BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Mikroorganisme Patogen Oportunis Mikroorganisme atau mikroba adalah makhluk hidup yang sangat kecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop atau mikroskop elektron. Mikroorganisme dapat ditemukan disemua tempat : di air, udara, makanan, tanah, dan benda-benda lainnya. Pada bagian-bagian tubuh manusia (rambut, kulit, saluran pencernaan, saluran pernapasan, feses, urine) dapat diketemukan beberapa jenis mikroorganisme, seperti bakteri, protozoa, jamur, riketsia, dan virus. Kolonisasi adalah terjadinya multiplikasi mikroorganisme, dengan atau tanpa menimbulkan infeksi. Orang yang terkolonisasi dapat menjadi reservoir mikroorganisme dan menimbulkan penyakit ke orang lain melalui pencemaran silang (Rohani & Hingawati, 2010). Sebagai mikroorganisme normal pada tubuh manusia, bakteri stafilokokus terbawa di hidung, tenggorokan, aksila, sela jari kaki, dan perineum pada 30-50 persen orang sehat tanpa menyebabkan infeksi klinis. Pembawa asimtomatik ini penting secara klinis karena bakteri dapat dipindahkan ke bagian tubuh yang rentan (misalnya, dari hidung ke luka) atau dari individu asimtomatik sehat ke seseorang yang kurang sehat yang akan menderita infeksi klinis (Brooker, 2003). 5 6 Beberapa tipe stafilokokus merupakan flora normal kulit dan membran mukosa manusia; tipe lainnya dapat menimbulkan supurasi, membentuk abses berbagai infeksi piogenik, dan bahkan septikemia yang fatal.Stafilokokus pathogen dapat menyebabkan hemolisis darah, mengkoagulasi plasma, serta menghasilkan berbagai enzim dan toksin ekstraseluler. Stafilokokus cepat menjadi resisten terhadap banyak obat antimikroba dan menyebabkan masalah terapi yang sulit (Brooks et al., 2007). Ciri umum bakteri stafilokokus memiliki sel bentuk coccus, Gram positif, formasi staphylae, mengeluarkan endotoksin, tidak bergerak, tidak mampu membentuk spora, fakultatif anaerob, sangat tahan terhadap pengeringan, mati pada suhu 60°C setelah 60 menit, merupakan flora normal pada kulit dan saluran pernapasan bagian atas. Salah satu dari spesiesnya (S. aureus) dapat menyebabkan penyakit seperti: infeksi pada folikel rambut dan kelenjar keringat, bisul, infeksi pada luka, meningitis, endocarditis, pneumonia. Genus Staphylococcus sedikitnya memiliki 30 spesies, tiga spesies utama yang memiliki kepentingan klinis adalah S. aureus, S. epidermidis, dan S. saprophyticus. S. aureus bersifat koagulase-positif karena menghasilkan enzim koagulase, yang membedakannya dari spesies lainnya. Hampir semua orang pernah mengalami infeksi S. aureus selama hidupnya dengan derajat keparahan yang beragam, dari keracunan 7 makanan atau infeksi kulit ringan hingga infeksi berat yang mengancam jiwa (Brooks et al, 2007). Di rumah sakit, spesies ini sering menimbulkan nosocomial infections pada bayi, pasien luka bakar atau pasien bedah yang sebagian besar disebabkan kontaminasi oleh personel rumah sakit (medis dan paramedis) (Entjang, 2003). Stafilokokus koagulase-negatif adalah flora normal manusia namun kadang-kadang menyebabkan infeksi; seringkali melalui alat-alat, terutama pada pasien yang sangat muda, tua, dan dengan fungsi imun yang terganggu. Sekitar 75% infeksi yang disebabkan oleh stafilokokus koagulale-negatif diakibatkan oleh S.epidermidis. Infeksi yang disebabkan oleh S.lugdunensis, S.warneri, S. hominis, dan spesies lainnya lebih jarang terjadi. Kecuali S. saprophyticus yang relatif sering menjadi penyebab infeksi saluran kemih pada wanita muda, spesies lainnya penting pada kedokteran hewan. Stafilokokus paling cepat berkembang pada suhu 37C tetapi suhu terbaik untuk menghasilkan pigmen adalah suhu ruangan (2025C) (Brooks et al., 2007). 2.2 Infeksi Nosokomial Infeksi adalah proses masuknya mikroorganisme, terjadi kolonisasi dan menimbulkan penyakit (respon selular). Tiga faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi adalah patogenesitas, virulensi, dan dosis(Rohani &Hingawati, 2010).Infeksi adalah penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada pasien yang awalnya bertahap pada luka bakar yang luas (Corwin, 2009). 8 Nosokomial berasal dari kata Yunani noso yang berarti “penyakit” dan komeo berarti “rumah sakit”. Dahulu nosokomial merujuk pada penyakit infeksi yang didapat dari rumah sakit.Sekarang infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di sarana pelayanan kesehatan (termasuk rumah sakit, rumah perawatan, panti jompo dan klinik kesehatan) (Rohani & Hingawati, 2010). Bakteri yang sering menyebabkan infeksi nosokomial adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomas aeruginosa, Klebsiella sp. Mikroba ini menular melalui makanan, obat, alat kesehatan atau kontak langsung melalui tangan medis, paramedis atau personil rumah sakit lainnya (Entjang, 2003). Masuknya mikroba atau transmisi mikroba kependerita, tentunya berasal dari sekitar penderita, di mana penderita menjalani proses asuhan keperawatan seperti: 1. Penderita lain yang juga dalam proses keperawatan. 2. Petugas pelaksana (dokter, perawat, dan seterusnya). 3. Peralatan medis yang digunakan. 4. Tempat (ruangan/bangsal/kamar) di mana penderita dirawat. 5. Tempat/kamar di mana penderita menjalani tindakan medis akut seperti kamar operasi dan kamar bersalin. 6. Makanan dan minuman yang disajikan. 7. Lingkungan rumah sakit secara umum (Rohani & Hingawati, 2010). 9 Infeksi terjadi jika mikroorganisme menyebar dari suatu reservoir infeksi ke pejamu yang rentan. Berbagai jalan masuk infeksi (transmisi) yaitu: a. Kontak, contohnya tangan, peralatan, pakaian terkontaminasi b. Aerosol, contohnya inhalasi debu, kulit yang terkelupas di udara, droplet air dari alat nebulizer, atau pelembab udara. c. Darah, contohnya inokulasi secara tidak sengaja, dari ibu ke bayi (prenatal), aktivitas seksual d. Makanan/air, contohnya tertelannya virus dan bakteri atau toksinnya dari makanan atau air e. Serangga, contohnya kecoa pembawa pathogen dapat mengkontaminasi barang yang steril atau makanan. Reservoir infeksi adalah tempat mikroorganisme dapat bertahan hidup dan berkembang biak, dan dapat berupa pasien itu sendiri (infeksi terhadap diri sendiri) atau dari pasien lainnya, pengunjung, atau staff rumah sakit rumah sakit. Infeksi silang terjadi dari orang menderita infeksi atau karier yang tidak bergejala atau dari suatu reservoir infeksi (James et al, 2008). Infeksi nosokomial mempunyai dampak yang luas, mulai dari pasien itu sendiri, keluarga dan masyarakat, hingga sarana pelayanan kesehatan. Bagi pasien, infeksi nosokomial menambah tekanan emosional, menurunkan fungsi organ, dan pada beberapa kasus dapat menyebabkan 10 kecacatan bahkan kematian. Bagi keluarga dan masyarakat, infeksi nosokomial memerlukan biaya yang tinggi, hari rawat meningkat yang pada gilirannya akan menurunkan tingkat produktivitas kerja. Bagi sarana pelayanan kesehatan, infeksi nosokomial membericitra buruk (Rohani & Hingawati, 2010). Sebagian besar infeksi dapat dicegah dengan strategi yang telah tersedia dan relatif murah, yaitu sebagai berikut: 1. Menaati praktik pencegahan infeksi yang dianjurkan, terutama kebersihan dan kesehatan tangan serta pemakaian sarung tangan (APD). 2. Memperhatikan dengan saksama proses yang telah terbukti bermanfaat untuk dekontaminasi dan pencucian peralatan dan benda lain yang kotor, diikutti sterelisasi atau disinfeksi tingkat tinggi. 3. Meningkatkan keamanan dan kesehatan lingkungan, terutama di tempat-tempat berisiko tinggi, misalnya di kamar operasi (Rohani & Hingawati, 2010). Bagi petugas kesehatan yang bekerja di rumah sakit sebisa mungkin untuk menghindari seragam yang berlengan panjang untuk menghindari kontaminasi dari pasien keujung lengan maupun dari ujung lengan ke pasien (WHO, 2009). 11 2.3 Peran perawat dan seragam perawat Keamanan pasien (patient safety) harus menjadi prioritas perawat dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien. Perawat tidak hanya memberikan keamanan dari cedera fisik dan psikologis, namun juga perlu melihat lingkungan pelayanan kesehatan yang aman. Perawat harus mengkaji bahaya yang mengancam keamanan klien dan lingkungan, dan selanjutnya melakukan intervensi yang diperlukan. Dengan melakukan hal ini, maka perawat adalah orang yang berperan aktif dalam usaha pencegahan penyakit, pemeliharaan kesehatan, dan peningkatan kesehatan (Potter & Perry, 2005). Keamanan lingkungan dalam rumah sakit sangat penting ditegakkan oleh perawat untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial dalam rumah sakit. Perawat harus bekerja melayani pasien dengan profesional berdasarkan standar yang ada. Hal ini perlu dilakukan karena perawat juga berperan besar dalam terjadinya infeksi silang dari satu pasien ke pasien lain. Diperkirakan bahwa batuk dan bersin menyebabkan pengeluaran percikan ludah terinfeksi yang mengendap ke berbagai permukaan, termasuk busana, di lingkungan sekitar (Brooker, 2003). Seragam perawat merupakan bagian integral dalam profesi keperawatan.Seragam juga menunjukkan status profesi seseorang dalam masyarakat yang lebih luas (Brooker, 2008). Petunjuk nonverbal ini memberikan identifikasi yang sangat jelas tentang diri seseorang dan di mana ia berada dalam hierarki profesi.