tingkat pengetahuan tentang penggunaan antibiotika

advertisement
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANTIBIOTIKA
2.1.1 Definisi Antibiotika
Antibiotika adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi,
yang dapat membasmi mikroba jenis lain.
Obat yang digunakan untuk membasmi mikroba, penyebab infeksi pada
manusia, ditentukan harus memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin.
Artinya, obat tersebut harus bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif
tidak toksis bagi hospes (Setiabudy, 2008).
2.1.2 Aktivitas dan Spektrum Antibiotika
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat
menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik dan
ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid. Obatobat bakteriostatik bekerja dengan mencegah pertumbuhan kuman, tidak
membunuhnya, sehingga pembasmian kuman sangat tergantung kepada daya
tahan tubuh penderita. Sedangkan antibiotika yang bakterisid, secara aktif
membunuh kuman.
Selain dari sifat aktivitasnya, antibiotika dibagi menjadi dua kelompok,
yaitu antibiotika berpektrum sempit, seperti benzil penisilin dan streptomisin, dan
berspektrum luas seperti tetrasiklin dan kloramfenikol. Hal ini dikarenakan sifat
antimikroba dapat berbeda satu dengan yang lainnya. Umpamanya, penisilin G
bersifat aktif terhadap bakteri Gram-positif, sedangkan bakteri Gram-negatif pada
umumnya tidak peka (resisten) terhadap penisilin G; tetrasiklin memiliki sifat
sebaliknya (Setiabudy, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Mekanisme Kerja Antibiotika
Pemusnahan mikroba dengan antimikroba yang bersifat bakteriostatik
masih tergantung dari kesanggupan reaksi daya tahan tubuh hospes.
Berdasarkan mekanisme kerja atau tempat kerjanya, antibiotika dibagi
dalam lima kelompok, yaitu (Setiabdudy, 2008):
1. Antibiotika yang menghambat metabolisme sel mikroba
Antibiotika yang termasuk dalam kelompok ini seperti, : sulfonamide,
trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS) dan sulfon. Antibiotika yang
menghambat metabolisme sel mikroba ini menggunakan aktivitas
bakteriostatik. Kuman patogen harus mensintesis sendiri asam folat dari
asam amino benzoate (PABA) untuk kebutuhan hidupnya. Apabila
sulfonamide menang bersaing dengan PABA dalam pembentukan asam
folat, maka terbentuk analog asam folat yang fungsional. Akibatnya,
kehidupan mikroba akan terganggu.
2. Antibiotika yang menghambat sintesis dinding sel mikroba
Antibiotika yang termasuk dalam kelompok ini seperti,: penisilin,
sefalosporin, basitrasin, vankomisin, dan sikloserin. Antibiotika yang
merusak dinding sel mikroba dengan menghambat sintesis enzim atau
inaktivasi enzim, sehingga menyebabkan hilangnya viabilitas dan sering
menyebabkan lisis. Dinding sel bakteri menentukan bentuk karakteristik
dan berfungsi melindungi bagian dalam sel terhadap perubahan tekanan
osmotik dan kondisi lingkungan lainnya. Dinding sel bakteri terdiri dari
beberapa lapisan. Pada bakteri Gram-positif struktur dinding selnya relatif
sederhana, sedangkan bakteri Gram-negatif
relatif lebih kompleks.
Dinding sel bakteri Gram-positif tersusun atas lapisan peptidoglikan relatif
tebal, dikelilingi lapisan teichoic acid dan beberapa spesies mempunyai
lapisan polisakarida. Dinding sel bakteri gram negatif mempunyai lapisan
peptidoglikan
relatif
tipis,
dikelilingi
lapisan
lipoporotein,
lipopolisakarida, fosfolipid, dan beberapa protein. Peptidoglikan pada
kedua jenis bakteri merupakan komponen yang menentukan rigiditas pada
Gram-positif dan berperan pada integritas Gram-negatif. Oleh karena itu,
Universitas Sumatera Utara
gangguan pada sintesis komponen ini dapat menyebabkan sel lisis dan
kematian sel. Sel selama mensintesis peptidoglikan memerlukan enzim
hidrolase dan sintase. Untuk menjaga sintesis supaya normal, kegiatan
kedua enzim ini harus seimbang satu sama lain.
3. Antibiotika yang mengganggu keutuhan membran sel mikroba
Antibiotika yang termasuk dalam kelompok ini seperti, : polimiksin,
kolistin, amfoterisin B, nistatin. Di bawah dinding sel bakteri adalah
lapisan membran sel lipoprotein. Membran ini mempunyai sifat
permeabilitas selektif dan berfungsi mengontrol keluar masuknya
substansi dari luar ke dalam sel, serta pemeliharaan tekanan osmotik
internal dan
ekskresi waste products. Selain itu membran sel juga
berkaitan dengan replikasi DNA dan sintesis dinding sel.
4. Antibiotika yang menghambat sintesis protein sel mikroba
Antibiotika yang termasuk dalam kelompok ini seperti, : golongan
aminoglikosid, makrolid, linkomisin, tetrasiklin, dan kloramfenikol. Untuk
kehidupannya, sel mikroba perlu mensintesis berbagai protein. Sintesis
protein berlangsung di dalam ribosom, dengan bantuan mRNA dan tRNA.
Berdasarkan koefisien sedimentasinya, ribosom dikelompokkan ke dalam
3 grup:
A. Ribosom 80s, terdapat pada sel eukariot. Partikel ini terdiri dari
subunit 60s dan 40s.
B. Ribosom 70s, yang terdapat pada sel prokariot dan eukariot.
Partikel ini terdiri dari subunit 50s dan 30s.
C. Ribosom 55s, hanya terdapat pada mitokondria mamalia dan
menyerupai ribosom bakteri baik fungsi maupun kepekaannya
terhadap antibiotika. Streptomisin berikatan dengan komponen
ribosom 30s dan menyebabkan kode pada mRNA salah dibaca oleh
tRNA pada waktu sintesis protein. Akibatnya akan terbentuk
protein yang abnormal dan non fungsional bagi sel mikroba.
Universitas Sumatera Utara
5. Antibiotika yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba
Antibiotika yang termasuk ke dalam kelompok ini seperti, : rifampisin dan
golongan kuinolon. Pada umumnya hanya digunakan sebagai obat
antikanker , tetapi beberapa obat dalam kelompok terakhir ini dapat pula
digunakaan sebagai antivirus. Asam nukleat merupakan bagian yang
sangat vital bagi perkembangbiakan sel.
2.1.4 Resistensi Antibiotika
A. Mekanisme Resistensi
Resistensi sel mikroba adalah suatu sifat tidak terganggunya kehidupan sel
mikroba oleh antibiotika. Sifat ini bisa merupakan suatu mekanisme alamiah
untuk tetap bertahan hidup.Timbulnya resistensi terhadap suatu antibiotika terjadi
berdasarkan salah satu atau lebih mekanisme berikut (Jawet, 1997):
1. Mikroba mensintesis suatu enzim inaktivator atau penghancur antibiotika
Contoh: Stafilokoki yang resisten terhadap penisilin G menghasilkan betalaktamase, yang merusak obat tersebut. Beta-laktamase lain dihasilkan
oleh bakteri batang Gram-negatif.
2. Mikroba mengubah permeabilitasnya terhadap obat.
Contoh: Tetrasiklin tertimbun dalam bakteri yang rentan tetapi tidak pada
bakteri yang resisten.
3. Mikroba mengembangkan suatu perubahan struktur sasaran bagi obat
Contoh: Resistensi kromosom terhadap aminoglikosida berhubungan
dengan hilangnya (atau perubahan) protein spesifik pada subunit 30s
ribosom bakteri yang bertindak sebagai reseptor pada organisme yang
rentan.
4. Mikroba mengembangkan perubahan jalur metabolik yang langsung
dihambat oleh obat.
Contoh: Beberapa bakteri yang resisten terhadap sulfonamid tidak
membutuhkan PAB ekstraseluler, tetapi seperti sel mamalia dapat
menggunkaan asam folat yang telah dibentuk.
Universitas Sumatera Utara
5. Mikroba mengembangkan perubahan enzim yang tetap dapat melakukan
fungsi metabolismenya tetapi lebih sedikit dipengaruhi oleh obat dari pada
enzim pada kuman yang rentan.
Contoh: beberapa bakteri yang rentan terhadap sulfonamid, dihidropteroat
sintetase mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi terhadap sulfonamid
dari pada PABA.
B. Faktor Pemicu Resistensi Antibiotika
Dampak negatif akibat penggunaan antibiotika yang tidak rasional adalah
resistensi kuman terhadap banyak obat ( multidrug-resistance ). Hal ini
mengakibatkan pengobatan menjadi tidak efektif, peningkatan morbiditas maupun
mortalitas pasien, dan peningkatan biaya kesehatan (Directorate General of
Medical Care Ministry of Health Republic of Indonesia, 2005).Faktor-faktor yang
mempermudah berkembangnya resistensi kuman terhadap antibiotika adalah (Staf
Pengajar Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia).
1. Penggunaan antibiotika yang sering
2. Penggunaan antibiotika yang irasional
3. Penggunaan antibiotika baru yang berlebihan
4. Penggunaan antibiotika dalam waktu yang lama
2.1.5. Epidemilogi Kejadian Resistensi Bakteri Terhadap Antibiotika
Prevalensi resitensi antibiotika dari Streptococcus pneumoniae dalam
penelitian
PROTEKT
(Prospective
Resistant
Organism
Tracking
and
Epidemiology for the Ketolide Telithromycin) tahun 1999-2000, terdapat 3362
pneumococcus yang resitensi terhadap penicillin G sekitar 22,1 % dengan tingkat
tertinggi ditemukan di Asia (53,4%), Prancis (46,2%) dan Spanyol (42,1%).
Resitensi juga terjadi pada Erythromycin A sekitar 31,1% dengan tingkat tertinggi
ditemukan di Asia (79,6%), Prancis (57,6%), Hungaria (55,6%) dan Italia
(42,9%). Resistensi Fluoroquinolone biasanya rendah (1%), walaupun 14,3% dari
70 yang diisolasi dari Hongkong resistensi terhadap levofloxacin dan moxifloxacin
(Felmingham, 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.1.6. Penyalahgunaan Antibiotika di Kalangan Masyarakat
Resistensi antibiotika merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi
oleh berbagai faktor, seperti penyalahgunaan antibiotika. Penyalahgunaan
antibiotika pada dasarnya dipengaruhi oleh pengetahuan , komunikasi yang efektif
antara dokter dan pasien, tingkat ekonomi, karakteristik dari sistem kesehatan
suatu negara, dan peraturan lingkungan. Jika dilihat dari faktor pasien, hal yang
mendasari terjadinya penyalahgunaan antibiotika dikarenakan banyak pasien
percaya bahwa keluaran obat baru lebih baik dibandingkan obat keluaran lama.
Di negara-negara berkembang, antibiotika dibeli dalam dosis tunggal dan
penghentian antibiotika dilakukan jika pasien merasa lebih baik atas penyakit
yang dideritanya. Pembelian antibiotika secara bebas yang dilakukan oleh pasien
juga dipengaruhi oleh praktik pemasaran kepada konsumen melalui televisi, radio,
media cetak, dan internet. Sehingga antibiotika dengan mudah didapatkan di
apotek ataupun pasar.
Pengobatan sendiri dengan menggunakan antibiotika, tidak hanya terjadi
di negara-negara sedang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju.
Selebihnya di negara-negara Eropa masih ditemukan prevalensi yang tinggi
terhadap pengobatan sendiri dengan antibiotika (WHO, 2001)
2.1.7. Epidemiologi Pengobatan Sendiri dengan Antibiotika
Pengobatan sendiri dengan antibiotika, tidak hanya terjadi di negaranegara sedang berkembang, tetapi juga di negara-negara maju. Di Amerika
Serikat, beberapa studi menunjukkan bahwa pengobatan sendiri dengan
antibiotika dapat ditemukan dari pembelian antibiotika tanpa resep di apotek.
Sebagai contoh, di Lingkungan Hispanik New York City, antibiotika dapat dibeli
tanpa resep dokter. Di negara-negara bagian Eropa, pengobatan sendiri dengan
antibiotika ditemukan di Spanyol, Yunani, Rusia, dan Malta (Al-Azzam, 2007).
Universitas Sumatera Utara
2.1.8. Prinsip Penggunaan Antibiotika Secara Rasional
Antibiotika hanya bekerja untuk mengobati penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri. Penggunaan antibiotika secara rasional diartikan sebagai
pemberian antibiotika yang tepat indikasi, tepat penderita, tepat obat, tepat dosis,
dan waspada terhadap efek samping antibiotika yang dalam arti konkritnya adalah
(Kimin, 2009):
1. Pemberian resep yang tepat atau sesuai indikasi
2. Penggunaan dosis yang tepat
3. Lama pemberian obat yang tepat
4. Interval pemberian obat yang tepat
5. Aman pada pemberiannya
6. Terjangkau oleh penderita
Terapi dengan antibiotika merupakan terapi kausal untuk melawan kuman
penyebab infeksi. Keputusan untuk memberikan antibiotika pada penderita, harus
didasarkan pada pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Apakah gejala dan keluhan yang dialami penderita disebabkan oleh
suatu infeksi ?
Untuk memastikan hal ini diperlukan riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik, dan hasil-hasil pemeriksaan tambahan.
2. Kuman apakah yang paling sering menjadi penyebabnya ?
Berdasarkan pada pengetahuan tentang penyakit-penyakit infeksi dapat
dibuat daftar kemungkinan kuman-kuman penyebab, misalnya
keluhan-keluhan penderita, organ-organ yang terserang dan apakah
infeksi berasal dari masyarakat atau rumah sakit. Langkah berikutnya
adalah menentukan apakah pemeriksaan mikrobiologi diperlukan atau
tidak. Pada penderita dengan infeksi berat di rumah sakit, pemeriksaan
mikrobiologi merupakan suatu keharusan. Pengecatan gram dari
spesimen yang diambil dengan tepat dapat memberikan identifikasi
awal sambil menunggu hasil kultur dan sensitivitas kuman.
Universitas Sumatera Utara
3. Dapatkah kuman penyebab diobati dengan antibiotik ?
Infeksi yang terjadi mungkin terletak di tempat yang tidak terjangkau
oleh
antibiotik pada konsentrasi yang cukup, misalnya pada protesis
sendi.
3. Apakah benar-benar diperlukan antibiotik untuk melawan infeksi
tersebut?
Beberapa infeksi bakteri seperti furunkel, impetigo dan ulkus dekubitus
tidak memerlukan pemberian antibiotik.
5.Antibiotik apakah yang harus dipilih dan bagaimana cara pemberiannya?
Dasar pemikiran dalam memilih antibiotik adalah sensitivitas dari
dugaan kuman penyebab, efektivitas antibiotik, keamanan, bisa didapat
serta sesuai dengan standar pengobatan, risiko terjadinya resistensi, dan
harga antibiotik.
6.Bagaimana menentukan dosis dan lama pemberian hal ini berdasarkan
Pada farmakokinetik dan farmakodinamik obat tersebut ?
Besar dosis yang diberikan tergantung dari jenis infeksi dan penetrasi
obat ke tempat infeksi. Sedangkan lama pemberian tergantung pada
respon klinis, mikrobiologis, ataupun radiologis.
7. Bagaimana dengan follow up penderita ?
Penderita harus dievaluasi apakah ada perbaikan atau tidak dan dilihat
adakah komplikasi. Selain itu diperiksa juga apakah antibiotik perlu
diganti oleh karena efek samping atau interaksi dengan obat lain.
Informasi terbaru dari infeksi atau kuman penyebab menjadi dasar
untuk mengubah cara pemberian atau mengubah antibiotik yang lebih
tepat.
2.2. Peraturan Perudang-Undangan Tentang Distribusi Antibiotika
Di Indonesia, juga telah dilakukan beberapa usaha untuk mengatasi dampak
resistensi antibiotika akibat pengobatan sendiri dengan antibiotika yang dilakukan
di kalangan masyarakat. Salah satu dari usaha tersebut adalah di berlakukannya
undang-undang yang mengatur tentang penjualan antibiotika yang diatur di dalam
Universitas Sumatera Utara
undang-undang obat keras St. No. 419 tgl. 22 Desember 1949, pada pasal 3
ayat 1. Antibiotika termasuk salah satu jenis obat-obat keras, hal ini terdapat
dalam pasal 1 ayat 1a yang berbunyi: “Obat-obat keras yaitu obat-obatan yang
tidak digunakan untuk keperluan teknik, yang mempunyai khasiat mengobati,
menguatkan, membaguskan, mendesinfeksikan, dan lain-lain tubuh manusia, baik
dalam bungkusan maupun tidak , yang dtetapkan oleh Secretaris Vaan Staat,
Hoofd van het Departement van Gesondheid, menurut ketentuan pasal 2 ayat (1)
“Sec. V. St mempunyai wewenang untuk menetapkan bahan-bahan sebagai obatobat keras dan ayat (2) “ Penetapan ini dijalankan dengan menempatkan bahanbahan itu pada suatu daftar G(obat-obat berbahaya) atau daftar W (peringatan).
Peraturan mengenai distribusi obat tertulis dalam (Direktorat Jenderal
Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan).
1. Pasal 3
(1) Penyerahan persediaan untuk penyerahan dan penawaran untuk
penjualan dari bahan-bahan G, demikian pula memiliki bahan –
bahan ini dalam jumlah sedemikian rupa sehingga secara normal
tidak dapat diterima bahwa bahan-bahan ini hanya diperuntukkan
pemakain pribadi, adalah dilarang. Larangan ini tidak berlaku
untuk pedagang-pedagang besar yang diakui, Apoteker-apoteker ,
yang memimpin Apotek dan Dokter Hewan.
(2)
Penyerahan dari bahan –bahan G , yang menyimpang dari resep
Dokter, Dokter Gigi, Dokter Hewan dilarang, larangan ini tidak
berlaku bagi penyerahan-penyerahan kepada Pedagang –pedagang
Besar yang diakui, Apoteker-apoteker, Dokter-dokter Gigi dan
Dokter-dokter Hewan demikian juga tidak terhadap penyerahanpenyerahan menurut ketentuan pada Pasal 7 ayat 5.
2.4. Pengetahuan
Namun, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan pada penggunaan
antibiotika di kalangan masyarakat diperlukan edukasi dan berbagai aspek yang
berkaitan dengan penggunaan antibiotika, agar tingkat pengetahuan dan
Universitas Sumatera Utara
pemahaman masyarakat tentang penggunaan antibiotika dapat mencapai tahap
yang diinginkan. Sehingga tidak terjadi penyalahgunaan dan pengguna salahan
antibiotika di kalangan masyarakat.
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia terhadap objek melalui
indera yang dimilikinya, seperti mata, hidung, telinga, dan alat indera lainnya.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior).(
Ada 6 tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif, yaitu:
1. Tahu (know)
Diartika sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali
(recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,
menguraikan, mengidentifikasi, menyatakan, dsb.
2. Memahami (comprehension)
Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi
tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi
harus
dapat
menjelaskan,
menyebutkan
contoh,
menyimpulkan,
meramalkan, dsb
3. Menerapkan (application)
Diartikan sebgaai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada kondisi yang sebenarnya.
4. Analisis (analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur
organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Universitas Sumatera Utara
5. Sintesa (synthesis)
Menunjukkan
kepada
suatu
kemampuan
untuk
meletakkan
atau
menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
4. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek atau materi. Penilaian-penilaian itu
berdasarkan suatu criteria yang ditentukan sendiri atau dengan
menggunakan criteria yang telah ada.
Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Pengalaman
Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.
2. umur
Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara
umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai
pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang tingkat
pendidikannya lebih rendah.
3. Keyakinan
Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya
pembuktian terlebih dahulu.
4. Fasilitas
Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi
pengethuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan bukubuku.
5. Penghasilan
Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan seseorang.
Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu
untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi.
Universitas Sumatera Utara
6. Sosial budaya
Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat mempengaruhi
pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap sesuatu.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman-kedalaman yang ingin diukur dapat disesuaikan dengan
tingkat-tingkat pengetahuan di atas (Notoatmodjo, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Download