BAB II TATANAN GEOLOGI REGIONAL Pulau Sumatra yang secara fisiografi berarah baratlaut merupakan perpanjangan ke selatan dari Lempeng Benua Eurasia, tepatnya berada pada batas barat dari Sundaland. Posisi Pulau Sumatra bersebelahan dengan batas antara Lempeng Samudra India-Australia dan Sundaland (Gambar II.1). Subduksi kedua lempeng ditandai oleh sistem punggungan Sunda (Sunda Arc System) yang aktif dan memanjang dari Burma di utara hingga ke selatan dimana lempeng Australia mengalami tabrakan (collision) dengan bagian timur Indonesia (Hamilton, 1979). Gambar II.1. Kerangka tektonik regional Cekungan Sumatra Tengah (Darman dan Sidi, 2000) 11 Subduksi antara Lempeng India-Australia dengan Sundaland membentuk pola konvergen yang miring (oblique) menyudut N20oE. Gerakan miring tersebut merupakan resultan dua gaya, yaitu gerakan turun dan gerakan mendatar. Gerakan turun terakomudasi oleh penunjaman Lempeng Samudra India-Australia dibawah Sundaland. Sedangkan gerakan mendatar terefleksikan pada pola-pola sesar geser yang membentuk rangkaian struktur dextral wrenching di dalam Sundaland. Rangkaian struktur sesar geser tersebut pada akhirnya membentuk sesar besar Sumatra yang dikenal dengan nama Sesar Geser Semangko. Pergeseran menghasilkan zona lemah yang memungkinkan menjadi jalan keluarnya magma pada aktifitas volkanisme dan menghasilkan jajaran Pegunungan Barisan (Gambar II.2). Hal ini berarti bahwa posisi Sesar Semangko berada tepat pada Barisan Mountain Volcanic-Arc yang dibuktikan dengan banyak ditemukannya wrench fault pada jajaran pegunungan tersebut (Darman dan Sidi, 2000). Pada daerah back-arc basin dipengaruhi oleh rezim tensional dengan arah gaya tegak lurus terhadap zona subduksi. Rezim tensional ini disebabkan oleh adanya aliran panas dibawah permukaan. Gaya kompresi yang menghasilkan dextral wrenching berarah sejajar dengan batas lempeng dan sangat kuat mempengaruhi rezim tensional pada back-arc basin dan menghasilkan struktur-struktur yang berarah sejajar dengan batas lempeng. Magma Diapirism Gambar II.2. Penampang melintang memotong Pulau Sumatra berarah barat-timur (setelah Carvalno et al. (1980), Kay (1980) dan Ringwood (1977)). 12 Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan busur belakang yang berkembang di sepanjang tepi barat dan selatan Paparan Sunda atau disebelah barat daya Asia Tenggara. Cekungan ini terbentuk akibat subduksi antara Lempeng Samudra Hindia dengan Lempeng Eurasia. Cekungan Sumatra Tengah terbentuk pada awal Tersier (Eosen-Oligosen) dan merupakan bagian dari rangkaian cekungan half graben yang terpisah oleh blok horst. Cekungan ini berbentuk asimetris berarah barat laut-tenggara. Bagian yang paling dalam terletak di bagian barat daya dan semakin ke arah timur laut semakin dangkal. Pada beberapa bagian half graben ini diisi oleh endapan klastik darat dan endapan danau (Eubank dan Makki, 1981). II.1. Tektonik Cekungan Sumatra Tengah Dijumpai dua pola struktur utama yang terdapat pada Cekungan Sumatra Tengah, yaitu pola-pola struktur tua berumur Paleogen yang berarah N-S dan pola-pola struktur muda berumur Neogen Akhir yang berarah NW-SE (Eubank dan Makki, 1981). Menurut Heidrick dan Aulia (1993), perkembangan tektonik selama Tersier dapat dibagi ke dalam empat fase sebagai berikut (Tabel II.1) : Episode Tektonik F0 (Pra-Tersier) Batuan Dasar Pra-Tersier di Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari lempeng benua dan samudra yang berbentuk mozaik (Gambar II.3). Bentuk mozaik ini terjadi ketika lempeng-lempeng minor Mergui, Mallaca dan Mutus menjadi satu dan membentuk Lempeng Benua Sunda yang lebih besar (Pulunggono dan Cameron, 1984). Lempeng-lempeng minor yang menyusun batuan dasar di Cekungan Sumatra Tengah tersusun oleh jenis batuan yang berbeda-beda. Lempeng Mergui tersusun oleh batuan graywacke, Lempeng Mallaca tersusun oleh kuarsit dan filit, Lempeng Mutus tersusun oleh ofiolit dan meta-sedimen dan Kelompok Tapanuli tersusun oleh argilit, sekis dan tuff. 13 14 Gambar II.3. Batas-batas microplate penyusun batuan dasar berumur Pra-Tersier pada Cekungan Sumatra Tengah (dimodifikasi dari Pulunggono dan Cameron, 1984) Cekungan Sumatra Tengah Orientasi struktur pada batuan dasar akan memberikan pengaruh pada pengendapan lapisan sedimen Tersier yang menumpang di atasnya dan selanjutnya akan mengontrol arah tarikan dan pengaktifan ulang yang terjadi kemudian. Pola struktur tersebut disebut sebagai elemen struktur F0. Pada episode F0, struktur yang terjadi sejak masa Paleozoik Akhir hingga Mesozoik Akhir merupakan suatu multifase. Tinggian-tinggian yang terbentuk pada fase ini adalah Tinggian Mutiara, Kampar, Napuh, Kubu, Pinang dan Ujung Pandang. Tinggian-tinggian tersebut menjadi batas yang penting pada pengendapan sedimen selanjutnya. Pada umumnya tinggian tersebut mempunyai panjang 50 km dengan arah sekitar N 315o E. Batuan dasar yang membentuk tinggian tersebut telah mengalami perulangan perlipatan dan persesaran selama deformasi Paleosen Akhir akibat tektonik inversi. Episode Tektonik F1 (Eosen – Oligosen) Episode tektonik F1 berlangsung pada kala Eosen-Oligosen (50-26 Ma). Akibat dari tabrakan Lempeng Samudra Hindia dan Lempeng Benua Asia Tenggara sekitar 45 Ma, terbentuk suatu sistem rekahan transtensional yang memanjang ke arah selatan dari Cina bagian selatan menuju Thailand, Malaysia, hingga Sumatra dan Kalimantan Selatan (Heidrick dan Aulia, 1993). Perekahan ini menyebabkan terbentuknya serangkaian half graben di Cekungan Sumatra Tengah. Half graben ini kemudian menjadi danau tempat diendapkannya sedimen-sedimen dari Kelompok Pematang. Pada akhir episode F1 terjadi peralihan dari perekahan menjadi penurunan cekungan, ditandai oleh pembalikan struktur yang lemah, denudasi dan pembentukan dataran peneplain. Hasil dari erosi tersebut berupa paleosoil yang diendapkan di atas batuan Upper Red Bed. Episode Tektonik F2 (Miosen Bawah – Miosen Tengah) Episode ini berlangsung pada Miosen Bawah-Tengah (26-13 Ma) dimana mulai terbentuk sesar geser kanan (dextral) yang berarah N-S. Pada episode ini juga Cekungan Sumatra Tengah mengalami transgresi dan pengendapan sedimensedimen dari Kelompok Sihapas. 15 Tabel II.1. Perkembangan tektonostratigrafi Cekungan Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993). Sumatra Episode Tektonik F3 (Miosen Atas – Sekarang) Episode ini berlangsung pada kala Miosen Atas hingga sekarang (13 Masekarang). Pada awal episode ini terjadi pengaturan kembali Lempeng IndoAustralia. Selain itu juga terjadi tabrakan yang mengenai Pulau Sumatra dan Jawa dan pembentukan sistem sesar geser serta Busur Vulkanisme Barisan. Pada akhir dari F3 terjadi tektonik kompresi yang membentuk struktur inversi raksasa, sesar naik yang bekerja pada struktur-struktur yang sudah terbentuk sebelumnya pada masa episode tektonik F0, dan sesar geser NNW-SSE yang kemudian menjadi perangkap hidrokarbon. Pada awal episode ini Cekungan Sumatra Tengah mengalami regresi dan pengendapan sedimen-sedimen dari Formasi Petani dilanjutkan dengan pengendapan Formasi Minas secara tidak selaras diatas Formasi Petani. 16 II.2. Stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah Secara umum, stratigrafi regional Cekungan Sumatra Tengah tersusun atas beberapa unit formasi, mulai dari paling tua hingga yang paling muda adalah Batuan Dasar (Basement), Kelompok Pematang, Kelompok Sihapas, Formasi Telisa, Formasi Petani, dan Formasi Minas. Batuan Dasar (Basement) Batuan Dasar berumur Pra-Tersier ini berfungsi sebagai landasan Cekungan Sumatra Tengah. Eubank dan Makki (1993) dan Heidrick dan Aulia (1993) menyebutkan bahwa Kelompok Batuan Pra-Tersier tersusun oleh batuan berumur Mesozoik dan batuan metamorf-karbonat berumur Paleozoik dan Mesozoik. Dari timur ke barat, Batuan Dasar dapat dibagi menjadi 3 kelompok utama dengan kedudukan hampir paralel berarah NNW-NW, yaitu : 1. Mallaca Terrane Terdiri dari kuarsit, argilit, batugamping kristalin, sekis dan serpih, yang berumur 295 Ma, 112-122 Ma, dan 150 Ma; yang diintrusi oleh pluton granodioritik dan granitik berumur Jura. Kelompok ini dijumpai pada dataran pantai (coastal plain) bagian timur dan timur laut Cekungan Sumatra Tengah. 2. Mutus Assemblage (Kelompok Mutus) Merupakan zona suture yang memisahkan Mallaca Terrane dan Graywacke Terrane. Kumpulan Mutus ini terletak di sebelah barat daya dari dataran pantai dan tersusun oleh batuan ofiolit dan sedimen laut dalam, terdiri dari batu rijang radiolaria, meta-argilit, serpih merah, lapisan tipis batugamping dan batuan beku basalt. 3. Graywacke Terrane Kelompok ini terletak di bagian barat daya dari Kelompok Mutus yang tersusun atas graywacke, pebbly-mudstone, dan kuarsit. Kelompok Pematang Kelompok Pematang merupakan batuan induk sumber hidrokarbon utama bagi perangkap-perangkap minyak bumi yang ada pada Cekungan Sumatra 17 Tengah dan merupakan lapisan sedimen tertua berumur Paleogen (24-65 Ma). Sedimen syn-rift Kelompok Pematang ini diendapkan secara tidak selaras pada half graben yang berarah utara-selatan dan terdiri dari sedimen kipas aluvial, sungai, delta, dan danau. Menurut Heidrick dan Aulia (1993), dengan ditemukannya fosil ostracods, fresh water gastropods, spores, pollen, dinoflagellates, algae, dan fern debris pada contoh batuan inti dan cutting di semua palung utama, serta dengan tidak hadirnya sama sekali foraminifera memberikan indikasi lingkungan pengendapan non-marine pada suasana lembab dan tropis. Batuan yang mendominasi adalah fanglomerat, konglomerat, batupasir, batulanau, batulumpur, batulempung, dan serpih. Kelompok Pematang dibagi ke dalam 3 satuan batuan, mulai dari yang tertua hingga yang termuda adalah : 1. Satuan Lower Red Bed, terdiri dari batulempung, batulanau, batupasir arkose, dan konglomerat yang diendapkan pada lingkungan darat dengan sistem pengendapan kipas aluvial dan berubah secara lateral menjadi lingkungan sungai dan danau. Satuan batuan ini memiliki ketebalan sekitar 3000 m. 2. Satuan Brown Shale, terdiri dari serpih berlaminasi baik, warna coklat sampai hitam dan kaya akan material organik yang mengindikasikan lingkungan pengendapan danau dengan kondisi air yang tenang. Satuan batuan dengan ketebalan lebih dari 600 kaki ini diyakini sebagai penghasil minyak dan gas bumi yang terdapat di Cekungan Sumatra Tengah. 3. Satuan Upper Red Bed, terdiri dari batupasir, konglomerat dan serpih merah kehijauan yang diendapkan pada lingkungan lakustrin. Kelompok Sihapas Kelompok Sihapas diendapkan secara tidak selaras di atas Kelompok Pematang. Unit-unit sedimennya merupakan sekuen transgresi hasil perubahan dari lingkungan darat menjadi fluvio-deltaic. Kelompok Sihapas dibagi ke dalam 5 formasi, urutan dari tua ke muda adalah sebagai berikut : 18 1. Formasi Menggala, terdiri atas batupasir halus-kasar yang bersifat konglomeratan dengan lingkungan pengendapan braided river-nonmarine. Formasi ini diperkirakan berumur Miosen Awal (N4) yang diendapkan secara tidak selaras di atas Kelompok Pematang dan memiliki ketebalan sekitar 1800 kaki. 2. Formasi Bangko, dengan litologi berupa serpih abu-abu gampingan berselang-seling dengan batupasir halus-sedang yang diendapkan pada lingkungan estuarine. Formasi ini berumur Miosen Awal (N5) yang diendapkan selaras di atas Formasi Menggala dan memiliki ketebalan sekitar 300 kaki. 3. Formasi Bekasap, berupa batupasir dengan kandungan glaukonit di bagian atasnya serta sisipan serpih, batugamping tipis dan lapisan batubara yang diendapkan pada lingkungan estuarine, intertidal, inner-outer neritic. Formasi ini berumur Miosen Awal (N6) yang diendapkan selaras di atas Formasi Bangko dengan tebal mencapai 1300 kaki. 4. Formasi Duri, berupa batupasir berukuran halus-sedang berselang-seling dengan serpih dan sedikit batugamping dengan tebal mencapai 900 kaki. Formasi ini berumur Miosen Awal (N7-N8) yang diendapkan selaras di atas Formasi Bekasap dengan lingkungan pengendapan barrier bar complex dan delta front. 5. Formasi Telisa, didominasi oleh serpih dengan sisipan batulanau gampingan. Lingkungan pengendapannya mulai dari neritic sampai non marine dengan ketebalan mencapai 1600 kaki. Formasi ini berumur Miosen Awal-Tengah (N6-N11) dan mempunyai hubungan menjemari dengan Formasi Bekasap di sebelah barat daya dan dengan Formasi Duri di sebelah timur laut. Formasi Petani Formasi ini berumur Miosen Tengah - Pliosen Awal (N9-N21) yang diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Telisa. Litologi penyusun formasi ini terdiri dari sekuen monoton serpih - mudstone yang berisi interkalasi batupasir minor dan batulanau dimana semakin ke atas menunjukkan lingkungan 19 pengendapan yang semakin dangkal yaitu dari laut menjadi daerah payau. Ketebalan formasi ini mencapai 6000 kaki dan merupakan awal dari fase regresi yang menunjukkan akhir dari periode panjang transgresi di Cekungan Sumatra Tengah. Tabel II.2. Kolom stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993) Formasi Minas Formasi ini merupakan endapan Kuarter yang diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Petani. Litologi penyusun formasi ini terdiri dari lapisanlapisan tipis konglomerat, pasir kuarsa, pasir lepas, kerikil, dan lempung yang merupakan endapan fluvial-aluvial dari zaman Pleistosen hingga saat ini. 20