HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN KEPATUHAN PERAWAT DALAM PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA Kartika Rhomi Anawati *) Dwi Novitasari.,S.Kep,Ns,MSc **), Tina Mawardika, S.Kep., Ns.**) *) Mahasiswa PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran **) Dosen PSIK STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Terbentuknya perilaku dimulai dari ranah kognitif atau pengetahuan dalam arti seseorang tahu terlebih dahulu terhadap stimulus atau rangsang yang berupa materi atau obyek di luarnya sehingga menimbulkan pengetahuan pada orang tersebut dan selanjutnya akan menimbulkan respon batin dalam bentuk sikap seseorang terhadap obyek yang diketahuinya itu. Akhirnya rangsangan atau sesuatu yang diketahuinya dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan respon yang lebih jauh lagi berupa tindakan yang berhubungan dengan stimulus obyek tadi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara pengetahun dan sikap dengan kepatuhan perawat dalam penggunaan alat pelindung diri di Rumah Sakit Umum Daeah Ambarawa. Penelitian ini menggunakan design diskriptif analitik dengan pendekatan cros sesctional, teknik pengambilan sampel simple random sampling. Populasinya adalah perawat yang bekerja di ruang rawat Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa sejumlah 148 perawat. Sampel yang diteliti adalah perawat yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi sebanyak 67 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang sebelumnya sudah dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Analisis data dilakukan dengan bantuan SPSS menggunakan uji non parametris spearman rank. Hasil penelitian, uji korelasi antara pengetahuan dengan kepatuhan didapatkan nilai signifikansi 0,008 pada α 0,05, koeifisen korelasi 0,323, uji korelasi antara sikap dengan kepatuhan didapatkan nilai signifikansi 0,000 pada α 0,05, koeifisen korelasi 0,458. Kesimpulan yang dapat diambil adalah ada hubungan antara pengetahuan dan sikap dengan kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung diri. Kata kunci Kepustakaan : Pengetahuan, Sikap, Kepatuhan, Alat Pelindung Diri : 23 (1999-2012) PENDAHULUAN Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat komplek. Kompleksitasnya tidak hanya dari segi jenis dan macam penyakit yang harus memperoleh perhatian dari para petugas kesehatan untuk menegakkan diagnosa dan menentukan terapinya namun juga adanya berbagai macam peralatan medis dari yang sederhana hingga yang modern dan canggih. Hal lain yang merupakan kompleksitas sebuah rumah sakit adalah adanya sejumlah orang yang secara bersamaan secara serentak, berinteraksi langsung ataupun tidak langsung mempunyai kepentingan dengan penderita yang dirawat di rumah sakit (Darmadi, 2008). Ketika berinteraksi dengan orangorang yang ada dirumah sakit kemungkinan terjadi penularan infeksi sangat tinggi. Praktisi atau teknisi yang memantau atau mencegah penularan infeksi, membantu melindungi klien dan pekerja perawatan kesehatan dari penyakit. Klien dalam lingkungan perawatan beresiko terkena infeksi karena daya tahan tubuh yang menurun terhadap mikroorganisme infeksius, meningkatnya pajanan terhadap jumlah dan jenis penyakit yang disebabkan oleh mikroorgnisme dan prosedur invasif (Potter, 2005). Klien yang berada dalam lingkungan perawatan kesehatan dapat beresiko tinggi terhadap infeksi, infeksi yang didapat klien selama mendapatkan perawatan disebut dengan Infeksi Nosokomial (Potter, 2005). Nosokomial berasal dari kata Yunani, dari kata nosos yang artinya penyakit dan Komeo yang artinya merawat. Nosokomion berarti tempat untuk merawat / rumah sakit. Jadi infeksi nosokomial dapat diartikan sebagai infeksi yang diperoleh atau terjadi di rumah sakit. Infeksi nosokomial saat ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kesakitan dan angka kematian di rumah sakit, sehingga dapat menjadi masalah kesehatan baru, baik di negara berkembang maupun di negara maju (Darmadi, 2008). Insiden infeksi nosokomial berlainan antara satu rumah sakit dengan rumah sakit lainnya. Infeksi nosokomial merupakan masalah penting di seluruh dunia. Infeksi ini terus meningkat dari 1% di beberapa Negara Eropa dan Amerika, sampai lebih dari 40% di Asia, Amerika Latin dan Afrika. Di Indonesia, infeksi merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir. Selain itu, menyebabkan perpanjangan masa rawat inap bagi penderita. (Kemenkes, 2011). Pemerintah melalui kementerian kesehatan mencanangkan program Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), dalam bentuk patient safety. Tujuan dari program PPI adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya melalui pencegahan dan pengendalian infeksi, melindungi sumber daya manusia kesehatan dan masyarakat dari penyakit infeksi yang berbahaya, serta menurunkan angka kejadian Infeksi Nosokomial (Kemenkes, 2011). Kebijakan ini tertuang dalam Kepmenkes Nomor 82/2007 tentang pedoman pencegahan infeksi di rumah sakit. Sumber daya manusia kesehatan mempunyai peranan penting dalam pencegahan infeksi Nosokomial di rumah sakit. Perawat merupakan salah satu sumber daya manusia kesehatan yang paling lama berinteraksi dengan pasien. Melalui praktik pencegahan dan pengendalian infeksi perawat dapat menghindarkan penyebaran penyakit terhadap klien. Petugas perawataan kesehatan dapat melindungi diri mereka sendiri dari kontak dengan bahan infeksius atau terpajan pada penyakit menular dengan memiliki pengetahuan tentang proses dan perlindungan barrier yang tepat (Potter, 2005). Infeksi nosokomial dapat diturunkan jika perawat menggunakan pemikiran kritis pada saat mempraktekkan teknisk aseptik. Perawat harus selalu mempertimbangkan resiko klien terkena infeksi dan mengantisipasi bagaimana perawatan dapat meningkatkan atau menurunkan kemungkinan perubahan infeksi (Potter, 2005). Perawat adalah tenaga profesional yang perannya tidak dapat dikesampingkan dari lini terdepan pelayanan rumah sakit, karena tugasnya mengharuskan perawat kontak paling lama dengan pasien dan berperan penting dalam memutus rantai infeksi nosokomial. Kepatuhan perawat dalam melaksanaan kewaspadaan universal berperan dalam penurunan insiden infeksi nosokomial. Penelitian yang dilakukan Damanik dkk di Bandung tentang kepatuhan perawat dalam melakukan hand hygine diperoleh hasil terdapat hubungan antara masa kerja, pengetahuan dan ketersediaan tenaga kerja dengan kepetuhan melakukan hand hygine dari berbagai faktor yang diteliti ketersediaan tenaga kerja merupakan faktor yang paling dominan (Damanik, 2012). Berkaitan dengan upaya penerapan keselamatan dan kesehatan kerja, penggunaan alat pelindung diri sebagai bagian dari pengendalian bahaya di tempat kerja merupakan syarat penting yang harus mendapat perhatian dan sesuai. Pemakaian APD dalam tindakan keperawatan yang dilakukan oleh perawat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor tersebut adalah perilaku perawat dalam menggunakan APD. Perilaku merupakan semua kegiatan manusia yang dapat diamati maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmojo,2010). Perilaku manusia terbentuk oleh 3 faktor yaitu pertama faktor predisposisi didalamnya ada pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai, kedua faktor pendukung meliputi fasilitas dan sarana, ketiga faktor pendorong yaitu dukungan. Perawat diharapkan memiliki pengetahuan dan sikap dalam kepatuhan penggunaan alat pelindung diri. Benyamin Bloom dalam Notoatmojo (2010), membedakan adanya 3 ranah perilaku yaitu ranah kognitif, ranaf efektif dan ranah practice. Kognitif atau pengetahuan mengacu pada hasil tahu seseorang terhadap obyek melalui panca indra, afektif atau sikap mengacu pada respon tertutup seseorang terhadap stimulus yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi, sedang practice atau tindakan mengacu pada tindakan seseorang berdasar pengetahuan dan sikap yang dimiliki. Hasil dari observasi dan wawancara yang di lakukan terhadap 6 perawat, mereka menyatakan sudah memiliki pengetahuan tentang prosedur pemakaian alat pelindung diri dan menyatakan sudah selalu memakai pada saat melakukan tindakan keperawatan terhadap pasien. Hasil observasi terdapat ketersediaan alat pelindung diri pada beberapa ruangan di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa sudah tersedia tutup kepala, masker, kacamata, jasmed/baju pelindung serta handscoon. Pemantauan terhadap perilaku perawat ditemukan 10 dari 14 perawat atau 71,4% perawat pada saat mengganti cairan infus tidak menggunakan masker, saat memasuki ruangan isolasi, ditemukan 5 dari 14 perawat atau 36% tidak menggunakan jasmed/baju pelindung dan kerudung kepala. Penggunaan handscoon saat melakukan tindakan keperawatan ditemukan 12 dari 14 perawat atau 86%. Perilaku yang ditunjukkan perawat dalam menerapkan prinsip-prinsip kewaspadaan umum melalui penggunaan alat pelindung diri di selama melakukan tindakan perawatan belum maksimal. Masih terbatasnya informasi yang menunjukkan perilaku perawat dalam penggunaan APD dengan baik saat melakukan perawatan membuat penelitian tentang alat pelindung diri perlu dilakukan. Selain itu masih belum terlihat dengan jelas pengetahuan dan sikap perawat terhadap penggunaan APD sudah baik atau belum. Oleh karena itu penelitian tentang faktorfaktor yang berhubungan dengan kepatuhan perawat dalam pengggunaan alat pelindung diri perlu dilakukan untuk mewujudkan keamanan dan keselamatan dalam memberikan asuhan keperawatan. METODOLOGI Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang merupakan penelitian non experimental dengan menggunakan deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perawat yang bekerja di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa di yang berjumlah 148 orang. Tehnik sampling yang digunakan stratified random sampling Jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini sesuai dengan penghitugan yaitu 67 responden yang mewakili masingmasing ruang yang sudah ditentukan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 di Rumah Sakit Umum Daerah Ambarawa. Waktu yang digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data selama 3 hari pada tanggal 16 sampai 18 Februari 2013. Alat pengumpulan data adalah dengan menggunakan kuesioner. Analisis Univariat berupa distribusi frekuensi untuk variabel pengetahuan, sikap dan kepatuhan. Uji statistik yang digunakan adalah spearman rank. HASIL Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Umur, Tahun 2013 Umur Frekuensi Persentase 21-30 tahun 29 43,3% 31-40 tahun 37 55,2% 41-50 tahun 1 1,5% Jumlah 67 100 Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa dari 67 responden, sebagian besar responden berumur 31-40 tahun sebanyak 55,2%, dan hanya sebagian kecil responden yang berumur 41-50 tahun yaitu sebanyak 1,5%. Berdasarkan tabel 5.2 dapat diketahui bahwa dari 67 responden, sebagian besar berjenis kelamin wanita yaitu sebanyak 51 reponden (76,1%), dan berjenis kelamin pria sebanyak 25 responden (37,3%). Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Responden Tentang Alat Pelindung Diri, Tahun 2013 Pendidikan D3 Keperawatan S1 Keperawatan Jenis Kelamin Pria Wanita Jumlah Frekuensi Persentase 42 25 62,7 37,3 67 100 65 2 97 3 Jumlah 67 100 Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa dari 67 responden, sebagian besar berpendidikan D3 Keperawatan yaitu sebanyak 65 responden (97%), dan hanya 2 (3%) yang berpendidikan S1 Keperawatan. Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Responden Tentang Alat Pelindung Diri, Tahu 2013 Pengetahuan Frekuensi Persentase Baik Cukup Kurang 51 16 0 76,1 23,9 0 Jumlah 67 100 Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa dari 67 responden, sebagian besar memiliki pengetahuan baik tentang alat pelindung diri yaitu sebanyak 51 reponden (76,1%), dan tidak ada yang memiliki pengetahuan kurang tentang alat pelindung diri. Tabel5.5 Distribusi Frekuensi Sikap Perawat Tentang Alat Pelindung Diri Tahun 2013 Sikap Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin, Tahun 2013 Frekuensi Persentase Positif Negatif Frekuensi Persentase 48 19 71,6 28,4 Jumlah 67 100 Berdasarkan tabel 5.5 dapat diketahui bahwa dari 67 responden, sebagian besar memiliki sikap yang positif tentang alat pelindung diri yaitu sebanyak 48 responden (71,6%) dan mempuyai sikap negatif sebanyak 19 responden (28,4%). Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kepatuhan Dalam Penggunaan Alat Pelindung Diri Tahun 2013 Kepatuhan Tabel 5.8 Tabel Silang Sikap dengan Kepatuhan Tahun 2013 Sikap Frekuensi Persentase Patuh Tidak Patuh 47 20 Negatif Positif Total 70,1 29,9 Jumlah 67 100 Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui bahwa dari 67 responden, sebagian besar patuh dalam penggunaan alat pelindung diri yaitu sebanyak 47 responden (70,1%), responden yang tidak patuh sebanyak 20 (29,9%). Tabel 5.7 Tabel Silang Pengetahuan dengan Kepatuhan Tahun 2013 Penge tahuan Kepatuhan Tidak Patuh Patuh ∑ % ∑ % ∑ Cukup Baik Total 9 11 20 16 51 67 13,4 16,5 29,9 dengan kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung diri. 7 40 47 10,4 59,7 70,1 % p Value r 24,9 76,1 0,008 0,323 100 Berdasarkan tabel 5.7 dapat diketahui bahwa dari 67 responden, yang memiliki pengetahuan cukup dan tidak patuh sebanyak 9 responden (13,4%), responden yang memiliki pengetahuan cukup dan patuh sebanyak 7 responden (10,4). Jumlah responden yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 16 responden (23,9%). Responden yang memiliki pengetahuan baik dan patuh sebanyak 40 orang (59,7%), responden yang memiliki pengetahuan baik tetapi tidak patuh sebanyak 11 responden (16,5%). Jumlah responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 51 orang (76,1%). Nilai koefisien korelasi 0,323 menunjukkan arah korelasi positif dan kekuatan hubungan rendah, p value (0,008) < α (0,05) yang berarti ada hubungan antara pengetahuan tentang alat pelindung diri Kepatuhan Tidak Patuh Patuh ∑ % ∑ % ∑ 12 8 20 19 48 67 17,9 12 29,9 7 40 47 10,4 59,7 70,1 p r % 28,4 71,6 0,000 0,458 100 Berdasarkan tabel 5.8 dapat diketahui bahwa dari 67 responden, yang memiliki sikap negatif dan tidak patuh sebanyak 12 responden (17,9%), responden yang memiliki sikap negatif tetapi patuh sebanyak 7 responden (10,4%). Jumlah responden yang memiliki sikap negatif sebanyak 19 responden (28,4%). Responden yang memiliki sikap positif tetapi tidak patuh sebanyak 8 responden (12%). Responden yang memiliki sikap positif dan patuh sebanyak 40 orang (59,7%), Jumlah responden yang memiliki sikap positif sebanyak 48 responden (71,6%). Nilai koefisien korelasi 0,458 menunjukkan arah korelasi positif dan kekuatan hubungan sedang, p value (0,000) < α (0,05) yang berarti ada hubungan antara sikap tentang alat pelindung diri dengan kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung. PEMBAHASAN Pengetahuan Responden Tentang APD Hasil penelitian yang dilakukan pada 67 respodonden menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik tentang alat pelindung diri. Nilai rata-rata pengetahuan responden secara keseluruhan mencapai 91,14. Hal ini sesuai dengan Arikunto (2006) yang menjelaskan bahwa individu yang memiliki pengetahuan baik ketika menjawab pertanyaan dengan benar diatas 75%. Hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa perawat di RSUD Ambarawa secara umum memiliki pengetahuan tentang alat pelindung diri yang baik. Tingkat pengetahuan yang tinggi pada responden tentang alat peliindung diri dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut dapat berupa karakteristik responden yaitu usia dan pendidikan. Faktor lain yang dapat berpengaruh adalah faktor lingkungan berupa lingkungan tempat bekerja. Karakteristik individu meliputi usia dan pendidikan mempengaruhi tingkat pengetahuan responden tentang alat pelindung diri. Usia responden yang sebagian besar 30-40 tahun menunjukkan bahwa responden juga memiliki masa kerja cukup lama sehingga memiliki pengalaman selama melakukan praktik yang akan berdampak pada pengetahuan tentang alat pelindung diri. Pengetahuan adalah wawasan yang diperoleh secara formal maupun non formal. Secara formal didapatkan dari pendidikan yang merupakan dasar dari pengetahuan. Pendidikan berhubungan positif terhadap pengetahuan dalam pengembangan sikap dan keterampilan, sedangkan secara informal didapatkan dari pengalaman (Notoatmojo,2010). Pengetahuan yang tinggi bukan jaminan responden memiliki kemampuan sesuai dengan tingkat pengetahuannya. Bloom dalam Notoatmojo (2010) menjelaskan bahwa tingkatan pengetahuan seseorang terdidi dari enam yaitu tahu, paham, aplikasi, analisa, sintesa dan evaluasi. Setiap tingkatan memperlihatkan kemampuan individu. Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan professional serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya (Notoadmojo, 2010). Sebagian besar responden memiliki pendidikan D3 Keperawatan yang termasuk dalam jenjang pendidikan tinggi. Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seeorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang dengan pendidikan tinggi, maka orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya. Faktor situasional perilaku manusia mencakup faktor lingkungan dimana manusia itu berada atau bekerja. Kondisi lingkungan dapat mempengaruhi pengetahuan responden terhadap alat pelindung diri. Kebijakan pasien safety yang mengharuskan setiap rumah sakit melakukan sosialisasi dalam penggunaan alat pelindung diri dapat meningkatkan pengetahuan. Informasi yang diperoleh selama sosialisasi akan menambah pengetahuan responden. Peneliti berasumsi bahwa pengetahuan responden yang cukup dalam penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya konsentrasi responden dalam mengisi kuesioner karena pada saat pengisian kuesioner banyak responden yang sedang berdinas dan harus memberikan pelayanan kepada responden. Sikap responden terhadap APD Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden menunjukkan sikap yang positif terhadap alat pelindung diri yaitu sebanyak 71,6%, sebagian kecil memiliki sikap negatif terhadap alat pelindung diri yaitu sebanyak 28,4%. Responden ada yang memiliki sikap positif maupun negatif dalam penelitian ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Asumsi peneliti adalah faktor pengalaman pribadi dan faktor emosional. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat, karena itu sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Kadang kala suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi (Wawan & Dewi, 2011). Sikap positif terhadap alat pelindung menunjukkan responden menerima dan bertanggungjawab terhadap penggunaan alat pelindung diri. Sikap yang positif ketika individu memiliki kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu. Newcomb dalam Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan reaksi yang tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka dan merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek. Sikap mengandung 3 komponen yang membentuk struktur sikap, yaitu komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif. Komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap obyek sikap. Pengetahuan responden yang sebagaian besar baik tentang alat pelindung diri merupakan salah satu komponen kognitif yang membentuk sikap positif responden terhadap alat pelindung diri. Individu yang memiliki sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci atau tidak menyukai obyek tertentu, masih adanya sikap negatif responden terhadap alat pelindung diri dapat disebabkan oleh pengalaman yang kurang baik terhadap penggunaan alat pelindung diri atau kebijakan yang kurang mendukung terhadap penggunaan alat pelindung diri. Kepatuhan dalam penggunaan APD Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden patuh dalam penggunaan alat pelindung diri yaitu sebanyak 70,1% dan sebanyak 29,9% responden tidak patuh. Kondisi ini menunjukan bahwa secara umum perawat di RSUD Ambarawa patuh dalam penggunaan alat pelindung diri sesuai aturan. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang baik tentang alat pelindung diri, dari pengetahuan yang baik ini responden akan mempunyai sikap yang positif yang selanjutnya akan terwujud dalam perilaku kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung diri selama bekerja. Setelah seseorang memiliki pengetahuan atau mengetahui stimulus , kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahuinya dalam bentuk sikap, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya. Mempraktikkan sesuatu inilah yang disebut perilaku (Notoatmojo, 2010). Responden yang tidak patuh dalam penggunaan alat pelindung diri masih cukup banyak yaitu sekitar 29,9%, faktor yang mungkin berkontribusi terhadap kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung diri salah satunya adalah ketersediaan fasilitas. Fasilitas yang tersedia hendaknya dalam jumlah dan jenis selalu memadai dan selalu dalam keadaan siap pakai. Peralatan yang tidak mendapatkan perawatan sebagaimana mestinya dapat segera mengalami kerusakan yang menyebabkan peralatan tidak bisa difungsikan. Kondisi ini dapat mempengaruhi perilaku kerja seseoarang. Tidak tersedianya fasilitas peralatan ataupun bahan alat pelindung diri dapat mempersulit dan menimbulkan masalah dalam pelaksanaanya. Lawrence Green (1980) dalam Notoatmojo (2010), mengemukakan bahwa perilaku itu terbentuk dari 3 faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pemungkin dan faktor pendorong. Ketersediaan fasilitas termasuk dalam faktor pemungkin untuk terbentuknya perilaku. WHO (1984) dalam Notoatmojo menyebutkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan sesorang untuk berperilaku adalah adanya sumber daya berupa fasilitas, waktu, tenaga. Hubungan Pengetahuan dengan Kepatuhan dalam Penggunaan APD Hasil analisis bivariat yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan alat pelindung diri dengan kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung diri pada penelitian ini menggunakan uji spearmen. Hasil uji statistik didapatkan nilai koefisien korelasi 0,323 menunjukkan arah korelasi positif dan kekuatan hubungan rendah, nilai signifikansi 0,008 kurang dari nilai α 0,05 yang berarti ada hubungan antara pengetahuan tentang alat pelindung diri dengan kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung diri. Nilai koefisien korelasi didapatkan arah korelasi positif yang berarti semakin tinggi pengetahuan responden tentang alat pelindng diri akan diikuti dengan semakin tingginya kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung diri. Kekuatan hubungan rendah hal ini menunjukkan pengetahuan berhubungan dengan kepatuhan namun kemungkinan masih ada faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan. Bloom dalam Notoatmojo (2010) menyatakan bahwa domain pengetahuan berasal dari tahu hingga evaluasi. Domain tahu, diartikan sebagai mengingat materi yang telah dipelajari sebelumnya. Dengan menggunakan pengetahuan mendapatkan fakta atau informasi baru, contoh perawat yang memperoleh informasi tentang alat pelindung diri melalui pelatihan atau sosialisasi yang diberikan dan dapat menjelaskan jenis dan manfaatnya. Setelah responden tahu selanjutnya akan memahami, yang diartikan diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara tentang obyek yang diketahui dan dapat mengintepretasikan obyek tersebut secara benar. Contoh perawat mampu menguraikan secara spesifik bagaimana alat pelindung diri dapat meningkatkan pelrlindungan kepada perawat dan klien seperti yang tergambar dalam kuesioner tentang pengertian alat pelindung diri yang sebagian besar responden menjawab benar (98%). Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi yang nyata. Contoh perawat mampu menerapkan prinsip penggunaan alat pelindung diri yang sudah diketahui pada saat melakukan tindakan, seperti yang tergambar dalam pertanyaan perawat menggunakan satu sarung tangan untuk satu prosedur yang sebagian responden menjawab benar (76%). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau obyek kedalam komponen – komponen. Contoh perawat setelah menggunakan alat pelindung diri dapat membandingkan manfaatnya dengan kondisi sebelumnya yang tidak menggunakan alat pelindung diri, seperti tergambar dalam kuesioner pengetahuan tentang menghindari mendaur ulang sarung tangan sekali pakai yang sebagian besar responden menjawab benar (97%). Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian – bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Contoh perawat mampu memilih alat pelindung diri yang sesuai dengan kondisi saat melakukan tindakan, seperti yang tergambar dalam kuesioner pengetahuan tentang penggunaan alat pelindung diri gown yang melindungi pakaian menjadi kotor yang sebagian responden menjawab dengan benar (91%). Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Perawat mampu memahami kebutuhan lebih lanjut tentang alat pelindung diri dengan rencananya mengikuti pelatihan keamana (Notoatmodjo, 2010, Potter, 2005). Rendahnya nilai korelasi antara pengetahuan dengan kepatuhan menunjukkan bahwa pengetahuan berpengaruh terhadap perilaku namun ada faktor lain yang kemungkinan dapat mempengaruhi. Notoatmojo (2012) menyatakan terbentuknya perilaku mengikuti tahapan kognitif, afektif dan psikomotor, namun dalam beberapa penelitian bahwa proses tersebut tidak selalu seperti teori. Artinya seseorang yang telah berperilaku positif messkipun pengetahuan dan sikapnya masih negatif. Hasil penelitian menunjukkan responden yang memiliki pengetahuan cukup dan tidak patuh sebanyak 9 responden (13,4%), responden yang memiliki pengetahuan cukup dan patuh sebanyak 7 responden (10,4). Jumlah responden yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 16 responden (23,9%). Hasil diatas menggambarkan bahwa pengetahuan yang cukup tidak menjamin individu untuk tidak patuh terhadap sesuatu. Notoatmojo (2010) menuliskan bahwa perilaku terjadi diawali dari pengalamanpengalaman seseorang baik fisik maupun non fisik, kemudian pengalaman tersebut diketahui, dipersepsikan, diyakini dan menimbulkan motivasi, niat untuk bertindak. Pengetahuan responden yang baik belum tentu menyebabkan individu patuh, pada penelitian didapatkan ada responden yang memiliki pengetahuan baik namun tidak patuh, hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurnia Putra (2012) tentang hubungan tingkat pengetahuan dan sikap dengan perilaku penggunaan alat pelindung diri pada mahasiswa profesi Faklutas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, dimana hasilnya tidak terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku dalam penggunaan alat pelindung diri. Responden yang memiliki pengetahuan baik dan patuh sebanyak 40 orang (59,7%), responden yang memiliki pengetahuan baik tetapi tidak patuh sebanyak 11 responden (16,5%). Jumlah responden yang memiliki pengetahuan baik sebanyak 51 orang (76,1%). Hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa pengetahuan yang baik dapat menjadi faktor predisposisi untuk terbentuknya perilaku. Penelitian yang dilakukan oleh Ernida Megawati (2009) tentang hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan kepatuhan dalam pelaksanaan pemasangan infus pada pasien di ruang Magdalena Rumah Sakit Immanuel Bandung didapatkan hasil pengetahuan baik mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk mematuhi SOP saat melakukan pemasangan infus. Hubungan Sikap dengan Kepatuhan dalam Penggunaan APD Hasil analisis bivariat yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara sikap tentang alat pelindung diri dengan kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung diri pada penelitian ini menggunakan uji spearmen. Hasil uji statistik menunjukkan nilai koefisien korelasi 0,458 dan nilai signifikansi 0,000 kurang dari nilai α 0,05. Nilai signifikansi 0,00 dapat disimpulkan ada hubungan antara sikap tentang alat pelindung diri dengan kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung diri. Nilai koefisien korelasi didapatkan arah korelasi positif yang berarti semakin positif sikap responden terhadap alat pelindng diri akan diikuti dengan semakin tingginya kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung diri. Kekuatan hubungan sedang hal ini menunjukkan sikap berhubungan dengan kepatuhan namun kemungkinan masih ada faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan. Responden yang memiliki sikap negatif dan tidak patuh sebanyak 12 responden (17,9%), responden yang memiliki sikap negatif tetapi patuh sebanyak 7 responden (10,4%). Jumlah responden yang memiliki sikap negatif sebanyak 19 responden (28,4%). Hasil diatas menunjukkan bahwa individu yang memiliki sikap negatif cenderung untuk melakukan perilaku yang negatif atau tidak patuh. Newcomb dalam Notoatmodjo (2010), menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Responden yang memiliki sikap negatif namun patuh dapat disebabkan oleh faktor kebiasaan. Kebiasaan adalah aspek perilaku manusia yang menetap, berlangsung secara otomatis dan tidak direncanakan. Kebiasaan merupakan hasil pelaziman yang berlangsung dalam kurun waktu lama diulang berkali kali (Notoatmojo, 2010). Responden yang memiliki sikap positif tetapi tidak patuh sebanyak 8 responden (12%). Responden yang memiliki sikap positif dan patuh sebanyak 40 orang (59,7%), Jumlah responden yang memiliki sikap positif sebanyak 48 responden (71,6%). Hasil penelitian ini sesuai dengan teori perilaku Bloom dalam Notoatmojo (2010) yang menjelaskan bahwa perilaku merupakan fungsi dari faktor predisposisi, yaitu faktor yang ada dalam diri individu yang didalamnya terdapat sikap dari individu. Sikap responden mempengaruhi tindakan responden dalam menggunakan alat pelindung diri selama bekerja. Perilaku individu terbentuk melalui tahapan-tahapan pengetahuan-sikap-perilaku (PSP). Individu yang memiliki pengetahuan akan menetukan sikap terhadap apa yang diketahuinya, selanjutnya akan terwujud dalam bentuk perilaku. Perilaku perawat untuk menggunakan alat pelindung diri sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, ketika perawat tahu tentang alat pelindung diri yang meliputi pengertian, jenis, manfaat akan menimbulkan sikap yang positif atau kecenderungan dan kesiapan bertindak menggunakan alat pelindung diri ketika melakukan tindakan keperawatan dengan berdasar dari pengetahuan alat pelindung diri yang bermanfaat baik bagi petugas ataupun bagi pasien. Perilaku ini tentunya harus didukung oleh ketersedian fasilitas berupa adanya alat pelindung diri yang akan digunakan. Perilaku tidak bisa dilepaskan dari pengetahuan, ketika petugas tahu tentang sesuatu akan bersikap terhadap sesuatu yang diketahuinya dan akan bertindak atau berperilaku sesuai dengan sesuatu yang diketahuinya. Responden yang memiliki sikap positif namun tidak patuh dapat disebakan oleh faktor beban kerja. Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap obyek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling dekat. Sikap akan terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, misal seorang perawat yang akan melakukan tindakan ingin mengganti sarung tangan setiap kali tindakan namun pada saat itu situasi ruangan sangat banyak pasien sehingga kalau harus mengganti sarung tangan akan semakin memperlama waktu dan pelayanan kepada pasien menjadi terganggu (Notoatmojo,2010). Hasil ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Vitna Sefliani (2012), tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan hand hygiene perawat di IGD RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012 dimana hasilnya beban kerja berhubungan dengan kepatuhan, beban kerja yang tinggi dapat menyebabkan individu untuk tidak patuh terhadap suatu prosedur. Keterbatasan Penelitian 1. Peneliti tidak memasukan predisposing factor yang lain seperti keyakinan, nilai dan kepercayaan dalam penelitian ini 2. Peneliti tidak memasukkan enabling factor: lingkungan, Sarana / fasilitas dalam penelitian ini 3. Peneliti tidak memasukkan reinforcing factor : sikap petugas dan dukungan dalam penelitian ini PENUTUP Kesimpulan 1. Pengetahuan responden sebagian besar memiliki pengetahuan baik tentang alat pelindung diri yaitu sebanyak 51 responden (76,1%), dan pengetahuan kurang 16 responden (23,9%). 2. Sikap responden sebagian besar memiliki sikap positif tentang alat pelindung diri yaitu sebanyak 48 responden (71,6%), dan sikap negatif 19 responden (28,4%). 3. Kepatuhan responden, sebagian besar patuh dalam penggunaan alat pelindung diri yaitu sebanyak 47 responden (70,1%), dan tidak patuh 20 responden (29,9%). 4. Ada pengaruh antara pengetahuan tentang alat pelindung diri dengan kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung diri di RSUD Ambarawa p value (0.008) < α (0,05). 5. Ada pengaruh antara sikap tentang alat pelindung diri dengan kepatuhan dalam penggunaan alat pelindung diri di RSUD Ambarawa p value (0.000) < α (0,05). Saran 1. Tenaga kesehatan Tenaga kesehatan khususnya keperawatan seharusnya selalu patuh dalam menggunkan alat pelindung selama bekerja untuk mengurangi resiko terjadinya penularan penyakit dari pasien ke perawat atau sebaliknya dari perawat ke pasien. 2. Rumah Sakit Dari hasil penelitian ini diharapkan rumah sakit melakukan sosialisasi atau pelatihan tentang penggunaan alat pelindung diri untuk meningkatkan pengetahuan perawat serta penyediaan sarana prasarana alat pelindung diri. 3. Bagi Peneliti Lain Dari hasil penelitian ini diharapkan sebagai data dasar bagi peneliti lain dan mengembangkan lebih lanjut pada faktor yang mempengaruhi perilaku kepatuhan seperti kepercayaan, nilai, ketersediaan sarana prasrana, dukungan. DAFTAR PUSTAKA A Azis Alimul Hidayat, 2003, Riset Keperawatan dan Tehnik Penulisan Ilmiah, Jakarta, Salemba Medika A Wawan dan Dewi M, 2011, Teori dan Pengukuran Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Manusia, Yogyakarta, Nuhamedika Arikunto Suharsini, 2006 Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: PT Rineka Cipta. Anizar, 2009, Tehnik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri, Yogyakarta, Graha Ilmu Darmadi, 2008, Infeksi Nosokomial, Problematika dan Pengendaliannya, Jakarta, Salemba Medika Damanik Sri Melfa et al,2012, Kepatuhan Hand Hygiene Di Rumah Sakit Immanuel Bandung, Bandung, FIK UNPAD Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia : 129/MENKES/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit Kurnia Putra Moch Udin, 2012, Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Perilaku Penggunaan Alat Pelindung Diri pada Mahasiswa Profesi Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Skripsi, Jakarta, FIK UI Megawati Ernida, 2009, hubungan pengetahuan dan sikap perawat dengan kepatuhan dalam pelaksanaan pemasangan infus pada pasien di ruang Magdalena Rumah Sakit Immanuel Bandung, Skripsi, Bandung, STIK Imanuel Notoatmodjo Soekidjo. 2010. Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo Soekidjo, 2005 Metodologi Penlitian Kesehatan. Jakarta : PT Rineka Cipta. Nursalam, 2008 Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika. Patricia Potter, 2005, Fundamental Keperawatan Volume I, Jakarta, EGC Purwanto Heri, 1999, Pengantar Perilaku Manusia untuk Keperawatan, Jakarta, EGC Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Per.08/MEN/VII/2010 Tentang Alat Pelindung Diri Sastroasmoro, S., & Ismael, S. 2008. Dasardasar metodologi penelitian klinis. Edisi 3. Jakarta: CV. Sagung Seto. Sefliani Vitna, 2012, tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepatuhan hand hygiene perawat di IGD RSUP Fatmawati Jakarta Tahun 2012, Skripsi, Jakarta, PSIK, UMJ Sugiyono, 2004 Statistik untuk penelitian. Bandung ; Alfabeta Susanto Priyo Hastono, 2007, Analisa Data Kesehatan, Jakarta, FKM Universitas Indonesia Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009 Tentang Rumah sakit www.depkes.go.id.Program Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Nosokomial Merupakan Unsur Patient Safety, diakses tanggal 28 Januari 2013, jam 20.15 http://pusatbahasa.kemdiknas.go.id, Kamus Besar Bahas Indonesia, Departemen Pendidikan diakses tanggal 1 Pebruari 2013 jam 14.15 http://jurnalk3.com, syarat-syarat Alat Pelindung Diri, diakses tanggal 28 Januari 2013, jam 20.25