaan hukum internasional
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
17
INSTRUMEN INTERNASIONAL
GUNA MENJUNJUNG HAM
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
18
Pembicaraan HAM dalam Kerangka
Hukum Internasional



HAM sebenarnya sudah dibicarakan sejak
lama dalam hukum internasional
Dalam perang misalnya, pemenang perang
tidak dapat bertindak sesuka hati terhadap
pihak yang kalah
Perang harus dilakukan dengan
memperhatikan aturan-aturan yang
melindungi manusia



Hanya saja pengaturan HAM dalam kerangka hukum
internasional lebih bagi bangsa-bangsa yang
memiliki peradaban tertentu
Bila peradaban suatu bangsa lebih rendah daripada
peradaban bangsa lain maka HAM tidak
diberlakukan
TIdak heran penjajahan dan perbudakan terjadi oleh
bangsa Eropa terhadap bangsa non-Eropa
Pergeseran Paradigma I



Pada tahun 1940-an dengan maraknya sejumlah
bangsa yang dijajah memerdekakan diri, paradigma
HAM mulai berubah
Kesadaran bangsa terjajah terhadap HAM semakin
tinggi yang membuahkan kemerdekaan bagi negara
baru
Kemerdekaan ini kebanyakan adalah kemerdekaan
oleh bangsa non-Eropa dari bangsa Eropa



Kemerdekaan sebagai hak asasi muncul dalam
berbagai terminologi hukum internasional, seperti
right to self determination, right to govern dan lainlain
Pada tahun 1948, Perserikatan Bangsa-Bangsa
mendeklarasikan Universal Declaration of Human
Rights (10 Desember)
Deklarasi berisi hak-hak dasar dari manusia tanpa
membedakan warna kulit, asal usul, agama, etnis dan
lain sebagainya
Pergeseran Paradigma II



HAM dalam kerangka hukum internasional bergeser
menjadi sarana Negara yang telah mapan untuk
mengawasi, memantau dan memastikan agar
Pemerintah Negara Berkembang tidak melakukan
pelanggaran HAM
Ini karena ada fenomena dimana pemerintahan
Negara Berkembang mudah melakukan pelanggaran
HAM terhadap rakyatnya
Berbagai instrumen internasional dirancang dan
dibuat dengan harapan Negara Berkembang turut
serta dalam instrumen tersebut

Instrumen ini antara lain adalah:

ILO Conventions







Convention concerning Abolition of Forced Labor
Convention concerning Minimum Age for Admission to
Employment
Convention concerning Discrimination in Respect of
Employment and Occupation
Convention concerning the Prohibition and Immediate Action for
the Elimination of the Worst Forms of Child Labor
Conventions on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination
Convention on the Rights of Child
Convention against Torture and Cruel, Inhuman or
Degrading Treatment or Punishment


Bila perjanjian internasional bidang HAM
diikuti oleh Negara Berkembang maka ada
kewajiban bagi Negara tersebut untuk
melakukan transformasi terhadap aturanaturan yang ada dalam perjanjian
internasional ke dalam hukum nasional
Namun, sebagaimana dialami juga oleh
Indonesia, berbagai masalah muncul

Permasalahan antara lain:




Perjanjian internasional setelah diratifikasi tidak
ditindaklanjuti
Peraturan perundang-undangan yang
bertentangan tidak diamandemen
Ketentuan yang belum diatur tidak mendapat
pengaturan
Implementasi tidak terjadi karena berbagai
kendala, seperti tidak memadainya infrastruktur
pendukung hukum
Pergeseran Paradigma III





HAM dalam kerangka Hukum Internasional
digunakan sebagai alat politik oleh negara-negara
tertentu yang memiliki kepentingan
Sebagai instrumen politik, HAM dijadikan pengganti
alat kolonial
Masalah perdagangan dikaitkan dengan HAM
Masalah Keamanan dikaitkan dengan HAM
Masalah Ekonomi dan Politik juga dikaitkan dengan
HAM


Perlu kewaspadaan bila HAM dijadikan
instrumen politik oleh Negara
DIsini yang diperlukan bukan semangat antiHAM tetapi penggunaan AKAL
Katagorisasi Instrumen Internasional


Bila diidentifikasi, telah banyak instrumen
internasional yang mengatur HAM
Berbagai instrumen internasional ini dapat
dilakukan katagori yang pada prinsipnya
meneguhkan HAM dari manusia, melindungi
mereka yang lemah, seperti kaum perempuan,
anak, tahanan dan mereka yang sedang
menghadapi proses hukum, kelompok
minoritas dan buruh
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
29
International Bill of Human Rights





Universal Declaration of Human Rights
International Covenant on Economic, Social and
Cultural Rights
International Covenant on Civil and Political Rights
Optional Protocol to the International Covenant on
Civil and Political Rights
Second Optional Protocol to the International
Covenant on Civil and Political Rights, aiming at the
abolition of the death penalty
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
30
Human Rights Defenders

Declaration on the Right and Responsibility
of Individuals, Groups and Organs of Society
to Promote and Protect Universally
Recognized Human Rights and Fundamental
Freedoms
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
31
Right of self-determination


Declaration on the Granting of Independence
to Colonial Countries and Peoples
General Assembly resolution 1803 (XVII) of
14 December 1962, "Permanent sovereignty
over natural resources"
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
32
Prevention of discrimination



United Nations Declaration on the
Elimination of All Forms of Racial
Discrimination
International Convention on the Elimination
of All Forms of Racial Discrimination
International Convention on the Suppression
and Punishment of the Crime of Apartheid
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
33




International Convention against Apartheid in Sports
Discrimination (Employment and Occupation)
Convention
Convention against Discrimination in Education
Protocol Instituting a Conciliation and Good Offices
Commission to be responsible for seeking a
settlement of any disputes which may arise between
States Parties to the Convention against
Discrimination in Education
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
34



Equal Remuneration Convention
Declaration on the Elimination of All Forms of
Intolerance and of Discrimination based on Religion
or Belief
Declaration on Fundamental Principles concerning
the Contribution to the Mass Media to Strengthening
Peace and International Understanding, to the
Promotion of Human Rights and to Countering
Racialism, Apartheid and Incitement to War
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
35


Declaration on Race and Racial Prejudice
Declaration on the Rights of Persons
Belonging to National or Ethnic, Religious
and Linguistic Minorities
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
36
Rights of Women



Declaration on the Elimination of All Forms
of Discrimination against Women
Convention on the Elimination of All Forms
of Discrimination against Women
Declaration on the Elimination of Violence
against Women
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
37



Convention on the Political Rights of Women
Declaration on the Protection of Women and
Children in Emergency and Armed Conflict
Optional Protocol to the Convention on the
Elimination of Discrimination against Women
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
38
Rights of the Child




Declaration on the Rights of the Child
Convention on the Rights of the Child
Optional protocol to the Convention on the
Rights of the Child on the involvement of
children in armed conflict
Optional protocol to the Convention on the
Rights of the Child on the sale of children,
child prostitution and child pornography
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
39

Declaration on Social and Legal Principles
relating to the Protection and Welfare of
Children, with Special Reference to Foster
Placement and Adoption Nationally and
Internationally
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
40
Slavery, Servitude, Forced Labour and
similar institutions and practices






Slavery Convention
Protocol amending the Slavery Convention
Supplementary Convention on the Abolition of
Slavery, the Slave Trade,and Institutions and
Practices Similar to Slavery
Forced Labour Convention
Abolition of Forced Labour Convention
Convention for the Suppression of the Traffic in
Persons and of the Exploitation of the Prostitution of
Others
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
41
Human Rights in the Administration of
Justice




Standard Minimum Rules for the Treatment of
Prisoners
Basic Principles for the Treatment of Prisoners
Body of Principles for the Protection of All Persons
under Any Form of Detention or Imprisonment
United Nations Rules for the Protection of Juveniles
Deprived of the Liberty
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
42



Declaration on the Protection of All Persons from
Being Subjected to Torture and Other Cruel,
Inhuman or Degrading Treatment or Punishment
Convention against Torture and Other Cruel,
Inhuman or Degrading Treatment or Punishment
Optional Protocol to the Convention against Torture
and Ohter Cruel, Inhuman or Degrading Treatment
or Punishment
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
43




Principles on the Effective Investigation and
Documentation of Torture and Other Cruel, Inhuman
or Degrading Treatment or Punishment
Principles of Medical Ethics relevant to the Role of
Health Personnel,particularly Physicians, in the
Protection of Prisoners and Detainees against
Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading
Treatment or Punishment
Safeguards guaranteeing protection of the rights of
those facing the death penalty
Code of Conduct for Law Enforcement Officials
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
44





Basic Principles on the Use of Force and Firearms
by Law Enforcement Officials
Basic Principles on the Role of Lawyers
Guidelines on the Role of Prosecutors
United Nations Standard Minimum Rules for Noncustodial Measures (The Tokyo Rules)
United Nations Guidelines for the Prevention of
Juvenile Delinquency (The Riyadh Guidelines)
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
45





United Nations Standard Minimum Rules for the
Administration of Juvenile Justice ("The Beijing Rules")
Declaration of Basic Principles of Justice for Victims of
Crime and Abuse of Power
Basic Principles on the Independence of the Judiciary
Declaration on the Protection of All Persons from Enforced
Disappearances
Principles on the Effective Prevention and Investigation of
Extra-legal, Arbitrary and Summary Executions
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
46
Freedom of Association




Freedom of Association and Protection of the
Right to Organise Convention
Right to Organise and Collective Bargaining
Convention
Workers' Representatives Convention
Labour Relations (Public Service) Convention
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
47
Employment




Employment Policy Convention
Convention (No. 154) concerning the
Promotion of Collective Bargaining
Convention (No. 168) concerning
Employment Promotion and Protection
against Unemployment
Convention (No. 169) concerning Indigenous
and Tribal Peoples in Independent Countries
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
48
Marriage, Family and Youth



Convention on Consent to Marriage,
Minimum Age for Marriage and Registration
of Marriages
Recommendation on Consent to Marriage,
Minimum Age for Marriage and Registration
of Marriages
Declaration on the Promotion among Youth
of the Ideals of Peace, Mutual Respect and
Understanding between Peoples
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
49
Social welfare, progress and
development





Declaration on Social Progress and Development
Declaration on the Rights of Mentally Retarded
Persons
Principles for the protection of persons with mental
illness and the improvement of mental health care
Universal Declaration on the Eradication of Hunger
and Malnutrition
Declaration on the Use of Scientific and
Technological Progress in the Interests of Peace and
for the Benefit of Mankind
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
50






Guidelines for the Regulation of Computerized
Personal Data Files
Declaration on the Rights of Disabled Persons
Declaration on the Right of Peoples to Peace
Declaration on the Right to Development
International Convention on the Protection of the
Rights of All Migrant Workers and Members of
Their Families
Universal Declaration on the Human Genome and
Human Rights (UNESCO)
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
51
Right to enjoy culture, international
cultural development and co-operation


Declaration of the Principles of International
Cultural Co-operation
Recommendation concerning Education for
International Understanding, Co-operation
and Peace and Education relating to Human
Rights and Fundamental Freedoms
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
52
Nationality, Statelessness, Asylum and
Refugees








Convention on the Nationality of Married Women
Convention on the Reduction of Statelessness
Convention relating to the Status of Stateless Persons
Convention relating to the Status of Refugees
Protocol relating to the Status of Refugees
Statute of the Office of the United Nations High
Commissioner for Refugees
Declaration on Territorial Asylum
Declaration on the Human Rights of Individuals Who are not
Nationals of the Country in which They Live
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
53
Transformasi


Berbagai instrumen internasional guna menjunjung
HAM bila hendak diberlakukan oleh Negara secara
nasional maka harus ditransformasikan ke dalam
hukum nasional
Transformasi bisa dilakukan dengan dua cara:


Ikut sebagai peserta Perjanjian melalui proses ratifikasi
Mengadopsi ketentuan-ketentuan dalam instrumen
internasional ke dalam hukum nasional
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
54


Transformasi menjadi wajib dilaksanakan bila
perjanjian internasional guna menjunjung HAM
diikuti oleh suatu negara melalui proses ratifikasi
Pasca ratifikasi harus diikuti dengan tindakan
Pemerintah suatu Negara untuk mengamandemen
hukum nasional yang bertentangan dengan
perjanjian internasional, bahkan mengintrodusir
peaturan perundang-undangan yang belum ada
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
55


Sementara tranformasi berupa pengadopsian
ketentuan dalam instrumen internasional
adalah tindakan Pemerintah untuk mengambil
ketentuan dalam instrumen internasional
secara sukarela ke dalam hukum nasional
Dalam proses adopsi tidak ada keharusan
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
56
Tujuan Pembentukan Instrumen
Internasional

Perlu disadari tujuan dibentuknya instrumen
internasional guna menjunjung HAM tidak
semata-mata untuk tujuan mulia agar harkat
martabat manusia di muka bumi dihormati,
tetapi juga kerap digunakan untuk tujuan
politik
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
57
Tujuan Politik

Tujuan politik dilakukan untuk dua hal:



Memaksa suatu negara untuk mau menghormati
HAM bagi warga negaranya
Ada kepentingan dari pihak yang memaksa
Negara Maju kerap memaksa Negara
Berkembang untuk mau menghormati HAM
karena di Negara Berkembang kerap terjadi
pelanggaran HAM terhadap warganya
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
58


Negara Maju tidak jarang memaksa Negara
Berkembang untuk tunduk pada instrumen
internasional HAM karena memiliki agenda
tersembunyi (hidden agenda)
Bahkan Negara Maju kerap menerapkan
standar ganda pemberlakuan instrumen
internasional bila kepentingannya terganggu
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
59
PRODUK HUKUM
INTERNASIONAL BAGI
PERLINDUNGAN HAM DALAM
KONFLIK BERSENJATA
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
60


Berbagai kebiasaan hukum internasional dan
perjanjian internasional telah lama ada untuk
mengatur konflik bersenjata sehingga konflik tidak
melanggar harkat martabat manusia
Produk hukum yang ada dapat dibedakan dalam dua
katagori:


Pelaku yang melakukan tindakan diluar batas
kemanusiaan terhadap orang-orang yang tidak terlibat
dalam konflik
Aturan yang berlaku bagi pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik (ius in bello)
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
61
War Crimes and Crimes against
Humanity, including Genocide



Convention on the Prevention and Punishment
of the Crime of Genocide
Convention on the Non-Applicability of
Statutory Limitations to War Crimes and
Crimes against Humanity
Principles of international co-operation in the
detection, arrest, extradition and punishment
of persons guilty of war crimes and crimes
against humanity
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
62
Humanitarian law



Geneva Convention for the Amelioration of
the Condition of the Wounded and Sick in
Armed Forces in the Field
Geneva Convention for the Amelioration of
the Condition of Wounded, Sick and
Shipwrecked Members of Armed Forces at
Sea
Geneva Convention relative to the Treatment
of Prisoners of War
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
63



Geneva Convention relative to the Protection of
Civilian Persons in Time of War
Protocol Additional to the Geneva Conventions of
12 August 1949, and relating to the Protection of
Victims of International Armed Conflicts (Protocol
I)
Protocol Additional to the Geneva Conventions of
12 August 1949, and relating to the Protection of
Victims of Non-International Armed Conflicts
(Protocol II)
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
64



Berbeda dengan instrumen internasional untuk
menjunjung HAM yang substansi ketentuannya
ditujukan pada Negara, produk hukum internasional
bagi perlindungan HAM dalam konflik bersenjata
lebih ditujukan pada individu
Individu dapat dipersalahkan melakukan kejahatan
internasional, disini muncul konsep individu sebagai
subyek hukum internasional
Kejahatan internasional yang dikenal dalam Statuta
Roma dalam UU No. 26/2000 disebut sebagai
“Pelanggara HAM Berat”
Copyright by Hikmahanto Juwana 2005 (c)
65
PENGANTAR HAK ASASI
MANUSIA
Hadi Rahmat Purnama, SH., LL.M
Latar Belakang Sejarah HAM






Cyrus Cylinder 539 SM.
Magna Charta 1215
Bill of Rights 1689
The American
Declaration of
Independence 1776
The French Declaration
of Rights of Man and
Citizen 1789
Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia
(Universal Declaration
of Human Rights) 1948
Generasi HAM

Karel Vasak membagi generasi HAM didasarkan
atas perkembangan sejarah, yang dibagi atas tiga
generasi:
 Hak-hak di bidang Sipil dan Politik
Hak hidup; Hak atas Penyelenggaraan
peradilan;Hak atas Privasi;Hak atas
Kebebasan beragama;Hak atas Berkumpul
denga damai dan berserikat;Hak atas
Partisipasi politik;Hak atas Persamaan di
muka hukum; danHak atas Perlindungan yang
efektif terhadap diskriminasi.

Hak-hak di bidang Sosial, Budaya dan Ekonomi
Hak atas Pekerjaan dan kondisi kerja yang memadai; Hak
atas Membentuk serikat pekerja; Hak atas Jaminan sosial
dan standar hidup yang memadai termasuk pangan, sandang
dan papan; Hak atas Kesehatan;Hak atas Pendidikan; dan
Hak atas Bagian dari kehidupan budaya

Hak atas pembangunan
Hak untuk berpartisipasi, memberikan kontribusi dan
menikmati hasil pembangunan serta hak atas lingkungan
hidup.
Pembentukan Hukum HAM
Internasional

Beberapa Badan PBB yang terkait dengan Penegakan Hukum
dan Pembentukan standar HAM Internasional





Majelis Umum PBB (United Nations General Assembly)
Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (United Nations Economic
and Social Council)
Dewan Hak Asasi Manusia (United Nations Human Rights
Council)
Sub Komisi Pengenalan dan Perlindungan HAM (SubCommission on Promotion dan Protection of Human Rigths)
Pertemuan Berkala mengenai Pencegahan Tindak Pidana dan
Penanganan Pelaku Tindak Pidana (Periodic Congresses on the
Prevention of Crime and the Treatment of Offenders)
Sumber Hukum Internasional HAM

Hukum Perjanjian Internasional
Perjanjian internasional adalah perjanjian yang dibuat oleh anggota masyarakat
internasional yang terdiri dari negara-negara, bertujuan untuk membentuk hukum
sehingga mempunyai akibat hukum. Bentuknya dapat berupa kovenan, konvensi,
perjanjian dan lain-lain.

Hukum Kebiasaan Internasional
Kebiasaan internasional (Customary International Law) adalah kebiasaan
internasional antar negara-negara di dunia, merupakan kebiasaan umum yang
diterima sebagai ‘hukum’.

Prinsip Hukum Umum
Prinsip Hukum Umum adalah asas hukum umum yang terdapat dan berlaku dalam
hukum nasional negara-negara di dunia. Prinsip ini mendasari sistem hukum
positif dan lembaga hukum yang ada di dunia.

Putusan Hakim
Putusan pengadilan internasional merupakan sumber hukum
tambahan dari tiga sumber hukum utama di atas. Keputusan
pengadilan ini hanya mengikat para pihak yang bersengketa saja.
Namun demikian, keputusan tersebut dapat digunakan untuk
membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu
perkara, yang didasarkan pada tiga sumber hukum utama di atas.

Pendapat para ahli hukum internasional
Pendapat ahli hukum internasional yang terkemuka adalah hasil
penelitian dan tulisan yang sering dipakai sebagai pedoman untuk
menemukan apa yang menjadi hukum internasional. Meskipun
demikian, Pendapat tersebut bukan merupakan suatu hukum.
Instrumen Hukum HAM
Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB),
komitmen untuk memenuhi, melindungi
HAM serta menghormati kebebasan pokok
manusia secara universal ditegaskan secara
berulang-ulang, diantaranya dalam Pasal 1
(3):
”Untuk memajukan kerjasama internasional dalam memecahkan masalahmasalah internasional dibidang ekonomi, sosial, budaya dan kemanusiaan, dan
menggalakan serta meningkatkan penghormatan bagi hak asasi manusia dan
kebebasan fundamental bagi semua orang tanpa pembedaan ras, jenis kelamin,
bahasa atau agama ...”
Kewajiban Negara Atas Pemenuhan HAM
Setiap Negara Pihak pada Kovenan ini berjanji untuk
menghormati dan menjamin hak yang diakui dalam
Kovenan ini bagi semua individu yang berada di dalam
wilayahnya dan berada di bawah yurisdikasinya, tanpa
pembedaan jenis apapun, seperti ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama, pandangan politik atau pandangan
lainnya, asal-usul kebangsaan atau sosial, hak milik, status
kelahiran atau status lainnya.
(ICCPR Pasal 2 (1) ICESCR Pasal 2(2))
Instrumen Hukum yang
Mengikat




Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal
Declaration of Human Rights)
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
(International Covenant on Civil and Political Rights)
UU No. 12 tahun 2005
Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya (International Covenant on Economic,
Social and Cultural Rights) UU No. 11 tahun 2005
Konvensi Genosida (Convention on the Prevention
and Punishment of the Crime of Genocide) Melalui
UU No. 26 Tahun 2000





Konvensi Menentang Penyiksaan (Convention against
Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment
or Punishment) UU No. 5 tahun 1998
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminsasi Rasial
(International Convention on the Elimination of All Forms of
Racial Discrimination) UU No. 29 tahun 1999
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination against Women) UU No. 7 tahun 1984
Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the Child)
Keppres No. 36 tahun 1990
Konvensi Mengenai Status Pengungsi (Convention relating
to the Status of Refugees)
Instrumen Hukum yang Tidak
Mengikat






Pedoman Berperilaku bagi Penegak Hukum (Code of Conduct for
Law Enforcement Officials)
Prinsip-Prinsip Dasar Mengenai Penggunaan Kekerasan dan Senjata
Api (Basic Principles on the Use of Force and Firearms by Law
Enforcement Officials)
Deklarasi Mengenai Penghilangan Paksa (Declaration on the
Protection of All Persons from Enforced Disappearance)
Deklarasi Penghapusan Diskriminasi terhadap Perempuan
(Declaration on the Elimination of Violence against Women)
Deklarasi Mengenai Pembela HAM (Declaration on Human Rights
Defender)
Prinsip-prinsip tentang Hukuman Mati yang Tidak Sah, Sewenangsewenang dan Sumir (Principles on the Effective Prevention and
Investigation of Extra-legal, Arbitrary and Summary Executions )
Pengawasan di tingkat internasional atau PBB
didasarkan pada perjanjian internasional mengenai
HAM:
Perjanjian Hak Asasi Manusia (Instrumen)
Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya (International Covenant on Economic, Social dan
Cultural Rights)
Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
(International Covenant on Civil and Political Rights)
Konvensi Internasional tentang Penghapusan Bentuk
Diskriminasi Ras
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap
Perempuan (Convention on the Elimination of All Forms of
Discrimination against Women)
Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau
Penghukuman Lain yang Kenjam, Tidak Manusiawi dan
Merendahkan Martabat Manusia (Convention against Torture
and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or
Punishment)
Konvensi Hak Anak ( Convention on the Rights of the Child)
Badan Pengawas Pelaksanaan
Perjanjian
Komite Hak Ekonomi, Sosial dan
Budaya (Committee on Economic
Social and Cultural Rights)
Komite Hak Asasi Manusia
(Human Rights Committee)
Komite Penghapusan Diskriminasi
Ras (Committee on Elimination
Racial Discrimination)
Komite Penghapusan Diskriminasi
terhadap Perempuan (Committee
on Eliminations Discrimination
Against Women)
Komite Menentang Penyiksaan
(Committee on Against Torture)
Komite Hak Anak (Committee on
Rights of the Child)
Mekanisme diluar konvensi

Prosedur Khusus: Tematik dan Mandat
Negara

Prosedur Khusus: 1503

Prosedur Khusus: Tematik dan Mandat
Negara, mempunyai mandat:






Melakukan penelitian dan analisa terhadap isu yang sesuai
dengan mandat mereka
Membuat rekomendasi mengenai perlindungan
pelanggaran HAM serta perbaikannya
Menerima informasi (spt. Tuduhan pelanggaran HAM, yang
dilakukan oleh individu, pemerintah, LSM, dll)
Melakukan komunikasi dengan pemerintah jika tuduhan
dianggap kredibel dan sesuai dengan mandatnya
Melakukan kunjungan ke negara-negara untuk melakukan
studi terhadap situasi negara, jika diizinkan oleh
pemerintahnnya.
Memberikan laporan kepada HRC
Prosedur Khusus: 1503


Prosedur kerahasiaan yang diadopsi oleh ECOSOC pada 1970,
sebagai Prosedur untuk Penanganan Komunikasi yang terkait
dengan Pelanggaran HAM dan Kebebasan Dasar (dibentuk
kembali pada sesi ke-65 HRC tahun 2000)

Komplain dapat dilakukan terhadap semua negara, walaupun
negara tersebut bukan anggota PBB

Kelompok Kerja tentang Komunikasi dibentuk pertahun oleh Sub
Komisi Pengenalan dan Perlindungan HAM
MENGITEGRASIKAN INSTRUMEN HUKUM
HAM INTERNASIONAL KE DALAM HUKUM
NASIONAL
•
•
Dalam Pasal 27 dari Konvensi Wina 1969
ditegaskan bahwa negara tidak dapat
menjadikan hukum nasionalnya sebagai alasan
untuk tidak dapat menjalankan kewajiban
perjanjian internasional.
Terdapat dua teori untuk menjelaskan
hubungan antara hukum internasional dan
hukum nasional:
▫
Teori monisme
Negara dapat memprakteknya dalam berbagai macam cara:
▫
▫
▫
▫
▫
▫
Konstitusi,
Perundang-undangan nasional,
Inkorporasi,
Pemberlakuan secara langsung,
Interpretasi dalam sistem common law,
Jika terdapat kekosongan hukum, dibeberapa negara, jika terjadi
kekosongan hukum mengenai HAM, hakim dan advokat dapat
mendasarkan pada hukum internasional, putusan kasus-kasus
internasional atau pada kasus-kasus dari negara lain untuk dapat
menerapkan prinsip dasar dari HAM. Tetapi hal ini sangat
bergantung pada situasi dan kondiri hukum dari negara yang
bersangkutan.
Praktik Pengitegrasian Perjanjian Internasional ke
dalam Hukum Nasional di Indonesia
•
•
Di Indonesia pratik pengesahan atau pemberlakuan
hukum internasional ke dalam hukum nasional di
dasarkan atas Undang Undang No. 24 tahun 2000
mengenai Perjanjian Internasional.
Indonesia adalah negara yang menganut paham
dualisme, hal ini terlihat dalam Pasal 9 ayat 2 UU No.
24 tahun 2000, dinyatakan bahwa,
”Pengesahan perjanjian internasional sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan undangundang atau keputusan presiden.”
•
Pengesahan perjanjian internasional dilakukan
melalui undang-undang apabila berkenaan dengan:
▫
▫
▫
▫
▫
▫
masalah politik, perdamaian, pertahanan, dan keamanan
negara
perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara
kedaulatan atau hak berdaulat negara
hak asasi manusia dan lingkungan hidup
pembentukan kaidah hukum baru
pinjaman dan/atau hibah luar negeri.
HAK ASASI MANUSIA DAN HUKUM
NASIONAL

Negara hukum mempunyai ciri sebagai
berikut:



Pengakuan dan perlindungan HAM;
Peradilan yang bebas dan tidak memihak;
Didasarkan pada rule of law.
HAM dan Konstitusi di Indonesia
•
Undang Undang Dasar 1945 (UUD 1945) yang asli
Tidak secara langsung terdapat kata-kata HAM,
▫
▫
▫
▫
▫
▫
▫
▫
Hak-hak tersebut adalah hak semua bangsa untuk merdeka
(alinea pertama pembukaan),
hak atas persamaan di hadapan hukum dan dalam
pemerintahan (Pasal 27 ayat (1)),
hak atas pekerjaan (Pasal27 ayat (2)),
hak atas penghidupan yang layak (Pasal 27 ayat (2)),
kebebasan berserikat dan berkumpul (pasal 28),
kebebasan mengeluarkan pendapat (pasal 28),
kebebasan beragama (Pasal 29 ayat (2)), dan
hak atas pendidikan (Pasal 31 ayat (1)).
•
Indonesia berubah menjadi Republik Indonesia Serikat (RIS) selama
tahun 1949-1950. Di dalam Konstitusi RIS ini setidak-tidaknya
terdapat pasal-pasal yang mengatur mengenai HAM secara eksplisit
sebanyak 35 pasal dari 197 pasal yang ada. HAM dalam Konstitusi
RIS diatur dalam Bab V yang berjudul “Hak-hak dan Kebebasankebebasan Dasar Manusia”. Namun hal ini hanya berlaku selama 8,5
bulan karena Indonesia kembali kepada negara kesatuan dan
ditetapkanya UUD Sementara RI.
•
Undang Dasar Sementara RI (UUDSRI) dengan kembalinya
Indonesia menjadi negara kesatuan. Terdapat 38 pasal dalam
UUDSRI, 1950 (dari keseluruhan 146 pasal, atau sekitar 26 persen)
yang mengatur HAM. HAM diatur dalam Bagian V tentang “Hakhak dan Kebebasan Dasar Manusia”. Namun hal ini hanya
berlansung dari 15 Agustus 1950-4 Juli 1959.
HAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN
NASIONAL












UUD 1945
Perubahan kedua UUD 1945 Bab XA
TAP MPR No. XVII/MPR/1998 tertanggal 13 November 1998
UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
UU No. 5 tahun 1998 tentang Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan
UU No. 29 tahun 1999 tentang Ratifikasi Konvensi Anti Diskriminasi Ras
UU No. 7 tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala
bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan
Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik
Keputusan Presiden No. 40 tahun 2004 tentang RAN HAM
Keppres No. 36 tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Anak
Hak Asasi Manusia UU 39/1999

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha
Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia
HAK ASASI MANUSIA NASIONAL
UU No. 39/1999










Hak Hidup (Pasal 9);
Hak untuk Berkeluarga dan melanjutkan keturunan (Pasal 10);
Hak Mengembangkan Diri (Pasal 11-16);
Hak Memperoleh keadilan (Pasal 17-19);
Hak Kebebasan Pribaditurut serta dalam Pemerintahan (Pasal 2027);
Hak atas Rasa Aman (Pasal 28-35);
Hak atas Kesejahteraan (Pasal 36-42);
Hak Turut Serta dalam Pemerintahan (Pasal 43-44);
Hak-hak Perempuan (Pasal 45 – 51);
Hak-hak Anak (Pasal 52 -66).
Sentra HAM FHUI Copyrights©
Kewajiban dasar dari manusia




Setiap orang wajib patuh pada peraturan perundangundangan yang berlaku, hukum tidak tertulis dan hukum
internasional mengenai HAM;
Kewajiban warga negara wajib turut serta dalam upaya
pembelaan negara;
Kewajiban untuk menghormati hak asasi orang lain;
Kewajiban untuk tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan oleh undang-undang.
Pelanggaran HAM

UU No. 39 tahun 1999 pelanggaran HAM dirumuskan
sebagai berikut:
“… setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang,
termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak
disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut
hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang
dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak mendapatkan,
atau dikhawatirkan tidak memperoleh penyelesaian hukum
yang adil dan benar, berdasarkan mekanisme hukum yang
berlaku.”
Pelanggaran HAM Berat

Pelanggaran HAM Berat dalam UU No. 26
tahun 2000 (Pasal 7)

Kejahatan Genosida (Pasal 8);

Kejahatan terhadap Kemanusiaan (Pasal 9).
Sentra HAM FHUI Copyrights©
Pelaku Pelanggaran HAM

Aparat negara, misalnya:




Kelompok kelompok tertentu, misalnya:



Penyiksaan oleh aparat keamanan dalam upaya mencari keterangan atau pengakuan
seseorang tersangka;
Menghalangi orang untuk menyampaikan pendapatnya secara damai;
Melakukan penggusuran tanah tanpa melalui prosedur yang seharusnya dan tanpa ganti
rugi yang layak.
Melakukan pembunuhan, penganiayaan atau pemusnahan kelompok;
Memperlakuan seseorang atau sekelompok orang yang berbeda agama atau ras secara
diskriminatif.
Masyarakat umum, misalnya:



Memberikan upah berbeda karena alasan perbedaan laki-laki dan perempuan;
Melakukan pelecehan atau penyiksaan terhadap istri baik fisik atau psikologi;
Membiarkan seorang anak terlantar, teraniaya dan menderita.
Sentra HAM FHUI Copyrights©
Mahkamah Pidana Internasional
(International Criminal Court)



Tokyo dan Nureunberg Militery Tribunal
setelah Perang Dunia II, untuk mengadili
penjahat perang Jepang dan Jerman,
International Tribunal for Former Yugoslavia
(ICTY), untuk mengadili penjahat perang di
bekas negara Yugoslavia
International Tribunal for Rwanda (ICTR),
untuk mengadili mereka yang bertanggung
jawab atas genosida di Rwanda.
Forum Penyelsaian Sengketa
HAM

Internasional Criminal Tribunal



ICTY, ICTR
International Criminal Court
Pengadilan Nasional (Ad Hoc HAM)
Struktur Mahkamah Pidana
Internasional




Pimpinan Mahkamah
Lembaga Pengadilan (Chambers)
Kantor Penuntut Umum (Office of the
Prosecutor)
Kantor Panitera (Registry Office)
Para Pihak dan Tindak Kejahatan Pidana
Internasional


Pihak-pihak yang dapat diperiksa oleh MPI
adalah perorangan atau individu.
Jenis-jenis kejahatan yang menjadi
kewenangan dari MPI dalam Statuta dapat
dikategorikan dalam 4 kelompok:




Kejahatan Genosida
Kejahatan terhadap Kemanusiaan
Kejahatan Perang
Kejahatan melakukan Agresi
Kejahatan Genosida
(Pasal 8 UU No. 26/2000)
Kejahatan genosida … adalah setiap perbuatan yang
dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau
memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa,
ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara:





membunuh anggota kelompok;
mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang
berat terhadap anggota-anggota kelompok;
menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang
akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik
seluruh atau sebagiannya;
memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan
mencegah kelahiran di dalam kelompok; atau
memindahkan secara paksa anak-anak dari
kelompok tertentu ke kelompok lain.
Pasal 7 Statuta Roma (Pasal 8 UU
26/2000)
Kejahatan terhadap kemanusiaan … adalah salah satu
perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan
yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa
serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap
penduduk sipil, berupa:





pembunuhan;
pemusnahan;
perbudakan;
pengusiran atau pemindahan penduduk secara
paksa;
perampasan kemerdekaan atau perampasan
kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang
melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum
internasional;




perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara
paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau
sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk
kekerasan seksual lain yang setara;
penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu
atau perkumpulan yang didasari persamaan
paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya,
agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah
diakui secara universal sebagai hal yang dilarang
menurut hukum internasional;
penghilangan orang secara paksa; atau
kejahatan apartheid.
Kejahatan Perang
(Pasal 8 Statuta ICC)



Pelanggaran Berat (Grave Breaches)
Pelanggaran terhadap hukum dan kebiasaan
dalam HHI
Pelanggaran terhadap Pasal 3 bersama
Konvensi Jenewa untuk konflik internal
Prinsip Komplementar MPI
•
•
Prinsip yang paling mendasar dari Statuta Roma adalah
prinsip “komplementar” yaitu MPI adalah pelengkap
dari yurisdiksi pengadilan nasional.
Maksudnya adalah MPI hanya dapat mengabil alih
perkara yang merupakan kewenangannya dari pengadilan
nasional apabila sistem hukum nasional suatu negara
dianggap benar-benar tidak mampu (unable) dan
tidak mau (unwilling) untuk melakukan penyelidikan
atau penuntutan dan mengadili tindak pidana yang terjadi,
maka akan diambil alih menjadi dibawah yurisdiksi MPI.
RUANG LINGKUP
HAK ASASI MANUSIA
Heru Susetyo, SH. LL.M. M.Si.
Human
rights rights’ pertama muncul
Istilah ‘human
•
pada Deklarasi United Nations 1
January 1942 yang diikuti oleh
perwakilan dari 26 negara yang
berhimpun karena permusuhan dengan
kelompok ‘axis’.
UN DECLARATION 1
JANUARY 1942

to preserve human rights
and justice in our (own )
lands as well as in other
lands….
….
UN CHARTER Conference, san
fransisco june 1945


UN Charter menyebutkan sbb :
….to achieve international
cooperation…in promoting and
encouraging respect for human
rights and for fundamental freedoms
of all without distinction as to race,
sex, language or religion
•
UN Charter made the rights and freedoms of every human
being, and every people, matters not only of local and
national interest but also of international concern…
•
Namun UN Charter tidak menjelaskan apa hak-hak dan
kebebasan yang menjadi hak semua orang,.
•
Penjelasan lebih lanjut ditemukan dalam Deklarasi HAM
Universal (Universal Declaration of Human Rights 1948)
UNIVERSAL DECLARATION
OF HUMAN RIGHTS
•
•
Menetapkan ‘common understanding’ untuk
negara-negara anggota PBB mengenai
‘human rights’ and ‘fundamental freedoms’.
Deklarasi ini ‘far-reaching’ dan berhasil
dalam mengkarakterisasi ‘genuine human
rights’ lebih dari sekedar aspirasi sosial dan
budaya.
INTERNATIONAL BILL OF
HUMAN RIGHTS
1.
2.
3.
4.
Universal Declaration of Human Rights 1948
International Covenant on Economic Social and
Cultural Rights (ICESCR) 1966 – entry into force
1976, diratifikasi Indonesia 2005
International Covenant on Civil and Political Rights
(ICCPR) – 1966
Optional Protocol to ICCPR
International
bill of human rights adalah basis utama
konstruksi HAM internasional

International bill of human rights
berbeda dengan bill of rights
HAK-HAK YANG BELUM
BANYAK DIBINCANGKAN DI
MASA SILAM
•
•
•
•
•
•
•
WOMEN
CHILDREN
INDIGENOUS PEOPLES
ETHNIC MINORITIES
THE HANDICAPPED
COLONIZED PEOPLE
COMBATANTS FIGHTING AGAINST ABUSIVE
REGIMES
Generasi ham (OPINI
SCHOLARS)
HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK
HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN
BUDAYA
HAK-HAK KOLEKTIF/ HAK2 KHUSUS/
HAK ATAS PEMBANGUNAN
VIENNA DECLARATION 1993
Human
rights are….
universal
interdependent
indivisible
interrelated
ISSUE2 HAM PASCA VIENNA
DECLARATION 1993
•
•
•
•
•
•
•
Terrorism
Poverty and social
exclusion
Right to development
Seeking asylum and
humanitarian aid
Against racism,
xenophobia and
intolerance
Minority groups
Indigenous people
•
•
•
•
•
•
•
•
Migrant workers
Women’s rights and
domestic violence
Children rights
Freedom fom torture
Enforced disapearance
Rights of disabled persons
State responsibility
Human rights education
KONSEP DASAR HAM
HAM



Dalam tradisi Barat, Hak Asasi Manusia dikenal
dengan istilah "right of man" yang juga melingkupi
"rights of women". Istilah "right of man"
menggantikan istilah "natural right".
Eleanor Roosevelt, kemudian mengubahnya dengan
istilah "human rights", karena istilah ini dipandang
lebih netral dan universal.
Hak adalah istilah umum yang secara gramatikal
memiliki beberapa arti. Salah satu maknanya adanya
pembenaran atas suatu "kekuasaan” atau
“keistimewaan” atau juga “kepemilikan” .
HAM
Dewasa ini hak asasi manusia telah
mengalami perkembangan. Hak Asasi tidak
lagi dipandang sekadar sebagai perwujudan
paham kebebasan dan penghormatan hak-hak
individu
 Hak asasi manusis lebih dipahami secara
humanistik sebagai hak-hak yang inheren
dengan harkat martabat kemanusiaan.

HAM

“Human rights could generally be defined as
those rights which are inherent in our nature
and without which we cannot live as human
beings”

Common standard of achievement for all
people and all nations
HAM
Hak asasi manusia memberikan kemampuan
kepada setiap orang untuk memiliki dan
menikmati kualitas hidup dalam standar
minimal yang berkaitan dengan kebebasan,
keadilan, persamaan di hadapan hukum, dan
kesempatan untuk memenuhi kebutuhan dasar
atas budaya, ekonomi, dan sosial.
Pasal 1 butir 1 UU no. 39/1999
Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang
melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib
dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara, hukum dan Pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
Kewajiban dasar manusia
Seperangkat kewajiban yang
apabila tidak dilaksanakan, tidak
memungkinkan terlaksananya
dan tegaknya hak asasi manusia.
(Pasal 1 butir 2 UU no. 39/1999)
State Responsibility
HAM dalam tataran internasional meletakkan
Negara sebagai “aktor” yang
bertanggungjawab atas perlindungan,dan
pemenuhan HAM.
Pasal 1 butir 6 Undang-Undang No. 39
tahun 1999
Pelanggaran HAM
adalah setiap perbuatan seseorang atau kelom pok orang
termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak
sengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau
mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok
orang yang dijamin oleh Undang-undang ini, dan tidak
mendapatkan, atau dikhawatirkan tidak akan
memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar,
berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
PELANGGARAN HAM

-
-
Dalam berbagai literatur HAM, dikenal istilah
gross violation on human rights atau
diterjemahkan sebagai pelanggaran berat
HAM. Terminology ini membuat pelanggaran
ham dapat dibagi menjadi dua katagori yaitu:
Pelanggaran HAM
Pelanggaran Berat HAM

Pelanggaran HAM
Pelanggaran ini biasanya bersifat individual
dan diyakini dapat diselesaikan melalui
mekanisme hokum nasional.

Pelanggaran berat HAM
Merupakan pelanggaran HAM yang
dipandang merupakan ancaman terhadap umat
manusia didunia dan oleh karenanya menjadi
perhatian dunia internasional dalam
penanganannya. Dalam perkembangannya,
pelanggaran berat HAM dimasukkan dalam
kejahatan Internasional, seperti terrorisme,
perdagangan manusia, narkotika dan lain
sebagainya.
Secara umum berbagai literatur menulis 4 jenis
kejahatan yang dianggap sebagai pelanggaran
berat HAM yaitu:




Agresi
Kejahatan kemanusiaan (crime against humanity)
Genosida
Kejahatan perang
Akan tetapi Agressi sering dimasukkan sebagai
bagian dari kejahatan perang sehingga banyak
literature membahasnya menjadi tiga bentuk lainnya.
Kejahatan Kemanusiaan

Kejahatan terhadap umat manusia adalah
istilah di dalam hukum internasional yang
mengacu pada tindakan pembunuhan massal
dengan penyiksaan terhadap tubuh dari orangorang, sebagai suatu kejahatan penyerangan
terhadap yang lain.
Kejahatan Kemanusiaan

Para sarjana Hubungan internasional telah
secara luas menggambarkan "kejahatan
terhadap umat manusia" sebagai tindakan
yang sangat keji, pada suatu skala yang sangat
besar, yang dilaksanakan untuk mengurangi
ras manusia secara keseluruhan. Biasanya
kejahatan terhadap kemanusian dilakukan atas
dasar kepentingan politis, seperti yang terjadi
di Jerman oleh pemerintahan Hitler serta yang
terjadi di Rwanda dan Yugoslavia
Genosida

Genosida atau genosid adalah sebuah
pembantaian besar-besaran secara sistematis
terhadap satu suku bangsa atau kelompok
dengan maksud memusnahkan
membuat punah) bangsa tersebut.
Genosida

Perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau
sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,
kelompok agama dengan cara membunuh anggota
kelompok; mengakibatkan
Penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap
anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan
kelompok yang menciptakan kemusnahan secara
fisik sebagian atau seluruhnya; melakukan tindakan
mencegah kelahiran dalam kelompok; memindahkan
secara paksa anak-anak dalam kelompok ke
KEJAHATAN PERANG

Kejahatan perang adalah suatu tindakan pelanggaran,
dalam cakupan hukum internasional,
terhadap hukum perang oleh satu atau beberapa
orang, baik militer maupun sipil. Pelaku kejahatan
perang ini disebut penjahat perang. Setiap
pelanggaran hukum perang pada konflik antar
bangsa merupakan kejahatan perang. Pelanggaran
yang terjadi pada konflik internal suatu negara,
belum tentu bisa dianggap kejahatan perang.
FILSUF HAM



Menurut Kant "ketika kebebasan menjadikan masyarakat
berfikir sendiri dengan nalarnya, terhadap segala sesuatu yang
menjadi urusannya. Tuntutan Kant menjadi prasyarat adanya
kebebasan berbicara dan berpikir.
Locke misalnya, konsep tentang natural rights yang
menguraikan tentang rangkaian hak asasi yang merupakan
hak-hak dasar seperti hak hidup, kebebasan dan kepemilikan.
Jean-Jacques Rousseau (1712-1778) mengelaborasi konsep
hak asasi manusia berdasarkan pandangan tentang bagaimana
penguasa menterjemahkannya dalam kebijakan yang dibuat
bagi masyarakat atas dasar kontrak sosial.
RA KARTINI


“Jiwa yang sama tak memandang warna, tak
memandang pangkat dan tingkat, tetapi
tangan berjabat dalam hal apapun jua”
“Aku yakin orang-orang tidak akan
memberikan seperempat perhatian mereka
pada kami (seandainya kami tidak) memakai
kebaya dan sarung, melainkan gaun,
(seandainya) selain nama jawa kami, kami
punya nama Belanda.
SOEKARNO

“Diberi hak-hak atau tidak diberi hak-hak,
diberi pegangan atau tidak diberi pegangan,
diberi penguat atau tidak diberi penguat, tiaptiap makhluk, tiap umat, tiap-tiap bangsa,
tidak boleh tidak pada akhirnya berbangkit,
pada akhirnya bangun, pada akhirnya
menggerakkan tenaganya, kalau ia sudah
terlalu sekali merasakan teraniaya oleh suatu
daya angkara murka”.
HAM
HAK HUKUM
HAK MORAL


hak moral adalah bahwa sesuatu
dianggap sebagai "benar" bila
dilihat sebagai pembenaran etis
untuk menyiapkan, menjaga, dan
menghormati perlindungan
individu.
Sesuatu dianggap sebagai
"benar" bila dilihat sebagai
pembenaran etis untuk
menyiapkan, menjaga, dan
menghormati perlindungan
individu.Pendekatan hak moral
adalah pemahaman rasionalis
hak, di mana hak dianggap jelas
dengan sendirinya oleh setiap
individu karena berdasarkan
nuraninya.


"Hak" didefinisikan sebagai
jenis pengaturan kelembagaan
di mana kepentingan individu
dijamin berdasarkan hukum,
setiap dampak atas pilihan
individu juga dijamin oleh
hukum, atau barang dan
kesempatan yang diberikan
kepada individu didasarkan
pada hukum yang berlaku.
Ukuran yang dimaksud
dengan "benar menjadi lebih
jelas yaitu dengan mengacu
kepada aturan perundangundangan yang berlaku.
HAM




Kekuasaan
Kebebasan
Immunitas
Hak Minoritas
HAM
NEGARA VS INDIVIDU
Vertikal effect
Adanya kewajiban
negara untuk
memastikan
perlindungan dan
pemenuham HAM bagi
setiap warga negaranya.
•
Horizontal Effect
•
Dalam hal ini pihak
negara harus
memastikan adanya
perlindungan individu
dari pelanggaran
HAM oleh individu
lainnya.








Hak kesamaan dalam kebebasan dan martabat.
Hak untuk bebas dari diskriminasi.
Hak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai
pribadi.
Hak untuk bebas dari perbudakan dan perhambaan.
Hak untuk bebas dari tindak penyiksaan dan hukuman yang
tidak manusiawi.
Hak pengakuan sebagai seorang pribadi di muka hukum di
mana saja berada.
Hak mendapatkan persamaan di muka hukum dan perlindungan
tanpa diskriminasi.
Hak mendapatkan pengadilan dalam pengadilan nasional yang
kompeten.







Tidak seorangpun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang secara
sewenang-wenang.
Hak atas peradilan yang adil dan terbuka, tanpa diskriminatif.
Hak atas praduga tak bersalah, sampai kesalahannya terbukti.
Hak privasi, hak untuk bebas dari intervensi urusan pribadi,
keluarga, rumah tangga dan korespondensi.
Hak atas kebebasan bergerak dan tinggal di dalam batas-btas
setiap negara.
Hak untuk mencari dan menikmati suaka politik di negeri lain
dan mendapat perlindungan darinya.
Hak atas suatu kewarganegaraan, hak bebas berganti
kewarganegaraannya dan tak seorang pun boleh semena-mena
mencabutnya.







Hak untuk menikah dan membentuk keluarga; pernikahan berdasarkan
pilihan bebas dan persetujuan kedua mempelai. Keluarga itu kesatuan kodrati
yang merupakan dasar hidup bermasyarakat dan mendapat perlindungan.Hak
untuk memiliki harta baik secara pribadi maupun bersama, dan tidak boleh
dirampas dengan semena-mena.
Kebebasan berfikir, hati nurani dan beragama dan bebas berganti agama.
Kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat tanpa gangguan,
mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran lewat
media.
Kebebasan berkumpul dan berserikat dengan tujuan damai, dan tak
seorangpun dapat dipaksa untuk ikut suatu perkumpulan.
Hak berpartisipasi dalam pemerintahan negara; kehendak rakyat harus
menjadi dasar kekuasaan pemerintahan. Kehendak itu nyata dalam pemilu.
Hak atas jaminan sosial, hak terlaksana hak-hak ekonomi, sosial dan budaya
demi pertumbuhan martabatnya.
Hak untuk bekerja dan mendapatkan penghasilan yang adil, dan bebas
memasuki serikat kerja.







Hak untuk beristirahat, libur dalam rangka kerja, pembatasan jam
kerja, libur berkala dengan tetap menerima gaji.
Hak atas taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan
kesejahteraan keluarga.
Hak atas pendidikan, yang mengarahkan ke penghargaan Hak-hak
Asasi Manusia dan kebebasan fundamental, sehingga terjadi saling
pengertian, toleransi dan persaudaraan antar bangsa, kelompok,
agama. Dengan demikian damai akan terpelihara.
Hak ikutserta dalam kehidupan budaya masyarakat, dan perlindungan
karya ilmiah, sastra atau seni yang diciptakannya.
Hak atas tatanan sosial dan internasional, sehingga hak-hak asasi
dihargai.
Kewajiban terhadap masyarakat, dapat mengembangkan
kepribdiannya dengan bebas dan penuh; dan respek terhadap hak-hak
asasi.
Hak dan kebebasan dalam Pernyataan ini tak boleh dirusak.




To take steps (Mengambil langkah-langkah) adalah suatu cara yang
diambil, terutama sebagai titik berangkat memulai suatu rentetan
tindakan.
To guarantee (Menjamin) adalah menanggapi pemenuhan yang
sepantasnya dari sesuatu, untuk mengemukakan bahwa sesuatu
telah terjadi atau akan terjadi.
To ensure (Meyakini) adalah memastikan bahwa sesuatu akan
terjadi, memberikan sesuatu bagi atau untuk orang-orang.
To recognize (Mengakui) artinya mengakui keabsahan atau
kemurnian watak, atau klaim, atau eksistensi, dari memberikan
perhatian dan pertimbangan, menemukan atau menyadari watak
dari, memperlakukan sebagai, mengakui, menyadari, atau
mengakui bahwa.



To Respect or To have respect (Menghormati)
atau memberikan penghormatan adalah
memberikan perhatian kepada sesuatu.
To Undertake (Berusaha) artinya komitmen diri
sendiri untuk melakukan, menjadikan diri
seorang yang bertanggungjawab atas, terlibat
dalam, masuk ke dalam menerima sebagai
kewajiban, berjanji untuk melakukan.
To Promote (Meningkatkan) berarti memajukan,
menolong memajukan, menggalakkan,
mendukung dengan aktif.
Karakteristik HAM

1. Bersifat Universal dan tidak dapat dicabut
Pada dasarnya hak asasi manusia itu inherent
bagi semua manusia dalam pengertian bahwa
hak ini dimiliki oleh setiap manusia dan
melekat padanya (bukan merupakan hak yang
diberikan atau hadiah). Disamping itu hak ini
sering dinyatakan inalienable atau tidak dapat
dikesampingkan (walaupun dengan aturan
hukum tertentu).

2. Saling bergantung dan berkaitan satu sama lain
(interdependence and interrelatedness)
Pemenuhan suatu hak tertentu kadangkala
bergantung pada adanya pemenuhan hak lainnya.
hak atas kebebasan berpendapat dengan hak atas
upah yang layak, hak atas pendidikan dengan hak
untuk memperoleh informasi, dan lain sebagainya.
Oleh karenanya, tidaklah dapat dinyatakan bahwa
pemenuhan satu hak menjadi lebih penting daripada
pemenuhan hak lainnya karena satu dan yang
lairsaling berkaitan.

3. Persamaan dan tanpa diskriminasi (equality dan
nondiskrimination )
Dalam kehidupan sebagai anggota masyarakat dunia,
setiap individu pada dasarnya sederajat. Oleh
karenanya keberlakuan yang sama bagi setiap orang
atas hak asasi manusia. Setiap individu berhak
sepenuhnya atas hak-haknya tanpa adanya perbedaan
dengan alasan apapun, seperti warna kulit, jenis
kelamin, etnis, usia, bahasa, agama, pandangan
politik, kewarganegaraan, latar belakang sosial,
kecacatan, atau alasan perbedaan lainnya.


4. Tidak dapat dibagi (indivisibility)
Hak asasi manusia secara teoretis memang terbagi dalam
berbagai jenis hak seperti hak sipil, hak politik, hak sosial,
hak budaya, atau hak ekonomi. Akan tetapi dalam
implementasinya semua hak itu inheren dan menyatu dalam
harkat-martabat manusia. Konsekuensi logis dari pemikiran
ini adalah semua orang memiliki status hak yang sama dan
sederajat, tidak bisa digolong-golongkan berdasarkan
tingkatan hirarkis. Pelanggaran atau tidak terpenuhinya pada
satu hak akan berdampak pula pada pelanggaran atau tidak
terpenuhinya hak lainnya

5. Turut berpartisipasi dan berperan aktif

Setiap individu adalah bagian dari seluruh anggota
masyarakat berhak untuk turut berpartisipasi dan berperan
aktif serta berkontribusi dalam perlindungan dan pemenuhan
hak asasi manusia baik bagi diri sendiri maupun perlindungan
dan pemenuhan ham bagi orang lain. Setiap anggota
masyarakat juga dapat berkontribusi dalam pembangunan dan
berbagai upaya pemenuhan baik hak sipil, hak
politik,ekonomi, sosial, budaya, dan demi perlindungan hak
asasi manusia dan kebebasan dasar.


6. Akuntabilitas dan penegakan hukum ( accountability dan
rule of law)
Negara dan lembaga lainnya sebagai pemangku kewajiban
bertanggung jawab untuk mentaati hak asasi manusia. Hal itu
merupakan kewajiban negara dengan alat-alat kekuasaannya
untuk memenuhi dan melindunginya dan bukan kewajiban
individu. Mereka harus tunduk pada norma-norma hukum
dan standar yang tercantum di dalam instrumen hak asasi
manusia. Seandainya terdapat kegagalan dalam upaya
pelaksanaan tanggung jawabnya, pihak - pihak yang
dirugikan berhak untuk mengajukan tuntutan secara layak dan
penyelesaian yang adil sesuai prosedur hukum yang berlaku.
Relatifitas HAM

Dalam universalisme, individu adalah sebuah
unit sosial yang memiliki hak-hak yang tidak
dapat dipungkiri, dan diarahkan pada
pemenuhan kepentingan pribadi. Dalam
model relatifisme budaya, suatu komonitas,
adalah suatu unit sosial, dalam hal ini tidak
dikenal seperti individualism, kebebasan
memilih dan persamaan. Dalam konteks ini
yang diakui adalah kepentingan komunitas
yang menjadi prioritas utama.
HAM Dalam nilai ADAT


Bugis-Makasar : “seddimi tau, ruppanami maega (Bugis),
se’re ji tau, rupannaji jai (Makassar)”. Maksud dari konsep
tersebut membawa kita kepada pemahaman bahwa
sesungguhnya semua manusia adalah satu, meskipun secara
fisik manusia itu berbeda.
“luka taro datu, telluka taro ade’. Luka taro ade’, telluka taro
anang. Luka taro anang, telluka tau maEga (batal ketetapan
raja, tidak batal ketetapan pemangku adat. Batal ketetapan
pemangku adat, tidak batal ketetapan para kepala keluarga.
Batal ketetapan para kepala keluarga, tidak batal ketetapan
orang banyak)”.


Minangkabau:
“Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah,
Syarak Mangato, Adat Mamakai, Alam Takambang
jadi Guru”. Falsafah Adat Basandi Syarak, Syarak
Basandi Kitabullah merupakan hasil kesepakatan
(Piagam Sumpah Satie Bukik Marapalam)
Bali : Noronga' uchu gawoni, noro' uchu geo, alisi
tafa daya-daya, hulu ta farwolo-wolo (berat sam
dipikul, ringan sama dijinjing) kata orang
Nias. Sigilik seguluk selunglung sebayantaka (susah
senang kita harus sama-sama).
Hak ATAS keadilan
Eva Achjani Zulfa
PELANGGARAN HAM
IUS UBI IBI REMEDIUM
Instrumen Hukum dan HAM











Instrumen Internasional
Pasal 3, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM)
Instrumen Nasional
Pasal 28 A; 28 D ayat (1); Pasal 28 G; Pasal 28 I; Pasal 28 J Undang-Undang Dasar 1945
setelah amandemen kedua tahun 2000;
Pasal 3 ayat (2) (3), Pasal 4; Pasal 18 ayat (1); Pasal 30; Pasal 31, Pasal 32, Pasal 33 ayat (1)
(2); Pasal 34; Pasal 36 ayat (1) (2)Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886);
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Ratifikasi atas Konvensi Menentang
Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan
Merendahkan Harkat dan Martabat Manusia;
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia;
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia;
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasan Kehakiman;
Pasal 6; Pasal 7; Pasal 10; Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan
International Covenant On Civil And Political Rights (Kovenan Internasional Tentang HakHak Sipil, Dan Politik).
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
Hak atas Peradilan Yang Adil
Due Process Of Law

constitutional guaranty… that no person will be
deprived of life, liberty or property for reason that
are arbitrary… Protect the citizen against arbitrary
actions of the government (Tobias & Peterson)

Magna Charta (1215) menyatakan perlunya suatu
proses hukum yang adil yang bukan hanya secara
keliru dikaitkan dengan adanya peraturan
perundang-undangan, mekanisme yang ditetapkan
dalam hukum acara pidana yang menjamin adanya
suatu proses hukum yang adil, akan tetapi lebih
penting adalah bagaimana perilaku para pelaksana
di lapangan sehingga mekanisme yang telah
ditetapkan secara formal dalam peraturan
perundang-undangan tidak menjadi suatu hal yang
percuma
HAM dalam Sistem Peradilan Pidana




Hak Tersangka
Hak Terdakwa
Hak Terpidana
Hak Saksi/Korban
Tanpa Diskriminasi Apapun


Diskriminasi :
“segala bentuk perbedaan, pengecualian,
pembatasan atau pilihan yang berdasarkan pada
ras, warna kulit, keturunan, atau asal negara atau
bangsa yang memiliki tujuan atau pengaruh
menghilangkan atau merusak pengakuan,
kesenangan atau pelaksanaan pada dasar
persamaan, hak asasi manusia dan kebebasan yang
hakiki di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya
dan bidang lain dari kehidupan masyarakat”
…..lanjutan



Tidak hanya terkait dengan perbedaan kedudukan dan
kekayaan, tapi juga “race, colour, sex, language, religion,
political or other opinion, national or social origin,
property, birth or other status”
Dalam melindungi dan melayani masyarakat, polisi tidak
boleh melakukan diskriminasi secara tidak sah berdasarkan
ras, gender, agama, bahasa, warna kulit, pandangan politik,
asal kebangsaan, kekayaan, kelahiran atau status lainnya
(UDHR, Pasal 2; ICCPR, Pasal 2 dan 3, CERD, Pasal 2 dan
5)
Harus dianggap tidak melakukan diskriminasi secara tidak
sah bagi polisi untuk memberlakukan langkah-langkah
khusus tertentu yang dirancang untuk menangani status dan
kebutuhan khusus dari perempuan (termasuk perempuan
hamil dan ibu yang baru melahirkan), anak-anak, orang
sakit, orang tua dan lain-lain yang membutuhkan perlakuan
khusus sesuai dengan standar hak asasi manusia
Pasal 5 Konvensi Internasional tentang
Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial



“Negara-negara peserta melarang dan menghapuskan
segala bentuk diskriminasi ras dan menjamin hak bagi
setiap orang, tanpa melihat ras, warna kulit, atau asal
bangsa atau suku, untuk diperlakukan sama di dalam
hukum, khususnya dalam menikmati hak-hak di bawah
ini:
hak untuk diperlakukan sama di hadapan hukum,
pengadilan dan di hadapan badan-badan administratif
keadilan lainnya
hak untuk rasa aman dan perlindungan dari negara
terhadap kekerasan atau kerusakan fisik, baik yang
disebabkan oleh aparatur pemerintah atau oleh
perorangan, kelompok, atau lembaga tertentu”.
Praduga Tidak Bersalah

Pasal 8 Undang-undang Pokok Kekuasaan Kehakiman (UU Nomor 4
Tahun 2004);

Tidak disebut secara tegas dalam UU Nomor 8 Tahun 1981, dan dapat
ditafsirkan dari:
Pasal 66
“Tersangka atau terdakwa tidak dibebani kewajiban pembuktian”






Mengandung asas utama perlindungan hak warga negara melalui proses
hukum yang adil yang mencakup sekurang-kurangnya:
Perlindungan terhadap tindakan sewenang-wenang dari pejabat negara
(penegak hukum);
Pengadilanl ah yang berhak menentukan salah tidaknya tersangka atau
terdakwa pelaku tindak pidana;
Menentukan salah atau tidaknya seseorang dilakukan dalam sidang
pengadilan yang harus terbuka (tidak boleh dirahasiakan);
tersangka atau terdakwa diberikan jaminan-jaminan untuk dapat membela
diri sepenuhnya
Hak untuk memperoleh kompensasi (ganti
kerugian dan rehabilitasi), dan penghukuman
bagi aparat yang menegakkan hukum dengan
cara yang melanggar hukum



Hak ini mengandung dua asas:
pertama, hak warga negara untuk memperoleh
kompensasi dalam bentuk ganti kerugian (uang)
dan rehabilitasi (pemulihan nama);
kedua, kewajiban dari pejabat penegak hukum
untuk mempertanggungjawabkan perilakunya
dalam melaksanakan penegakan hukum, dengan
tidak membebankan keseluruhan tanggungjawab
kepada Negara.
…..lanjutan

Jaminan akan hal tersebut tertuang di dalam:

Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pokok
Kekuasaan Kehakiman dalam Pasal 9 ayat (1) menyatakan “
Setiap orang yang ditangkap, ditahan, dituntut atau diadili tanpa
alasan berdasarkan undang-undang atau karena kekeliruan
mengenai orangnya atau hukum yang diterapkan, berhak
menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi”. Pasal 9 ayat (2)
dengan tegas menyatakan “pejabat yang dengan sengaja
melakukan perbuatan sebagaimana di maksud pada ayat (1)
dipidana”. Artinya setiap pejabat yang telah menangkap,
menahan, menuntut dan mengadili tanpa alasan berdasarkan
undang-undang atau karena kekeliruan mengenai orangnya atau
hukum yang diterapkan, maka pejabat tersebut dapat dipidana.
Praperadilan Pasal 77 – Pasal 83 UU Nomor 8 Tahun 1981
Ganti Kerugian dan Rehabilitasi Pasal 95-Pasal 97 UU Nomor 8
Tahun 1981 dan PP Nomor 27 Tahun 1983 Pasal 7 – Pasal 15


Hukum

Sebagai konsekwensi dari tiga asas sebelumnya, maka harus
terdapat “equality of arms”

Karena dalam pengumpulan bukti, Kepolisian dan Kejaksaan
(negara) mempunyai kesempatan yang lebih besar dibanding
dengan kesempatan yang dimiliki tersangka dan terdakwa
(disadvantage), apalagi bilamana tersangka atau terdakwa dalam
posisi ditahan.
Maka, akan terjadi ketidak seimbangan dalam persoalan
“kemampuan hukum” (pengetahuan hukum tertuju pada kasus
yang terjadi) dan “jangkauan dan penjelajahan” bukti antara
tersangka dan terdakwa dibanding dengan kepolisian
(penyidik)dan kejaksaan (penuntut umum).


Secara psikologis, tersangka atau terdakwa adalah pihak yang
dalam posisi “lemah” saat berhadapan dengan kepolisian,
kejaksaan dan hakim untuk itu perlu adanya kehadiran
…..lanjutan

Hingga saat sekarang proses pemeriksaan masih
merupakan “area” yang rawan untuk terjadinya
pemaksaan (dengan kekerasan, ancaman kekerasan,
pemerasan) karena yang dijadikan target oleh penyidik
adalah pengakuan dan bukan keterangan tersangka.

Untuk itu diperlukan adanya kehadiran pendamping
yang tidak harus namun lebih baik penasihat hukum dan
berposisi bebas (an independent legal profession)
artinya tidak ber”kongkalikong” atau ber “kolaborasi”
dengan penegak hukum dan tidak perlu takut apabila
membela klien yang tidak disukai oleh masyarakat atau
negara sekalipun.
Hak kehadiran tersangka di muka pengadilan
(ketika mengajukan pra-peradilan).



Tidak menutup kemungkinan kesalahan juga terjadi di dalam
lembaga peradilan khususnya pada proses awal pemeriksaan,
yaitu dalam tahap penyelidikan dan penyidikan dan lebih
khusus lagi dalam hal pelaksanaan upaya paksa.
Prinsip secara universal menyatakan bahwa Pengadilan tidak
dapat memeriksa suatu perkara tindak pidana apabila terdakwa
tidak dapat dihadirkan oleh jaksa.
Betapapun kuatnya bukti yang dimiliki oleh polisi dan jaksa,
akan tetapi mengetahui sisi lain perkara dari pihak terdakwa
dengan cara didengar dan turut menjadi pertimbangan dalam
memutuskan harus dilakukan. Melanjutkan pemeriksaan
perkara tanpa kehadiran dari terdakwa telah terjadi pelanggaran
“hak terdakwa untuk membela diri” dan “asas praduga tidak
bersalah”.
Praperadilan sebagai lembaga koreksi




Lembaga koreksi menjadi hal yang penting guna melindungi hak-hak
khususnya tersangka yang memang diposisikan sebagai pihak yang lemah
dan rentan terhadap pelanggaran HAM. Lembaga pra peradilan
merupakan lembaga yang memiliki andil dalam melakukan koreksi ini.
Hal yang mendasari:
Pertama, peradilan sebagai suatu sistem (Sistem Peradilan Pidana), maka
hal yang pasti harus ada dan melekat di dalamnya adalah adanya
menejemen dan pengawasan yang di dalamnya memuat penilaian, di
dalam sistem tersebut. Tujuan keberadaannya yang paling mendasar
adalah agar sistem bekerja atau berjalan tidak menyimpang dari tujuan
dibuatnya sistem;
Kedua, penegakan hukum, khususnya hukum pidana, membawa dua sisi
yang kontradiktif dalam pelaksanaannya. Sisi yang satu adalah diharapkan
akan membawa pada kesejahteraan masyarakat – kesejahteraan sosial –
(ketentraman, kedamaian). Sisi yang lainnya adalah pelanggaran
(walaupun dalam nilai yang legal) terhadap hak asasi manusia (HAM),
karena dikurangkan atau dihilangkan kebebasan untuk bergerak,
kehormatan dan nama baiknya serta menikmati harta.
Praperadilan juga merupakan sarana melakukan pengawasan dan
penilaian atas jalannya SPP
Peradilan yang bebas dan dilakukan
dengan cepat dan sederhana
Adanya dua persoalan yang penting, yaitu:


Pertama, adanya peradilan yang bebas dari
pengaruh apapun (independent judiciary);
Kedua, proses peradilan pidana harus dilakukan
secara cepat dan sederhana (speedy trial).
peradilan yang bebas dari pengaruh
apapun (independent judiciary);


Kebebasan peradilan yang dalam hal ini menyangkut keseluruhan
sub sistem dalam peradilan pidana adalah titik pusat dari konsep
negara hukum yang menganut paham “rule of law”, di mana
hukum ditegakkan dengan secara tidak memihak (impartial), baik
terhadap tersangka/terdakwa/pelaku, Jaksa Penuntut Umum dan
korban (masyarakat).
Peradilan yang bebas tidak akan mengijinkan bahwa seseorang
telah “dianggap bersalah” sebelum adanya pembuktian yang kuat
tentang hal itu. Tidak akan mengijinkan adanya “show trials” di
mana terdakwa tidak diberikan atau dikurangi kesempatan yang
layak untuk membela diri secara maksimal. Sehingga pembatasan
waktu persidangan dengan mematok sekian hari, adalah salah
satu bentuk pengingkaran terhadap upaya hukum untuk mencari
kebenaran materiil. Tidak hanya merugikan terdakwa namun juga
merugikan hakim dan terutama adalah merugikan hukum.
proses peradilan pidana harus dilakukan
secara cepat dan sederhana (speedy trial).






Dalam proses awal dari sistem peradilan pidana yang cepat dan sederhana
merupakan tuntutan yang logis dari setiap tersangka, apalagi dirinya dalam
tahanan. Dengan mengingat pada:
Atas setiap waktu pengurangan kebebasan tersangka atau terdakwa harus
dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya demi kepentingan
penyelesaian perkaranya
Pasal 24(3), Pasal 25 (3), Pasal 26 (3), Pasal 27 (3), Pasal 28 (3), Pasal 29 (5)
“ …tidak menutup kemungkinan dikeluarkannya tersangka dari tahanan
sebelum berakhirnya waktu penahanan tersebut, jika kepentingan
pemeriksaan sudah terpenuhi”
Pasal 29 (4) ”Penggunaan kewenangan perpanjangan penahanan oleh pejabat
tersebut pada ayat 3 dilakukan secara bertahap dan dengan penuh
tanggungjawab”
Pasal 50 “Hak tersangka untuk segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik
dan selanjutnya diajukan kepada penuntut umum, dan kemudian segera pula
diadili oleh pengadilan”
Pasal 52 “Dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan,
tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada
penyidik atau hakim”
Peradilan yang terbuka untuk umum

Dimaksudkan adalah adanya “public hearing” dan
dimaksudkan untuk mencegah adanya “secret hearings”, di
mana masyarakat tidak dapat berkesempatan untuk
mengawasi apakah pengadilan telah secara seksama
melindungi hak terdakwa dan dijalankan sesuai dengan
ketentuan yang ada (hukum beracara).

Asas ini tidak dimaksudkan untuk diartikan peradilan
merupakan suatu “show case” atau dimaksudkan sebagai
“instrument of deterence” baik dengan cara
mempermalukan terdakwa (prevensi khusus) atau untuk
menakut-nakuti masyarakat atau “potential offenders”
(prevensi umum).
Pelanggaran atas hak-hak individu (penangkapan,
penahanan, penggeledahan dan penyitaan ) –
individual freedom of the citizen – harus didasarkan
pada undang-undang dan dilakukan dengan surat
perintah (tertulis);


Pelanggaran atas hak-hak individu (upaya paksa)
Hak-hak individu hanya dapat dilanggar berdasarkan syarat-syarat
yang ditentukan oleh undang-undang dan oleh pejabat negara yang
ditentukan dalam undang-undang.

Terkait dengan proses pra ajudikasi maka upaya paksa yang
dimiliki oleh kepolisian sebagai sub sistem peradilan pidana kerap
bersinggungan dengan hak – hak individu

Upaya paksa yang lazimnya dilakukan oleh polisi dalam kerangka
penanggulangan kejahatan meliputi penangkapan, penahanan
(sementara), penggeledahan dan penyitaan.
…..Lanjutan








Cara-cara yang kejam biasanya digunakan oleh aparat untuk memperoleh informasi
atau pengakuan, mengkhianati teman, ataupun menyebarluaskan rasa takut untuk
mencegah meluasnya oposisi politik
Penyiksaan harus dimengerti dalam konteks struktural, khususnya struktur
kekuasaan. Terdapat dua motif dasar aparat negara yang dibangun berlandaskan
kekuasaan dan bukan kedaulatan dalam melakukan penyiksaan:
Pertama, mengatasi perlawanan;
Kedua, membangun kepatuhan pada masyarakat.
Hal tersebut kemudian mendorong diratifikasinya Konvensi Anti Penyiksaan. Sejak
28 September 1998, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan
dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam dengan Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1998.
Pasal 5 DUHAM
“Tidak seorang pun dapat dijadikan sasaran penyiksaan, perlakuan atau hukuman
yang kejam, tidak manusiawi”
Pasal 9 DUHAM
“Tak seorang pun boleh ditangkap, ditahan, atau dibuang dengan sewenangwenang”
Pasal 7 Konvenan Hak-hak Sipil dan Politik
“Tidak seorangpun boleh dikenakan penganiayaan atau perlakuan lain yang kejam,
tidak manusiawi, atau hukuman yang merendahkan harkatnya”
Penangkapan


tindakan menahan seseorang atas dugaan
perbuatan pelanggaran hukum, oleh aparat yang
berwenang.
suatu tindakan penyidik berupa pengekangan
sementara waktu atas kebebasan tersangka atau
terdakwa -apabila terdapat cukup bukti- guna
kepentingan penyidikan, atau penuntutan, dan
atau peradilan, dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam undang-undang (Pasal 1 butir 20
KUHAP).


Prinsip Dasar
Kebebasan individu merupakan salah satu prinsip dasar HAM.
Karenanya, pengurangan atau pencabutan kebebasan individu
merupakan hal yang sangat serius dan hanya dapat dibenarkan
apabila hal tersebut dilakukan berdasarkan hukum dan memang
diperlukan.
Beberapa Instrumen Internasional tentang Kebebasan Individu
 Pasal 9 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang berbunyi :
Tidak seorangpun dapat ditangkap, ditahan atau diasingkan secara
sewenang-wenang.

- Pasal 9 paragraf 1, Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil
dan Politik :
Setiap orang berhak atas kebebasan dan keamanan pribadi. Tidak
seorangpun dapat ditangkap atau ditahan secara sewenangwenang. Tidak seorangpun dapat dirampas kebebasannya, kecuali
berdasarkan atau sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan
Prosedur Dasar yang harus diikuti
berdasarkan Instrumen Internasional



Setiap penangkapan harus dilakukan sesuai hukum
dan oleh petugas/orang-orang yang berwenang.
Setiap orang yang ditangkap harus diberitahukan
mengenai alasan-alasannya pada saat penangkapan,
dan harus sesegera mungkin diberitahu mengenai
tuduhan yang dikenakan terhadapnya
Harus dibuat catatan mengenai alasan penangkapan;
waktu penangkapan, kedatangan di tempat penahanan
dan kehadiran pertama di depan pengadilan atau
aparat lain; identitas petugas penegak hukum; dan
informasi yang jelas tentang tempat penahanan


Orang-orang yang ditangkap harus diberi
informasi dan penjelasan mengenai hak-hak
mereka dan bagaimana memanfaatkan hak-hak
tersebut
Setiap orang yang ditangkap atau ditahan atas
suatu tuduhan kejahatan harus segera dihadapkan
ke depan hakim atau pejabat lain yang diberi
kewenangan oleh hukum untuk menjalankan
kekuasaan peradilan, dan berhak untuk diadili
dalam jangka waktu yang wajar, atau dibebaskan.
undangan
Prinsip-prinsip berdasarkan Instrumen Internasional tersebut di
atas pada dasarnya telah dirumuskan secara jelas di dalam
KUHAP. Namun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
penangkapan ini adalah:
1. Memberikan perlindungan hukum kepada setiap orang yang
melaporkan dan mengadukan tentang adanya tindak pidana
termasuk kepada orang yang dilaporkan dan diadukan;
2. Melakukan penangkapan terhadap seseorang yang diduga
melakukan tindak pidana dengan tidak sewenang-wenang dan
didasarkan pada bukti permulaan yang cukup, memperlihatkan
surat tugas dan surat perintah penagkapan kepada tersangka
kecuali dalam hal tertangkap tangan (pasal 18 KUHAP)
3. Memberitahukan kepada setiap orang yang ditangkap mengenai
waktu, tempat dan jenis sangkaan (pasal 18 KUHAP)

Perlindungan Tambahan

Aparat harus sesegera mungkin memutuskan tanpa
penundaan mengenai keabsahan dan perlunya
penahanan. Tidak seorangpun dapat ditahan
selama menunggu penyelidikan atau persidangan,
kecuali berdasarkan perintah tertulis dari aparat
tersebut. Orang yang ditahan, apabila dibawa ke
depan aparat tersebut, harus mempunyai hak untuk
membuat pernyataan mengenai perlakuan yang ia
terima selama penahanan (Prinsip 37 dari
Kumpulan Prinsip-prinsip Perlindungan bagi
Semua Orang dalam Segala Bentuk Penahanan
atau pemenjaraan).
Penahanan


Penahanan adalah penempatan tersangka atau
terdakwa ditempat tertentu oleh penyidik atau
penuntut umum atau hakim dengan penetapan,
dalam hal dan menurut cara yang diatur undangundang. (Pasal 1 butir 21 KUHAP)
Pada umumnya, berbagai instrumen HAM
internasional maupun sistem hukum nasional
membedakan antara “tahanan” dan “narapidana”.
Seorang tahanan adalah orang yang dirampas
kebebasan pribadinya, tetapi belum dinyatakan
bersalah atas suatu pelanggaran hukum. Sedangkan
narapidana adalah orang yang dirampas
kebebasannya karena telah terbukti bersalah.
Prinsip Dasar


Pada dasarnya, sebagian besar prinsip dasar mengenai
penangkapan berkaitan erat dan termasuk kedalam prinsip
dasar yang harus diperhatikan dalam melakukan penahanan.
Dalam kerangka pelaksanaan tugas ini, maka tindak
kekerasan sangat mungkin terjadi.
Arti kekerasan dalam hal ini dikaitkan dengan penyiksaan,
yaitu segala tindakan yang mengakibatkan rasa sakit atau
penderitaan yang berat, baik secara fisik maupun mental,
yang dilakukan oleh/atas dorongan/dengan persetujuan
nyata/persetujuan diam-diam dari pejabat publik atau orang
lain yang bertindak dalam kapasitas resmi (Konvensi
Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman
Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan
Martabat Manusia, Pasal 1).
…..lanjutan


Ketentuan umum tentang perlakuan yang
manusiawi bagi para tahanan mengharuskan :
Semua orang yang dirampas kebebasannya harus
diperlakukan secara manusiawi dan dengan
menghormati martabat yang melekat pada diri
manusia;
……lanjutan


Seorang tersangka harus dipisahkan dari orangorang yang telah terbukti bersalah dan diberikan
perlakuan yang sesuai dengan statusnya sebagai
orang yang belum terbukti bersalah.
Prinsip lain yang perlu diperhatikan adalah hal yang
berkaitan dengan perlakuan terhadap tahanan
selama proses penahanan berlangsung, meliputi
larangan penyiksaan, perlakuan yang tidak
manusiawi dan perlakuan khusus terhadap tahanan
wanita dan anak-anak.
….lanjutan







Kumpulan Prinsip-Prinsip tentang Perlindungan Semua
Orang dari Segala Bentuk Penahanan atau Pemenjaraan
mempunyai relevansi langsung dengan petugas polisi
menentukan bahwa terdapat hak-hak yang dimiliki oleh para
tahanan yang meliputi :
Pengawasan pengadilan terhadap para tahanan (Prinsip 4, 11,
dan 37);
Para tahanan berhak untuk mendapatkan penasihat hukum
(Prinsip 11,15,17, dan 18);
Para tahanan berhak untuk berkomunikasi dan melakukan
kontak rutin dengan keluarganya (Prinsip 15, 16, 19, dan 20);
Pengawasan medis yang memadai bagi para tahanan (Prinsip
24 dan 26);
Membuat catatan mengenai keadaan penangkapan dan
penahanan (Prinsip 12);
Mencatat rincian keadaan setiap interogasi (Prinsip 23).
tentang tatacara peradilan pidana memberikan
panduan agar aparat dalam melakukan penahanan:


Melakukannya hanya terhadap tersangka yang telah diduga
keras melakukan tindak pidana, berdasarkan bukti
permulaan yang cukup, dalam hal/keadaan yang
menimbulkan persangkaan bahwa tersangka akan
melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan atau
mengulangi tindak pidana (Pasal 21 KUHAP);
Memberikan surat perintah penahanan atau penetapan
hakim yang mencantumkan identitas tersangka atau
terdakwa dan menyebutkan alasan penahanan serta uraian
singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan padanya
serta tempat dimana ia ditahan dan memberitahukan
tembusan surat tersebut kepada keluarga atau penasihat
hukumnya (Pasal 21 KUHAP);
…..lanjutan


Hanya dilakukan kepada tersangka yang diduga
melakukan kejahatan yang diancam dengan pidana
penjara 5 (lima) tahun atau lebih atau tindak pidana
tertentu (yang diatur secara khusus) (Pasal 21
KUHAP);
Memberikan hak-hak tertentu kepada orang yang
ditahan sesuai dengan ketentuan undang-undang
seperti:




Mendapat perawatan kesehatan (Pasal 58);
Menerima kunjungan rohaniawan (pasal 63);
Bertemu keluarga atau penasihat hukumnya (Pasal 60);
Memperhatikan asas praduga tak bersalah.
Penahanan terhadap Tersangka
Anak-Anak

Peraturan Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perlindungan
Anak-Anak yang Dirampas Kebebasannya menjamin bahwa
perampasan kebebasan dan penahanan anak dalam penjara
hanya dilakukan bila perlu saja; dan bahwa anak-anak yang
ditahan tersebut harus diperlakukan secara manusiawi sesuai
dengan status mereka sebagai anak-anak, dan dengan
menghormati hak asasi manusia mereka. Ketentuan Bagian
III dari peraturan ini mempunyai relevansi yang paling dekat
dengan petugas polisi yaitu menekankan asas praduga tak
bersalah dan perlakuan khusus yang melekat pada status
tersebut (Peraturan 17 dan 18).
Penahanan terhadap Kelompok Rentan

Prinsip-Prinsip tentang Perlindungan Semua
Orang dalam Segala Bentuk Penahanan atau
Pemenjaraan menetapkan bahwa prinsip-prinsip
ini harus diterapkan tanpa pembedaan apapun
seperti ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa,
dan lain-lain. Namun demikian, tindakantindakan yang diterapkan berdasarkan hukum
dan dirancang khusus untuk melindungi hak-hak
dan status khusus perempuan, terutama
perempuan hamil atau menyusui, tidak boleh
dipandang sebagai diskriminatif.



Hak atas penangguhan penahanan
tersangka/terdakwa dapat meminta penangguhan penahanan.
Meskipun dalam implementasi hak ini sering digunakan oleh
orang-orang berkonflik dengan hukum sebagai alasan untuk
menunda proses peradilan, namun secara yuridis
penangguhan penahanan diperbolehkan.
Hak ini merupakan salah satu hak tersangka/terdakwa
sebagaimana diatur dalam Pasal 31 KUHAP yang
menyatakan “atas permintaan tersangka atau terdakwa,
penyidik atau penuntut umum atau hakim sesuai
kewenangannya masing-masing, dapat mengadakan
Penangguhan Penahanan dengan atau tanpa jaminan orang,
berdasarkan syarat yang ditentukan”.
Penyitaan dan Penggeledahan


Penyitaan berarti serangkaian tindakan penyidik
untuk mengambil alih dan atau menyimpan di
bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak
bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk
kepentingan pembuktian dalam penyidikan,
penuntutan dan peradilan.
Penggeledahan adalah mencari dengan
memperhatikan secara cermat/memeriksa sasaran
dengan ketat.
……lanjutan

1.
Dalam terminologi KUHAP, penggeledahan dibagi
dalam dua pengertian, yaitu:
penggeledahan rumah
Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik
untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat
tertutup lainnya untuk melakukan tindakan
pemeriksaan dan atau penyitaan, dan atau
penangkapan dalam hal serta menurut cara yang
diatur dalam undang-undang (Pasal 1 butir 17
KUHAP).
…..lanjutan
penggeledahan badan.
penggeledahan badan adalah tindakan penyidik
untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau
pakaian tersangka, untuk mencari benda yang
diduga keras ada pada badannya atau dibawanya
serta; untuk kemudian disita.
Oleh karenanya suatu penggeledahan merupakan
suatu penyerangan atau invasi terhadap privasi
seseorang.
2.
Prinsip Dasar

Prinsip dasar yang harus diperhatikan adalah perlakuan
pemeriksaan badan atau pakaian seorang tahanan yang
berjenis kelamin perempuan. Prinsip-Prinsip tentang
Perlindungan Semua Orang dalam Segala Bentuk
Penahanan atau Pemenjaraan diterapkan berdasarkan
hukum dan dirancang khusus untuk melindungi hakhak dan status khusus perempuan, terutama perempuan
hamil atau menyusui. Berkaitan dengan pengawasan
dan proses interograsipun, sedapat mungkin hukum
nasional mengharuskan penggeledahan para tahanan
untuk dilakukan oleh orang-orang dengan jenis kelamin
yang sama dengan tahanan
Prosedur Menurut KUHAP
KUHAP mengatur bahwa petugas dalam melakukan
penggeledahan:
 Harus dengan surat izin ketua pengadilan negeri setempat
(Pasal 33 KUHAP) kecuali dalam keadaan mendesak dan
sangat perlu (Pasal 34 KUHAP);
 Dalam melakukan penggeledahan harus disaksikan oleh
ketua lingkungan dengan 2 (dua) orang saksi (Pasal 33
KUHAP);
 Harus dibuat berita acara yang tembusannya disampaikan
kepada pemilik rumah;
 Penggeledahan pada saat penangkapan, petugas hanya
berwenang menggeledah pakaian termasuk benda yang
dibawanya serta, apabila terdapat dugaan keras dengan
alasan yang cukup bahwa pada tersangka tersebut terdapat
benda yang dapat disita (Pasal 37)
…..lanjutan
Dalam melakukan penyitaan:
 Melakukan penyitaan dengan surat izin ketua
pengadilan negeri setempat kecuali dalam keadaan
mendesak dan sangat perlu (Pasal 38 KUHAP);
 Yang dapat disita hanyalah benda-benda hasil
tindak pidana, yang digunakan untuk melakukan
tindak pidana, atau yang berhubungan dengan
tindak pidana (Pasal 39 KUHAP);
 Benda hasil sitaan dikembalikan kepada yang
berhak setelah tindak pidana diputus kecuali bila
putusan hakim menyatakan lain (Pasal 39).
persangkaan dan pendakwaan terhadapnya






Merupakan unsur dasar dalam hak warga negara atas
“liberty and security”, yang menurut Paul Sieghart adalah:
“no one shall be arrested or detained except on grounds,
and by procedures, established by law”;
“when anyone is arrested, he must be told why”
“he must then be brought promptly before a judicial
officer”
“and either released or tried within a reasonable time”
“he must always be entitled to test the legality of his
detention by proceedings before a court”
…..lanjutan



Asas tsb. di atas merupakan bagian pemahaman
yang benar tentang “due process of law”, di mana
salah satu unsurnya adalah “tersangka dan
terdakwa harus diberikan jaminan-jaminan untuk
dapat membela diri sepenuhnya”
Untuk itu saat diperiksa oleh penyidik harus
diberitahu dengan jelas alasan mengapa ia
ditangkap
Penasihat hukum diberikan hak untuk
mempelajari berkas perkara yang disusun
penyidik sebelum diajukan ke jaksa penuntut
umum
Fair Trial
Hak untuk diadili oleh pengadilan yang berwenang,
bebas dan tidak memihak
- Hak terdakwa untuk diadili
oleh pengadilan yang
berwenang, bebas dan tidak
memihak;
 Kemandirian Hakim;
 Administrasi Penanganan
Perkara
PRADUGA TAK BERSALAH





Pasal 10 DUHAM
Basic Principles on the Independence Judiciary
(Resolusi PBB Majelis Umum PBB 40/32 tanggal 29
Nopember 1985 dan 40/16 tanggal 13 Desember
1985)
Prinsip 10 dari Guidelines on the Role of Prosecution
Pasal 1 UU No.4 tahun 2004 dan
Pasal 17 UU No.39 tahun 1999.
Hak Terdakwa untuk didengar keterangannya dimuka
Pengadilan





Pasal 10 DUHAM,
Pasal 14 ayat 1 ICCPR;
Pasal 64 ayat (2) dan Pasal 67 ayat (1) ICC.
Pasal 52 dan pasal 153 ayat (2) b KUHAP
dan
Pasal 18 UU 39 tahun 1999.
Hak Untuk Membela Diri
Hak untuk membela diri
a. Hak untuk hadir dalam sidang pengadilan
b. Hak untuk diberi waktu dan fasilitas yang memadai
untuk mempersiapkan pembuktian.
c. Hak untuk didampingi oleh penasihat hukum
d. Hak untuk menghadirkan saksi yang menguntungkan
e. Hak untuk memperoleh penerjemah
Hak Terdakwa untuk didengar keterangannya
dimuka Pengadilan
Penting untuk menunjang hak-hak lainnya seperti:
hak untuk membela diri bagi seorang terdakwa dipersidangan.
hak bagi seorang terdakwa untuk tidak dinyatakan bersalah
hingga terbukti bersalah (presumption of innocent) dan
seseorang terdakwa tidak boleh dipaksa untuk mengaku bersalah.
Hak untuk hadir dalam sidang pengadilan
BEBAN PEMBUKTIAN
Hak untuk menghadirkan saksi
yang menguntungkan
Untuk diberi waktu dan fasilitas yang
memadai untuk mempersiapkan
pembelaan


KOMUNIKASI
PEMBIAYAAN
HAK
UNTUK
DIDAMPINGI
PENASIHAT
HUKUM
HAK ATAS PENERJEMAH


BAHASA YANG DIPAKAI
PENERJEMAH = BAGI TERDAKWA
BISU/TULI ???
KASUS 1
Sidang lanjutan kasus tewasnya wartawan Bernas Fuad M Syafruddin
alias Udin, yang berlangsung menggunakan bahasa Jawa tanpa
penerjemah, Pihak penasihat hukum terdakwa pun bahkan bisa
mencari tahu lebih jauh apakah ada BAP (Berita Acara Pemeriksaan)
di tingkat penyidikan yang berlangsung serupa. Seperti diberitakan,
dalam sidang lanjutan kasus Udin hari Selasa di Pengadilan Negeri
Bantul, kesaksian Ny Ponikem dan Ny Nur Sulaeman berlangsung
dalam bahasa Jawa. Meski menurut KUHAP, sidang harus
dilangsungkan dalam bahasa Indonesia, nyatanya majelis hakim
tidak menunjuk seorang penerjemah pun bagi kepentingan kesaksian
terkait. Alhasil, tanya jawab dengan saksi dilangsungkan dalam
bahasa Jawa.(Kompas, 27/8 1997)
Non Retro Active
dan Ne bis in idem







Pasal 11 ayat (2) DUHAM;
Pasal 15 ICCPR dan
Pasal 22 ICC
Pasal 28i UUD 1945
Amandemen II,
Pasal 1 ayat (1) , Pasal 76 KUHP dan
Pasal 18 ayat (2) UU No.39 tahun 1999
Hak atas suatu pengadilan yang sederhana, cepat dan
biaya ringan



Pasal 14 ayat (3) ICCPR dan
Pasal 67 ICC
Pasal 50 KUHAP
KASUS 2
Pada hari Rabu tanggal 23 Agustus 2006 pukul 13.00 WIB di Jalan
Rancaekek dalam wilayah Kabupaten Bandung, motor saya ditilang
karena lampu belakang motor saya berwarna putih (saya beli dari
dealer sudah warna putih), SIM ditahan oleh Bripka Suyatno NRP
72020239 kesatuan Polda Jabar dan tertulis dalam bukti tilang waktu
sidang pada Jumat tanggal 1 September 2006 bertempat di
Pengadilan Negeri Bale Bandung. Pada Jumat 1 September 2006,
saya datang ke Pengadilan Negeri Bale Bandung guna menghadiri
sidang sesuai waktu yang telah ditentukan, tetapi pada kenyataannya,
sidang tidak dapat dilaksanakan karena pengadilan belum terima
berkas ditandatangani oleh Dedi Sugandi (bidang pidana bagian
tilang). (sumber: Kompas, 27 Agustus 2006)
Hak atas pengadilan yang terbuka untuk
umum

Mekanisme kontrol publik
 Pengecualiannya???
HAK UNTUK BANDING DAN KASASI
Komisi HAM PBB menggariskan setidaktidaknya ada dua jenjang dalam sistem
pengadilan yang memungkinkan pengkajian
ulang atas suatu putusan dimana jenjang yang
satu lebih tinggi dari yang lainnya.
Hak Terpidana dan Narapidana
Terpidana



Dinyatakan bersalah secara hukum
Dianggap “sampah masyarakat”
Perhatian terhadap terpidana tidak seperti pada
tersangka/terdakwa
Terpidana


Hakekatnya terpidana tetaplah seorang
manusia yang padanya melekat sejumlah hak
Tetapi karena telah dinyatakan bersalah
secara hukum, maka ada pembatasanpembatasan yang berlaku bagi terpidana
KAM
(Kewajiban Asasi Manusia)
Pasal 70 UU Nomor 39 Tahun 1999




Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,
setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan
oleh UU
dengan maksud untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain
dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimbangan moral, keamanan, dan ketertiban umum dalam
suatu masyarakat demokratis.
Instrumen HAM internasional
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Universal Declaration of Human Rights;
International Covenant on Economic, Social and Cultural
Rights;
International Covenant on Civil and Political Rights;
the Standard Minimum Rules for the Treatment of
Prisoners;
Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or
Degrading Treatment or Punishment;
Basic Principles for the Treatment of Prisoners; dan
Safeguards Guaranteeing Protection of the Rights of
Those Facing the Death Penalty.
DUHAM
1.Hak untuk diakui eksistensinya sebagai manusia di
hadapan hukum
2. Hak atas persamaan di hadapan hukum dan
mendapatkan perlindungan hukum tanpa
diskriminasi
3. Hak untuk menuntut melalui peradilan atas
setiap pelanggaran terhadap hak-hak asasinya
yang dijamin oleh konstitusi atau hukum
ICCPR
1. Hak setiap terpidana mati dalam kasus apapun
untuk meminta pengampunan
2.Hak setiap terpidana yang kehilangan
kebebasannya untuk diperlakukan secara
manusiawi dan dihargai kehormatannya sebagai
manusia
3. Hak setiap orang untuk tidak dituntut lagi
berdasarkan satu tindak pidana, bila ia telah
dipidana atau dibebaskan oleh putusan hakim
yang berkekuatan hukum tetap
ICESCR


hak untuk mendapatkan standar kehidupan
yang sesuai untuk kesehatan dan
kesejahteraan (termasuk di dalamnya hak atas
makanan, pakaian, tempat tinggal).
Di samping itu juga adanya jaminan hak atas
pendidikan bagi setiap orang; jadi tidak
terkecuali bagi seorang terpidana sekalipun.
CAT

Pasal 10 ayat (1) “setiap negara pihak harus
menjamin bahwa pendidikan dan informasi
mengenai larangan terhadap penyiksaan seluruhnya
dimasukkan dalam pelatihan bagi para petugas
penegak hukum, sipil atau militer, petugas
kesehatan, pejabat publik, dan orang-orang lain yang
ada kaitannya dengan penahanan, interogasi, atau
perlakuan terhadap setiap orang yang ditangkap,
ditahan atau dipenjara.
…..lanjutan
Pasal 11 “mewajibkan setiap negara pihak untuk
senantiasa mengawasi secara sistematik peraturanperaturan tentang interogasi, instruksi, metode,
kebiasaan-kebiasaan dan peraturan untuk melakukan
penahanan serta perlakuan terhadap orang-orang
yang ditangkap, ditahan atau dipenjara dalam setiap
wilayah kewenangan hukumnya, dengan maksud
untuk mencegah terjadinya kasus penyiksaan”.
Standard Minimum Rules for the Treatment of
Prisoners (SMR)
1.
2.
3.
4.
5.
Hak untuk tidak diperlakukan secara diskriminatif.
Hak untuk dihargai kepercayaan dan perasaan moralnya.
Hak untuk ditempatkan secara terpisah-pisah sesuai jenis kelamin,
umur, catatan kriminal, dasar hukum bagi pengekangan
kebebasannya dan tindakan yang dibutuhkannya.
Hak untuk mendapatkan akomodasi untuk tempat tidur dan bekerja
yang memenuhi persyaratan kesehatan (cukup udara, cukup
penerangannya, cukup hangat, tersedia sarana sanitasi).
Hak untuk memperoleh perlengkapan untuk menjaga dan merawat
kebersihan tubuhnya.
……lanjutan
6. Hak untuk memperoleh pakaian yang memenuhi persyaratan untuk
menjaga kesehatan dan tidak merendahkan martabat kemanusiaan,
apabila tidak diijinkan untuk memakai pakaiannya sendiri.
7.
Hak untuk memperoleh makanan yang bergizi, sesuai untuk
kesehatan dan hak untuk selalu memperoleh air minum, kapanpun ia
membutuhkannya.
8.
Hak untuk melakukan olah raga dan latihan fisik yang bersifat
rekreasi dengan sarana yang harus disediakan.
9.
Hak untuk mendapat pelayanan medis
10.
Hak untuk tidak dijatuhi hukuman disiplin tanpa diberitahu terlebih
dahulu kesalahannya dan diberi kesempatan mengajukan pembelaan.
…….lanjutan
16. Hak untuk mengajukan permohonan atau keluhan tanpa sensor kepada
pusat lembaga penjara, lembaga yudikatif atau lembaga lain melalui
saluran yang diakui.
17.Hak untuk berkomunikasi dengan keluarga dan teman-teman yang
mempunyai nama baik secara teratur melalui surat maupun berupa
kunjungan, di bawah pengawasan yang diperlukan.
18.Hak untuk secara teratur memperoleh informasi yang penting melalui
surat kabar, terbitan berkala, publikasi-publikasi khusus lainnya,
ceramah-ceramah atau sarana-sarana lain, dengan pengawasan dari
petugas yang berwenang.
19.Hak untuk menggunakan buku-buku dari perpustakaan penjara.
20.Hak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya akan hal-hal yang bersifat
religius dengan cara mengunjungi pelayanan yang disediakan oleh
lembaga, memiliki buku-buku ketaatan religius dan instruksi dari
golongan agamanya.
Basic Principles for the Treatment of
Prisoners
1.
2.
3.
4.
Tujuan pembinaan terhadap terpidana (penjara) adalah untuk
mengembalikannya ke dalam masyarakat sebagai seorang yang taat hukum,
karenanya setiap terpidana berhak untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang
bersifat kultural dan pendidikan, yang bertujuan untuk membangun
kepribadian manusia.
Dalam rangka upaya pengembalian ke dalam masyarakat, juga harus
diciptakan kondisi yang memungkinkan terpidana melakukan pekerjaan yang
mendapat upah.
Pekerjaan tersebut akan membuka jalan mereka untuk kembali ke bursa
kerja, sekaligus memungkinkan untuk memberikan dukungan finansial bagi
keluarganya.
Di samping hak atas kegiatan yang bertujuan untuk pembinaan rohani dan
peningkatan kemampuannya, terpidana juga mutlak membutuhkan akses ke
pelayanan kesehatan tanpa harus dibedakan dari warga masyarakat lainnya.
Safeguards Guaranteeing Protection of the Rights
of Those Facing the Death Penalty
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Hanya untuk tindak pidana yang sangat serius
Tidak dijatuhkan pada terpidana yang waktu melakukan tindak
pidana berumur di bawah 18 tahun, wanita hamil, wanita yang baru
saja melahirkan atau orang gila.
Terpidana harus mempunyai hak untuk mengajukan keberatan
kepada pengadilan yang lebih tinggi.
Terpidana harus diberi hak untuk memohon pengampunan (pardon)
atau pengurangan hukuman (commutation of sentence).
Pidana harus ditunda selama keberatan atau pengampunan atas
pidana mati sedang diajukan
Harus dilakukan dengan cara yang paling tidak menderitakan
Instrumen Nasional
1.
2.
3.
4.
Ketentuan mengenai sanksi pidana dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP);
UU RI No. 22 tahun 2002 tentang Grasi
UU Nomor 8 Tahun 1981 – KUHAP – , bab XX tentang Pengawasan dan
Pengamatan Pelaksanaan Putusan Pengadilan;
UU No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan;
Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 tahun 2006 tentang Perubahan PP No.
32 tahun 1999 tanggal 19 Mei 1999 tentang Syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan
Keppres No. 174 tahun 1999 tentang Remisi, Keputusan Menteri Hukum
dan Perundang-Undangan RI No. M.09.HN.02.01 tentang Pelaksanaan
Keppres No. 174 tahun 1999
Keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI No. M.04.HN.02-01 tahun
2000 tentang Remisi tambahan bagi narapidana dan anak pidana.
Cara Memperoleh Hak:
Pertama, hak yang secara otomatis diperoleh terpidana
karena hal tersebut merupakan kewajiban aparat
penegak hukum untuk memenuhinya atau merupakan
hal yang terlarang untuk dilakukan oleh aparat penegak
hukum
Kedua, hak diperoleh dengan persyaratan tertentu.
Ketiga, hak diperoleh diperlukan pengajuan permohonan
dari terpidana kepada aparat penegak hukum yang
berwenang.
KUHP
1.
2.
3.
4.
5.
Hak untuk mendapatkan pembebasan bersyarat
Hak terpidana kurungan untuk melakukan pekerjaan yang lebih
ringan dibandingkan dengan terpidana penjara.
Hak terpidana penjara atau kurungan yang dijatuhi pidana paling
lama 1 bulan untuk bergerak bebas di luar LP setelah selesai
bekerja.
Hak terpidana kurungan untuk mengajukan permohonan mengenai
tempat ia akan menjalani pidananya.
Hak terpidana kurungan yang sedang menjalani pidana hilang
kemerdekaan di penjara, untuk mengajukan permintaan agar
pidana kurungan yang akan dijalani dapat dilaksanakan di tempat
sekarang ia menjalani pidana
……..lanjutan
Hak terpidana kurungan untuk memperbaiki kondisi tempat ia
menjalani pidananya dengan biaya sendiri.
7. Hak terpidana kurungan atau terpidana penjara untuk tidak
dipekerjakan di luar tembok penjara, dalam hal ia adalah
terpidana penjara seumur hidup atau wanita atau kesehatannya
tidak memungkinkan berdasarkan pemeriksaan dokter.
8. Hak terpidana kurungan dan terpidana penjara untuk tidak
bekerja di luar tembok penjara berdasarkan putusan hakim,
karena menurut pertimbangan hakim keadaan dirinya dan
keadaan masyarakat tidak memungkinkannya untuk melakukan
hal itu.
9. Hak terpidana penjara dan kurungan untuk menjalani pidananya
sekaligus di penjara, asalkan dalam bagian sendiri-sendiri.
10. Hak seorang terpidana untuk tidak dituntut sekali lagi atas dasar
perbuatan yang sama.
6.
UU Grasi
GRASI
•
merupakan salah satu hak prerogatif presiden untuk
mengubah putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap,
•
dapat diajukan oleh terpidana mati, penjara seumur
hidup, penjara minimal 2 tahun
•
Hanya dapat diajukan oleh:

terpidana atau kuasa hukumnya

atau anggota keluarga dengan persetujuan terpidana
(kecuali dalam hal terpidana mati)
UU No. 8 tahun 1981 ttg KUHAP
Hak untuk menuntut ganti kerugian dan rehabilitasi
 Catatan:
Ada Hakim Was Mat
PENGAWASAN DAN PENGAMATAN PELAKSANAAN
PUTUSAN PENGADILAN (dalam hal pidana perampasan
kemerdekaan, termasuk pidana bersyarat)

UU No. 12 tahun 1995
PP No. 28 tahun 2006
Hak untuk melakukan ibadah sesuai dengan agama atau
kepercayaannya, baik di dalam dan atau di luar LP
2. Hak untuk mendapat perawatan baik rohani maupun jasmani
3. Hak untuk mendapatkan pendidikan dan pengajaran; di dalam atau di
luar LP
4. Hak untuk Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang
layak
5. Hak untuk Menyampaikan keluhan
6. Hak untuk Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media
massa lainnya yang tidak dilarang
7. Hak untuk Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang
dilakukan
1.
…..lanjutan
8. Hak untuk Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum atau orang
tertentu lainnya;
9. Hak untuk mendapatkan remisi (umum, khusus, tambahan)
10.Hak untuk mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti
mengunjungi keluarga
11.Hak untuk pembebasan bersyarat;
12.Hak untuk cuti menjelang bebas;
13. Hak-hak lain sesuai dengan peraturan perundangan-undangan yang
berlaku.
Download