Antibiotik Topikal Untuk Penyakit Kulit Pada Wisatawan Bambang

advertisement
Antibiotik Topikal Untuk Penyakit Kulit Pada Wisatawan
Bambang Suhariyanto
Lab/SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
FKUJ/ RSD. Dr.Soebandi Jember
ABSTRAK
Infeksi bakteri pada wisatawan asing yang umum terjadi tidak begitu
berbeda dengan yang ditemukan di pada penduduk lokal. Agen-agen infeksinya
termasuk streptokokus dan staphilokus. Antibiotik topikal umumnya diresepkan
oleh dermatologis dalam praktek klinis untuk berbagai manfaat potensial dari
antibiotik tersebut, di antaranya adalah:
infeksi dan untuk non-infeksius
dermatosis. Penggunaan dermatologi klinis lain termasuk: untuk profilaksis
terhadap infeksi, dan untuk luka kronis seperti ulkus pedis, kadang-kadang
berdasarkan kultur dan hasil sensitivitas.
Antibiotika topikal memegang peranan penting pada penanganan kasus di
bidang kulit. Antibiotika topikal adalah obat yang paling sering diresepkan oleh
spesialis kulit untuk menangani akne vulgaris ringan sampai sedang serta
merupakan terapi adjunctive dengan obat oral. Untuk infeksi superfisial dengan
area yang terbatas, seperti impetigo, penggunaan bahan topikal dapat mengurangi
kebutuhan akan obat oral, problem kepatuhan, efek samping pada saluran
pencernaan, dan potensi terjadinya interaksi obat, sebagai bahan profilaksis
setelah tindakan bedah minor atau tindakan kosmetik (dermabrasi, laser
resurfacing) untuk mengurangi resiko infeksi setelah operasi dan mempercepat
penyembuhan luka.
PENDAHULUAN
Migrasi individu dari seluruh dunia serta kembalinya mereka dari tempat
tujuan liburan eksotis atau bisnis telah menciptakan tantangan baru di dunia.
Ketika menilai hal-hal yang berhubungan dengan perjalanan penyakit kulit,
penting untuk mencatat negara asal, tempat yang dikunjungi dalam perjalanan dan
transit serta lokasi utama yang dikunjungi. Ini mungkin penting untuk memastikan
tujuan kunjungan, yaitu bisnis atau rekreasi, serta pengobatan yang diberikan.
Infeksi pada wisatawan menyajikan salah satu dari tantangan terbesar. Sebagian
besar kondisi akan mirip dengan infeksi setempat, dengan beberapa kelebihan
pengecualian. Penyakit kelamin yang menjadi lebih sering terutama pada
pelancong dari Afrika, mungkin karena dengan peningkatan kerentanan pada
mereka berkompromi dengan penyakit HIV.1
Banyak kondisi yang tidak sering terlihat di negara tertentu dapat hadir
sebagai akibat dari peningkatan perjalanan internasional. Investigasi yang sesuai
dan konsultasi dengan pakar mungkin diperlukan untuk membuat diagnosis yang
benar dan menyediakan manajemen yang benar. Iklim termasuk baik panas dan
dingin yang berhubungan dengan gangguan pada kulit. Gangguan alergi biasanya
dapat dilihat, karena mendadak dan parah. Gangguan Infeksi merupakan salah
satu tantangan terbesar, khususnya seperti HIV dapat mengubah kondisi khas sifat
ini. Kondisi eksotis seperti biasa eksanthema virus, infeksi jamur dalam, penyakit
riketsia atipikal dan penyakit Lyme harus dipertimbangkan tergantung pada
negara asal. Infestasi cacing atau protozoa
jarang terjadi dan terkait dengan
negara asal. Gigitan arthropoda dapat menyebabkan banyak manifestasi kulit yang
berbeda.1
Infeksi bakteri pada wisatawan asing yang umum terjadi tidak begitu
berbeda dengan yang ditemukan di pada penduduk lokal. Agen-agen infeksinya
termasuk streptokokus dan staphilokokus dengan kondisi seperti impetigo, ectima,
furunkulosis, folikulitis, erisipelas dan selulitis. Furunkulosis harus dibedakan dari
myiasis kulit dan gigitan serangga. Pengobatan dengan antibiotik yang sesuai
dengan organisme yang paling mungkin dapat diindikasikan, sebagai batasan
waktu untuk wisatawan mendapatkan kultur dan pengujian sensitivitas dalam
jangka pendek.2
Antibiotik topikal umumnya diresepkan oleh dermatologis dalam praktek
klinis untuk berbagai manfaat potensial dari antibiotik tersebut, di antaranya
adalah: (i) infeksi, termasuk infeksi bakteri kulit lokal, (ii) eczematous dermatosis
krusta (sekunder impetiginosa), (iii) stafilokokus , dan (iv) untuk non-infeksius
dermatosis, seperti acne vulgaris. Penggunaan dermatologi klinis lain termasuk:
(v) aplikasi pasca operasi ke situs luka bedah untuk profilaksis terhadap infeksi,
dan (vi) untuk luka kronis seperti ulkus pedis, kadang-kadang berdasarkan kultur
dan hasil sensitivitas.2
Antibiotik adalah suatu zat yang diproduksi oleh atau berasal dari
jamur,bakteri, dan organisme tertentu lain, yang dapat merusak atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lainnya. Antibiotik mungkin secara informal
didefinisikan sebagai sub-kelompok agen anti-infeksi yang berasal dari sumbersumber bakteri dan digunakan untuk mengobati infeksi bakteri. Kelas lain obat,
ini terutama sulfonamida, mungkin antibakteri efektif. Demikian pula, beberapa
antibiotik mungkin memiliki fungsi sekunder, seperti penggunaan demeclocycline
(Declomycin, turunan tetrasiklin) untuk mengobati syndrome of inappropriate
anti-diuretic hormone (SIADH). Antibiotik lain mungkin berguna dalam
mengobati infeksi protozoa.2
Meskipun ada beberapa skema klasifikasi untuk antibiotik, berdasarkan
spektrum bakteri ( luas dibandingkan sempit) atau rute administrasi (injeksi vs
lisan dibandingkan topikal), atau jenis aktivitas (bakterisida vs bakteriostatik),
yang paling berguna adalah berdasarkan struktur kimia. Antibiotik dalam kelas
struktural umumnya akan menunjukkan kemiripan pola efektivitas, toksisitas, dan
potensial alergi.2
Infeksi Bakteri pada Kulit Wisatawan
Definisi wisatawan ini ditetapkan berdasarkan rekomendasi International
Union of Office Travel Organization (IUOTO) dan World Tourism Organization
(WTO). Wisatawan adalah seseorang atau sekelompok orang yang melakukan
perjalanan ke sebuah atau beberapa negara di luar tempat tinggal biasanya atau
keluar dari lingkungan tempat tinggalnya untuk periode kurang dari 12 (dua belas)
bulan dan memiliki tujuan untuk melakukan berbagai aktivitas wisata.
Terminologi ini mencakup penumpang kapal pesiar (cruise ship passenger) yang
datang dari negara lain dan kembali dengan catatan bermalam.3
Masalah kulit pada wisatawan mungkin berhubungan dengan sejarah
medis sebelumnya, iklim, berhubungan dengan alergen, infeksi, infestasi, gigitan
dan sengatan atau trauma. Selain itu, kelainan dermatosis yang kambuh dalam
keadaan tertentu.1
Infeksi bakterial kulit primer lebih dikenal dengan pioderma. Penyakit ini
merupakan salah satu penyakit rakyat, dan dapat menyerang semua umur.
Penyebabnya kuman piokokus, terutama stafilokokus, streptokokus atau
kombinasi keduanya. Manifestasi dari piodermi bisa berupa impetigo, furunkel,
folikulitis, dan ektima4
Impetigo secara klinis didefinisikan sebagai penyakit infeksi menular pada
kulit yang superfisial yaitu hanya menyerang epidermis kulit, yang menyebabkan
terbentuknya lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah (pustula) seperti tersundut
rokok/api. Penyakit ini merupakan salah satu contoh pioderma yang sering
dijumpai di bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Terdapat dua jenis
impetigo yaitu impetigo bulosa yang disebabkan oleh Stafilokokus aureus dan
non-bulosa yang disebabkan oleh Streptokokus β hemolitikus. Dasar infeksinya
adalah kurangnya hygiene dan terganggunya fungsi kulit.4
Folikulitis adalah suatu peradangan yang terbatas pada ostium (atau sedikit
lebih bawah) dari folikel akibat infeksi dengan stafilokokus. Bentuk folikulitis
superfisial
yang
akan
dibahas
adalah
folikulitis
pustular
superfisialis
(folikulitis/impetigo bockhart), sikosis barbae ( lupoides), furunkulosis dan
karbunkulosis.4
Furunkel atau bisul adalah suatu infeksi akut, bulat, menonjol, batas jelas,
akibat abses stafilokok perifolikulitis, yang umumnya berakhir dengan supurasi
sentral. Karbunkel adalah dua atau lebih furunkel yang bersatu dengan mata bisul
yang terpisah. Lesi biasanya mulai pada folikel rambut dan berlanjut dalam
periode panjang melalui autoinokulasi.
Beberapa lesi hilang sebelum terjadi
ruptur tetapi kebanyakan mengalami nekrosis sentral.
Ruptur melalui kulit,
mengeluarkan nanah purulen dan debris nekrotik. Tempat predileksi adalah
tengkuk, aksila dan bokong.Tetapi bisul dapat terjadi dimana saja.4
Ektima adalah pioderma streptokokus ulseratif, yang hampir selalu
terdapat pada tungkai bawah atau pada kaki bagian dorsal dan disebabkan oleh
streptokokus beta hemolitikus. Penyakit ini dimulai dengan suatu vesikula atau
vesikopustula yang membesar dan beberapa hari kemudian menjadi krusta yang
tebal. Bila krusta terlepas, tertinggal ulkus superfisial berbentuk cawan dengan
dasar merah dan tepi meninggi. Lesi ini cenderung sembuh sesudah beberapa
minggu dan meningalkan sikatriks. Adenopati lokal mungkin ada. Kebersihan,
malnutrisi dan trauma merupakan faktor predisposisi.4
Paederus dermatitis, dikenal juga sebagai dermatitis linearis atau blister
beetle dermatitis adalah dermatitis kontak iritan aneh yang khasnya terdapat lesi
bula eritematus yang mendadak pada area yang terkena, karena adanya paederin,
suatu vesicant yang potent. Kasus ini bisa ditata laksana sebagai dermatitis kontak
iritan dengan menghilangkan iritannya dengan sabun dan air dilanjutkan dengan
steroid dan antibiotik topikal.5
Perkembangan Terkini tentang Antibiotik
Definisi Antibiotik
Antibiotika berasal dari bahasa latin yang terdiri dari anti = lawan, bios =
hidup. Adalah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroba terutama fungi dan bakteri
tanah, yang dapat menghambat pertumbuhan atau membasmi mikroba jenis lain,
sedang toksisitasnya terhadap manusia relatif kecil. Antibiotik pertama kali
ditemukan oleh sarjana Inggris dr.Alexander Fleming (Penisilin) pada tahun 1928.
Tetapi penemuan ini baru dikembangkan dan digunakan dalam terapi di tahun
1941 oleh dr. Florey. Kemudian banyak zat dengan khasiat antibiotik diisolir oleh
penyelidik-penyelidik lain diseluruh dunia, namun toksisitasnya hanya beberapa
saja yang dapat digunakan sebagai obat. Antibiotik juga dapat dibuat secara
sintetis, atau semisintetis. Aktivitas antibiotik umumnya dinyatakan dalam satuan
berat(mg) kecuali yang belum sempurna permurniannya dan terdiri dari campuran
beberapa macam zat, atau karena belum diketahui struktur kimianya, aktivitasnya
dinyatakan dalam satuan internasional = Internasional Unit (IU).6
Mekanisme kerja Antibiotik6
Mekanisme kerja antibiotika antara lain :
1. Menghambat sintesa dinding sel, akibatnya pembentukan dinding sel tidak
sempurna dan tidak dapat menahan tekanan osmosa dari plasma, akhirnya
sel akan pecah (penisilin dan sefalosporin).
2. Menghambat sintesa membran sel, molekul lipoprotein dari membran sel
dikacaukan pembentukannya, hingga bersifat lebih permeable akibatnya
zat-zat penting dari isi sel dapat keluar (kelompok polipeptida)
3. Menghambat sintesa protein sel, akibatnya sel tidak sempurna terbentuk
(kloramfenicol, tetrasiklin)
4. Menghambat pembentukan asam-asam inti (DNA dan RNA)akibatnya sel
tidak dapat berkembang (rifampisin)
Aktivitas antibiotik6
Berdasarkan luas aktivitas kerjanya antibiotika dapat digolongkan atas :
1. Zat-zat dengan aktivitas sempit (narrow spektrum) Zat yang aktif terutama
terhadap satu atau beberapa jenis bakteri saja (bakteri gram positif atau bakteri
gram negatif saja).Contohnya eritromisin, kanamisin, klindamisin (hanya
terhadap bakteri gram positif), streptomisin, gentamisin (hanya terhadap
bakteri gram negatif saja)
2. Zat-zat dengan aktivitas luas (broad spectrum) Zat yang berkhasiat terhadap
semua jenis bakteri baik jenis bakteri gram positif maupun gram
negatif.Contohnya ampisilin, sefalosporin, dan kloramfenicol.
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yang bersifat
menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan
ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Kadar
minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau
membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM)
dan kadar bunuh minimal (KBM). Antibiotik tertentu aktivitasnya dapat
meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antibiotiknya
ditingkatkan melebihi KHM.6
Sifat antibiotik dapat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Misalnya,
penisilin G bersifat aktif terutama terhadap bakteri gram-positif, sedangkan
bakteri gram-negatif pada umumnya resisten terhadap penisilin G, streptomisin
bersifat sebaliknya. Tetrasiklin aktif terhadap beberapa bakteri gram-positif
maupun bakteri gram-negatif, dan juga terhadap Rickettsia dan Klamidia.
Berdasarkan perbedaan sifat ini antibiotik dibagi menjadi dua kelompok, yaitu
berspektrum sempit dan berspektrum luas. Batas antara kedua jenis spektrum ini
terkadang tidak jelas.6
Walaupun suatu antibiotik berspektrum luas, efektivitas kliniknya belum
tentu seluas spektrumnya sebab efektivitas maksimal diperoleh dengan
menggunakan obat terpilih untuk infeksi yang sedang dihadapi terlepas dari
efeknya terhadap mikroba lain. Disamping itu antibiotik berspektrum luas
cenderung menimbulkan super-infeksi oleh kuman atau jamur yang resisten. Di
lain pihak pada septikemia yang kausanya belum diketahui diperlukan antibiotik
yang berspektrum luas sementara menunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik.6
Efek Samping Antibiotik6
Efek samping penggunaan antibiotik dapat dikelompokkan menurut reaksi
alergi, reaksi idiosinkrasi, reaksi toksik, serta perubahan biologik dan metabolik
pada hospes.
1. Reaksi alergi
Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik dengan
melibatkan sistem imun tubuh hospes. Terjadinya tidak bergantung pada
besarnya dosis obat. Manifestasi gejala dan derajat beratnya reaksi dapat
bervariasi.
Prognosis reaksi seringkali sukar diramalkan walaupun didasarkan atas
riwayat reaksi alergi pasien. Orang yang pernah mengalami reaksi alergi,
misalnya oleh penisilin, tidak selalu mengalami reaksi itu kembali ketika
diberikan obat yang sama. Sebaliknya orang tanpa riwayat alergi dapat
mengalami reaksi alergi pada penggunaan ulang penisilin. Reaksi alergi pada
kulit akibat penggunaan penisilin dapat menghilang sendiri, walaupun
terapinya diteruskan. Peristiwa ini mungkin berdasarkan pada desensitisasi.
Tetapi pada kejadian reaksi alergi yang lebih berat daripada eksantem kulit,
sebaiknya terapi antibiotik tersebut dihentikan. Sebab makin berat sifat reaksi
pertama makin besar kemungkinan timbulnya reaksi yang lebih berat pada
pemberian ulang, berupa anafilaksis, dermatitis eksfoliativa, angioedema, dan
lain-lain.
2. Reaksi idiosinkrasi
Gejala ini merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetik
terhadap pemberian antibiotik tertentu. Sebagai contoh, 10% pria berkulit
hitam akan mengalami anemia hemolitik berat bila mendapat primakuin, ini
disebabkan mereka kekurangan enzim G6PD.
3. Reaksi toksik
Antibiotik pada umumnya bersifat toksik selektif, tetapi sifat ini relatif.
Efek toksik pada hospes dapat ditimbulkan oleh semua jenis antibiotik. Yang
mungkin dapat dianggap relatif tidak toksik sampai saat ini adalah golongan
penisilin. Dalam menimbulkan efek toksik, masing-masing antibiotik dapat
memiliki predileksi terhadap organ atau sistem tertentu pada tubuh hospes.
Golongan aminoglikosida pada umumnya bersifat toksik terutama
terhadap nervus octavus. Golongan tetrasiklin cukup terkenal dalam
mengganggu pertumbuhan jaringan tulang, termasuk gigi, akibat deposisi
kompleks tetrasiklin kalsium ortofosfat. Dalam dosis besar obat ini bersifat
hepatotoksik, terutama pada pasien pielonefritis dan pada wanita hamil.
Di samping faktor jenis obat, berbagai faktor dalam tubuh juga dapat
menentukan terjadinya reaksi toksik, antara lain fungsi organ/sistem tertentu
sehubungan dengan biotransformasi dan ekskresi obat.
4. Perubahan biologik dan metabolik
Pada tubuh hospes, baik yang sehat maupun yang menderita infeksi,
terdapat populasi mikroflora normal. Dengan keseimbangan ekologik,
populasi mikroflora tersebut biasanya tidak menunjukkan sifat patogen.
Penggunaan antibiotik terutama yang berspektrum luas dapat mengganggu
keseimbangan ekologik mikroflora sehingga jenis mikroba yang meningkat
jumlah populasinya dapat menjadi patogen. Gangguan keseimbangan ekologik
mikroflora normal tubuh dapat terjadi di saluran cerna, napas, saluran kelamin
dan pada kulit. Pada beberapa keadaan perubahan ini dapat menimbulkan
superinfeksi, yaitu suatu infeksi baru yang terjadi akibat terapi infeksi primer
dengan suatu antibiotik. Mikroba penyebab superinfeksi biasanya ialah jenis
mikroba yang menjadi dominan pertumbuhannya akibat penggunaan antibiotik
berspektrum luas, khususnya tetrasiklin.
Penggunaan antibiotika tanpa resep dokter atau dengan dosis yang tidak
tepat dapat menggagalkan pengobatan dan menimbulkan bahaya-bahaya lain
seperti:
1. Sensitasi / hipersensitif
Banyak obat setelah digunakan secara lokal dapatmengakibatkan kepekaan
yang berlebihan, kalau obat yang sama kemudian diberikan secara oral atau
suntikan maka kemungkinan terjadi reaksi hipersentitif atau alergi seperti gatalgatal kulit kemerah-merahan, bentol-bentol atau lebih hebat lagi dapat terjadi
syok, contohnya Penisilin danKloramfenikol. Guna mencegah bahaya ini maka
sebaiknya salep-salep menggunakan antibiotika yang tidak akan diberikan
secara sistemis (oral dan suntikan).
2. Resistensi
Jika obat digunakan dengan dosis yang terlalu rendah, atau waktu terapi
kurang lama, maka hal ini dapat menyebabkan terjadinya resistensi artinya
bakteri tidak peka lagi terhadap obat yang bersangkutan. Untuk mencegah
resistensi, dianjurkan menggunakan kemoterapi dengan dosis yang tepat atau
dengan menggunakan kombinasi obat.
3. Super infeksi
Yaitu infeksi sekunder yang timbul selama pengobatan dimana sifat dan
penyebab infeksi berbeda dengan penyebab infeksi yang pertama. Super infeksi
terutama terjadi pada penggunaan antibiotika broad spektrum yang dapat
mengganggu keseimbangan antara bakteri di dalam usus saluran pernafasan
dan urogenital. Spesies mikroorganisme yang lebih kuat atau resisten akan
kehilangan saingan, dan berkuasa menimbulkan infeksi baru misalnya timbul
jamur Candida albicans. Selain antibiotik obat yang menekan sistem tangkis
tubuh yaitu kortikosteroid dan imunosupressiva lainnya dapat menimbulkan
super infeksi. Khususnya, anak-anak dan orang tua sangat mudah dijangkiti
super infeksi ini.
Pada pasien yang lemah, superinfeksi potensial dapat sangat berbahaya,
sebab kebanyakan mikroba penyebab superinfeksi biasanya adalah kuman
gram-negatif dan stafilokokus yang multi-resisten terhadap obat, candida serta
fungus sejati. Keadaan superinfeksi secara khusus dapat menimbulkan
kesulitan di rumah sakit. Kejadian resistensi galur kuman yang tadinya sensitif
terhadap suatu antibiotik di rumah sakit terus meningkat, sehingga bila
superinfeksi terjadi dengan mikroba yang telah menjadi resisten, terapi akan
sangat sukar berhasil. Faktor yang mempermudah terjadinya superinfeksi
adalah:
- Adanya faktor atau penyakit yang mengurangi daya tahan tubuh pasien
- Penggunaan antibiotik yang terlalu lama
- Luasnya spektrum aktivitas antibiotik, baik tunggal maupun kombinasi.
Makin luas spektrum antibiotik, makin besar kemungkinan suatu jenis
mikroflora tertentu menjadi dominan. Frekuensi kejadian superinfeksi paling
rendah adalah dengan penisilin G.
Jika terjadi superinfeksi, tindakan yang perlu dilakukan untuk
mengatasinya yaitu menghentikan terapi antibiotik yang sedang digunakan,
melakukan biakan dan tes resistensi obat terhadap mikroba penyebab
superinfeksi, dan memberikan suatu antibiotik yang efektif terhadap mikroba
tersebut sesuai dengan hasil tes resistensi obat.
Selain
menimbulkan
perubahan
biologik
tersebut,
penggunaan
antibiotik tertentu dapat pula menimbulkan gangguan nutrisi atau metabolik,
contohnya gangguan absorbsi zat makanan oleh neomisin.
Sediaan Topikal
Sediaan topikal adalah sediaan yang penggunaannya pada kulit dengan
tujuan untuk menghasilkan efek lokal, contoh : lotio, salep, dan krim. Lotio
merupakan preparat cair yang dimaksudkan untuk pemakaian pada bagian luar
kulit. Pada umumnya pembawa dari lotio adalah air. Lotio dimaksudkan untuk
digunakan pada kulit sebagai pelindung atau untuk obat karena sifat bahan
bahannya. Kecairannya memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada
permukaan kulit. Setelah pemakaian, lotio akan segera kering dan meninggalkan
lapisan tipis dari komponen obat pada permukaan kulit. Fase terdispersi pada lotio
cenderung untuk memisahkan diri dari pembawanya bila didiamkan sehingga lotio
harus dikocok kuat setiap akan digunakan supaya bahan-bahan yang telah
memisah terdispersi kembali.7
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep
yang cocok. Salep tidak boleh berbau tengik. Menurut pemikiran modern salep
adalah sediaan semipadat untuk pemakaian pada kulit dengan atau tanpa
penggosokan. Oleh karena itu salep dapat terdiri dari substansi berminyak atau
terdiri dari emulsi lemak atau lilin yang mengandung air dalam proporsi relatif
tinggi.7
Krim adalah bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau
lebih bahan obat yang terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
Krim mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam
minyak atau minyak dalam air. Sekarang batasan tersebut lebih diarahkan untuk
produk yang terdiri dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam
asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam air yang dapat dicuci dengan air.
Prinsip pembuatan krim adalah berdasarkan proses penyabunan (saponifikasi) dari
suatu asam lemak tinggi dengan suatu basa dan dikerjakan dalam suasana panas
yaitu temperatur 70°- 80° C. Krim merupakan obat yang digunakan sebagai obat
luar yang dioleskan ke bagian kulit badan. Obat luar adalah obat yang
pemakaiannya tidak melalui mulut, kerongkongan, dan ke arah lambung. Menurut
defenisi tersebut yang termasuk obat luar adalah obat luka, obat kulit, obat hidung,
obat mata, obat tetes telinga, obat wasir dan sebagainya.7
Ada beberapa tipe krim seperti emulsi, air terdispersi dalam minyak (A/M)
dan emulsi minyak terdispersi dalam air (M/A). sebagai pengemulsi dapat
digunakan surfaktan anionik, kationik dan non anionik. Untuk krim tipe A/M
digunakan : sabun monovalen, tween, natrium laurylsulfat, emulgidum dan lainlain. Krim tipe M/A mudah dicuci. Dalam pembuatan krim diperlukan suatu
bahan dasar. Bahan dasar yang digunakan harus memenuhi kriteria-kriteria
tertentu. Kualitas dasar krim yang diharapkan adalah sebagai berikut :
a. Stabil
b. Lunak
c. Mudah dipakai
d. Dasar krim yang cocok
e. Terdistribusi merata
Fungsi krim adalah:
a. Sebagai bahan pembawa substansi obat untuk pengobatan kulit
b. Sebagai bahan pelumas bagi kulit
c. Sebagai pelindung untuk kulit yaitu mencegah kontak langsung dengan
zat-zat berbahaya. 7
Obat kulit yang umum digunakan mengandung obat-obat golongan
antibiotika, kortikosteroid, antiseptik lokal, antifungi dan lain-lain. Obat topikal
kulit dapat berupa salep, krim, pasta dan obat cair. Pemilihan bentuk obat kulit
topikal dipengaruhi jenis kerusakan kulit, daya kerja yang dikehendaki, kondisi
penderita, dan daerah kulit yang diobati. Obat kulit topikal mengandung obat yang
bekerja secara lokal. Tapi pada beberapa keadaan, dapat juga bekerja pada lapisan
kulit yang lebih dalam, misalnya pada pengobatan penyakit kulit kronik dengan
obat kulit topikal yang mengandung kortikosteroid. Obat kulit digunakan untuk
mengatasi gangguan fungsi dan struktur kulit
Gangguan fungsi struktur kulit dapat dibagi ke dalam tiga golongan, yaitu :
1. Kerusakan Kulit Akut : kerusakan yang masih baru dengan tanda bengkak,
berdarah, melepuh, dan gatal.
2. Kerusakan Kulit Sub Akut : gangguan fungsi dan struktur kulit, yang telah
terjadi antara 7-30 hari, dengan tanda-tanda antara lain bengkak yang makin
parah dan sudah mempengaruhi daerah sekelilingnya.
3. Kerusakan Kulit Kronik : kerusakan yang telah lama terjadi dan hilang serta
timbul kembali, dari beberapa bulan sampai bertahun-tahun. Biasanya kulit
menjadi tebal, keras dan retak-retak.7
Penggolongan Antibiotik lama dan baru
Antibiotik digolongkan menjadi dua kelompok yaitu antibiotik lama dan
baru. Antibiotik golongan lama sudah mulai di tinggalkan penggunaannya karena
sudah banyak ditemukan resistensi terhadap pemakaian obat-obatan antibiotik
lama tersebut. Untuk penggunaan antibiotik golongan baru mulai digunakan
karena belum ada laporan mengenai resistensi terhadap antibiotik yang baru
tersebut.
Old Antibiotik
New Antibiotik
Basitrasin
Mupirosin
Polimiksin B Sulfat
Neomisin & Gentamisin, Paromomisin
Eritromisin
Streptomisin
Kloramfenicol
Tetrasiklin
Metronidazole
Penisilin
Gramisidin
Asam fusidat
Retapamulin
Nitrofurazone (Furacin)
Pemakaian Antibiotik Topikal
Antibiotika topikal memegang peranan penting pada penanganan kasus di
bidang kulit. Efek samping pemakaian antibiotik topikal diantaranya adalah
menyebabkan terjadinya dermatitis kontak alergi / iritan, penetrasinya rendah
pada jaringan yang terinfeksi, lebih cepat terjadi resistensi mikroba, efek toksik
(absorbsi sistemik), dan mengganggu flora normal tubuh.8 Antibiotika topikal
adalah obat yang paling sering diresepkan oleh spesialis kulit untuk menangani
akne vulgaris ringan sampai sedang serta merupakan terapi adjunctive dengan
obat oral. Untuk infeksi superfisial dengan area yang terbatas, seperti impetigo,
penggunaan bahan topikal dapat mengurangi kebutuhan akan obat oral, problem
kepatuhan, efek samping pada saluran pencernaan, dan potensi terjadinya interaksi
obat. Selanjutnya, antibiotika topikal seringkali diresepkan sebagai bahan
profilaksis setelah tindakan bedah minor atau tindakan kosmetik (dermabrasi,
laser resurfacing) untuk mengurangi resiko infeksi setelah operasi dan
mempercepat penyembuhan luka. Akhir-akhir ini kegunaan antibiotika topikal
untuk profilaksis setelah tindakan minor dipertanyakan dan akan didiskusikan
lebih lanjut di bawah ini.9
Pengobatan Topikal Untuk Akne
Efikasi antibiotika topikal pada pengobatan akne vulgaris dan rosasea
berhubungan langsung dengan efek antibiotika, dan diduga beberapa antibiotika
topikal memiliki efek anti-inflamasi dengan menekan neutrophil chemotactic
factor atau melalui mekanisme lain. Banyak hal yang harus dipertimbangkan
dalam memilih antibiotika topikal untuk akne vulgaris karena meningkatnya
resistensi terhadap antibiotika yang sering digunakan. Ini menyebabkan para ahli
mencari kemungkinan terapi kombinasi untuk akne vulgaris yang dapat
mengurangi terjadinya resistensi.9
Eritromisin
Eritromisin termasuk antibiotika golongan makrolid dan efektif baik untuk
kuman gram positif maupun gram negatif. Antibiotika ini dihasilkan oleh
Streptomyces erythreus dan digunakan untuk pengobatan akne. Eritromisin
berikatan dengan ribosom 50S bakteri dan menghalangi translokasi molekul
peptidil-tRNA dari akseptor ke pihak donor, bersamaan dengan pembentukan
rantai polipepetida dan menghambat sintesis protein. Eritromisin juga memiliki
efek anti-inflamasi yang membuatnya memiliki kegunaan khusus dalam
pengobatan akne.
Eritromisin tersedia dalam sediaan solusio, gel, pledgets dan salep 1,5 %2% sebagai bahan tunggal. Juga tersedia dalam sediaan kombinasi dengan benzoil
peroksida, yang dapat menghambat resistensi antibiotika terhadap eritromisin.
Kombinasi zinc asetat 1,2% dengan eritromisin 4% lebih efektif daripada dengan
Clindamisin.9
Klindamisin
Klindamisin adalah antibiotika linkosamid semisintetik yang diturunkan
dari linkomisin. Mekanisme kerja antibiotika ini serupa dengan eritromisin,
dengan mengikat ribosom 50S dan menekan sintesis protein bakteri. Klindamisin
digunakan secara topikal dalam sediaan gel, solusio, dan suspensi (lotio) 1% serta
terutama untuk pengobatan akne. Juga tersedia dalam kombinasi dengan benzoil
peroksida yang dapat menghambat resistensi antibiotika terhadap klindamisin.
Efek samping berupa kolitis pseudomembran jarang dilaporkan pada pemakaian
klindamisin secara topikal.9
Metronidasol
Metronidasol, suatu topikal nitroimidasol, saat ini tersedia dalam bentuk
gel, lotio, dan krim 0,75%, serta sebagai krim 1% untuk pengobatan topikal pada
rosasea. Pada konsentrasi ringan, obat dipakai 2 kali sehari, sedangkan pada
konsentrasi yang lebih tinggi obat dipakai sekali sehari. Metronidasol oral
memiliki aktifitas broad-spectrum untuk berbagai organisme protozoa dan
organisme anaerob. Mekanisme kerja metronidasol topikal di kulit belum
diketahui; diduga efek antirosasea berhubungan dengan kemampuan obat sebagai
antibiotika, antioksidan dan anti-inflamasi.9
Asam Azelaik
Asam Azelaik adalah suatu asam dikarboksilik yang ditemukan pada
makanan (sereal whole-grain dan hasil hewan). Secara normal terdapat pada
plasma manusia (20-80 ng/mL), dan pemakaian topikal tidak mempengaruhi
angka ini secara bermakna. Mekanisme kerja obat ini adalah menormalisasi proses
keratinisasi (menurunkan ketebalan stratum korneum, menurunkan jumlah dan
ukuran granul keratohialin, dan menurunkan jumlah filagrin. Dilaporkan bahwa
secara in vitro, terdapat aktifitas terhadap Propionibacterium acnes dan
Staphylococcus epidermidis, yang mungkin berhubungan dengan inhibisi sintesis
protein bakteri (tempat yang pasti sampai saat ini belum diketahui). Pada
organisme aerobik terdapat inhibisi enzim oksidoreduktif. Pada bakteri anaerobik
terdapat inhibisi pada enzim oksidoreduksi (seperti tyrosinase, mitochondrial
enzymes of the respiratory chain, 5-alpha reductase, dan DNA polymerase). Pada
bakteri anaerob, terdapat gangguan proses glikolisis. Asam Azelaik digunakan
terutama untuk pengobatan akne vulgaris, dan ada yang menyarankan digunakan
untuk hiperpigmentasi (misalnya melasma), meskipun FDA tidak menyetujui
indikasi ini. Asam Azelaik tersedia dalam sediaan krim 20%.9
Pengobatan Topikal Pada Infeksi Bakteri Superfisial
Mupirosin
Mupirosin, yang dahulu dikenal sebagai asam pseudomonik A adalah
antibiotika yang diturunkan dari Pseudomonas fluorescens. Obat ini secara
reversibel mengikat sintetase isoleusil-tRNA dan menghambat sintesis protein
bakteri. Aktifitas mupirosin terbatas terhadap bakteri gram positif, khususnya
staphylococcus dan streptococcus. Aktifitas obat ini meningkatkan suasana asam.
Mupirosin sensitif terhadap perubahan suhu, sehingga tidak boleh terpapar dengan
suhu tinggi. Salep mupirosin 2% dioleskan 3 kali sehari dan terutama
diindikasikan untuk pengobatan impetigo dengan lesi terbatas, yang disebabkan
oleh
S.
aureus
dan
Streptococcus
pyogenes.
Tetapi,
pada
penderita
immunocompromised terapi yang diberikan harus secara sistemik untuk mencegah
komplikasi yang lebih serius. Pada tahun 1987 dilaporkan resistensi bakteri
terhadap mupirosin yang pertama kali. Setelah itu terdapat beberapa laporan
resistensi mupirosin karena pemakaian antibiotika topikal untuk methicillinresistant S. aureus (MRSA). Penelitian terakhir di Tennessee Veterans’ Affairs
Hospital menunjukkan bahwa penggunaan jangka panjang salep mupirosin untuk
mengontrol MRSA, khususnya pada penderita ulkus dekubitus, meningkatkan
resistensi yang bermakna. Lebih lanjut, peneliti Jepang menemukan bahwa
mupirosin
konsentrasi
rendah
dicapai
setelah
aplikasi
intranasal
dan
dipostulasikan bahwa mungkin ini menjelaskan resistensi terhadap mupirosin
pada strain S. aureus. Suatu studi percobaan menggunakan salep antibiotika
kombinasi yang mengandung basitrasin, polimiksin B, dan gramisidin berhasil
menghambat kolonisasi pada 80% (9 dari 11) penderita yang setelah di-follow-up
selama 2 bulan tetap menunjukkan dekolonisasi. Semua kasus (6 dari 6) terhadap
mupirosin-sensitive MRSA dieradikasi, sedangkan 3 dari 5 kasus terhadap
mupirosin-sensitive MRSA dieliminasi. Formulasi baru yang menggunakan asam
kalsium (kalsium membantu dalam stabilisasi bahan kimia) tersedia untuk
penggunaan intranasal dalam bentuk salep 2% dan krim 2%.9
Pengobatan Topikal Untuk Mencegah Infeksi Setelah Tindakan Bedah Atau
Untuk Pengobatan Dermatitis Kronik
Antibiotika topikal banyak dipakai untuk mengurangi infeksi setelah
tindakan bedah minor, pada dermatitis kronik seperti dermatitis stasis dan
dermatitis atopi, atau setelah abrasi ringan pada kulit. Studi terakhir difokuskan
pada insidens infeksi setelah biopsi kulit atau tindakan bedah yang diberi
antibiotika topikal. Pada beberapa kasus, antibiotika topikal tampaknya
menurunkan angka penyembuhan luka. Studi lain menunjukkan bahwa
penggunaan pembawa (vehicle) memberi hasil yang sama seperti pemberian
antibiotika pada penyembuhan luka tanpa resiko dermatitis kontak iritan atau
alergi terhadap bahan antibiotika. Hasil studi yang besar yang membandingkan
basitrasin dan petrolatum pada lebih dari 1200 tindakan bedah minor dan biopsi
menunjukkan bahwa bahan aktif basitrasin tidak menurunkan angka infeksi secara
bermakna, tetapi malah berhubungan dengan dermatitis kontak alergi. 9
Basitrasin
Basitrasin adalah antibiotika polipeptida topikal yang berasal dari isolasi
strain Tracy-I Bacillus subtilis, yang dikultur dari penderita dengan fraktur
compound yang terkontaminasi tanah. Basi ini diturunkan dari Bacillus, dan trasin
berasal dari penderita yang mengalami fraktur compound (Tracy). Basitrasin
adalah antibiotika polipeptida siklik dengan komponen multipel (A,B dan C).
Basitrasin A adalah komponen utama dari produk komersial dan yang sering
digunakan sebagai garam zinc. Basitrasin mengganggu sintesis dinding sel bakteri
dengan mengikat atau menghambat .defosforilasi suatu ikatan membran lipid
pirofosfat, pada kokus gram positif seperti stafilokokus dan streptokokus.
Kebanyakan organisme gram negatif dan jamur resisten terhadap obat ini. Sediaan
tersedia dalam bentuk salep basitrasin dan sebagai basitrasin zinc, mengandung
400 sampai 500 unit per gram.
Basitrasin topikal efektif untuk pengobatan infeksi bakteri superfisial pada
kulit seperti impetigo, furunkolosis, dan pioderma. Obat ini juga sering
dikombinasikan dengan polimiksin B dan neomisin sebagai salep antibiotika tripel
yang dipakai beberapa kali sehari untuk pengobatan dermatitis atopi, numularis,
atau stasis yang disertai dengan infeksi sekunder. Sayangnya, aplikasi basitrasin
topikal memiliki resiko untuk timbulnya sensitisasi kontak alergi dan meski jarang
dapat menimbulkan syok anafilaktik.9
Polimiksin B
Polimiksin B adalah antibiotika topikal yang diturunkan dari B.polymyxa,
yang asalnya diisolasi dari contoh tanah di Jepang. Polimiksin B adalah campuran
dari polimiksin B1 dan B2, keduanya merupakan polipeptida siklik. Fungsinya
adalah sebagai detergen kationik yang berinteraksi secara kuat dengan fosfolipid
membran sel bakteri, sehingga menghambat intergritas sel membran.
Polimiksin B aktif melawan organisme gram negatif secara luas termasuk
P.aeruginosa, Enterobacter, dan Escherichia coli. Polimiksin B tersedia dalam
bentuk salep (5000-10000 unit per gram) dalam kombinasi dengan basitrasin atau
neomisin. Cara pemakaiannya dioleskan sekali sampai tiga kali sehari.9
Aminoglikosida Topikal, Termasuk Neomisin, Gentamisin, Dan
Paromomisin
Aminoglikosida adalah kelompok antibiotika
yang penting yang
digunakan baik secara topikal atau pun sistemik untuk pengobatan infeksi yang
disebabkan bakteri gram negatif. Aminoglikosida memberi efek membunuh
bakteri melalui pengikatan subunit ribosomal 30S dan mengganggu sintesis
protein.
Neomisin sulfat, aminoglikosida yang sering digunakan secara topical
adalah hasil fermentasi Strep. faridae. Neomisin yang tersedia di pasaran adalah
campuran neomisin B dan C , sedangkan framisetin yang digunakan di Eropa dan
Canada adalah neomisin B murni. Neomisin sulfat memiliki efek mematikan
bakteri gram negatif dan sering digunakan sebagai profilaksis infeksi yang
disebabkan oleh abrasi superfisial, terluka, atau luka bakar. Tersedia dalam bentuk
salep (3,5 mg/g) dan dikemas dalam bentuk kombinasi dengan antibiotika lain
seperti basitrasin, polimiksin dan gramisidin.9
Bahan lain yang sering dikombinasikan dengan neomisin adalah lidokain,
pramoksin, atau hidrokortison. Neomisin tidak direkomendasikan oleh banyak
ahli kulit karena dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi. Dermatitis kontak
karena pemakaian neomisin memiliki angka prevalensi yang tinggi, dan pada 6 –8
% penderita yang dilakukan patch test memberi hasil positif. Neomisin sulfat
(20%) dalam petrolatum digunakan untuk menilai alergi kontak.9
Gentamisin sulfat diturunkan dari hasil fermentasi Micromonospora
purpurea. Tersedia dalam bentuk topikal krim atau salep 0,1%. Antibiotika ini
banyak digunakan oleh ahli bedah kulit ketika melakukan operasi telinga ,
terutama pada penderita diabet atau keadaan immunocompromised lain, sebagai
profilaksis terhadap otitis eksterna maligna akibat P. aeruginosa.9
Paromomisin berhubungan erat dengan neomisin dan memiliki efek
antiparasit. Sediaan topikal terdiri dari paramomisin sulfat dan metilbenzetonium
klorida yang digunakan di Israel untuk mengobati leismaniasis kutaneus.9
Antibiotika Lain
Gramisidin
Gramisidin adalah antibiotika topikal yang merupakan derivat B. brevis.
Gramisidin adalah peptida linier yang membentuk stationary ion channels pada
bakteri yang sesuai. Aktifitas antibiotika gramisidin terbatas pada bakteri gram
positif.9
Kloramfenikol
Kloramfenikol di Amerika Serikat penggunaannya terbatas untuk
pengobatan infeksi kulit yang ringan. Kloramfenikol pertama kali diisolasi dari
Strep. venezuela, tetapi saat ini disintesis karena struktur kimianya sederhana.
Mekanisme kerjanya hampir mirip dengan eritromisin dan klindamisin, yaitu
menghambat ribosom 50S memblokade translokasi peptidil tRNA dari akseptor ke
penerima. Kloramfenikol tersedia dalam krim 1 %. Obat ini jarang digunakan
karena dapat menyebabkan anemia aplastik yang fatal atau supresi sum-sum
tulang.9
Sulfonamida
Struktur sulfonamida mirip dengan para-aminobenzoic acid (PABA) dan
bersaing dengan zat tersebut selama sintesis asam folat. Sulfonamida jarang
digunakan secara topikal, kecuali krim silver sulfadiazine (Silvaden) dan krim
mafenid asetat. Silver sulfadiazine melepas silver secara perlahan-lahan. Silver
memberi efek pada membran dan dinding sel bakteri. Mekanisme kerja mefenid
tidak sama dengan sulfonamid karena tidak ada reaksi antagonis terhadap PABA.
Mafenid asetat yang digunakan untuk lesi yang luas pada kulit dapat
menyebabkan asidosis metabolik dan dapat menyebabkan rasa nyeri. Golongan ini
adalah antibiotika broad-spectrum dan digunakan untuk luka bakar. Superinfeksi
oleh Candida dapat terjadi karena pemakaian krim mafenid.9
Clioquinol / Iodochlorhydroxiquin
Clioquinol adalah antibakteri dan antijamur yang di-indikasi-kan untuk
pengobatan kelainan kulit yang disertai peradangan dan tinea pedis serta infeksi
bakteri minor. Clioquinol adalah sintetik hydroxyquinoline yang mekanisme
kerjanya belum diketahui. Kerugian clioquinol adalah mengotori pakaian, kulit,
rambut dan kuku serta potensial menyebabkan iritasi. Clioquinol mempengaruhi
penilaian fungsi tiroid (efek ini dapat berlangsung hingga 3 bulan setelah
pemakaian ). Tetapi clioquinol tidak mempengaruhi hasil tes untuk pemeriksaan
T3 dan T4.9
Nitrofurazone
Nitrofurazone (Furacin) adalah derivat nitrofuran yang digunakan untuk
pengobatan luka bakar. Mekanisme kerjanya adalah inhibisi enzim bakteri pada
degradasi glukosa dan piruvat secara aerob maupun anaerob. Nitrofurazone
tersedia dalam krim , solusio atau kompres soluble 0,2%, dan aktifitas spektrum
obat ini meliputi staphylococcus, streptococcus, E. coli, Clostridium perfringens,
Aerobacter enterogenes, dan Proteus sp.9
Asam Fusidat
Asam fusidat adalah sediaan topikal yang tidak tersedia di Amerika
Serikat, tetapi terdapat di Kanada dan Eropa sebagai antibakteri dalam bentuk
krim, salep, impregnated gauze. Asam fusidat adalah antibiotika steroidal dengan
mekanisme kerja mempengaruhi fungsi faktor elongasi (EF-G) dengan
menstabilkan EF-G-GDP-ribosome complex, mencegah translokasi ribosom dan
daur ulang bentuk EF-G.9
Retapamulin
Pada tanggal 17 April 2007 retapamulin telah disetujui oleh (FDA) untuk
digunakan sebagai pengobatan impetigo. Namun bukan untuk yang disebabkan
resisten oleh metisilin ataupun resisten vankomisin. Retapamulin berikatan
dengan subunit 50S ribosom pada protein L3 dekat dengan peptidil transferase
yang pada akhirnya akan menghambat protein sintesis dari bakteri. Pada salah
satu penelitian yang telah dilakukan pada 210 pasien impetigo yang berusia
diantara 9 sampai 73 tahun dengan luas lesi tidak lebih dari 100 cm2 atau>2%
luas dari total luas badan. Kultur yang telah dilakukan pada pasien
tersebutdidapatkan 82% dengan infeksi Staphylococcus aureus
Pada pasien-pasien tersebut diberi retapamulin sebanyak 2 kali sehari
selama 5 hari terapi. Evaluasi dilakukan mulai hari ke dua setelah hari terakhir
terapi, dan didapatkan luas lesi berkurang, lesi telah mengering, dan lesi benarbenar telah membaik tanpa penggunaan terapi tambahan. Pada 85,6% pasien
dengan menggunakan retapamulin didapatkan perbaikan klinis dan hanya 52,1%
pasien mengalami perbaikan klinis yang menggunakan placebo.
Dicloxacillin. Penggunaan dicloxacillin merupakan First line untuk
pengobatan impetigo, namun akhir-akhir ini penggunaan dicloxacillin mulai
tergeser oleh penggunaan retapamulin topikal karena diketahui retapamulin
memiliki lebih sedikit efek samping bila dibandingkan dengan dicloxacillin.
KESIMPULAN
Antibiotika topikal memegang peranan penting pada penanganan kasus di
bidang kulit. Pengobatan Topikal Untuk Akne antara lain : eritromisin,
klindamisin, metronidasol, asam azelaik. Pengobatan Topikal Pada Infeksi Bakteri
Superfisial adalah Mupirosin. Pengobatan Topikal Untuk Mencegah Infeksi
Setelah Tindakan Bedah Atau Untuk Pengobatan Dermatitis Kronik antara lain :
Basitrasin, Polimiksin B. Adapula Aminoglikosida Topikal, Termasuk Neomisin,
Gentamisin, Dan Paromomisin. Antibiotika Lain antara lain : Gramisidin,
Kloramfenikol, sulfonamida, Clioquinol, Nitrofurazone (Furacin), Asam fusidat,
Retapamulin.
DAFTAR PUSTAKA
1. Weiss R,. Dermatological manifestation in travel medicine. 2005. CME 2005
vol 23 no. 3
2. Schwart R, Al Mutairi N. Topical antibiotic in dermatology; an update.
Review article. 2010. The Gulf Journal of Dermatology and Venereology
Volume 17, No.1, April 2010
3. Kementerin Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia. Konsep dan
Definisi. 2011. http://www.budpar.go.id/page.php?ic=521&id=3046
4. Craft N, Lee PK, Zipoli MT, Weinberg AN, Schwartz MN, Johnson RA.
2008. Superficial cutaneus infection and pyodermas. Fitzpatrick’s
Dermatology in General Medicine, 7th ed. New York: McGraw-Hill
5. Singh G. 2007. Paedrus Dermatitis. Indian J Dermatol Venereol Leprol.
January-February 2007. Vol 73. Issue 1.
6. Setiadi R, Vincent H.S. 2003. Pengantar Antimikroba. Farmakologi dan
Terapi. p.571-583. Jakarta. Gaya baru
7. USU.
2011.
Sediaan
topikal.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/26573/4/Chapter20II.pdf
8. Gelmetti, carlo. 2008. Local antibiotics in dermatology. Journal Dermatologic
Therapy, Vol. 21. United States
9. Bonner M, Benson P, James W. 2008. Topical Antibiotics. Fitzpatrick’s
Dermatology in general medicine, 7th ed. New York: McGraw-Hill
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
208
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
209
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
210
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
211
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
212
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
213
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
214
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
215
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
216
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
217
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
218
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
219
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
220
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
221
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
222
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
223
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
224
P2KB_ Dermatoses & STIs Associated with Travel to Tropical Countries
Surabaya, 22 - 23 Oktober 2011
225
Download