19 - UPT Perpustakaan Universitas Ngudi Waluyo

advertisement
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN KEPATUHAN
PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
Kartika Rhomi Anawati *)
Dwi Novitasari.,S.Kep,Ns,MSc **), Tina Mawardika, S.Kep., Ns.**)
*) Mahasiswa PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
**) Dosen PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran
ABSTRAK
Terbentuknya perilaku dimulai dari ranah kognitif atau pengetahuan dalam arti
seseorang tahu terlebih dahulu terhadap stimulus atau rangsang yang berupa materi atau
obyek di luarnya sehingga menimbulkan pengetahuan pada orang tersebut dan
selanjutnya akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap seseorang terhadap
obyek yang diketahuinya itu. Akhirnya rangsangan atau sesuatu yang diketahuinya dan
disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon yang lebih jauh lagi berupa
tindakan yang berhubungan dengan stimulus obyek tadi. Tujuan penelitian ini untuk
mengetahui hubungan antara pengetahun dan sikap dengan kepatuhan perawat dalam
penggunaan alat pelindung diri di Rumah Sakit Umum Daeah Ambarawa.
Penelitian ini menggunakan design diskriptif analitik dengan pendekatan cros
sesctional, teknik pengambilan sampel simple random sampling. Populasinya adalah
perawat yang bekerja di ruang rawat Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa sejumlah
148 perawat. Sampel yang diteliti adalah perawat yang memenuhi kriteria inklusi dan
ekslusi sebanyak 67 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner yang sebelumnya sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Analisis data
dilakukan dengan bantuan SPSS menggunakan uji non parametris spearman rank.
Hasil penelitian, uji korelasi antara pengetahuan dengan kepatuhan didapatkan
nilai signifikansi 0,008 pada α 0,05, koeifisen korelasi 0,323, uji korelasi antara sikap
dengan kepatuhan didapatkan nilai signifikansi 0,000 pada α 0,05, koeifisen korelasi
0,458. Kesimpulan yang dapat diambil adalah ada hubungan antara pengetahuan dan
sikap dengan kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung diri.
Kata kunci
Kepustakaan
: Pengetahuan, Sikap, Kepatuhan, Alat Pelindung Diri
: 23 (1999-2012)
PENDAHULUAN
Rumah
sakit
merupakan
unit
pelayanan medis yang sangat komplek.
Kompleksitasnya tidak hanya dari segi jenis
dan
macam
penyakit
yang
harus
memperoleh perhatian dari para petugas
kesehatan untuk menegakkan diagnosa dan
menentukan terapinya namun juga adanya
berbagai macam peralatan medis dari yang
sederhana hingga yang modern dan canggih.
Hal lain yang merupakan kompleksitas
sebuah rumah sakit adalah adanya sejumlah
orang yang secara bersamaan secara
serentak, berinteraksi langsung ataupun
tidak langsung mempunyai kepentingan
dengan penderita yang dirawat di rumah
sakit (Darmadi, 2008).
Ketika berinteraksi dengan orangorang yang ada dirumah sakit kemungkinan
terjadi penularan infeksi sangat tinggi.
Praktisi atau teknisi yang memantau atau
mencegah penularan infeksi, membantu
melindungi klien dan pekerja perawatan
kesehatan dari penyakit. Klien dalam
lingkungan perawatan beresiko terkena
infeksi karena daya tahan tubuh yang
menurun
terhadap
mikroorganisme
infeksius, meningkatnya pajanan terhadap
jumlah dan jenis penyakit yang disebabkan
oleh mikroorgnisme dan prosedur invasif
(Potter, 2005).
Klien yang berada dalam lingkungan
perawatan kesehatan dapat beresiko tinggi
terhadap infeksi, infeksi yang didapat klien
selama mendapatkan perawatan disebut
dengan Infeksi Nosokomial (Potter, 2005).
Nosokomial berasal dari kata Yunani, dari
kata nosos yang artinya penyakit dan Komeo
yang artinya merawat. Nosokomion berarti
tempat untuk merawat / rumah sakit. Jadi
infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai
infeksi yang diperoleh atau terjadi di rumah
sakit. Infeksi nosokomial saat ini merupakan
salah satu penyebab meningkatnya angka
kesakitan dan angka kematian di rumah
sakit, sehingga dapat menjadi masalah
kesehatan baru, baik di negara berkembang
maupun di negara maju (Darmadi, 2008).
Insiden infeksi nosokomial berlainan
antara satu rumah sakit dengan rumah sakit
lainnya. Infeksi nosokomial merupakan
masalah penting di seluruh dunia. Infeksi ini
terus meningkat dari 1% di beberapa Negara
Eropa dan Amerika, sampai lebih dari 40%
di Asia, Amerika Latin dan Afrika. Di
Indonesia, infeksi merupakan salah satu
penyebab utama kematian ibu dan bayi baru
lahir. Selain itu, menyebabkan perpanjangan
masa rawat inap bagi penderita. (Kemenkes,
2011).
Pemerintah
melalui
kementerian
kesehatan
mencanangkan
program
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI),
dalam bentuk patient safety. Tujuan dari
program PPI adalah untuk meningkatkan
kualitas pelayanan rumah sakit dan fasilitas
kesehatan lainnya melalui pencegahan dan
pengendalian infeksi, melindungi sumber
daya manusia kesehatan dan masyarakat dari
penyakit infeksi yang berbahaya, serta
menurunkan angka kejadian Infeksi
Nosokomial (Kemenkes, 2011). Kebijakan
ini tertuang dalam Kepmenkes Nomor
82/2007 tentang pedoman pencegahan
infeksi di rumah sakit.
Sumber daya manusia kesehatan
mempunyai
peranan
penting
dalam
pencegahan infeksi Nosokomial di rumah
sakit. Perawat merupakan salah satu sumber
daya manusia kesehatan yang paling lama
berinteraksi dengan pasien. Melalui praktik
pencegahan dan pengendalian infeksi
perawat dapat menghindarkan penyebaran
penyakit terhadap klien. Petugas perawataan
kesehatan dapat melindungi diri mereka
sendiri dari kontak dengan bahan infeksius
atau terpajan pada penyakit menular dengan
memiliki pengetahuan tentang proses dan
perlindungan barrier yang tepat (Potter,
2005).
Infeksi nosokomial dapat diturunkan
jika perawat menggunakan pemikiran kritis
pada saat mempraktekkan teknisk aseptik.
Perawat harus selalu mempertimbangkan
resiko
klien
terkena
infeksi
dan
mengantisipasi bagaimana perawatan dapat
meningkatkan
atau
menurunkan
kemungkinan perubahan infeksi (Potter,
2005).
Perawat adalah tenaga profesional
yang perannya tidak dapat dikesampingkan
dari lini terdepan pelayanan rumah sakit,
karena tugasnya mengharuskan perawat
kontak paling lama dengan pasien dan
berperan penting dalam memutus rantai
infeksi nosokomial. Kepatuhan perawat
dalam melaksanaan kewaspadaan universal
berperan dalam penurunan insiden infeksi
nosokomial. Penelitian yang dilakukan
Damanik dkk di Bandung tentang kepatuhan
perawat dalam melakukan hand hygine
diperoleh hasil terdapat hubungan antara
masa kerja, pengetahuan dan ketersediaan
tenaga kerja dengan kepetuhan melakukan
hand hygine dari berbagai faktor yang
diteliti ketersediaan tenaga kerja merupakan
faktor yang paling dominan (Damanik,
2012).
Berkaitan dengan upaya penerapan
keselamatan
dan
kesehatan
kerja,
penggunaan alat pelindung diri sebagai
bagian dari pengendalian bahaya di tempat
kerja merupakan syarat penting yang harus
mendapat perhatian dan sesuai. Pemakaian
APD dalam tindakan keperawatan yang
dilakukan oleh perawat dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Salah satu faktor tersebut
adalah
perilaku
perawat
dalam
menggunakan APD. Perilaku merupakan
semua kegiatan manusia yang dapat diamati
maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar
(Notoatmojo,2010).
Perilaku
manusia
terbentuk oleh 3 faktor yaitu pertama faktor
predisposisi didalamnya ada pengetahuan,
sikap, keyakinan, nilai, kedua faktor
pendukung meliputi fasilitas dan sarana,
ketiga faktor pendorong yaitu dukungan.
Perawat diharapkan memiliki pengetahuan
dan sikap dalam kepatuhan penggunaan alat
pelindung diri.
Benyamin Bloom dalam Notoatmojo
(2010), membedakan adanya 3 ranah
perilaku yaitu ranah kognitif, ranaf efektif
dan ranah practice. Kognitif atau
pengetahuan mengacu pada hasil tahu
seseorang terhadap obyek melalui panca
indra, afektif atau sikap mengacu pada
respon tertutup seseorang terhadap stimulus
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan
emosi, sedang practice atau tindakan
mengacu pada tindakan seseorang berdasar
pengetahuan dan sikap yang dimiliki.
Hasil dari observasi dan wawancara
yang di lakukan terhadap 6 perawat, mereka
menyatakan sudah memiliki pengetahuan
tentang prosedur pemakaian alat pelindung
diri dan menyatakan sudah selalu memakai
pada saat melakukan tindakan keperawatan
terhadap pasien. Hasil observasi terdapat
ketersediaan alat pelindung diri pada
beberapa ruangan di Rumah Sakit Umum
Daerah Ambarawa sudah tersedia tutup
kepala, masker, kacamata, jasmed/baju
pelindung serta handscoon. Pemantauan
terhadap perilaku perawat ditemukan 10 dari
14 perawat atau 71,4% perawat pada saat
mengganti cairan infus tidak menggunakan
masker, saat memasuki ruangan isolasi,
ditemukan 5 dari 14 perawat atau 36% tidak
menggunakan jasmed/baju pelindung dan
kerudung kepala. Penggunaan handscoon
saat melakukan tindakan keperawatan
ditemukan 12 dari 14 perawat atau 86%.
Perilaku yang ditunjukkan perawat dalam
menerapkan prinsip-prinsip kewaspadaan
umum melalui penggunaan alat pelindung
diri di selama melakukan tindakan
perawatan belum maksimal.
Masih terbatasnya informasi yang
menunjukkan perilaku perawat dalam
penggunaan APD dengan baik saat
melakukan perawatan membuat penelitian
tentang alat pelindung diri perlu dilakukan.
Selain itu masih belum terlihat dengan jelas
pengetahuan dan sikap perawat terhadap
penggunaan APD sudah baik atau belum.
Oleh karena itu penelitian tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan kepatuhan
perawat dalam pengggunaan alat pelindung
diri perlu dilakukan untuk mewujudkan
keamanan
dan
keselamatan
dalam
memberikan asuhan keperawatan.
METODOLOGI
Jenis penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif yang merupakan penelitian non
experimental
dengan
menggunakan
deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional. Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh perawat yang bekerja di
Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa di
yang berjumlah 148 orang. Tehnik sampling
yang digunakan stratified random sampling
Jumlah sampel yang diambil dalam
penelitian ini sesuai dengan penghitugan
yaitu 67 responden yang mewakili masingmasing ruang yang sudah ditentukan.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari 2013 di Rumah Sakit Umum
Daerah Ambarawa. Waktu yang digunakan
oleh peneliti untuk mengumpulkan data
selama 3 hari pada tanggal 16 sampai 18
Februari 2013. Alat pengumpulan data
adalah dengan menggunakan kuesioner.
Analisis Univariat berupa distribusi
frekuensi untuk variabel pengetahuan, sikap
dan kepatuhan. Uji statistik yang digunakan
adalah spearman rank.
HASIL
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Umur, Tahun 2013
Umur
Frekuensi
Persentase
21-30 tahun
29
43,3%
31-40 tahun
37
55,2%
41-50 tahun
1
1,5%
Jumlah
67
100
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui
bahwa dari 67 responden, sebagian besar
responden berumur 31-40 tahun sebanyak
55,2%, dan hanya sebagian kecil responden
yang berumur 41-50 tahun yaitu sebanyak
1,5%.
Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui
bahwa dari 67 responden, sebagian besar
berjenis kelamin wanita yaitu sebanyak 51
reponden (76,1%), dan berjenis kelamin pria
sebanyak 25 responden (37,3%).
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Pengetahuan Responden Tentang Alat
Pelindung Diri, Tahun 2013
Pendidikan
D3 Keperawatan
S1 Keperawatan
Jenis Kelamin
Pria
Wanita
Jumlah
Frekuensi Persentase
42
25
62,7
37,3
67
100
65
2
97
3
Jumlah
67
100
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui
bahwa dari 67 responden, sebagian besar
berpendidikan D3 Keperawatan yaitu
sebanyak 65 responden (97%), dan hanya 2
(3%) yang berpendidikan S1 Keperawatan.
Tabel 5.4
Distribusi
Frekuensi
Berdasarkan
Pengetahuan
Responden
Tentang Alat Pelindung Diri, Tahu 2013
Pengetahuan Frekuensi Persentase
Baik
Cukup
Kurang
51
16
0
76,1
23,9
0
Jumlah
67
100
Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui
bahwa dari 67 responden, sebagian besar
memiliki pengetahuan baik tentang alat
pelindung diri yaitu sebanyak 51 reponden
(76,1%), dan tidak ada yang memiliki
pengetahuan kurang tentang alat pelindung
diri.
Tabel5.5 Distribusi Frekuensi Sikap Perawat
Tentang Alat Pelindung Diri Tahun 2013
Sikap
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Jenis Kelamin, Tahun 2013
Frekuensi Persentase
Positif
Negatif
Frekuensi
Persentase
48
19
71,6
28,4
Jumlah
67
100
Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui
bahwa dari 67 responden, sebagian besar
memiliki sikap yang positif tentang alat
pelindung diri yaitu sebanyak 48 responden
(71,6%) dan mempuyai sikap negatif
sebanyak 19 responden (28,4%).
Tabel 5.6
Distribusi
Frekuensi
Berdasarkan Kepatuhan Dalam Penggunaan
Alat Pelindung Diri Tahun 2013
Kepatuhan
Tabel 5.8 Tabel Silang Sikap dengan
Kepatuhan Tahun 2013
Sikap
Frekuensi Persentase
Patuh
Tidak Patuh
47
20
Negatif
Positif
Total
70,1
29,9
Jumlah
67
100
Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui
bahwa dari 67 responden, sebagian besar
patuh dalam penggunaan alat pelindung diri
yaitu sebanyak 47 responden (70,1%),
responden yang tidak patuh sebanyak 20
(29,9%).
Tabel 5.7 Tabel Silang Pengetahuan dengan
Kepatuhan Tahun 2013
Penge
tahuan
Kepatuhan
Tidak
Patuh
Patuh
∑
%
∑
%
∑
Cukup
Baik
Total
9
11
20
16
51
67
13,4
16,5
29,9
dengan kepatuhan dalam penggunaan alat
pelindung diri.
7
40
47
10,4
59,7
70,1
%
p
Value
r
24,9
76,1 0,008 0,323
100
Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui
bahwa dari 67 responden, yang memiliki
pengetahuan cukup dan tidak patuh
sebanyak 9 responden (13,4%), responden
yang memiliki pengetahuan cukup dan patuh
sebanyak 7 responden (10,4). Jumlah
responden yang memiliki pengetahuan
cukup sebanyak 16 responden (23,9%).
Responden yang memiliki pengetahuan baik
dan patuh sebanyak 40 orang (59,7%),
responden yang memiliki pengetahuan baik
tetapi tidak patuh sebanyak 11 responden
(16,5%). Jumlah responden yang memiliki
pengetahuan baik sebanyak 51 orang
(76,1%).
Nilai
koefisien
korelasi
0,323
menunjukkan arah korelasi positif dan
kekuatan hubungan rendah, p value (0,008)
< α (0,05) yang berarti ada hubungan antara
pengetahuan tentang alat pelindung diri
Kepatuhan
Tidak
Patuh
Patuh
∑
%
∑
%
∑
12
8
20
19
48
67
17,9
12
29,9
7
40
47
10,4
59,7
70,1
p
r
%
28,4
71,6 0,000 0,458
100
Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui
bahwa dari 67 responden, yang memiliki
sikap negatif dan tidak patuh sebanyak 12
responden (17,9%), responden yang
memiliki sikap negatif tetapi patuh sebanyak
7 responden (10,4%). Jumlah responden
yang memiliki sikap negatif sebanyak 19
responden (28,4%). Responden yang
memiliki sikap positif tetapi tidak patuh
sebanyak 8 responden (12%). Responden
yang memiliki sikap positif dan patuh
sebanyak 40 orang (59,7%), Jumlah
responden yang memiliki sikap positif
sebanyak 48 responden (71,6%).
Nilai
koefisien
korelasi
0,458
menunjukkan arah korelasi positif dan
kekuatan hubungan sedang, p value (0,000)
< α (0,05) yang berarti ada hubungan antara
sikap tentang alat pelindung diri dengan
kepatuhan
dalam
penggunaan
alat
pelindung.
PEMBAHASAN
Pengetahuan Responden Tentang APD
Hasil penelitian yang dilakukan pada 67
respodonden menunjukkan bahwa sebagian
besar responden memiliki pengetahuan baik
tentang alat pelindung diri. Nilai rata-rata
pengetahuan responden secara keseluruhan
mencapai 91,14. Hal ini sesuai dengan
Arikunto (2006) yang menjelaskan bahwa
individu yang memiliki pengetahuan baik
ketika menjawab pertanyaan dengan benar
diatas 75%. Hasil penelitian ini dapat
dikatakan bahwa perawat di RSUD
Ambarawa
secara
umum
memiliki
pengetahuan tentang alat pelindung diri
yang baik.
Tingkat pengetahuan yang tinggi pada
responden tentang alat peliindung diri dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor
tersebut
dapat
berupa
karakteristik
responden yaitu usia dan pendidikan. Faktor
lain yang dapat berpengaruh adalah faktor
lingkungan berupa lingkungan tempat
bekerja.
Karakteristik individu meliputi usia dan
pendidikan
mempengaruhi
tingkat
pengetahuan responden tentang alat
pelindung diri. Usia responden yang
sebagian besar 30-40 tahun menunjukkan
bahwa responden juga memiliki masa kerja
cukup lama sehingga memiliki pengalaman
selama melakukan praktik yang akan
berdampak pada pengetahuan tentang alat
pelindung diri.
Pengetahuan adalah wawasan yang
diperoleh secara formal maupun non formal.
Secara formal didapatkan dari pendidikan
yang merupakan dasar dari pengetahuan.
Pendidikan berhubungan positif terhadap
pengetahuan dalam pengembangan sikap
dan
keterampilan, sedangkan secara
informal didapatkan dari pengalaman
(Notoatmojo,2010).
Pengetahuan yang tinggi bukan jaminan
responden memiliki kemampuan sesuai
dengan tingkat pengetahuannya. Bloom
dalam Notoatmojo (2010) menjelaskan
bahwa tingkatan pengetahuan seseorang
terdidi dari enam yaitu tahu, paham,
aplikasi, analisa, sintesa dan evaluasi. Setiap
tingkatan memperlihatkan kemampuan
individu.
Pengalaman
sebagai
sumber
pengetahuan adalah suatu cara untuk
memperoleh kebenaran pengetahuan dengan
cara mengulang kembali pengetahuan yang
diperoleh dalam memecahkan masalah yang
dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar
dalam
bekerja
yang
dikembangkan
memberikan pengetahuan dan keterampilan
professional serta pengalaman belajar
selama bekerja akan dapat mengembangkan
kemampuan mengambil keputusan yang
merupakan manifestasi dari keterpaduan
menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak
dari masalah nyata dalam bidang kerjanya
(Notoadmojo, 2010).
Sebagian besar responden memiliki
pendidikan D3 Keperawatan yang termasuk
dalam jenjang pendidikan tinggi. Pendidikan
adalah suatu usaha untuk mengembangkan
kepribadian dan kemampuan di dalam dan di
luar sekolah dan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan mempengaruhi proses belajar,
makin tinggi pendidikan seeorang makin
mudah orang tersebut untuk menerima
informasi. Dengan pendidikan tinggi maka
seseorang
akan
cenderung
untuk
mendapatkan informasi, baik dari orang lain
maupun dari media massa. Semakin banyak
informasi yang masuk semakin banyak pula
pengetahuan
yang
didapat
tentang
kesehatan.
Pengetahuan
sangat
erat
kaitannya dengan pendidikan dimana
diharapkan seseorang dengan pendidikan
tinggi, maka orang tersebut akan semakin
luas pula pengetahuannya.
Faktor situasional perilaku manusia
mencakup faktor lingkungan dimana
manusia itu berada atau bekerja. Kondisi
lingkungan
dapat
mempengaruhi
pengetahuan responden terhadap alat
pelindung diri. Kebijakan pasien safety yang
mengharuskan setiap rumah sakit melakukan
sosialisasi dalam penggunaan alat pelindung
diri dapat meningkatkan pengetahuan.
Informasi yang diperoleh selama sosialisasi
akan menambah pengetahuan responden.
Peneliti berasumsi bahwa pengetahuan
responden yang cukup dalam penelitian ini
kemungkinan disebabkan oleh kurangnya
konsentrasi responden dalam mengisi
kuesioner karena pada saat pengisian
kuesioner banyak responden yang sedang
berdinas dan harus memberikan pelayanan
kepada responden.
Sikap responden terhadap APD
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebagian besar responden menunjukkan
sikap yang positif terhadap alat pelindung
diri yaitu sebanyak 71,6%, sebagian kecil
memiliki sikap negatif terhadap alat
pelindung diri yaitu sebanyak 28,4%.
Responden ada yang memiliki sikap
positif maupun negatif dalam penelitian ini
dapat disebabkan oleh berbagai faktor.
Asumsi peneliti adalah faktor pengalaman
pribadi dan faktor emosional. Untuk dapat
menjadi
dasar
pembentukan
sikap,
pengalaman pribadi haruslah meninggalkan
kesan yang kuat, karena itu sikap akan lebih
mudah terbentuk apabila pengalaman
pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang
melibatkan faktor emosional. Kadang kala
suatu bentuk sikap merupakan pernyataan
yang didasari emosi (Wawan & Dewi,
2011).
Sikap positif terhadap alat pelindung
menunjukkan responden menerima dan
bertanggungjawab terhadap penggunaan alat
pelindung diri. Sikap yang positif ketika
individu memiliki kecenderungan tindakan
adalah
mendekati,
menyenangi,
mengharapkan obyek tertentu.
Newcomb dalam Notoatmodjo (2010),
menyatakan bahwa sikap merupakan
kesiapan atau kesediaan untuk bertindak,
dan bukan merupakan pelaksanaan motif
tertentu. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktifitas, akan tetapi
merupakan predisposisi tindakan suatu
perilaku. Sikap masih merupakan reaksi
yang tertutup, bukan merupakan reaksi
terbuka dan merupakan kesiapan untuk
bereaksi terhadap obyek di lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap
obyek.
Sikap mengandung 3 komponen yang
membentuk struktur sikap, yaitu komponen
kognitif, komponen afektif dan komponen
konatif. Komponen kognitif (komponen
perceptual), yaitu komponen yang berkaitan
dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan,
yaitu hal-hal yang berhubungan dengan
bagaimana orang mempersepsi terhadap
obyek sikap. Pengetahuan responden yang
sebagaian besar baik tentang alat pelindung
diri merupakan salah satu komponen
kognitif yang membentuk sikap positif
responden terhadap alat pelindung diri.
Individu yang memiliki sikap negatif
terdapat kecenderungan untuk menjauhi,
menghindari,
membenci
atau
tidak
menyukai obyek tertentu, masih adanya
sikap negatif responden terhadap alat
pelindung diri dapat disebabkan oleh
pengalaman yang kurang baik terhadap
penggunaan alat pelindung diri atau
kebijakan yang kurang mendukung terhadap
penggunaan alat pelindung diri.
Kepatuhan dalam penggunaan APD
Hasil penelitian menunjukkan sebagian
besar responden patuh dalam penggunaan
alat pelindung diri yaitu sebanyak 70,1%
dan sebanyak 29,9% responden tidak patuh.
Kondisi ini menunjukan bahwa secara
umum perawat di RSUD Ambarawa patuh
dalam penggunaan alat pelindung diri sesuai
aturan.
Hasil penelitian menunjukkan sebagian
besar responden memiliki pengetahuan yang
baik tentang alat pelindung diri, dari
pengetahuan yang baik ini responden akan
mempunyai sikap yang positif yang
selanjutnya akan terwujud dalam perilaku
kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung
diri selama bekerja.
Setelah
seseorang
memiliki
pengetahuan atau mengetahui stimulus ,
kemudian mengadakan penilaian atau
pendapat terhadap apa yang diketahuinya
dalam bentuk sikap, proses selanjutnya
diharapkan ia akan melaksanakan atau
mempraktikkan apa yang diketahui atau
disikapinya. Mempraktikkan sesuatu inilah
yang disebut perilaku (Notoatmojo, 2010).
Responden yang tidak patuh dalam
penggunaan alat pelindung diri masih cukup
banyak yaitu sekitar 29,9%, faktor yang
mungkin berkontribusi terhadap kepatuhan
dalam penggunaan alat pelindung diri salah
satunya adalah ketersediaan fasilitas.
Fasilitas yang tersedia hendaknya dalam
jumlah dan jenis selalu memadai dan selalu
dalam keadaan siap pakai. Peralatan yang
tidak mendapatkan perawatan sebagaimana
mestinya dapat segera mengalami kerusakan
yang menyebabkan peralatan tidak bisa
difungsikan.
Kondisi
ini
dapat
mempengaruhi perilaku kerja seseoarang.
Tidak tersedianya fasilitas peralatan ataupun
bahan alat pelindung diri dapat mempersulit
dan
menimbulkan
masalah
dalam
pelaksanaanya.
Lawrence
Green
(1980)
dalam
Notoatmojo (2010), mengemukakan bahwa
perilaku itu terbentuk dari 3 faktor, yaitu
faktor predisposisi, faktor pemungkin dan
faktor pendorong. Ketersediaan fasilitas
termasuk dalam faktor pemungkin untuk
terbentuknya perilaku. WHO (1984) dalam
Notoatmojo menyebutkan bahwa salah satu
faktor yang menyebabkan sesorang untuk
berperilaku adalah adanya sumber daya
berupa fasilitas, waktu, tenaga.
Hubungan
Pengetahuan
dengan
Kepatuhan dalam Penggunaan APD
Hasil analisis bivariat yang bertujuan
untuk
mengetahui
hubungan
antara
pengetahuan alat pelindung diri dengan
kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung
diri pada penelitian ini menggunakan uji
spearmen. Hasil uji statistik didapatkan nilai
koefisien korelasi 0,323 menunjukkan arah
korelasi positif dan kekuatan hubungan
rendah, nilai signifikansi 0,008 kurang dari
nilai α 0,05 yang berarti ada hubungan
antara pengetahuan tentang alat pelindung
diri dengan kepatuhan dalam penggunaan
alat pelindung diri.
Nilai koefisien korelasi didapatkan arah
korelasi positif yang berarti semakin tinggi
pengetahuan responden tentang alat
pelindng diri akan diikuti dengan semakin
tingginya kepatuhan dalam penggunaan alat
pelindung diri. Kekuatan hubungan rendah
hal
ini
menunjukkan
pengetahuan
berhubungan dengan kepatuhan namun
kemungkinan masih ada faktor lain yang
mempengaruhi kepatuhan.
Bloom dalam Notoatmojo (2010)
menyatakan bahwa domain pengetahuan
berasal dari tahu hingga evaluasi. Domain
tahu, diartikan sebagai mengingat materi
yang telah dipelajari sebelumnya. Dengan
menggunakan pengetahuan mendapatkan
fakta atau informasi baru, contoh perawat
yang memperoleh informasi tentang alat
pelindung diri melalui pelatihan atau
sosialisasi yang diberikan dan dapat
menjelaskan jenis dan manfaatnya.
Setelah responden tahu selanjutnya akan
memahami, yang diartikan diartikan sebagai
suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
tentang obyek yang diketahui dan dapat
mengintepretasikan obyek tersebut secara
benar. Contoh perawat mampu menguraikan
secara spesifik bagaimana alat pelindung
diri dapat meningkatkan pelrlindungan
kepada perawat dan klien seperti yang
tergambar
dalam
kuesioner
tentang
pengertian alat pelindung diri yang sebagian
besar responden menjawab benar (98%).
Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan
untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi yang nyata. Contoh
perawat mampu menerapkan prinsip
penggunaan alat pelindung diri yang sudah
diketahui pada saat melakukan tindakan,
seperti yang tergambar dalam pertanyaan
perawat menggunakan satu sarung tangan
untuk satu prosedur yang sebagian
responden menjawab benar (76%).
Analisis adalah suatu kemampuan untuk
menjabarkan materi atau obyek kedalam
komponen – komponen. Contoh perawat
setelah menggunakan alat pelindung diri
dapat membandingkan manfaatnya dengan
kondisi
sebelumnya
yang
tidak
menggunakan alat pelindung diri, seperti
tergambar dalam kuesioner pengetahuan
tentang menghindari mendaur ulang sarung
tangan sekali pakai yang sebagian besar
responden menjawab benar (97%).
Sintesis
menunjukkan
suatu
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
menghubungkan bagian – bagian dalam
suatu bentuk keseluruhan yang baru. Contoh
perawat mampu memilih alat pelindung diri
yang sesuai dengan kondisi saat melakukan
tindakan, seperti yang tergambar dalam
kuesioner pengetahuan tentang penggunaan
alat pelindung diri gown yang melindungi
pakaian menjadi kotor yang sebagian
responden menjawab dengan benar (91%).
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan
untuk melakukan justifikasi atau penilaian
terhadap suatu materi atau obyek. Perawat
mampu memahami kebutuhan lebih lanjut
tentang alat pelindung diri dengan
rencananya mengikuti pelatihan keamana
(Notoatmodjo, 2010, Potter, 2005).
Rendahnya nilai korelasi antara
pengetahuan
dengan
kepatuhan
menunjukkan
bahwa
pengetahuan
berpengaruh terhadap perilaku namun ada
faktor lain yang kemungkinan dapat
mempengaruhi.
Notoatmojo
(2012)
menyatakan
terbentuknya
perilaku
mengikuti tahapan kognitif, afektif dan
psikomotor, namun dalam beberapa
penelitian bahwa proses tersebut tidak selalu
seperti teori. Artinya seseorang yang telah
berperilaku positif messkipun pengetahuan
dan sikapnya masih negatif.
Hasil
penelitian
menunjukkan
responden yang memiliki pengetahuan
cukup dan tidak patuh sebanyak 9 responden
(13,4%),
responden
yang
memiliki
pengetahuan cukup dan patuh sebanyak 7
responden (10,4). Jumlah responden yang
memiliki pengetahuan cukup sebanyak 16
responden (23,9%).
Hasil diatas menggambarkan bahwa
pengetahuan yang cukup tidak menjamin
individu untuk tidak patuh terhadap sesuatu.
Notoatmojo (2010)
menuliskan bahwa
perilaku terjadi diawali dari pengalamanpengalaman seseorang baik fisik maupun
non fisik, kemudian pengalaman tersebut
diketahui, dipersepsikan, diyakini dan
menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak.
Pengetahuan responden yang baik
belum tentu menyebabkan individu patuh,
pada penelitian didapatkan ada responden
yang memiliki pengetahuan baik namun
tidak patuh, hal ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Kurnia Putra (2012)
tentang hubungan tingkat pengetahuan dan
sikap dengan perilaku penggunaan alat
pelindung diri pada mahasiswa profesi
Faklutas Ilmu Keperawatan Universitas
Indonesia, dimana hasilnya tidak terdapat
hubungan antara pengetahuan dengan
perilaku dalam penggunaan alat pelindung
diri.
Responden yang memiliki pengetahuan
baik dan patuh sebanyak 40 orang (59,7%),
responden yang memiliki pengetahuan baik
tetapi tidak patuh sebanyak 11 responden
(16,5%). Jumlah responden yang memiliki
pengetahuan baik sebanyak 51 orang
(76,1%).
Hasil penelitian diatas menunjukkan
bahwa pengetahuan yang baik dapat menjadi
faktor predisposisi untuk terbentuknya
perilaku. Penelitian yang dilakukan oleh
Ernida Megawati (2009) tentang hubungan
pengetahuan dan sikap perawat dengan
kepatuhan dalam pelaksanaan pemasangan
infus pada pasien di ruang Magdalena
Rumah Sakit Immanuel Bandung didapatkan
hasil
pengetahuan
baik
mempunyai
kecenderungan yang lebih besar untuk
mematuhi SOP saat melakukan pemasangan
infus.
Hubungan Sikap dengan Kepatuhan
dalam Penggunaan APD
Hasil analisis bivariat yang bertujuan
untuk mengetahui hubungan antara sikap
tentang alat pelindung diri dengan
kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung
diri pada penelitian ini menggunakan uji
spearmen. Hasil uji statistik menunjukkan
nilai koefisien korelasi 0,458 dan nilai
signifikansi 0,000 kurang dari nilai α 0,05.
Nilai
signifikansi
0,00
dapat
disimpulkan ada hubungan antara sikap
tentang alat pelindung diri dengan
kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung
diri. Nilai koefisien korelasi didapatkan arah
korelasi positif yang berarti semakin positif
sikap responden terhadap alat pelindng diri
akan diikuti dengan semakin tingginya
kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung
diri. Kekuatan hubungan sedang hal ini
menunjukkan sikap berhubungan dengan
kepatuhan namun kemungkinan masih ada
faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan.
Responden yang memiliki sikap negatif
dan tidak patuh sebanyak 12 responden
(17,9%), responden yang memiliki sikap
negatif tetapi patuh sebanyak 7 responden
(10,4%). Jumlah responden yang memiliki
sikap negatif sebanyak 19 responden
(28,4%).
Hasil diatas menunjukkan bahwa
individu yang memiliki sikap negatif
cenderung untuk melakukan perilaku yang
negatif atau tidak patuh. Newcomb dalam
Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa
sikap merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum
merupakan suatu tindakan atau aktifitas,
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan
suatu perilaku.
Responden yang memiliki sikap negatif
namun patuh dapat disebabkan oleh faktor
kebiasaan. Kebiasaan adalah aspek perilaku
manusia yang menetap, berlangsung secara
otomatis dan tidak direncanakan. Kebiasaan
merupakan
hasil
pelaziman
yang
berlangsung dalam kurun waktu lama
diulang berkali kali (Notoatmojo, 2010).
Responden yang memiliki sikap positif
tetapi tidak patuh sebanyak 8 responden
(12%). Responden yang memiliki sikap
positif dan patuh sebanyak 40 orang
(59,7%), Jumlah responden yang memiliki
sikap positif sebanyak 48 responden
(71,6%).
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori
perilaku Bloom dalam Notoatmojo (2010)
yang
menjelaskan
bahwa
perilaku
merupakan fungsi dari faktor predisposisi,
yaitu faktor yang ada dalam diri individu
yang didalamnya terdapat sikap dari
individu. Sikap responden mempengaruhi
tindakan responden dalam menggunakan
alat pelindung diri selama bekerja.
Perilaku individu terbentuk melalui
tahapan-tahapan pengetahuan-sikap-perilaku
(PSP). Individu yang memiliki pengetahuan
akan menetukan sikap terhadap apa yang
diketahuinya, selanjutnya akan terwujud
dalam bentuk perilaku. Perilaku perawat
untuk menggunakan alat pelindung diri
sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, ketika
perawat tahu tentang alat pelindung diri
yang meliputi pengertian, jenis, manfaat
akan menimbulkan sikap yang positif atau
kecenderungan dan kesiapan bertindak
menggunakan alat pelindung diri ketika
melakukan tindakan keperawatan dengan
berdasar dari pengetahuan alat pelindung
diri yang bermanfaat baik bagi petugas
ataupun bagi pasien. Perilaku ini tentunya
harus didukung oleh ketersedian fasilitas
berupa adanya alat pelindung diri yang akan
digunakan. Perilaku tidak bisa dilepaskan
dari pengetahuan, ketika petugas tahu
tentang sesuatu akan bersikap terhadap
sesuatu yang diketahuinya dan akan
bertindak atau berperilaku sesuai dengan
sesuatu yang diketahuinya.
Responden yang memiliki sikap positif
namun tidak patuh dapat disebakan oleh
faktor beban kerja. Sikap menggambarkan
suka atau tidak suka seseorang terhadap
obyek. Sikap sering diperoleh dari
pengalaman sendiri atau orang lain yang
paling dekat. Sikap akan terwujud didalam
suatu tindakan tergantung pada situasi saat
itu, misal seorang perawat yang akan
melakukan tindakan ingin mengganti sarung
tangan setiap kali tindakan namun pada saat
itu situasi ruangan sangat banyak pasien
sehingga kalau harus mengganti sarung
tangan akan semakin memperlama waktu
dan pelayanan kepada pasien menjadi
terganggu (Notoatmojo,2010).
Hasil ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Vitna Sefliani (2012),
tentang faktor-faktor yang berhubungan
dengan tingkat kepatuhan hand hygiene
perawat di IGD RSUP Fatmawati Jakarta
Tahun 2012 dimana hasilnya beban kerja
berhubungan dengan kepatuhan, beban kerja
yang tinggi dapat menyebabkan individu
untuk tidak patuh terhadap suatu prosedur.
Keterbatasan Penelitian
1. Peneliti tidak memasukan predisposing
factor yang lain seperti keyakinan, nilai
dan kepercayaan dalam penelitian ini
2. Peneliti tidak memasukkan enabling
factor: lingkungan, Sarana / fasilitas
dalam penelitian ini
3. Peneliti tidak memasukkan reinforcing
factor : sikap petugas dan dukungan
dalam penelitian ini
PENUTUP
Kesimpulan
1. Pengetahuan responden sebagian besar
memiliki pengetahuan baik tentang alat
pelindung diri yaitu sebanyak 51
responden (76,1%), dan pengetahuan
kurang 16 responden (23,9%).
2. Sikap responden sebagian besar memiliki
sikap positif tentang alat pelindung diri
yaitu sebanyak 48 responden (71,6%),
dan sikap negatif 19 responden (28,4%).
3. Kepatuhan responden, sebagian besar
patuh dalam penggunaan alat pelindung
diri yaitu sebanyak 47 responden
(70,1%), dan tidak patuh 20 responden
(29,9%).
4. Ada pengaruh antara pengetahuan tentang
alat pelindung diri dengan kepatuhan
dalam penggunaan alat pelindung diri di
RSUD Ambarawa
p value (0.008)
< α (0,05).
5. Ada pengaruh antara sikap tentang alat
pelindung diri dengan kepatuhan dalam
penggunaan alat pelindung diri di RSUD
Ambarawa p value (0.000) < α (0,05).
Saran
1. Tenaga kesehatan
Tenaga
kesehatan
khususnya
keperawatan seharusnya selalu patuh
dalam menggunkan alat pelindung selama
bekerja untuk mengurangi resiko
terjadinya penularan penyakit dari pasien
ke perawat atau sebaliknya dari perawat
ke pasien.
2. Rumah Sakit
Dari hasil penelitian ini diharapkan
rumah sakit melakukan sosialisasi atau
pelatihan tentang penggunaan alat
pelindung diri untuk meningkatkan
pengetahuan perawat serta penyediaan
sarana prasarana alat pelindung diri.
3. Bagi Peneliti Lain
Dari hasil penelitian ini diharapkan
sebagai data dasar bagi peneliti lain dan
mengembangkan lebih lanjut pada faktor
yang mempengaruhi perilaku kepatuhan
seperti kepercayaan, nilai, ketersediaan
sarana prasrana, dukungan.
DAFTAR PUSTAKA
A Azis Alimul Hidayat, 2003, Riset
Keperawatan dan Tehnik Penulisan
Ilmiah, Jakarta, Salemba Medika
A Wawan dan Dewi M, 2011, Teori dan
Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan
Perilaku
Manusia,
Yogyakarta,
Nuhamedika
Arikunto
Suharsini,
2006
Prosedur
Penelitian Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Anizar, 2009, Tehnik Keselamatan dan
Kesehatan
Kerja
di
Industri,
Yogyakarta, Graha Ilmu
Darmadi, 2008, Infeksi Nosokomial,
Problematika dan Pengendaliannya,
Jakarta, Salemba Medika
Damanik Sri Melfa et al,2012, Kepatuhan
Hand Hygiene Di Rumah Sakit
Immanuel Bandung, Bandung, FIK
UNPAD
Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia : 129/MENKES/SK/II/2008
Tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
Kurnia Putra Moch Udin, 2012, Hubungan
Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan
Perilaku Penggunaan Alat Pelindung
Diri pada Mahasiswa Profesi Fakultas
Ilmu
Keperawatan,
Universitas
Indonesia, Skripsi, Jakarta, FIK UI
Megawati
Ernida, 2009,
hubungan
pengetahuan dan sikap perawat dengan
kepatuhan
dalam
pelaksanaan
pemasangan infus pada pasien di ruang
Magdalena Rumah Sakit Immanuel
Bandung, Skripsi, Bandung, STIK
Imanuel
Notoatmodjo Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku
Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
Notoatmodjo Soekidjo, 2005 Metodologi
Penlitian
Kesehatan.
Jakarta
:
PT Rineka Cipta.
Nursalam, 2008 Konsep Dan Penerapan
Metodologi
Penelitian
Ilmu
Keperawatan.
Jakarta:
Salemba
Medika.
Patricia
Potter,
2005,
Fundamental
Keperawatan Volume I, Jakarta, EGC
Purwanto Heri, 1999, Pengantar Perilaku
Manusia untuk Keperawatan, Jakarta,
EGC
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan
Transmigrasi
Republik
Indonesia
Nomor Per.08/MEN/VII/2010 Tentang
Alat Pelindung Diri
Sastroasmoro, S., & Ismael, S. 2008. Dasardasar metodologi penelitian klinis.
Edisi 3. Jakarta: CV. Sagung Seto.
Sefliani Vitna, 2012, tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan tingkat
kepatuhan hand hygiene perawat di
IGD RSUP Fatmawati Jakarta Tahun
2012, Skripsi, Jakarta, PSIK, UMJ
Sugiyono, 2004 Statistik untuk penelitian.
Bandung ; Alfabeta
Susanto Priyo Hastono, 2007, Analisa Data
Kesehatan, Jakarta, FKM Universitas
Indonesia
Undang-undang Republik Indonesia Nomor
44 tahun 2009 Tentang Rumah
sakit
www.depkes.go.id.Program
Pencegahan
Dan Pengendalian Infeksi Nosokomial
Merupakan Unsur Patient Safety,
diakses tanggal 28 Januari 2013, jam
20.15
http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id, Kamus
Besar Bahas Indonesia, Departemen
Pendidikan diakses tanggal 1 Pebruari
2013 jam 14.15
http://jurnalk3.com,
syarat-syarat
Alat
Pelindung Diri, diakses tanggal 28
Januari 2013, jam 20.25
Download