Produksi Antibiotika dari Mikroorganisme Rumput Laut Eucheuma

advertisement
Produksi Antibiotika dari Mikroorganisme Rumput Laut Eucheuma
Cottonii secara Fermentasi
Arfan Hutapea, Chasea Anakampun, Dito Prasetio, Edison Parulian Manik
Program Studi Kimia Universitas Negeri Medan
Abstrak
Antibiotika merupakan bahan baku obat yang sangat memegang peranan penting
dalam menanggulangi penyakit infeksi di Indonesia. Pemakaian antibiotik yang
kurang terkontrol menyebabkan timbulnya resistensi mikroba patogen terhadap
antibiotik sehingga penemuan antibiotik baru yang memiliki khasiat farmakologik
sangat diperlukan. Kebanyakan antibiotik yang telah digunakan saat ini
merupakan hasil isolasi alami dari tanah atau perairan. Penelitian ini dimaksudkan
untuk skrining mikroorganisme penghasil antibiotika dari sumber bahan alam
Indonesia, khususnya rumput laut Eucheuma cottonii asal perairan. Isolasi bakteri
dilakukan dengan metode tuang menggunakan medium Marine agar, dilanjutkan
dengan pemurnian menggunakan metode gores sebelum dilakukan proses
produksi melalui fermentasi. Uji aktivitas antimikroba dilakukan terhadap
supernatan hasil fermentasi menggunakan metode difusi agar pada medium
Muller Hinton agar untuk bakteri uji Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Dan terbukti antibiotika hasil fermentasi ini dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus dan Escherichia coli.
Kata kunci: antibiotika, mikroorganisme, Eucheuma cottonii
Pendahuluan
Dalam kehidupan Masyarakat saat ini sangat sering kita jumpai jenis jenis
penyakit yang disebabkan oleh infeksi baik infeksi dari bakteri pathogen maupun
dari virus. Permasalahan seperti infeksi ini menjadi satu permasalahan yang
terjadi di masyarakat, terutama Indonesia. untuk mengatasi permasalahan penyakit
oleh infeksi ini, antibiotika merupakan salah satu obat yang memegang peranan
penting.
Antibiotika adalah salah satu bahan baku obat yang dapat menanggulangi
penyakit infeksi yang ada di Indonesia.pemakaina antibiotika sudah beredar di
masyarakat tetapi penggunaannya yang tidak teraturdan tidak terkontrol membuat
resistensi mikroba pathogen terhadap antibiotic, sehingga penemuan antibiotic
yang lebih baik dan lebih farmakologic secara teknologi maupun bioteknologi
sangat diperlukan saat ini.
Antibiotika merupakan obat yang sangat memegang peranan penting
dalam mengatasi penyakit infeksi di Indonesia. Dana yang diperlukan untuk
pengadaan antibiotika kurang lebih 23,3 % dari seluruh anggaran obat-obatan
yang terpakai di Indonesia. Sehingga diperlukannya alternatif sumber daya yang
menjadi bahan baku produksi antibiotika itu sendiri. Seperti mikroorganisme
tanah dan laut yang menjadi salah satu bahan utama dalam produksi antibiotik itu
sendiri.
Saat ini antibiotika dihasilkan dari berbagai mikroorganisme, seperti
Indonesia yang sudah mulai banyak memproduksi antibiotika melalui berbagai
teknik
terutama
fermentasi
untuk
menghasilkan
antibiotika
dari
mikroorganisme.banyak peneliti terdahulu sudah melakukan penelitian tentang
produksi antibiotika sebelumnya.
Tadjuddin naid dkk, telah melakukan penelitian produksi antibiotika dari
mikroorganisme laut, Simbion Rumput laut (Euchema cottoni) melalui teknik
fermentasi. Hasil produksi metabolit sekunder itu diuji aktivitas antibioka
terhadap pertumbuhan mikroorganisme dengan metode difusi agar.
Muhammad Bahi Peneliti asal jurusan Kimia Unsyah Banda Aceh,
mengisolasi dan mengkarakterisasi metabolit sekunder dari dari bakteri
Stretomyces sp dari bakteri laut. Isolasi dan karakterisasi itu sebagai bahan untuk
produksi antibiotika. Dan penelitian itu menyimpulkan, bahwa Stretomyces sp
adalah sumber yang potensial untuk pencarian senyawa bahan-bahan obat atau zat
antibiotika.
Selain peneliti tersebut diatas masih banyak peneliti yang menemukan
berbagai antibiotic dari berbagai mikroorganisme dan berbagai metode yang
digunakan. Pada tulisan riset pustaka ini, membahas metode yang digunakan
adalah dengan fermentasi. Fermentasi dari berbagai mikroorganisme laut salah
satunya adalah Mikroorganisme Simbion Rumput Laut Eucheuma Cottonii. Yang
akan menjadi fokus kajian dalam riset pustaka ini.
Antibiotika
Antibiotika adalah zat-zat kimia oleh yang dihasilkan oleh fungi dan
bakteri, yang memiliki khasiat mematikan ataumenghambat pertumbuhan kuman,
sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini, yang
dibuat secara semi-sintesis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula senyawa
sintesis dengan khasiat antibakteri. Antibiotik adalah zat biokimia yang
diproduksi oleh mikroorganisme, yang dalam jumlah kecik dapat menghambat
pertumbuhan atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme lain.
Penggolongan Antibiotik
Penggolongan antibiotik secara umum dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
1. Berdasarkan struktur kimia antibiotik
a. Golongan Beta-Laktam, antara lain golongan sefalosporin (sefaleksin,
sefazolin, sefuroksim, sefadroksil, seftazidim), golongan monosiklik, dan
golongan penisilin (penisilin, amoksisilin). Penisilin adalah suatu agen
antibakterial alami yang dihasilkan dari jamur jenis
Penicillium
chrysognum.
b. Antibiotik golongan aminoglikosida, aminoglikosida dihasilkan oleh
jenisjenis fungi Streptomyces dan Micromonospora. Semua senyawa dan
turunan semi-sintesisnya mengandung dua atau tiga gula-amino di dalam
molekulnya, yang saling terikat secara glukosidis. Spektrum kerjanya luas
dan meliputi terutama banyak bacilli gram-negatif. Obat ini juga aktif
terhadap gonococci dan sejumlah kuman gram-positif. Aktifitasnya adalah
bakterisid, berdasarkan dayanya untuk menembus dinding bakteri dan
mengikat diri pada ribosom di dalam sel. Contohnya streptomisin,
gentamisin, amikasin, neomisin, dan paranomisin.
c. Antibiotik golongan tetrasiklin, khasiatnya bersifat bakteriostatis, hanya
melalui injeksi intravena dapat dicapai kadar plasma yang bakterisid
lemah. Mekanisme kerjanya berdasarkan diganggunya sintesa protein
kuman. Spektrum antibakterinya luas dan meliputi banyak cocci gram
positif dan gram negatif serta kebanyakan
bacilli. Tidak efektif
Pseudomonas dan Proteus, tetapi aktif terhadap mikroba khusus
Chlamydia trachomatis (penyebab penyakit mata trachoma dan penyakit
kelamin), dan beberapa protozoa (amuba) lainnya. Contohnya tetrasiklin,
doksisiklin, dan monosiklin.
d. Antibiotik golongan makrolida, bekerja bakteriostatis terhadap
terutama bakteri gram-positif dan spectrum kerjanya mirip Penisilin-G.
Mekanisme kerjanya melalui pengikatan reversibel pada ribosom kuman,
sehingga sintesa proteinnya dirintangi. Bila digunakan terlalu lama atau
sering dapat menyebabkan resistensi. Absorbinya tidak teratur, agak sering
menimbulkan efek samping lambung-usus, dan waktu paruhnya singkat,
maka perlu ditakarkan sampai 4x sehari
e. Antibiotik golongan linkomisin, dihasilkan oleh
srteptomyces
lincolnensis (AS 1960). Khasiatnya bakteriostatis dengan spektrum kerja
lebih sempit dar ipada makrolida,n terutama terhadap kuman gram positif
dan anaerob. Berhubung efek sampingnya hebat kini hanya digunakan bila
terdapat resistensi terhadap antibiotika lain. Contohnya linkomisin.
f. Antibiotik golongan kuinolon, senyawa-senyawa kuinolon berkhasiat
bakterisid pada fase pertumbuhan kuman, berdasarkan inhibisi terhadap
enzim DNA-gyrase kuman, sehingga sintesis DNAnya dihindarkan.
Golongan ini hanya dapat digunakan pada infeksi saluran kemih (ISK)
tanpa komplikasi.
g. Antibiotik golongan kloramfenikol,
kloramfenikol mempunyai
spektrum luas. Berkhasiat bakteriostatis terhadap hampir semua kuman
gram positif dan sejumlah kuman gram negatif. Mekanisme kerjanya
berdasarkan perintangan sintesa polipeptida kuman. Contohnya
kloramfenikol.
2. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yan bersifat bakteriostatik
dan ada yang bersifat bakterisid
Agen bakteriostatik menghambat pertumbuhan bakteri. Sedangkan agen
bakterisida membunuh bakteri. Perbedaan ini biasanya tidak penting secara klinis
selama mekanisme pertahanan pejamu terlibat dalam eliminasi akhir patogen
bakteri. Pengecualiannya adalah terapi infeksi pada pasien immunocompromised
dimana menggunakan agen-agen bakterisida (Neal, 2006). Kadar minimal yang
diperlukan untuk menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya,
masing-masing dikenal sebagai kadar hambat minimal (KHM) dan kadar bunuh
minimal (KBM). Antibiotik tertentu aktivitasnya dapat
meningkat dari
bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi
KHM (Anonim, 2008).
3. Berdasarkan mekanisme kerjanya terhadap bakteri, antibiotik dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Inhibitor sintesis dinding sel bakteri memiliki efek bakterisidal dengan
cara memecah enzim dinding sel dan menghambat enzim dalam sintesis
dinding sel. Contohnya antara lain golongan β-Laktam seperti penisilin,
sefalosporin, karbapenem, monobaktam, dan inhibitor sintesis dinding sel
lainnya seperti vancomysin, basitrasin, fosfomysin, dan daptomysin.
b. Inhibitor sintesis protein bakteri memiliki efek bakterisidal atau
bakteriostatik dengan cara menganggu sintesis protein tanpa mengganggu
sel-sel normal dan menghambat tahap-tahap sintesis protein. Obat- obat
yang aktivitasnya menginhibitor sintesis protein bakteri seperti
aminoglikosida, makrolida, tetrasiklin, streptogamin, klindamisin,
oksazolidinon, kloramfenikol.
c. Mengubah permeabilitas membran sel memiliki efek bakteriostatik dan
bakteriostatik dengan menghilangkan permeabilitas membran dan oleh
karena hilangnya substansi seluler menyebabkan sel menjadi lisis.
Obatobat yang memiliki aktivitas ini antara lain polimiksin, amfoterisin B,
gramisidin, nistatin, kolistin.
d. Menghambat sintesa folat mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat
seperti sulfonamida dan trimetoprim. Bakteri tidak dapat mengabsorbsi
asam folat, tetapi harus membuat asam folat dari PABA (asam para
aminobenzoat), dan glutamat. Sedangkan pada manusia, asam folat
merupakan vitamin dan kita tidak dapat menyintesis asam folat. Hal ini
menjadi suatu target yang baik dan selektif untuk senyawa-senyawa
antimikroba.
e. Mengganggu sintesis DNA mekanisme kerja ini terdapat pada obat-obat
seperti metronidasol, kinolon, novobiosin. Obat-obat ini menghambat
asam deoksiribonukleat (DNA) girase sehingga mengahambat sintesis
DNA. DNA girase adalah enzim yang terdapat pada bakteri yang
menyebabkan terbukanya dan terbentuknya superheliks pada DNA
sehingga menghambat replikasi DNA.
Mikroorganisme sebagai Sumber Antibiotika
Banyak senyawa senyawa aktif yang bersifat antimicrobial dan berpotensi
dalam pengembangan obat dan senyawa senyawa tersebut terdapat di alam.
Tanaman, dan hean merupakan sumber penghasil senyawa bahan alam dengan
aktivitas yang beragam. Sejumlah bahan obat yang baru dilaporkan berasal dari
senyawa bahan alam. Antibiotika adalah obat yang saat ini dibutuhkan, dan
antibiotika ini dapat diperoleh dari alam.
Mikroorganisme seperti bakteri dan jamur termasuk produsen biologi
penghaisil penghasil senyawa bahan-bahan alam yang menunjukkan aktivitas
antimicrobial. Beberapa decade terakhir ekosistem laut menjadi salah satu sasaran
ahli atau peneliti kimia untuk mencari dan memanfaatkan sebgai bahan untuk
produksi obat antimicrobial. Dan mikroorganisme laut merupakan salah satu yang
berpotensi dalam pengembangan antibiotika.
Penelitian Muhammad Bahi yang mengisolasi dan mengkarakterisasi
antibiotika dari streptomyces sp dimana bakteri ini merupakan bakteri laut yang
banyak dijumpai. Syahruddin Kasim dkk juga melakukan produksi antibiotika
dari mikroorganisme laut, yaitu simbion rumput laut Euchema cottonii , dan
hasilnya dapat dilakukan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Jadi
antibiotika dapat diprodusi dari mikroorganisme itu sendiri untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme pathogen lainnya. jadi Antibiotika bersumber dari
mikroorganisme
Eucheuma Cottonii
Eucheuma cottonii diketahui sebagai alga merah (Rhodophyceae) yang
ditemukan di bawah air surut rata-rata. Alga ini mempunyai talus yang
keras,silindris dan berdaging. Sejak 2700 SM Eucheuma cottonii telah digunakan
oleh bangsa Cina sebagai bahan sayuran, obat-obatan dan kosmetik, sedangkan di
Indonesia digunakan sebagai bahan sayuran, kue, manisan dan obat-obatan.
Menurut penelitian Eucheuma cottonii memiliki kandungan kimia
karagenan dan senyawa fenol, terutama flavonoid. Karagenan, senyawa
polisakarida yang dihasilkan dari beberapa jenis alga merah memiliki sifat
antimikroba, antiinflamasi, antipiretik, antikoagulan dan aktivitas biologis
lainnya. Dimana telah diteliti aktivitas antibakteri pada karagenan yang dihasilkan
oleh alga merah jenis Condrus crispus. Selain karegenan yang merupakan
senyawa metabolit primer rumput laut tersebut diperkirakansenyawa metabolit
sekundernya juga dapat menghasilkan aktivitas antibakteri.
Produksi Antibiotika secara Fermentasi dari Mikroorganisme Rumput Laut
Eucheuma Cottonii
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan adalah inkubator (Memmert), Laminar Air Flow
(Envirco), autoklaf (All American), oven (WTB Binder E115), shaker (model
VRN-480), sonikator (Soniclean), cawan petri, sentrifugator (model DKC1006T), labu erlen-meyer, gelas ukur (Pyrex), jangka sorong (Tricle Brand),
jarum ose bulat, jarum ose lurus, lampu spiritus, lemari pendingin (Panasonic),
mikropipet, pinset, tabung sentrifuse, tabung reaksi, timbang-an analitik (Chyo),
tip. Dan medium yang digunakan adalah medium marine agar, medium produksi,
medium muller hilton agar, dan medium plate agar.
Bahan-bahan yang digunakan adalah alga merah Eucheuma cottonii,
akuades, dimetil sulfok-sida (DMSO), etanol 70 % dan etanol 96%, kapas, kasa
steril, kertas cakram berdiameter 6 mm (Oxoid), medium PCA (Plate Count
Agar), medium PDA (Potato Dextrose Agar), medium PDY (Potato Dextrose
Broth + Extract Yeast), medium MHA (Muller Hinton Agar), dan natrium
hipoklorit 1%
Pengambilan dan Penyiapan Sampel
Sampel alga merah Eucheuma cottonii di- peroleh dari Dusun Barugaya,
Desa Punaga, Ke- camatan Mangarabombang, Kabupaten Takalar. Sampel
dicuci dengan air laut sampai bersih dan dimasukkan ke dalam plastik sampel
kemudian ditempatkan dalam kotak pendingin (cool box) untuk diangkut ke
laboratorium. Setelah sampai di laboratorium, sampel alga merah terlebih dahulu
dicuci dengan air laut sampai bersih dari kotoran yang menempel, kemudian
dibilas dengan air laut steril.
Isolasi Bakteri Simbion
Isolasi dilakukan dengan metode modifikasi . Rumput laut (Eucheuma
cottonii) dicuci dengan air laut steril lalu dimasukkan ke dalam mesin penghalus
(blender) dan ditambah air laut steril. Sampel dihaluskan dan diambil sarinya sebanyak 10 ml lalu dimasukkan dalam botol peng- encer berisi 90 ml air laut steril
(pengenceran 10-1). Pengenceran bertingkat dibuat hingga 10-5. Sebanyak 1 ml
dari pengenceran 10-1 dipipet untuk diinokulasikan ke dalam cawan petri lalu
dimasukkan medium Marine Agar. Hal yang sama dilakukan pada pengenceran
selanjutnya, lalu semua cawan petri diinkubasi pada suhu 37o C selama 1-5 hari.
Purifikasi bakteri
Setelah masa inkubasi selesai, koloni yang tampak pada masing-masing
cawan petri diamati. Koloni yang memiliki bentuk dan warna yang sama
dianggap sebagai isolat yang sama. Setiap koloni kemudian dipindahkan ke
medium Marine Agar dan diinkubasi 24 jam untuk mendapatkan isolat tunggal.
Bila masih ditemukan beberapa bentuk koloni maka dilakukan pemisahan kembali
hingga diperoleh isolat murni.
Uji Antagonis
Uji antagonis dilakukan untuk melihat aktivitas bakteri simbion langsung
terhadap organisme uji. Pengerjaannya dilakukan dengan membagi cawan petri
dalam dua area pada medium PCA. Pada area pertama ditumbuhkan isolat bakteri
simbion dengan metode gores yang diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37°C.
Area yang kedua ditum-buhkan dengan mikroorganisme uji dengan metode gores
kemudian diinkubasi selama 48 jam pada suhu ruangan (untuk fungi) dan 24 jam
pada suhu 37oC (untuk bakteri). Hasil positif ditandai dengan terbentuknya zona
bening di sekitar daerah gores-an mikroorganisme uji atau tidak menyebarnya
koloni mikroorganisme uji.
Produksi Metabolit Sekunder
Koleksi isolat bakteri yang telah diperoleh selanjutnya ditumbuhkan pada
medium MYB (Maltose Yeast Broth) yang diinkubasi pada alat shaker dengan
kecepatan perputaran 120 rpm selama 24 jam. Selanjutnya, dari medium MYB
dipindahkan ke medium produksi dan difermentasi selama 7 hari di dalam
shaker/fermentor. Hasil fermentasi disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm
selama 15 menit sehingga terpisah menjadi 2 bagian yaitu supernatan dan
endapan/residu sebagai massa sel.
Uji Aktivitas Antibiotika
Aktivitas antibiotika dapat ditentukan dengan melihat kemampuan
metabolit sekunder yang dihasilkan oleh bakteri isolat terhadap pertumbuhan
mikroorganisme uji dengan metode difusi agar. Media yang digunakan untuk
penentuan daya hambat adalah medium MHA. Sebanyak 100 µl dari masingmasing suspensi mikroorganisme uji diinokulasikan pada cawan petri dan
ditambah dengan medium yang sesuai hingga volume mencapai ±15 ml.
Supernatan sebanyak 20 µl diteteskan pada kertas cakram dan dikering-anginkan,
lalu diletakkan di atas medium yang telah mengandung mikroorganisme uji.
Cawan kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Prosedur yang sama
dilakukan untuk uji aktivitas antibakteri pada residu. Pada setiap medium uji
terdapat kontrol positif yaitu larutan ampisilin baku 30 ppm pada cawan petri
yang berisi inokulum Staphylococcus aureus, sedangkan larutan kloramfenikol
30 ppm untuk Escherichia coli. Adanya aktivitas antibiotika ditandai dengan
terbentuknya zona bening di sekitar kertas cakram setelah masa inkubasi dan di
ukur diameter zona hambatannya dengan menggunakan jangka sorong.
Daftar Pustaka
Atta, H.M dkk. 2011. Cyramicin Antibiotic Production by Streptomyces CyaneusAZ-13Zc: Fermentation, purification, and Biological Activities. New York
Science Journal.
Bahi, Muhammad.2012. Isolasi dan Karakterisasi Senyawa Metabolit Sekunder
dari Bakteri Laut Streptomyces sp. Depik 1(3) “hlm 161-64”
Dabour S.M dkk. 2009. Sparcomycin Antibiotic production by Streptomyces Sp.
AZ-NIOFD1: Taxonomy, Fermentation, Purification, and Biological
Activities. American-Eurasian j. agric & Environ. Sci
Naid, Tadjuddin dkk. 2013. Produksi Antibiotika Secara Fermentasi Dari Biakan
Mikroorganisme Simbion Rumput Laut Euchema cottonii. Majalah
Farmasi dan Farmakologi,”Vol. 17 No. 3 November 2013 hlm. 6168(ISSN: 1410-7031)”
Supartono dkk. 2011. Produksi Antibiotik oleh Bacillus subtilis M10 dalam media
Urea-Sorbitol. Reaktor. “Vol. 13 No. 3 Juni2011 Hlm. 185-193”
Download