tentang pengawasan obat dan makanan dengan r

advertisement
www.hukumonline.com/pusatdata
RANCANGAN
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR .................… TAHUN ....…
TENTANG
PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang:
a.
bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang dijamin
sepenuhnya oleh negara dan harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b.
bahwa dalam rangka meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, perlu dilakukan berbagai upaya
kesehatan yang didukung oleh keamanan, mutu, dan khasiat/kemanfaatan Obat dan Makanan;
c.
bahwa pengaturan mengenai pengawasan Obat dan Makanan, saat ini masih tersebar dalam berbagai
peraturan perundang-undangan;
d.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu
membentuk Undang-Undang tentang Pengawasan Obat dan Makanan.
Mengingat:
Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28C ayat (1), dan Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN.
BAB I
1 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi
atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia.
2.
Bahan Obat adalah bahan baik yang berkhasiat maupun tidak berkhasiat yang digunakan dalam
pembuatan obat dengan standar dan persyaratan mutu sebagai bahan baku farmasi.
3.
Obat Bahan Alam adalah produk mengandung bahan yang berasal dari bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral alam dapat dalam bentuk tunggal atau campuran dari bahan tersebut, yang digunakan
untuk promotif, preventif, kuratif, atau rehabilitatif.
4.
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh
manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa
mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan/atau memperbaiki bau
badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
5.
Suplemen Kesehatan adalah produk yang dimaksudkan untuk melengkapi kebutuhan zat gizi,
memelihara, meningkatkan dan/atau memperbaiki fungsi kesehatan, mempunyai nilai gizi dan/atau efek
fisiologis, mengandung satu atau lebih bahan berupa vitamin, mineral, asam amino dan/atau bahan lain
bukan tumbuhan yang dapat dikombinasi dengan tumbuhan.
6.
Pangan Olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau metode tertentu dengan
atau tanpa bahan tambahan, termasuk Pangan Olahan Tertentu, Bahan Tambahan Pangan, Pangan
Produk Rekayasa Genetik dan Pangan Iradiasi.
7.
Bahan Tambahan Pangan, yang selanjutnya disingkat BTP, adalah bahan yang ditambahkan ke dalam
Pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk Pangan.
8.
Pembuatan adalah seluruh tahap kegiatan dalam menghasilkan Obat dan Makanan yang meliputi
pengadaan bahan dan bahan pengemas, produksi, pengemasan, pengawasan mutu, dan pemastian mutu
sampai diperoleh Obat dan Makanan untuk didistribusikan.
9.
Peredaran adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan pengadaan, penyaluran, dan/atau penyerahan
Obat dan Makanan, baik dalam rangka perdagangan maupun bukan perdagangan.
10.
Pemasukan/Impor adalah kegiatan memasukkan Obat dan Makanan ke ke dalam wilayah Indonesia.
11.
Pengeluaran/Ekspor adalah kegiatan pengeluaran Obat dan Makanan ke luar wilayah Indonesia.
12.
Penandaan atau Label, yang selanjutnya disebut Penandaan, adalah keterangan obyektif, lengkap, dan
tidak menyesatkan dalam bentuk gambar, warna, tulisan atau kombinasi antara atau ketiganya atau
bentuk lainnya yang disertakan pada kemasan atau dimasukkan dalam kemasan, atau merupakan bagian
dari wadah dan/atau kemasannya.
13.
Pelaku usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun
bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama menyelenggarakan kegiatan
usaha di bidang Obat dan Makanan.
14.
Setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
15.
Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam
2 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
16.
Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang
memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
17.
Kepala Badan Pengawas adalah kepala lembaga pemerintah nonkementerian yang menyelenggarakan
tugas pemerintahan di bidang pengawasan Obat dan Makanan.
Pasal 2
Pengawasan Obat dan Makanan diselenggarakan dengan berasaskan:
a.
kemanusiaan;
b.
keamanan;
c.
khasiat/manfaat; dan
d.
mutu.
Pasal 3
Pengawasan Obat dan Makanan bertujuan untuk:
a.
memastikan pelaku usaha melakukan penjaminan terhadap keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu Obat
dan Makanan yang beredar;
b.
terjaminnya keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu Obat dan Makanan yang beredar;
c.
melindungi masyarakat terhadap penggunaan Obat dan Makanan yang tidak memenuhi standar dan
persyaratan;
d.
mencegah penggunaan yang salah dari Obat dan Makanan;
e.
mencegah penyalahgunaan Obat dan Makanan; dan
f.
memberikan kepastian hukum dan menciptakan iklim usaha yang sehat dalam rangka membuat dan
mengedarkan Obat dan Makanan.
BAB II
RUANG LINGKUP
Pasal 4
(1)
Ruang lingkup Pengawasan Obat dan Makanan yang diatur dalam Undang-Undang ini meliputi produk:
a.
Obat;
b.
Bahan Obat;
c.
Obat Bahan Alam;
d.
Ekstrak Bahan Alam;
e.
Kosmetik;
f.
Suplemen Kesehatan; dan
3 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
g.
(2)
Pangan Olahan.
Ruang lingkup pengaturan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
Penggolongan/Kategori;
b.
Standar dan Persyaratan;
c.
Pembuatan;
d.
Penandaan/Label;
e.
Peredaran;
f.
Pengeluaran dan Pemasukan;
g.
Promosi dan Iklan;
h.
Pengujian;
i.
Penarikan dan Pemusnahan;
j.
Kelembagaan;
k.
Pembinaan dan Pengawasan;
l.
Tanggung Jawab dan Tanggung Gugat;
m.
Penelitian dan Pengembangan; dan
n.
Partisipasi Masyarakat.
BAB III
PENGGOLONGAN/KATEGORI
Pasal 5
(1)
Obat digolongkan menjadi:
a.
obat dengan resep dokter; dan
b.
obat tanpa resep dokter.
(2)
Obat dengan resep dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi obat keras, narkotika
dan psikotropika.
(3)
Obat tanpa resep dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi obat bebas.
(4)
Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan menetapkan jenis obat yang
termasuk dalam golongan obat dengan resep dokter.
(5)
Ketentuan mengenai penetapan jenis obat dalam masing-masing golongan sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri.
Pasal 6
(1)
Obat Bahan Alam terdiri dari Obat Bahan Alam Indonesia dan Obat Bahan Alam Asing.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penggolongan Obat Bahan Alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas.
4 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
Pasal 7
(1)
Pangan Olahan terdiri dari Pangan Olahan terkemas dan siap saji.
(2)
Pangan Olahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan berdasarkan kategori dan jenis
pangan.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kategori pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Kepala Badan Pengawas.
BAB IV
STANDAR DAN PERSYARATAN
Pasal 8
(1)
Obat, Obat Kuasi, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetika, Suplemen
Kesehatan, dan Pangan Olahan wajib memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/manfaat,
dan mutu.
(2)
Obat dan Bahan Obat harus memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia dan standar lainnya.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar dan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas.
BAB V
PEMBUATAN
Pasal 9
(1)
Setiap pelaku usaha yang membuat Obat, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam,
Kosmetika, Suplemen Kesehatan dan Pangan Olahan wajib memiliki izin usaha industri.
(2)
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa izin industri farmasi, izin obat tradisional, izin ekstrak
obat bahan alam, izin pedagang besar farmasi dan izin industri kosmetik diberikan oleh Kepala Badan
Pengawas.
(3)
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa usaha menengah obat tradisional, usaha kecil obat
tradisional, pedagang besar farmasi cabang menjadi kewenangan pemerintah daerah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan,
(4)
Izin usaha industri Pangan Olahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(5)
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi pembuatan Jamu Gendong dan
Jamu Racikan serta pangan olahan yang dibuat oleh perorangan.
(6)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembuatan jamu gendong dan jamu racikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.
(7)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembuatan pangan olahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur
dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas.
5 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
Pasal 10
Setiap Pelaku Usaha dilarang membuat untuk diedarkan atau mengedarkan Obat, Bahan Obat, Obat Bahan
Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan dan Pangan Olahan palsu.
Pasal 11
(1)
Pembuatan Obat, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetika, dan Suplemen
Kesehatan harus dilakukan sesuai dengan Cara Pembuatan yang Baik.
(2)
Pembuatan Pangan Olahan harus dilakukan sesuai dengan Cara Produksi yang Baik.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai Cara Pembuatan yang Baik dan Cara Produksi yang baik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas.
BAB VI
PENANDAAN/LABEL
Pasal 12
(1)
Obat, Obat Kuasi, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetik, Suplemen Kesehatan,
dan Pangan Olahan wajib memenuhi persyaratan penandaan/label.
(2)
Penandaan/label pada Obat, Obat Kuasi, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetik,
Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan dilaksanakan untuk melindungi masyarakat dari informasi
yang tidak obyektif, tidak lengkap, tidak benar serta menyesatkan.
Pasal 13
(1)
Penandaan/label harus berisi keterangan mengenai Obat, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan
Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan secara obyektif, lengkap, benar serta tidak
menyesatkan.
(2)
Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditulis atau dicetak dengan menggunakan bahasa
Indonesia serta memuat paling sedikit mengenai:
(3)
a.
nama produk;
b.
nama dan alamat badan usaha, lembaga, atau perorangan yang memproduksi, membuat atau
memasukkan;
c.
komponen pokok/komposisi atau daftar bahan;
d.
keterangan kedaluwarsa;
e.
Kode produksi/nomor batch;
f.
Nomor izin edar; dan
g.
Berat Bersih/Isi Bersih.
Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditulis, dicetak, atau ditampilkan secara tegas dan jelas
sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat.
6 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
(4)
Penggunaan istilah asing selain bahasa Indonesia, dalam keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) diperbolehkan sepanjang tidak ada padanannya atau tidak dapat diciptakan padanannya.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penandaan/label sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 14
Badan usaha pemilik izin edar wajib mencantumkan penandaan/label Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan
Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan
Pasal 15
Keterangan selain yang ditentukan dalam Pasal 13 ayat (2) hanya dapat dicantumkan apabila keterangan
tambahan tersebut sesuai dengan keterangan dan/atau lampiran yang ada dalam izin edar Obat, Obat Kuasi,
Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan.
Pasal 16
(1)
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 untuk Obat Bahan Alam yang berupa
jamu gendong dan jamu racikan yang dibuat oleh perorangan.
(2)
Kepala Badan Pengawas melakukan pembinaan berkenaan dengan penandaan/label Obat Bahan Alam
yang berupa jamu gendong dan jamu racikan yang dibuat oleh perorangan.
BAB VII
PEREDARAN
Bagian Kesatu
Izin Edar
Pasal 17
(1)
Obat, Obat Kuasi, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetik, Suplemen Kesehatan, dan Pangan
Olahan hanya dapat diedarkan setelah memperoleh izin edar dari Kepala Badan Pengawas.
(2)
Untuk Pangan Olahan yang dibuat oleh industri rumah tangga pangan wajib memiliki izin edar yang
diterbitkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.
Pasal 18
(1)
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 bagi:
a.
Obat Bahan Alam berupa obat tradisional yang dibuat oleh perorangan;
b.
Obat Bahan Alam berupa simplisia dan sediaan galenik untuk keperluan industri dan keperluan
layanan pengobatan tradisional;
c.
Obat, Obat Bahan Alam, dan Suplemen Kesehatan untuk kebutuhan donasi;
7 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
d.
Obat, Obat Bahan Alam, Kosmetik dan Suplemen Kesehatan, yang digunakan untuk penelitian,
sampel untuk registrasi, pameran, dan penggunaan khusus dalam jumlah terbatas dan tidak
diperjualbelikan.
e.
Pangan Olahan yang:
a.
mempunyai masa simpan kurang dari 7 (tujuh) hari;
b.
diimpor dalam jumlah kecil untuk keperluan:
1.
sampel dalam rangka permohonan pendaftaran;
2.
penelitian;
3.
konsumsi sendiri;
c.
digunakan lebih lanjut sebagai bahan baku dan tidak dijual secara langsung kepada
konsumen akhir; dan/atau
d.
pangan yang dijual dan dikemas langsung di hadapan pembeli dalam jumlah kecil sesuai
permintaan konsumen.
(2)
Pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap memperhatikan persyaratan
keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu.
(3)
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 19
(1)
Izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diberikan setelah dilakukan penilaian terhadap
pemenuhan persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, mutu dan penandaan/label.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara permohonan izin edar untuk Obat, Obat Kuasi, Obat
Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetik, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 20
Pemilik izin edar Obat, Obat Kuasi, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetik, Suplemen Kesehatan,
dan Pangan Olahan wajib menjamin dan bertanggung jawab atas keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk.
Bagian Kedua
Penyaluran/Distribusi
Pasal 21
(1)
Penyaluran Obat hanya dapat dilakukan oleh Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi dan Sarana
Penyimpanan Sediaan Farmasi Pemerintah.
(2)
Penyaluran Bahan Obat hanya dapat dilakukan oleh Industri Farmasi produsen Bahan Obat dan
Pedagang Besar Farmasi.
(3)
Pedagang Besar Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin sebagai penyalur dari
Kepala Badan Pengawas.
8 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
(4)
Badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus berbentuk badan hukum.
Pasal 22
Pedagang Besar Farmasi dan Sarana Penyimpanan Sediaan Farmasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada
Pasal 22 ayat (1) yang menyalurkan Obat dan/atau Bahan Obat yang termasuk golongan narkotika wajib
memiliki izin khusus penyaluran narkotika sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
Pelaku usaha yang melakukan penyaluran/distribusi Obat, Obat Kuasi, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam,
Kosmetik, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan secara online wajib mematuhi ketentuan standar dan
persyaratan, perizinan, cara pembuatan/produksi yang baik, dan penandaan/label sebagaimana diatur dalam
Undang Undang ini.
Pasal 24
(1)
Penyaluran Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam,Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan Pangan
Olahan dapat dilakukan oleh Pelaku usaha.
(2)
Dikecualikan Obat Bahan Alam teruji klinis untuk indikasi penyakit penyalurannya sama dengan
penyaluran obat.
Pasal 25
(1)
Penyaluran Obat, Bahan Obat, Ekstrak Bahan Alam, Obat Bahan Alam, Kosmetik, dan Suplemen
Kesehatan, dan Pangan Olahan wajib dilakukan dengan berpedoman pada cara distribusi yang baik.
(2)
Ketentuan mengenai cara distribusi yang baik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 26
(1)
(2)
(3)
Industri Farmasi hanya dapat menyalurkan obat kepada:
a.
Pedagang Besar Farmasi
b.
Sarana Penyimpanan Sediaan Farmasi Pemerintah.
Pedagang Besar Farmasi hanya dapat menyalurkan Obat kepada:
a.
Pedagang Besar Farmasi lainnya;
b.
Apotek;
c.
Sarana Penyimpanan Sediaan Farmasi Pemerintah;
d.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit;
e.
Instalasi Farmasi Klinik;
f.
Toko obat; dan
g.
Lembaga ilmu pengetahuan.
Sarana Penyimpanan Sediaan Farmasi Pemerintah hanya dapat menyalurkan Obat kepada:
9 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
(4)
a.
Sarana Penyimpanan Sediaan Farmasi Pemerintah lainnya;
b.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Pemerintah;
c.
Puskesmas; dan
d.
Instalasi Farmasi Klinik Pemerintah.
Dikecualikan ketentuan pada ayat (2) huruf f untuk golongan Obat dengan resep dokter.
Pasal 27
(1)
Industri Farmasi yang memproduksi Bahan Obat hanya dapat menyalurkan Bahan Obat kepada Industri
Farmasi dan Pedagang Besar Farmasi.
(2)
Pedagang Besar Farmasi hanya dapat menyalurkan Bahan Obat kepada:
a.
Industri Farmasi;
b.
Pedagang Besar Farmasi lain;
c.
Lembaga ilmu pengetahuan;
d.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit yang memiliki fasilitas pembuatan Obat untuk keperluan
pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit yang bersangkutan; dan
e.
Apotek (untuk bahan obat tertentu yang akan ditetapkan dengan Peraturan Kepala Badan
Pengawas);
f.
Lembaga yang diberikan izin khusus.
Pasal 28
(1)
Setiap penyaluran Obat, Bahan Obat, dan Obat Bahan Alam dan dalam rangka peredaran harus disertai
dengan dokumen penyaluran.
(2)
Setiap penyalur Obat, Bahan Obat, dan Obat Bahan Alam dalam rangka peredaran, bertanggung jawab
atas kelengkapan dokumen penyaluran sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 29
(1)
Apotek, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Instalasi Farmasi Klinik, Puskesmas, Toko Obat dilarang
melakukan kegiatan penyaluran obat dan bahan baku obat.
(2)
Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (1):
a.
Untuk pemenuhan obat pada daerah terpencil, apotek dapat menyalurkan obat kepada tenaga
kesehatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
b.
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat menyalurkan Obat dan/atau Bahan Obat tertentu kepada
Instalasi Farmasi Rumah Sakit lain sesuai dengan ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan
Peraturan Kepala Badan Pengawas.
Bagian Ketiga
Penyerahan
10 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
Pasal 30
(1)
(2)
Penyerahan Obat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan dilakukan atas dasar:
a.
resep dokter; atau
b.
tanpa resep dokter.
Penyerahan Obat atas dasar resep dokter untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh fasilitas pelayanan kesehatan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 31
(1)
Obat dengan resep dokter hanya dapat diserahkan oleh Apoteker di fasilitas pelayanan kefarmasian
berdasarkan resep dari tenaga medis.
(2)
Obat tanpa resep dokter hanya dapat diserahkan oleh Apoteker atau tenaga teknis kefarmasian di fasilitas
pelayanan kefarmasian.
(3)
Dikecualikan dari ketentuan pada ayat (2) untuk penyerahan di daerah terpencil dan sangat terpencil.
Pasal 32
(1)
Penyerahan obat narkotika atau psikotropika dapat dilakukan dari Apotek ke Apotek lain, rumah sakit,
dan/atau klinik.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.
Bagian Keempat
Farmakovigilans
Pasal 33
(1)
Dalam rangka melindungi masyarakat dalam penggunaan Obat, Obat Bahan Alam, Kosmetik, dan
Suplemen Kesehatan, Badan Pengawas melakukan evaluasi farmakovigilans dan melakukan tindakan
pengawasan.
(2)
Pemegang izin edar dan fasilitas kesehatan wajib melaporkan kasus farmakovigilans kepada Badan
Pengawas.
(3)
Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) diatur dengan Peraturan Kepala
Badan Pengawas.
BAB VIII
PEMASUKAN DAN PENGELUARAN
Pasal 34
(1)
Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetik, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan yang
dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia harus memiliki izin edar dan surat keterangan impor.
11 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
(2)
Bahan Obat, Ekstrak Bahan Alam, dan Bahan Pangan Olahan yang dimasukkan ke dalam wilayah
Indonesia harus memiliki surat keterangan impor.
(3)
Obat, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetik, Suplemen Kesehatan, Pangan
Olahan, dan Bahan Pangan Olahan, yang dikeluarkan dari wilayah Indonesia dilakukan sesuai dengan
ketentuan dari Negara tujuan.
(4)
Dikecualikan dari ketentuan izin edar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi Obat, Obat Bahan Alam,
Ekstrak Bahan Alam, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan yang diimpor dalam jenis
dan jumlah tertentu untuk keperluan:
(5)
a.
uji klinik untuk persyaratan pendaftaran, pengembangan produk, dan/atau ilmu pengetahuan;
b.
donasi untuk kemanusiaan dan ilmu pengetahuan;
c.
penggunaan terapi khusus;
d.
memenuhi penyelenggaraan program kesehatan; dan
e.
untuk konsumsi sendiri.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan
Peraturan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 35
(1)
Pemasukan ke dalam dan/atau pengeluaran dari wilayah Indonesia Obat, Bahan Obat, Obat Bahan Alam,
Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan, Bahan Pangan Olahan dan Pangan Olahan hanya dapat dilakukan
oleh badan usaha yang telah memiliki izin sebagai importir dan/atau eksportir sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2)
Selain izin sebagai importir dan/atau eksportir, badan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memiliki surat keterangan impor dan/atau ekspor dari Kepala Badan Pengawas sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan untuk memasukkan dan/atau mengeluarkan Obat, Bahan Obat, Obat
Bahan Alam, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan ke dalam dan/atau dari wilayah
Indonesia.
Pasal 36
(1)
Selain badan usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, lembaga pendidikan dan pelatihan dan
lembaga penelitian dan pengembangan dapat mengimpor Obat, Bahan Obat, Obat Bahan Alam,
Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan untuk kepentingan pendidikan dan penelitian.
(2)
Lembaga pendidikan dan pelatihan dan lembaga penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilarang untuk mengedarkan Obat, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Kosmetik, dan
Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan yang diimpor.
Pasal 37
Setiap pengangkutan dalam rangka pemasukan dan pengeluaran Obat, Bahan Obat, Obat Bahan Alam,
Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan dilaksanakan dengan memastikan konsistensi mutu
Obat, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Kosmetik, dan Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan.
Pasal 38
12 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
Ketentuan lebih lanjut mengenai pemasukan dan pengeluaran Obat, Obat Kuasi, Bahan Obat, Obat Bahan
Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan dan Pangan Olahan diatur dengan Peraturan
Kepala Badan Pengawas.
BAB IX
PROMOSI DAN IKLAN
Pasal 39
(1)
Obat, Obat Bahan Alam, Kosmetik, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan hanya dapat diiklankan
setelah produk tersebut mendapat izin edar dari Kepala Badan Pengawas.
(2)
Promosi dan iklan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstak Bahan Alam, Kosmetik, Suplemen Kesehatan, dan
Pangan Olahan yang diedarkan harus obyektif dan tidak menyesatkan.
(3)
Promosi dan iklan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mendapat persetujuan terlebih dahulu dari
Kepala Badan Pengawas.
(4)
Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk Kosmetik dan Pangan Olahan.
Pasal 40
Golongan Obat dengan resep dokter hanya dapat dipromosikan dan diiklankan pada media ilmiah kedokteran
atau media ilmiah farmasi.
Pasal 41
Promosi dan iklan mengenai Obat, Obat Bahan Alam, Kosmetik, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan
dilaksanakan dengan ........
Pasal 42
Ketentuan lebih lanjut mengenai promosi dan iklan Obat, Obat Kuasi, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak
Bahan Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan dan Pangan Olahan diatur dengan Peraturan Kepala Badan
Pengawas.
BAB X
PENGUJIAN LABORATORIUM, PENARIKAN KEMBALI, DAN PEMUSNAHAN
Bagian Pertama
Pengujian Laboratorium
Pasal 43
(1)
Dalam rangka menjamin Obat, bahan obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan pangan
Olahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 harus dilakukan pengujian laboratorium.
13 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
(2)
Pengujian laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan di laboratorium industri
yang bersangkutan dan/atau laboratorium yang terakreditasi.
Pasal 44
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengujian Obat, bahan obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan,
dan Pangan Olahan diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas.
Bagian Kedua
Pengambilan Sampel dan Pengujian
Pasal 45
(1)
Untuk melindungi masyarakat dari peredaran Obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan
Pangan Olahan yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu, dilakukan
pengambilan sampel dan pengujian
(2)
Pengambilan sampel dan pengujian Obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan Pangan
Olahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan:
a.
secara berkala; atau
b.
karena adanya data, atau informasi terbaru berkenaan dengan keamanan, khasiat/manfaat, dan
mutu produk tersebut;
c.
adanya dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan.
Pasal 46
Jika hasil pengujian laboratorium menunjukkan bahwa Obat, bahan obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen
kesehatan, dan pangan olahan tidak memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu, atau
dapat menimbulkan bahaya kesehatan bagi manusia, maka Obat, bahan obat, obat bahan alam, kosmetik,
suplemen kesehatan dan Pangan Olahan ditarik dari peredaran.
Pasal 47
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengambilan sampel dan pengujian diatur dengan Peraturan
Kepala Badan Pengawas.
Bagian Ketiga
Penarikan Produk dari Peredaran
Pasal 48
(1)
Penarikan Obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan Pangan Olahan dari peredaran
karena tidak memenuhi standar dan persyaratan dan/atau dicabut izin edarnya dilaksanakan oleh dan
menjadi tanggung jawab pemilik izin edar.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penarikan Obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan
14 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
Pangan Olahan dari peredaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala
Badan Pengawas.
Pasal 49
(1)
Kepala Badan Pengawas dapat menyebarluaskan informasi kepada masyarakat berkenaan dengan Obat,
obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan Pangan Olahan yang sedang dalam penarikan dari
peredaran.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai penyebarluasan informasi kepada masyarakat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas.
Bagian Keempat
Pemusnahan
Pasal 50
Pemusnahan dilaksanakan terhadap Obat, bahan obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan
Pangan Olahan yang:
a.
dibuat tanpa memenuhi standar dan persyaratan;
b.
kedaluwarsa;
c.
tidak memenuhi standar dan persyaratan untuk digunakan,
d.
dicabut izin edarnya; dan/atau
e.
berhubungan dengan tindak pidana di bidang Obat, bahan obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen
kesehatan, dan Pangan Olahan.
Pasal 51
(1)
Pemusnahan dilaksanakan oleh badan usaha yang membuat dan/atau mengedarkan Obat, bahan obat,
obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan Pangan Olahan, dan/atau orang yang bertanggung
jawab atas sarana pembuatan, penyaluran, atau penyerahan, dan/atau Pemerintah.
(2)
Pemusnahan yang berhubungan dengan tindak pidana di bidang Obat, bahan obat, obat bahan alam,
kosmetik, suplemen kesehatan, dan Pangan Olahan dilaksanakan oleh Pemerintah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 52
Pemusnahan Obat, bahan obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan Pangan Olahan
dilaksanakan dengan memperhatikan dampak terhadap kesehatan manusia serta upaya pelestarian lingkungan
hidup.
Pasal 53
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemusnahan diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas.
15 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
BAB XI
BADAN PENGAWAS
Bagian Kesatu
Kedudukan
Pasal 54
(1)
Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang selanjutnya disingkat Badan Pengawas, adalah lembaga
pemerintah nonkementerian.
(2)
Badan Pengawas berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
(3)
Badan Pengawas dipimpin oleh Kepala.
(4)
Badan Pengawas berkedudukan sebagai koordinator penyelenggara pengawasan Obat dan Makanan.
Bagian Kedua
Tugas
Pasal 55
(1)
Badan Pengawas mempunyai tugas membantu Presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahan di
bidang pengawasan Obat dan Makanan.
(2)
Obat dan Makanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Obat, Bahan Obat, Obat Bahan
Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan.
(3)
Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPOM juga bertugas mengoordinasi pengawasan
Obat dan Makanan dengan instansi pemerintah terkait baik Pusat maupun Daerah.
Bagian Ketiga
Fungsi
Pasal 56
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, Badan Pengawas menyelenggarakan
fungsi:
a.
perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
b.
pengawasan sebelum Obat dan Makanan beredar (pre-market);
c.
pengawasan selama Obat dan Makanan beredar (post-market);
d.
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
e.
pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
f.
pembinaan dalam rangka peningkatan daya saing di bidang Obat dan Makanan;
16 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
g.
pelaksanaan pengujian dan riset Obat dan Makanan;
h.
pelaksanaan investigasi dan penyidikan di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
i.
pelaksanaan peringatan dini melalui kewaspadaan dan respon cepat keamanan Obat dan Makanan;
j.
pemberian komunikasi, informasi, edukasi dan hubungan, pelayanan, pemberdayaan masyarakat di
bidang pengawasan Obat dan Makanan;
k.
pelaksanaan tata kelola data, informasi, dan teknologi informasi pengawasan Obat dan Makanan;
l.
pelaksanaan pembinaan, koordinasi, advokasi, kemitraan, dan kerja sama dengan instansi pemerintah
terkait dan komponen masyarakat dalam dan luar negeri;
m.
pelaksanaan pengembangan dan pemberdayaan sumber daya manusia dalam pelaksanaan pengawasan
Obat dan Makanan;
n.
pengelolaan barang milik negara yang menjadi tanggung jawab Badan Pengawas;
o.
koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan Badan Pengawas;
p.
pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang pengawasan Obat dan Makanan; dan
q.
pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Badan Pengawas.
Bagian Keempat
Kewenangan
Pasal 57
Dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM mempunyai kewenangan:
a.
penyusunan rencana nasional di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
b.
perumusan kebijakan di bidang pengawasan Obat dan Makanan untuk mendukung pembangunan;
c.
penyusunan dan penetapan standar dan persyaratan Obat dan Makanan;
d.
pelaksanaan pelayanan registrasi Obat dan Makanan dalam rangka penerbitan izin edar dan penggunaan
khusus;
e.
pelaksanaan sertifikasi cara pembuatan yang baik untuk sarana produksi Obat dan Makanan;
f.
pelaksanaan sertifikasi cara distribusi yang baik untuk sarana distribusi Obat dan Makanan;
g.
pemeriksaan sarana produksi, sarana distribusi, dan sarana pelayanan/penyerahan/penjualan Obat dan
Makanan;
h.
pengambilan contoh (sample) Obat dan Makanan di sarana produksi, sarana distribusi, dan sarana
pelayanan/penyerahan/penjualan Obat dan Makanan;
i.
pengujian laboratorium terhadap contoh (sample) Obat dan Makanan;
j.
penilaian terhadap rancangan iklan Obat dan Makanan sebelum dipublikasi dan pengawasan setelah
dipublikasi;
k.
komunikasi, informasi, dan edukasi masyarakat;
l.
penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan Obat
dan Makanan berupa penjatuhan sanksi administratif, pemberian rekomendasi tindak lanjut hasil
17 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
pengawasan, dan/atau penyidikan; dan
m.
penjatuhan sanksi administratif berupa peringatan keras; penarikan Obat dan Makanan dari peredaran,
pemusnahan, pembatalan izin edar, dan/atau penghentian sementara kegiatan.
Bagian Kelima
Organisasi
Pasal 58
Badan Pengawas di bidang Obat dan Makanan dipimpin oleh seorang Kepala Badan Pengawas yang diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden.
Pasal 59
(1)
Kepala Badan Pengawas dibantu oleh seorang Sekretaris Utama, Inspektur Utama dan beberapa Deputi.
(2)
Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit terdiri 4 (empat) Deputi.
Bagian Keenam
Ketentuan Lain-lain
Pasal 60
Ketentuan lebih lanjut mengenai organisasi dan tata kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan diatur dengan
Peraturan Presiden.
BAB XII
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Bagian Kesatu
Pembinaan
Pasal 61
Menteri terkait, Kepala Badan Pengawas, Kepala LPNK yang terkait, Gubernur, dan Bupati/Walikota melakukan
pembinaan di bidang Obat, bahan obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan Pangan Olahan
sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing.
Pasal 62
Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61, dilakukan untuk:
a.
memenuhi kebutuhan masyarakat akan Obat, bahan obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen
kesehatan, dan makanan sesuai dengan persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan, dan mutu;
18 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
b.
melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan Obat, bahan obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen
kesehatan, dan makanan yang tidak tepat dan/atau tidak memenuhi persyaratan keamanan,
khasiat/kemanfaatan, dan mutu; dan
c.
menjadikan industri nasional di bidang Obat, bahan obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen
kesehatan, dan makanan sebagai industri yang mempunyai daya saing tinggi dan sumber devisa negara
yang berkelanjutan.
Bagian Kedua
Pengawasan
Pasal 63
(1)
Menteri, Menteri/Kepala LPNK lainnya yang terkait, Kepala Badan Pengawas, Gubernur, dan
Bupati/Walikota bertanggung jawab terhadap pengawasan di bidang Obat, bahan obat, obat bahan alam,
kosmetik, suplemen kesehatan, dan Pangan Olahan sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangan
masing-masing.
(2)
Dalam rangka menjamin efektifitas pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPOM
mengoordinasi pengawasan Obat dan Makanan dengan instansi pemerintah terkait baik Pusat maupun
Daerah.
(3)
Dalam rangka melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diangkat
pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 64
Pengawasan terhadap Obat, bahan obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan Pangan Olahan
oleh Kepala Badan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dilakukan agar:
a.
memenuhi persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu;
b.
memenuhi cara pembuatan yang baik; dan
c.
disalurkan dengan cara distribusi yang baik; dan
d.
diedarkan dengan memperhatikan upaya pemeliharaan mutu.
Pasal 65
(1)
Dalam rangka pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64, Kepala Badan Pengawas
berwenang melakukan pemeriksaan terhadap sarana pembuatan, penyaluran, penyerahan, dan
melakukan pengambilan Obat, bahan obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan
Pangan Olahan.
(2)
Untuk melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Badan Pengawas
mengangkat pengawas.
(3)
Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat:
a.
memasuki setiap tempat yang diduga digunakan dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan,
pengangkutan, dan/atau peredaran Obat, bahan obat, obat bahan alam, ekstrak bahan alam,
kosmetik, suplemen kesehatan, dan Pangan Olahan untuk memeriksa, meneliti, dan/atau
mengambil contoh segala sesuatu yang digunakan dalam kegiatan pembuatan, penyimpanan,
19 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
pengangkutan, dan/atau peredaran;
(4)
b.
membuka dan meneliti kemasan Obat, bahan obat, obat bahan alam, ekstrak bahan alam,
kosmetik, suplemen kesehatan, dan Pangan Olahan;
c.
mengambil contoh Obat, bahan obat, obat bahan alam, ekstrak bahan alam, kosmetik, suplemen
kesehatan, dan Pangan Olahan, termasuk kemasan, label, dan bahan baku;
d.
memeriksa dokumen atau catatan lain, termasuk dalam bentuk elektronik, yang diduga memuat
keterangan mengenai kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, penyaluran, penyerahan,
dan/atau perdagangan Obat, bahan obat, obat bahan alam, ekstrak bahan alam, kosmetik,
suplemen kesehatan, dan Pangan Olahan, termasuk menggandakan atau mengutip keterangan
tersebut; dan/atau
e.
mengambil gambar (foto atau video) seluruh atau sebagian fasilitas dan peralatan yang digunakan
dalam pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, penyaluran, penyerahan, dan/atau perdagangan
Obat, bahan obat, obat bahan alam, ekstrak bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan
Pangan Olahan.
f.
menghentikan, memeriksa, dan mencegah setiap sarana angkutan yang diduga atau patut diduga
yang digunakan dalam pengangkutan Obat, bahan obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen
kesehatan, dan Pangan Olahan serta mengambil dan memeriksa contoh Obat, bahan obat, obat
bahan alam, ekstrak bahan alam,kosmetik, suplemen kesehatan, dan Pangan Olahan;
g.
menghentikan kegiatan dan melakukan tindakan pengamanan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan Obat, bahan obat, obat bahan alam, ekstrak bahan alam,
kosmetik, suplemen kesehatan, dan Pangan Olahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
Peraturan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 66
Setiap orang yang bertanggung jawab atas tempat dilakukannya pemeriksaan dan pengambilan contoh oleh
pengawas wajib:
a.
mengizinkan pengawas untuk memasuki setiap tempat yang digunakan atau diduga digunakan dalam
kegiatan pembuatan, penyimpanan, pengangkutan, penyaluran, penyerahan, dan/atau peredaran Obat,
bahan obat, obat bahan alam, ekstrak bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan pangan olahan
serta membantu terlaksananya tugas pemeriksaan;
b.
mengizinkan pengawas untuk mengambil contoh Obat, bahan obat, obat bahan alam, ekstrak bahan
alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan pangan olahan, termasuk kemasan, label, dan bahan baku;
c.
memberikan keterangan dengan benar, baik lisan maupun tertulis;
d.
mengizinkan pengawas untuk melakukan pemotretan dan/atau pengambilan gambar.
e.
mengizinkan pengawas untuk melakukan pemeriksaan dokumen atau catatan lain, termasuk dalam
bentuk elektronik, yang memuat atau diduga memuat keterangan mengenai kegiatan pembuatan,
penyimpanan, pengangkutan, penyaluran, penyerahan, dan/atau peredaran Obat, bahan obat, obat
bahan alam, ekstrak bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan pangan olahan, termasuk
menggandakan atau mengutip keterangan tersebut.
Pasal 67
Setiap orang yang bertanggung jawab atas tempat dilakukannya pemeriksaan dan pengambilan contoh oleh
pengawas berhak untuk menolak dilakukan pemeriksaan jika tenaga pengawas yang bersangkutan tidak
20 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
dilengkapi dengan tanda pengenal dan surat tugas pemeriksaan.
Pasal 68
(1)
Jika dalam pemeriksaan sarana, tenaga pengawas menemukan Obat, bahan obat, obat bahan alam,
Ekstrak Bahan Alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan Pangan Olahan yang diduga tidak memenuhi
standar dan persyaratan petugas berwenang melakukan tindakan pengamanan setempat.
(2)
Tindakan pengamanan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a.
tindakan inventarisasi;
b.
pengamanan produk;
c.
pengamanan sarana/alat;
d.
larangan mengedarkan untuk sementara waktu; dan/atau
e.
pengambilan contoh untuk uji laboratorium dan/atau penilaian penandaan/label.
(3)
Pemilik Obat, bahan obat, obat bahan alam, Ekstrak Bahan Alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan
Pangan Olahan bertanggung jawab atas produk yang dilakukan tindakan pengamanan setempat
sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4)
Tindakan pengamanan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam Berita Acara
Pengamanan Setempat.
(5)
Dalam hal hasil pemeriksaan sarana oleh Pengawas menunjukkan adanya dugaan atau patut diduga
adanya tindak pidana di bidang Obat, bahan obat, obat bahan alam, Ekstrak Bahan Alam, kosmetik,
suplemen kesehatan, dan Pangan Olahan, maka segera dilakukan penyidikan oleh Penyidik sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(6)
Ketentuan lebih lanjut tentang tindakan pengaman setempat sebagaimana dimasud pada ayat (1) diatur
dengan peraturan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 69
Jika hasil pemeriksaan oleh pengawas menunjukkan adanya dugaan atau patut diduga adanya tindak pidana di
bidang Obat dan Makanan, segera dilakukan penyidikan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil Badan Pengawas
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 70
(1)
Kepala Badan Pengawas dapat mengambil tindakan administratif terhadap pelanggaran ketentuan
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
(2)
Gubernur, dan Bupati/Walikota dapat mengambil tindakan administratif terhadap sarana yang melakukan
pembuatan dan/atau peredaran yang melanggar hukum di bidang Obat, bahan obat, obat bahan alam,
Ekstrak Bahan Alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan Pangan Olahan sesuai dengan tugas dan
kewenangan masing-masing.
(3)
Tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat berupa:
a.
peringatan tertulis;
b.
pengumuman kepada publik;
c.
larangan mengedarkan untuk sementara;
21 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
d.
perintah penarikan produk;
e.
perintah pemusnahan;
f.
penghentian sementara kegiatan;
g.
pembekuan izin edar;
h.
pencabutan izin edar;
i.
rekomendasi pencabutan izin usaha;
j.
denda;
k.
pembekuan sertifikat;
l.
Pencabutan sertifikat; dan/atau
m.
Pencabutan izin usaha.
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran denda sebagaimana pada ayat (3) huruf j diatur dengan
peraturan perundang-undangan.
(5)
Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pemberian tindakan administratif sebagaimana
pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 71
(1)
Dalam rangka melaksanakan tugas pengawasan Obat, bahan obat, obat bahan alam, Ekstrak Bahan
Alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan Pangan Olahan, pengawas wajib mematuhi etika profesi
pengawas.
(2)
Ketentuan lebih lanjut mengenai etika pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 72
(1)
Kepala Badan Pengawas wajib menjaga kerahasiaan data dan informasi terkait kegiatan pengawasan
Obat dan Makanan sesuai dengan daftar informasi publik yang dikecualikan dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(2)
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Kepala Badan
Pengawas.
BAB XIII
TANGGUNG JAWAB DAN TANGUNG GUGAT
Pasal 73
(1)
Pelaku usaha selaku produsen bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pembuatan Obat, bahan obat,
obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan makanan yang dilakukan agar tidak menyimpang
dari ketentuan tata cara pembuatan yang baik.
(2)
Pelaku usaha selaku produsen bertanggung gugat terhadap keamanan, mutu dan kemanfaatan Obat,
bahan obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan makanan yang dibuat.
22 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
(3)
Tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk efek samping yang tidak diharapkan
apabila efek samping tersebut tidak diinformasikan secara jelas pada penandaan atau informasi obat dan
makanan.
Pasal 74
(1)
Pelaku usaha selaku penyalur bertanggung jawab terhadap pelaksanaan penyaluran Obat, bahan obat,
obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan, dan makanan yang dilakukannya.
(2)
Pelaku usaha selaku penyalur bertanggung gugat apabila Obat, bahan obat, obat bahan alam, kosmetik,
suplemen kesehatan, dan makanan yang disalurkannya tidak sesuai dengan persyaratan tata cara
penyaluran yang baik yang telah ditetapkan.
Pasal 75
Pelaku usaha selaku pemilik izin edar bertanggung gugat terhadap keamanan, mutu, dan manfaat obat dan
makanan yang diedarkannya.
Pasal 76
Penanggungjawab fasilitas kesehatan yang melakukan penyerahan obat dengan resep dokter bertanggung
jawab terhadap keamanan, mutu dan khasiat obat yang diserahkannya.
Pasal 77
Fasilitas kesehatan yang melakukan penyerahan obat dengan resep dokter sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 76 bertanggung gugat apabila obat dengan resep dokter tersebut diserahkan kepada orang/fasilitas yang
tidak berhak.
Pasal 78
(1)
Pelaku usaha wajib memberikan laporan kegiatannya kepada Kepala Badan Pengawas.
(2)
Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan minimal setahun sekali.
Pasal 79
Tanggung gugat pelaku usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (2) dan fasilitas kesehatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dapat berupa gugatan ganti rugi atas perbuatan melawan hukum yang
dilaksanakan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XIV
PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
Pasal 80
(1)
Penelitian dan pengembangan dilaksanakan untuk memilih dan menerapkan ilmu pengetahuan dan
teknologi tepat guna yang diperlukan dalam rangka tujuan pengawasan Obat, Obat Kuasi, Bahan Obat,
23 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.
(2)
Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan serta dengan memperhatikan kaidah ilmiah, kaidah etik dan
norma yang berlaku dalam masyarakat.
Pasal 81
(1)
Penelitian, pengembangan, dan penerapan hasil penelitian Obat, Obat Kuasi, Bahan Obat, Obat Bahan
Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan pada manusia
dilaksanakan dengan memperhatikan kaidah ilmiah, kaidah etik dan norma yang berlaku dalam
masyarakat.
(2)
Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi Obat, Obat Kuasi,
Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan Pangan
Olahan pada manusia harus dilakukan dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan yang
bersangkutan.
(3)
Ketentuan mengenai penelitian, pengembangan, dan penerapan hasil penelitian Obat, Obat Kuasi, Bahan
Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Menteri dan/atau
Peraturan Kepala Badan Pengawas.
Pasal 82
Penelitian dan Pengembangan mengenai Obat, bahan obat, obat bahan alam, kosmetik, suplemen kesehatan,
dan makanan, yang mengikutsertakan manusia sebagai subyek dan memanfaatkan hewan coba, harus
mendapat persetujuan etik dan persetujuan subyek penelitian sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XV
PERANSERTA MASYARAKAT
Pasal 83
Masyarakat memiliki kesempatan untuk berperan serta yang seluas-luasnya dalam mewujudkan perlindungan
masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan Obat, Obat Kuasi, Bahan Obat, Obat Bahan Alam,
Ekstrak Bahan Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan yang tidak tepat dan/atau tidak
memenuhi standar dan persyaratan.
Pasal 84
Peran serta masyarakat diarahkan untuk meningkatkan dan mendayagunakan kemampuan yang ada pada
masyarakat dalam rangka pengawasan Obat, Obat Kuasi, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam,
Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan.
Pasal 85
Peran serta masyarakat dilaksanakan melalui:
24 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
a.
penyelenggaraan, pemberian bantuan, dan/atau kerja sama dalam kegiatan penelitian dan
pengembangan di bidang Obat, Obat Kuasi, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam,
Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan;
b.
sumbangan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan penentuan kebijakan dan/atau pelaksanaan
program pengawasan Obat, Obat Kuasi, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetika,
Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan;
c.
keikutsertaan dalam penyebarluasan informasi kepada masyarakat terkait dengan penggunaan Obat,
Obat Kuasi, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan
Pangan Olahan yang tepat serta memenuhi standar dan persyaratan.
Pasal 86
Peran serta masyarakat dapat dilakukan oleh perorangan, kelompok, atau badan/lembaga yang
diselenggarakan oleh masyarakat.
Pasal 87
Dalam rangka meningkatkan peran serta masyarakat, Kepala Badan Pengawas melaksanakan komunikasi,
edukasi, dan informasi terkait dengan pengawasan Obat, Obat Kuasi, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak
Bahan Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan.
Pasal 88
Peran serta pelaku usaha dilaksanakan melalui:
a.
pengawasan terhadap keamanan, mutu, dan manfaat yang dihasilkan sebelum diedarkan;
b.
perbaikan sistem pengawasan internal untuk mendeteksi mutu pada setiap proses pembuatan yang
dihasilkan dan diedarkan;
c.
Penerapan cara pembuatan yang baik sesuai persyaratan mutu;
d.
pengawasan terhadap kemasan, label, dan informasi produk sebelum diedarkan; dan
e.
pembuatan iklan di media elektronik, media cetak, dan media luar ruang yang jujur, objektif dan tidak
menyesatkan.
BAB XVI
PENYIDIKAN
Pasal 89
(1)
Selain penyidik polisi negara Republik Indonesia, kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di
lingkungan Badan Pengawas juga diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan
dalam tindak pidana di bidang Obat dan Makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan di bidang Hukum Acara Pidana.
(2)
Penyidik Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berwenang:
a.
menerima pengaduan dan laporan tentang adanya dugaan tindak pidana di bidang obat dan
25 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
makanan;
b.
melakukan penelusuran untuk mencari kebenaran atas laporan serta keterangan tentang adanya
dugaan tindak pidana di bidang obat dan makanan;
c.
memanggil orang dan/atau badan hukum untuk didengar keterangannya sebagai saksi atau
tersangka;
d.
melakukan pemeriksaan atas surat dan/atau dokumen lain tentang tindak pidana di bidang
pengawasan Obat dan Makanan;
e.
melakukan penyitaan dan penggeledahan serta pengujian barang bukti;
f.
memeriksa tanda pengenal dan mengambil sidik jari serta memotret tersangka;
g.
memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti dugaan tindak pidana di bidang obat dan
makanan;
h.
memasuki tempat/ruang tertutup lainnya yang berhubungan dengan pengungkapan tindak pidana
di bidang obat dan makanan;
i.
melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang diduga melakukan tindak pidana di
bidang obat dan makanan dengan meminta bantuan dari penyidik polisi negara Republik Indonesia;
j.
melakukan pencegahan atau melarang berpergian ke luar negeri terhadap seseorang yang diduga
terlibat dalam tindak pidana obat dan makanan melalui bantuan instansi yang berwenang;
k.
memusnahkan barang bukti yang dapat membahayakan kesehatan, lingkungan termasuk produk
obat dan makanan ilegal;
l.
meminta perusahaan jasa pengiriman barang untuk melakukan pembukaan dan pemeriksaan
barang kiriman yang diduga terkait dengan tindak pidana di bidang obat dan makanan;
m.
memberitahukan dimulainya penyidikan kepada jaksa penuntut umum berkoordinasi dengan
pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia;
n.
menyampaikan hasil penyidikan kepada penuntut umum berkoordinasi dengan penyidik kepolisian
negara Republik Indonesia;
o.
meminta bantuan ahli dalam rangka pelaksanaan penyidikan tindak pidana di bidang Obat dan
Makanan;
p.
menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti yang membuktikan adanya tindak
pidana di bidang Obat dan Makanan.
(3)
Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya
penyidikan kepada pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.
(4)
Apabila pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memerlukan tindakan
penangkapan dan penahanan, penyidik pegawai negeri sipil melakukan koordinasi dengan pejabat
penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5)
Penyidik pegawai negeri sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan hasil penyidikan
kepada penuntut umum melalui pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia.
(6)
Pengangkatan pejabat penyidik pegawai negeri sipil dan tata cara serta proses penyidikan dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XVII
KETENTUAN PIDANA
26 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
Pasal 90
Setiap orang yang dengan sengaja membuat dan/atau mengedarkan Obat, Obat Kuasi, Bahan Obat, Obat
Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan yang tidak memenuhi
standar dan/atau persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ….. dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 91
Setiap orang yang melakukan pembuatan Obat, Obat Kuasi, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan
Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan yang tidak sesuai dengan cara pembuatan yang
baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal ........ dipidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda
paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 92
Setiap orang yang tidak memuat penandaan yang obyektif, lengkap, dan tidak menyesatkan mengenai materi
iklan Obat, Obat Kuasi, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan,
dan Pangan Olahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ...... dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 93
Setiap orang yang dengan sengaja mengedarkan Obat, Obat Kuasi, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak
Bahan Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan tanpa mencantumkan penandaan dan
informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ......... dipidana penjara paling lama 5 (dua) tahun dan pidana
denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 94
Setiap orang yang dengan sengaja membuat dan/atau mengedarkan Obat, Obat Kuasi, Bahan Obat, Obat
Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan Pangan Olahan tanpa memiliki izin
edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal ...… dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas)
tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 95
Setiap orang yang bekerja pada lembaga pendidikan dan/atau lembaga penelitian yang mengedarkan Obat,
Obat Kuasi, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan
Pangan Olahan selain untuk kepentingan pendidikan dan/atau ilmu pengetahuan sebagaimana dimaksud
Pasal ...... dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
Pasal 96
Setiap orang yang tidak memuat informasi yang obyektif, lengkap, dan tidak menyesatkan tentang materi iklan
Obat, Obat Kuasi, Bahan Obat, Obat Bahan Alam, Ekstrak Bahan Alam, Kosmetika, Suplemen Kesehatan, dan
Pangan Olahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ..... dipidana dengan pidana penjara paling lama 10
27 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
(sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 97
Setiap orang yang tidak memberikan izin dan keterangan/informasi dengan benar kepada pengawas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal ..... dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda
paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 98
Setiap orang dengan sengaja menyerahkan obat dengan resep dokter kepada orang/fasilitas yang tidak berhak,
sebagaimana dimaksud dalam Pasal ..... dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan atau
pidana denda maksimum Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Pasal 99
(1)
(2)
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ....., Pasal ....., yang mengakibatkan:
a.
luka berat atau membahayakan nyawa orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
b.
kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau
denda paling banyak Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ...... yang mengakibatkan:
a.
luka berat atau membahayakan nyawa orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama
7 (tujuh) tahun atau denda paling banyak Rp14.000.000.000,00 (empat belas miliar rupiah).
b.
kematian orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau
denda paling banyak Rp 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).
Pasal 100
Setiap pejabat atau penyelenggara negara yang melakukan atau membantu tindak pidana sebagaimana
dimaksud dalam Pasal ...... sampai Pasal ....., dikenai pidana dengan pemberatan ditambah 1/3 (satu pertiga)
dari ancaman pidana masing-masing.
Pasal 101
(1)
Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ..... sampai Pasal ..... dilakukan oleh korporasi,
selain pidana penjara dan pidana denda terhadap pengurusnya, pidana dapat dijatuhkan terhadap
korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda terhadap perorangan.
(2)
Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapat dikenai pidana tambahan
berupa:
a.
pencabutan hak-hak tertentu; atau
b.
pengumuman putusan hakim.
BAB XVIII
28 / 29
www.hukumonline.com/pusatdata
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 102
Peraturan Perundang-undangan sebagai pelaksanaan Undang-Undang ini ditetapkan paling lambat 1 (satu)
tahun sejak tanggal pengundangan Undang-Undang ini.
Pasal 103
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan pelaksanaan Ordonansi Obat Keras Stb. 419 Tahun
1949 dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti berdasarkan ketentuan
dalam Undang-Undang
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 104
Pada saat Undang-Undang ini berlaku, Ordonansi Obat Keras Stb. 419 Tahun 1949 dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.
Pasal 105
Undang-Undang ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan Di Jakarta,
Pada Tanggal ….................
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
.......................................
Diundangkan Di Jakarta,
Pada Tanggal …..................
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Ttd.
.........................................
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ...… NOMOR …...
29 / 29
Download