Perkembangan Tektonik Cekungan Sumatera Tengah Achmad Derefsyananda I. Teknik Geologi, Universitas Sriwijaya [email protected] ABSTRAK: Cekungan Sumatera Tengah merupakan cekungan busur belakang (Back-Arc Basin) yang berkembang sepanjang tepi Paparan Sunda di Barat Daya Asia Tenggara. Cekungan ini terbentuk akibat penunjaman Lempeng Samudera Hindia yang bergerak relatif kearah Utara (N 6° E) dan menyusup ke bawah Lempeng Benua Asia yang aktif selama Miosen. Cekungan Sumatera Tengah merupakan cekungan penghasil hidrokarbon paling banyak di Indonesia. Salah satu sub Cekungan Sumatra Tengah yang paling banyak prospek untuk dikembangkan adalah Sub Cekungan Aman Selatan yang memiliki kandungan hidrokarbon yang besar. Kata Kunci: Hidrokarbon, Struktur, Cekungan Sumatera Tengah I. CEKUNGAN SUMATERA TENGAH A. Pendahuluan Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan busur sejak Neogen. Pada periode Paleogen (Eosen-Oligosen) daerah ini merpakan seri dari struktur setengah graben (half graben) yang terbentuk akibat proses rifting. Pada bagian baratdaya Cekungan Sumatra Tengah dibatasi oleh tinggian Bukit barisan, disebelah baratlaut oleh Busur Asahan, dan disebelah timurlaut oleh Dataran Sunda. Cekungan Sumatra tengah terbentuk karena adanya penujaman secara miring (oblique subduction) lempeng samudra Hindia dibawah lempeng Benua Asia. Penujaman ini mengakibatkan terjadinya gaya tarikan pada Cekungan Sumatra Tengah yang merupakan cekungan belakang busur. Gaya tarikan ini yang nantinya membentuk graben, half graben, dan horst. . B. Tektonik dan Struktur Pulau Sumatera terletak di baratdaya dari Adapun Struktur Geologi Regionalnya adalah Pola struktur di Cekungan Sumatra Tengah dicirikan oleh blok-blok patahan dan Transcurent Faulting. Sistem blokblok patahan mempunyai orientasi sejajar dengan arah utara-selatan membentuk rangkaian Horst dan Graben. Pola struktur yang ada saat ini di Cekungan Sumatra Tengah merupakan hasil sekurang-kurangnya 3 (tiga) fase tektonik utama yang terpisah, yaitu Orogenesa Mesozoikum Tengah, Tektonik Kapur Akhir-Tersier Awal, dan Orogenesa Plio-Plistosen (De Coster, 1974). Orogenesa Mesozoikum Tengah menyebabkan termalihkannya batuan-batuan Paleozoikum dan Mesozoikum. Batuan-batuan tersebut kemudian terlipatkan dan terpatahkan menjadi blok-blok struktural berukuran besar yang diterobos oleh intrusi granit. Lajurlajur batuan metamorf ini tersusun oleh strata litologi yang berbeda, baik tingkat metamorfismenya maupun intensitas deformasinya. Cekungan Sumatra Tengah mempunyai 2 (dua) set sesar yang berarah utara-selatan dan barat laut-tenggara. Sesar-sesar yang berarah utaraselatan diperkirakan berumur Paleogen, sedangkan yang berarah barat laut-tenggara diperkirakan berumur Neogen Akhir. Kedua set sesar tersebut berulang kali diaktifkan kembali sepanjang Tersier oleh gaya-gaya yang bekerja (Eubank & Makki, 1981). Berdasarkan teori tektonik lempeng, tektonisme Sumatra zaman Neogen dikontrol oleh bertemunya Lempeng Samudera Hindia dengan Lempeng Benua Asia. Batas lempeng ditandai oleh adanya zona subduksi di Sumatra-Jawa. Struktur-struktur di Sumatra membentuk sudut yang besar terhadap vektor konvergen, maka terbentuklah dextral wrench fault yang meluas ke arah barat laut sepanjang busur vulkanik Sumatra yang berasosiasi dengan zona subduksi (Yarmanto & Aulia, 1988). C. Stratigrafi Stratigrafi regional Cekungan Sumatra Tengah tersusun dari beberapa unit formasi dan kelompok batuan dari yang tua ke yang muda, yaitu batuan dasar (basement), Kelompok Pematang, Kelompok Sihapas, Formasi Petani dan Formasi Minas. Batuan Dasar (Basement) Batuan dasar (basement) berumur Pra Tersier berfungsi sebagai landasan Cekungan Sumatra Tengah. Eubank dan Makki (1981) serta Heidrick dan Aulia (1993) menyebutkan bahwa batuan dasar Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari batuan berumur Mesozoikum dan batuan metamorf karbonat berumur PaleozoikumMesozoikum. Batuan tersebut dari timur ke barat terbagi dalam 3 (tiga) satuan litologi, yaitu Mallaca Terrane, Mutus Assemblage, dan Greywacke Terrane. Ketiganya hampir paralel berarah NNW-NW. Kelompok Pematang (Pematang Group) Kelompok Pematang merupakan lapisan sedimen tertua berumur Eosen-Oligosen yang diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar. Sedimen Kelompok Pematang disebut sebagai Syn Rift Deposits. Kelompok ini diendapkan pada lingkungan fluvial dan danau dengan sedimen yang berasal dari tinggian sekelilingnya. Pada lingkungan fluvial litologinya terdiri dari konglomerat, batupasir kasar, dan batulempung aneka warna. Sedangkan pada lingkungan danau litologinya terdiri dari batulempung dan batupasir halus berselingan dengan serpih danau yang kaya material ornagik. Serpih organik dari Kelompok Pematang merupakan batuan induk (source rock) bagi hidrokarbon yang ada di Cekungan Sumatra Tengah Kelompok ini tersusun oleh Formasi Lower Red Bed, Formasi Brown Shale, dan Formasi Upper Red Bed. Kelompok Sihapas (Sihapas Group) Kelompok Sihapas diendapkan di atas Kelompok Pematang, merupakan suatu seri sedimen pada saat aktifitas tektonik mulai berkurang, terjadi selama Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah. Kompresi yang terjadi bersifat setempat yang ditandai dengan pembentukan sesar dan lipatan pada tahap inversi yang terjadi bersamaan dengan penurunan muka air laut global. Proses geologi yang terjadi pada saat itu adalah pembentukan morfologi hampir rata (peneplain) yang terjadi pada Kelompok Pematang dan basement yang tersingkap. Periode ini diikuti oleh terjadinya subsiden kembali dan transgresi ke dalam cekungan tersebut.Kelompok Sihapas ini terdiri dari Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap, Formasi Duri dan Formasi Telisa. Kelompok Petani (Petani Group) Formasi Petani berumur Miosen Tengah-Pliosen. Formasi ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Telisa dan Kelompok Sihapas. Formasi ini berisi sikuen monoton shale-mudstone dan berisi interkalasi batupasir minor dan lanau yang ke arah atas menunjukkan pendangkalan. Lingkungan pengendapan berubah dari laut pada bagian bawah menjadi daerah delta pada bagian atasnya. Formasi Petani merupakan awal dari fase regresif yang menunjukkan akhir periode panjang transgresif di Cekungan Sumatra Tengah. Formasi ini diendapkan mulai dari lingkungan laut dangkal, pantai dan ke atas sampai lingkungan delta yang menunjukkan regresi laut. Litologinya terdiri dari batupasir, batulempung, batupasir glaukonitan, dan batugamping yang dijumpai pada bagian bawah, sedangkan batubara banyak dijumpai di bagian atas dan terjadi pada saat pengaruh laut semakin berkurang. Komposisi dominan batupasir adalah kuarsa, berbutir halus sampai kasar, umumnya tipis dan mengandung sedikit lempung yang secara umum mengkasar ke atas. Formasi Minas (Minas Formation) Formasi Minas merupakan endapan Kuarter yang diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Petani. Disusun oleh pasir dan kerikil, pasir kuarsa lepas berukuran halus sampai sedang serta limonit berwarna kuning. Formasi ini berumur Plistosen dan diendapkan pada lingkungan fluvial-alluvial. Pengendapan yang terus berlanjut sampai sekarang menghasilkan endapan alluvium yang berupa campuran kerikil, pasir dan lempung. Proses penunjaman miring di sekitar Pulau Sumatra ini mengakibatkan adanya pembagian/penyebaran vektor tegasan tektonik, yaitu slip-vector yang hampir tegak lurus dengan arah zona peminjaman yang diakomodasi oleh mekanisme sistem sesar anjak. Hal ini terutama berada di prisma akresi dan slip-vector yang searah dengan zona penunjaman yang diakomodasi oleh mekanisme sistem sesar besar Sumatra. Slip-vector sejajar palung ini tidak cukup diakomodasi oleh sesar Sumatra tetapi juga oleh sistem sesar geser lainnya di sepanjang Kepulauan Mentawai, sehingga disebut zona sesar Mentawai (Diament,1992). Selanjutnya sebagai respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi lempeng Asia Tenggara terhadap Lempeng Indo-Australia, besarnya slip-vector ini secara geometri akan mengalami kenaikan ke arah barat laut sejalan dengan semakin kecilnya sudut konvergensi antara dua lempeng tersebut. Pertambahan slip-vector ini mengakibatkan terjadinya proses peregangan di antara sesar Sumatra dan zona penunjaman yang disebut sebagai lempeng mikro Sumatra (Suparka dkk, 1991). Oleh karena itu slip-vector komponen seiajar palung harus semakin besar ke arah barat-laut. Sebagai konsekuensi dari kenaikan slip-vector pada daerah busur-muka ini, maka secara teoritis akan menaikkan slip-rate di sepanjang sesar Sumatra ke arah barat-laut. Pengukuran offset sesar dan penentuan radiometrik dari unsur yang terofsetkan di sepanjang sesar Sumatra membuktikan bahwa kenaikan slip-rate memang benar-benar terjadi (Natawidjaja, Sieh, 1994). Pengukuran slip-rate di daerah Danau Toba menunjukkan kecepatan gerak sebesar 27 mm/tahun, di Bukit Tinggi sebesar 12 mm/tahun, di Kepahiang sebesar 11 mm/tahun (Natawidjaja, 1994) demikian pula di selat Sunda sebesar 11 mm/tahun (Zen dkk, 1991). D. Perkembangan Tektonik Heidrick dan Aulia (1993), membahas secara terperinci tentang perkembangan tektonik di Cekungan Sumatra Tengah dengan membaginya menjadi 3 (tiga) episode tektonik, F1 (fase 1) berlangsung pada EosenOligosen, F2 (fase 2) berlangsung pada Miosen AwalMiosen Tengah, dan F3 (fase 3) berlangsung pada Miosen Tengah-Resen. Fase sebelum F1 disebut sebagai fase 0 (F0) yang berlangsung pada Pra Tersier. Episode F0 (Pre-Tertiary), batuan dasar Pra Tersier di Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari lempeng-lempeng benua dan samudera yang berbentuk mozaik. Orientasi struktur pada batuan dasar memberikan efek pada lapisan sedimen Tersier yang menumpang di atasnya dan kemudian mengontrol arah tarikan dan pengaktifan ulang yang terjadi kemudian. Pola struktur tersebut disebut debagai elemen struktur F0. Ada 2 (dua) struktur utama pada batuan dasar. Pertama kelurusan utara-selatan yang merupakan sesar geser (Transform/Wrench Tectonic) berumur Karbon dan mengalami reaktifisasi selama Permo-Trias, Jura, Kapur dan Tersier. Tinggian-tinggian yang terbentuk pada fase ini adalah Tinggian Mutiara, Kampar, Napuh, Kubu, Pinang dan Ujung Pandang. Tinggian-tinggian tersebut menjadi batas yang penting pada pengendapan sedimen selanjutnya. Episode F1 (26 - 50 Ma), berlangsung pada kala Eosen- Oligosen disebut juga Rift Phase. Pada F1 terjadi deformasi akibat Rifting dengan arah Strike timur laut, diikuti oleh reaktifisasi struktur-struktur tua. Akibat tumbukan Lempeng Samudera Hindia terhadap Lempeng Benua Asia pada 45 Ma terbentuklah suatu sistem rekahan Transtensional yang memanjang ke arah selatan dari Cina bagian selatan ke Thailand dan ke Malaysia hingga Sumatra dan Kalimantan Selatan (Heidrick & Aulia, 1993). Perekahan ini membentuk serangkaian Horst dan Graben di Cekungan Sumatra Tengah. Horst-Graben ini kemudian menjadi danau tempat diendapkannya sedimensedimen Kelompok Pematang. Pada akhir F1 terjadi peralihan dari perekahan menjadi penurunan cekungan ditandai oleh pembalikan struktur yang lemah, denudasi dan pembentukan daratan Peneplain. Hasil dari erosi tersebut berupa paleosol yang diendapkan di atas Formasi Upper Red Bed. Episode F2 (13 – 26 Ma), berlangsung pada kala Miosen Awal-Miosen Tengah. Pada kala Miosen Awal terjadi fase amblesan (sag phase), diikuti oleh pembentukan Dextral Wrench Fault secara regional dan pembentukan Transtensional Fracture Zone. Pada struktur tua yang berarah utara-selatan terjadi Release, sehingga terbentuk Listric Fault, Normal Fault, Graben, dan Half Graben. Struktur yang terbentuk berarah relatif barat laut-tenggara. Pada episode F2, Cekungan Sumatra Tengah mengalami transgresi dan sedimen-sedimen dari Kelompok Sihapas diendapkan. Episode F3 (13–Recent), berlangsung pada kala Miosen Tengah-Resen disebut juga Barisan Compressional Phase. Pada episode F3 terjadi pembalikan struktur akibat gaya kompresi menghasilkan reverse dan Thrust Fault di sepanjang jalur Wrench Fault yang terbentuk sebelumnya. Proses kompresi ini terjadi bersamaan dengan pembentukan Dextral Wrench Fault di sepanjang Bukit Barisan. Struktur yang terbentuk umumnya berarah barat laut-tenggara. Pada episode F3 Cekungan Sumatra Tengah mengalami regresi dan sedimen-sedimen-sedimen Formasi Petani diendapkan, diikuti pengendapan sedimen-sedimen Formasi Minas secara tidak selaras. E. Kesimpulan Cekungan Sumatera Tengah merupakan cekungan penghasil hidrokarbon terbesar dengan factor pengontrol struktur geologi berupa sesar dextral yang terjadi pada zaman kapur. Cekungan Sumatera Tengah memiliki 5 unit strata, yaitu Batuan Dara, Kelompok Pematang, Kelompok Sihapas, Kelompok Petani, dan Formasi Minas. Referensi Barber, A.J., Crow, M.J. dan Milsom, J.S. 2005. Sumatra : Geology, Resources and Tectonic Evolution. London : Geological Society of London Heidrick, T.L., dan Aulia, K., 1993, A Structural and Tectonic Model of The Coastal Plain Block, Central Sumatera Basin, IPA 22th, hal 285-304 Heidrick, T.L., dan Aulia, K., 1996, Structural Geology of The Central Sumatera Basin, Petroleum Geology of Indonesian Basin, Pertamina BPPKA Indonesia, hal. 13-156