BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi nosokomial terjadi

advertisement
14 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Infeksi nosokomial terjadi di seluruh dunia dan dampaknya mempengaruhi
terutama pada negara berkembang dan negara yang miskin sumber daya. Infeksi
yang diperoleh dalam perawatan pelayanan kesehatan sebagai penyebab utama
kematian dan peningkatan morbiditas antara pasien rawat inap (WHO, 2002).
Perawatan pasien adalah fasilitas yang disediakan dalam pelayanan kesehatan
mulai dari rumah sakit yang sangat lengkap dan berteknologi maju hingga rumah
sakit yang hanya memiliki fasilitas dasar. Meskipun kemajuan dalam kesehatan
masyarakat dan perawatan rumah sakit, infeksi terus berkembang di pasien rawat
inap, dan juga dapat mempengaruhi staf rumah sakit. Banyak faktor yang
mendorong terjadinya infeksi di antara pasien rumah sakit: penurunan imunitas
pasien, berbagai peningkatan prosedur medis dan teknik invasif yang menciptakan
potensi infeksi, dan transmisi terhadap bakteri resistan obat di antara populasi
pasien rumah sakit yang penuh, di mana praktek pengendalian infeksi yang buruk
dapat memudahkan penularan (WHO, 2002).
Pasien rawat inap beresiko sangat tinggi untuk terjadinya infeksi nosokomial
karena berbagai alasan. Mereka cenderung lebih rentan terhadap infeksi karena
kondisi penyakit yang mendasari mereka, tetapi risiko mereka diperparah ketika
pasien menjalani
prosedur invasif. Jika pasien terganggu system kekebalannya,
maka mikroorganisme yang biasanya tidak patogen mampu menyebabkan
penyakit. Selain itu, lingkungan rumah sakit mendukung terjadinya resistensi
terhadap antibiotik pada mikroba patogen sehingga menyulitkan pengobatan
infeksi karena kuman patogen resistan terhadap obat (Emori, 1993).
Studi tentang infeksi nosokomial meliputi pemahaman penyebab infeksi
tersebut, karakteristik pasien yang terinfeksi, dan seberapa sering infeksi ini
terjadi. Dengan mengidentifikasi karakteristik pasien yang berada pada risiko
tertinggi untuk infeksi, kita dapat lebih efektif mengarahkan dan memprioritaskan
pencegahan dan pengendalian usaha kita. Itu juga memungkinkan kita untuk
15 mengikuti cermat tren infeksi yang meningkat dalam insiden, misalnya, infeksi
aliran darah
Saat ini berkembang teknik dan metode untuk melakukan analisis penyakit
yang disebut analisis spasial SIG. Bentuk dan teknik analisis spasial dalam
manajemen penyakit menular yaitu dengan melakukan manajemen faktor risiko
penyakit. Analisis spasial SIG digunakan untuk melakukan pemetaan penyakit,
studi hubungan geografi serta pengelompokan penyakit (Achmadi, 2008).
Peta adalah metode pengilustrasian data epidemiologik untuk menyampaikan
data tertentu dengan mudah dan cepat. Peta dapat digunakan untuk menunjukkan
tempat sebuah penyakit atau kejadian terjadi (Arias, 2009).
Keunggulan Sistim Informasi Geografis dalam epidemiologi adalah pada
visualisasi dan analisis distribusi geografis (Nipada, 2005). Bahkan Sistim
Informasi Geografis menjadi alat yang berguna untuk memvisualisasikan pola
transmisi nosokomial dan faktor yang berkontribusi (Micol et al, 2002, Kho et al,
2006, dan Najafabadi, 2009). Istilah geography digunakan karena Sistim
Informasi Geografis dibangun berdasarkan pada geografi atau spasial. Geografi
atau spasial adalah informasi mengenal permukaan bumi dan semua objek yang
berada diatasnya. SIG adalah bentuk sistem informasi yang menyajikan informasi
dalam bentuk grafis dengan menggunakan peta sebagai antar muka. SIG tersusun
atas konsep beberapa lapisan (layer) dan relasi ( Prahasta, 2006).
Infeksi nosokomial adalah sumber utama kesakitan dan kematian, yang
mempengaruhi lebih dari 2 juta pasien setiap tahunnya di Amerika Serikat (Haley
et al, 1981). Dalam studi paling komprehensif tentang infeksi nosokomial sampai
saat ini, 5,7% dari 169.526 pasien yang dipilih secara acak di 338 rumah sakit di
Amerika Serikat dikelompokkan infeksi nosokomial (Haley et al, 1981).
Di Indonesia sendiri, penelitian yang dilakukan di sebelas rumah sakit DKI
Jakarta pada tahun 2004 menunjukkan bahwa 9,8 % pasien rawat inap mendapat
infeksi yang baru selama dirawat.
Rumah Sakit Islam Sultan Agung sebagai rumah sakit swasta
penyedia
pelayanan kesehatan masyarakat di Kota Semarang juga tidak terlepas dari
problema permasalahan infeksi nosokomial. Data tahunan berdasarkan laporan
16 Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Islam Sultan Agung
(KPPI-RSISA) dari tahun 2009 sampai hingga tahun 2012 adalah sebagai berikut :
50%
40%
Incidance Rate
40%
30%
ISK
27%
ILO
17%
20%
10%
5%5%
Phlebitis
15%
13%
VAP
6%
2%1%
1%
1%
0%
2009
2010
2011
2012
Sumber : Komite PPI RSI-SA
Gambar 1. Incidance Rate infeksi nosokomial di RSISA
tahun 2009 - 2012.
Bahwa untuk mengendalikan infeksi nosokomial diperlukan kegiatan
surveilans untuk memantau secara terus menerus dan sistematik dalam bentuk
pengumpulan data, analisis data, interpretasi data dan diseminasi informasi hasil
interpretasi data bagi mereka yang membutuhkan (Astrawinatan, 2003).
Pemetaan kejadian infeksi nosokomial di Rumah Sakit Sultan Agung adalah
metode yang dikembangkan untuk surveilans infeksi nosokomial. Metode
pemetaan
Sistim
Informasi
Geografis
yang
sangat
bermanfaat
untuk
menggambarkan masalah kesehatan di tingkat masyarakat ini belum pernah
dilakukan sebelumnya untuk melakukan analisis data, interpretasi data dan
diseminasi masalah kesehatan untuk infeksi nosokomial.
Integrasi data dari proses manual berupa lembaran tabel ke visual gambar peta
bertujuan untuk memudahkan identifikasi kejadian infeksi nosokomial melalui
laporan hasil kegiatan surveilans.
B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang dapat dirumuskan adalah bagaimana gambaran kejadian
infeksi nosokomial dan faktor yang berhubungan di ruang rawat inap RS Islam
Sultan Agung periode Februari hingga April 2013
17 C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian selama periode bulan Februari hingga bulan April 2013
adalah :
a. Menggambarkan jenis kejadian infeksi nosokomial di ruang rawat inap.
b. Menggambarkan faktor risiko kejadian kejadian infeksi nosokomial di
ruang rawat inap.
D. Manfaat penelitian
1. Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Manfaat praktis penelitian ini adalah merupakan metode baru pemetaan
infeksi menggunakan Sistim Informasi Geografis. Keunggulannya adalah
pada visualisasi dimana informasi dapat disebar luaskan dengan mudah
dan dapat dilakukan pembaharuan informasi dengan cepat.
2. Organisasi yang berkompeten dalam pencegahan dan pengendalian infeksi
di rumah sakit.
Pemetaan infeksi nosokomial dan faktor risiko dapat diaplikasikan sebagai
alat surveilans cepat. Data hasil pengamatan disimpan dan ditampilkan
dalam bentuk data spasial dan non spasial. Visualisasi data tersebut
sebagai hasil pengamatan selama periode tertentu mempunyai potensi
untuk melacak kejadian infeksi nosokomial.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian mengenai infeksi nosokomial berdasarkan pemetaan sistem
informasi geografis ini sebelumnya pernah dilakukan, namun dengan metode dan
faktor keterkaitan yang berbeda-beda. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Kho,
et al. tahun 2006 dengan judul
“Implementing an animated geographic
information system to investgate factors associated with nosocomial infections : a
novel approach”. Materi penelitian tersebut adalah implementasi SIG dan faktor
yang bekaitan dengan infeksi nosokomial. Penelitian ini juga menggambarkan
infeksi nosokomial dan faktor risiko menggunakan implementasi SIG. Subyek
penelitian sebelumnya adalah staf perawat dan pasien. Pada penelitian ini subyek
18 adalah staf perawat hanya digambarkan waktu ketika melakukan interaksi ke
pasien.
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya adalah jenis penelitian dan desain
penelitian. Penelitian sebelumnya menggunakan jenis penelitian eksperimen dan
desain penelitiannya adalah longitudinal, sedangkan penelitian ini jenis
penelitiannya adalah deskriptif dan desain penelitiannya adalah dengan
pendekatan cross sectional.
Download