1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi merupakan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi merupakan suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi
(organisme) yang mempengaruhi kerja daya imun tetapi tidak disertai gejala
klinik (Departemen Kesehatan RI, 2008). Salah satu contoh penyebab infeksi
adalah penyakit menular. Memasuki tahun 2008 muncul penyakit menular baru
yaitu Avian Influenza atau flu burung, dimana penyebaran infeksi dari penyakit
ini sangatlah mudah bagi yang terpapar langsung dengan penderita karena dapat
ditularkan melalui udara. Rumah sakit menjadi salah satu tempat yang mudah
menularkan flu burung dan berbagai penyakit menular lainnya (Departemen
Kesehatan RI, 2008).
Ditinjau dari asalnya infeksi dapat berasal dari komunitas (community
acquired infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit (hospital acquired
infection) yang sebelumnya dikenal dengan istilah infeksi nosokomial
(Departemen Kesehatan RI, 2008). Istilah infeksi nosokomial yang diakui secara
internasional awalnya disebut dengan hospital acquired infection, namun karena
seringkali asal infeksi tidak selalu datang dari rumah sakit tetapi juga dapat
muncul dari tempat pelayanan kesehatan lainnya maka istilah tersebut diganti
dengan healthcare-associated infections (HAIs) (Departemen Kesehatan RI,
2008). Infeksi nosokomial terdapat di seluruh dunia baik itu negara perkembang
ataupun negara maju. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah
1
2
sakit dan menyerang penderita-penderita yang sedang dalam proses asuhan
keperawatan (Darmadi, 2008). Wabah infeksi nosokomial terjadi di lingkungan
rumah sakit dan ditularkan dari pasien, pengunjung, maupun staf rumah sakit.
Beberapa jenis penyakit yang biasa timbul karena infeksi nosokomial adalah
Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS), demam hemoragik, flu burung, dan
jenis flu berat lainnya yang membutuhkan pengontrolan penularan infeksi di
tataran klinis.
WHO (World Health Organization) pada tahun 2009 melaporkan bahwa
infeksi nosokomial terjadi dengan frekuensi yang sangat sering, menyebabkan
timbulnya penyakit-penyakit dan kematian pada pasien maupun tenaga kesehatan.
Berdasarkan studi literatur yang dilakukan oleh Luo et al., (2010) didapatkan hasil
bahwa pada tahun 2002 di Amerika Serikat ditemukan 57 tenaga kesehatan
terinfeksi HIV yang disebabkan oleh paparan rumah sakit, 24 diantaranya adalah
perawat, kemudian 48 tenaga terkena infeksi karena tertusuk alat-alat kesehatan.
Masih berdasarkan studi literatur yang sama, pada tahun 2003 dilaporkan tingkat
kecelakaan karena jarum suntik sangat tinggi yaitu sebanyak 80,6% di China.
Menyikapi banyaknya infeksi nosokomial yang terjadi dan untuk
melindungi pasien maupun tenaga kesehatan, Centers for Disease Control and
Prevention (CDC) pada tahun 1996 menetapkan standard precautions sebagai
petunjuk atau acuan dalam usaha mengurangi resiko infeksi dari darah yang
terpecik dan patogen lain di rumah sakit (Luo et al., 2010). Peningkatkan upaya
pengendalian infeksi untuk melindungi tenaga kesehatan, pasien dan pengunjung
juga menjadi perhatian di Indonesia (Departemen Kesehatan RI, 2008).
3
Standard precautions berperan penting di rumah sakit dalam pengontrolan
infeksi untuk pasien, tenaga profesional, dan mahasiswa yang sedang praktik
(Nagliate et al., 2013). Prosedur standard precautions secara umum meliputi
bagaimana menjaga kebersihan tangan, penggunaan sarung tangan medis,
pemakaian baju yang aman, pemakaian masker, perlindungan terhadap mata,
perlindungan terhadap kepala dan perlakuan injeksi yang aman (Harding et al,
2011). Tujuan ditetapkan standard precautions adalah untuk mencegah transmisi
silang (Departemen Kesehatan RI, 2008).
Perawat merupakan salah satu tenaga kesehatan yang berhadapan langsung
dengan pasien di tataran klinis. Sebagai salah satu professional yang bertugas
meningkatkan kualitas kesehatan, perawat mempunyai peranan penting untuk
mencegah serta mengurangi penularan infeksi nosokomial dengan mematuhi
pelaksanaan standard precautions. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan di
Hong Kong, beberapa perawat dapat menggunakan masker dengan teknik yang
benar, menggunakan sarung tangan medis sebelum menyentuh pasien, dan
mengganti sarung tangan ketika menangani pasien yang berbeda, akan tetapi
masih terdapat sekitar 30%-40% perawat yang tidak mematuhi standard
precautions dalam hal membuang benda-benda tajam, mencuci tangan dengan
cara yang aseptik, menggunakan alcoholic hand rubs, dan tidak melaksanakan
secara tepat dalam memandikan pasien di bak yang besar (Lam et al., 2012).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
standard precautions tidak dipatuhi sepenuhnya oleh beberapa perawat sehingga
hal tersebut membahayakan bagi kesehatan perawat, pasien, maupun orang lain
4
yang berinteraksi dengan keduanya. Penarikan kesimpulan tersebut sejalan dengan
pernyataan Ketua Umum Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia dalam
sambutan peresmian Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Rumah Sakit yang mengatakan bahwa masih banyak rumah sakit, sarana
kesehatan, dan tenaga kesehatan di Indonesia yang belum menjalankan program
pencegahan dan pengendalian infeksi dengan baik (Departemen Kesehatan RI,
2008).
Tidak sedikit kasus HAIs atau infeksi nosokomial yang terjadi di
Indonesia maupun luar Indonesia. Beberapa contoh rumah sakit yang terdapat
kasus infeksi noskomial adalah RSUD Setjonegoro, RSUP Haji Adam Malik
Medan, dan RSUD Dr Pringadi Medan. RSUD Setjonegoro Kabupaten
Wonosobo, rumah sakit ini mengalami peningkatan angka infeksi nosokomial
dari tahun 2010 ke tahun 2011 yaitu dari 0,37% menjadi 1,48% kasus. Jenis
penyakit infeksi nosokomial yang diteliti di rumah sakit tersebut adalah ISK, ILO
(Infeksi Luka Operasi), pneumonia, sepsis, dekubitus,dan phlebitis. Prosentase
angka kejadian infeksi nosokomial di RSUD Dr. Pringadi Medan pada tahun
2006 sebesar 32,16% yang mencakup infeksi penggunaan jarum infus 10%,
akibat transfusi darah 10,16%, dan luka operasi 12% (Nasution, 2008). Kejadian
infeksi nosokomial lain ditemukan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan pada tahun 2010 yaitu sebanyak 5,6% pasien menderita infeksi
nosokomial karena luka operasi (Jeyamohan, 2010).
Indonesia memiliki peraturan bahwa pemerintah dapat mencabut perijinan
operasional rumah sakit apabila standar kejadian infeksi nosokomial di rumah
5
sakit sebesar ≤
1% sampai dengan 5%, peraturan tersebut tercantum dalam
Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) no. 129 tahun 2008. Secara tidak
langsung, Kepmenkes tersebut memberikan arti bahwa suatu rumah sakit dengan
angka infeksi nosokomial diatas 1% sudah seharusnya waspada dan meningkatkan
proteksi terhadap munculnya kejadian infeksi nosokomial jika ingin tetap
mempertahankan ijin operasional rumah sakit.
Sebagian besar penelitian mengenai standard precautions dilaksanakan di
rumah sakit umum. Jenis rumah sakit tidak hanya rumah sakit umum saja
melainkan banyak rumah sakit lain seperti misalnya rumah sakit jiwa. Salah satu
rumah sakit jiwa di Indonesia adalah Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) Dr RM
Soedjarwadi. Berdasarkan studi pendahulan yang peneliti lakukan di RSJD Dr
RM Soedjarwadi, angka infeksi nosokomial yang disebabkan oleh infeksi karena
jarum suntik di rumah sakit tersebut adalah lebih dari 1% pada Bulan Nopember
2014. Angka tersebut memperlihatkan bahwa diperlukan pencegahan infeksi lebih
lanjut seperti mematuhi standard precautions untuk mengurangi adanya infeksi
nosokomial di RSJD Dr RM Soedjarwadi demi pelayanan yang lebih baik untuk
pasien. Sejauh ini peneliti belum menemukan penelitian terkait standard
precautions di rumah sakit jiwa termasuk di RSJD Dr RM Soedjarwadi, padahal
standard precautions seharusnya diaplikasikan pada semua pasien baik pasien
dengan status infeksi maupun tidak (Lam et al., 2011). RSJD Dr RM Soedjarwadi
memiliki beberapa klinik atau ruang seperti instalasi rawat inap non psikiatri,
klinik ketergantungan obat / NAPZA, klinik IGD, klinik spesialis anak, klinik
6
penyakit syaraf, klinik umum, klinik kesehatan gigi dan mulut, serta klinik
penyakit dalam (RSJD Dr RM Soedjarwadi, 2014). Setiap ruang mengharuskan
perawat atau tenaga medis lainnya untuk melakukan standard precautions. Peran
perawat dalam mematuhi standard precautions sangat diutamakan karena perawat
adalah tenaga medis terdepan yang berhadapan langsung dengan pasien selama 24
jam di tataran klinis dan bertanggungjawab terhadap kesembuhan pasien termasuk
dalam hal terhindar dari infeksi (Lam et al., 2011). Berdasarkan paparan alasan
diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui tingkat kepatuhan pelaksanaan standard
precautions pada perawat di RSJD Dr RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah bagaimana gambaran kepatuhan perawat terhadap standard precautions di
Rumah Sakit Jiwa Dr RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah?
C. Tujuan Penelitian
I. Tujuan umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara
tingkat kepatuhan tersebut dengan karakteristik perawat di Rumah Sakit Jiwa Dr
RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah.
II. Tujuan Khusus
Tujuan khusus pada penelitian ini adalah
7
1.
Untuk mengetahui tingkat kepatuhan perawat terhadap standard precautions
di Rumah Sakit Jiwa Dr RM Soedjarwadi Provinsi Jawa Tengah
2.
Untuk mengetahui hubungan tingkat kepatuhan perawat terhadap standard
precautions dengan usia perawat.
3.
Untuk mengetahui hubungan tingkat kepatuhan perawat terhadap standard
precautions dengan jenis kelamin perawat.
4.
Untuk mengetahui hubungan tingkat kepatuhan perawat terhadap standard
precautions dengan tingkat pendidikan perawat.
5.
Untuk mengetahui hubungan tingkat kepatuhan perawat terhadap standard
precautions dengan lama kerja perawat.
6.
Untuk mengetahui hubungan tingkat kepatuhan perawat terhadap standard
precautions dengan bidang keahlian perawat.
7.
Untuk mengetahui hubungan tingkat kepatuhan perawat terhadap standard
precautions dengan pengalaman perawat mengikuti pelatihan mengenai
pencegahan infeksi.
D. Manfaat
I. Manfaat Teoretis
Menambah pengetahuan di lingkup ilmu keperawatan mengenai tingkat kepatuhan
perawat terhadap standard precautions dan beberapa hal yang berhubungan
dengannya.
II. Manfaat Praktis
1.
Bagi Mahasiswa Keperawatan
8
Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadikan mahasiswa mengetahui
nilai kepatuhan perawat dalam melaksanaan standard precautions di RSJD
Dr RM Soedjarwadi.
2.
Bagi Perawat Pendidik
Sebagai acuan untuk memberikan edukasi mengenai standard precautions
dilihat dari angka kepatuhan perawat terhadap peraturan tersebut.
3. Bagi Perawat Klinik
Perawat Klinik diharapkan mematuhi standard precautions dengan tepat
untuk mengurangi resiko infeksi.
4.
Bagi Peneliti
Sebagai salah satu acuan untuk penelitian-penelitian lain terkait standard
precautions.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian-penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya terkait dengan standard precautions. Penelitianpenelitian tersebut adalah :
1.
Penelitian dengan judul ‘Investigation on the Compliance with Standard
Precautions Among Nurses in Hong Kong Hospitals’ yang dilakukan oleh
Lam et al., 2012 pada berbagai rumah sakit di Hong Kong (n=155).
Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah memberikan
gambaran mengenai kepatuhan perawat terhadap standard precautions di
tataran klinis dan penggunaan metode penelitian yaitu deskriptif crosssectional. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah
9
tempat, waktu, dan sampel yang digunakan dalam meneliti. Hasil yang
perlu dievaluasi kepada para perawat dari penelitian ini adalah masih
terdapat sekitar 30%-40% tenaga kesehatan yang tidak mematuhi cara
membuang benda-benda tajam dengan benar, tidak mematuhi cara
mencuci tangan dengan benar, tidak menggunakan alcoholic hand rubs
ketika tidak ada air untuk cuci tangan, dan tidak mematuhi dalam
memandikan pasien di bak yang besar dalam kasus tertentu.
2.
Penelitian yang dilakukan oleh Atif et al., pada tahun 2013 dengan judul
‘Awareness of Standard Precautionss for 4439 Healthcare Proffesionals
in 34 Institutions in France’, sampel berjumlah 4439 responden.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah metode yang
digunakan yaitu cross-sectional. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian peneliti adalah tempat, waktu, dan sampel yang digunakan
dalam meneliti. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa tingkat pengetahuan
pada tenaga kesehatan profesional tentang penggunaan perlindungan diri
dan pembuangan jarum suntik masih sangat terbatas.
3.
Penelitian dengan judul “Knowledge, Awareness, and Compliance with
Standard Precautions among Health Workers in North Eastern Nigeria”
yang dilakukan oleh Abdulraheem et al., pada tahun 2012 (n=276). Hasil
dari penelitian ini adalah bahwa sebanyak 13% responden mempunyai
pengetahuan yang bagus mengenai standard precautions dimana
pengetahuan pada responden wanita lebih bagus daripada responden pria.
Tenaga kerja dari perawat, bidan, dan pihak-pihak yang bergerak di bidang
10
komunitas mempunyai pengetahuan yang sangat bagus dibandingkan
dengan tenaga kesehatan lainnya. Penelitian ini menyebutkan bahwa
tenaga kerja yang bekerja lebih antara 5 sampai dengan 10 tahun
mempunyai tingkat pengetahuan yang lebih bagus. Kepatuhan responden
dalam penggunaan sarung tangan steril, penempatan jarum suntik, dan
segala benda tajam lainnya lebih baik dibandingkan dengan pengetahuan
responden mengenai standard precautions. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian peneliti adalah sampel, waktu, dan variabel. Penelitian
ini menggunakan variabel pengetahuan sebagai pembanding tingkat
kepatuhan responden terhadap standard precautions sedangkan peneliti
hanya melihat kepatuhan standard precautions pada perawat, responden
dalam penelitian ini adalah beberapa tenaga kesehatan (perawat, bidan,
pekerja kesehatan komunitas, dan asisten tenaga kesehatan) sedangkan
responden peneliti hanya perawat. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian peneliti adalah menilai kepatuhan perawat terhadap standard
precautions.
4.
Penelitian dengan judul “Kepatuhan Petugas UGD RSUD Sekarwangi
Terhadap Standard Precautions” oleh Cecep Sutisna pada tahun 2009
(n=30). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuasi eksperimental
yang dilaksanakan dengan memakai rancangan pre dan post test design.
Tujuan adanya penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh intervensi
berupa
pelatihan,
dilengkapinya
sarana/prasarana
dan
dilakukan
pengawasan terhadap tingkat kepatuhan petugas UGD RSUD Sekarwangi
11
terhadap standard precautions. Hasil dari penelitian ini adalah intervensi
dapat memberikan kontribusi terhadap peningkatan kepatuhan petugas
UGD RSUD Sekarwangi dalam pelaksanaan standard precautions.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian peneliti terdapat pada tempat,
sampel, dan variabel yang diteliti. Persamaan penelitian
ini dengan
penelitian peneliti adalah meneliti tentang standard precautions di rumah
sakit.
5.
Penelitian dengan judul “Factors Influencing Nurses’ Compliance with
Standard Precautions in Order to Avoid Occupational Exposure to
Microorganism: A Focus Group Study” oleh Efstathiou et al., pada tahun
2011 di Cyprus (n=30). Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti
adalah membahas mengenai perawat dalam pelaksanaan standard
precautions. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian peneliti terletak
pada faktor yang diteliti, desain penelitian, metode penelitian, waktu, dan
tempat penelitian. Penelitian peneliti menganalisis kepatuhan perawat
terhadap standard precautions, sedangkan dalam penelitian ini faktor yang
dianalisis adalah faktor yang mempengaruhi perawat terhadap standard
precautions dilihat dari teori perilaku kesehatan. Penelitian ini
menggunakan desain penelitian kualitatif sedangkan peneliti menggunakan
desain penelitian kuantitatif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bawh
faktor-faktor yang mempengaruhi perawat dalam mematuhi standard
precautions adalah manfaat, halangan, kemampuan, kerentanan, pengawas
dalam melaksanakan, dan efikasi diri.
12
6. Penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2012) dengan judul
“Pelaksanaan Universal Precaution oleh Perawat di RSUD Sleman”
(n=77). Persamaan penelitian ini dengan penelitian peneliti adalah
mengevaluasi perawat terhadap kewaspadaan umum untuk mengendalikan
infeksi. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian ini adalah penelitian ini
masih menggunakan istilah universal precaution sedangkan peneliti sudah
menggunakan istilah standard precautions, metode penelitian, waktu, dan
tempat yang digunakan dalam masing-masing penelitian. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum kepatuhan perawat
terhadap universal precaution sudah cukup baik.
7.
Penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan
Perilaku Perawat dalam Penerapan Universal Precaution di RSUD Prof.
Dr. R. D. Kandou, Manado” oleh
Runtu (2012) (n=100). Persamaan
penelitian ini dengan penelitian peneliti terdapat pada variabel dependen
yaitu pelaksaaan kewaspadaan standar pada perawat. Perbedaan penelitian
ini dengan penelitian peneliti terdapat pada variabel independen,
penggunaan istilah kewaspadaan standar, metode pengambilan data,
waktu, dan tempat. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa
pendidikan berhubungan dengan perilaku perawat dalam penerapan
universal precautions sedangkan umur, lama kerja sebagai perawat, dan
pelatihan tidak berhubungan dengan perilaku perawat dalam penerapan
universal precautions.
Download