DRAFT 5 APRIL 2017 VOLUNTARY NATIONAL REVIEW (VNR) TUJUAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN TUJUAN 3: MENJAMIN KEHIDUPAN YANG SEHAT DAN MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN SELURUH PENDUDUK SEMUA USIA Voluntary National Review (VNR) untuk tujuan 3 membahas indikator penting SDGs yang meliputi kematian ibu dan bayi, penyakit menular dan tidak menular, kesehatan reproduksi, cakupan jaminan kesehatan nasional (JKN), tenaga kesehatan, obat dan vaksin. Pembahasan tujuan 3 mencakup analisis tren dan keberhasilan, tantangan dan cara mengatasinya, inovasi dan upaya penting yang dilakukan, emerging issues dan pembelajaran. I. ANALISIS TREN DAN KEBERHASILAN A. Angka Kematian Ibu Angka kematian ibu (AKI) telah mengalami penurunan dari sebesar 346 kematian (SP 2010) menjadi 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup (SUPAS 2015), yang berarti penurunan tiap tahun (Annual Reduction Rate/ARR) adalah sebesar 2,4%. Salah satu upaya kunci yang dilakukan pemerintah adalah memastikan setiap persalinan dilakukan di fasilitas kesehatan. Data SDKI menunjukkan peningkatan persalinan di fasilitas kesehatan dari 46% (2007) menjadi 63,2% (2012). Proporsi kelahiran yang dibantu oleh tenaga medis profesional juga meningkat dari 73% (2007) menjadi 83% (2012). Target RPJMN pada tahun 2019 sebesar 306 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup telah tercapai. Namun, terobosan baru diperlukan untuk mencapai target global kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2030. Untuk itu ARR sebesar 9,5% dibutuhkan untuk mencapai target global tersebut. MMR/100.000 Live Birth 446 390 360 334 360 307 UN/WHO 1990 1995 IDHS 2000 346 310 250 Census 359 305 244 228 Supas 126 SRS 2005 2007 2010 Reference Period 2012 2014 2015 Gambar 3.1 Tren Angka Kematian Ibu Studi Analisis Verbal Kematian Maternal mengungkapkan bahwa penyebab utama kematian ibu masih didominasi oleh hipertensi dalam kehamilan, pendarahan, infeksi dan penyakit penyerta lain (jantung dan ginjal). Adapun faktor lain yang ikut mempengaruhi yaitu derajat kesehatan ibu sebelum hamil, akses dan kualitas pelayanan kesehatan, serta faktor sosiol budaya. Dengan memperhatikan sebab kematian pada dasarnya sebagian besar kematian dapat dicegah. Sebagian besar kematian ibu (75%) terjadi pada saat persalinan sampai 2x24 jam pasca persalinan. Berdasarkan umur, terdapat 7% kematian ibu berusia <20 tahun. Sebaliknya pada usia >35 tahun dan jumlah anak >2 anak, apabila 1 DRAFT 5 APRIL 2017 Program KB berhasil, maka AKI juga dapat diturunkan. Kondisi ini menunjukkan apabila usia pernikahan dapat ditunda, maka AKI akan dapat diturunkan. Disamping itu, perlu ditetapkan perubahan kebijakan yang mendasar terkait aksesibilitas ibu hamil dalam Ante Natal Care (ANC) dan persalinan, termasuk aspek pembiayaannya. B. Angka Kematian Bayi, Balita dan Neonatal Angka kematian bayi 120 dan balita terus 100 97 menurun, meskipun 81 80 sejak tahun 2007 68 mengalami stagnasi. 60 58 57 Angka Kematian 46 46 44 40 40 35 34 32 32 Neonatal (AKN) pada 30 22 20 20 19 19 periode yang sama juga 0 mengalami stagnasi. SDKI 1991 SDKI 1994 SDKI 1997 SDKI SDKI 2007 SDKI 2012 Dengan memperhatikan 2002/2003 kecenderungan AKB AKBA AK-NEONATAL penurunan AKN yang stagnan tersebut, ARR sebesar 0,5% per tahun Gambar 3.2 Tren Angka Kematian Bayi, Balita dan Neonatal akan berakibat pada Sumber: SDKI, BPS sulitnya pencapaian target sebesar 12 per 1.000 kelahiran hidup pada 2030 karena ARR yang diperlukan adalah sebesar 3% untuk mencapai target tersebut. Adapun sebab-sebab kematian yang diungkapkan oleh SRS tahun 2014 (yang dilakukan di 128 kecamatan yang representasi nasional) terbanyak adalah berat badan lahir rendah/BBLR (38,8%), asfiksia (26,5%) dan kongenital malformation (12,7%). Imunisasi dasar lengkap Dalam SDKI, Imunisasi dasar lengkap didefinisikan sebagai 80.0 66.0 59.2 59.0 53.8 persentase anak usia 12-23 bulan 52.0 60.0 41.6 yang menerima imunisasi BCG, 40.0 campak, dan tiga kali untuk DPT 20.0 dan polio. Sementara itu, menurut 0.0 Riskesdas adalah jika anak 12-23 2002 2007 2010 2012 2013 bulan sudah mendapatkan semua jenis imunisasi: satu kali HB-0, SDKI Riskesdas satu kali BCG, tiga kali DPT-HB, Gambar 3.3 Tren Imunisasi Dasar Lengkap empat kali polio, dan satu kali Sumber: SDKI (2002-2012), Riskesdas (2007-2013) imunisasi campak. Dari kedua sumber data ini, cakupan imunisasi terus mengalami peningkatan. Sementara itu, data Kementerian Kesehatan juga menunjukkan kabupaten/kota yang mencapai 80% imunisasi dasar lengkap pada bayi meningkat dari 71,2% (2013) menjadi 80,7% (2016). Meskipun cakupan imunisasi terus meningkat, kualitas imunisasi harus tetap terjaga agar kejadian luar biasa akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (KLB PD3I). 2 DRAFT 5 APRIL 2017 C. Tren Penyakit Menular HIV-AIDS 2010 HIV AIDS 2013 30935 2014 610 949 6373 7864 11682 2012 1479 1353 2011 2057 10763 21031 8177 1391 7418 9804 6713 2009 21511 29037 2008 1282 931 2007 5278 1052 10362 21591 2006 6048 4809 7184 3679 864 36000 33000 30000 27000 24000 21000 18000 15000 12000 9000 6000 3000 0 32711 Prevalensi AIDS tercatat sebesar 32,95/100.000 penduduk, bervariasi dari yang terendah di Provinsi Sulawesi Barat (0,86/100.000 penduduk) dan tertinggi di Papua (470,64/100.000 penduduk). Target prevalensi HIV/AIDS dipertahankan di bawah 0,5% dan pada tahun 2016 prevalensi HIV/AIDS telah mencapai 0,37%. Selanjutnya, proporsi penduduk dengan AIDS yang meninggal menunjukkan tren yang mengecil. Jumlah ODHA (orang dengan HIV dan AIDS) yang menerima pengobatan ARV juga terus meningkat tiap tahunnya dari 2.381 orang (2005) menjadi 73.037 orang yang dilayani (2016). Saat ini, kasus AIDS sudah mencapai tingkat rumah tangga yang ditandai dengan ditemukannya kasus bayi penderita AIDS. Untuk itu, Pemerintah akan terus berupaya menjaga prevalensi HIV di bawah 0,5 diantaranya melalui upaya pengembangan layanan komprehensif berkesinambungan (LKB) di tingkat kabupaten/kota untuk mendekatkan layanan HIV/AIDS ke masyarakat yang membutuhkan. 2015 Mati Gambar 3.4 Jumlah Kasus HIV-AIDS dan Jumlah yang Meninggal di Indonesia 2006-2015 Sumber: Laporan Surveilans P2PL, Ditjen PP & PL Kemenkes RI Update terakhir: 24 Juni 2016 Tuberkulosis Hasil survei khusus prevalensi TB dengan metode mikroskopis menunjukkan bahwa prevalensi TB menurun dari 331 (2006) menjadi 272 per 100.000 penduduk (2013). Dengan tes cepat molekuler, prevalensi TB juga menurun dari 643 per 100.000 penduduk (2015) menjadi 628 per 100.000 penduduk (2016). Malaria Tren angka kesakitan malaria berdasarkan API (Annual Paracite Incidence) menurun dari 1,75 (2011) menjadi 0,85 per 1000 penduduk (2015). Pada tahun 2015, sebanyak 232 kabupaten/kota telah menerima sertifikat eliminasi malaria dan dalam tahap pemeliharaan/bebas penularan malaria. Hal tersebut didukung oleh strategi spesifik berdasarkan stratifikasi endemisitas wilayah, yaitu: (1) strategi akselerasi di Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang berfokus pada pengobatan di semua fasilitas kesehatan, penemuan kasus secara aktif dan kelambunisasi berinsektisida; (2) strategi intensifikasi di daerah fokus di luar KTI, dengan penekanan pada perlindungan kelompok berisiko; dan (3) strategi eliminasi pada daerah dengan API<1 per 1000 penduduk (endemis rendah) berfokus pada surveilans dan deteksi dini, serta penemuan kasus aktif. 3 DRAFT 5 APRIL 2017 Kusta dan Filariasis Upaya pengendalian penyakit kusta menunjukkan kemajuan ditandai dengan meningkatnya jumlah provinsi dengan eliminasi kusta dari 20 provinsi (2014) menjadi 23 provinsi (2016). Pemerintah akan terus berupaya untuk mencapai seluruh provinsi eliminasi kusta pada tahun 2019. Sementara itu, untuk mencapai eliminiasi filariasis, telah dilakukan Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM) di beberapa kabupaten sejak tahun 2002. Capaian POPM pada periode 2006-2012 kurang dari 50% dan meningkat menjadi 71,4%pada tahun 2016. Jumlah kabupaten/kota yang eliminasi filariasis meningkat dari 8 kabupaten/kota (2014) menjadi 17 kabupaten/kota (2015) dan 22 kabupaten/kota (2016). Pemerintah berkomitmen untuk eliminasi Filariasis pada tahun 2020 dengan terus meningkatkan pelaksanaan POPM Filariasis di kabupaten/kota endemis filariasis. D. Tren Penyakit Tidak Menular/PTM Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi hipertensi adalah sebesar 25,8% (hampir 40 juta penduduk di atas 18 tahun) dan diabetes melitus (DM) adalah sebesar 6,9%. Dari seluruh penduduk yang menderita hipertensi dan DM, hampir 2/3nya tidak menyadari bahwa mereka menderita PTM tersebut. Sementara itu, prevalensi obesitas pada penduduk di atas 18 tahun pada tahun 2013 adalah sebesar 15,4% (sekitar 23,5 juta penduduk), meningkat dari 10,3% pada tahun 2007. Perilaku merokok, selain pola makan dengan gizi tidak seimbang dan kurangnya aktivitas fisik, menyumbang pada peningkatan prevalensi PTM di Indonesia. Ditemukan bahwa prevalensi merokok di antara penduduk di atas 15 tahun meningkat dari 34,7% (2007) menjadi 36,3% (2013). Sebesar 26,1% penduduk kurang aktivitas fisik dan 93,5% penduduk di atas usia 10 tahun kurang mengkonsumsi buah dan sayur (2013). Sementara itu, data Riskesdas 2007 menunjukkan 4,6% penduduk mengonsumsi alkohol diantaranya 0,6% mengonsumsi hingga level yang berbahaya menurut standar WHO. Data Global School Health Survey (GSHS) menyatakan 4,4% anak sekolah menengah mengonsumsi alkohol. Masalah alkohol juga harus mendapatkan perhatian di masa depan. E. Kesehatan Reproduksi Angka kelahiran total (total fertility rate/TFR) Indonesia mengalami stagnasi dalam satu dekade terakhir, yaitu pada angka 2,6 anak per 1000 wanita. Kehamilan remaja menjadi penyumbang angka kelahiran yang tinggi karena rentang masa reproduksinya yang lebih panjang akibat kehamilan yang dimulai pada usia muda. Struktur penduduk yang relatif muda menyebabkan jumlah kelahiran akan tetap meningkat terus dan berdampak pada pertambahan penduduk. 4 DRAFT 5 APRIL 2017 5.0 4.0 4.5 4.3 3.6 3.2 TFR 3.0 3.7 3.3 2.8 3.0 2.6 2.0 3.2 3.0 2.8 2.7 2.9 2.8 2.6 2.6 2.3 2.4 2.4 2.3 1992-1994 1995-1997 1998-2002 2003-2007 2.8 2.6 2.4 Kota+Desa Kota 1.0 Desa 0.0 1981-1983 1984-1987 1988-1991 2008-2012 Gambar 3.5 Tingkat Fertilitas di Indonesia, 1981-2012 Sumber: SDKI 2012 Walaupun angka kelahiran perempuan usia 15-19 tahun (age specific fertility rate/ASFR) menurun dari 51 (2007) menjadi 48 kelahiran per 1000 perempuan 80 usia 15-19 tahun (2012), 70 diperlukan upaya keras untuk 60 67 mencapai target RPJMN 2019 50 62 61 40 sebesar 38 kelahiran per 1000 51 51 48 30 perempuan. Tingginya angka 12.2 12.2 11.2 10.4 9.5 20 8.5 perempuan remaja yang hamil 10 dan melahirkan berisiko pada 0 kematian ibu dan stunting pada 1991 1994 1997 2002-03 2007 2012 anak. Dalam upaya ASFR 15 - 19 th Persen yang pernah melahirkan meningkatkan layanan kesehatan reproduksi, angka Gambar 3.6 Tren Angka Kelahiran Remaja 15-19 Tahun Sumber: SDKI pemakaian kontrasepsi (contraceptive prevalence rate/CPR) semua cara telah meningkat dari 61,4% pada tahun 2007 menjadi 61,9% pada tahun 2012 (SDKI). Namun, berdasarkan Susenas, capain tersebut terus mengalami penurunan sepanjang tahun 2013-2015. Kondisi ini diperkirakan menyumbang pada stagnansi angka kelahiran selama 10 tahun terakhir. 5 DRAFT 5 APRIL 2017 Sumber: SDKI(Berbagai Tahun) Sumber: Susenas (Berbagai Tahun) Grafik 3.7 Tren Angka Pemakaian Kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate/CPR) F. Cakupan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Jumlah penduduk yang tercakup dalam JKN terus meningkat. Sampai dengan 31 Desember 2016, sebanyak 171,9 juta penduduk (66,5%) telah menjadi peserta JKN. Dari jumlah tersebut, sebanyak 91,1 juta diantaranya merupakan peserta penerima bantuan iuran (PBI). Sedangkan, target RPJMN tahun 2019 adalah sebesar 95% dari total penduduk tercakup dalam SJSN bidang kesehatan. Kerjasama dengan fasilitas kesehatan semakin meningkat yang ditunjukkan dengan Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dari 18.644 (Jan 2015) menjadi 20.708 (Des 2016) dan Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKRTL) dari 1.727 menjadi 2.068. Pemanfaatan pelayanan kesehatan di FKTP juga terus meningkat dari 66,8 juta (2014) menjadi 134,9 juta (2016). Sedangkan pemanfaatan rawat jalan di RS dari 21,3 juta menjadi 50,4 juta. Pemanfaatan rawat inap RS meningkat dari 4,2 juta (2014) menjadi 7,6 juta (2016). Terkait pembiayaan pelayanan kesehatan, sebesar 20,5% adalah untuk layanan primer dan 79,5% untuk layanan rujukan. Biaya yang dibayarkan ke fasilitas layanan kesehatan selama 2014-2016 sebesar Rp 166 Triliun, dimana FKTP sebesar Rp 34 Triliun dan FKTL sebesar Rp 132 Triliun. Perluasan cakupan kepesertaan JKN berdampak pada menurunnya unmet need pelayanan kesehatan, yaitu persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan dan terganggu aktifitas sehari-hari namun tidak berobat jalan. Berdasarkan data Susenas, unmet need pelayanan kesehatan terus menurun, dengan kecenderungan unmet need pelayanan kesehatan di perdesaan sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan perkotaan. 6 DRAFT 5 APRIL 2017 Gambar 3.8 Unmet Need Pelayanan Kesehatan (%), 2006-2016 Sumber: Susenas, BPS G. Tenaga Kesehatan Jumlah puskesmas yang minimal memiliki lima jenis tenaga kesehatan yang meliputi tenaga kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, ahli gizi, tenaga farmasi dan analis kesehatan terus meningkat, walaupun belum mencapai target tahunan (2015 dan 2016). Sampai dengan akhir tahun 2016, baru 1.264 puskesmas dengan ketersediaan tenaga sesuai standar. Pemenuhan kebutuhan tenaga dokter dan dokter spesialis di rumah sakit juga terus menunjukkan perbaikan. Tenaga kesehatan yang didayagunakan di fasilitas pelayanan kesehatan semakin meningkat dari tahun ke tahun. Namun demikian, menurut laporan Kementerian Kesehatan tahun 2015, distribusi tenaga kesehatan di Pulau Jawa menempati jumlah terbesar (46,76%), diikuti Sumatera (26,30%), Sulawesi (9,41%), Kalimantan (7,79%), Bali dan Nusa Tenggara (5,96%), dan Maluku dan Papua (3,78%). Tabel 3.1 Rasio Tenaga Kesehatan per 100.000 Penduduk Tahun 2016 Jenis Tenaga Dokter Dokter Spesialis Perawat Bidan Angka Nasional 45 13,6 Angka Terendah Angka Tertinggi 10 (Sulawesi Barat) 2,8 (NTT) 170 162 38 (Jatim) 47(Kaltara) 170 (DKI Jakarta) 70,6 (DKI Jakarta) 453(Aceh) 501 (Aceh) H. Obat dan Vaksin Persentase ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas terus meningkat dari 75,5% (2014) menjadi 79,4% (2015) dan 81,57% (2016). Upaya menjamin ketersediaan obat dan vaksin dilakukan melalui optimalisasi belanja pusat untuk obat program serta pemanfaatan Dana Alokasi Khusus (DAK) subbidang pelayanan kefarmasian yang meningkat 20% pada tahun 2016. Untuk menjamin mutu dan keamanan obat yang beredar, pengawasan obat terus ditingkatkan. Hingga akhir tahun 2016, obat yang memenuhi syarat sebesar 98,55%. II. TANTANGAN DAN UPAYA MENGATASI TANTANGAN 1. Angka Kematian Ibu 7 DRAFT 5 APRIL 2017 1) Peningkatan pengetahuan ibu hamil mengenai pentingnya pemeriksaan kehamilan dan pertolongan persalinan di fasilitas kesehatan; 2) Peningkatan kualitas pelayanan maternal termasuk peningkatan kompetensi SDM, fasilitas kesehatan, dan rumah sakit (RS) mampu PONEK; 3) Peningkatan kualitas rujukan pelayanan kesehatan maternal; dan 4) Perumusan regulasi yang mendukung optimalisasi pelayanan kesehatan maternal. 2. Angka Kematian Balita 1) Peningkatan pengetahuan ibu tentang pola asuh bayi dan anak; 2) Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan anak termasuk diantaranya peningkatan kompetensi SDM, fasilitas kesehatan mampu PONED, dan RS mampu PONEK; 3) Peningkatan kualitas rujukan pelayanan kesehatan anak; 4) Perumusan regulasi yang mendukung optimalisasi pelayanan kesehatan anak terutama JKN; dan 5) Peningkatan Posyandu. 3. Penyakit Menular 1) Perluasan screening wajib pada ibu hamil untuk mendeteksi HIV/AIDS pada ibu dan anak; 2) Perluasan penggunaan Metode Tes Cepat Molekuler (TCM) TB ke seluruh RS untuk meningkatkan temuan kasus baru TB; 3) Multi Drug Resistance (MDR) masih tinggi yang berimplikasi pada meningkatnya pembiayaan pengobatan sehingga diperlukan upaya sistematis untuk mencegah MDR dan upaya mencari pengobatan dengan regimen baru; dan 4) Peningkatan kebutuhan logistik, SDM dan pembiayaan untuk HIV/AIDS (obat ARV, reagen dan kit diagnostic) dan TB seiring dengan perluasan screening pada ibu hamil dan penggunaan TCM. 4. Penyakit Tidak Menular 1) Penjangkauan 2/3 penderita PTM yang belum mengetahui bahwa telah mengidap PTM disertai dengan standarisasi pengobatan; 2) Upaya promotif dan preventif untuk pengendalian faktor risiko PTM; dan 3) Peningkatan SDM dan logistik seiring dengan meningkatnya jumlah penderita PTM. 5. Kesehatan Reproduksi 1) Peningkatan partisipasi pendidikan perempuan (wajib belajar 12 tahun) untuk mencegah pernikahan dini; 2) Peningkatan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP); dan 3) Peningkatan pendidikan kesehatan reproduksi terutama bagi anak usia sekolah. 6. Jaminan kesehatan Nasional 1) Penyempurnaan tarif INA CBGS; 2) Pengembangan sistem kapitasi berbasis kinerja untuk mendorong pelayanan kesehatan preventif dan promotif; dan 3) Menjangkau kepesertaan JKN dari pekerja informal dan pekerja penerima upah. 7. Tenaga Kesehatan 1) Peningkatan kualitas tenaga kesehatan melalui uji kompetensi dan akreditasi institusi pendidikan kesehatan; 2) Meningkatkan keterlibatan organisasi profesi dan asosiasi institusi pendidikan dalam peningkatan kompetensi dan profesionalisme tenaga kesehatan; 3) Pengembangan skema penempatan tenaga kesehatan terutama untuk daerah tertinggal, perbatasan dan kepulauan (DTPK). 8. Obat dan Vaksin 1) Meningkatkan kemandirian bahan baku obat; 2) Meningkatkan penggunaan obat yang rasional; dan 3) Memperkuat sistem pengawasan obat untuk menekan beredar obat dan vaksin palsu/ tidak memenuhi standar. 8 DRAFT 5 APRIL 2017 9. Data dan Informasi Perbaikan kualitas data dan informasi kesehatan terutama pengembangan sistem pengumpulan data kelahiran dan kematian untuk memantau dan mengevaluasi kemajuan pencapaian pembangunan kesehatan, termasuk pendataan untuk NAPZA dan kecelakaan lalu lintas. III. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. INOVASI DAN UPAYA PENTING A. AKI dan AKB Program Jaminan Persalinan (Jampersal) merupakan program yang dimulai sejak tahun 2011 untuk menyediakan pelayanan gratis untuk ibu hamil dari keluarga miskin. Seiring dengan implementasi JKN, ruang lingkup Jampersal telah disesuaikan untuk membiayai rumah tunggu kehamilan, biaya operasional ibu hamil, tenaga kesehatan dan pendamping, serta biaya transportasi. Pengembangan sistem rujukan maternal neonatal lewat program EMAS (Expanding Maternal and Neonatal Survival) yaitu SIJARI EMAS yang telah berjalan di beberapa kabupaten/kota. Integrasi indikator kesehatan ibu dan anak dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan. Program Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) dan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS), mencakup pemenuhan fasilitas kesehatan dasar dan meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan terutama bidan untuk dapat memberikan penanganan kesehatan anak. Pemanfaatan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) untuk pemantauan kesehatan ibu hamil, pertumbuhan dan perkembangan bayi dan anak balita. Penerapan sample registration system (SRS) pencatatan kematian dan penyebab kematian sebagai dasar pengembangan CRVS nasional. Penerapan Civil registration vital statistic (CRVS) tingkat kabupaten/kota untuk meningkatkan pencatatan kematian dan penyebab kematian dengan metode registrasi. CRVS sudah dimulai di beberapa kabupaten/kota (Solo, Pekalongan, Gorontalo, dan Yogyakarta) yang dibiayai oleh APBD. B. Penyakit menular 1. Penerapan Screening HIV/AIDS pada ibu hamil. 2. Penajaman diagnostik TB dengan menggunakan TCM. 3. Integrasi indikator penyakit menular (HIV/AIDS dan TB) dalam SPM bidang kesehatan. 1. 2. 3. 4. C. Penyakit Tidak Menular Penetapan Inpres No.1 Tahun 2017 tentang Gerakan Masyarakat Hidup Sehat yang merupakan gerakan lintas sektor untuk meningkatkan perilaku hidup sehat masyarakat yang didukung oleh ketersediaan sarana dan prasarana serta peningkatan lingkungan hidup sehat. Posbindu PTM berbasis wilayah, sekolah dan tempat kerja. Pelaksanaan kawasan tanpa rokok (KTR) melalui peraturan daerah atau peraturan gubernur/bupati. Integrasi indikator penyakit tidak menular (hipertensi, diabetes dan gangguan jiwa) dalam SPM bidang kesehatan. D. Kesehatan Reproduksi Generasi Berencana (Genre) merupakan upaya penurunan angka kelahiran usia remaja yang dilakukan melalui pembinaan kesehatan reproduksi remaja dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga. 9 DRAFT 5 APRIL 2017 1. 2. 3. 4. E. Jaminan Kesehatan Nasional Ditetapkannya UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN sebagai dasar SJSN bidang kesehatan yang mencakup seluruh penduduk. Peningkatan jumlah fasilitas kesehatan yang bekerjasama dengan BPJS kesehatan. Mempermudah sistem pembayaran premi melalui ribuan outlet dan sistem online. Penerapan kapitasi berbasis kinerja untuk mendorong upaya kesehatan preventif dan promotif. F. Tenaga Kesehatan 1. Program Nusantara Sehat merupakan program penempatan tenaga kesehatan strategis melalui penugasan khusus dan juga berbasis tim untuk memenuhi kebutuhan SDM kesehatan terutama di DTPK. 2. Sistem registrasi tenaga kesehatan sebagai sistem kendali praktek profesi dan pencatatan sebaran tenaga kesehatan dilaksanakan oleh tiga lembaga independen yaitu Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia, Konsil Kedokteran Indonesia dan Konsil Farmasi Nasional. 3. Berdirinya Lembaga Akreditasi Mandiri Pendidikan Tinggi Kesehatan (LAM PTKes) yang mengakreditasi seluruh program studi bidang ilmu kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas institusi penghasil tenaga kesehatan. G. Obat dan vaksin 1. Penerapan e-cataloque untuk menjamin transparansi dalam pengadaan obat dan alat kesehatan. 2. Pembentukan konsorsium riset vaksin dengan tujuan pembuatan vaksin baru sesuai dengan karakteristik penyebab penyakit di Indonesia, diantaranya TB dan Demam Berdarah Dengue. IV. EMERGING ISSUES 1. Pendekatan Keluarga Sebagai Salah Satu Implementasi No One Left Behind Bidang Kesehatan Pendekatan keluarga merupakan pendekatan pelayanan oleh Puskesmas yang mengintegrasikan UKP dan UKM secara berkesinambungan dengan target keluarga, didasarkan pada data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga. Melalui pendekatan ini, Puskesmas tidak hanya menyelenggarakan pelayanan kesehatan di dalam gedung, namun juga di luar gedung dengan mengunjungi keluargakeluarga di wilayah kerjanya. Pendekatan keluarga bertujuan untuk: 1) meningkatkan akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan komprehensif; 2) mendukung pencapaian SPM kabupaten/kota dan provinsi, melalui peningkatan akses dan skrining kesehatan; 3) mendukung pelaksanaan JKN dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjadi peserta JKN; dan 4) mengubah cara penemuan semuan jenis kasus dari pasive case detection menjadi active case detection. 10 DRAFT 5 APRIL 2017 Dengan pendekatan keluarga, Puskesmas harus mempunyai data kesehatan keluarga dari seluruh keluarga yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas. Selain itu, puskemas harus mengembangkan indikator keluarga sehat yang terdiri dari 12 indikator prioritas kesehatan, yaitu: 1) Keluarga mengikuti KB; 2) Ibu bersalin di faskes; 3) Bayi mendapat imunisasi dasar Gambar 3.9 Konsep Pendekatan Keluarga lengkap; 4) Bayi diberi ASI eksklusif selama 6 bulan; 5) Pertumbuhan balita dipantau tiap bulan; 6) Penderita TB Paru berobat sesuai standar; 7) Penderita hipertensi berobat teratur; 8) Gangguan jiwa berat tidak ditelantarkan; 9) Tidak ada anggota keluarga yang merokok; 10) Keluarga mempunyai akses terhadap air bersih; 11) Keluarga mempunyai akses/menggunakan jamban sehat; dan 12) Sekeluarga menjadi anggota JKN/askes. 2. Peningkatan Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular Pengaruh industrialisasi mengakibatkan makin derasnya arus urbanisasi penduduk ke kota besar, berdampak pada tumbuhnya gaya hidup yang tidak sehat seperti kurangnya aktifitas fisik, diet yang tidak sehat dan merokok, yang merupakan faktor risiko utama PTM. Meningkatnya faktor risiko PTM tersebut berdampak pada meningkatnya kasus PTM yang berkontribusi pada 69% dari seluruh kematian di Indonesia. Penyakit tidak menular adalah penyakit kronis dengan durasi yang panjang dengan proses penyembuhan atau pengendalian kondisi klinisnya yang umumnya lambat, serta membutuhkan biaya yang besar dan teknologi tinggi. Dengan meningkatnya PTM, beban pembiayaan pemerintah dan masyarakat akan meningkat. Kelompok penduduk termiskin akan paling terdampak oleh adanya risiko pengeluaran katastropik untuk PTM dan penurunan produktivitas, yang pada akhirnya memperparah kondisi kemiskinannya. Oleh sebab itu, pengendalian faktor risiko PTM harus menjadi perhatian pemerintah ke depan. 3. Penggunaan Obat yang Tidak Rasional Meningkatnya akses dan ketersediaan obat yang terjangkau di masyarakat dihadapkan pada tantangan penggunaan obat yang rasional. Menurut WHO, penggunaan obat dikatakan rasional apabila pasien menerima pengobatan sesuai dengan kebutuhannya, untuk periode waktu yang adekuat dan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat banyak. Dengan semakin meningkatnya akses, masyarakat sering melakukan pengobatan sendiri. Namun, seringkali persyaratan penggunaan obat rasional tidak diikuti. Obat-obatan juga diresepkan dan diberikan secara tidak tepat, efektif dan efisien, ditambah dengan kesulitan mendapatkan akses terhadap obat esensial. Oleh sebab itu, penggunaan obat yang rasional harus menjadi fokus pemerintah guna mencegah dampak penggunaan obat yang tidak tepat yang dapat membahayakan pasien, serta sebagai upaya untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap mutu pelayanan kesehatan. 11 DRAFT 5 APRIL 2017 V. PEMBELAJARAN JKN sebagai Reformasi Sistem Pelayanan Kesehatan JKN merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat untuk mengurangi hambatan finansial penduduk dalam mengakses pelayanan kesehatan. Dengan prinsip “no one left behind”, semua orang diwajibkan memiliki jaminan kesehatan, dimana premi untuk masyarakat miskin ditanggung oleh pemerintah. Sampai dengan akhir 2016, telah terdaftar peserta JKN sebanyak 171,9 juta orang. Indonesia merupakan penyelenggara asuransi kesehatan dengan jumlah peserta terbanyak, terdiri dari peserta penerima bantuan iuran dari pemerintah, pekerja penerima upah baik publik maupun swasta, pekerja mandiri maupun peserta bukan pekerja. Asuransi kesehatan yang dikembangkan ini adalah wujud nyata gotong royong, yang telah lama menjadi akar budaya bangsa Indonesia. Peserta JKN berhak mendapatkan manfaat pelayanan kesehatan yang sangat lengkap, mulai dari rawat jalan hingga rawat inap, sesuai dengan aturan sistem pelayanan kesehatan yang dianut dan indikasi medis. Pada tahap awal, peserta JKN akan dilayani di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, mencakup pelayanan promotif dan preventif, pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis, tindakan medis sederhana, pemeriksaan laboratorium sederhana, dan lain sebagainya. Apabila membutuhkan pemeriksaan atau tindakan lebih lanjut, pasien dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan lanjutan, untuk konsultasi spesialistik oleh dokter spesialis, tindakan medis spesialistik, hingga rawat inap. Namun, pelayanan kesehatan tidak berlaku untuk indikasi kosmetik seperti bedah plastik untuk mempercantik diri. Untuk melaksanakan pelayanan kesehatan yang komprehensif tersebut, BPJS Kesehatan telah bekerja sama dengan 20.634 fasiltas pelayanan kesehatan tingkat pertama dan 2.175 fasilitas pelayanan kesehatan tingkat lanjut. Tabel 3.2. Jenis dan Jumlah Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama No. Jenis Fasilitas Jumlah Tabel 3.3. Jenis dan Jumlah Fasilitas Kesehatan yang Melayani Rujukan Pasien JKN No. Jenis Fasilitas Jumlah 1 Puskesmas 8,262 1 RS Tipe A 18 2 Puskesmas Rawat Inap 1,552 2 RS Tipe B 152 3 Dokter praktek 4,614 3 RS Tipe C 329 4 Dokter gigi praktek 1,162 4 RS Tipe D 162 5 Klinik pratama 3,751 5 RS Swasta 1,006 6 Klinik TNI 711 6 RS TNI/POLRI 143 7 Klinik POLRI 568 7 RS Khusus 223 8 RSD pratama 14 8 Lain-lain 142 Total Sumber: BPJS Kesehatan 20,634 Total 2,175 Sumber: BPJS Kesehatan Berbagai perbaikan akan terus dilakukan oleh pemerintah secara bertahap untuk memperbaiki berbagai kekurangan yang ada. Pelaksanaan JKN menjadi ruang bagi pemerintah untuk menggunakan anggaran kesehatan dengan lebih efektif dan efisien. 12